e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 )
PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PADA ORGANISASI KELOMPOK TANI TERNAK SAPI KERTA DHARMA DESA TUKADMUNGGA KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG Putu Megi Arimbawa[1], Ni Kadek Sinarwati[1],Made Arie Wahyuni[2] Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],Wahyuni_Arie@yaho o.com } @undiksha.ac.id Abstrak Aset biologis adalah aset yang unik, karena mengalami transformasi pertumbuhan bahkan setelah aset biologis menghasilkan sebuah output. Transformasi yang terjadi pada aset biologis terdiri dari proses pertumbuhan, degenerasi, produksi dan prokreasi yang dapat menyebabkan berbagai perubahan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kehidupan aset yang berupa tumbuhan atau hewan tersebut. Aset biologis dapat menghasilkan aset baru yang terwujud dalam agricultural produce atau berupa tambahan aset biologis dalam kelas yang sama. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengukuran asset biologis pada organisasi kelompok tani ternak sapi “Kerta Dharma” di Desa Tukadmungga berdasarkan pengelolaan keuangannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang mentitikberatkan pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Data ini selanjutnya diolah melalui tiga tahapan, yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) analisis data dan penarik kesimpulan berdasarkan teori yang telah ditentukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa harga pasar yang tersedia di Indonesia belum dapat digunakan sebagai dasar pengukuran atas nilai asset biologis yang dimiliki organisasi ini, hal ini dikarenakan masih banyak terdapat estimasi pihakpihak tertentu yang belum seragam disetiap daerah. Harga pasar yang terlalu dipengaruhi estimasi akan menimbulkan informasi yang tidak andal, informasi ini yang memungkinkan pihak-pihak terkait dapat memberikan estimasi yang berbeda setiap waktu. Kata Kunci : Akuntansi, Aset, Biologis Abstract Biological assets is a unique asset, because of the transforming growth even after biological assets generate an output. The transformation occurs in biological assets consist of processes of growth, degeneration, production and procreation that can cause a variety of quantitative and qualitative changes in the life of the assets in the form of plants or animals. Biological assets can generate new assets embodied in the form of agricultural produce or additional biological assets in the same class. This study was conducted to determine the measurement of biological assets on a cattle farmer group organization "Kerta Dharma" in the village of Tukadmungga based financial management. This research was conducted in qualitative methods which concerned on the description and the interpretation of human behavior. The Data were obtained
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) through interviews, observation and studying related documents. The data then processed through three stages, namely: 1) data reduction, 2) data display, 3) data analysis and drawing conclusions based on the theory that has been determined. The results of this study indicate that that market prices are available in Indonesia can not be used as the basis for the measurement of the value of biological assets owned by this organization, this is because there are still many estimates of certain parties that have not been uniform in each area. The market price is too influenced estimates will lead to information that is not reliable, the information that will enable the parties concerned can give different estimates each time. . Keywords: Accounting, Asset, Biological
PENDAHULUAN Informasi pada saat sekarang ini telah menjadi sebuah komoditas, hal ini terjadi karena informasi telah menjadi bagian penting bagi hampir seluruh segi kehidupan. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari bahwa barang siapa yang mampu menguasai informasi maka dialah yang menjadi penguasa. Begitu besar peran dari informasi. Ketersediaan informasi menjadi bagian yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Setiap keputusan diambil atas berbagai pertimbangan-pertimbangan yang diperoleh dari informasi. Oleh karena itu, kualitas dari sebuah keputusan sangatlah bergantung kepada seberapa banyak informasi yang dapat diperoleh serta seberapa relevan dan andal informasi tersebut digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Salah satu bentuk informasi dalam bidang ekonomi adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan ini menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter (Kieso; 2002). Informasi dalam laporan keuangan disajikan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas serta catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, dan perubahan posisi keuangan. Adanya laporan keuangan adalah untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keuangan dari sebuah entitas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal untuk pengambilan keputusan bisnis.
