OPTIMISASI BENTUK BULBOUS BOW DENGAN MENGGUNAKAN KONEKSI (LINK) ANTARA MAXSURF DAN MICROSOFT EXCEL (STUDI KASUS : KAPAL TANKER 6500 DWT)
Febriyanto (1) dan A Nasirudin, S.T., M.Eng (2) (1) Mahasiswa, Jurusan Teknik Perkapalan, FTK, ITS Surabaya (2) Dosen, Jurusan Teknik Perkapalan, FTK, ITS Surabaya
E-mail:
[email protected]
Abstrak
Bulbous bow merupakan tambahan lambung pada bagian ujung depan kapal yang tercelup air berguna untuk memperkecil hambatan kapal. Dengan melihat grafik Cb – Fn dapat diperkirakan tingkat keefektifan penggunaan bulbous bow. Namun desainer kapal tidak dapat memprediksi bentuk dan besarnya bulbous bow yang tepat yang dapat mereduksi hambatan yang paling besar hanya dengan melihat grafik tersebut. Sebuah lembaga penelitian yang bergerak dibidang perkapalan dan kelautan di Jerman telah mengembangkan suatu software yang digunakan untuk mengoptimasi bentuk hull kapal dengan menarik ulur lambungnya. Hal tersebut yang menginspirasi dibuatnya tugas akhir ini untuk mengoptimisasi bentuk bulbous bow dari suatu kapal, namun dengan menggunakan software-software yang familiar di Indonesia, yaitu dengan Maxsurf yang dihubungkan (interface) dengan Microsoft Excel memanfaatkan fasilitas automation yang terdapat pada Maxsurf. Dari proses optimisasi tersebut didapatkan kapal Tanker 6500 DWT dengan bentuk bulbous bow awal yang ternyata memperbesar hambatan sebesar 1,931% dibandingkan kapal tanpa bulbous bow dan untuk kapal dengan bulbous bow optimal dapat mereduksi hambatan sebesar 2,221% terhadap kapal tanpa bulbous bow. Sedangkan dengan perhitungan menggunakan Hullspeed, bentuk bulbous bow awal memperbesar hambatan sebesar 3,457% dibandingkan kapal tanpa bulbous bow dan untuk kapal dengan bulbous bow optimal dapat mereduksi hambatan sebesar 1,379% terhadap kapal tanpa bulbous bow. Kata kunci: Bulbous bow, Interface
1. Pendahuluan Bulbous bow sudah digunakan sejak awal abad 20, yang awalnya digunakan pada kapal perang. Baru pada tahun 1920 dua kapal penumpang dari Jerman yaitu “Bremen” dan “Europa” di desain menggunakan bulbous bow. Kedua kapal tersebut beroperasi di North Atlantic dengan kecepatan 27,9 knots. Selanjutnya pada tahun 1931 Amerika mulai melakukan terobosan dengan mendesain bulbous bow pada dua buah kapal penumpangnya yang memiliki ukuran sedang yaitu kapal “President Hoover” dan “President Coolidge”. Kemudian pada
tahun 1935 didesain kapal “Normandie” dengan menggunakan bulbous bow yang kecepatannya mencapai 30 knots. Pada tahun 1940 di Asia, kapal angkatan laut Jepang telah menggunakan bulbous bow. Namun hal tersebut di atas hanya sebuah ekserimen pemilik kapal dan galangan tanpa disertai dengan analisa pendukungnya Baru pada tahun 1950 dilakukan suatu penelitian untuk membuktikan bahwa kapal dengan menggunakan bulbous bow dapat menghemat daya mesin induk sebesar 22,86%, yaitu kapal dengan ukuran dan type yang sama berlayar dengan kecepatan yang sama 20 knot ternyata digerakkan dengan daya motor yang berbeda. Yang satu
