PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Menjaga momentum Maret 2010
i
P E R K E MB A N G A N T R IW U L A N A N P E R E K O NO MIA N INDO NE S IA Menjaga Momentum Ma r e t 2 0 1 0
i
K a ta P enga nta r The Indonesian Economic Quarterly (perkembangan triwulanan perekonomian Indonesia) melaporkan dan mengabungkan perkembangan indikator kunci perkeonomian Indonesia. Ikhtisar ini menempatkan berbagai perkembangan tersebut dalam konteks jangka panjang dan mengglobal, mengkaji berbagai implikasi perkembangan dan perubahan dalam kebijakan yang ada sebagai acuan untuk perekonomian dan kesejahteraan social Indonesia. Cakupan ikhtisar ini meliputi pembahasan berkenaan dengan perkembangan makro ekonomi, perkembangan pasar finansial, sampai dengan indicator kesejahtraan manusia dan pembangunan. Ini juga bermaksud untuk menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan, para pimpinan bisnis, pelaku pasar keuangan, dan komunitas-komulitas analis serta profesional yang peduli dengan perkembangan perekonomian Indonesia. Laporan perkembangan perekonomian Indonesia ini dipersiapkan dan dikompilasikan oleh tim penganalisa ekonomian makro Bank Dunia, Jakarta, di bawah asuhan Lead Economist Shubham Chaudhuri dan Senior Country Economist Enrique Blanco Armas: Andrew Blackman (arus perdagangan, neraca pembayaran dan ACFTA), Danrew Carter (pendapatan pemerintah), Andrew Ceber (PDB dan permintaan domestik), Fitria Fitrani (arus perdagangan dan ACFTA), Faya Hayati (harga-harga), Ahya Ihsan (pengeluaran pemerintah dan pengganda fiskal), Telisa Falianty (kondisi moneter), Neni Lestari (sektor perbankan), Peter McCawley (PRJMN), Hassan Noura (pengeluaran pendidikan), Ririn Purnamasari dan Matt Wai-Poi (perkembangan terkini kesejahteraan rumahtangga), Preya Sharma (pengganda fiskal), dan Diva Singh (pasar keuangan, sektor perbankan, dan ongkos sterilisasi), dan Djauhari Sitorus (sektor perbankan). Enrique Blanco Armas, Tim Bulman dan Andrew Ceber pada editing. Ashley Taylor, Nathan Dal Bon dan Jonas Fallov memberikan saran-saran secara rinci pada rancangan awal, dan Diva Singh sangat berterima kasih atas masukan yang diberikan oleh IMF Senior Resident Representative Milan Zavadjil pada Bagian B-2. Dokumen ini diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia oleh Ausilinda Badib, dan diedit oleh Magda Adriani, Telisa Falianty, Fitria Fitrani, dan Ahya Ihsan.
Lebih jauh lagi analisa Bank Dunia membahas perekonomian Indonesia … Untuk informasi mengenai the World Bank dan aktifitasnya di Indonesia, silakan berkunjung ke website ini www.worldbank.org/id Untuk mendapatkan publikasi terkait melalui e-mail, silakan menghubungi
[email protected]. Untuk pertanyaan dan saran berkaitan dengan publikasi ini, silakan menghubungi
[email protected].
D a f ta r i s i K a ta P en ga n ta r
ii
R in gk a s a n E k s e k utif: Menja g a Mo mentu m
ii
A.
1
IN F O R M A S I E K O N O MI T E R K IN I 1.
2.
3. 4.
5.
B.
B E B E R A P A P E R K E MB A N G A N T E R A K H IR D A L A M E K O N O MI IN DO N E S IA 1.
2.
3.
4.
C.
Momentum ekonomi Indonesia dibangun sepanjang 2009 1 a. P ertumbuhan mas ih tluas lintas kategori-kategori belanja maupun s ektor produks i .............. 1 b. V olume perdagangan mengalami aks eleras i s ejalan dengan kebangkitan kembali domes tik dan internas ional ............................................................................................................................. 3 Pasar keuangan Indonesia mampu bertahan dengan baik menghadapi gejolak yang meningkat 5 pasar global a. Mes ki menghadapi gejolak global, s aham Indones ia relatif mampu bertahan dan pas ar keuangan berpendapatan tetap ( fixed income ) melanjutkan performa yang kuat .................... 5 b. S urplus nerac a pembayaran meningkat s edikit pada Q4, didukung oleh s urplus dan arus mas uk modal .................................................................................................................................... 9 c . P ertumbuhan dalam uang beredar tetap relatif terkendalikan s ementara B I tetap mempertahankan kebijakan s uku bunganya ................................................................................ 9 d. S ektor perbankan menunjukkan kes ehatan s ec ara kes eluruhan namun kinerja beberapa kategori tidak s eluruhnya baik ..................................................................................................... 10 Kenaikan harga makanan adalah yang paling mempengaruhi pergerakan inflasi di tahun 2010 13 Defisit anggaran pemerintah tahun 2009 lebih kecil daripada perkiraan 14 a. P endapatan akhir tahun yang lebih bes ar, s ebagian offs et oleh belanja yang s egaris lebih kuat mengurangi defis it menjadi 1.6 pers en dari P DB dalam 2009 ........................................... 14 Prospek ekonomi Indonesia cenderung terus mengalami perbaikan 18 a. T ingginya permintaan domes tic digharapkan dapat menutupi penurunan kontribus i net eks por, s ementara s urplus nerac a berjalan kemungkinan akan mengec il .............................. 18 b. Inflas i kemungkinan akan tetap moderate s elama paruh pertama tahun 2010, meningkat dalam bagian akhir tahun ............................................................................................................. 21 c . P erkembangan domes tik telah menghas ilkan res iko downs ide dalam pandangan Indones ia ke depan s ementara lingkungan eks ternal dapat menjadi lebih mendukung daripada perkiraan pada akhir 2009 ............................................................................................................. 22 d. P ada tahun 2010 pendapatan diperkirakan akan pulih s ejalan dengan ekonomi global yang bangkit kembali ............................................................................................................................. 23
27
Paket stimulus fiskal Indonesia 27 a. B agaimana dampak ekonomi dari paket s timulus fis kal dapat diukur? ................................... 27 b. P enggunaan multiplier fis kal s ebagai alat untuk menges timas i dampak kebijakan s timulus fis kal Indones ia 2009 ..................................................................................................................... 30 Implementasi keberlanjutan kesepakatan pedagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA) 31 a. P ada awal tahun 2010, Indones ia menetapkan pemotongan tarif lebih lanjut yang relatif kec il untuk impor dari C ina ................................................................................................................... 31 b. Dengan menurunnya tingkat tarif bilateral, perdagangan antara Indones ia dan C ina telah meningkat … .................................................................................................................................. 33 c . Has il s tudi menunjukan bahwa perekonomian Indones ia diuntungkan dengan adanya AC F T A ............................................................................................................................................ 34 Arus masuk modal dan sterilisasi bank sentral 36 a. B I telah memilih untuk menangani arus modal mas uk dengan gabungan dari membiarkan apres ias i rupiah dan melakukan intervens i di pas ar pertukaran mata uang dan bers amaan dengan itu melakukan s terilis as i terhadap intervens i ters ebut ................................................ 36 b. Mes kipun terdapat perdebatan lama s eputar kemungkinan tingginya bia ya melakukan s terilis as i, biaya yang diemban Indones ia s elama enam bulan relatif terbatas ....................... 38 Dampak ‘peraturan 20 persen’ terhadap tingkat dan mutu belanja pendidikan 40
IN DO N E S IA 2014 D A N S E T E L A H N Y A : S U A T U T IN J A U A N S E L E K T IF
45
1. 2.
Rumah tangga Indonesia tengah pulih dari gejolak yang terjadi sebagai imbas dari krisis 45 keuangan global Beberapa fitur utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-201448 a. R P J MN 2010-14 yang baru diumumkan akan memberikan pdanuan bagi rencana pembangunan s ektoral dan daerah s erta anggaran s elama 5 tahun ke depan ....................... 48 b. R P J M menekankan kembali perlunya perc epatan pertumbuhan s elama s etengah das awars a mendatang – s ementara memas tikan bahwa pertumbuhan ters ebut inklus if dan dibagi antara s emua s egmen penduduk ................................................................................................. 52 c . R P J M juga memdanang kedepan berlanjutnya upa ya pemerintah untuk mengatas i kemis kinan melalui program kemis kinan yang memiliki s as aran tertentu dan mengidentifikas ikan peningkatan ketidaks etaraan s ebagai hambatan utama dalam pembangunan yang berkes inambungan dan s eimbang ............................................................ 54 d. Indones ia yang telah terdes entralis as i menawarkan tantangan dan peluang dalam mengimplementas ikan rencana pembangunan; reformas i pada kerangka kerja des entralis as i mungkin diperlukan untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan daerah dalam menyediakan barang dan layanan utama bagi publik ..................................................... 57 e. T antangan ke depan: prioritas untuk meningkatkan pengelolaan dan efektifitas pemerintah 58
A P P E N D IX : S E K IL A S T E N T A N G IN DIK A T O R K U N C I P E R E K O N O MI IN DO N E S IA
62
DAFTAR GRAFIK Grafik 1: Akselerasi pertumbuhan PDP berlanjut............................................................................... 1 Grafik 2: Pertumbuhan dari semua mitra perdagangan Indonesia mengalami rebound pada paruh kedua tahun 2009 ................................................................................................ 1 Grafik 3: Kontribusi pada pertumbuhan pengeluaran PDB ............................................................... 2 Grafik 4: Kontribusi sektor produksi pada pertumbuhan .................................................................. 2 Grafik 5: Penjualan kendaraan bermotor dan sepeda motor ............................................................ 2 Grafik 6: Penjualan retail BI dan kepercayaan konsumen ................................................................. 2 Grafik 7: Indikator produksi stabil pada awal 2010 ............................................................................ 3 Grafik 8: Arus perdagangan terus pulih … ......................................................................................... 4 Grafik 9: Kepulihan nilai ekspor telah berbasis luas … ..................................................................... 4 Grafik 10: …sementara nilai impor masih di bawah tingkat sebelum krisis .................................... 4 Grafik 11: JCI merupakan salah satu dari sejumlah kecil indeks saham yang terus naik pada bulan Januari dan masih merupakan salah satu saham berprestasi terbaik ytd dalam 2010 ...................................................................................................................... 5 Grafik 12: :…dan Rupiah mempertahankan posisinya terhadap USD meskipun terdapat penguatan luas dari USD dengan permasalahan hutang Eropa selatan ................... 5 Grafik 13: Kurva yield untuk obligasi negara dalam rupiah pemerintah terus turun, mencapai titik terendah dalam sejarah .......................................................................................... 6 Grafik 14: IDR sovereign bonds 5 tahun telah mencapai titik terkuatnya dalam sejarah, namun demikian yield tetap atraktif dibandingkan negara lain dalam kawasan ini .............. 6 Grafik 15: Spread sovereign USD bond Indonesia terhadap US Treasuries masih belum mencapai titik terendah seperti pada pertengahan tahun 2007 namun telah lebih menguat dibandingkan hutang negara berkembang lainnya ..................................... 7 Grafik 16: Pihak asing banyak menanamkan modal dalam obligasi pemerintah bermata uang rupiah (sovereign bonds) sejak pertengahan 2009, meningkatkan kepemilikan mereka menjadi 20 persen dari obligasi outstanding ................................................. 7 Grafik 17: Fluktuasi dalam BoP sebagian besar diakibatkan oleh fluktuasi dalam financial account............................................................................................................................ 8 Grafik 18: Fluktuasi dalam financial account sangat berkorelasi dengan perubahan reguler dalam hutang dan pinjaman publik … .......................................................................... 8 Grafik 19: …sementara komponen utama hutang dan pinjaman publik memiliki pola yang reguler ............................................................................................................................. 8 Grafik 20: Kenaikan tajam dalam cadangan sejak Juni tidak menyebabkan pertumbuhan M1 yang pesat, ukuran paling liquid dari uang beredar ................................................. 10 Grafik 21: …dan pertumbuhan uang M2 selama cukup terkendali, mencerminkan bahwa kebijakan sterilisasi yang dilakukan BI berjalan cukup efektif ................................ 10 Grafik 22: Indikator financial kunci untuk sektor perbankan nampaknya kuat ............................. 11
Grafik 23: …namun beberapa kelompok bank memiliki angka yang kurang menonjol terutama untuk NPL dan efisiensi operasional .......................................................................... 11 Grafik 24 : Pertumbuhan kredit 2009 turun tajam dibandingkan 2008 namun baru-baru ini telah berganti haluan ............................................................................................................. 12 Grafik 25: Pertumbuhan kredit QoQ positif selama ketiga triwulan terakhir dan persetujuan pinjaman baru telah meningkat................................................................................... 12 Grafik 26: Suku bunga pinjaman akhirnya turun di bawah 14 persen dan mulai mendekati tingkat sebelum krisis .................................................................................................. 12 Grafik 27: Rata-rata net interest margin Indonesia secara signifikan lebih tinggi dibandingkan negara lain dalam kawasan regional .......................................................................... 12 Grafik 28: Inflasi headline meningkat di awal tahun 2010 menjadi yang terendah selama 10 tahun terakhir di akhir 2009 ......................................................................................... 13 Grafik 29: Kenaikan harga makanan telah berdampak lebih luas terhadap inflasi poverty basket disbanding inflasi headline ......................................................................................... 13 Grafik 30: Kenaikan harga komoditas dunia baru-baru ini telah meningkatkan inflasi yang disebabkan barang impor ............................................................................................ 14 Grafik 31: Dibandingkan dengan 2008, total pendapatan tetap lemah hampir sepanjang 2009 …15 Grafik 32: … dengan realisasi yang ternyata kuat pada Desember karena pembayaran tunggakan VAT yang hanya sekali saja...................................................................... 15 Grafik 33: Performa pembelanjaan di jajaran kementrian membaik di 2009… .............................. 15 Grafik 34: … tetapi pola pembelanjaan masih saja cenderung membesar di akhir tahun fiskal.. 15 Grafik 35: Pendapatan ekspor tak terduga telah berakhir dengan jatuhnya harga CPO … .......... 17 Grafik 36: Pendapatan ekspor tak terduga telah berakhir dengan jatuhnya harga CPO … .......... 17 Grafik 37: Posisi pertumbuhan Indonesia membaik ........................................................................ 18 Grafik 38: …seiring dengan posisi para mitra dagang .................................................................... 18 Grafik 39: Tingkat perputaran(roll-over) hutang luar negri Indonesia cukup tinggi disepanjang tahun 2009..................................................................................................................... 21 Grafik 40: Ekspektasi inflasi mengindikasikan kenaikan inflasi pada pertengahan 2010 ............ 22 Grafik 41: …dan berdampak terbesar pada pertumbuhan 2010 ..................................................... 23 Grafik 42: Estimasi dampak stimulus 2009 pada PDB .................................................................... 30 Grafik 43: Sementara tarif menurun, nilai ekspor pertanian dan mineral Indonesia ke Cina telah meningkat … ................................................................................................................. 34 Grafik 44: Impor alat modal Indonesia telah meningkat pesat sejak 2005 … ................................ 35 Grafik 45: Arus masuk modal dengan surplus perdagangan telah menyebabkan kenaikan tajam dalam cadangan sejak bulan Juni 2009...................................................................... 37 Grafik 46: …dan apresiasi Rupiah sebesar 9 persen ....................................................................... 37 Grafik 47: BI telah melakukan sterilisasi pada separuh dari kenaikan cadangan melalui peningkatan penerbitan SBI … ................................................................................... 38 Grafik 48:…sebagian besar melalui peningkatan penerbitan SBI berjangka 1 bulan dan 3 bulan38 Grafik 49: Dengan suku bunga Amerika Serikat yang hampir nol, antara biaya suku bunga BI untuk SBI dan pendapatan suku bunga dari cadangan USD marginnya tinggi ...... 39 Grafik 50: Kebijakan moneter dan fiskal dapat membatasi dampak dari arus masuk modal, namun sebagian besar opsi membutuhkan biaya tinggi .......................................... 40 Grafik 51: Belanja publik nasional pendidikan di Indonesia ........................................................... 41 Grafik 52: Jam kerja menurun dari bulan Mei ke Agustus, lalu pulih menjelang akhir tahun ...... 46 Grafik 53: Laporan tentang kesulitan memenuhi biaya konsumsi.................................................. 46 Grafik 54: Mengatasi kesulitan dengan menggunakan bahan pokok atau lauk-pauk bermutu lebih rendah .................................................................................................................. 47 Grafik 55: Variasi dampak pada rumah tangga antar propinsi ....................................................... 48
DAFTAR TABEL Tabel 1: Prospek perekonomian Indonesia akan terus membaik .................................................... iii Tabel 2: Cadangan devisa meningkat dengan naiknya surplus BoP, secara dominan dikarenakan surplus perdagangan yang meningkat ................................................... 9 Tabel 3: Perkembangan pendapatan dan pengeluaran ................................................................... 16 Table 4: Tarif bea ekspor CPO didasarkan pada perkembangan dalam harga CPO internasional17 Tabel 5: Proyeksi ekonomi makro Indonesia ................................................................................... 19 Tabel 6: Surplus BoP diperkirakan akan mengecil melalui angka perkiraan berikut, ditandai dengan menurunnya surplus neraca berjalan ........................................................... 20
Tabel 7: Indonesia saat ini menjadwalkan bahwa pembiayaan dari luar yang dibutuhkan 12 bulan mendatang sebanyak 29.3 milyar USD ............................................................ 21 Tabel 8: Proyeksi sumber pembiayaan menymbang surplus pada BOP sebesar 6 milyar USD . 21 Tabel 9: Hasil alternative untuk variabel utama ............................................................................... 23 Tabel 10: Defisit pada tahun 2009 lebih kecil dari perkiraan, didorong oleh kekuatan pendapatan pemerintah. Pada tahun 2010 defisit diproyeksikan akan berkurang menjadi 1.1 persen PDB ................................................................................................................... 25 Tabel 11: Kebutuhan pendanaan yang lebih besar pada 2010 harus dapat dengan mudah dipenuhi dengan surplus pendanaan 2009 ................................................................ 26 Tabel 12: Penggdana fiskal yang beragam di beberapa negara ..................................................... 30 Tabel 13: Tingkat tarif Indonesia untuk barang impor sesuai dengan kesepakatan perdagangan, rata-rata sederhana ...................................................................................................... 31 Tabel 14: Tarif impor barang ACFTA, rata-rata sederhana .............................................................. 32 Tabel 15: Tarif Indonesia di ACFTA turun ke tingkat yang rendah pada tahun 2010, dengan pengecualian dari berbagai peralatan transportasi dan barang pertanian ............. 32 Tabel 16: … dan bagian yang lebih besar dari total ekspor pertanian dan mineral Indonesia kini dikirim ke Cina. ............................................................................................................. 34 Tabel 17: … dan now representing a far greater proportion of Indonesia’s total capital goods imports. ......................................................................................................................... 35 Tabel 18: Belanja Publik untuk Pendidikan di Negara Tetangga Indonesia ................................... 41 Tabel 19: Evolusi alokasi pendidikan 2010 dalam anggaran negara .............................................. 43 Tabel 20: Seleksi Sasaran Pembangunan Utama dalam RPJMN 2010-2014 ................................. 50 Tabel 21: Kerangka kerja makro-ekonomi RPJMN 2010-2014 ......................................................... 51
DAFTAR KOTAK Kotak 1: Mengidentifkasi fluktuasi regular dalam Neraca Keuangan Indonesia ............................. 8 Kotak 2: Naik dan turunya harga minyak sawit mentah telah berdampak drastis pada bea ekspor............................................................................................................................ 17
i
R ingk a s a n E k s ek utif: Menja ga Mo mentum Perekonomian Indonesia terus membangun momentumnya di sepanjang tahun 2009 melalui kebijkan propertumbuhan yang dilakukan pemerintah, dan menjadi sebuah tantangan agar momentum ini terus terjaga
Ekonomi Indonesia terus membangun momentumnya sampai dengan akhir tahun 2009. Perekonomian terus melaju setiap triwulannya, sehingga sudah menyentuh pada level puncak pertumbuhan yang pernah diraih di triwulan ke-empat sebelum krisis berlangsung. Stimulus fiskal dan manajemen kebijakan moneter Bank Indonesia telah banyak berjasa dalam membangun momentum ini, sementara berbagai perkembangan seperti dimulainya implementasi perjanjian perdagangan bebeas ASEAN-China (ACFTA) sedikitnya sudah memberikan sedikit dampak pada perekonomian dan menawarkan kesempatan jangka menengah kepada Indonesia. Adapun Penundaan reformasi harga energi yang dilakukan pemerintah memberikan pekerjaan rumah bagi keuangan negara dan juga efisiensi pengeluaran pemerintah yang dikarenakan oleh ketidak jelasan harga energi dunia juga nilai tukar rupiah. Lebih lanjut, terus membawa momentum baik ini ke jangka menengah membutuhkan investasi sumber daya di sektor barang publik dan pelayanan sosial, yang tentunga harus ditunjang oleh iklim investasi yang baik dan efisiensi birokrasi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang ada akan menjamin perbaikan stdanar hidup bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Pertumbuhan kembali seperti pada saat puncak di triwulan ke-kempat sebelum krisis dan indikator kunci lain berada pada posisi yang sangat berbeda dibdaning dengan akhir tahun 2008
Pada akhir triwulan 2009, pertumbuhan ekonomi secara umum telah melaju ke posisi yang hampir mendekati puncak yang pernah dicapai sebulum krisis di akhir 2008. Perlambatan yang terjadi di tahun lalu sepertinya tidak terlalu berdampak kepada pekerjaan dan kesejahteraan rumah tangga, terutama pada akses untuk membeli makan yang layak, dan bahkan dampak krisis sepertinya makin memudar di akhir 2009. Di awal 2010, beberapa indikator permintaan domestik masih tetap tinggi, adapun kecepatan pertumbuhan sedikit moderat. Surplus perdagangan melebar dikarenakan meningkatnya harga-harga komoditas, dan makin membaiknya kondisi perekonomian negara-negara yang merupakan rekan perdagangan Indonesia. Secara umum inflasi relatif rendah walau ada sedikit kenaikan untuk harg-harga makanan, hal ini khususnya mempengaruhi rumah tangga miskin, sebelum adanya factor musiman yang muncul di bulan Maret.
Diluar dugaan, defisit anggaran 2009 ternyata sangat kecil, tak lain berkat stimulus yang pro-pertumbuhan …
Defisit negara 2009 sebesar 1,6 persen dari PDB ternyata 0,8 persen poin lebih rendah dari yang diprediksikan. Hal ini dikarenakan oleh banyaknya penerimaan yang masuk di bulan Desember, yang mencerminkan perbaikan ekonomi sekaligus perbaikan dalam sistem pemungutan pajak. Kebijakan stimulus pemerintah, dan paket stimulus pembelanjaan lainnya juga terkesan tidak terlalu terburu-buru untuk dibelanjakan seperti tahun-tahun yang sudah, dan ini sedikitnya berkontribusi terhadap 1 persen poin tambahan pertumbuhan.