Laporan keuangan merupakan sarana yang bisa digunakan oleh entitas untuk mengkomunikasikan keadaan terkait dengan kondisi keuangannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan baik yang berasal dari internal entitas maupun eksternal entitas. Menurut PSAK No. 1 (2009: 13), laporan keuangan adalah penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi (PSAK No.1,2009:05). Laporan keuangan juga menjadi wujud pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya-sumber daya yang dimiliki entitas dan digunakan untuk menjalankan roda bisnis entitas. Tingginya peranan laporan keuangan dalam sebuah sistem industri membuat keberadaan laporan keuangan sangat dibutuhkan, tentunya dengan kualitas laporan keuangan yang baik. Mengingat fungsi penting dari laporan keuangan, maka mutlak bagi entitas untuk melakukan penyusunan laporan keuangan dengan baik, benar, dan sesuai standar yang berlaku. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi asimetri informasi di kalangan pengguna laporan keuangan. Sehubungan dengan upaya penyusunan laporan keuangan yang baik, pemilihan dan penggunaan metode akuntansi yang tepat menjadi hal yang harus diperhatikan. Metode akuntansi yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis industri yang dijalankan oleh entitas tersebut. Perbedaan jenis industri dan skala
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) kegiatan entitas menyebabkan pemilihan dan penggunaan metode akuntansi yang berbeda pula. Pemilihan metode akuntansi yang tepat untuk digunakan oleh entitas akan dapat memastikan kesesuaian terhadap pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan untuk masing-masing elemen laporan keuangan dengan standar yang berlaku.Perbedaan penggunaan metode untuk perlakuan akuntansi entitas sangat mungkin terjadi, khususnya pada beberapa jenis industri yang unik dan memiliki karakteristik khusus. Kondisi wilayah Indonesia yang cocok untuk industri peternakan ini menjadi satu alasan tersendiri mengapa di Indonesia banyak tumbuh entitas yang bergerak di dunia agribisnis. Entitas yang bergerak pada sektor industri agribisnis, utamanya bidang peternakan, merupakan salah satu contoh dari entitas dengan karakteristik khusus terkait dengan penyusunan laporan keuangannya. Hal ini yang mendorong minat masyarakat pedesaan yang mempunyai penghasilan menengah kebawah tertarik dalam industri agrikultur. Mereka memilih beternak sapi karena adanya lahan yang dipergunakan sebagai tempat pemeliharan dan tempat mencari pakan ternak. Kelompok tani ternak sapi “Kerta Dharma” yang di ketuai oleh Bapak Putu Wiragia merupakan salah satu kelompok tani ternak sapi yang mengelola organisasin dengan penuh rasa kekeluargaan dan sangat sederhana. Organisasi ternak sapi ini berdiri pada bulan Februari 2013. Lokasi organisasi ternak sapi ini berdekatan dengan perkebunan yang digunakan sebagai tempat mencari pakan ternak sapi tersebut. Jumlah anggota dari kelompok tani ternak sapi ini sebanyak 25 orang. Dalam pencatatannya, seketaris organisasi merangkap sebagai bendahara Bapak Jro Mangku Gede Wirada masih melakukan pencatatan secara manual yaitu menggunakan buku besar folio. Bukti- bukti transaksi pun hanya berupa kwitansi dan nota. Di dalam pencatatannya aset biologis masih belum tercantum. Karena, semua anggota yang menjalankan tugasnya sebagai bendahara dan sekretaris masih belum mengetahui tentang aset biologis tersebut. Pos yang mengisi aset biologis masih berupa aset saja. Padahal sapi yang
menjadi aset tersebut sudah digolongkan ke dalam aset biologis karena aset biologis iini mampu tumbuh dan berkembang biak. Untuk itu dalam melaksanakan penelitian ini, saya akan memperkenalkan pengertian aset biologis secara lebih menditail lagi kepada semua anggota kelompok tani ternak sapi ini. Aset biologis adalah aset yang unik, karena mengalami transformasi pertumbuhan bahkan setelah aset biologis menghasilkan sebuah output. Transformasi yang terjadi pada aset biologis terdiri dari proses pertumbuhan, degenerasi, produksi dan prokreasi yang dapat menyebabkan berbagai perubahan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kehidupan aset yang berupa tumbuhan atau hewan tersebut. Aset biologis dapat menghasilkan aset baru yang terwujud dalam agricultural produce atau berupa tambahan aset biologis dalam kelas yang sama. Adanya transformasi biologis pada aset biologis, maka diperlukan pengukuran yang dapat menunjukkan nilai dari aset tersebut secara wajar sesuai dengan kesepakatan dan kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan