PERKIRAAN UMUR KONSTRUKSI KAPAL DENGAN ANALISA FATIGUE: STUDI KASUS PADA KAPAL TANKER 24.000 DWT Oky Aditya Putra*1, Ir.Soeweify,M.Eng2, 1
Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan FTK-ITS 2 Dosen Jurusan Teknik Perkapalan FTK-ITS *E-mail:
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk memperkirakan umur konstruksi dari suatu kapal dengan merujuk pada aturan Common Structural Rules untuk perhitungan umur fatigue. Kapal yang dijadikan sebagai objek studi kasus pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan software MSC.Patran versi 2010 sebagai pre processornya, dan akan di analisa hasilnya dengan software MSC.Nastran versi 2010 sebagai Processornya. Kapal yang di gunakan sebagai objek studi kasus pada penelitian ini tidak akan dimodelkan secara penuh, akan tetapi hanya beberapa bagian dari ruang muatnya saja sebagai representasi dari kapal secara keseluruhan. Adapun kapal yang dijadikan studi kasus pada penelitian ini adalah kapal Tanker 24.000 DWT. Setelah dilakukan analisa , dapat di ketahui bahwa umur konstruksi kapal Tanker 24.000 DWT telah cukup memenuhi sampai umur konstruksi yang disyaratkan oleh CSR yaitu 25 tahun. Kata kunci : Perkiraan umur Fatigue, CSR
1.Pendahuluan Sejumlah insiden kecelakaan kapal yang terjadi disebabkan oleh fatigue pada bagian struktur kapal, hal tersebut meunjukkan bahwa perlu adanya pengawasan yang lebih khususnya terhadap bagian bagian yang sudah mengalami fatigue tersebut. [H. Cramer, Robert Loseth & Kjell Olaisen, 1994]. Terdapat banyak catatan kecelakaan kapal yang disebabkan oleh kelemahan desain. Sebagai contoh dapat kita lihat kejadian kecelakaan pada kapal MV Derbyshire yang mengalami kecelakaan pada bulan September 1980 di Okinawa Jepang kemudian kecelakaan yang dialami oleh kapal MT Erikapada pada bulan desember 1999 yang menumpahkan 28.000 ton minyak mentah ke laut, Dan kecelakaan kapal yang paling fenomenal yang disebabkan oleh fatigue adalah tenggelamnya kapal MT Prestige di Galacia, kapal tersebut mengalami fracture sehingga badan kapal patah menjadi dua bagian [www.shipwreckarchives.com, 2009]. Oleh karena itu, Perhitungan umur konstruksi pada kapal adalah hal yang sangat penting , sebagai pertimbangan untuk melakukan investasi pada pembangunan kapal baru maupun pembelian kapal bekas (second hand ship). Perhitungan umur konstruksi kapal ini telah banyak diatur dalam rule yang dikeluarkan oleh biro klasifikasi, sehingga metode perhitungannya dapat dilakukan dengan mengacu pada aturan klasifikasi yang akan dipakai. Aturan - aturan perhitungan umur konstruksi dengan menggunakan analisa fatigue dapat ditemui pada aturan terbaru yang disebut Common Structural Rules (CSR) yang merupakan hasil kolaborasi dari beberapa klasifikasi dunia seperti LR, ABS, DNV, NK dan lain lain dalam wadah IACS. Sejak Januari 2006 IACS (International Association of Classification Societies) tealah mempublikasikan regulasi terbaru untuk konstruksi kapal tanker dan bulk carrier yaitu Common Structural Rules (CSR). Regulasi ini terbagi menjadi dua yaitu Joint Tanker Project yaitu regulasi untuk kapal tanker dan Joint Bulk Carrier Project untuk kapal Bulk Carrier. Regulasi CSR merupakan regulasi yang revolusioner. Pada regulasi ini banyak hal baru yang diberlakukan dalam pembangunan konstruksi kapal. Diantaranya pembebanan yang diaplikasikan lebih ekstrim daripada regulasi konvensional yang ada. Selain itu banyak aturan baru
