1
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN SALAH TANGKAP DALAM KASUS NARKOTIKA
JURNAL ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum
Oleh : ADI BAYU SAPUTRA DIA 008143
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2012
2
Halaman Pengesahan Jurnal
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN SALAH TANGKAP DALAM KASUS NARKOTIKA
JURNAL ILMIAH
Oleh : ADI BAYU SAPUTRA DIA 008143
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Elly Kurniawati Malacca, SH.MH NIP. 19510407 197602 2 001
3
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN SALAH TANGKAP DALAM KASUS NARKOTIKA Nama: Adi Bayu Saputra NIM: D1A 008143
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penyebab korban salah tangkap serta mengetahui pengaturan perlindungan hukum bagi korban salah tangkap dalam kasus narkotika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsepsual. Hasil penelitian penyebab korban salah tangkap adanya kesalahan prosedur penangkapan. Pengaturan perlindungan korban salah tangkap diatur KUHAP melalui praperadilan Pasal 1 ayat (10). Kesimpulan dari hasil penelitian penyebab korban salah tangkap yaitu kesalahan prosedur penangkapan. Pengaturan korban salah tangkap melalui praperadilan Pasal 1 ayat (10). Saran penyusun bagi korban berhati-hati ditempat kondisi dia berada dan bagi polisi menangkap orang harus sesuai aturan prosedur hukum.
ABSTRACT The purpose of this study was to determine the cause of victims of wrongful arrests and to know the setting of legal protection for victims of false arrest in narcotics cases. The method used is the method of normative legislative approach and the conceptual approach. The results victims of false arrest causes an error in the arrest procedure. Protection of victims of wrongful arrests settings set through pretrial Criminal Code Article 1(10). Conclusions from the study are the cause of victims of wrongful arrests arrests procedural errors. Setting wrongfully arrested by pretrial Article 1 (10). Advicefor victims constituent careful he is, and conditions in place for the police catch the person must be in accordance of law rules of procedure.
Keyword (kata kunci) korban salah tangkap
4
PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) yang berlandasan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Implementasi perlindungan hak asasi manusia(HAM) tercermin dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merupakan suatu upaya perlindungan hak asasi manusia bagi pelaku kejahatan sebagai individu yang mempunyai hak asasi manusia (HAM) khususnya terhadap orang-orang yang terlibat dalam suatu tindak pidana. Dalam setiap penanganan perkara pidana aparat penegak hukum (polisi, jaksa), sering sekali dihadapkan pada kewajiban dua kepentingan korban yang harus dilindungi untuk memulihkan penderitaanya karena telah menjadi korban kejahatan (secara mental, fisik, maupun material) dan kepentingan tertuduh atau tersangka sekalipun dia bersalah, tetapi dia tetap sebagai manusia yang memiliki hak asasi yang tidak boleh dilanggar. Terlebih apabila dalam perbuatannya itu belum ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yang menyatakan bahwa pelaku bersalah, oleh karena itu pelaku harus dianggap sebagai orang yang tidak bersalah (asas praduga tidak bersalah Contoh korban salah tangkap dalam kasus narkotika :nindi ditahan 4 bulan korban salah tangkap mengadu ke propam. MEDAN, Korban salah tangkap oleh petugas Polsek Medan Baru karena tuduhan kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu atas nama Nindi (30) Warga Jalan Starban Gang Garuda ini sebelumnya sudah menjalani kurungan penjara selama empat bulan lalu dibebaskan, akhirnya secara resmi melaporkan