yang ekonomis bagi perusahaan. Keandalan laporan keuangan bisa diperoleh dengan cara menggunakan biaya historis dalam penyajiannya. Prinsip biaya historis menekankan pada pencatatan atas aset, utang, ekuitas, dan beban entitas berdasarkan pada harga perolehan awal dari akun tersebut. Penggunaan metode biaya historis ini memang lebih andal karena angka nominal yang disajikan sesuai dengan kenyataannya dan dapat diperiksa kebenarannya melalui dokumen terkait. Namun demikian, sisi lemah dari metode biaya historis adalah ketidakmampuannya untuk membuat penyesuaian terhadap kondisi terkini yang bisa mempengaruhi kewajaran nilai aset yang dimiliki entitas. Sehubungan dengan kelemahan metode biaya historis tersebut, maka saat ini munculah standar akuntansi yang berlaku internasional, yaitu IFRS. Secara garis besar, IFRS memperbolehkan adanya pengukuran aset entitas dengan menggunakan metode revaluasi atau penilaian kembali. Dengan menggunakan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) fair value accounting seperti yang dianut oleh IFRS, maka entitas diperbolehkan untuk menyajikan laporan keuangannya pada nilai yang disesuaikan dengan nilai pasarnya atau sering disebut dengan nilai wajar. Indonesia pun saat ini sudah mulai melakukan konvergensi atas aturan yang ada dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan International Financial Accounting Standards (IFRS). Entitasentitas di Indonesia, termasuk juga entitas perkebunan, diperbolehkan untuk menerapkan metode revaluasi terhadap pencatatan aset tetapnya. Sehingga, pencatatan aset tetap akan didasarkan pada nilai wajarnya, bukan lagi berdasar pada biaya historisnya. Terkait dengan akuntansi untuk industri peternakan, IASB sebagai badan yang menyusun IFRS telah mengeluarkan aturan mengenai akuntansi perkebunan. Peraturan itu ada pada pada IAS 41 tentang Accounting for Agricultural Assets. Peraturan dalam IAS 41 melingkupi standar akuntansi yang bisa diterapkan pada sektor industri agrikultur. Standar ini dapat dijadikan bahan acuan bagi manajemen entitas peternakan untuk menyusun laporan keuangannya sesuai dengan metode revaluasi atau nilai wajar di tengah keterbatasan standar pada SAK Indonesia. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Menurut Atmadja (2014 :167). Penelitian kualitatif, baik secara paradigmatik maupun karakteristiknya acap kali dilawankan dengan metode penelitian kuantitatif. Begitupula Diamond dan Holloway (2008: 5) dalam Atmadja (2014 :167) memberikan penjelasan metode kualitatif sebagai berikut:“Metode ini memusatkan pada penyelidikan terhadap cara manusia memaknai kehidupan sosial mereka, serta bagaimana manusia mengekpresikan pemahaman mereka melalui bahasa, suara, perumpamaan, gaya pribadi maupun ritual sosial. Mereka lebih bersemangat untuk menjajaki selera, motivasi dan pengalamn subjektif. Mereka berpendapat bahwa orang-orang melakukan sesuatu
berdasarkan makna atas hal tersebut yang lantas mereka hubungkan dengan tindakannya sendiri serta tindakan orang lain”. Dengan demikian jelas terlihat bahwa metode penelitian kualitatif tidak menekankan pada aspek statistika tetapi pada deskripsi tentang pemahaman, pemaknaan, selera, motivasi, dan pengalaman subjektif manusia terhadap suatu realitas seperti tercermin pada tindakan atau ucapannya dalam hubungan dengan orang lain secara holistik.Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau perhitungan lainnya. Dimana contohnya berupa penemuan tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, disamping juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial dan hubungan timbal balik (Corbin dan Anselm, 2007 : 4) Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriftif (Pratiwi, 2015 ). Corbin dan Anselm (2007 : 6) memaparkan bahwa penelitian kualitatif bisa dilakukan oleh peneliti dibidang ilmu sosial dan perilaku, juga oleh peneliti dibidang yang menyoroti masalah yang terkait dengan perilaku dan peranan manusia. Selain itu hal tersebut sejalan dengan Sugiyono (2012 : 6), dimana data kualitatif merupakan data yang berbentuk kata, kalimat, gerak tubuh, ekspresi wajah, bagan gambar dan photo. Moleong (2006 : 6) dalam Widnyani (2015 : 37) memaparkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena apa yang dialami subyek penelitian (misalnya : perilaku, persepsi, motivasi, serta tindakan) secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode yang ada. Informan adalah orang-orang yang bisa memberikan informasi dan pandangannya. Dalam penelitian yang akan dilaksanakan, maka informan yang dipandang