…tapi saat ini sepertinya pemerintah sedang berproses dalam menghadapi gejolak harga energi 2010, hal ini membuat defisit tahun ini agak membengkak
Dalam rincian proposal revisi anggaran 2010 yang dibuat pemerintah, kunci utama dalam anggaran revisi ini adalah makin besarnya defisit menjadi 2,1 persen terhadap PDB. Hal ini terutama dikarenakan oleh penundaan penyesuaian harga-harga energi dan makin tingginya asumsi harga minyak yang mengakibatkan tambahan biaya subsidi dan meningkatnya kewajiban penyaluran transfer dana ke pemerintah daerah. Paket revisi yang dibuat juga berisikan tambahan stimulus yang tujuannya mendorong ekonomi secara riil, sekaligus memperbaiki kualitas pertanggungjawaban pajak, dimana di dalamnya pemerintah menampilkan potongan pajak perusahaan menjadi 25 persend dari sebelumnya 28 persen. Pemerintah juga dianggap dapat dengan mudahnya membiayai defisit yang melebar melalui kelebihan anggaran yang terjadi di tahun 2009 dan melalui perbaikan akses ke pasar kredit; hal ini ditunjukan dengan kemampuan pemerintah mengeluarkan obligasinya dengan tingkat yield yang jauh lebih rendah dengan waktu jatuh tempo yang setahun lebih lama dari sebelumnya; sampai dengan Maret ini. pemerintah telah berhasil memenuhi sepertiga dari total target penjualan obligasi. Keuangan publik dan membaiknya perekonomian Indonesia secara umum juga mendapatkan apresiasi dari barbagai lembaga pe-rating, ditunjukan dengan dinaikannya rating sovereign debt Indonesia.
Investor asing terus memburu aset-aset keuangan dalam negri, membuat yield obligasi negara terus keposisi yang rendah…dan ini
Investor asing terus memperluas keberadaannya mendapatkan asset Indonesia, secara signifikan membeli obligasi domestik, instrument keuangan jangka pendek, dan sahamsaham, membuat nilai tukar rupiah dan yield obligasi pemerintah menguat keposisi yang terendah. Mengalirnya capital yang liquid dengan peningkatan suplus neraca berjalan, telah mendorong lebih besar surplus neraca pembayaran dan memungkinkan cadangan devisa meningkat hampir mencapai USD 70 milyar. Aliran dana asing ini juga merupakan
merupakan sebuah tantangan bagi bank sentral
tantangan bagi Bank Indonesia (BI, bank central), untuk menyeimbangkan appresiasi rupiah tanpa kenaikan tajam dari money supply atau menjaga secara signifikan biayabiaya sterilisasi. Sejauh ini tampaknya Bank Indonesia telah berhasil mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Prosek ekonomi sedikit menguat sejak akhir 2009
Prospek ekonomi Indonesia sejak Maret 2010 sedikit lebih kuat dibandingkan dengan kondisi tiga bulan lalu, sejalan dengan meningkatkan kondisi ekonomi global yang mengurangi resiko-resiko pelemahan dan keterpurukan usaha reformasi untuk meningkatkan iklim dan efisiensi investasi dimana pemerintah menggunakan sumberdayanya dan menyediakan pelayanan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Penguatan relative ekonomi Indonesia ini dipengaruhi oleh pertumbuhan impor yang lebih tinggi daripada ekspor, juga kenaikan harga komoditas dan aktifitas yang mendorong kearah yang lebih menguntungkan, penurunan surplus transaksi berjalan sampai menjelang tahun 2011. Tingkat inflasi akan meningkat secara bertahap dari level terendah saat ini disebabkan oleh disinflationary impact dimana apresiasi nilai rupiah menurun dan peningkatan harga komoditas dan permintaan domestik termakan oleh tekanan harga; control yang hati-hati dari Bank Indonesia terhadap money supply dan rendahnya peningkatan pinjaman akan membatasi tekanan terhadap inflasi. T abel 1: P ros pek perekonomian Indones ia akan terus membaik
2009
2010
2011
Gross domestic product
(Annual per cent change)
4.5
5.6
6.2
Consumer price index
(Annual per cent change)
4.8
5.3
6.1
Poverty rate
(Per cent of population)
14.2
13.5
11.4 4.7
Balance of payments
(USD b n)
12.5
6.2
Budget balance
(Per cent of GDP)
-1.6
-1.3
na
Major trading partner growth
(Annual per cent change)
-1.0
4.3
4.0
Sumber: DepKeu, BPS dan beberapa sumber statistic lain via CEIC dan World Bank Menjaga momentum ketahap jangka menengah harus didukung oleh investasi yang kreatif (enterpreur’s investment), dengan berinvestasi di sektor dan kualitas pelayanan publik, dan memastikan bahwa seluruh komponen bangsa diuntungkan oleh pertumbuhan ekonomi ini
Menjaga momentum pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan, tumbuh lebih kuat menuju pertengahan decade ini merupakan tantangan besar bagi para pembuat kebijakan. Saat situasi eksternal lebih terjaga, pembuat kebijakan domestik akan terus ditantang oleh kebutuhan untuk dapat melanjutkan menyediakan iklim investasi yang lebih mendukung kepada investor, penggunaan sumberdaya pemerintah yang terbatas secara efektip, menjamin bahwa seluruh masyarakat Indonesia merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi melalui peningkatkan pendapatan, akses terhadap pelayanan pemerintah dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menuliskan masalah-masalah ini dan memberikan pembahasan umum bagaimana pemerintah melakukan pendekatan terhadap masalahmasalah ini, yang terfokus pada program-program yang sedang berlangsung maupun pada program-program baru dengan prioritas (i) birokrasi dan reformasi tata-kelola pemerintahan, (ii) pendidikan, (iii) kesehatan, (iv) penurunan tingkat kemiskinan, (v) ketahanan pangan, (vi) infrastruktur, (vii) investasi dan iklim usaha, (viii) energy, (ix) lingkungan dan managemen bencana, (x) wilayah-wilayah tertinggal, dan (xi) budaya, kreatifitas, dan inovasi technologi.
A . IN F O R MA S I E K O N O MI T E R K IN I 1. M o m e n tu m e k o n o m i In do n e s ia diba n g u n s e p a n ja n g 20 09 Momentum ekonomi Indonesia terus menanjak dalam triwulan ke empat (Q4), namun mungkin akan melambat pada awal 2010
Memasuki akhir tahun 2009 momentum ekonomi Indonesia terus bergulir dengan pertumbuhan ekonomi triwulanan meningkat sehingga jauh di atas rata-rata dasawarsa terakhir (Grafik 1). Indikator parsial ekonomi Indonesia akhir-akhir ini telah mulai melambat yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan pada triwulan pertama (Q1) mungkin lebih menurun dibandingkan cepatnya pada Q4. Perbandingan PDB triwulan ke triwulan (QoQ) meningkat sebesar 1.7 persen, seasonally adjuste atau sekitar 6.8 persen secara annualized (dibandingkan dengan 6.0 persen dalam Q3). Perbandingan pertumbuhan tahun ke tahun (YoY) meningkat tajam dari 4.2 persen menjadi 5.4 persen karena beberapa penurunan pada Q4 tahun 2008 saat puncaknya perlambatan global. Pertumbuhan PDB riil untuk keseluruhan tahun 2009 adalah 4.5 persen – jauh di atas proyeksi para ekonom pada awal tahun. Pada akhir 2009 dan awal tahun 2010 kebutuhan domestik dan beberapa indikator menjadi stabil, meskipun pada tingkat yang relatif tinggi, mengindikasikan bahwa pertumbuhan Q1 mungkin tidak sekuat sebelumnya tahun 2010.
Pertumbuhan mitra perdagangan utama terus mendukung pertumbuhan di Indonesia pada Q4, dengan kecepatan yang melambat
Akselerasi pertumbuhan PDB selama tahun 2009 mencerminkan peningkatan kondisi internasional dan domestik. Di sisi internasional, banyak dari mitra perdagangan utama (major trading partners - MTPs) Indonesia melaporkan pertumbuhan yang kuat pada Q4 (Grafik 2) dengan kembalinya ekonomi global setelah resesi, dididorong oleh inventory restocking dan pulihnya perdagangan global. Namun setelah rebound awal dalam pendorong pertumbuhan ini, pertumbuhan MTP secara triwulan telah melunak. Secara keseluruhan pelunakan ini dibawah perkiraan pada awal 2009, dengan pertumbuhan Q4 di Cina dan AS lebih kuat dari yang diperkirakan. G rafik 2: P ertumbuhan dari s emua mitra perdagangan Indones ia mengalami rebound pada paruh kedua tahun 2009
G rafik 1: Aks eleras i pertumbuhan P DP berlanjut
(rata-rata pertumbuhan PDB, diboboti dengan pangsa pasar ekspor Indonesia)
(persen pertumbuhan) 4
Persen
Persen
8
8
Persen
Persen
8
Year-on-year
Year on year (RHS) 3
6
4
4
0
4
QoQ seas. adjust (LHS) 2 Average (LHS)*
1
2
-4
0
0
-8
Des- 02
Sep - 04
Jun - 06
Mar - 08
0 QoQ seasonally adjusted
Des - 09
Des - 02
-4
-8 Sep - 04
Jun - 06
Mar - 08
Des - 09
* rata-rata pertumbuhan triwulan-ke-triwulan antara Q1 2000 Sumber: Instansi statistik Nasional via CEIC dan Bank Dunia dan Q4 2009. Sumber: BPS, Bank Dunia penyesuaian musiman
a . P ertumbuha n mas ih tluas lintas k a tegori-k a tegori belanja maupun s ek tor produk s i Pertumbuhan pada Q4 tetap berbasis lintas semua komponen produksi dan pengeluaran
Kontribusi pertumbuhan Q4 berbasis pada komponen pengeluaran dan produksi dari PDB (Grafik 3 dan Grafik 4). Pertumbuhan didorong oleh konsumsi pemerintah yang tinggi sementara kuatnya ekspor melebihi pulihnya impor. Di sisi produksi, sektor manufaktur dan perdagangan eceran memberikan kontribusi yang menonjol setelah terpukul selama tahun 2008, mengindikasikan bahwa kondisi ekternal dan domestik juga kokoh.
1
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Konsumsi melamban pada Q4 setelah pertumbuhan yang kuat pada Q3
Pertumbuhan konsumsi swasta melambat pada Q4 dibandingkan dengan Q3, meningkat sebesar 0.4 persen (seasonally adjusted). Pertumbuhan ini di bawah rata-rata data historis (sekitar 1 persen selama 5 tahun terakhir). Perlambatan dalam konsumsi swasta ini konsisten dengan pelemahan dalam indikator konsumen, meskipun tetap berada di tingkat yang tinggi.
G rafik 3: K ontribus i pada pertumbuhan pengeluaran P DB
(kontribusi triwulan-ke-triwulan poin persentase agregat pertumbuhan PDB, seasonally adjusted) Percentage pont
4
Percentage point Exports
Q3
Menjaga Momentum
Q4
G rafik 4: K ontribus i s ektor produks i pada pertumbuhan
pada (kontribusi triwulan-ke-triwulan poin persentase pada agregat pertumbuhan PDB, seasonally adjusted) 4
1.0
Percentage point
Percentage point
GDP
Q3
1.0
Q4
0.8 2
0.8 Mining and cons
2 Priv. cons.
Investment
Retail trade
0.6
0
0.6 Agric.
0
Manufacturing
0.4
Govt. Cons. -2
-2 Discrepency (incl. stocks)
comm. and transport
0.4 Other
0.2
0.2
Imports 0.0 -4 -4 Kontribusi dalam poin persentase disesuaikan musimnya mungkin tidak terjumlah menjadi total pertumbuhan GDP. Sumber: BPS dan Bank Dunia
0.0
G rafik 5: P enjualan kendaraan bermotor dan s epeda motor
G rafik 6: P enjualan retail B I dan keperc ayaan kons umen
(pembelian bulanan)
(indeks)
800
'000
'000
80
120
Motor cycles (LHS)
BI Retail sales
600
230
BI Consumer Survey Index
60
400
100
190
80
150
60
110
40
Motor vehicles (RHS)
200
0 Jan-06
Index
Index
20
0 Jan-07
Jan-08
Jan-09
Sumber: GAI dan Astra via CEIC
Indikator parsial untuk konsumsi dan kegiatan telah stabil sejak akhir 2009, pada tingkat yang tinggi
Jan-10
Jan-06
Jan-07
Jan-08
Jan-09
Jan-10
Indeks keyakinan konsumen BI ada pada titik 100 saat jumlah responden dengan wawasan positif sama dengan jumlah dengan wawasan negatif Sumber: BI via CEIC
Berbagai indikator parsial kebutuhan dan kegiatan domestik berkurang kembali pada sekitar awal 2010 namun tetap berada pada tingkat yang tinggi. Kepercayaan konsumen mencapai titik puncak pada bulan November 2009, namun bertahan pada ketinggian yang tinggi memasuki Q1 2010. Sama halnya dengan indeks penjualan eceran (retail sales) Bank Indonesia’s (BI) mengalami kemunduran pada awal 2010 (seperti lazimnya terjadi pada bulan Januari) namun juga tetap berada di tingkat yang tinggi (Grafik 6). Penjualan kendaraan bermotor dan sepeda motor mengalami fluktuasi sekitar titik tertingginya pada Q3 dan Q4, namun turun di sekitar pergantian tahun; selama tahun 2009 secara
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
2
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
keseluruhan, penjualan sepeda motor turun hampir 6 persen dibanding dengan tahun 2008 dan penjualan kendaraan bermotor turun hampir 20 persen (Grafik 5). Pembelanjaan pemerintah meningkat
Konsumsi Pemerintah tumbuh sangat kuat pada Q4, meningkat 17.0 persen YoY, jauh di atas pertumbuhan rata-rata lima tahun yaitu sekitar 7 persen dan mengikuti pertumbuhan yang lebih besar pada awal tahun. Kebangkitan ini mungkin terjadi sebagian karena adanya peningkatan pencairan stimulus pada triwulan Desember.
Penanaman modal terus mengalami kepulihan
Pengeluaran investasi terus pulih dibandingkan dengan perlambatan tajam pada akhir 2008 dan awal 2009. Investasi tumbuh sekitar 2 persen antara Q3 an Q4 menjadi 4.5 persen lebih tinggi YoY. Hal ini didorong oleh akselerasi dalam investasi konstruksi yang tengah mengalami pertumbuhan tahunan tercepatnya sejak awal tahun 2008. Investasi mesin dan peralatan tetap lemah dari sisi YoY karena penurunan tajam pada bagian awal tahun namun mulai naik kembali pada triwulan keempat, konsisten dengan pertumbuhan yang diamati dari data impor. Tingkat investasi yang rendah ini mengikuti pembatasan pinjaman bank untuk keperluan investasi dan investasi langsung aing (foreign direct investment) yang lebih lemah selama tahun lalu.
Perdagangan eceran dan penjualan partai besar memberikan kontribusi yang kuat pada sisi produksi ekonomi pada Q4
Sektor perdagangan eceran dan partai besar memberikan kontribusi terkuat pada pertumbuhan PDB di sisi produksi ekonomi pada Q4. Kontribusi yang kuat dari perdagangan dalam beberapa triwulan terakhir konsisten dengan survei penjualan eceran Bank Indonesia yang pulih dalam paruh kedua tahun 2009 dan perasaan konsumen yang berada di tingkat yang tinggi pada umumnya (Grafik 6).
G rafik 7: Indikator produks i s tabil pada awal 2010
(persentase perubahan, tahun-ke-tahun) 30
Persen
Persen
30
20
20
10
10
0
0
- 10
- 10 Produksi Industri
- 20
- 20
Listrik (Industri) Cement sales
- 30 Jan - 07
- 30 Oct - 07
Jul - 08
Apr - 09
Sumber: CIEC
Jan - 10
Sektor manufaktur juga terus memberikan kontribusi yang mantap dalam Q4 setelah adanya kelemahan pada paruh pertama tahun 2009. Sebagian besar sub-sektor manufaktur tumbuh dengan kuat pada Q4, terutama yang berhubungan dengan ekspor. Indikator lainnya juga mengindikasikan bahwa kegiatan manufaktur sedang naik. Misalnya, penjualan semen dan produksi listrik naik pada Q4 sejalan dengan peningkatan YoY indeks produksi industri (Grafik 7). Komunikasi dan transportasi terus memberikan kontribusi yang signifikan pada pertumbuhan, dengan pertumbuhan yang sangat pesat dalam volume komunikasi (16 persen lebih tinggi YoY). Transportasi udara telah mengalami akselerasi, tumbuh sebesar 21.6 persen YoY, dibandingkan pertumbuhan negatif pada akhir 2008. Hal ini konsisten dengan impor pesawat udara yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir yang mengembangkan kapasitas industri. Kegiatan perbankan menjadi sedikit lebih lambat dari Q3, namun tetap tumbuh dari sisi perbandingan tahun ke tahun. Output dari lembaga keuangan dan penyedia layanan bisnis lainnya secara umum telah mengalami akselerasi, tumbuh sekitar 10 persen YoY.
b. V olume perda ga nga n mengalami ak s eleras i s eja la n dengan k ebangk ita n k embali domes tik dan internas ional Kebangkitan kembali volume perdagangan mengalami akselerasi, memberikan kontribusi pada pertumbuhan dan meningkatkan surplus perdagangan …
Volume perdagangan yang disesuaikan kondisi musim (seasonally adjusted) terus mengalami akselerasi pada Q4, dengan impor lebih cepat dibandingkan dengan ekspor untuk pertama kalinya sejak masa kepulihan mulai. Impor lebih melambat dibandingkan dengan ekspor dengan impor minyak, besi dan baja dan kendaraan bermotor tetap berada jauh di bawah tingkat sebelum krisis. Namun net ekspor terus mendukung pertumbuhan ekonomi pada Q4, meskipun kontribusinya lebih kecil dibandingkan triwulan sebelumnya. Arus perdagangan bulanan terus mengalami kepulihan sejak titik rendahnya pada awal 2009 (Grafik 8). Ekspor yang lebih tinggi didukung oleh kebutuhan yang meningkat sejalan dengan bangkitnya ekonomi dari resesi dan naiknya harga komoditas
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
3
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
global yang berlanjut – membawa harga ekspor Indonesia semakin tinggi. Pulihnya perdagangan layanan jasa juga terjadi pada Q4, setelah mengalami stagnasi pada Q3. Ekspor layanan jasa naik 15 persen pada triwulan ini, didorong oleh layanan bisnis sementara impor jasa naik 30 persen dalam Q3 (pertumbuhan QoQ tertinggi dalam catatan), dengan pertumbuhan yang kuat dalam transportasi dan bisnis jasa dilengkapi dengan peningkatan perjalanan pribadi oleh penduduk Indonesia. …mendukung peningkatan dalam surplus dalam neraca berjalan (current account).
Surplus neraca berjalan meningkat pada Q4, dengan naiknya neraca perdagangan melampaui peningkatan defisit pendapatan. Naiknya defisit pendapatan didorong oleh transfer laba yang lebih besar oleh perusahaan minyak & gas, karena harga komoditas yang lebih tinggi mengakibatnya repatriasi laba yang lebih besar.
G rafik 8: Arus perdagangan terus pulih …
G rafik 9: K epulihan nilai eks por telah berbas is luas …
(nilai dan neraca perdagangan, milyar USD)
(milyar USD, 3mma)
6
5
USD billion
USD billion Trade Balance (LHS)
USD bn
USD bn
5
15
Exports (RHS)
Manufacturing
4
10
2
5
0
0
-2
-5
4
3
4
3
Agriculture
2
-4
2 Mining
-10
1
1 Oil & Gas
Imports (RHS) -6
-15
Jan-08
Jul-08
Jan-09
0
Jan-10
Jul-09
Jan-07
Sumber: BPS
0 Jan-08
Jan-09
Jan-10
Sumber: BPS dan kalkulasi Bank Dunia
G rafik 10: …s ementara nilai impor mas ih di bawah tingkat s ebelum kris is
(milyar USD, 3mma) 5
USD bn
USD bn
4
Capital
Intermediate 3
5
4
3
2
2 Oil & Gas
1
1 Consumption
0 Jan-07
0 Jan-08
Jan-09
Jan-10
Sumber: BPS dan kalkulasi Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
4
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
2. P a s a r k e u a n g a n In do n e s ia m a m pu b e r ta h a n de n g a n b a i k m e n g h a d a pi g e jo l a k y a n g m e n in g k a t p a s a r g lo ba l a . Mes k i menghadapi gejolak globa l, s aham Indones ia rela tif mampu berta ha n da n pas ar k euangan berpendapa ta n teta p ( fix ed inc ome ) mela njutk a n performa ya ng k ua t Walaupun saham dunia cenderuk menurun, Jakarta Composite Index (JCI) mengalami pergerakan positif di bulan Januari dan mendekati level yang pernah dicapai di awal 2008
Meskipun terdapat kemunduran 5 sampai 6 persen dalam pasar saham global pada awal tahun (termasuk penurunan 8 persen untuk Cina dan 6 persen untuk India), JCI merupakan salah satu dari hanya sejumlah kecil indeks saham yang naik pada bulan Januari (Grafik 11). Ini merupakan kontras dengan tren umum dari pasar keuangan Indonesia yang lazimnya bergerak sejalan dengan pasar global dan mendemonstrasikan tendensi beta yang tinggi, yaitu over-perform dalam bull markets dan underperform dalam tren penurunan. Walaupun Meskipun net penjualan saham oleh pihak asing selama bulan Februari mengakibatkan indeks mengalami penurunan kembali, JCI kembali menguat di bulan Maret dan naik sebesar 5,6 persen year-to-date (ytd), menjadikannya sebagai salah satu pemain terbaik di dunia.
G rafik 11: J C I merupakan s alah s atu dari s ejumlah kec il indeks s aham yang terus naik pada bulan J anuari dan mas ih merupakan s alah s atu s aham berpres tas i terbaik ytd dalam 2010
(indeks saham mencapai indeks 100 pada 2 Januari 2008) 115
Index 2 Jan 08=100
Index 2 Jan 08=100
120
IDR per USD
Index
8500
Jan 2010
100
Singapore Jakarta
85
(Broad Dollar Index, mencapai indeks 100 pada 21 Januari 1997)
Jan 2010
Dow Jones
100
115
G rafik 12: : …dan R upiah mempertahankan pos is inya terhadap US D mes kipun terdapat penguatan luas dari US D dengan permas alahan hutang E ropa s elatan
IDR/USD (RHS)
110
9500
85
FTSE
70
70
100
Dollar Index (LHS)
10500
Nikkei
55
55 11500
90
Shanghai
40
40
IDR Appreciation
Bombay
25 Jan-08
25 Jul-08
Feb-09
Aug-09
Sumber: FRB, CEIC dan Bank Dunia
Mar-10
80 Jan-08
12500 Jul-08
Feb-09
Aug-09
Mar-10
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
Rupiah tidak kehilangan posisinya terhadap USD meskipun USD menguat luas setelah krisis hutang Eropa
Setelah mengalami apresiasi 22 persen terhadap USD dari Maret-Desember 2009, rupiah megalami depresiasi sedikit pada Januari namun menguat kembali pada bulan Februari sehingga menjadi flat terhadap USD hingga saat ini (year to date) (Grafik 12). Sedikit melunaknya IDR pada bulan Januari tidak terisolir namun merupakan bagian dari penguatan luas dari USD terhadap mata uang utama (terutama G7) dipicu oleh kekhawatiran tentang hutang publik yang tinggi dan semakin membesar dalam beberapa negara Uni Eropa. The Federal Reserve Board’s Broad Dollar Index (yang meliputi 26 mata uang yang mewakili mitra perdagangan utama Amerika) meningkat 1.7 persen dan lalu mundur sedikit pada bulan Februari dan awal Maret (Grafik 12).