5
kecerobohan petugas polisi tersebut ke Profesi dan Pengamanan (Propam) Polresta Medan, Kamis (17/2). Didampingi Kuasa Hukumnya, Hasbi Sitorus SH, Nindi yang sebelumnya sempat menjalani kurungan penjara selama empat bulan hingga akhirnya dibebaskan, mendatangi Propam Polresta Medan sekitar pukul 13.00 WIB, dengan Nomor Pemeriksaan: LP/01/II/2011/Si Propam. Dalam pengaduannya, Nindi menceritakan kepada penyidik dari Propam, Aipda J. Sitorus mengenai awal mula dirinya ditangkap oleh salah satu polisi yang berpakaian preman di Jalan Wakaf Polonia, sekitar lima bulan lalu karena tuduhan kepemilikan narkoba jenis sabu-sabu. Tepatnya tanggal 8 Oktober 2010 lalu, Nindi pun ditangkap oleh petugas Polsek Medan Baru, kemudian diperiksa oleh penyidik, Briptu EbenTarigan dan Bripka Arie Prabudi. Semasa pemeriksaan Nindi dipaksa harus mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya, karena di saat petugas ingin menangkap salah satu Target Operasi, Marwan yang tak lain adalah sahabat dekat Nindi, perempuan yang sudah berumur 30 tahun ini pun sedang bersama Marwan, namun memang Nindi tidak bersekongkol dengan Marwan hingga akhirnya Nindi pun ditahan di Mapolsekta Medan Baru selama 4 bulan, sebelum akhirnya dilepaskan pada minggu lalu, dan melapor ke Propam Polresta Medan. Kepala Seksi Profesi dan Pengamanan Polresta Medan, AKP Beno.P. Sidabutar yang dikonfirmasi wartawan terkait kasus ini mengatakan pihaknya akan berupaya menegakkan hokum sebagai mana mestinya. “Yang benar, kita benarkan, yang salah kita salahkan, namun jika terbukti petugas penyidik tersebut ceroboh, maka akan kita kenakan sanksi yang tegas, agar citra kepolisian tidak terlihat ceroboh seperti itu,” ucap AKP Beno.1 Dari contoh kasus di atas, maka pengertian korban salah tangkap ini adalah orang baik secara individual atau kolektif yang menderita secara fisik maupun mental yang disebabkan kesalahan prosedur atau kesalahan tindakan penyidikan ataupun penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang maupun pejabat sejenisnya. Rumusan masalah dari kasus ini ada 2 (dua) adalah pertama apa penyebab korban salah tangkap
1
Ditulis oleh Global.Korban Salah Tangkap, Http://bakumsu.or.id,,Jumat,18 Februari 2011. 13:55
6
dalam kasus narkotika dan kedua bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap dalam kasus narkotika.
Tujuan dan Manfaat Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab korban salah tangkap dalam kasus narkotika dan mengetahuibentuk pengaturan perlindungan hukum bagi korban salah tangkap dalam kasus narkotika sedangkan manfaat penelitian ini adalah: pertama secara teoritis penelitian ini dapat memberikan wawasan ilmu pengetahuan didalam memahami victimologi, mengenai perlindungan hukum bagi korban salah tangkap. Selain itu juga bermanfaat dalam memberikan informasi kepada masyarakat untuk diperhatikan agar mewaspadai didalam bergaul dalam lingkungan tempat tinggal kita sehari-hari jangan sampai kita menjadi korban salah tangkap dalam kasus narkotika ini. Kedua secara praktis penelitian ini bermanfat menjadi kerangka acuan pedoman dan landasan bagi peneliti lanjutan, dan memberikan pemahaman undang-undang tentang perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap dan bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada korban.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsepsual, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara studi dokumen, dan analisis bahan hukum dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif-diskriptif.