mampu memberikan informasi yang akurat adalah Bapak Putu Wiragia yang menjabat sebagai ketua dari organisasi kelompok tani ternak sapi, Jro Mangku Gede Wirada selaku bendahara, dan Nyoman Suarbawa salah satu anggota yang aktiff ikut berpartisipasi dalam organisasi ini. Informan tersebut akan ditunjuk secara purposive dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka tentang masalah yang ditelaah. Dalam hal ini jumlah informan tidak akan dibatasi, melainkan disesuaikan dengan tingkat kejenuhan data, dalam artian pengembangan informan dihentikan jika data yang terkumpul telah mampu memcahkan atau menjawab penelitian secara tuntas. Instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Jadi semua alat yang bisa mendukung suatu penelitian bisa disebut instrumen penelitian. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, sehingga instrumen penelitian yang digunakan merupakan diri sendiri atau si peneliti. Moleong (2005 : 9 ) dalam Pratiwi (2015) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama, dimana dalam melakukan pencarian data peneliti akan terjun langsung ke lapangan dengan waktu tertentu. Dalam hal ini si peneliti melakukan pengamatan secara langsung dengan mengadakan interaksi sosial dengan subjek penelitian di dalam subjek penelitian tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN ASET BIOLOGIS Pengukuran merupakan bagian penting dalam bagian akuntansi guna menghasilkan laporan keuangan yang andal,karena nilai yang tersaji dalam laporan keuangan akan menjadi pertimbangan pengambilan keputusan. Sehingga diharapkan terdapat standard yang tepat dalam menentukan pengukuran yang paling memungkinkan untuk asset biologis tersebut. Berdasarkan PSAK 16 sebagai standard yang berlaku di Indonesia untuk asset biologissaat ini, pengukuran asset setelah pengakuan awal entitas dapat memilih menggunakan model biayaatau model revaluasi sebagai kebijakan akuntasinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh asset tetap dalam kelompok yang sama. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak Putu Wiragia yang sampai saat ini menjabat sebagai Ketua organisasi kelompok tani ternak sapi Kerta Dharma, dan beliau pun menjelaskan, “Jujur saya, pada awalnya saya sangat asing mendengar istilah asset biologis.Maklum saja, saya tidak dapat mengecap bangku kuliahan, tapi dari awaldiadopsinya asset biologis, saya pun sedikit demi sedikit mempelajari yang intiintinya saja dan tidak sampai secara meluas.Maklum saja karena keterbatasan waktu saya. Nah, seperti yang hangat diperbincangkan saat ini, asset biologis itu menurut saya adalah asset yang mampu berkembang biak dan mampu bereproduksi seperti salah satunya sapi yang ada pada organisasi ini. Sapi yang kami kelola dalam organisasi ini dulunya hanya sedikit jumlahnya, namun seiring waktu jumlahnya pun kian membanyak karena proses perkembangbiakan dan reproduksi yang baik. Untuk masalah pengukuran asset biologis ini, kami dari organisasi hanya mengukur tanpa menggunakan alat ataupun berpatokan pada harga pasar pada saat itu juga.Kadang harga
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) pasarpun berpengaruh namun hanya kadang-kadang saja. Jika sapi di ternak kami ini mengalami perkembangbiakan maka tentu saja ukuran badan dan bobotnyapun kian bertambah seiring dengan usia ternak tersebut, dan juga jika ternak mengalami proses reproduksi yaitu proses perkawinan antara pejantan dan indukan sapi maka sapi betina akan hamil dan mengandung kurang lebih 9 bulan kadender. Nah jika anak sapi sudah lahir dengan normal, maka kami masih akan menunggu usianya hingga mencapai 6 bulan. Dari sinilah kami membuat kebijakan dalam organisasi, sapi tersebut bisa dijual atau dikembangbiakan agar lebuh besar lagi.Jika dijual, maka penting halnya menentukan harga yang wajar guna mencapai kesepakatan.Pengukuran harga jual kadang tidak menengok pada harga pasar.Jika pembeli dan organisasi sebagai penjual sudah menyepakati harga maka transaksi sudah bisa dilakukan. Factor usia, ukuran tubuh, jenis kelamin, dan kesehatan ternak sapi sangat mempengaruhi nilai jualnya. Maka dari itu, guna memperoleh harga yang tinggi, kondisi ternak sapi harus normal dan dalam kondisi yang fit.” Hasil ini ditambahkan oleh bendahara organisasi kelompok tani ternak sapi Bapak Jro Mangku Gede Wirada dalam hasil observasi dan wawancara beliau menjelaskan sebagai berikut, ”Saya hanya menambahkan sedikit dari penjelasan pak ketua diatas, sebenarnya dalam pengukurannya asset biologis di sini yang berupa ternak sapi tidak selalu berpatokan pada harga pasar.Dalam penjualan, biasanya ternak sapi yang ingin dijual hanya bisa diukur oleh pembeli dan penjual.Karena kebanyakan disini khususnya di Buleleng, para penjual dan pembeli ternak sapi hanya