digerakkan dengan daya 13500 HP sedangkan yang lain digerakkan dengan daya 17500 HP. Hal tersebut dikarenakan kapal dengan daya 13500 HP didesain dengan menggunakan bulbous bow sedangkan kapal yang digerakkang dengan daya 17500 HP tidak menggunakan bulbous bow (didesain dengan bentuk bow biasa). (www.mar.ist.utl.pt n.d.) Sampai saat ini belum ada formula yang digunakan untuk mendesain bentuk bulbous bow yang optimal. Desainer kapal hanya dapat memprediksi tingkat keefektifan penggunaan bulbous bow pada suatu kapal. Hal tersebut dapat dibaca dengan menggunakan grafik Coeffisient Block – Froude Number. Sementara itu bulbous bow sendiri memiliki bermacam-macam bentuk dan ukuran. Dengan berbagai jenis bulbous bow dan tidak adanya formula yang pasti, maka dalam mendesain bulbous bow perlu dilakukan optimisasi. Hamburgische Schiffbau-Versuchsantalt (HSVA) yang merupakan perusahaan penyedia jasa untuk penelitian dan pengembangan teknologi di Jerman telah membuat software untuk mengoptimisasi bentuk hull kapal. Prinsip dasar kerjanya adalah dengan menarik-narik hull kapal. Namun software tersebut belum ada di Indonesia sehingga untuk mengoperasikannya perlu mendatangkan tenaga ahli. (www.hsva.de) Oleh karena itu, penulis ingin memanfaatkan aplikasi automation pada maxsurf untuk melakukan interface dengan microsoft excel yang nantinya digunakan untuk mengoptimisasi bentuk bulbous bow dari studi kasus kapal Tanker 6500 DWT. Hal tersebut lebih mudah dilakukan daripada harus menggunakan software yang belum familiar di Indonesia.
2. Metodologi Penelitian Pada penelitian ini yang dilakukan adalah menganalisa secara matematis hambatan yang terjadi pada suatu kapal dengan bentuk bulbous bow yang berbeda-beda dan bulbous bow tersebut berubah secara otomatis sesuai dengan jumlah interpolasi yang diinginkan. Begitu juga dengan perhitungan hambatan kapalnya yang berubah seiring dengan perubahan bentuk bulbous bow tersebut.
Yang diperlukan dalam penelitian ini adalah desain bentuk bulbous bow dalam format Maxsurf sebagai bentuk bulb awal dan akhir yang nantinya akan diinterpolasi dari titik-titik yang membentuknya. Maka jumlah titik-titik bentuk bulb awal dan akhir haruslah sama. Bentuk bulb awal dan akhir dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. BentukBulb Awal
Gambar 2. Bentuk Bulb Akhir
Kapal yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanker 6500 DWT dengan ukuran utama yang tertera pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Ukuran Utama Kapal Tanker 6500 DWT
LWL (m)
B (m)
D (m)
H (m)
CB
V (kn)
103.8
19.2
6
11
0.763
12
Kemudian perhitungan yang dilakukan dari optimisasi tersebut dibandingkan dengan perhitungan pada software hullspeed.
3. Hasil Penelitian 3.1. Hasil Perhitungan Manual Dari hasil optimisasi yang dilakukan dengan formula Holtrop & Mennen secara manual, maka didapatkan hasil seperti pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Perhitungan Manual
ABT
h bulb
(m²) 13.327 12.146 10.607 9.349 7.673 5.771 3.571 1.558 1.323 0.004 0.000 0.000
(m) 3.166 3.219 3.287 3.383 3.515 3.709 3.996 4.356 4.408 4.965 0.007 0.007
S (103 m²) 2.708 2.701 2.694 2.688 2.682 2.676 2.671 2.666 2.666 2.662 2.658 2.655
Wave Resist.
Viscous Resist.
Total Resist.