Arus masuk modal asing dan surplus perdagangan merupakan dua faktor kunci yang telah membantu melindungi Rupiah
Dua faktor yang telah membantu memperkuat posisi rupiah adalah masuknya arus modal dan adanya surplus perdagangan. Sejak Juni 2006, net arus masuk modal asing ke Indonesia mencapai USD 6.6 milyar, meningkatkan kepemilikan saham, obligasi pemerintah dan instrumen pasar yang jangka pendek Indonesia oleh non-penduduk sebesar 36 persen. Arus masuk ini, digabungkan dengan surplus dagang yang berjalan (Grafik 8), telah menyokong berlanjutnya kekuatan Rupiah selama periode ini dengan apresiasi mata uang sebesar 8.7 persen terhadap USD sejak Juni.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
5
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 13: K urva yield untuk obligas i negara dalam rupiah pemerintah terus turun, menc apai titik terendah dalam s ejarah (yields pada IDR sovereign bonds atau obligasi negara 1 hingga 15 tahun, persen) 14.5
Percent
Percent
Menjaga Momentum
Grafik 14: IDR sovereign bonds 5 tahun telah mencapai titik terkuatnya dalam sejarah, namun demikian yield tetap atraktif dibandingkan negara lain dalam kawasan ini (yields IDR sovereign bonds atau obligasi negara 5 tahun dalam bentuk persen
14.5
24
13.5
21
12.5
18
Percent
Percent
24
2 March 2009 13.5 12.5
18
Indonesia
1 May 2009 11.5 10.5
21
1 Sept 2009
11.5
15
10.5
12
15 12
Philippines
1 December 2009
9.5
23 February 2010
8.5
9.5
9
8.5
6
9
Thailand
6
Malaysia
26 March 2007
7.5
7.5
3
3
United States 6.5
6.5 1Y
2Y
3Y
4Y
5Y
6Y
7Y
8Y
9Y
10Y 11Y 12Y 13Y 14Y 15Y
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
0 Jan-08
0 Jul-08
Jan-09
Jul-09
Jan-10
Sumber: JP Morgan, Datastream dan Bank Dunia
Yield obligasi negara dalam rupiah saat ini mencapai titik terendah sepanjang sejarahnya…
Pasar keuangan berpendapatan tetap Indonesia juga telah mencatatkan performa yang kokoh sampai saat ini pada tahun 2010, dengan mata uang lokal dan USD mendominasi sovereign bonds menunjukkan kekuatan yang kontinyu. Sejak bulan Desember, kurva yield untuk obligasi mata uang setempat terus mengarah turun ke tingkat rendah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam seluruh tenor atau jangka waktu jatuh tempo, tetapi terutama untuk obligasi berjanga empat hingga sepuluh tahun (Grafik 13). Pada bulan Januari, yield pada IDR sovereigns berangka 5 tahun mencapai tingkat terendahnya (sekitar 8.04 persen) sejak obligasi ini pertama diterbitkan pada tahun 2003 (Grafik 14)
…dan spread EMBI terhadap USD sovereigns juga terus menjadi semakin kecil menuju ke tingkat rendah yang pernah terjadi di tahun 2007
Spread Indonesian EMBI USD bond juga telah kembali pulih ke tingkat yang sama dengan akhir 2007 namun masih berada di atas titik terendah dalam sejarah yang terjadi pada pertengahan tahun 2007 (Grafik 15). Spread Indonesia telah bertahan di bawah rata-rata spread global untuk negara berkembang terhadap US Treasuries sejak bulan Juli 2009. Sejauh bahwa spread EMBI dianggap sebagai pengganti atau proxy pengukur “country risk,” spread Indonesia yang semakin mengecil mungkin telah berperan dalam mengindikasikan penurunan resiko negara dan mendorong kepercayaan dalam beberapa bulan terakhir. Bersamaan dengan upgrade rating pada hutang negara valuta asing dan mata uang lokal oleh Moody’s pada bulan September 2009 dan oleh Fitch and Standard & Poor’s pada Maret 2010, sehingga mengecilnya spread EMBI kemungkinan telah membantu menarik investasi ke dalam pasar keuangan Indonesia.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
6
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 15: S pread s overeign US D bond Indones ia terhadap US T reas uries mas ih belum menc apai titik terendah s eperti pada pertengahan tahun 2007 namun telah lebih menguat dibandingkan hutang negara berkembang lainnya (Spread EMBI Indonesia terhadap US Treasuries dan selisih antara spread Indonesia dan rata-rata negara berkembang, dalam basis pts) 1200
Basis points
Basis points
Indonesian EMBI USD Bond Spreads (LHS)
1000
800
600
Indonesian Spreads Less Global EMBI Average (RHS)
400
200
0 Jan-05
Apr-06
Aug-07
Nov-08
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
G rafik 16: P ihak as ing banyak menanamkan modal dalam obligas i pemerintah bermata uang rupiah (s overeign bonds ) s ejak pertengahan 2009, meningkatkan kepemilikan mereka menjadi 20 pers en dari obligas i outs tanding
(kepemilikan obligasi pemerintah IDR konvensional oleh nonpenduduk dan net pembelian bond yang sama, dalam milyar rupiah)
400
140,000
300
120,000
200
100,000
100
80,000
0
60,000
-100
40,000
-200
20,000
Mar-10
Menjaga Momentum
IDR billion
Jan-07
IDR billion
Foreign holdings of SUN outstanding (LHS)
15,000
10,000
5,000
0
-5,000
Net Foreign Purchases of SUN (RHS)
-10,000
-15,000 Feb-08
Feb-09
Mar-10
Sumber: JP Morgan, Datastream dan Bank Dunia
Investasi asing di obligasi pemerintah dalam rupiah tidak terhentikan sejak September, menyerap 90 persen dari penerbitan bersih baru pada Q4 2009 dan lebih dari 50 persen dalam beberapa bulan pertama tahun 2010
Penanaman modal asing dalam obligasi pemerintah IDR sangat kuat dalam beberapa bulan terakhir dan telah membantu mendorong harga obligasi (Grafik 16). Dalam triwulan terakhir 2009 sekitar USD 4.4 milyat net arus masuk modal, lebih dari 40 persen di antaranya ditanamkan dalam obligasi pemerintah IDR. Faktanya, lebih dari 90 persen dari net peninkatan obligasi pemerintah IDR pada Q4 2009 diserap oleh pihak asing. USD 1 milyar dalam obligasi Rupiah sejak Januari, menyerap sekitar 50 persen dari penerbitan baru (Grafik 16). Selain itu proporsi total obligasi pemerintah IDR outstanding yang dimiliki oleh pihak asing telah meningkat sebesar 20 persen pada bulan Februari 2010, dari 14 persen pada bulan Maret 2009.
Pemerintah telah menerbitkan 28 persen dari target kotor penerbitan obligasi untuk 2010 dan fundamental yang kuat dan penghasilan atau yield yang tinggi akan terus menarik penanaman modal asing
Sampai saat ini dalam tahun 2010, pemerintah telah menerbitan IDR 49 trilyun obligasi pemerintah (dalam satuan mata uang IDR dan non-IDR), setara dengan 28 persen dari target gross penerbitan obligasi pemerintah yaitu IDR 175 trilyun. Meskipun Departemen Keuangan telah mengajukan revisi proyeksi defisit anggaran 2010 sebesar 2.2 persen dari PDB (IDR 129 trilyun) dari 1.6 persen (IDR 98 trilyun), surplus pendanaan pemerintah 2009 sebesar IDR 38 trilyun (mengalir dari defisit below-target) mengindikasikan bahwa penerbitan obligasi awalnya kemungkinan tidak akan dinaikka. Dalam melangkah ke depan, posisi fiskal Indonesia dan pandangan masa depan pertumbuhan yang kuat, meningkatnya cadangan, pertumbuhan inflasi yang moderat dan fakta bahwa obligasi pemerintah masih merupakan penghasil terbesar secara regional (di antara pasar yang lebih cair dan terbuka), seharusnya dapat mendukung permintaan untuk obligasi pemerintah Indonesia.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
7
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
K otak 1: Mengidentifkas i fluktuas i regular dalam Nerac a K euangan Indones ia Para pengamat dan komentator secara rutin mengidentifikasikan gejolak dalam Neraca Pembayaran (BoP) Indonesia sebagai kekhawatiran utama sehubungan dengan stabilitas makroekonomi negara. Perubahan yang besar dalam BoP seringkali dikaitkan dengan kombinasi dari keterbukaan dan kurang berkembangnya pasar modal Indonesia serta sentiment investor asing yang sensitif – yang dapat memicu arus modal yang besar. Meskipun hal ini jelas merupakan faktor penting yang memberikan kontribusi pada bergejolaknya BoP Indonesia, terdapat pula fluktuasi reguler yang berkaitan dengan strategi penerbitan hutang dan jadwal pelunasannya. Menyadari arus reguler ini meningkatkan analisa perubahan dalam posisi neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan.
G rafik 17: F luktuas i dalam B oP s ebagian bes ar diakibatkan oleh fluktuas i dalam financial account (milyar USD) 6
$billion
$billion 6
G rafik 18: F luktuas i dalam financial account s angat berkorelas i dengan perubahan reguler dalam hutang dan pinjaman publik … (milyar USD) 6
$billion
$billion 6 Public Portfolio Debt and Loans
BoP balance 4
4
4
4
2
2
2
2
0
0
0
0
-2
-2
-2
-4
-6 Mar-04
Mar-05
Mar-06
Mar-07
Mar-08
-2 Financial Account Balance
Financial Account Balance
Mar-09
Sumber: BI
-4
-4
-6
-6 Mar-04
-4
-6 Mar-05
Mar-06
Mar-07
Mar-08
Mar-09
Sumber: BI, perhitungan Bank Dunia
Fluktuasi dalam BoP sebagian besar diakibatkan oleh fluktuasi dalam neraca keuangan (korelasi antara keseluruhan BoP dan saldo neraca keuangan adalah 75 persen dan kurang dari 60 persen dengan neraca berjalan) (Grafik 17) yang kemudian sebagian besar disebabkan oleh kenaikan dan penuruna secara reguler dalam arus hutang dan pinjaman portfolio publik (Grafik 18). Lebih memahami pola rguler dalam arus ini dapat membantu memberikan pencerahan tentang potensi fluktasi dalam saldo neraca keuangan. Yang terutama adalah pentingnya memahami mengapa arus tersebut rutin dalam masa lampau dan mengapa arus tersebut reguler atau tidak reguler dalam masa mendatang. G rafik 19: …s ementara komponen utama hutang dan Portfolio hutang publik terdiri dari net pembelian SUN dan SBI pinjaman publik memiliki pola yang reguler oleh pihak asung baik dalam pasar primer maupun sekunder. (milyar USD) Dengan besarnya penerbitan baru, pembelian dalam pasar $billion 6 primer lazimnya akan mendominasi net pembelian dalam pasar 6 $billion sekunder. Apabila kita mengasumsikan bahwa SUN and SBI Public Portfolio Debt (SUN & SBI) dalam kepemilikan asing stabil maka determinan utama dari 4 4 fluktuasi daam pembelian asing adalah rencana penerbitan Public Loans: pemerintah. Maka, praktek pemerintah saat ini yang Drawings menerbitkan mayoritas SUN baru dalam paruh pertama tahun 2 2 berarti bahwa mayoritas pembelian asing terjadi dalam Q1 dan Q2, menghasilkan net arus masuk yang besar. Dalam Q3 dan 0 0 Q4 – dimana penerbitan pemerintah berkurang– net arus menjadi negatif karena arus masuk yang kecil didominasi oleh pelunasan hutang yang jatuh tempo (Grafik 19). Dengan -2 -2 kecenderungan bahwa praktek pemerintah akan terus berlanjut Public Loans: maka pola net arus masuk asing dalam hutang publik akan Repayments berlanjut, bermuara pada berlanjutnya fluktuasi neraca -4 -4 keuangan antara surplus dan defisit. Namun, pola fluktuasi ini berkemungkinan akan cukup reguler (dengan asumsi tidak -6 adanya goncangan yang signifikan)– dengan surplus yang lebih -6 Mar-04 Mar-05 Mar-06 Mar-07 Mar-08 Mar-09 besar pada Q1 dan Q4, dan surplus yang lebih kecil atau defisit pada Q2 dan Q3. Sumber: BI, perhitungan Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
8
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
b. S urplus nera c a pemba ya ra n meningk a t s edik it pa da Q4, diduk ung oleh s urplus dan a rus ma s uk modal Surplus neraca pembayaran (BoP) naik pada Q4, karena surplus perdagangan lebih besar daripada penurunan surplus neraca keuangan
urplus Neraca Pembayaran (BoP) meningkat sedikit menjadi USD 4.0 milyar pada Q4 dengan meningkatnya surplus perdagangan yang melampaui penurunan surplus akun keuangan yang menurun sesuai perkiraan. Mengurangi dari alokasi SDR, surplus akun keuangan meningkat dari Q3 ke Q4, didorong oleh arus masuk modal yang lebih besar ke dalam obligasi pemerintah domestik dan ke obligasi swasta Indonesia, dengan net arus masuk ke dalam hutang swasta secara total sebesar USD 1.2 milyar dalam Q4, tingkat tertinggi dalam sejarah. Surplus dalam BoP berujung pada peningkatan cadangan devisa Indonesia menjadi USD 69.6 milyar pada akhir Januari, hampir USD 10 milyar lebih tinggi dibandingkan dengan titik tertinggi sebelum krisis pada Juli 2008 (Tabel 2). Cadangan kemudian stabil pada nilai sedikit di bawah USD 70 milyar setelah triwulan pertama.
Arus modal dalam neraca keuangan terus mengalami ‘normalisasi’
Meskipun bersifat penuh gejolak, arus keuangan eksternal Indonesia terus kembali ke pola-pola yang nampak sebelum titik puncak turbulensi pasar keuangan global (Kotak 1). Penduduk telah kembali memasuki pasar saham asing dan arus masuk asing bersih yang besar yang nampak pada Q4 telah mengkonfirmasikan kembalinya investor asing dengan kuat ke aset keuangan lancar Indonesia. T abel 2: C adangan devis a meningkat dengan naiknya s urplus B oP , s ec ara dominan dikarenakan s urplus perdagangan yang meningkat
(milyar USD kecuali tidak dicantumkan) Balance of Payments Per cent of GDP
2006 2007 2008 14.5 12.7 -1.9 5.1 3.5 -0.5
Q1 1.0 0.8
2008 Q2 Q3 1.3 -.1 1.0 -0.1
Q4 -4.2 -3.8
Q1 4.0 3.5
2009 Q2 Q3 1.1 3.5 0.8 2.4
Q4 4.0 2.6
Current Account Per cent of GDP Trade Balance Net Inome & Current Transfers
10.9 3.8 19.8 -8.9
10.5 2.9 20.9 -10.4
.1 0.0 9.9 -9.8
2.7 2.3 4.5 -1.7
-1.0 -0.8 2.1 -3.1
-1.0 -0.7 2.5 -3.4
-.6 -0.6 .9 -1.6
2.7 2.4 4.3 -1.6
2.9 2.2 5.4 -2.5
1.7 1.2 4.6 -2.9
3.4 2.2 6.9 -3.4
Capital & Financial Accounts Per cent of GDP Direct Investment Portfolio Investment Other Investment
3.0 1.1 2.2 4.3 -3.8
3.6 1.0 2.3 5.6 -4.8
-1.9 -0.4 3.4 1.7 -7.3
-.5 -0.4 .6 2.0 -3.2
2.1 1.6 .2 4.2 -2.3
2.4 1.6 1.9 -.1 .4
-5.8 -5.2 .7 -4.4 -2.2
1.9 1.7 .8 1.9 -.8
-2.2 -1.7 .2 2.0 -4.5
3.0 2.0 -.1 3.4 -.4
1.4 0.9 1.0 3.3 -2.9
.6
-1.4
-.2
-1.2
.2
-1.5
2.2
-.7
.4
-1.2
-.9
42.6
56.9
51.6
59.0
59.5
57.1
51.6
54.8
57.6
62.3
69.6
Errors & Ommissions Foreign Reserves*
Sumber: BI, BPS via CEIC dan Bank Dunia
c . P ertumbuha n da lam uang bereda r teta p rela tif terk endalik an s ementara B I teta p mempertahank an k ebijak an s uk u bunganya Meskipun terdapat surplus BoP dan peningkatan cadangan yang tinggi , hingga kini gabungan kebijakan BI yang terdiri dari sterilisasi dan apresiasi nampaknya efektif dalam membatasi inflasi sejauh ini
Meskipun surplus BoP dan peningkatan cadangan yang terkait mungkin berujung pada akselerasi dalam uang yang beredar (money supply) dan tekanan inflasioner yang terkait, hal ini belum terjadi dalam triwula pertama 2010, mengindikasikan bahwa kebijakan BI untuk melakukan sterilisasi peningkatan uang yang beredar (melalui peningkatan penerbitan instrumen pasar keuangan berjangka pendek) dan apresiasi IDR sudah cukup efektif hingga saat ini (Silahkan melihat bagian B untuk analisa yang lebih terperinci tentang sterilisasi arus masuk modal dan biaya terkait yang diemban oleh bank sentral).
Pertumbuhan dalam M2 and M1 tetap terkendali terutama dibandingkan dengan tingkat 2006-2008
Melihat uang yang beredar dengan lebih dekat, peningkatan cadangan sebesar USD 12 milyar sejak Juni mewakili 5.6 persen pada tinggal M2 pada bulan Juni, mengindikasikan bahwa M2 mungkin telah mengalami akselerasi mendekati tingkat ini selain tren pertumbuhannya. Namun, sejak bulan Juni, M2 telah meningkat sebesar USD 16 milyar atau 13 persen annualized basis, lebih rendah dar rata-rata pertumbuhan tahunan M2 sebesar 18.3 persen dari 2006-2008 (Grafik 21) M1 hanya meningkat sebesar USD 2.5 milyar, atau 4.8 persen sejak bulan Juni (Grafik 20). Tingkat tahunan 8.1 persen ini jauh di bawah rata-rata pertumbuhan M1 sebesar 24 per cent antara 2006 ke 2008.
Dengan adanya tekanan
Pertumbuhan uang beredar yang terkendali ini terjadi bersamaan dengan outcome inflasi
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
9
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
inflasioner yang tertahan dan tingkat pinjaman menurun yang kaku, secara umum BI diperkirakan akan terus mempertahankan kebijakannya pada tingkat yang sama
yang lunak akhir-akhir ini (inflasi inti berada pada tingkat paling pelan selama satu dasawarsa pada bulan Februari). Dengan tidak adanya tekanan inflasioner segera dan fakta bahwa tingkat pinjaman telah bertahan pada titik yang relatif tinggi (dibahas di bawah ini), para pengamat pasar keuangan secara umum mempercayai bahwa BI cenderung tidak akan menaikkan suku bunga kebijakannya dari 6.50 persen dalam waktu dekat. Sebagian besar partisipan pasar tidak memperkirakan kenaikan suku bunga sebelum paruh kedua 2010 dengan beberapa di antaranya memprediksikan kenaikan pertama hanya akan terjadi dalam Q1 2011. G rafik 21: …dan pertumbuhan uang M2 s elama c ukup terkendali, menc erminkan bahwa kebijakan s terilis as i yang dilakukan B I berjalan cukup efektif
G rafik 20: K enaikan tajam dalam c adangan s ejak J uni tidak menyebabkan pertumbuhan M1 yang pes at, ukuran paling liquid dari uang beredar
(M2 dalam trilyun rupiah; total cadangan devisa dalam milyar USD)
(M1 dalam trilyun rupiah; cadangan dalam milyar USD) 600
Menjaga Momentum
IDR trillion
USD billion
80
2250
IDR trillion
USD billion
500
70
2000
60
1750
50
1500
40
1250
30
1000
70
M1 "Narrow" Money (LHS) 400
300
Total Reserves (RHS)
200
100 Jan-06
Jul-06
Jan-07
Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Sumber: BI, CEIC dan Bank Dunia
Jul-09
80
June 2009
June 2009
Jan-10
Total Reserves (RHS)
60
50
M2 Broad Monetary Aggregates (LHS)
Jan-06
40
30
Jul-06
Jan-07
Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Jan-10
Sumber: BI, CEIC dan Bank Dunia
d. S ek tor perba nk an menunjuk k a n k es eha ta n s ec a ra k es eluruhan na mun k inerja beberapa k a tegori tidak s eluruhnya baik Sektor perbankan secara umum dalam kondisi yang cukup sehat, hal ini di dasari oleh rasio keuangan dan laporan penghasilan bank-bank
Penghasilan bank utama dan indikator agregat seperti kelayakan modal dan pengembalian dari aset mengindikasikan bahwa kesehatan sektor perbankan secara keseluruhan tetap kokoh. Pada bulan Desember, rasio kredit macet bank komersial turun ke 3.3 persen, yaitu dibawah rata-rata 2008 sebesar 3.6 persen dan jauh di bawah ratarata 2007 dan 2008 sebesar masing-masing 5.6 persen dan 8.0 persen. (Grafik 22)
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
10
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 22: Indikator financ ial kunc i untuk s ektor perbankan nampaknya kuat
(Ratio LDR, ROA, CAR and NPL dalam persen) 100
Percent
Percent
80
Loan to Deposit Ratio (LHS)
10
Menjaga Momentum
G rafik 23: …namun beberapa kelompok bank memiliki angka yang kurang menonjol terutama untuk NP L dan efis iens i operas ional
(rasio kunci untuk sektor keseluruhan dan sub-kategori dalam persen) 250
Percent
Percent
Private National Banks (excl top 14) Top 14 Banks
5
8
200
4
6
150
3
4
100
2
50
1
Overall Banks
60
Non-Performing Loans (RHS) 40
20
Return on Assets Ratio (RHS)
2
Capital Adequacy Ratio (LHS)
0 Jan-06
0 Oct-06
Jul-07
May-08
Feb-09
Sumber: BI dan Bank Dunia
Dec-09
0
0 CAR (LHS)
LDR (LHS)
Opex/Opinc (LHS)
NPL (RHS)
ROA (RHS)
Sumber: BI dan Bank Dunia
…tapi kondisi kesehatan perbankan di lapis tengah cukup mervariasi (di luar 14 bank tertinggi)
Meskipun indikator agregat untuk sektor perbankan secara keseluruhan nampaknya kuat, penting untuk mengingat bahwa 14 bank teratas mewakili 70 persen dari total aset sektor perbankan dan dengan demikian mendominasi rasio agregat. Setelah mengeluarkan bank teratas dari gambaran tersebut, indikator untuk sub-kategori lainnya dalam sektor perbankan mungkin tidak sekuat perkiraan. Masalah ini telah dimunculkan dengan problema yang baru-baru ini dialami Bank Eksekutif, bank tingkat menengah yang memiliki rasio kredit macet 15.5 persen serta modal yang tidak memadai dan telah diberi tenggat waktu sampai akhir Maret untuk membenahi keuangannya atau harus menghadapi tindakan tegas dari bank sentral. BI menkategorikan bank komersial di Indonesia menjadi enam kategori: bank milik negara, bank daerah, bank milik asing, bank joint venture, bank swasta nasional dengan valuta asing dan bank nasional tanpa valuta asing. Bila difokuskan pada dua sub-kategori terakhir yang meliputi banyak dari bank tingkat menengah Indonesia seperti Bank Eksekutif, maka rata-rata rasio kredit macet melonjak ke 4.43 persen, 16 persen lebih tinggi daripada NPL rata-rata sektor keseluruhan dan 14 bank teratas (Grafik 23). Terlebih, rasio efisiensi seperti return on assets (ROA) dan pengeluaran operasional terhadap pedapatan operasional jelas lebih buruk dalam segmen ini. ROA untuk 14 bank teratas adalah 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan bank nasional swasta dan rasio belanja operasional terhadap pendapatan operasional untuk bank teratas adalah 71 persen lebih rendah (Grafik 23). Krisis Bank Eksekutif telah menunjukkan pentingnya tidak mengabaikan bank dalam sub-kategori ini dan rasio efisiensi yang rendah dalam sub-kategori ini mengindikasikan bahwa konsolidasi di antara tingkat bank ini dapat meningkatkan kinerja sektor keseluruhan.