bermodalkan bani-banian dalam istilah Balinya.Jika penjual berani melepas ternaknya dengan harga yang sudah ditawar oleh pembeli, maka di situlah transaksi dilakukan. Karena pengukuran dalam pembelian dan penjualan ternak sapi dinilai dari banyak factor, yang diantaranya kondisi sapi harus memang fit, tubuh dan ukuran sapi harus seimbang dengan usia ternak sapi tersebut, serta tidak ada cacat fisik dari ternak tersebut, nah jika kriterian tersebut terpenuhi, maka harga sapi sudah pasti akan mendapat penawaran tertinggi.” Dalam penelitian kali ini, difokuskan terhadap indukan dan anakan sapi sebagai komoditi utama organisasi kelompok tani ternak sapi Kerta Dharma.Berdasarkan data dan keterangan yang saya dapat terlihat bahwa harga pasar yang tersedia di Indonesia belum dapat digunakan sebagai dasar pengukuran atas nilai asset biologis yang dimiliki organisasi ini, hal ini dikarenakan masih banyak terdapat estimasi pihak-pihak tertentu yang belum seragam disetiap daerah. Harga pasar yang terlalu dipengaruhi estimasi akan menimbulkan informasi yang tidak andal, informasi ini yang memungkinkan pihakpihak terkait dapat memberikan estimasi yang berbeda setiap waktu. Dengan harga pasar yang tidak andal, mengakibatkan informasi yang tersaji di laporan keuangan akan memberikan pilihan pengambilan keputusan yang tidak sesuai pula. Atas dasar ini memilih untuk menggunakan biaya historis sebagai dasar pengukuran asset biologis miliknya.Karena harga pasar atas ternak sapi belum dapat diandalkan saat ini di Indonesia. Menghindari pengukuran menggunakan nilai pasar yang tidak sesuai, maka sampai saat ini metode biaya merupakan pilihan terbaik yang dapat diandalkan apabila pengukuran asset biologis menggunakan metode biaya merupakan pilihan yang paling realible saat ini di Indonesia, perlu dipikirkan proteksi terbaik yang dapat dilakukan untuk melindungi kepentingan investor dalam mendapatkan informasi atas asset dan kemampuan keuangan perusahaan sesuai
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) dengan keadaan di lapangan dengan meminimalisir resiko yang dimiliki oleh asset biologis. Pengakuan Aset Biologis Asset biologis merupakan jenis assetyang terus berkembang setiap waktu, sehingga pengakuan atas asset biologis dilakukan pada saat bibit dari indukan ternak sapi tersebut.Pada saat itu seluruh biaya yang dikeluarkan untuk ternak sapi agar tetap tumbuh dicatat pada immature plantation asset. Biaya-biaya dicatat dalam immature plantation asset sampai dengan ternak sapi siap untuk dijual maupun digunakan sebagai indukan guna mendapatkan anakan lagi. Atas panen, pada saat inilah immature plantation assetakan dilakukan reclassication ke immature plantation asset dan dilakukan deplesi (penyusutan) Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak Putu Wiragia yang sampai saat ini menjabat sebagai Ketua organisasi kelompok tani ternak sapi Kerta Dharma, dan beliau pun menjelaskan, Dari awal terbentuknya organisasi ini, jumlah sapinya mencapai 25 ekor. Hal ini disesuaikan karena jumlah anggota yang bergabung dalam organisasi kelompok ini adalah 25 orang juga Sapi sapi ini pun sudah tergolong sapi indukan yang siap untuk melakukan proses reproduksi. Semua ternak sapi yang dipelihara dalam kelompok ini semuanya berjenis kelamin betina.Hal ini bertujuan untuk mengembang biakkan populasi sapi di kelompok ini.Umur rata-rata sapi betina yang siap untuk bereproduksi ialah 2 sampai 3 tahun.Awal mulanya tanda-tanda sapi yang siap untuk bereproduksi adalah keluarnya cairan putih kental dari alat kelamin sapi tersebut.Setelah itu sapi betina siap untuk dikawinkan dengan pejantan.Ada juga anggota kelompok yang menggunakan jasa kawin suntik yang dilakukan oleh dokter hewan di seputaran singaraja.Nah terhitung selama 9