yang lebih ketat yang diterpakan dalam regualasi ini seperti diterapkannya perhitungan life time kapal sampai 25 tahun dan penerapan Finite Element Analysis sebagai persyaratan dalam menganalisa kekuatan konstruksi kapal. Berdasarkan hal tersebut diatas bahwa perhitungan umur konstruksi kapal sangat penting untuk dilakukan. Untuk menghitung umur konstriksi pada kapal menggunakan aturan Common Struktural Rules (CSR) harus memiliki panjang lebih dari 150 meter untuk kapal doublé hull tanker dan kapal bulkcarrier. Dengan munculnya kejadian – kejadian ini maka terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, yaitu: bagaimanakah cara untuk menghitung umur konstruksi kapal dengan menggunakan regulasi Common Structural Rules untuk Double hull Tanker menggunakan Finite Element Analysis? Dalam pemecahan masalah diatas perlu adanya pembatasan masalah sehingga pembahasan bisa focus dan tidak meluas, oleh karena itu batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah : Kapal yang dijadikan studi kasus adalah kapal double hull tanker “ALESIO“ 24.000 DWT , Regulasi yang dipakai mulai dari pemodelan FE analysis hingga perhitungan nilai fatigue adalah regulasi Common Structural Rules , Dalam pemodelan Fe analysis software yang dipakai adalah MSC PATRAN versi 2010 sebagai pre processor dan MSC NASTRAN versi 2010 sebagai processor.
2.Dasar Teori dan Tinjauan Pustaka
2.1
Fatigue kapal tanker
Analisa fatigue pada regulasi Common Structural Rules ini hanya merupakan fungsi dari beban akibat beban gelombang air laut (cycles induced by wave load) saja yang mempengaruhi dalam perhitungan. Sedangkan analisa fatigue akibat getaran diabaikan atau tidak termasuk kedalam bahan perhitungan. Kapal jenis tanker memiliki keistimewaan dalam bentuk konstruksi. Pada jenis kapal ini banyak ditemukan bagian konstruksi yang berupa sambungan – sambungan yang sangat rawan terhadap terjadinya retak, oleh karena itu aturan yang dipakai oleh kapal tanker ini sangat jauh berbeda dengan aturan yang dimiliki oleh regulasi Common Structural Rules untuk kapal bulk carrier. 2.2
Kondisi Pembebanan
Dalam analisa fatigue pada kapal bulk Tanker, ada beberapa kondisi pembebanan yang diaplikasikan antara lain kondisi pembebanan untuk tanker dengan dua sekat memanjang dan kondisi pembebanan untuk tanker dengan satu sekat memanjang. Karena data tanker dalam tugas akhir ini adalah tanker dengan satu sekat memanjang maka untuk variasi muatan dalam pembebanannya lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini. [Appendix B 2.4 of JTP Common Structural Rules, 2006].