Pertumbuhan kredit agak melambat sepanjang tahun 2009 tetapi persetujuan kredit sedikit membaik di akhir-akhir tahun, memberikan harapan akan perbaikan lebih lanjut di tahun 2010
Pertumbuhan kredit tetap lemah selama 2009 dengan pinjaman keseluruhan hanya naik 11.5 persen dalam 2009 dibandingkan dengan 32 persen pada 2008 (Grafik 24). Namun pertumbuhan pinjaman naik dalam tiga triwulan terakhir (Grafik 25) dan dengan ekspektasi pertumbuhan GDP yang kuat dan partisipan pasar tidak mengantisipasi adanya peningkatan suku bunga dalam masa dekat, pinjaman diperkirakan akan lebih membangun momentum selama enam bulan ke depan, Bahkan, persetujuan untuk pinjaman baru kembali ke tingkat medio 2008 pada Q3 2009 (Grafik 26) , Dengan adanya jeda/keterlambatan dua atau tiga bulan data persetujuan pinjama baru, akselerasi lebih lanjut cenderung akan terjadi dalam paruh pertama tahun 2010.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
11
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 25: P ertumbuhan kredit QoQ pos itif s elama ketiga triwulan terakhir dan pers etujuan pinjaman baru telah meningkat
G rafik 24 : P ertumbuhan kredit 2009 turun tajam dibandingkan 2008 namun baru-baru ini telah berganti haluan
(Persetujuan pinjaman baru triwulanan dalam trilyun IDR; pertumbuhan kredit dalam persentase perubahan quarter-on quarter)
(Total pinjaman dalam IDR trilyun; persentase perubahan pertumbuhan kredit year-on-year) Percent YoY
Percent QoQ
IDR trillion
45
Total Loans (RHS)
40
Menjaga Momentum
IDR trillion (quarterly)
1600
12
1400
10
1200
8
1000
6
700
800
4
550
600
2
400
400
0
250
200
-2
35
1000
Credit Growth (LHS) New Loan Approvals (RHS)
30 25
Credit Growth (LHS)
1150
850
20 15 10 5 Jan-07
Aug-07
Mar-08
Oct-08
May-09
Dec-09
Sumber: BI dan Bank Dunia Suku bunga pinjaman akhirnya turun di bawah 14 persen namun margin suku bunga tetap besar
Percent
Percent
Lending Rates (RHS)
Jun-08 Sep-08 Dec-08
Mar-09
Jun-09 Sep-09 Dec-09
G rafik 27: R ata-rata net interes t margin Indones ia s ec ara s ignifikan lebih tinggi dibandingkan negara lain dalam kawas an regional
(rata-rata net interest margins untuk 2008 dan 2009, dalam persen)
16
14
8 12
6
Mar-08
Salah satu unsur yang paling menonjol seputar perlambatan kredit tahun lalu adalah tingginya biaya melakukan pinjaman dan fakta bahwa suku bunga pinjaman tidak bergerak meskipun BI menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 300 basis point antara Desember 2008-Augustus 2009. Pada November dan Desember 2009, suku bunga pinjaman jatuh di bawah 14 persen untuk pertama kalinya dalam setahun dan akhirnya kini sudah mulai mendekati tingkat sebelum September 2008 (Grafik 26). Namun, suku bunga deposito juga terus menurun sehingga net interest margins (NIMs) jauh lebih besar dibandingkan dengan lainnya dalam kawasan regional. Di titik di atas 5.5 persen, Indonesia memiliki NIMs tertinggi dari negara manapun di kawasan regional dengan Filipina dan Thailand sebagai negara lain yang NIMnya di atas 3 persen (Grafik 27). Sementara NIM setinggi ini mungkin membuat bank Indonesia menjadi di antara yang paling untung di kawasan regional, membesarnya spread antara suku bunga pinjaman dan deposito dan tabungan meningkatkan biaya investasi dan konsumsi kelancaran dan dengan demikian mungkin membatasi pertumbuhan ekonomi.
(net interest margin, tingkat pinjaman dan deposito, persen)
Net Interest Margin (LHS)
Jun-07 Sep-07 Dec-07
Sumber: BI dan Bank Dunia
G rafik 26: S uku bunga pinjaman akhirnya turun di bawah 14 pers en dan mulai mendekati tingkat s ebelum kris is 10
100 Mar-07
Net Interest Margin (%) 6
2008
2009
5 4
Deposit Rates (RHS)
10
3 8
BI Policy Rate (RHS)
6
4
2 1 0
4
2
2 Sep-07
Jun-08
Mar-09
Sumber: BI dan Bank Dunia T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Dec-09
Sumber: Fitch Ratings dan Bank Dunia Maret 2010
12
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
3. K e n a ik a n h a r g a m a k a n a n a da l a h y a n g pa lin g m e m p e n g a r u h i pe r g e r a k a n in fl a s i di ta h u n 2 01 0 Tingkat inflasi bergerak menjauhi titik rendah 2009
Tingkat inflasi terus meningkat meninggalkan kerendahan selama ini pada pergantian tahun 2010 dan pada bulan 2010 telah naik 3.8 persen (YoY), tingkat tertingginya dalam bulan. Meskipun dengan peningkatan headline rate, masih jauh di bawah tingkat sebelum krisis (Grafik 28). Harga konsumen naik pada 2009 dengan paling lambat dalam satu dasawarsa. Outcome inflasi untuk dua bulan pertama 2010 digabungkan dengan outcome Januari di atas ekspektasi pasar dan outcome Februari di bawah ekspektasi. Tingkat inflasi Indonesia dalam beberapa bulan terakhir stabil bila dibandingkan dengan mitra dagang regionalnya dan tetap bertahan lebih tinggi dibanding sebagian besar disebabkan oleh pass-through dari apresiasi Rupiah dan dari sistem regulasi harga energi pemerintah yang memutuskan rumah tangga dari kenaikan kembali harga energi global. Dengan pengecualian Jepang, semua mitra dagang utama Indonesia mengalami tingkat inflasi positif dengan Filipina saat ini telah di atas 4 persen dan Thailand 3.7 persen.
G rafik 28: Inflas i headline meningkat di awal tahun 2010 menjadi yang terendah s elama 10 tahun terakhir di akhir 2009
G rafik 29: K enaikan harga makanan telah berdampak lebih luas terhadap inflas i poverty bas ket dis banding inflas i
headline
(tahun-ke-tahun dan bulan-ke-bulan inflasi harga konsumen) (persen perubahan tahun-ke-tahun) 4
Per cent
Per cent Inflation (RHS)
3 BI Rate (RHS)
16
25
12
20
8
15
Per cent
Per cent
25
Food 20
Core inflation (RHS)
2
15 Poverty Basket Inflation
1
4
10
10 Headline inflation
0
0
5
-4
0
5
Inflation (monthly) (LHS) -1 Mar-07
Mar-08
Mar-09
Sumber: BI, BPS dan Bank Dunia
Mar-10
Mar 07
0 Mar 08
Mar 09
Mar 10
Sumber: BPS dan Bank Dunia
Pergerakan baik dalam harga pangan lokal dan global berdampak berbeda pada IHK barubaru ini
90 persen pertumbuhan harga konsumen dalam bulan-bulan pertama 2010 berasal dari =pangan yang lebih tinggi terutama harga biji-bijian. Harga ini lzimnya naik pada pergantian tahun karena musim hujan mengganggu pasokan dan menjelang panen baru; antara November dan Februari harga biji-bijian eceran naik sebesar rata-rata 3.4 persen antara 2003 dan 2009. Namun peningkatan tahun ini lebih kuat dibanding biasanya, hampir 4.2 persen, sebagian mencerminkan peningkatan harga biji-bijian global setelah kondisi budidaya yang buruk. Harga retail beras domestik, yang agak terlindung dari pergerakan harga global dengan pembatasan perdagangan beras, naik 14 persen pada tahun tersebut ke Januari. Harga gula global naik dua kali lipat setelah cuaca buruk di India dan Brazil sehingga juga mengakibatkan peningkatan harga retail domestik (dalam tahun tersebut hingga Januari) dengan apresiasi Rupiah sebagian menyeimbangkan naiknya harga internasional
…terutama mempengaruhi rumah tangga yang lebih miskin
Peningkatan dalam harga bahan pangan pokok ini terutama berdampak pada rumah tangga lebih miskin. Bahan pangan mewakili 63 persen dari keranjang konsumsi rumah tangga ini secara rata-rata dan pertumbuhan yang relatif kuat dalam biaya hidup mereka pada tahun 2010 mengangkat inflasi keranjang miskin menjadi 3 persen di atas tingkat headline. (G rafik 29 )
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
13
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Sementara inflasi inti menjadi lebih pelan
Menjaga Momentum
Ukuran inti inflasi terus melunak dari November menjadi 3.8 persen, yang paling pelan sejak awal tahun 2000an dengan banyaknya gejolak harga bahan pangan meningkatkan tingkat tingkat inflasi headline dikecualikan dari ukuran inti (G rafik 28 ).
G rafik 30: K enaikan harga komoditas dunia baru-baru ini telah meningkatkan inflas i yang dis ebabkan barang impor
Harga petanian mendominasi inflasi penjualan partai besar; pertumbuhan harga pertambangan dan konstruksi (harga komoditas global berindeks dalam Rupiah pada Jan tetap terbatas. Harga produsen meningkat secara keseluruhan pada 2008 namun sebagian besar dari 2007; tingkat inflasi tradeable) kenaikan terurai pada tahun 2009. Harga dangan Per cent Per cent 18 perlahan tetap naik memasuki Januari meskipun Rupiah 100 lebih kuat. Tradeable inflation Global energy (lagged 3 months) (RHS)
prices (LHS)
Inflasi harga konsumen yang lebih pelan selama tahun
50
12 terakhir ini juga telah membatasi pertumbuhan harga
0
dalam ekonomi keseluruhan seperti yang terukur dalam deflator PDB, menjadi 6.6 persen dalam tahun hingga Q4. Pertumbuhan yang relatif lebih cepat dalam barang investasi dan harga pelayanan pemerintah terus memisahkan deflator PDB di atas harga konsumen (diuraikan dalam Bagian B). Untuk keseluruhan tahun 2009, rata-rata harga PDB naik sekitar 8.5 persen, yang paling pelan sejak 2003.
6 Global non-energy prices (LHS) 0
-50 Feb-07
Feb-08
Feb-09
Feb-10
Sumber: BPS via CEIC dan Bank Dunia
4. D e fi s it a n g g a r a n p e m e r in ta h ta h u n 20 09 le bih k e c il da r ip a da pe r k ir a a n a . P enda pa ta n ak hir ta hun ya ng lebih bes a r, s eba gian offs et oleh belanja ya ng s egaris lebih k ua t mengurangi defis it menja di 1.6 pers en da ri P DB dalam 2009 Defisit 2009 lebih rendah dari perkiraan …
Sementara penerimaan dan belanja pemerintah mencatat penurunan yang signifikan pada 2009, penerimaan yang cukup tinggi pada akhir tahun 2001 menghasilkan defisit yang lebih kecil dari perkiraan, yaitu 1.6 persen dari PDB, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya bahwa defisit anggaran 2009 akan sebesar antara 2.3 dan 2.4 persen PDB.
… namun, meskipun kekuatan pada akhir tahun, total penerimaan pemerintah tetap lemah selama 2009, sejalan dengan pemotongan pajak, harga komoditas yang lebih rendah dan pertumbuhan nominal PDB yang lebih pelan
Total penerimaan pemerintah 1.5 persen lebih lemah dibandingkan tahun 2008. Terdapat penerimaan yang siknifikan pada bulan Desember yang menyeimbangkan penurunan umum sepanjang 2009 (Grafik 31). Total penerimaan pada November 2009 adalah 17.9 persen lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2008, dan pada akhir tahun telah meningkat hampir 6.5 persen. (Grafik 32) Terjadi penguatan pada bulan Desember yang disebabkan oleh dua hal, alasan pertama, penyebab 60 persen dari penguatan, karena pembayaran oleh korporasi yang cukup tinggi pada bulan Desember. Penguatan ini didorong oleh penerimaan non-pajak dari gas; yang memiliki kinerja terbaik pada 2009 dengan kontribusi sekitar 15 persen dari penerimaan non-pajak. Penerimaan non-pajak berasal dari gas disebabkan ekstraksi yang kuat dari komoditas gas. Selain itu, pajak pendapatan memberikan performa yang lebih baik daripada yang diperkirakan. Alasan kedua, meliputi 40 persen dari penguatan yang tak terduga adalah karena pembayaran penerimaan tunggakan VAT pada bulan Desember. Pembayaran ini menjadi bagian dari penegakan kepatuhan kantor Pajak dalam mengumpulkan pendapatan dari wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
14
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 32: … dengan realis as i yang ternyata kuat pada G rafik 31: Dibandingkan dengan 2008, total pendapatan tetap Des ember karena pembayaran tunggakan V AT yang hanya s ekali s aja lemah hampir s epanjang 2009 …
(pemisahan persentase bulanan dari total realisasi) 20
Per cent
(kumulatif persentase perubahan year-on-year)
Per cent
20
-8
16
16
-10
12
12
2008
2009
December strength
Per cent
Per cent
IEQ Q2
IEQ Q3
-10
-12
-12 Growth excluding the VAT payment
-14
8
8
4
4
-14
-16
0
0 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
-8
-16 Realized growth
-18
-18 Previous forecast
-20
-20
Jun-09
Jul-09
Aug-09
Sep-09
Oct-09
Nov-09
Dec-09
Sumber: MoF Pendapatan pajak pada tahun 2009 di bawah tahun 2008, mencerminkan tingkat penurunan pajak, namun lebih tinggi dari perkiraan
Pendapatan pajak pada akhir 2009 adalah 2.5 persen lebih lemah dibandingkan 2008 sejalan dengan tingkat pemotongan pajak sebagai bagian dari paket stimulus pemerintah dan pertumbuhan PDB nominal. Hal ini terutama disebabkan melemahnya pengumpulan pajak pendapatan sehubungan dengan jatuhnya harga minyak internasional dan turunnya tingkat pajak korporat dari 30 persen menjadi 28 dan 25 persen (T abel 3 ). Selain itu pajak perdagangan internasional menurun karena melemahnya permintaah eksternal dan jatuhnya harga minyak sawit mentah (CPO), sehingga berdampak pada penerimaan dari pajak ekspor (Lihat Kotak 2.) Bea cukai yang diterapkan pada produk tembakau dan alcohol, tetap tumbuh tinggi pada 2009, tercatat sedikit di atas 10 persen.
G rafik 33: P erforma pembelanjaan di jajaran kementrian membaik di 2009…
G rafik 34: … tetapi pola pembelanjaan mas ih s aja c enderung membes ar di akhir tahun fis kal
(penyaluran anggaran aktual dan anggaran revisi)
(pengeluaran triwulanan terdap pengeluaran total tahunan)
160%
Actual vs Revised Budget (APBN-P) 2007
2008
2009
50%
Line ministries quarterly spending of total actual (%)
2007
140%
2008
2009
40%
120% 100%
30%
80%
20%
60% 40%
10% 20% 0%
0% Personal Materials Capital
Int. Subsidies Social payments
Others Total CG Transf.
Total
Q1
Q2
Q3
Q4
Sumber: Departemen keuangan Pendapatan non-pajak juga tetap sangat lemah pada tahun 2009, namun mengakhiri tahun dengan lebih kuat dari perkiraan
Pendapatan non-pajak mengakhiri tahun 30.1 persen lebih lemah dibandingkan 2008. Pendapatan non-pajak jauh lebih banyak bergejolak dibandinhgkan pendapatan pajak dan lazimnya tidak memiliki korelasi yang baik dengan pergerakan dalam ekonomi. Seperti halnya dengan pendapatan pajak, jatuhnya harga minyak internasional adalah faktor yang besar dalam kelemahan secara umum. Pendapatan minyak non-pajak mengurangi 41.5 percentage points dari total pertumbuhan non-pajak yang sebagian diseimbangkan oleh kekuatan pendapatan gas. Pendapatan non-pajak lainnya mengakhiri tahun 2009 secara luas selaras dengan ekspektasinya (T abel 3 )
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
15
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Kinerja belanja kementerian negara telah meningkat meskupun selama 2009 tingkat pencairan segaris dibawah tingkat 2008
Secara total pemerintah membelanjakan 95 persen dari anggaran hasil revisi (APBN-P) pada tahun 2009. Perbaikan yang perlu dicatat dilihat dari belanja modal dan material dimana hampir 100 persen dan 88 persen dari alokasi anggaran dicairkan. Belanja di bawah anggaran untuk subsidi energi dan pembayaran bunga mendorong keseluruhan tingkat pencairan di bawah tahun 2008, mencerminkan harga minyak yang moderat dan apresiasi Rupiah selama tahun tersebut (Grafik 33). Pencairan 2009 merupakan kontras dengan tahun 2008. Pada 2008, pemerintah membelanjakan hampir 100 persen dari anggaran hasil revisi disebabkan oleh belanja subsidi yang besar (120 per cent) namun kinerja belanja kementerian negara yang lebih rendah.
… namun pola pencairan masih miring ke akhir tahun anggaran
Meskipun belanja untuk program inti telah meningkat, pola belanja keseluruhan masih miring ke akhir tahun anggaran dengan 37 persen anggaran total dibelanjakan dalam akhir triwulan 2009. Hal ini meliputi sekitar 49 persen belanja modal, 42 persen belanja material, 57 persen subsidi dan 49 persen belanja bantuan sosial (Grafik 34).
Sebagian besar belanja stimulus fiskal telah dicairkan, mendukung pertumbuhan output pada 2009
Menurut Departemen Keuangan, paket stimulus sebesar IDR 73.3 trilyun atau 1.4 persen dari PDB akan memberikan kontribusi pertumbuhan PDB sebesar 1.28 percentage points. Pada sisi belanja, kementerian negara mampu menyelenggarakan program stimulus mendekati jumlah yang dianggarkan. Secara total, pemerintah membelanjakan IDR 10.6 trilyun, atau 96.9 persen dari IDR 11.6 trilyun stimulus fiskal yang dianggaran (Bagian B membahas dengan lebih terperinci dampak belanja publik pada pertumbuhan).
T abel 3: P erkembangan pendapatan dan pengeluaran
(pendapatan dan pengeluaran pemerintah pusat) 2006 2007 2008 2009 Explanation for 2009 Annual percent change and percentage point contributions Total cental gov't revenue
28.8
11.3
38.2
Tax revenue
17.9
20.4
33.4
-2.5 2.8 -4.1 0.7 -0.2
-11.5 Global economic slow dow n and falls in international oil prices Cuts in tax rates, low er profits and formal w ages w ith low er commodity prices and slow er activity grow th Low er profits w ith low er commodity prices & demand; cuts in tax rates Around a 50% fall in the international oil price; slightly low er production Less discretionary spending, partic. for goods subject to luxury tax rates Slow er investment
Non-oil and gas Oil and gas VAT Land and building tax Duties on land and building transfer Excise Other taxes Import duties Export duties
7.3 2.3 6.3 1.3
7.1 0.5 7.8 0.7
11.0 6.4 11.1 0.4
-0.1
0.7
-0.1
1.3 0.1 -0.8 0.2
1.7 0.1 1.1 0.8
1.3 0.1 1.2 1.9
0.8 0.0 -0.7 -2.0
Slow ing in consumption, offsetting the increase in cigarette excise rate Slow ing of economic activity Reduced import values w ith low er commodity prices and destocking Low er CPO price
Non-tax revenue Oil Gas Mining Forestry Fishery SOE transfer Other
54.5 35.6 1.4 2.4 -0.6 0.0 6.9 8.8
-5.2 -13.9 -0.8 -0.4 -0.1 0.0 0.1 9.9
49.1 35.0 5.3 1.4 0.2 0.0 2.7 4.6
-30.1 -41.5 14.8 0.2 -0.1 0.0 -1.0 -4.4
Significant falls in oil prices Around a 50 per cent fall in international oil prices Strength in production Low er prices and some w eakening in volume demand reducing profits Slow ing demand for w oods and related products A small item w here contributions to grow th remain low Reduced domestic demand reducing activity Low er fee collection through the slow ing of domestic activity
21.8
14.7
37.3
5.3 5.0 6.1 4.4 1.0
3.9 1.7 2.1 2.1 -5.0
4.4 0.5 1.6 1.4 2.9
3.8
0.2
1.7
-3.7
9.7
24.8
Central gov't expenditure Salaries Goods and services Capital Social assistance Others Interest payments Subsidies
0.1 Reduced economic activity
-7.5 Grow th in programmatic spending offset by a sharp decline in subsidies Grow th in line w ith previous years' and streamlined 13th month salary payment Increase in government consumption and early procurement Planned government investment being spent earlier in the year Grow th in social expenditure and the BLT program Election spending and increased 'planned expenditure' In line w ith projections, w ith appreciation in IDR offsetting higher interest costs 0.7 on new debt Refined fuel prices have halved and the government continues to encourage -16.8 less consumption of higher cost-energy 2.2 2.7 0.2 2.4 1.2
Poin persen perubahan tahunan ditulis tebal, poin persen kontribusi ditulis tidak tebal,Sumber: MoF dan World Bank T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
16
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
K otak 2: Naik dan turunya harga minyak s awit mentah telah berdampak dras tis pada bea eks por Bea ekspor dalam sejarahnya merupakan sumber pendapatan pemerintah yang T able 4: Tarif bea eks por C P O didas arkan pada sangat kecil, stabil, dengan rata-rata sekitar 0.2 persen dari total pendapatan perkembangan dalam harga C P O internas ional dari 2001 hingga 2007. Namun, 2008 membawa pertumbuhan yang kuat dimaa (USD per ton metric, persen) bea ekspor meningkat menjadi 2.1 persen sebagai bagian total pendapatan International CPO price CPO tariff pemerintah. Sejak titik puncak tertinggi yang belum pernah terjadi, bea ekspor (USD/MT) (per cent) jatuh tajam ke 0.1 persen dari total pendapatan dalam 2009 dan cenderung akan tetap lemah pada 2010. Hampir semua pendapatan bea ekspor bersumber dari tariff pada minyak sawit mentah (crude palm oil - CPO) dan produk terkait, beberapa di antaranya komoditas ekspor kunci Indonesia. Porsi ‘non-Cpo’ yang sangat kecil dari bea diperoleh dari ekspor kayu, pasir dan produk kulit, namun lazimnya hanya mewakili kurang dari 2 persen dari pendapatan ekspor.