bulan sapi betina itu mengandung. Jika ternak sapi sudah melahirkan anaknya, dari sanalah si pemelihara akan mendapatkan upah memelihara. Seiring waktu berjalan, anak sapi pun sudah Nampak dewasa dan terlihat sehat.Jika di ukur umur rata-rata sapi yang siap untuk dijual adalah 6 bulan ke atas. Dengan kondisi tubuh yang normal dan ukuran tubuh yang sesuai dengan umur, maka harga ternak sapi akan mengalami kenaikan. Nah jika sudah terjual, disinilah akan terlihat keuntungan dari anggota yang memelihara dan juga keuntungan bagi kelompok ternak sapi ini. Saya ambil contoh, misalnya anak sapi yang dipelihara Bapak Komang Suarbawa sudah berubur 6 bulan dan siap untuk dijual.jika harga ternak itu mencapai Rp.5.000.000,00, maka pembagian keuntunganpun bisa dilakukan secara adil. 80% dari hasil penjualan sepenuhnya milik anggota yang memelihara hapi yaitu sebesar Rp. 4.000.000,00. Sedangkan 20% dari hasil penjualan ternak sapi akan dimasukkan ke kas kelompok sebesar Rp. 1.000.000,00. Kas ini nantinya akan dipergunakan untuk membeli ternak yang lain atau juga bisa di masukkan ke dalam SHU yang nantinya bisa dibagikan kepada seluruh anggota sesuai dengan kesepakatan yang sudah di atur. Bapak Jro Mangku Gede Wirada juga menambahkan secara singkat mengenai hasil wawancara dan observasi pada saat itu, Mengenai pengakuannya, saya kurang begitu jelas memahaminya. Menurut saya pada saat berdirinya organisasi ini, pemerintah memberikan bantuan ternak sapi kepada kelompok kami sebanyak ....ekor. Selanjutnya kami bagi kepada masing-masing kelompok untuk dipelihara guna
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) mengembangbiakkan keseluruhan ternak sapi ini. Setelah hamper kurun waktu 3 tahun ini, jumlah ternak sapi sampai saat ini sudah mencapai ... ekor. Hal ini dikarenakan tidak adanya resiko gagal panen atau gagalnya proses reproduksi dan perkembangbiakan ternak tersebut. Semua ternak sapi dalam kondisi sehat dan normal. Tidak pernah ada satu pun anak dan induk sapi yang mati karena terjangkit penyakit atau lain sebagainya. Semua ini karena anggota yang memelihara sapi sudah mempunyai pengalaman yang mumpuni tentang beternak sapi. Mengenai pengakuannya dalam pencatatan laporan keuangan, kami masih menggunakan sistim manual.Yaitu dengan menambah kas jika terjadi penjualan sapi atau anak sapi. Jurnalnya pun kami catat dengan sedemikian sederhana yaitu dengan mencantumkan kas di debet sebesar jumlah penjualan dan penjualan ternak pada posisi kredit sebesar itu juga. Dalam IAS 41, pengakuan atas asset biologis hanya dapat dilakukan apabila entitas memiliki kontrol atas asset tersebut sebagai akibat dari kejadian masa lampau kemungkinan keuntungan di masa depan yang dihasilkan asset tersebut dimana keuntungan tersebut mengalir ke dalam entitas, untuk bagian ini sesuai dengan standar PSAK 16 yang berlaku di Indonesia sehingga tidak terdapat perbedaan yang berarti. Perbedaan dalam IAS 41 dikatakan bahwa asset biologis saat pengakuan awal dengan nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual. Maka akan terjadi perbedaan pengakuan atas harga perolehan antara IAS 41 dan PSAK 16, sebenarnya belum semua Negara di dunia menggunakan harga pasar pengakuan nilai awal yang dimiliki. Penyajian dan Pengungkapan Aset Biologis Pengungkapan laporan keuangan berdasarkan PSAK 16 mengatur mengenai aktiva tetap secara umum, tidak terdapat
pembahasan khusus mengenai aset biologis.Namun sampai saat ini, standar akuntansi inilah yang digunakanoleh perusahaan perkebunan sebagai pedoman penyusunan laporan keuangan. Mengenai aset biologis, dalam PSAK 16 juga diatur mengenai pengungkapan metode, serta umur dan tariff penyusutan yang digunakan. Karenan kebijakan menejemen mengenai penyusutan dapatmempengaruhi nilai atas aset biologis yang dimiliki, apabila menggunakanmetode garis lurus, beban depresisasi akan sama setiap tahunnya,berbeda apabila entitas memilihmenggunakan metode unit produksi yang beban depresiasinya akan tergantung dari hasil produksi yang dihasilkan selama periode tersebut. Karena informasi mengenai depresiasi sangat berpengaruh pada laporan keuangan, maka entitas wajib mengungkapkan segala bentuk mengenai informasidepresiasi dalamdalam laporan keuangannya, agar pengguna laporan keuangandapat melakukan review atas kebijakan yang dipilih manajemen dan memungkinkan untuk melakukan perbandingan dengan entitas lainnya. Pengungkapan yang perlu diperhatikan juga, entitas berdasarkan PSAK 16 wajib mencantumkanjumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan, sehiungga akan terlihat nilai bersih dari aktiva tersebut. Untuk lebih jelas mengenai penyajian dan pengungkapan mengenai aset biologis berikut adalah hasil observasi dan wawancara dengan Bapak Putu Wiragia yang sampai saat ini menjabat sebagai Ketua organisasi kelompok tani ternak sapi Kerta Dharma, dan beliau pun menjelaskan,
“Mohon maaf ini sebelumnya dik, kalau untuk menyanyakan laporan keuangannya, alangkah lebih baiknya langsung saja kepada Bapak Jro Mangku Gede Wirada selaku bendahara dan Bapak Putu Wara selaku sekretaris.Merekalah yang membawa semua dokumen laporan keuangannya.Saya sebagai ketua hanya bisa mengawasi pelaporannya.Saya