7
PEMBAHASAN
A. Penyebab Korban Salah Tangkap Dalam Kasus Narkotika Sebelum penyusun memaparkan penyebab korban salah tangkap dalam kasus narkotika, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari pada korban itu sendiri. Secara etimologis korban adalah merupakan orang yang mengalami kerugian baik kerugian fisik, mental maupun kerugian finansial yang merupakan akibat dari suatu tindak pidana (sebagai akibat) atau merupakan sebagai salah satu faktor timbulnya tindak pidana (sebagai sebab). Korban diartikan sebagai seseorang yang telah menderita kerugian sebagai akibat tindak pidana dan rasa keadilannya secara langsung terganggu sebagai akibat pengalamannya sebagai target/sasaran tindak pidana. Jadi dari pengertian tersebut di atas dapat diketahui pengertian korban salah tangkap adalah orang baik secara individual atau kolektif yang menderita secara fisik maupun mental yang disebabkan kesalahan prosedur atau kesalahan tindakan penyidikan ataupun penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang maupun pejabat sejenisnya. Penegakan hukum pada hakikatnya adalah usaha atau upaya untuk menciptakan keadilan. Proses pemenuhan rasa keadilan masyarakat melalui penegakan
hukum
sampai
sekarang
ini
masih
belum
memperoleh
perlindungan dari aparat penegak hukum, tetapi perlindungan dari aparat penegak hukum malah menimbulkan kesakitan terhadap korban (masyarakat awam yang menjadi salah tangkap) yang dimana seharusnya mendapat
8
perlindungan dari aparat penegak hukum tapi malah menjadi kekeliruan hukum dalam penerapan penegak hukum dalam melindungi masyarakat. Penegakan hukum (law enforcement) tentu akan mendinamisasikan sistem hukum. Dalam hal ini penegakan hukum. Betapa pun ideal suatu peraturan perundang-undangan, apabila tidak didukung dan ditegakkan oleh aparatur-aparatur hukum yang jujur, bersih, berani dan profesional, maka sistem hukum itu niscaya tidak berfungsi. Aturan-aturan hukum yang ideal serta memenuhi rasa keadilan akan sia-sia ketika tidak didukung dan ditegakkan oleh aparatur-aparatur yang jujur dan bersih. Menurut O.C Kaligis, kelalaian penegak hukum dalam Sistem Peradilan Pidana terjadi diberbagai belahan dunia dan dikenal dengan istilah misccarriage of justice. Apabila seorang penegak hukum mempunyai kuasa dan wewenang untuk mengupayakan tercapainya keadilan, ternyata menggunakan kuasa dan wewenang yang ada padanya justru untuk memberi ketidak adilan, pada saat itulah terjadi misccarige of justice atau kegagalan menegakan keadilan. Lemahnya Sistem Peradilan Pidana di Indonesia membuka peluang bagi oknum polisi, jaksa, atau hakim untuk menyalahkan wewenang.2 Peristiwa salah tangkap dalam kasus narkotika dapat dihindari andai kata semua bukti-bukti yang dikumpulkan berdasarkan dari keterangan bukan pengakuan. Pengakuan yang diberikan oleh seseorang dalam keadaan terdesak karena ketakutan dan kesakitan atau dalam tekanan pasti bukanlah satu kebenaran melainkan suatu keterpaksaan. Salah tangkap oleh polisi dapat dipahami dan diterima oleh akal sehat masyarakat andai kata proses penyelidikan dan penyidikan terhadap seseorang dilakukan secara cerdas, profesioanal, manusiawi, dan dengan menjunjung
2
O.C Kaligis, Antologi Tulisan Ilmu Hukum Jilid 3, (Bandung: PT Alumni), 2007, hal. 59
9
tinggi postulat hukum “presumption of innoncent” atau asas praduga tak bersalah serta dijiwai oleh rasa jujur dan adil, namun penganiyaan dan siksaan yang berlebihan oleh tim penyidik. Sebagai mana yang dituturkan oleh mereka korban salah tangkap, membuat masyarakat mempertanyakan profesionalisme aparat penegak hukum sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Contoh konkrit penyebab korban salah tangkap dalam kasus narkotika Nindi ditahan 4 Bulan - Korban Salah Tangkap Mengadu ke Propam. MEDAN, Korban salah tangkap oleh petugas Polsek Medan Baru karena tuduhan kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu atas nama Nindi (30) Warga Jalan Starban Gang Garuda ini sebelumnya sudah menjalani kurungan