< 700 701 - 750 751 - 800 801 - 850 851 - 900 901 - 950 951 - 1,000 1,001 - 1,050 1,051 - 1,100 1,101 - 1,150 1,151 - 1,200 1,201 - 1,250 > 1,250
0.0 1.5 3.0 4.5 6.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0
Bergejolaknya pendapatan ekspor baru-baru ini diciptakan oleh struktur tariff variable yang diterapkan pada ekspor komoditas CPO dimana tariffnya tergantung pada harga CPO internasional (Table 4). Struktur tariff ini menjelaskan sebagian besar keuntungan pendapatan tak terduga pada tahun 2008 pada saat harga CPO internasional melonjak tinggi (Grafik 35). Misalnya, pada tahun 2008, saat harga CPO berada di atas USD1,250/MT, bea tariff maksimum diterapkan pada pendapatan ekspor CPO. Sebaliknya pada 2009 harga CPO bertahan di bawah USD700/MT selama sebagian besar tahun Sumber: Ministry of Finance tersebut yang setara dengan ekspor bebas bea.
Tujuan dari struktur tariff ini adalah untuk melindungi konsumen komoditas CPO domestik dengan memastikan adanya pasokan dengan harga yang relatif stabil untuk pasar domestik sementara menghasilkan pendapatan saat harga CPO melampaui USD 700/MT dan menciptakan pemisah antara harga yang dapat diterima produsen dari pasar internasional dan domestik. Namun, sisi buruknya adalah bahwa mekanisme pricing ini dapat menciptakan disinsentif sisi penawaran (supply side) berjangka panjang untuk produsen minyak sawit apabila mereka tidak mampu secara utuh mempertahankan penghasilan dari perdagangan internasional saat terdapat peningkatan harga CPO yang signifikan. Dengan jalannya waktu, hal ini dapat berujung pada penurunan investasi dalam produksi CPO atau bermuara pada substitusi dari produksi CPO ke produksi komoditas lainnya yang tidak memberlakukan bea ekspor. Selama masa booming penerimaan bea ekspor ini, pertumbuhan volume ekspor CPO tetap relatif stabil, sebagian mencerminkan keterlambatan dalam kemampuan produsen untuk memperluas output sebagai tanggapan pada pergerakan harga pasar internasional (Grafik 36). Sementara bea ekspor diharapakan akan pulih pada 2010, kemungkinannya kecil bahwa akan mencapai titik puncak tahun 2008 kecuali terdapat kenaikan baru dalam harga minyak dunia. G rafik 35: P endapatan eks por tak terduga telah berakhir dengan jatuhnya harga C P O …
G rafik 36: P endapatan eks por tak terduga telah berakhir dengan jatuhnya harga C P O …
(tingkatan dalam milyar rupiah and USD)
(tingkatan dalam milyar rupiah and USD)
2,500
IDR billion
USD
2,000
MT
MT
1,500
18,000
18,000
1,250
15,000
15,000
1,000
12,000
12,000
USD700 threshold 1,500 1,000
750
9,000
International CPO price (RHS) 500
500
0
250 Export duties (LHS)
-500
9,000 Exports of CPO (volumes)
0
Dec-02 Dec-03 Dec-04 Dec-05 Dec-06 Dec-07 Dec-08 Dec-09
6,000
6,000
3,000
3,000
0
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Sumber: Departemen Keuangan, BPS
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Sources BPS; * Asosiasi Pengusaha CPO Indonesia 2009
Maret 2010
17
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
5. P r o s p e k e k o n o m i In do n e s i a c e n d e r u n g te r u s m e n g a la m i p e r b a i k a n a.
T ingginya permintaa n domes tic digha ra pk an da pa t menutupi penuruna n k ontribus i net ek s por, s ementa ra s urplus nerac a berja la n k emungk inan ak an mengec il
Prospek ekonomi Indonesia cenderung membaik disepanjang Desember 2009 – Maret 2010
Pandangan ke depan untuk ekonomi Indonesia telah menguat sedikit antara Desember 2009 dan Maret 2010 (Grafik 37). Pada tahun 2010, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tubuh sebesar 5.6 persen. Meskipun pandangan ke depan untuk beberapa di antara pendorong pertumbuhan Indonesia telah meningkat terutama mitra perdagangan utama dan pertumbuhan kredit domestik, ekonmi masih menghadapi resiko yang substansial (lihat di bawah). Menjelang 2011 pertumbuhan diperkirakan akan kembali ke tren sekitar 6.2 persen atau lebih.
Pertumbuhan investasi diperkirakan akan mengalami kebangkitan sementara belanja pemerintah kemungkinan akan tetap kuat
Pendorong utama pertumbuhan Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan akan terus berasal dari permintaan domestik, dengan sektor eksternal memberikan kontribusi kurang dari tahun 2009 (Tabel 5). Belanja konsumsi swasta diperkirakan akan mengalami percepatan, tumbuh sekitar 5.3 persen pada 2010, dengan pertumbuhan tetap moderat, mengangkat daya beli riil. Pertumbuhan investasi juga diharapkan akan mengalami akselerasi pada tahun 2010, didukung oleh harga komoditas dan permintaan eksternal yang meningkat. Konsumsi pemerintah diperkirakan akan terus tumbuh dengan belanja yang lebih besar untuk program inti pemerintah dan peningkatan tingkat pencairan. G rafik 38: …s eiring dengan pos is i para mitra dagang
G rafik 37: P os is i pertumbuhan Indones ia membaik
(rata-rata pertumbuhan PDB tahunan mitra dagang ekspor Indonesia, persen)
(rata-rata pertumbuhan PDB tahunan, persen) Per cent
Per cent
Per cent
Per cent
8
6
6
6
4
4
4
4
2
2
2
2
0
0
0
-2
8
December
Forecasts
Current
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS dan Bank Dunia forecasts Perbaikan di arus perdagangan sepertinya akan terus belanjut …
December
2011
Forecasts
Current
6
-2 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: CEIC, Consensus Forecasts Inc dan Bank Dunia
Bangkit kembalinya ekonomi dunia dan harga komoditas diperkirakan akan mendukung pertumbuhan kokoh yang kontinyu dalam ekspor Indonesia (Tabel 5). Pertumbuhan diperkirakan akan berbasis luas, meskipun peningkatan permintaan untuk bahan mentah dari Cina dan India berpotensi membawa ekspor komoditas jauh lebih pesat percepatannya daripada barang lain memasuki tahun 2011. Impor diperkirakan akan pulih lebih cepat daripada ekspor dengan ekonomi domestik mengalami pertumbuhan yang lebih cepat daripada mitra dagang inti (MTP) Indonesia dan produksi untuk memenuhi pertumbuhan yang berkesinambungan dalam ekspor non-komoditas membutuhkan lebih banyak input impor. Hal ini diperkirakan akan mengecilkan surplus perdagangan dari USD 21.2 milyar pada 2009 menjadi sekitar USD 14 milyar pada tahun 2010. Surplus diperkirakan akan stabil pada 2011, dengan ekspor dan impor nominal keduanya mempertahankan pertumbuhan yang kokoh.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
18
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
T abel 5: P royeks i ekonomi makro Indones ia
(persen perubahan, atau yang lainnya bila di catat berbeda) Annual
Year to December quarter
Revision to Annual
2009
2010
2011
2009
2010
2011
2010
2011
6.2
5.7
5.4
5.9
5.9
5.7
0.1
0.0 0.0
1. Main econom ic indicators Total Consumption expenditure
4.9
5.3
5.3
4.0
5.4
5.6
0.2
Government consumption
Private consumption expenditure
15.7
8.1
6.1
17.0
7.9
6.2
-0.7
0.3
Gross fixed capital formation
3.3
8.4
7.2
4.2
8.2
6.6
-0.6
-0.2
Exports of goods and services
-9.7
15.7
10.8
3.7
7.9
12.6
6.9
-0.1
Imports of goods and services
-15.0
18.5
12.1
1.6
10.4
13.6
5.9
0.0
4.5
5.6
6.2
5.4
5.7
6.4
0.0
0.1
Trade balance (USD bn)
21.2
14.0
13.7
n/a
n/a
n/a
4.0
2.8
Balance of payments (USD bn)
12.5
6.2
4.7
n/a
n/a
n/a
1.2
1.7
4.0
3.2
3.5
n/a
n/a
n/a
-0.9
0.8
4.8
5.3
6.1
2.6
5.9
6.5
-0.1
0.2
Gross Dom estic Product 2. External indicators
Financial account balance (USD bn) 3. Other econom ic m easures Consumer price index Poverty basket Index
5.8
6.0
6.3
2.9
6.0
6.5
0.6
0.4
GDP Deflator
8.5
10.2
12.0
6.6
11.5
12.3
1.0
1.1
Nominal GDP
13.4
16.3
18.9
12.4
17.8
19.5
1.1
1.4
10356
9400
9400
9475
9400
9400
-100.0
-100.0
4. Econom ic assum ptions Exchange rate (IDR/USD)
7.1
6.5
6.5
6.5
6.5
6.5
0.0
0.0
Indonesian crude price (USD/bl)
Interest rate (SBI, 1 month)
61.6
78.3
81.3
75.1
79.6
82.0
-0.7
-2.3
Major trading partner grow th
-1.0
4.3
4.0
3.3
3.2
4.4
0.5
0.1
Catatan: Arus perdagangan yang diproyeksikan berkaitan dengan akun nasional yang mungkin terlalu tinggi menyatakan pergerakan sebenarnya dalam volume perdagangan dan kurang menyatakan pergerakan harga akibat selisih seri harga. Surplus neraca pembayaran diperkirakan akan mengecil pada 2010 dan 2011, dengan pemulihan harga komoditas dan impor membawa neraca berjalan mendekati keseimbangan (balance)
Surplus Neraca Pembayaran diperkirakan akan mengecil selama 2010 dan 2011, sementara tetap memiliki surplus atau mendekati surplus, mendukung akumulasi cadangan lebih lanjut (Tabel 6) Neraca berjalan diperkirakan akan bergerak menuju keseimbangan melalui cakrawala prakiraan karena surplus dari perdagangan dan current transfers hampir seluruhnya diseimbangkan oleh perluasan defisit pendapatan. Defisit pendapatan diperkirakan akan meluas secara penuh karena adanya repatriasi laba yang lebih besar pada pemegang saham asing, karena nilai minyak dan gas, batubara dan CPO output meningkatkan produksi dan harga energi dunia yang relatif tinggi. Pengiriman uang (remittance) dari tenaga kerja Indonesia yang berkerja di luar negeri diharap akan stabil. Net investasi langsung kemungkinan akan naik, didasari oleh pertumbuhan domestik yang kuat dan peningkatan kondisi keuangan internal. Yang menyeimbangan hal ini adalah proyeksi surplus yang segaris lebih rendah dalam investasi portfolio, dengan penduduk domestik terus melakukan investasi ulang dalam saham dan pasar hutang asing, dan Pemerintah menghadapi amortisasi SUN yang lebih tinggi. Namun, alur masuk investasi portfolio baik dalam kelas jangka menengah dan jangka panjang diperkirakan akan tetap kokoh, dengan asumsi tidak ada kemunduran kegiatan transaksi akhir-akhir ini.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
19
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
T abel 6: S urplus B oP diperkirakan akan mengecil melalui angka perkiraan berikut, ditandai dengan menurunnya s urplus nerac a berjalan
(milyar USD) Balance of Payments Current Account Trade Balance Income Balance Transfers Balance
2007
2008
2009
2010
2011
12.7
-1.9
12.5
6.2
4.7
10.5
0.1
10.8
2.7
0.9
20.9 -15.5 5.1
9.9 -15.2 5.4
21.2 -15.2 4.8
14.0 -16.4 5.1
13.7 -18.2 5.4
Menjaga Momentum
Selama 2010, kewajiban pendanaan eksternal Indonesia adalah sebesar USD 29.3 milyar (Tabel 7). Selama masa yang sama, proyeksi perdagangan dan arus modal yang berkaitan dengan investasi ditambah net pembelian aset lancer (liquid), menghasilkan proyeksi net arus masuk berkisar USD 35.6 milyar. Digabungkan, maka surplus BoP adalah sekitar USD 6.2 milyar, konsisten dengan proyeksi yang dipaparkan dalam Tabel 6.
Asumsi yang mendasari proyeksi ini relatif konservatif dengan tren-tren terbaru. 95 persen tingkat roll-over pada SBI lebih rendah daripada tingkat yang direalisasikan selama tahun 2009 dan BI dapat mengurangi stok SBI Capital & Financial Accounts 3.6 -1.9 4.1 3.5 3.8 yang diterbitkan. 90 persen tingkat roll-over untuk hutang Capital Account 0.5 0.3 0.1 0.3 0.3 swasta berjangka pendek mencerminkan kondisi kredit Financial Account 3.0 -2.2 4.0 3.2 3.5 global yang masih mengalami pemulihan ditambah Direct Investment 2.3 3.4 2.0 2.5 2.7 penurunan skala beberapa proyek setelah adanya Portfolio Investment 5.6 1.7 10.5 6.6 6.8 perlambatan global dan harga komoditas yang lebih Other Investment -4.8 -7.3 -8.5 -5.9 -6.0 rendah. Tingkat roll-over ini dapat dibandingkan dengan Foreign Reserves (a) 56.9 51.6 66.1 69.6 tingkat roll-over yang positif dalam total hutang eksternal (a) Nilai rata-rata cadangan devisa 2010 selama Q1. Sumber: dengan semakin banyak hutang yang diterbitkan daripada BI dan proyeksi Bank Dunia. yang jatuh selama 2009 (Grafik 39).
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
20
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
T abel 7: Indones ia s aat ini menjadwalkan bahwa pembiayaan dari luar yang dibutuhkan 12 bulan mendatang s ebanyak Tabel 8: P royeks i s umber pembiayaan menymbang s urplus 29.3 milyar US D pada B OP s ebes ar 6 milyar US D
(milyar USD)
(milyar USD)
EXTERNAL FINANCING NEEDS
PROJECTED EXTERNAL FINANCING SOURCES
29.3
Maturing short-term FCU private debt
9.9
Am ortization of m edium and long-term FCU debt
6.9
Private (a)
3.2
Short-term IDR liabilities to non-residents
14.0
Net income and transfers balance
-11.3
Net FDI Inflow s
2.5
Official Foreign Financing
8.6
Am ortization of m edium and long-term IDR debt to non-residents
2.7
Trade balance
10.0
Public
35.6
Current account balance
-2.1
Draw ings
4.4
Repayments
.8
-6.5
New Debt Issuances
30.8
(a) kecuali hutang stdanstill 6.5 milyar USD . Sumber: BI dan Short-Term Debt Instruments World Bank
18.8
Public (SBIs) (a)
7.1
Private (notes)
G rafik 39: T ingkat perputaran (roll-over) hutang luar negri Indones ia c ukup tinggi dis epanjang tahun 2009
(pembayaran kembali principal bulanan dan issuances) 8
USD billion
USD billion
8 6
Issuance 4
4
2
IDR debt (b)
1.0
FCU debt
10.6
o/w loans
Cumulative net Issuance 6
11.6
2
0
0
-2
-2
12.5
o/w trade credits (c)
-3.5
Medium and Long-Term Bonds
12.0
Public (SUN)
5.5
Foreign investment in IDR bonds (d)
2.0
FCU bonds
3.5
Private (bonds) Non-residents' net purchases of debt and equity on secondary m arkets (e)
6.5
Public (SUN and SBIs)
2.9
Private (debt and equity)
-4 Jan
Mar
May
Jul
Sep
Sumber: BI dan Bank Dunia
3.0
Net investm ent offshore by residents (f)
-4.3
o/w outflow s on currency and deposits (f,g)
Repayment -4 Nov
5.9
.0
(a) dengan asumsi 95 persen tingkat roll-over; (b) asumsi 90 persen tingkat roll-over; (c) diperkirakan naik dengan peningkatan arus perdagangan; (d) dengan asumsi 18 persen kepemilikan asing dalam SUN baru (government IDR bonds); (e) mencerminkan net pembelian aset domestik oleh pihak asing; (f) negatif mencerminkan arus keluar; dan (g) mencerminkan penduduk memindahkan aset kembali dari rekening bank asing. Proyeksi Bank Dunia.
b. Inflas i k emungk ina n ak a n teta p modera te s ela ma paruh pertama tahun 2010, meningk a t da la m ba gia n ak hir ta hun Inflasi pada tahun 2010 kemungkinan akan tetap lamban pada paruh pertama tahun ini sebelum mulai bangkit memasuki 2011
Tingkat inflasi tahunan untuk 2010 kemungkinan akan sekitar 5.4 per cent, menuju target tinggi BI yaitu 5.0 persen (± 1 persen). Tingkat inflasi bulanan diperkirakan akan moderat memasuki pertengahan 2010 sejalan dengan musim panen domestik pada bulan Maret dan April memenuhi kekurangan pasokan dan menekan harga pangan dan meningkatkan kondisi pertumbuhan untuk komoditas global menguraikan sebagian pertumbuhan dalam harga global menjelan pergantian tahun. Yang juga akan membatasi inflasi adalah berlanjutnya penjalaran apresiasi Rupiah pada tahun 2009 memasuki harga retail domestik. Paruh kedua tahun 2010 kemungkinan akan mengalami outcome inflasi yang lebih kuat, yang didorong oleh peningkatan harga inti dan administered (proyeksi ini mengakomodir beberapa peningkatan tariff listrik). Prakiraan akselerasi PDB sejak pertengahan 2010 kemungkinan akan meningkatkan kapasitas pemanfaatan, menyokong pertumbuhan harga sementara kurs yang lebih stabil akan lebih banyak melihat pendorong inflasioner dari harga tradable.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
21
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 40: E ks pektas i inflas i mengindikas ikan kenaikan inflas i pada pertengahan 2010
(ekspektasi inflasi dalam 6 bulan; inflasi year-on-year) 200
180
Index
Per cent
Fresh Food inflation (RHS)
24
16 Inflation expectations (LHS)
160
8 Inflation (RHS)
140 Aug-07
0 Aug-08
Aug-09
Menjaga Momentum
Ekspektasi inflasi terus meningkat memasuki awal 2010, mencapai tingkat tertingginya sejak Oktober 2008. Ekspektasi yang lebih tinggi tentang harga pangan 6 bulan ke depan, sejalan dengan harga bahan pangan aktual yang lebih tinggi mendorong peningkatan ini dengan ekspektasi harga lainnya termasuk perumahan, transportasi dan baju menurun. (G rafik 40 ). Apabila ekspektasi inflasi keseluruhan mencerminkan gerakan yang setara dalam pergerakan harga makanan maka penguraian kenaikan harga pangan seharusnya berujung pada ekspektasi inflasi yang mungkin berimplikasi pada permintaan gaji dan tekanan pada harga upstream. Inflasi yang dialami oleh rumah tangga miskin kemungkinan akan tetap berada di atas headline rate selama tahun 2010, dengan rata-rat sekitar 6.8 persen karen rumah tangga ini kurang mendapatkan keuntungan dari kurs yang naik dan yang lebih terpapar pada kenaikan harga bahan pangan akhir-akhir ini.
Aug-10
Data ekspektasi inflasi berdasarkan survei oleh BI tentang ekspektasi konsumen pada pergerakan harga selama 6 bulan ke depan. Garis ini dimajukan 6 bulan sehingga pengamatan terakhir, untuk Januari nampak sebagai juli 2010. Sumber: BI and BPS via CEIC
Pada tahun 2011, akselerasi permintaan domestik dan dunia diperkirakan akan berlanjut dan bagi beberapa komoditas dan terutama di kawasan ini, memberikan tekanan pada beberapa harga. Namun overhang dari perlambatan global 2008-2009 pada penggunaan kapasitas global seharusnya terus membatasi pertumbuhan harga memasuki 2011, membatasi peningkatan inflasi menjdi 6 person.
c . P erk embanga n domes tik telah mengha s ilk an res ik o downs ide da lam panda nga n Indones ia k e depan s ementa ra lingk unga n ek s terna l da pa t menja di lebih menduk ung da ripada perk ira an pa da a k hir 2009 Prospek resiko yang akan terjadi pada perekonomian Indonesia berimbang dengan prospek perbaikanya
Setelah periode bergejolak selama krisis keuangan global, pandangan ke depan untuk sektor eksternal Indonesia telah menjadi lebih positif dalam beberapa bulan terakhir. Sementara masih ada resiko – terutama pada ekonomi global – hal ini nampaknya mulai menghilang. Beberapa perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini masih lebih kuat daripada yang diperkirakan sebelumnya, beberapa kesenjangan internasional mengalami stabilisasi dan prakiraan pertumbuhan internasional secara umum telah direvisi menjadi lebih tinggi. Namun beberapa ketidakpastian tetap ada, terutama sejalan dengan ekonomi utama mulai menarik stimulus fiskal dan moneter pada tahun 2010. Permasalahan hutang negara masih menjadi resiko namun tampaknya tidak banyak penularan dari negara yang berada di bawah tekanan ke negara yang fundamentalnya lebih kuat. Resiko pasar keuangan domestik juga nampaknya telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir dengan roll-over rates SBI tetap berada di tingkat yang tinggi, pemerintah terus memenuhi target penerbitannya dengan harga yang lebih baik dan modal asing terus memasuki pasar aset domestik. Sementara perdebatan tentang pelaksanaan pengendalian modal terhadap kepemilikan asing atas instrumen pasar keuangan berjangka pendek nampaknya telah agak menghilang sejak akhir 2009.