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) hanya hanya bisa memberikan informasi yang singkat saja.Untuk pelaporannya atau penyajiannya, kami di dalam kelompok organisasi masih menggunakan pencatatan manual dan sederhanan.Ini bertujuan agar semua anggota mampu memahami dengan cermat isi laporan keuangan yang kami buat ini. Disamping itu minimnya pengalaman dan pengetahuan kami mengenai aplikasi dan tata cara penggunaan computer seperti saat ini. Tapi saya sangat bangga dengan organisasi kelompok tani ternak sapi ini, meskipun dengan minim pengetahuan dan pengalaman, kami masih mampu berjalan sampai saat ini dengan tergolong cukup baik.Hal ini diakibatkan semangat kerja dan transparansinya semua pelaporan yang kami buat kepada seluruh anggota kelompok.Semua hak dan kewajiban mereka semua terpenuhi sejauh ini.Saya juga berharapnya kelompok ini mampu bertahan terus seiring perkembangan jaman.Sebab menumbuhkan niat beternak itu sangat susah, bahkan kami ingin memperluas dan memperbanyak anggota pun sampai saat ini tetap menjadi kendala.” Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak Jro Mangku Gede Wirada selaku bendahara organisasi kelompok tani ternak sapi Kerta Dharma, dan beliau pun menjelaskan, Memang sudah benar dan lengkap sekali penjelasan dari pak ketua di atas.Penyajian laporan keuangan kas pada kelompok ini kami umumkan setiap 6 bulan sekali dengan perincian pemasukan dan
pengeluaran yang di catat dan digolongkan pada setiap bulannya.Bentuk penyajian laporan keuangan kami pun masih sangat sederhana dan manual.Hanya di catat dalam buku besar folio.Hal ini diakibatkan karena minimnya pengetahuan dan pengalaman kami selaku bendahara dalam pengaplikasian computer. Tetapi setiap 6 bulan sekali pada saat pelaporan keuangannya, saya akan memprint out laporan tersebut secara sederhana agar mudah dimengerti oleh semua anggota kelompompok. Pada saat itu juga akan dibagikan satu per satu laporan tersebut dan dimusyawarahkan bersama jika memang ada yang salah ataupun jika ada yang tidak dimengerti oleh anggota kelompok. Sejauh ini, cara penyajian inilah yang lebih efisien dan efektif dalam pelaporan keuangannya. Mungkin suatu saat, kami akan diberikan pelatihan khusus mengenai standar-standar dan pedoman yang berlaku di Indonesia agar laporan keuangan kami menjadi lebih baik dan tertata rapi. Dalam penyampaiannya kepada anggota ternak, semua bukti transaksi kami sematkan di sana agar tidak timbul berbagai kecurigaan sesame anggota. Hal ini menunjukkan transparansinya kami dalam melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan laporan keuangan. Dari beberapa pendapat informan diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan sudah cukup baik namun masih melakukan pencatatan secara sederhana dan manual, hal ini dilihat pada laporan keuangan yang dibagikan setiap 6 bulannya. Hanya terdapat jurnal pengeluaran dan pemasukan kas saja.Disamping itu, penyajian laporan keuangannya pun dilakukan secara transparan kepada seluruh anggota kelompok organisasi.Hal ini yang merupakan dasar kokoh untuk kemajuan organisasi selanjutnya. Dan juga
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) karena minimnya pengalaman dan pengetahuan teknologi computer, mereka berniat untuk mengikuti pelatihan pelatihan yang suatu saat akan dilakukan oleh pemerintah agar nantinya mampu membuat laporan keuangan yang sesuai dengan standar dan pedoman yang berlaku di Indonesia.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berikut adalah beberapa simpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan yang diulas oleh peneliti: 1. Berdasarkan data dan keterangan yang saya dapat terlihat bahwa harga pasar yang tersedia di Indonesia belum dapat digunakan sebagai dasar pengukuran atas nilai asset biologis yang dimiliki organisasi ini, hal ini dikarenakan masih banyak terdapat estimasi pihak-pihak tertentu yang belum seragam disetiap daerah. Harga pasar yang terlalu dipengaruhi estimasi akan menimbulkan informasi yang tidak andal, informasi ini yang memungkinkan pihak-pihak terkait dapat memberikan estimasi yang berbeda setiap waktu. 2. Pengakuan aset bilogis pada organisasi kelompok tani ternak sapi Kertha Dharma belum sepenuhnya mengadopsi perlakuan akuntansi yang sesuai dengan standar dan pedoman yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dengan masih sederhananya bentuk tampilan dari laporan keuangan kelompok organisasi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengalaman, pengetahuan, dan pelatihan yang dimiliki oleh anggota kelompok. Untuk itu, kedepannya ketua kelompok organisasi tani ternak sapi Kertha Dharma menegaskan agar semua anggota kelompok ikut berpartisipasi dalam pelatihan yang diberikan pemerintah. Agar suatu saat nanti pencatatan laporan keuangan kelompok organisasi sesuai dengan standar