(kN) 28.589 27.900 26.893 27.319 27.685 28.483 27.683 24.041 24.211 28.544 28.580 28.488
(kN) 114.712 114.417 114.134 113.864 113.608 113.368 113.144 112.960 112.940 112.757 112.597 112.460
(kN) 170.616 169.526 168.135 168.195 168.212 168.679 167.569 163.667 163.809 167.880 167.686 167.384
3.2. Hasil Perhitungan Hullspeed Sebagai perbandingan dari hasil perhitungan manual, maka dilakukan perhitungan menggunakan software hullspeed. Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan hasil seperti pada Tabel 3 sebagai berikut:
hambatan viskosnya seperti yang terlihat pada Gambar 3 sebagai berikut:
Gambar 3. Grafik WSA vs Viscous Resist
Ada 2 komponen bulbous bow yang mempengaruhi besarnya hambatan gelombang, yaitu luasan bulb di FP dan tinggi titik berat bulb di FP. Pengaruh kedua komponen tersebut terhadap hambatan gelombang dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5 sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Perhitungan Hullspeed
ABT
h bulb
(m²) 13.327 12.146 10.607 9.349 7.673 5.771 3.571 1.558 1.323 0.004 0.000 0.000
(m) 3.166 3.219 3.287 3.383 3.515 3.709 3.996 4.356 4.408 4.965 0.007 0.007
S (103 m²) 2.708 2.701 2.694 2.688 2.682 2.676 2.671 2.666 2.666 2.662 2.658 2.655
Wave Resist.
Viscous Resist.
Total Resist.
(kN) 32.973 32.307 31.226 31.625 31.920 32.585 31.529 27.412 27.512 30.588 30.597 30.509
(kN) 114.586 114.236 113.899 113.576 113.267 112.922 112.647 112.463 112.391 112.210 111.999 111.761
(kN) 174.770 173.610 172.170 172.160 172.060 172.360 170.970 166.600 166.650 169.490 169.230 168.930
4. Pembahasan Dari kedua hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh bulbous bow terhadap hambatan viskos adalah berbanding lurus, dimana semakin besar bentuk bulbous bow semakin besar pula
Gambar 4. Grafik ABT vs Wave Resist
Gambar 5. Grafik hB vs Wave Resist
Dari Gambar 4&5 menunjukkan bahwa secara kuantitas, semakin besar bentuk bulb belum tentu
dapat menurunkan hambatan gelombang paling maksimal.
Tabel 3. Bentuk Bulbous Bow Optimal
Sehingga pengaruh dari perubahan bentuk bulbous bow terhadap hambatan total dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut:
Perubahan Bentuk Bulb (%) 31
ABT (m²) 1.558
h bulb (m) 4.356
Daftar Pustaka Bijl, Art (1985), An Approach to Design Theory, Design Theory for Cad, Procedings of the IFIP WG 5.2 Working Conference on Design Theory for CAD, Tokyo. Brayard, J (1973), estimation de la puissance propulsive, Departement Constuctions Navales, Paris, Prancis.
Gambar 6. Perubahan Bentuk Bulb vs Total Resist
5. Kesimpulan
French, Michael J (1985), Conceptual Design for Engineers 2nd edition, The Design Council, London.
Dari penelitian ini didapatkan bentuk bulbous bow optimal yang dapat menghasilkan hambatan paling kecil. Bentuk bulbous bow tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 & 8 dan Tabel 3 sebagai berikut:
Harvald, S A (1983), Resistance and Propulsion of Ships, John Wiley and Sons, Toronto, Canada. Hasanudin (2008), Modul Pelatihan Maxsurf, FTK, ITS, Surabaya. Holtrop, J and Mennen, G G J (1982), An Approximate Power Prediction Method, International Shipbuilding Progress, Vol. 29. Kawashima, H., and Hino, T., 2004. “A Hull Form Generation Methode on Initial Design Stage”. 9th Symposium on Practical Design of Ships and Other Floating Structures. Lewis, Edward V (1980), Principles of Naval Architecture Second Revision, Volume II, Resistance, Propulsion and Vibration, The Society of Naval Architects & Marine Engineers, Jersey City, NJ
Gambar 7. Potongan Memanjang Bulb pada Center Line
Manfaat,
Djauhar (2008), Diktat Kuliah Perancangan Kapal Dibantu Komputer, Materi CAD, FTK-ITS, Surabaya.
Maxsurf, (2005). Maxsurf Windows Version 11.1 User Manual. Pahl, G and Beitz, W (1997), Engineering Design: A Systematic Approach Third Edition Edited by Ken Wallace, Springer-Verlag, The Design Council, London.
Gambar 8. Potongan Melintang Bulb pada FP
Parsons, Michael G (2001), Parametric Design, Chapter 11, Departement of Naval Architecture and Marine Engineering, University of Michigan.
Suh, N P (1990), The Principles of Design, Oxford University Press, Inc, New York.