Resiko inflasi sepertinya tidak terlalu signifikan
Ketidakpastian tentang bentuk dan kekuatan dari pemulihan global dalam 2010 dan 2011 menjadi resiko bagi prakiraan inflasi. Kepulihan yang lebih kuat daripada perkiraan dalam permintaan dunia atau penyejajaran ulang yang signifikan dalam nilai tukar mata uang mungkin akan mendorong harga komoditas ke atas dimana hal ini akan berdampak baik pada harga impor maupun ekspor. Di sisi domestik, ambisi BI untuk naiknya pertumbuhan kredit sebesar 15-17 persen (diturunkan dari target 20 persen pada Desember) mungkin mendukung permintaan domestik dengan cara yang menekan harga konsumen. Pada akhirnya, kemungkinan tariff listrik yang lebih tinggi atau penyesuaian harga yang tinggi memberikan resiko yang paling besar yaitu inflasi headline IHK pada cakrawala prakiraan namun kepentingan dari peningkatan ini mungkin terbatas sejauh bahwa peningkatan ini hanya berujung pada peningkatan tingkat harga yang terjadi sekali saja dibandingkan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
22
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
dengan kenaikan ekspektasi inflasi yang persisten dan tingkat inflasi dasar. Pada sisi downturn kondisi pertumbuhan yang semakin baik serta peningkatan tanaman panen baik secara domestik dan internasional untuk komoditas pangan mungkin lebih jauh mempengaruhi inflasi harga bahan pangan dibanding biasanya. Secara keseluruhan, resiko pada prospek inflasi sepertinya tidak terlalu signifikan. Perkembangan politik dapat menciptakan ketidakpastian dalam pasar keuangan dan peningkatan yang lamban dalam iklim investasi
Selain itu, perkembangan politik sejak akhir 2009 terutama penyelidikan tentang talangan Bank Century, telah mulai memunculkan beberapa pertanyaan tentang penjadwalan dan dalamnya reformasi dan peningkatan ke depan untuk kondisi untuk para investor dan perusahaan, dengan potensi resiko downside pada kondisi dan pertumbuhan investasi. Hingga saat ini, perkembangan politik nampaknya tidak berdampak signifikan pada persepsi investor pasar keuangan.
Apabila semua resiko upside terjadi maka PDB dapat menjadi ¾ persen lebih tinggi
Analisa skenario mengindikasikan serangkaian outcome PDB Indonesia yang berpotensi terjadi apabila resiko upside atau downside menjadi realitas (Tabel 9 dan Grafik 41). ‘Skenario pertumbuhan pesat’ untuk pemulihan yang lebih cepat dalam ekonomi global, mendukung akselerasi harga ekspor. Skenario ini juga mempertimbangkan kondisi domestik yang lebih kuat dengan peningkatan keyakinan investor dan konsumen mempercepat kredit dan arus masuk modal mengapresiasikan Rupiah. Di dalam skenario ini, pertumbuhan PDB adalah berkisaran ¾ dai satu persen di atas skenario referensi yang dipaparkan di atas (Tabel 9) selama 2010 dan 2011.
T abel 9: Has il alternative untuk variabel utama
G rafik 41: …dan berdampak terbes ar pada pertumbuhan 2010
(persentase pertumbuhan tahunan; tingkat valuta)
(perubahan persentase tahunan)
MTP*
Credit
Export Rupiah prices (USD/IDR)
7
GDP
2010 Reference
4.3
17
1.0
9400
5.6
Low
3.1
14
0.8
11000
5.0
High
4.7
18
7.2
8500
6.2
Reference
4.0
25
5.7
9400
6.2
Low
1.7
15
4.1
10000
5.6
High
4.9
31
14.8
9000
6.4
Per cent
Per cent
7
Low High Reference 6
6
5
5
4
4
2011
* rata-rata tujuan ekspor utama dengan pembobotan. Sumber: CEIC, Consensus Forecasts Inc. and Bank Dunia. Apabila semua resiko downside menjadi kenyataan maka PDB bisa menjadi 1¼ persen lebih rendah
3 2002 2004 2008 2006 Sumber: BPS via CEIC dan Bank Dunia
3 2010
Skenario ‘pertumbuhan rendah’ mengasumsikan dampak dari rebound pada pertumbuhan mitra dagang dan harga komoditas hanya sementara, dan bahwa iklim penanaman modal domestik yang lebih lemah membuat pertumbuhan kredit melemah. Skenario ini mengrangi hingga 1¼ percentage points dari pertumbuhan PDB dai 2010 ke 2010 sehubungan dengan skenario referensi.
d. P a da ta hun 2010 pendapata n diperk ira k an a k a n pulih s ejalan dengan ek onomi globa l ya ng bangk it k embali Pendapatan diperkirakan akan mengalami akselerasi pada tahun 2010, sejalan dengan PDB nominal
Total pendapatan pada 2010 diperkirakan akan meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun 2009, meningkat sekitar 16 persen sebagai hasil ekpektasi PDB nominal yang lebih kuat dan peningkatan yang kontinyu dalam kapasitas kantor Pajak mengumpulkan pajak Pemetaan pendapatan pajak lazimnya lebih dekat dengan PDB nominal, diperkirakan akan tumbuh sebesar 18.1 persen. Penerimaan pajak minyak dan gas diharapkan akan tetap relatif tertahan dengan sedikit kenaikan dalam asumsi harga minyak diseimbangkan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
23
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
oleh perubahan ekspektasi produksi. Secara keseluruhan, pajak pendapatan non-minyak yang tetap mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2009, diperkirakan akan mendemonstrasikan kekuatan khusus dengan meningkatnya laba korporat, gaji dan sektor pekerjaan formal sejalan dengan kepulihan ekonomi dan harga komoditas yang lebih tinggi. Namun demikian, peningkatan pajak pendapatan mungkin akan lebih rendah sebagai hasil dari kerugian usaha dan modal selama tahun 2009. Pendapatan VAT (pajak nilai tambah) diperkirakan akan meningkat kembali sebesar sekitar 16 persen mengikuti kepulihan kepercayaan konsumen dan perkiraan bahwa belanja barang non-kebutuhan atau discretionary goods, dimana umumnya VAT berlaku akan kembali ke tingkat sebelum tahun 2008. Pajak perdagangan internasional diperkirakan akan kembali pulih dengan kuat sebesar 25 persen dari tahun 2008 yang lemah dengan cakrawala internasional yang meningkat dan harga CPO (minyak sawit mentah) yang meningkat. Pendapatan non-pajak diperkirakan akan lebih kuat daripada perkiraan sebelumnya karena pendapatan dari sumber minyak & gas yang lebih tinggi daripada perkiraan. Hal ini sebagian dapat dijelaskan dengan asumsi harga minyak yang lebih tinggi dan ekspektasi bahwa pendapatan gas akan tetap kuat dalam memenuhi permintaan, terutama secara eksternal. Pemerintah telah mengalokasikan dana tambahan untuk mendorong eksplorasi gas sebagai upaya untuk memenuhi permintaan yang meningkat. Pertumbuhan dalam pendapatan non-pajak lainnya secara luas tetap sejalan dengan ekspektasi sebelumnya. Kebijakan fiskal akan terus memberikan stimulus pada ekonomi pada tahun 2010 namun tidak sebesar pada tahun 2009
Kebijakan fiskal akan terus memberikan stimulus pada ekonomi pada tahun 2010 namun pada tingkat yang lebih lambat daripada yang diamati pada tahun 2009 (stimulus fiskal yang diumumkan sejumlah IDR 36.3 trilyun atau 0.6 persen dari PDB dibandingkan dengan IDR73.3 trilyun atau 14 persen pada tahun 2009). Seperti stimulus tahun 2009, mayoritas paket akan berberbentuk insentif pajak dengan bagian yang lebih kecil akan diberian dalam bentuk belanja tambahan. Reformasi pajak meneruskan reformasinya dengan tujuannya baik untuk mendukung kegiatan yang riil maupun menvapai target tingkat kepatuhan pajak yang lebih tinggi. Pada tahun 2010, pemerintah mengundangkan penurunan tingkat pajak perusahaan menjadi 25 persen dari 28 persen yang diperkirakan akan mengurangi penerimaan pajak pendapatan. Selain itu, perusahaan yang mendaftarkan lebih dari 40 persen saham mereka dalam pasar saham , terdapat penurunan tambahan 5 persen dalam nilai pajak pendapatan. Reformasi pajak lainnya meliputi peniadaan pajak barang mewah untuk beberapa industri manufaktur high-end. Pemerintah mengharapkan bahwa pendapatan yang hilang melalui tindakan stimulus ini akan diseimbangkan oleh upaya kantor Pajak untuk mengumpulkan pendapatan yang lebih banyak melalui administrasi dan kepatuhan wajib pajak yang lebih baik.
Pandangan ke depan yang lebih kuat untuk pendapatan dan peningkatan belanja yang tidak terlampau besar telah menurunkan pandangan tentang defisit anggaran ke depan …
Perubahan dalam asumsi anggaran dalam anggaran hasil revisi kemungkinan besar akan meningkatkan belanja sebesar 3 persen dibandingkan dengan anggaran 2010 yang disetujui pada 2009. Perubahan utama meliputi asumsi harga minyak yang lebih tinggi dan pengubahan harga energi yang ditangguhkan yang meningkatkan alokasi untuk subsidi energi dan proyeksi pembagian pendapatan sumberdaya alam yang lebih tinggi dengan pemerintah daerah. Dengan asumsi bahwa tren luas dai beberapa tahun terakhir ini berhubungan dengan pelaksanaan anggaran oleh kementerian negara yang meningkat secara bertahap tetap berlanjut selama tahun 2010, total belanja diproyeksikan hanya akan meningkat sebesar 3 persen. Pendapatan above-budget dan belanja below-budget mungkin menghasilkan defisit anggaran sedikit di atas 1 persen PDB, jauh di bawah defisit revisi anggaran yang diajukan pemerintah sebesar 2.1 persen PDB dan proyeksi awal sebesar 1.6 persen dari PDB. Dibandingkan dengan pandangan ke depan Desember, pendapatan diperkirakan akan lebih kuat pada tahun 2010 dengan adanya outcome yang kuat untuk pendapatan pada Desember (bahkan dengan pembayaran mundur satu kali) dan pengharapan akan PDB nominal yang lebih cepat. Pengharapan tentang belanja sedikit berubah.
… namun pemerintah telah meningkatkan proyeksi defisitnya menjadi 2.1 persen dari PDB, didorong oleh ditangguhkannya
APBN-P 2010 yang diajukan pemerintah memproyeksikan defisit yang lebih besar yaitu 2.1 persen dari PDB. Sejalan dengan naiknya harga minyak global sejak Q3 2009, anggaran mengasumsikan harga rata-rata yang lebih tinggi dan inflasi yang segaris lebih tinggi. APBN-P meningkatkan belanja sebesar IDR 57 trilyun dengan subsidi mewakili dua-pertiga dari peningkatan setelah penangguhan reformasi harga energi dan proyeksi
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
24
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
reformasi biaya energi dan tambahan stimulus pemotongan pajak dan belanja
Menjaga Momentum
harga minyak yang lebih tinggi dengan 20 persen lagi akan ditransfer ke pemerintah daerah selaras dengan proyeksi pendapatan yang lebih tinggi (juga berkaitan dengan asumsi harga minyak yang lebih tinggi). Sisa 13 persen akan dialokasikan pada prioritas program yang diidentifikasikan dalam Rencana Program Jangka Menengah (RPJM 20102014) yang diumumkan pada bulan Februari.
T abel 10: Defis it pada tahun 2009 lebih kecil dari perkiraan, didorong oleh kekuatan pendapatan pemerintah. P ada tahun 2010 defis it diproyeks ikan akan berkurang menjadi 1.1 pers en P DB
(pendapatan dan belanja pemerintah pusat) 2007
2008
2009
2010
Actual
Actual
Actual (prelim.)
Budget
2010 Proposed Revised Budget
2010 (p) WB Estimate
A. State revenues and grants 1. Tax revenues a. Domestic tax i. Income tax - Oil and gas - Non oil and gas ii. Other domestic taxes b. International trade tax i. Import duties ii.Export tax 2. Non tax revenues o/w natural resources i. Oil and gas ii. Non oil and gas
707.8 491.0 470.1 238.4 44.0 194.4 231.6 20.9 16.7 4.2 215.1 132.9 124.8 8.1
981.6 658.7 622.4 327.5 77.0 250.5 294.9 36.3 22.8 13.6 320.6 224.5 211.6 12.8
868.9 641.4 622.7 317.6 50.0 267.6 305.1 18.7 18.1 0.6 226.4 137.9 125.7 12.2
949.7 742.7 715.5 351.0 47.0 303.9 364.6 27.2 19.6 7.6 205.4 132.0 120.5 11.5
974.8 733.2 710.3 356.0 54.7 301.4 354.3 22.9 17.3 5.6 239.9 160.5 149.0 11.5
1,002.4 757.4 734.0 381.8 62.6 319.2 352.2 23.4 19.8 3.6 245.1 166.5 153.5 13.0
B. Expenditures 1. Central government - Personnel - Material expenditure - Capital expenditure - Interest payments - Subsidies - Grants expenditure - Social expenditure - Other expenditures 2. Transfers to the regions
757.9 504.6 90.4 54.5 64.3 79.8 150.2 0.0 49.8 15.6 253.3
985.7 693.4 112.8 56.0 72.8 88.4 275.3 0.0 57.7 30.3 292.4
956.4 647.8 127.7 79.6 74.5 93.8 159.5 0.0 73.8 38.9 308.6
1,047.7 725.2 160.4 107.1 82.2 115.6 157.8 7.2 64.3 30.7 322.4
1,104.6 770.4 162.4 110.7 88.1 112.5 199.3 0.0 67.9 29.5 334.3
1,085.5 752.3 155.9 106.2 88.1 106.8 204.4 0.0 64.3 26.5 333.1
29.7
84.3
6.4
-98.0
-17.4
23.8
(50.1) (1.3)
(4.1) (0.1)
(87.4) (1.6)
(98.0) (1.6)
(129.8) (2.1)
(83.0) (1.3)
3,957.4 6.3 6.6 9,419 8.0 78.0 909
4,954.0 6.1 11.1 9,691 9.3 97.0 931
5,613.4 4.5 2.8 9,408 7.6 61.6 952
5,981.4 5.5 6.5 10,000.0 6.5 65.0 965
6,259.7 5.5 7.0 9,500.0 7.0 77.0 965
6,530.7 5.6 5.7 9,400 6.5 78.3 965
C. Primary balance D. SURPLUS / DEFICIT Deficit (per cent of GDP) Economic assumptions/outcomes Gross domestic product (GDP) Economic growth (per cent) Inflation (per cent) Exchange rate (IDR/USD) Interest rate of SBI (average %) Crude oil price (USD/barrel) Oil production ('000 barrels/day) Sumber: MoF dan Bank Dunia Proyeksi defisit yang lebih besar untuk tahun 2010 dapat dipenuhi dengan mudah oleh surplus pendanaan pemerintah tahun 2009
Pemerintah dapat mempergunakan surplus pendanaan 2009 untuk mendanai defisit anggarannya yang meluas. Pada awal Maret, pemerintah telah sangat maju dalam mengisi rencana pendanaan bersumber pasarnya, dengan menjual obligasi Rupiah konvensional sejumlah IDR 27.3 trilyun dan IDR 10 trilyun obligasi Rupiah Syariah dan USD 2 milyar obligasi USD. Harga yang diperoleh dari penjualan telah naik signifikan dibandingkan setahun yang lalu dengan perubahan yang paling kontras untuk penjualan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
25
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
USD bond 5 lathun yang terjual dengan rata-rata penghasilan berbobot 6 persen, turun 450 bps dalam setahun. Dengan penjualan akhir-akhir maka pemerintah dapat menurunkan rata-rata penghasilan portfolio obligasi outstanding, meskipun rata-rata jatuh tempo juga telah menurun. Jatuh tempo yang lebih singkat dalam penerbitan baru dan obligasi yang masih berjalan dari penerbitan sebelumnya memiliki implikasi kebutuhan pendanaan yang signifikan selama tahun-tahun mendatang. Selama sisa tahun 2010, pemerintah berencana untuk melakukan samurai offering baru dalam pasar JPY dan offering sukuk global. Karena akses pemerintah Indonesia pada pendanaan komersial dengan penghasilan yang menurun dan masa jatuh tempo yang semakin lama, pemerintah sebelumnya tidak perlu menggunakan sarana dukungan belanja publik selain penerbitan samurai bonds. Meskipun wawasan pada awal 2010 mengindikasikan kondisi pasar keuangan akan tetap mendukung Indonesia selama sisa tahun namun fasilitas tersebut tetap ada untuk mendukung pemerintah apabila diperlukan. Kebutuhan pendanaan Indonesia yang lebih besar pada 2010 harus dapat dengan mudah dipenuhi dengan surplus pendanaan 2009 T abel 11: K ebutuhan pendanaan yang lebih bes ar pada 2010 harus dapat dengan mudah dipenuhi dengan s urplus pendanaan 2009
(trilyun rupiah kecuali bila disebutkan) 2010 (projections)
2005
2006
2007
2008
2009
-50.8 65.2
-49.9 79.1
-30.0 79.8
-84.3 97.0
-6.4 93.8
-17.6 115.6
17.4 112.5
-23.8 106.8
45.9 18.2 1.9 -37.1 14.4
58.0 22.8 3.6 -52.7 29.1
55.9 14.4 4.9 -57.9 49.8
66.8 15.3 8.9 -63.4 12.7
63.7 10.9 12.0 30.1 87.4
77.4 --38.2 98.0
74.1 --38.3 129.8
77.4 8.9 11.0 37.9 83.0
Amortizations: C Commercial bonds [2] D Official external loans C+D Total am ortization:
19.7 12.3 32.0
23.6 13.6 37.2
34.4 19.6 54.0
40.6 25.4 66.0
47.9 28.2 76.1
-67.5 67.5
-72.8 72.8
37.1 63.4 100.6
Gross financing needs: A+B+C+D Total gross financing needs: (in billions of USD)
46.4 4.8
66.3 7.3
103.9 11.3
78.7 8.1
163.5 17.4
165.5 16.5
202.6 21.3
183.6 19.5
Financing sources: [3] Official borrow ing Total commercial bonds: Domestic banking Other Total gross financing sources: (in billions of USD)
28.1 22.6 -2.6 6.6 54.6 5.6
26.1 36.0 18.9 3.1 84.1 9.2
34.1 57.2 8.4 2.7 102.4 11.2
50.2 85.9 16.2 2.9 155.2 15.9
69.3 142.4 56.6 3.1 271.3 28.8
57.6 67.3 7.1 1.2 133.2 13.3
72.3 69.2 45.5
9.16% 11.74% 8.04% 9.47% 7.60% 31.9% 33.1% 28.6% 23.9% 20.5% 9,751 9,141 9,164 9,757 9,408 3.7% 6.9% 8.0% 11.8% 14.8%
6.50%
Net financing needs: A Primary deficit B Total interest payments of which:[1] Total commercial bonds: Variable interest rate USD-denominated Official external loans A+B Overall deficit:
M emo items: Variable interest rate (SBI-90 day rate) Share of bonds at variable interest rate IDR/USD exchange rate Share USD bonds (prevailing exchange rate)
APBN RAPBN-P WB
10,000
187.0 19.7
7.00% 6.50% 9,500
9,400
[1] Pembayaran bunga per komponen mungkin tidak terjumlah menjadi totalnya karan sumber data yang berbeda, penjadwalan dan permasalahan pembulatan. [2] Tidak ada obligasi USD yang jatuh tempo selama periode ini. [3] Proyeksi sumber pendanaan dalam italics diambil dari APBN-P. Sumber: CEIC, Departemen Keuangan, proyeksi Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
26
B . B E B E R A P A P E R K E MB A N G A N T E R A K H IR D A L A M E K O N O MI IN DO N E S I A 1. P a k e t s ti m u lu s fi s k a l In do n e s ia Pembuat kebijakan di Indonesia dengan cepat menanggapi krisis global secara luas
Dari akhir tahun 2008 hingga tahun 2009, Indonesia dengan cepat bergerak menuju kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansioner dalam rangka mendukung kegiatan domestik dalam menghadapi pengaruh harga eksternal yang merugikan dan goncangan permintaan yang muncul akibat krisis ekonomi dan pengetatan kredit internasional. Bank sentral Indonesia, mulai melonggarkan kebijakan moneter sejak November 2008, dengan kelonggaran umum yang meliputi penurunan tingkat kebijakannya sebesar total 300 basis points. Sementara itu Pemerintah Indonesia aktif dalam melonggarkan kebijakan fiskal dengan paket stimulus fiskal yang disetujui oleh DPR pada bulan Februari 2009.
Paket stimulus fiskal Indonesia setara dengan 1.4 persen dari PDB
Stimulus fiskal bernilai sekitar Rp 73.3 trilyun pada tahun 2009 atau 1.4 persen dari PDB Indonesia. Stimulus ini dirancang untuk menyokong daya beli konsumen, melindungi sektor bisnis dari perlambatan global dan menciptakan lapangan kerja sebagai mitigasi dampak hilangnya pekerjaan di sektor swasta. Meskipun relatif kecil jumlahnya; ukuran paket tersebut cukup lazim ditemukan di antara ekonomi regional lainnya.
.. sebagian besar dalam bentuk potongan pajak
Namun paket stimulus Indonesia berbeda karena besarnya alokasi dalam bentuk potongan pajak – sekitar Rp 61 trilyun dialokasikan untuk potongan pajak pendapatan dan perusahaan dibdaningkan dengan Rp 12 trilyun untuk peningkatan belanja infrastruktur dan lainnya pada 2009. Dengan permasalahan pencairan belanja yang lamban dan terlambat, pemberatan pada potongan pajak dimaksudkan untuk memaksimalkan dampak stimulus ini pada ekonomi. (Untuk perincian lebih lanjut tentang paket stimulus silahkan melihat Kotak 1 dalam Indonesia’s Economic Quarterly Juni 2009.). a . B a ga ima na dampak ek onomi da ri pak et s timulus fis k a l da pa t diuk ur?
Estimasi dari multiplier fiskal memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tentang besaran dampak dari kebijakan ekspansioner terhadap ekonomi
Multiplier fiskal seringkali dipergunakan untuk menilai dampak kebijakan fiskal pada ekonomi. Multiplier fiskal adalah rasio perubahan dalam pertumbuhan ekonomi (output) dibdaningkan perubahan kebijakan fiskal baik melalui potongan pajak atau belanja pemerintah. Multiplier ini dapat diperkirakan pada titik waktu setelahnya yang berbedabeda sejak implementasi perubahan kebijakan. Multiplier fiskal dapat memberikan informasi bagi para pembuat kebijakan seberapa jauh kebijakan ekspanioner seharusnya dilakukan. Ekspansi yang terlalu besar dapat memicu resiko inflasioner dan dapat memunculkan kekhawatiran tentang kesinambungan fiskal yang padda akhirnya dapat merugikan potensi pertumbuhan; ekspansi yang terlalu kecil tidak akan mampu mencapai tujuan para pembuat kebijakan untuk melawan siklus pada masa krisis.