Tabel 2.1. variasai kondisi pembebanan pada ruang muat [appendix B of JTP CSR,2006]
2.3
Fatigue pada struktur
Umur sebuah struktur berhubungan dengan berapa lama struktur tersebut dapat digunakan dengan baik tanpa mengalami masalah yang berkaitan dengan perawatan dan pemeliharaan , faktor korosi pelat , kelelahan struktur , dan lain – lain. Biasanya masa struktur dinyatakan dalam satuan tahun Hal ini dapat mencakup pemeriksaan berkala, pemeliharaan, dan penggantian bagian-bagian dari struktur tersebut. Oleh karena itu sangat diperlukan pemerikasan dan analisa pada struktur tersebut secara berkala [Jaap Shijve, 2004]. Masa struktur baru harus benar – benar diperhatikan sampai berapa lama struktur tersebut dapat bertahan secara ekonomis dan tetap memenuhi aturan keselamatan. Karena sebagai contoh pada tahun 1950an umur dari sebuah pesawat terbang seharusnya berkisar kurang lebih 10 tahun, namun karena faktor ekonomis maka pesawat tersebut masih tetap digunakan sampai mencapai umur 20 tahun. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kecelakaan akibat melupakan standar keselamatan yang telah ditentukan [Jaap Shijve, 2004]. 2.3.2
Lokasi Perhitungan Fatigue
Bagian konstruksi yang akan dianalisa merupakan sambungan konstruksi diberbagai tempat yang telah ditentukan oleh regulasi Joint Tanker Production JTP-CSR. Bagian-bagian tersebut disebut dengan hot spot dan akan menjadi subjek dalam menganalisa perhitungan fatigue selanjutnya.[Safehull Fatique Assesment of Ship Structural Details ,1999]. Perhitungan Fatigue dari struktur yang ada pada kapal tanker ini berdasarkan penerapan pada aturan Palmgren – Miner cumulative damage seperti yang dijelaskan dibawah ini, dimana ketika fatigue damge ratio , DM memiiki nilai lebih dari 1 maka dapat dipastikan bahwa struktur tersebut tidak diterima. [Appendix C of JTP Common Structural Rules, 2006]. Untuk mencari nilai DM adalah sebagai berikut :
Ni ntot
jumlah cycle total jumlah tegangan
Dimana : jumlah cycle pada nilai tengangan Si ni
Nilai total dari fatigue damage rasio, DM, harus memiliki nilai kurang dari dari 1 untuk umur kapal yang di desain. Dan memiliki nilai umur kapal tidak kurang dari 25 tahun. Untuk mencari nilai cumulative damage adalah sebagai berikut :
i= =
Dimana : DMi cumulative fatigue damage ratio untuk diterapkan pada kondisi pembebanan. 1 untuk kondisi full load 2 untuk kondisi normal ballast
Cumulative Fatigue damage dapat dihitung dengan persamaan:
Persamaan tersebut merupakan fungsi dari tegangan local dan nominal yang telah dihasilkan dari perhitungan tegangan melalui analisa FEM. Selain itu persamaan di atas juga merupakan fungsi dari S-N Curve yang dapat dihitung sesuai dengan CSR tanker Appendix C.
Sq Δm γ(a,x)
nilai tegangan pada intersection S-N curve dalam N/mm2 slope dari S-N curve = 2 incomplete Gamma function
Tegangan hot spot yang diketahui dari Common Stuctural Rules didefinisikan sebagai tegangan permukaan pada 0.5t jauh dari lokasi pengelasan, seperti yang ada pada Gambar 2.1 dibawah ini, hasil dari tegangan ini dapat diperoleh dengan interpolasi linier menggunakan nilai tegangan masing-masing pada satu dan elemen dua dari persilangan struktur.
Gambar 2.1. lokasi Hot spot[appendix C of JTP CSR,2006] Kekuatan material yang telah dilakukan pengelasan dapat dilihat dari kurva S-N yang dapat menunjukkan hubungan antara tegangan dengan jumlah amplitude siklus pembebanan. Untuk mengetahiu secara rinci kurva S-N adalah sebagai berikut : m
S N = K2 Dimana : S Nilai tegangan, dalam N/mm2 N Jumlah cycle m Konstatnta material K2 Konstatnta dan tipe pengelasan Dalam gambar 2.2 dibawah ini dapat dilihat bahwa kurva tersebut menunjukkan hubungan linear antara log(S) dan log(N). log (N) = log(K2 ) −mlog (S) dimana :
log(K2) =log(K1 ) − 2δ N Jumlah cycle K1 konstanta pada kurva S-N dapat dilihat pada Tabel 2.2 δ standard deviasi dari log(N) m inverse slope dari kurva S-N ,dapat dilihat pada Tabel 2.2 Sq Nilai tegangan, dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2. Basic S-N curve data [appendix C of JTP CSR,2006]
gambar 2.2. Basic S-N curve data [appendix C of JTP CSR,2006]
2.3.3 Hot Spot Area Dalam Common Structural Rules untuk kapal tanker ditentukan bahwa area yang dinyatakan sebagai area kritis ( Hot Spot Areas) ada 3, yaitu [Appendix C of JTP Common Structural Rules, 2006].