penjara selama empat bulan lalu dibebaskan, akhirnya secara resmi melaporkan kecerobohan petugas polisi tersebut ke Profesi dan Pengamanan (Propam) Polresta Medan, Kamis (17/2). Didampingi Kuasa Hukumnya, Hasbi Sitorus SH, Nindi yang sebelumnya sempat menjalani kurungan penjara selama empat bulan hingga akhirnya dibebaskan, mendatangi Propam Polresta Medan sekitar pukul 13.00 WIB, dengan Nomor Pemeriksaan: LP/01/II/2011/Si Propam. Dalam pengaduannya, Nindi menceritakan kepada penyidik dari Propam, Aipda J. Sitorus mengenai awal mula dirinya ditangkap oleh salah satu polisi yang berpakaian preman di Jalan Wakaf Polonia, sekitar lima bulan lalu karena tuduhan kepemilikan narkoba jenis sabu-sabu. Tepatnya tanggal 8 Oktober 2010 lalu, Nindi pun ditangkap oleh petugas Polsek Medan Baru, kemudian diperiksa oleh penyidik, Briptu EbenTarigan dan Bripka Arie Prabudi. Semasa pemeriksaan Nindi dipaksa harus mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya, karena di saat petugas ingin menangkap salah satu Target Operasi, Marwan yang tak lain adalah sahabat dekat Nindi, perempuan yang sudah berumur 30 tahun ini pun sedang bersama Marwan, namun memang Nindi tidak bersekongkol dengan Marwan hingga akhirnya Nindi pun ditahan di Mapolsekta Medan Baru selama 4 bulan, sebelum akhirnya dilepaskan pada minggu lalu, dan melapor ke Propam Polresta Medan. Kepala Seksi Profesi dan Pengamanan Polresta Medan, AKP Beno.P. Sidabutar yang dikonfirmasi wartawan terkait kasus ini mengatakan pihaknya akan berupaya menegakkan hokum sebagai mana mestinya. “Yang benar, kita benarkan, yang salah kita salahkan, namun jika terbukti petugas penyidik tersebut ceroboh, maka akan
10
kita kenakan sanksi yang tegas, agar citra kepolisian tidak terlihat ceroboh seperti itu,” ucap AKP Beno.3 Proses perkembangan lanjutan kasus Nindi Kapolda Sumatera Utara Akui Nindi Korban Salah Tangkap Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) Irjen Pol Oegroseno mengaku bersalah karena jajarannya telah melakukan penangkapan tanpa bukti yang kuat atas tersangka Yulinar Hadi alias Nindi dalam kasus narkoba.Hal ini diungkapkan Kapolda dalam gelar perkara di Maporesta Medan, Senin (07/03/2011) pukul 11.00 WIB."Saya menegur keras mereka karena melakukan penangkapan terhadap Nindi apalagi disertai pemukulan tanpa bukti kuat," kata Kapolda. Kapolda menambahkan, ada lima petugas Polsek Medan Baru yang terlibat dalam kasus salah tangkap itu. Mereka terdiri dari tim penyidik dan juru periksa. Dari kelimanya, satu orang yang tidak hadir dalam gelar perkara itu karena masih menjalani pemeriksaan di Propam Polresta untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Kelima anggota ini, kata Kapoldasu, terbukti bersalah dan melanggar kode etik kepolisian karena telah menyalahi tugas. Mereka terancam dipecat karena bertindak melampaui batas dan menyalahi tugas dan wewenang.Perkara Nindi yang ditangkap saat itu atas tuduhan kepemilikan narkoba dihentikan."Sebab untuk apa dilanjutkan berkasnya karena tidak ada barang bukti melainkan anggota saja yang salah tangkap," ujarnya. Kelima anggota yang terlibat tersebut masing-masing, tiga orang tugas luar Bripka Roky R Siahaan, Brigadir Mayunis dan Briptu Agus Kurniawan. Sedangkan dua juru periksanya, Bripka EH Tarigan (tidak hadir gelar perkara karena sakit) dan Bripka Arie Prabudi. Lebih lanjut Kapoldasu mengatakan terhadap kelima oknum Mapolsekta Medan Baru tersebut, bila terbukti melakukan kesalahan ini langsung dikenakan Pemecatan Dengan Tidak Hormat (PDTH).“Kini tengah diproses di Provost Polresta Medan. Bila nanti dari penyidikan mereka ini memang salah bisa saja PTDH,” tandasnya. Seperti diketahui, Polsekta Medan Baru menangkap Nindi sebagai tersangka narkoba, tanpa ada barang bukti. Untuk kasus yang dituduhkan kepadanya itu, Nindi harus rela ditahan selama 4 bulan di Mapolsekta Medan Baru. Nindi menjadi tersangka hanya berdasarkan keterangan ngawur dari seorang tersangka pengedar narkoba yang telah ditangkap sebelumnya yakni Marwan. Dari Marwan polisi menyita barang bukti 1 gram sabu-sabu yang diakui dipesan oleh Nindi. Tapi karena tak 3