Banyak perdebatan tentang besaran multiplier fiskal namun beberapa studi menemukan bahwa multiplier belanja cenderung lebih tinggi dibdaningkan multiplier pajak dan multiplier keseluruhan cenderung lebih kecil pada ekonomi yang lebih kecil dan berpendapatan lebih rendah
Banyak perdebatan tentang besaran multiplier fiskal, bahkan di Negara maju, dengan ukuran dampak kebijakan ekspansioner menjadi semakin tidak menentu selama pelambatan ekonomi. Namun, dari serangkaian studi dan kasus negara, terdapat beberapa pesan umum. 1) Pertama, multiplier fiskal cenderung lebih rendah dari satu dan sebagai peraturan pedoman umum besarnya adalah antara 1 dan 0.5 untuk negara berukuran menengah dan 0.5 atau kurang bagi negara kecil dan terbuka. 2) Kedua, multiplier untuk negara berpendapatan lebih rendah cenderung lebih kecil, namun estimasi ini tidak terlalu akurat karena berdasarkan data yang terbatas. 3) Ketiga, secara umum, multiplier belanja cenderung lebih tinggi dibdaningkan dengan multiplier pajak. Hal ini konsisten dengan pdanangan bahwa dampak belanja pemerintah lebih langsung terhadap ekonomi dibdaningkan dengan pengurangan pajak yang lebih banyak bergantung pada respon perilaku konsumen dan dunia usaha. 4) Keempat, multiplier belanja modal cenderung lebih tinggi dibdaningkan belanja rutin. Misalnya, dalam krisis saat ini, pada bulan Maret 2009 IMF menyediakan serangkai multiplier sebagai pedoman bagi pembahasan Menteri Keuangan G20 dimana multiplier belanja, tidak termasuk belanja modal, berkisar dari 0.3 hingga 1. Multiplier belanja modal kisarannya lebih tinggi yaitu 0.5 hingga 1.8. 5) Kelima, perbedaan khusus lembaga ekonomi dan sistem anggaran suatu Negara dapat menghasilkan ukuran multiplier dengan rentang ukuran yang sangat luas. 27
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Studi terkini menemukan bahwa di Indonesia multiplier untuk belanja fiskal lebih tinggi dibdaningkan untuk pajak namun multiplier pajak lebih efektif dalam menstabilkan dampak dari goncangan permintaan yang besar
Suatu studi1 yang mempelajari efektifitas kebijakan fiskal baik melalui kebijakan discretionary dan penstabil otomatis (automatic stabilizer), di negara Bangladesh, Cina, Indonesia, dan Filipina menggunakan model simulasi makro-ekonomi structural. Efektifitas kebijakan discretionary dievaluasi berdasarkan ukuran multiplier jangka pendek dan menengah dalam tiga skenario: i) peningkatan belanja pemerintah tanpa sasaran, ii) peningkatan belanja yang ditargetkan untuk belanja modal, iii) dan pengurangan pajak. Penstabil otomatis juga dianalisa dimana multiplier sisi belanja dan sisi pajak dibedakan. Bagi Indonesia, multiplier fiskal jangka pendek2 dari belanja pemerintah tanpa sasaran diestimasikan sebesar 0.22 (yaitu peningkatan 10 persen dalam belanja yang berkaitan dengan peningkatan PDB sebesar 2.2 persen), yang lebih kecil daripada peningkatan belanja modal namun lebih besar dari estimasi sebesar 0.76 untuk peningkatan belanja modal namun lebih besar daripada estimasi multiplier pengurangan pajak yaitu 0.16. Dari segi penstabil otomatis, ditemukan bahwa peningkatan belanja fiskal, meskipun ekspansioner tidak terlalu efektif dalam stabilisasi, tetapi pengurangan pajak yang yang kurang efektif sebagai instrumen ekspansioner lebih mampu menstabilisasi (yaitu lebih efektif dalam meratakan variabilitas PDB, misalnya yang terjadi akibat goncangan permintaan yang besar).
Data berfrekuensi tinggi dan pendekatan timeseries sederhana menghasilkan estimasi dampak yang lebih kecil dari kebijakan belanja yang lebih besar pada pertumbuhan PDB di Indonesia
Menggunakan dataset triwulan yang baru dan unik dari periode 1994-2009, analisa timeseries sederhana menghasilkan estimasi baru tentang hubungan antara belanja 3 pemerintah dan pertumbuhan PDB. Model estimasi tersebut adalah: ∆ GDP t = c + a ∆ GE
t,t-1,t-2, t-3,t-4
+ b ∆ GDP t-1 + d ∆ GR
t, t-1
Dimana c merupakan konstanta, GE adalah komponen belanja pemerintah yang relevan dengan masa tenggang waktu triwulan masing-masing (misalnya., t, t-1), dan GR adalah pendapatan pemerintah. Menggunakan pendekatan yang relatif sederhana ini akan menghasilkan arah korelasi antara belanja dan output daripada mengidentifikasikan dampak sebab-akibat secara khusus. Variabel pengendali untuk pendapatan pemerintah dimasukkan dalam setiap spesifikasi untuk mengisolir hubungan sebab-akibat, karena fokusnya adalah pada belanja pemerintah daripada perubahan dalam posisi fiskal. Ketiga spesifikasi yang dipergunakan adalah: 1)
2) 3) Hasil awal mengindikasikan bahwa peningkatan dalam belanja pemerintahan menyokong pertumbuhan PDB di Indonesia
Beberapa pendekatan untuk mengestimasi dampak belanja terhadap indikator output: a) Pertumbuhan belanja nominal terhadap indikator output riil disesuaikan dengan musim (seasonally adjusted) b) Pertumbuhan belanja nominal terhadap indikator output riil tidak disesuaikan dengan musim c) Pertumbuhan belanja riil (dengan deflasi Indeks Harga Konsumen atau CPI) terhadap indikator output riil yang disesuaikan dengan musim d) Belanja nominal terhadap indikator output nominal disesuaikan dengan musim Memberikan koefisien yang berbeda apabila output dibawah potensinya Mengizinkan pencairan yang jauh lebih tinggi pada setiap triwulan keempat
Dalam spesifikasi dasar (1), ditemukan bahwa peningkatan belanja pemerintah pusat sebesar 10 persen berhubungan dengan peningkatan PDB sebesar 0.2 persen (disesuaikan dengan musiman) dibdaningkan dengan tidak ada stimulus dalam triwulan tersebut. Dalam jangka waktu yang lebih panjang, dampak kumulatif yang mempertimbangkan koefisien dari dampak yang terlambat agak lebih kecil yaitu sedikit di atas 0.1 persen. Tidak ada efek yang signifikan saat variabel nominal ataupun real dipergunakan dalam spesifikasi alternatif. Dalam spesifikasi kedua, menggunakan suatu pengganti buatan dalam triwulan terakhir, mengindikasikan bahwa belanja yang dibebankan di belakang pada triwulan keempat memberikan dorongan tambahan pada pertumbuhan PDB sebesar 0.026 (yaitu tambahan 1
Ducanes, Geoffrey, et al (2006). Macroeconomic Effects of Fiscal Policies: Empirical Evidence from Bangladesh, China, Indonesia and the Philippines
2 3
Jangka pendek didefinisikan sebagai tahun saat kejadian dengan goncangan dan tahun setelahnya Merupakan analisa yang masih berjalan, angka-angka tersebut merupakan hasil awal
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
28
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
belanja 10 persen menaikkan PDB sebesar 0.26 persen). Selama setahun penuh, dengan mempertimbangkan kejadian triwulan keempat, dampak kumulatif dari peningkatan belanja sebesar 10 persen adalah kenaikan PDB sebesar 0.15 persen.
…terutama ketika output (PDB) di bawah potensinya
Uji spesifikasi terakhir tentang apakah belanja pemerintah memiliki dampak yang lebih besar ketika ekonomi berada di bawah potensinya. Variabel dummy disertakan dan sama dengan 1 apabila terdapat gap output negatif. Seri output ‘potensial’ diestimasikan menggunakan filter Hodrick-Prescott pada seri data PDB – metode statistik ini memiliki keterbatasan karena tidak menyertakan informasi ekonomi tentang stok sumberdaya yang tersedia untuk produksi, misalnya, selain output aktual, hal ini merupakan pendekatan yang lazim dipergunakan. Estimasi ini mengindikasikan bahwa pembelanjaan tambahan memang berdampak lebih besar pada PDB saat ekonomi memiliki cadangan kapasitas dengan variabel dummy signifikan pada angka 5 persen. Mempertimbangkan gap output meningkatkan estimasi dampak kumulatif dari tambahan belanja sebesar 10 persen menjadi 0.18 persen.
Belanja pegawai nampaknya memiliki dampak terbesar pada permintaan, khususnya dalam menyokong konsumsi swasta
Setelah mengestimasikan dampak belanja keseluruhan pada agregat PDB, menentukan bagian PDB yang paling terdampak dan aspek belanja pemerintah yang dampaknya terbesar pada PDB merupakan hal yang konstruktif. Misalnya, belanja kepegawaian akan diharapkan berdampak secara langsung pada konsumsi swasta dan hal ini memang ditemukan terjadi (dalam kaitannya dengan konsumsi yang tidak disesuaikan dengan musimnya; seperti yang diperkirakan karena belanja kepegawaian merupakan relatif stabil sepanjang waktu dan seasonally adjusted dapat lebih melancarkan dampak dari belanja pemerintah). Dengan memasukkan dummy musiman, belanja pegawai meningkat sebesar 0.5 persen setelah ada peningkatan belanja pemerintah sebesar 10 persen. Komponen lain dari belanja pemerintah tidak memiliki dampak tunggal pada PDB atau komponen output. Hal ini mungkin karena item belanja ini terlalu kecil dibdaningkan belanja pemerintah secara keseluruhan untuk memiliki dampak yang dapat diidentifikasikan pada PDB. Mungkin juga dikarenakan dampak belanja beroperasi pada serangkaian komponen dan hanya dapat dilihat jelas pada tingkat agregat.
Keterlambatan dalam proses anggaran dapat memperlambat dampak kebijakan pada ekonomi
Hasil awal ini mencerminkan proses penganggaran dan tantangan dalam pelaksanaan di Indonesia dimana pencairan dana terkonsentrasi pada bulan terakhir dalam tahun tersebut. Hal ini memicu pertanyaan tentang secepat apakah kebijakan fiskal mampu memberikan respon dengan struktur kelembagaan seperti saat ini, dimana ketepatan waktu dukungan untuk ekonomi bisa menjadi hal yang kritis dalam membatasi dampak pada lapangan kerja dan kesejahteraan rumah tangga, terutama dengan tenggang waktu antara keputusan untuk meningkatkan kebijakan belanja melalui proses penganggaran yang panjang sebelum memasuki ekonomi yang riil.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
29
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Tabel 12: Penggdana fiskal yang beragam di beberapa negara Method Blanchard and Perotti (2002) Cogan et al (2009)
Countries
Impact multiplier One quarter
One year
Quarterly structural VAR
US
Gov spending
0.8
0.5
Tax cut
0.7
0.7
New Keynesian simulation
US
Gov spending
1.0
0.7
Tax cut
1.0
0.9
27 Emerging
Gov spending
0.6
0.4
22 Advanced
Gov spending
0.4
0.7
Emerging Asia
Gov investment and transfer
Ilzetzki and Végh (2008)
Quarterly panel VAR
Freedman, Laxton, and Kumhof (2008)
Fiscal shock
Global Integrated Monetary and Fiscal (GIMF) model simulations with Taylor rule
0.7 0.4
Lump-sum transfer IMF (2008)
Panel regression
Ducanes, et al. (2006)
Emerging
Structural macroeconometric model
Indonesia
Gov spending
0.1-0.2
Tax cut
0.1-0.2
Gov spending 1 year
0.22
Capital spending 3 years
0.76
b. P enggunaa n multiplier fis k a l s eba ga i k ebijak a n s timulus fis k al Indones ia 2009 Multiplier fiskal yang relevan harus diterapkan pada setiap kebijakan stimulus
(pear on year growth in aggregate GDP) Per cent, yoy
Per cent, yoy
8
6
6
4
4
2
2 Post Stimulus
menges tima s i
dampak
Apabila diasumsikan bahwa semua multiplier pajak berkisar pada angka 0.3 dan multiplier belanja sekitar 0.5, maka diestimasikan bahwa PDB pada tahun 2009 sekitar 1 persen lebih tinggi daripada tanpa tindakan stimulus (Grafik 42) Grafik menunjukkan bahwa meskipun kebijakan stimulus efektif dalam membatasi parahnya perlambatan ekonomi, Indonesia tetap akan menghindari resesi tanpa tindakan stimulus tersebut.
Pre-stimulus
0 Dec-07
untuk
Multiplier fiskal dalam Tabel 12Tabel 12 dapat dipergunakan untuk membentuk estimasi kasar dari dampak paket stimulus fiskal pada pertumbuhan PDB selama 2009. Metodologi untuk menghitung dampak ekonomi riil dari stimulus membutuhkan penerapan multiplier fiskal yang relevan pada setiap kebijakan stimulus. Untuk mengestimasi dampaknya pada PDB riil, stimulus fiskal harus dideflasikan dengan indeks harga yang relevan (misalnya Indeks Harga Konsumen atau CPI atau PDB deflator) untuk melakukan konversi pada tingkat harga yang sama dengan seri PDB riil Indonesia saat ini. Misalnya, menggunakan multiplier 0.3 berarti bahwa untuk setiap Rp. 1 juta (riil) yang dibelanjakan oleh Pemerintah dalam tindakan tertentu, kegiatan ekonomi meningkat sejumlah Rp 300,000. Sisanya ditabung oleh para individu dan bisnis atau bocor ke luar negeri melalui impor.
G rafik 42: E s timas i dampak s timulus 2009 pada P DB
8
alat
0 Sep-08
Jun-09
Mar-10
Dec-10
Sumber: BPS dan Bank Dunia T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
30
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
2. Im pl e m e n ta s i k e b e r l a n ju ta n k e s e p a k a ta n p e d a g a n g a n be b a s A S E A N -C in a (AC F T A) Babak baru kesepakatan pemotongan tarif ACFTA dikhawatirkan berdampak negatif kepada para produsen Indonesia
Sejak diimplementasikannya kesepakatan pasar bebas ASEAN-China (ACFTA) pada Juli 2005, negara-negara ASEAN telah secara perlahan menurunkan tarif mereka terhadapa produk import China dan begitu juga sebaliknya. Kesepakatan ini pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejateraan negera-negara yang berpartisipasi dengan cara menurunkna harga yang dibebankan kepada konsumen maupun kepada produsen, memperluas akses ke pasar serta meningkatkan pilihan barang dan layanan yang tersedia. Penjadwalan pemotongan tarif yang dilaksanakan pada awal Januari tahun ini telah memicu kekhawatiran yang cukup meluas tentang membanjirnya barang impor murah dari China dan juga kaitannya dengan kemungkinan negatif terhadapa perekonomian Indonesia. Kenyataannya, penurunan tarif ini relatif kecil dan selaras dengan pemotongan tarif yang dilakukan oleh negara pendana tangan kesepakatan lainnya. Bahkan, sejak kesepakatan ini pertama dilaksanakan dan diikuti dengan penerapan pemotongan tarif, ekspor Indonesia dan impor dari Cina telah ikut juga meningkat secara signifikan. Berdasarkan hasil uji coba model ekonomi yang ada, secara umum kesepakatan ini justru mengindikasikan adanya efek manfaat kepada Indonesia, terutama melalui manfaat untuk menikmati harga yang yang lebih rendah, walaupun hal ini berefek pada berkurangnya surplus perdagangan Indonesia dan beberpa dampak pada output di beberapa sektor.
a . P a da awal ta hun 2010, Indones ia meneta pk a n pemotonga n ta rif lebih lanjut ya ng rela tif k ec il untuk impor dari C ina Indonesia memenuhi kesepakatannya dalam ACTFA dengan meniadakan tarif pada 90 persen barang pada tahun 2010
Di dalam kesepakatan pasar bebas ASEAN-Cina (ACFTA), ASEAN-64 dan Cina bersepakat untuk meniadakan pemberlakuan tarif pada 90 persen dari barang yang diperdagangkan pada tahun 2010 dan memberikan pengecualian pada empat negara (Cambodia, Laos PDR, Myanmar dan Vietnam) untuk memenuhi kesepakatan ini di tahun 2015. Pada tanggal 1 Januari 2010 kesepakatan ini direalisasikan dengan diberlakukannya tarif istimewa, yaitu dengan diturunkannya tarif menjadi nol persen untuk hampir seluruh barang yang diperdagangkan antara ASEAN-6 dan Cina. Dalam hal ini, Indonesia juga telah merealisasikan kesepakatan; mengurangi tingkat tarif istimewa untuk 90 persen barang yang diimpor dari Cina menjadi nol; dengan menerapkannya pada 99.11 persen dari tarif line . (Untuk memperoleh tarif yang lebih rendah, barangbarang tersebut harus memenuhi persyaratan konten lokal – bahwa sebagian dari nilai barang tersebut diproduksi di Cina atau Indonesia).
Penurunan tarif ini selaras dengan tingkat tarif Indonesia di FTA lainnya …
Penurunan tarif ACFTA – termasuk di dalamnya Indonesia – berawal pada tahun 2005, dengan potongan tarif yang bertahap dan dilakukan setiap tahun. Penurunan tarif yang diimplementasikan di bawah ACFTA konsisten dengan penurunan yang dilakukan Indonesia bagi mitra perdagangan utamanya dalam ASEAN FTA (AFTA), ASEAN-Korea FTA (AKFTA), the Perjanjian Kerjasama Ekonomi Indonesia-Japan(IJEPA), dan kesepakatam penurunan tarif yang bersifat unilateral melalui tarif preferensi untuk Most Favored Nation (MFN) (Tabel 13 ). T abel 13: T ingkat tarif Indones ia untuk barang impor s es uai dengan kes epakatan perdagangan, rata-rata s ederhana
(persen) 1995 2002 2003 MFN 15.5% 7.3% 7.2% AFTA 4.32% 2.82% ACFTA AKFTA IJEPA Difference MFN - ACFTA Sumber: Departemen Keuangan
4
2004 9.9% 3.42%
2005 9.9% 2.8% 9.6%
2006 9.5% 2.8% 9.5%
2007 7.8% 2.0% 6.4% 6.6%
0.3%
0.0%
1.4%
2008 7.6% 2.0% 6.4% 6.0% 5.2% 1.3%
2009 7.6% 1.9% 3.8% 2.6% 4.5% 3.8%
2010 7.5% 0.0% 2.9% 2.6% 3.0% 4.6%
Terdiri dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
31
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
… dan dengan tarif negara lainnya dalam ACFTA
Menjaga Momentum
Penurunan tarif yang dilakukan Indonesia juga konsisten dengan yang diimplementasikan oleh negara lain termasuk Cina, dibawah ACFTA. (Tabel 14 ) Indonesia melakukan pemotongan tarif dengan besar pada tahun 2007 dan 2009, sejalan dengan negara lainnya di ACFTA. Namun, rata-rata tarif ndonesia pada tahun 2010 relatif kecil bila dibdaningan dengan pemotongan di tahun-tahun sebelumnya. T abel 14: T arif impor barang AC F T A, rata-rata s ederhana
(per cent)
Indonesia Thailand Philippines China*
2005 9.57% 12.36%
2006 9.50% 12.36%
2007 6.37% 8.38%
2008 6.38% 8.38%
8.30%
8.30%
6.55%
6.55%
2009 3.83% 5.10% 3.54% 3.02%
2010 2.92% 2.67% 4.64% 1.05%
* rata-rata tarif barang yang diimpor dari Indonesia. Sumber: Departemen Keuangan Di tahun 2010, hampir seluruh sektor yang ada di Indonesia hanya mengalami penurunan tarif yang kecil; adapun tarif yang tinggi masih berlaku pada beberapa produk pertanian dan peralatan transportasi
Di bawah ACFTA, Indonesia dan Cina menyepakati serangkaian pemotongan tarif ‘Early Harvest, dimana rata-rata tarif pada serangkaian tarif line turun dengan cepat pada tahuntahun awal (terutama untuk produk-produk pertanian yang belum diproses, seperti ikan), sementara pemotongan dalam sektor lainnya ditangguhkan hingga tahun-tahun berikutnya. Hasilnya, hampir semua sektor memiliki rata-rata tarif yang mengalami pemotongan besar di awal implementasi perjanjian atau terpangkas secara berthap selama kurun lima tahun. Sebagai contoh, pemotongan tarif yang cukup substansial terjadi pada produk-produk minyak bumi dan turunanya, dan peralatan transportasi di tahun 2007, sementara hampir sebagian besar sektor lainnya mengalami pemotongan tarif yang cukup drastik langsung di tahun 2009. (Tabel 15). Namun untuk beberapa produk impor dari China masih dibebankan tarif yang relatif tinggi, terutama pada sektor peralatan transportasi dan pertanian. Barang-barang tersebut lazim dikenal sebagai ‘barang sensitif’ – dan ini mewakili 0.89 persen tarif line yang terakhir. Dalam ACFTA tingkat tarif barang ini tetap dijadwalkan untuk dijadikan nol persen pada tahun 2015. Adapun yang termasuk ke dalam daftar barang sensitif Indonesia adalah beras, gula, alkohol, rokok, barang pecah belah keramik dan perselen, sepeda motor, mobil dan truk.