1. Sambungan antara floor dengan hopper tanks selanjutnya disebut HOT SPOT 1, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.
gambar 2.3. Critical area and Critical location of hopper knuckle [appendix C of JTP CSR,2006]
2. Sambungan antara hopper sloping paltting, dengan inner bottom, selanjutnya disebut HOT SPOT 2, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini.
gambar 2.4. Critical area and Critical location of hopper sloping platting [appendix C of JTP CSR,2006]
3. Sambungan antara horizontal girder pada double side, sekat melintang, selanjutnya disebut HOT SPOT 3 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini.
gambar 2.5. Critical area and Critical location of horizontal girders to transvers bulkheads [appendix C of JTP CSR,2006] 2.4 Penambahan Faktor Korosi Perhitungan tebal pelat yang ada pada struktur harus ditambahkan faktor korosi. Penambahan faktor korosi ini diberikan berdasarkan aturan yang tertera dibawah ini untuk jenis carbon manganese steels. Untuk penambahan faktor korosi pada materian selain carbon manganese steels dapat diihat di Common Struktural Rules. [Appendix C of JTP Common Structural Rules, 2006]. 2.4.2 Penambahan Faktor Korosi Penambahan faktor korosi pada tempat – tempat tertentu, t corrosion untuk sebuah struktur dapat diambil sebagai berikut : [Section 6.3 of JTP Common Structural Rules, 2006]. T corr = t was + 0,5 mm
Dimana : T was
adalah nilai tebal pelat sebelumnya yang ada pada struktur, dalam mm.
Pada tabel 2.3 dan gambar 2.6 dibawah ini menunjukkan nilai faktor penambahan korosi pada area tanki ruang muat.
Gambar 2.6. Letak bagian penambahan faktor korosi Tabel 2.3. Nilai penambahan faktor korosi pada setiap bagian struktur
3. Analisa Setelah dilakukan analisa terhadap tegangan pada masing – masing Hot Spot Stress pada setiap kondisi pembebanan maka, nilai tegangan yang paling nilai tegnagan yang paling maksimum, karena nilai tegangan yang paling tinggi inilah sangat rawan terjadinya retak awal sehingga apabila terjadi retak awal maka akan terjadi retak menjalar. Oleh karena itu kita harus melakukan perhitungan fatigue damage untuk mengetahui umur konstruksi kapal. Perhitungan Fatigue Damage dapat dihitung dengan cara :
Persamaan tersebut merupakan fungsi dari tegangan local dan nominal yang telah dihasilkan dari perhitungan tegangan melalui analisa Finite Element Method. Selain itu persamaan di atas juga merupakan fungsi dari S-N Curve yang dapat dihitung sesuai dengan CSR for tanker Appendix C 1.4. Dengan menggunakan rumus diatas maka akan dapat diketahui nilai dari fatigue damage untuk tiap – tiap Hot spot stress pada masing – masing kondisi pembebanan. Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah nilai fatigue damage untuk masing – masing kondisi pembebanan. 1. kondisi pembebanan 1
:
Notasi LC 1
Members A
HOT SPOT STRESS 1
B
A
HOT SPOT STRESS 1
B
HOT SPOT STRESS 2
C
Notasi LC 3
HOT SPOT STRESS 3
B C
108
0.761
Δσ N/mm2 115
0.769
144
0.833
122
0.769
Dj
:
Members A
0.847
Dj
:
Members
3. Kondisi Pembebanan 3
149