Ditulis oleh Global.Korban Salah Tangkap, Http://bakumsu.or.id,,Jumat,18 Februari 2011. 13:55
11
terbukti, wanita warga Gang Garuda, Jalan Starban, Medan ini, dilepas Kapolsekta Medan Baru Kompol Saptono pada 7 Februari 2011.(BS-021)4 B. Pengaturan Perlindungan Hukum Bagi Korban Salah Tangkap dan Pengaturan Korban Kejahatan. Upaya perlindungan hukum terhadap korban sebenarnya sudah muncul sejak abad ke-12 yaitu sejak keadaan masyarakat masih primitif yang ditandai dengan kehidupan masyarakat yang masih bersifat berpindah-pindah (nomaden), sampai detik inipun, yang bisa dikatakan sebagai era modern, upaya-upaya perlindungan terhadap korban masih sangat sering digalakkan dengan diadakannya konsorsium dan kajian-kajian hukum mengenai perlindungan terhadap korban. Semakin gencarnya upaya perlindungan terhadap korban sebenarnya hasilnya berbanding lurus terhadap perlindungan korban itu sendiri, tetapi hal tersebut hanya berlaku untuk korban-korban kejahatan saja atau korban-korban tindak pidana, sedangkan ada satu jenis korban yang sampai saat ini masih luput dari penanganan yang baik oleh pemerintah yaitu korban karena salah tangkap (abuse of power ). Akhir-akhir ini seiring dengan gencarnya gerakan pembersihan dan peningkatan mutu pelayanan atau kinerja aparat penegak hukum, banyak muncul ke permukaan kasus-kasus salah tangkap atau salah prosedur penyidikan yang dilakukan oleh istitusi kepolisian pada umumnya. Hal ini terjadi karena umunya pihak-pihak kepolisian masih menggunakan cara-cara primitif dalam penyidikan yaitu kekerasan dan ancaman. Sebenarnya sesuatu 4
Http://beritasumut.com.. Korban Salah Tangkap, Tuesday, 08 March 2011 00:32
12
hal aneh apabila perbuatan pidana justru muncul karena penegakan hukum yang salah oleh aparat. Jadi kalau waktu penegakan hukumnya saja terjadi kesalahan maka akan timbul banyak pertanyaan, bagaimana dengan yang jelas-jelas perbuatan pidana yang dilakukan oleh kriminal dalam hal ini pelaku kejahatan. Selain itu bagaimana nasib korban-korban salah tangkap tersebut yang telah berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun yang terpaksa menjalani hukuman karena kesalahan aparat dalam penanganan perkaranya. 1.
Pengaturan Perlindungan Hukum Korban Salah Tangkap Dalam KUHAP Melalui Praperadilan. Praperadilan tersebut tidak merupakan badan tersendiri, tetapi merupakan suatu wewenang saja dari pengadilan. Pengertian praperadilan diatur Pasal 1 ayat (10) KUHAP Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undangundang ini, tentang: a. Sah atau tidaknya penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegak hukum dan keadilan c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau diajukan ke pengadilan. Wewenang pengadilan untuk mengadili yaitu praperadilan Pasal 77 Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
13
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. b. Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Pasal 79 Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. Pasal 80 Permintaan untuk menerima sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umuum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. Pasal 81 Permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat tidak sah penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau oleh pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasanya. Bagi korban salah tangkap dapat mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi seperti yang tercantum dalam pasal-pasal KUHAP berikut ini Pasal 1 ayat (22) Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imblan sejumlah uang karena karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. Ketentuan ganti kerugian diatur Pasal 95 ayat (1, 2, 3). Pasal ayat (23) Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. Ketentuan mengenai rehabilitasi diatur dalam Pasal 97 ayat (1, 2, 3) .