dan pedoman akuntansi yang diterapkan di Indonesia. 3. Penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan sudah cukup baik namun masih melakukan pencatatan secara sederhana dan manual, hal ini dilihat pada laporan keuangan yang dibagikan setiap 6 bulannya. Hanya terdapat jurnal pengeluaran dan pemasukan kas saja. Disamping itu, penyajian laporan keuangannya pun dilakukan secara transparan kepada seluruh anggota kelompok organisasi. Hal ini yang merupakan dasar kokoh untuk kemajuan organisasi selanjutnya. Dan juga karena minimnya pengalaman dan pengetahuan teknologi computer, mereka berniat untuk mengikuti pelatihan pelatihan yang suatu saat akan dilakukan oleh pemerintah agar nantinya mampu membuat laporan keuangan yang sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku di Indonesia. Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan terkait penulis untuk jalannya organisai kelompok tanoi ternak sapi Kerta Dharma dikedapannya nanti yaitu sebagai berikut: 1. Karena tidak adanya keputusan yang resmi dari pemerintah maupun entitas tertentu mengenai harga pasar ternak sapi, kelompok oraganisasi harus tetap menjaga konsistensi harga jual ternak sapi. Agar nantinya tidak merugikan anggota yang memelihara ternak dan juga merugikan kelompok yang menaunginya. Apabila kondisi ternak yang sangat sehat dan keadaanya normal sesuai dengan bibit yang tersedia, sebaiknya ternak sapi itu di kembang biakkan saja dari pada dijual. Karena jika memiliki bibit yang unggul, tentu saja anakan sapi tersebut pasti unggul juga. 2. Dalam pengakuan akuntansi, sebaiknya kelompok organisasi mampu meminimalisir reiko yang ada pada ternak sapi, misalnya memberikan sapi pakan ternak yang berkualitas, selalu menjaga kesehatan ternak,
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 6 Nomor 3 Tahun 2016 ) membersihkan areal kandang dan lain sebagainya. Selain itu, kelompok organisai juga harus mampu mengadopsi perlakuan dan pedoman akuntansi yang ada di Indonesia. Dengan menerapkan semia itu, niscaya kelompok organisasi akan mampu bertahan dan tetap selalu memberikan hak dan kewajiban bagi anggotanya 3. Untuk penyajian dan pengungkapan laporan keuangan, saya sarankan agar menggunakan pembukuan akuntansi yang diterapkan pada saat ini. Agar nantinya lebih memudahkan dalam pencatatan dan pengimputannya menggunakan laptop atau computer. Jika memang disediakan pelatihan atau pembelajaran mengenai pembukuan aset biologis, tidak ada salahnya untuk mengikuti pelatihan tersebut. Karena seiring kita belajar maka akan mampu menerapkanya dan hasilnya pun akan terlihat lebih maksimal.
Daftar Pustaka Atmadja, Anantawikrama Tungga, dkk. 2013. Akuntansi Manajemen Sektor Publik. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Corbin dan Anselm Straus. 2007. DasarDasar Penelitian Kualitatif (Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data). Pustaka Pelajar : Yogyakarta International Accounting Standard Committee (IASC). 2000. International Accounting Standard No.41, Agriculture Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, and Terry D. Warfield. 1998. Intermediate Accounting. 9th Ed. New York: John Willey & Sons, Inc. Pratiwi, Pirma. 2015. “Eksistensi Pelaporan Keuangan Pada Upacara Ngaben Masal di Desa Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provisni Bali”. Tugas
Akhir (tidak diterbitkan). Jurusan Akuntansi Program S1, Universitas Pendidikan Ganesha : Singaraja Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. CV Alfabeta : Bandung. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung:Alfabeta . Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). ALFABETA CV : Bandung Warren,C., Reeve,J. and Fess.P., 2006, Pengantar Akuntansi Edisi Dua Puluh Satu, Terjemahan Oleh Aria.F., Amanugrahi dan Taufik. H., Jakarta: Salemba Empat. Widnyani, Shanti. 2015. “Mengungkap Akuntabilitas Pengelolaan Sumber Daya Lembaga Lokal Subak Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan di Pedesaan : Studi Kasus Pada Subak Tabola Desa Pakraman Tabola, Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem”.Tugas Akhir (tidak diterbitkan). Jurusan Akuntansi Program S1,Universitas Pendidikan Ganesha : Singaraja