HOT SPOT STRESS 3
Notasi LC 2
0.748
HOT SPOT STRESS 2
C
2. Kondisi pembebanan 2
Δσ N/mm2 102
HOT SPOT STRESS 1 HOT SPOT STRESS 2 HOT SPOT STRESS 3
Δσ N/mm2 117
0.758
132
0.803
106
0.758
Dj
4. Kondisi Pembebanan 6
Notasi LC 6
Members A
HOT SPOT STRESS 1
B
HOT SPOT STRESS 2
C 5. Kondisi Pembebanan 7
Notasi LC 7
HOT SPOT STRESS 3
B C
0.782
128
0.794
125
0.793
Dj
:
Members A
Δσ N/mm2 122
HOT SPOT STRESS 1 HOT SPOT STRESS 2 HOT SPOT STRESS 3
Δσ N/mm2 123
0.784
141
0.825
133
0.812
Dj
Setelah nilai dari fatigue damage diketahui maka dapat ditentukan umur konstruksi kapal dengan rumus :
Dimana : Desaign life DM
25 tahun , sesuai aturan CSR for tanker cumulative fatigue damage
Sehingga dengan menggunakan rumus fatigue life diatas maka umur konstruksi kapal diketahui untuk tiap masing – masing kondisi pembebanan dibawah ini :
Tabel 4.6: Hasil umur konstruksi pada LC 1
Notasi
LC 1
Members A
B
C
HOT SPOT STRESS 1
HOT SPOT STRESS 2
HOT SPOT STRESS 3
lifetime ( tahun ) 33
29
33
Tabel 4.7 : Hasil umur konstruksi pada LC 2
Notasi LC 2
Members A B C
HOT SPOT STRESS 1 HOT SPOT STRESS 2
HOT SPOT STRESS 3
lifetime ( tahun ) 33 30 32
Tabel 4.8 : Hasil umur konstruksi pada LC 3
Notasi
LC 3
Members A B C
HOT SPOT STRESS 1
HOT SPOT STRESS 2
HOT SPOT STRESS 3
lifetime ( tahun ) 32 31 33
Tabel 4.9 : Hasil umur konstruksi pada LC 6
Notasi LC 6
Members A B C
HOT SPOT STRESS 1 HOT SPOT STRESS 2 HOT SPOT STRESS 3
lifetime ( tahun ) 32 31 32
Tabel 4.10 : Hasil umur konstruksi pada LC 7
Notasi
LC 7
Members A B C
HOT SPOT STRESS 1
HOT SPOT STRESS 2
HOT SPOT STRESS 3
lifetime ( tahun ) 32 30 31
Dari nilai fatigue life yang telah didapatkan diatas maka dapat diketahui bahwa nilai umur konstruksi kapal pada bagian – bagian yang termasuk bagian kritis telah memenuhi syarat yang ada pada CSR yakni lebih dari 25 tahun.
4. Kesimpulan Berdasarkan nilai umur kapal Tanker “ D’ ALESIO “ 24.000 DWT yang telah dihitung pada bab sebelumnya maka dalam tugas akhir ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Kapal Tanker “ALESIO“ 24.000 DWT dibangun menggunakan regulasi konvensional, sehingga desain struktur konstruksinya tidak sekuat apabila menggunakan regulasi CSR. 2. Besarnya tegangan yang terjadi pada pelat yang dianalisa pada Tanker “ALESIO” 24.000 DWT lebih besar karena CSR memberlakukan faktor pengurangan tebal pelat akibat korosi sehingga ketebalan pelat yang dianalisa menjadi lebih tipis, namun dalam analisa ini nilai umur kapal masih memenuhi persyaratan yang ada pada CSR.
5. Daftar Pustaka H. Cramer, Robert loseth & Kjell Olaisen,. “Fatigue Assesment of Ship Structures”, Elsevier,1994. JTP.,”Common Structural Rules”, IACS., 2006. GL, 2008. “Rules for classification and construction ship technology of Chemical Tanker”, Germaniscer Lloyd, 2008. GL, 2008 “Rules for hull structure”, Germanischer Lloyd, 2008. T. Yoneya & M. Irisawa, “Practical Procedures for the structural analysis of double hull tanker”, NK Tech Bulletin, 2003 Hughes, F. Owen.1983. “Ship Structural Design”. New York: John Wiley & Son. www.shipwreckarchives.com