14
Dasar hukum dari pemberian ganti kerugian dan/atau rehabilitasi adalah tercantum di dalam Pasal 9 ayat (1, 2, 3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.. Penjelasan mengenai Pasal 9 ayat (1) yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah pemulihan hak seseorang berdasarkan putusan pengadilan pada kedudukan semula yang menyangkut kehormatan, nama baik, atau hak-hak lain. Apabila di atas dibicarakan tuntutan ganti kerugian atas penangkapan/penahanan dan dilaksanakannya tindakan lain yang tidak sah, maka dibawah ini akan dibicarakan tentang ganti kerugian sebagai akibat dan dilakukannya tindak pidana. Sebagai perbandingan maka sekedar akan diuraikan mengenai penggabungan gugatan ganti kerugian yang disebabkan oleh dilakukannya suatu tindak pidana dibeberapa negara baik dari negara-negara Europa, Amerika Latin, dan beberapa negara Asia, Timur Jauh, seperti diuraikan dalam buku “Compensationof the Victims of Crimes” yang merupakan hasil suatu survey. Menurut hasil survey tersebut maka disimpulkan adanya lima sistem ganti kerugian tersebut, sebagai berikut: 1. Ganti kerugian tersebut dipandang bersifat perdata dan diberikan pada prosedur perdata. 2. Ganti kerugian bersifat perdata tetapi diberikan pada prosedur pidana. 3. Ganti kerugian yang sifatnya perdata tetapi terjalin dengan sifat pidana dan diberikan pada prosedur pidana.
15
4. Ganti kerugian yang sifatnya perdata dan diberikan pada prosedur pidana tetapi pembayaran menjadi tanggung jawab negara. 5. Ganti kerugian yang sifatnya netral dan diberikan dengan prosedur khusus pula. 2. Pengaturan Perlindungan Hukum Korban Kejahatan Dalam KUHP Bentuk perlindungan korban dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat dalam Pasal 14 c, yang berisi: Dengan perintah yang dimaksud Pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi. 3. Pengaturan Perlindungan Hukum Korban Kejahatan Dalam KUHAP Secara normatif KUHAP hanya memperhatikan hak-hak pelaku kejahatan, tanpa memberi ruang kepada korban untuk memperjuangkan hakhaknya. Sebagaimana dikemukakan pada bab-bab terdahulu, korban dalam KUHAP hanya diatur dalam beberapa Pasal saja yaitu Pasal 98-101 4. Pengaturan Perlindungan Hukum Korban Kejahatan dalam UndangUndang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dari kesekian banyak bentuk-bentuk perlindungan kepada korban, masih ada bentuk perlindungan resmi yang diberikan pemerintah melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 yaitu tentang Perlindungan Saksi dan Korban terhadap Pasal yang dibawah ini: Pasal 1 ayat (2, 3, 6)dan Pasal 310.
16
PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan pembahasan mengenai perlindungan terhadap korban salah tangkap dalam kasus narkotika diatas dapat disimpulkan bahwa: pertama penyebab korban salah tangkap dalam kasus narkotika yaitu: adanya hubungan kebersamaan antara korban dengan pelaku, jebakan atau rekayasa kasus penangkapan terhadap korban, kesalahan prosedur penangkapan, penahanan serta kekeliruan dalam penerapan hukum terhadap sasaran pelaku tindak pidana. Kedua pengaturan perlidungan hokum korban salah tangkap, melalui: praperadilan diatur Pasal 1 ayat (10) KUHAP praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegak hukum dan keadilan, Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau diajukan ke pengadilanhak-hak korban salah tangkap ini, dapat berupa: Ganti rugi (diatur Pasal 1 ayat (22)), Rehabilitasi (diatur Pasal 1 ayat (23)), Penggabungan perkara gugatan ganti rugi. Pengaturan perlindungan korban kejahatan melalui Pasal 14c KUHP, mengatur dengan perintah yang dimaksud Pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa
17
percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi. Pasal 98-101 KUHAP, Mengatur hak korban dalam menuntut ganti kerugian mengenai cara penggabungan perkara perdata dan perkara pidana mengenai hak terhadap korban kejahatan. UndangUndang nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, melalui penjabaran terhadap Pasal 1 ayat (2, 3, 6) dan Pasal 3-10. B. Saran Penyusun memberikan beberapa saran: pertama bagi korban salah tangkap, penyusun berharap agar korban selalu berhati-hati, jangan sampai lengah menjadi korban. Bagi aparat kepolisian sebagai pelindung, pengayom, penjaga tertib masyarakat harus benar-benar profesional dalam melakukan prosedur penangkapan, penahanan, serta kekeliruan penerapan hukum terhadap pelaku, harus benar-benar sesuai dengan prosedur aturan yang berlaku, jangan sampai gegabah menangkap seseorang. Kedua mengingat rawannya kesalahan prosedur penangkapan korban salah tangkap dalam kasus narkotika yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, maka penyusun berharap
kepada
pihak
pemerintah
segera
perlindungan terhadap korban. Penyusun juga
membahas
pengaturan
berharap kepada aparat
petinggi kepolisian yang anggotanya terbukti bersalah melakukan prosedur penangkapan, penahanan dan kekeliruan penerapan hukum terhadap korban, maka perlu diberikan sanksi kepada anggotanya berupa pemecatan dari kesatuan anggota polisi.
18
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Arief, Didik M. Mansur dan Gultom Elisatris. 2008. Urugensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Boven, Theo van. 2002. Mereka Yang Menjadi Korban. Jakarta: Elsam. Eddyono, Supriyadi Widodo, 2007. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia: Sebuah Pemetaan Awal, (Jakarta : Indonesia Corruption Watch. Fadillah, Syarif dan Chaerudin. 2004.Korban Kejahatan Perspektif Viktimologi dan Hukum Pidana Islam. Jakarta : Ghalia Press. Gosita, Arif.1986. VIKTIMOLOGI DAN KUHP (yang mengatur ganti kerugian korban), cet. ke 1, ed. ke 1,Jakarta: CV Akademika Pressindo. ─ ─ ─ ─ 1993.Masalah korban kejahatan, Jakarta: Akademika Pressindo. Hadiman, H. 1999, “Menguak Misteri Maraknya Narkoba di Indonesia,” Jakarta: Badan Kerja Sama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama. Kanter, EY., 1982, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: AHM-PTHM. Kaligis, O.C, 2007, Antologi Tulisan Ilmu Hukum Jilid 3, (Bandung:PT Alumni). Makaro, Moh. Taufik, Suhasril, dan Moh. Zakky A.S. 2005.Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia. Muladi. 2005 Hak asasi manusia : Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Persepektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: Refika Aditama Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana Bandung: Alumni, Qaddafi, Moammar, 2011,Upaya Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Hukum Pidana Indonesia, Disertasi, skripsi S1. Rena, Yulia.2010.Viktimologi (perlindungan hukum terhadap korban kejahatan), edske 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sahetapy, J.E, 1987, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan Schafer, Stepher. 1968. The Viktim and Criminal. New York: Random House. Sidabatur, Mangasa, 2001.Hak Terdakwa Terpidana Penuntut Umum Menempuh Upaya Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
19
Widjaya, A.W., 1985, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Bandung: Armico. . Peraturan-Peraturan Departemen Kehakiman, Keputusan Menteri Kehakiman Tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, No. M.01/PW/07/03/1982 Indonesia, Undang-undang Dasar 1945 Indonesia, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999 Indonesia, KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981 Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No. 13 Tahun 2006 Indonesia, Undang-Undang tentang Narkotika, UU No. 25 Tahun 2009 B. Web-Site Atang Setiawan,www.Bagaimana Memperlakukan Korban Kejahatan. Com Beritasumut. www. Korban Salah Tangkap. Com. www. kejahatan narkoba. Ditulis oleh Global, www. Korban Salah Tangkap. Com www. kejahatan narkoba. Com www. Korban Rekayasa Narkoba Itu Divonis Bebas Murni. Com Http://www.Google.C om