… dan sebagian besar barang sensitif akan menikmati tarif 0 sampai 5 persen di tahun 2018
Dalam ACFTA, ASEAN-6 dan Cina juga telah menyepakati penjadwalan pengurangan tarif untuk ‘barang sensitif’. Dari daftar ini, tidak lebih dari 40 persen dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai ‘sangat sensitif’, dengan sisa ‘barang sensitif’ diperkirakan akan dikurangi tarifnya menjadi 20 persen pada tanggal 1 Januari 2012, dan menjadi 0 hingga 5 persen pada 1 Januari 2018. Tarif pada barang yang ‘sangat sensitif’ diperkirakan akan turun menjadi tidak lebih dari 50 persen pada tanggal 1 Januari 2015. T abel 15: Tarif Indones ia di AC F T A turun ke tingkat yang rendah pada tahun 2010, dengan pengec ualian dari berbagai peralatan trans portas i dan barang pertanian
(tingkat tarif, persen) 2004 11.9 6.5 6.8
2005 10.5 6.5 6.8
2006 9.6 6.5 6.8
2007 9.4 5.4 4.6
2008 9.4 5.4 4.6
2009 6.9 2.4 2.1
2010 6.8 1.5 0.5
2011 6.8 1.5 0.5
2012 6.7 1.2 0.4
Perikanan Kulit, Karet, Alas Kaki
4.7 8.7
0.1 8.7
0.1 8.7
0.2 7.3
0.2 7.3
0.1 4.3
0.1 3.5
0.1 3.5
0.0 3.0
Manufaktur Lainnya Logam Mineral NE Machinery Petroleum Tekstil & Garmen Peralatan Transpor
7.3 9.8 5.1 2.6 5.0 10.8 28.7
7.3 8.9 6.0 2.6 3.2 10.8 28.7
7.3 8.9 6.0 2.6 3.2 10.8 28.7
5.5 6.5 5.0 2.0 1.2 7.6 18.8
5.5 6.5 5.0 2.0 1.2 7.6 18.9
2.2 3.2 1.9 0.8 1.2 4.3 18.5
0.6 1.7 1.2 0.3 1.2 1.6 18.4
0.6 1.7 1.2 0.3 1.2 1.6 18.4
0.2 1.3 1.1 0.2 1.2 1.1 18.1
Kayu, Pulp, Kertas, Meubel
4.7
4.7
4.7
4.3
4.3
1.1
0.4
0.4
0.0
Rata-rata
9.9
9.6
9.5
6.4
6.4
3.8
2.9
2.9
2.6
Pertanian Kimia E. Machinery
Sumber: Departemen Keuangan T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
32
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Saat ini, hanya sedikit produk impor Cina yang memanfaatkan tarif istimewa ACFTA, namun hal ini akan terus meningkat seiring dengan diberlakukannya pemotongan tarif yang terbaru
Menjaga Momentum
Sementara, bukti anekdotal menunjukan bahwa sebagian besar importir Cina belum memanfaatkan tarif istimewa ACFTA, mereke justru masih memanfaatkan tarif Most Favored Nation (MFN), yang – secara rata-rata – sedikit lebih tinggi dibdaningkan tarif istimewa (Tabel 13). Dapat diartikan bahwa biaya administratif yang berkaitan dengan pengajuan aplikasi ACFTA merupakan insentif keuangan yang kurang menguntungkan untuk mempergunakan ACFTA. Namun, dengan makin lebarnya perbedaan anatara MFN dan ACFTA di tahun 2009 dan 2010 (Tabel 13), Pemanfaatan tarif istimewa oleh impor Cina dapat memacu daya saing bagi beberapa industri tanah air, sekaligus berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap produksi domestik,Disaat yang sama, pemanfaatan bea istimewa ACFTA juga dapat memberikan manfaat kepada konsumen, produsen dan export Indonesia karena harga yang lebih rendah untuk produk akhir dan setengah-jadi.
b. Dengan menurunnya tingk a t tarif bila tera l, perda ga nga n anta ra Indones ia da n C ina telah meningk a t … Ekspor Indonesia ke Cina telah meningkat secara signifikan dalam beberapa terakhir ini terutama untuk produk pertanian dan mineral
Sejak penurunan tarif ACFTA berawal pada tahun 2005, ekspor Indonesia ke Cina telah meningkat sejumlah hampir 70 persen,5 didorong oleh peningkatan hampir tiga kali lipat dalam ekspor mineral dan hampir dua kali lipat dalam produk pertanian (Grafik 43)Selain mencerminkan harga yang lebih tinggi, komoditas yang diekspor Indonesia ke Cina juga mencerminkan volume yang lebih besar. menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 Indonesia telah menunjukan peningkatan total ekspor komoditas (terutama, pertanian, pertambangan dan logam) ke Cina. dan ditahun yang sama, ekspor komoditas Indonesia secara umum menunjukan peranannya yang cukup signifikan – dengan nilai pertumbuhan ekspor yang lebih cepat dibdaning nilai (gabungan antara kuantitas yang diekspor dan harganya) sektor ekspor lainnya.
Sementara itu impor barang modal dari Cina ke Indonesia juga makin meningkat
Hal yang sama juga terjadi pada impor, sejak penurunan tarif pada tahun 2005, nilai impor Indonesia dari Cina telah meningkat hampir sebesar 70 persen, didominasi oleh alat elektronik (lebih dari lima kali lipat), alat non-elektronik (lebih dari tiga kali lipat) dan alatalat transportasi (lebih dari empat kali lipat) (Grafik 44Grafik 44). Sebagian besar dari pertumbuhan ini adalah karena volume impor yang lebih besar, dengan fakta bahwa harga untuk barang manufaktur ini cukup stagnan selama setengah dasawarsa terakhir ini. Selain itu, Tabel 17 sekali lagi menyoroti bahwa sejak tahun 2005 proporsi impor barang modal Indonesia secara signifikan lebih banyak bersumber dari Cina – terutama untuk peralatan elektronik – dimana proporsi impor dari Cina semula hanya satu perdelapan dari total impor meningkat menjadi menjadi hampir separuh total impor Indonesia.
5
Nilai untuk 10 bulan sejak Januari – Oktober 2005 dibandingkan dengan Januari – Oktober 2009.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
33
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 43: S ementara tarif menurun, nilai eks por pertanian dan mineral Indones ia ke C ina telah meningkat …
Menjaga Momentum
Tabel 16: … dan bagian yang lebih bes ar dari total eks por pertanian dan mineral Indones ia kini dikirim ke C ina.
(ekspor ke Cina sebagai persentase per sektor dan bagian dari (USD millions dan simple average tarif rate across all goods) total ekspor ke Cina berdasarkan sektornya)
U USD 480 Juta
Persen
400
12 10
Tarif (RHS) 320
8
240
6 Mineral (LHS)
160
4
80
2 Pertanian (LHS)
0 Jan-05
0 Jan-06
Jan-07
Jan-08
Jan-09
2005 2006 2007 2008 2009 Prop 05 Prop 09 9 12 12 10 12 12 19 17 15 14 10 13 12 6 2 2 3 3 3 2 2 4 2 2 2 3 1 0 7 10 10 11 14 6 9 2 2 3 2 2 0 0 6 6 7 7 9 8 11 7 11 12 12 12 17 28 3 4 6 5 5 2 2 16 10 11 9 15 24 11 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 1 10 1 3 KAYU, KERTAS, PULP 10 11 9 11 9 13 7 TOTAL 8 8 8 9 10 100 100
AGRI (kec. IKAN) KIMIA ALAT ELEKTRONIK PERIKANAN KULIT, KARET MANUFAKTUR LOGAM MINERAL ALAT NON-E PETRO TEKSTIL TRANSPORT
Sumber: BPS, Departemen Keuangan dan kalkulasi Bank Dunia
c . Ha s il s tudi menunjuk a n bahwa perek onomian Indones ia diuntungk an dengan a da nya A C F T A ACFTA diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan perekonomian Indonesia, sekaligus meningkatkan hubungan perdagangan bilateral dengan Cina
Bank Pembangunan Asia (ADB) melakukan sebuah studi komprehensif pada tujuh negara pendanatangan ACFTA dan pada tujuh sektor ekonomi pada tahun 2008. Makalah ini mencoba menganalisa dampak ACFTA pada output, ekspor, dan impor 6 masing-masing negara dan pada setiap tujuh sektor yang dianalisa. . Metode analisa menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitif; dimana metoda kuantitatif yang digunakan adalah model statis CompuTabel General Equilibrium (CGE) dengan menggunakan basis data Global Trade Analysis Project (GTAP). Hasil studi ini mendapati bahwa ACFTA ternyata memberikan dampak positif bagi kesejahteraan Indonesia, terutama karena ACFTA sebagian mengakibatkan turunnya harga dan sebagian lagi memperluas jangkauan ekspor Indonesia ke Cina secara signifikan.
Kesepakatan menawarkan akses ke pasar ekspor yang lebih besar dan harga yang lebih rendah bagi konsumen dan produsen
Adapun secara kualitatif, diperkirakan Indonesia akan diuntungkan dengan peningkatan akses ke pasar konsumen terbesar di dunia; peningkatan produktifitas dan efisiensi dalam pasar domestik sebagai hasil dari persaingan yang lebih ketat; harga yang lebih rendah untuk konsumen dan produsen domestik; dan perlindungan lebih dari goncangan yang merugikan pada ekonomi global. Demikian besarnya ACFTA sehingga menawarkan potensi penciptaan perdagangan yang besar ke Indonesia. ACFTA berpotensi dengan populasinya yang sejumlah hampir 2 milyar, yang pada tahun 2008 berproduksi lebih dari USD 6.6 trilyun dan mencataat transaksi perdagangan barang ke sesama anggota senilai sekitar USD 4.3 trilyun. Dengan demikian, ACFTA merupakan pasar terbesar ketiga di dunia, setelah Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North America FTA) dan Uni Eropa. Kesepakatan ini seharusnya menghasilkan penurunan harga dan pilihan yang lebih banyak bagi konsumen dan produsen Indonesia, menurunkan biaya dan mendukung integrasi Indonesia ke dalam jejaring produksi regional.
6
Sektor-sektor ini meliputi: Pertanian; Pangan; Industri Ekstraktif; Manufaktur Ringan; Manufaktur Berat; Manufaktur Berteknologi Tinggi; dan Layanan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
34
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 44: Impor alat modal Indones ia telah meningkat pes at T abel 17: … dan now repres enting a far greater proportion of s ejak 2005 … Indones ia’s total c apital goods imports .
(Juta USD dan tingkat tarif rata-rata sederhana untuk semua (Impor dari Cina, persentasi dari impor dunia berdasarkan barang) sektor, dan proporsi total impor dari Cina berdasarkan sektor) 350
USD mn
USD mn
300
350 300
Alat Non-Elektronik
250
250
200
200
150
150 Transportasi
100
100 Alat-alat Elektronik
50 0 Mar -05
50 0
Mar -06
Mar -07
Mar -08
Mar -09
Sektor AGRI (kec.IKAN) KIMIA ALAT ELEKTRONIK PERIKANAN KULIT, KARET MANUFAKTUR LOGAM MINERAL ALAT NON-E PETRO TEKSTIL TRANSPORT KAYU, KERTAS, PULP TOTAL
2005 2006 2007 2008 2009 Prop 05 Prop 09 8 10 11 10 13 5 7 9 10 11 13 14 11 11 15 18 31 45 45 5 14 2 3 2 2 6 0 1 12 15 15 15 16 1 2 24 30 29 29 31 3 2 17 17 22 18 16 19 10 20 23 17 20 17 4 3 11 14 17 22 25 15 25 8 5 3 1 2 24 3 14 15 17 19 23 4 4 8 11 8 15 16 8 17 7 9 10 11 12 2 2 10 11 12 12 15 100 100
Sumber: BPS, Departemen Keuangan, kalkulasi Bank Dunia. Sumber: BPS, Departemen Keuangan, kalkulasi Bank Dunia. …dan perlindungan yang lebih besar dari berbagai goncangan ekonomi global
Manfaat signifikan lainnya dengan integrasi yang lebih kuat antara Indonesia dan Cina adalah integrasi berpotensi melindungi Indonesia dari goncangan negatif ekonomi global, sejauh peningkatan peran pasar Cina bagi eksportir Indonesia menjadi penyeimbang pasar utama lainnya. Hal ini terbukti dengan adanya krisis ekonomi global terakhir, dimana pemulihan ekspor Indonesia jauh lebih cepat disbdaning dengan perdagangan di negara lainnya, karena salah satunya didorong oleh permintaan Cina yang tetap kuat 7 untuk komoditas ekspor Indonesia. Diversifikasi pasar ekspor Indonesia pun makin meningkat, dimana peningkatan peranan Cina dalam Indonesia Cina juga berarti mengurangi dominasi pasar Jepang dan Amerika. Error! Reference source not found.) Walau demikian , Indonesia jauh lebih sedikit keterpaparannya pada pasar Cina dibdaningkan dengan negara tetangga seperti Filipina, Malaysia dan Thaildan – dimana ekspor ke Cina mewakili sekitar 27 persen dari seluruh ekspor Filipina dan sekitar 15 persen untuk masing-masing Thaildan dan Malaysia
Meksipun seharusnya mendukung kesejahteraan ekonomi Indonesia dan beberapa sektor, modeling mengindikasikan bahwa berpotensi berujung pada kemerosotan kecil dalam output dan surplus perdagangan keseluruhan
Meskipun kesepakatan ini diperkirakan akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi Indonesia secara keseluruhan, modeling ADB mengindikasikan bahwa kesepakatan ini berkemungkinan akan berujung pada kontraksi kecil dalam output dan neraca perdagangan. Output diperkirakan akan merosot sekitar 0.17 percentage points – dibdaningkan dengan tidak mengimplementasikan kesepakatan – dengan keuntungan dari produksi pertanian dan pangan tidak cukup untuk menyeimbangkan kerugian dalam sektor menufaktur berat. Selin itu, meskipun ACFTA diperkirakan akan meningkatkan neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan Cina, ACFTA diperkirakan akan menyebabkan penyempitan neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan. Total ekspor diestimasikan hanya akan meningkat sebesar 1.5 persen, sementara total impor diperkirakan akan meningkat sekitar 4.4 persen. Proyeksi ini berdasarkan ekpor Indonesia saat ini ke AS dan Jepang dialihkan ke Cina karena tarif yang lebih rendah berlaku untuk barang-barang yang termasuk dalam kesepakatan dengan ekspor ke negara-negara tersebut diproyeksikan akan turun sekitar 10 hingga 15 persen dibdaningkan dengan apabila kesepakatan tidak diimplementasikan. Karena sebagian besar ekspor yang dialihkan ini adalah pertanian dan mineral maka terdapat keterbatasan ruang bagi produsen untuk meningkatkan pasokan.
7
Sejak masa paling terpuruk dalam krisis pada Februari 2009, ekspor Indonesia telah pulih lebih dari 62 persen sementara ekspor untuk semua negara berkembang hanya meningkat 26 persen dan ekspor global hanya 13 persen.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
35
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Menurut sektornya, total ekspor pangan diperkirakan akan paling banyak meningkat yaitu sekitar 20 persen, sebagian diseimbangkan dengan penurunan dalam ekspor pertanian lainnya (sekitar 8 persen), layanan (6.5 persen), an peralatan manufaktur berat (sekitar 4 persen). Secara komparatif, impor diperkirakan akan meningkat dalam semya sektor, dengan produk pangan meningkat paling tinggi, sekitar 16 persen. ACFTA berpotensi akan membawa manfaat berjangka panjang lainnya
Analisa ini hanya menangkap beberapa dari potensi manfaat yang mungkin akan diterima oleh Indonesia sebagai hasil dari ACFTA. Keuntungan lain tersebut mulai dari transfer teknologi yang lebih banyak melalui peningkatan spesialisasi dan penanaman modal dalam kawasan ini hingga peningkatan kekuatan menawar (bargaining power) dalam forum multilateral. Banyak keuntungan dari kesepakatan yang diperkiraan akan diperoleh dalam jangka panjang – sehingga sulit untuk melakukan kuantifikasi, misalnya dengan perusahaan Indonesia merealisasikan peluang pasar baru di Cina atau meningkatkan daya saing mereka sehubungan dengan perluasan impor.
3. A r u s m a s u k m o d a l da n s te r i lis a s i b a n k s e n tr a l a . B I telah memilih untuk mena ngani arus modal ma s uk denga n ga bunga n da ri membia rk a n a pres ia s i rupia h da n melak uk a n intervens i di pas ar pertuk a ran mata ua ng da n bers amaa n denga n itu melak uk an s terilis as i terhadap intervens i ters ebut BI telah menangani arus modal masuk sejak bulan Juni dengan menggabungkan apresiasi Rupiah dan melakukan intervensi di pasar pertukaran mata uang dan bersamaan dengan itu melakukan sterilisasi terhadap intervensi tersebut
Sejak bulan Juni 2009, arus masuk modal asing netto ke aset keuangan Indonesia (ekuitas, obligasi pemerintah dan instrumen pasar uang jangka pendek) telah mencapai hampir USD 6.6 milyar (Grafik 45). Tanpa adanya intervensi apapun dari bank sentral, arus masuk ini bisa berujung pada apresiasi rupah yang tinggi yang kemudian berpotensi menyebabkan kehilangan daya saing ekspor dan kemerosotan dalam neraca perdagangan. Alternatifnya, apabila bank sentral melakukan intervensi untuk mencegah kenaikan kurs yang tajam, dengan membeli mata uang asing dan menjual Rupiah sehingga peningkatan pasokan uang yang dihasilkan bisa menjadi inflasioner. Hasilnya, meskipun arus masuk modal tentunya dapat menjadi dorongan positif bagi ekonomi domestik, dampaknya pada sistem moneter dan ekonomi riil juga bisa mengganggu kestabilan. Sebagai mitigasi dampak destabilisasi akibat arus masuk modal pada pasar modal domestik, terdapat beragam pilihan yang tersedia bagi bank sentral dan keuangan—namun setiap pilihan memiliki beban biayanya masing-masing. Dalam kasus Indonesia sejak pertengahan 2009 hingga awal 2010, kami menemukan bahwa BI telah memilih untuk menangani arus masuk modal dengan cara membiarkan apresiasi Rupiah ke tingkat tertentu, namun juga dengan membangun cadangan dalam rangka mencegah kenaikan mata uang yang terlampau tajam dan kemudian menarik kembali atau melakukan “sterilisasi” kelebihan likuiditas melalui operasi pasar terbuka. Catatan ini membahas pro dan kontra sterilisasi cadangan arus masuk modal oleh bank sentral, dalam upaya untuk menganalisis kesinambungan dan efektivitas strategi ini dalam konteks Indonesia akhir-akhir ini.
Apresiasi Rupiah telah meningkat sebesar hampir 9 persen
Kami dapat melihat jelas gabungan kebijakan BI berdasarkan tren yang ditunjukkan oleh nilai tukar mata uang, total cadangan dan uang primer. Kurs IDR/USD telah terapresiasi sebesar 8.7 persen sejak bulan Juni—jadi membiarkan apresiasi Rupiah jelas merupakan satu strategi (Grafik 46). Namun, dengan adanya arus netto sebesar USD 6.6 milyar mewakili lonjakan total saham modal asing yang ditanamkan di Indonesia sebesar 36 persen, apresiasi tersebut kemungkinan besar seharusnya jauh lebih kuat apabila tidak ada intervensi nilai tukar mata uang asing oleh BI.
Cadangan telah meningkat sebesar USD 12 milyar namun uang primer hanya meningkat separuhnya, mengindikasikan bahwa BI telah mensterilisasikan sisanya …
Cadangan internasional telah meningkat sebesar USD 12 milyar atau 21 persen sejak bulan Juni, dengan adanya arus masuk modal dan surplus perdagangan (Grafik 45). Meskipun sebagian dari peningkatan cadangan ini adalah dari pembayaran langsung ekspor (direct export receivables) yang masuk ke rekening BI, BI belum mengkonversinya ke Rupiah menggunakan nilai yang mungkin dipergunakan dalam masa ketika arus modal masuk lebih lemah. Secara bersamaan diyakini bahwa BI secara aktif melakukan intervensi dengan membeli mata uang asing sebagai respon terhadap arus masuk modal. Maka, peningkatan cadangan kurang lebih juga mengindikasikan bahwa BI telah
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
36
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
melakukan intervensi dalam pasar pertukaran nilai mata uang asing untuk mencegah kenaikan Rupiah yang terlalu tajam dengan cara membeli mata uang asing dari sektor swasta dan menjual Rupiah. Tanpa sterilisasi, kelebihan likuiditas ini akan muncul sebagai kenaikan yang signifikan dari uang primer (M0). Namun, kita menemukan bahwa uang primer hanya naik sekitar USD 6.5 milyar (atau separuh dari peningkatan cadangan) sejak Juni. (Grafik 47). Maka dengan demikian, bank sentral telah melakukan sterilisasi pada sebagian dari kenaikan cadangan dengan melakukan operasi pasar terbuka untuk menyerap kelebihan likuiditas yang ada.
G rafik 45: Arus mas uk modal dengan s urplus perdagangan telah menyebabkan kenaikan tajam dalam c adangan s ejak bulan J uni 2009
(Netto pembelian ekuitas, obligasi pemerintah IDR dan instrumen pasar uang jangka pendek dalam trilyun Rupiah; cadangan dalam milyar USD) 40
IDR trillion
USD billion
75
G rafik 46: …dan apres ias i R upiah s ebes ar 9 pers en
(Kurs spot IDR per USD; cadangan dalam milyar USD) 75000
USD million
IDR per USD
June 2009
June JJ 2009 e 65000
Total Reserves (RHS)
20
8500
60
9500
55000 0
Total Reserves (LHS)
45
10500 45000
IDR/USD (RHS) -20
30
11500 35000
Net Foreign Capital Inflows (LHS)
IDR Appreciation -40 Jan-07
15 Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Sumber: Federal Reserve Board dan BI via CEIC
Jan-10
25000 Jan-07
12500 Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Jan-10
Sumber: JP Morgan dan BI via CEIC
…melalui peningkatan penerbitan SBI berjangka 1 bulan dan 3 bulan
Instrumen pasar uang berjangka pendek yang dipergunakan oleh bank sentral Indonesia dalam melakukan operasi pasar terbuka adalah SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Mirip dengan US Treasury Bills, saat ini SBI memiliki jangka waktu 3 bulan dan 6 bulan, (BI berencana untuk mulai meniadakan SBI berjangka 1 bulan). Kenaikan total SBI outstdaning netto sejak bulan Juni telah ada sejumlah USD 7 milyar (kenaikan 29 persen). Penerbitan SBI 1 bulan dan 3 bulan telah menjadi pendorong kenaikan ini, karena SBI berjangka 6 bulan yang ada telah menurun sebesar 92 persen selama periode ini (Grafik 48)
Peningkatan SBI outstdaning dan uang primer sejak Juni menyeimbangkan naiknya cadangan
Naiknya SBI outstdaning dan uang primer (money base) secara bersama seharusnya menyeimbangkan peningkatan cadangan, dengan asumsi tidak ada perubahan fundamental dalam strategi manajemen uang bank sentral. Karena uang primer meningkat sebesar USD 6.5 milyar dan SBI sebesar hampir USD 7 milyar maka hal ini menyeimbangkan kenaikan cadangan sebesar USD 12 milyar (Mohon dicatat bahwa adanya perbedaan sedikit dalam angka tersebut mungkin terjadi karena asumsi kurs yang berbeda).
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
37
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 47: B I telah melakukan s terilis as i pada s eparuh dari kenaikan c adangan melalui peningkatan penerbitan S B I …
G rafik 48: …sebagian bes ar melalui peningkatan penerbitan S B I berjangka 1 bulan dan 3 bulan
(Uang primer dan SBI outstdaning dalam trilyun IDR)
(Outstanding SBI 1,3 dan 6 bulan dalam trilyun IDR)
450
IDR trillion
USD billion
80
June 2009 350
350,000
IDR billion
IDR billion
300,000
300,000
250,000
250,000
70
M0 Base Money (LHS)
200,000
250
200,000
6m SBI
60
150,000
Total Reserves (RHS) 150
150,000
3m SBI 100,000
100,000
50
50,000
Total SBI Outstanding (LHS) 50 01-Jan-08
350,000
40 01-Jul-08
01-Jan-09
01-Jul-09
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
01-Jan-10
50,000
1m SBI
0
0 Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Jan-10
Sumber: CEIC
b. Mes k ipun terda pa t perdebata n lama s eputa r k emungk inan tingginya bia ya melak uk a n s terilis as i, bia ya ya ng diemban Indones ia s elama enam bulan rela tif terbatas Sterilisasi bisa menjadi hal yang mahal bagi bank sentral karena selisih suku bunga antara yang diperoleh dari cadangan dan yang dibayarkan dalam instrumen pasar uang domestik
Perdebatan seputar sterilisasi dan potensi biayanya yang tinggi dalam negara berkembang bukan hal baru dan muncul karena beberapa alasan. Pertama dan yang paling kuat adalah biaya quasi-fiscal yang diemban oleh bank sentral karena rendahnya suku bunga yang diperolehnya dari cadangannya (lazimnya USD) sementara harus membayarkan suku bunga yang relatif tinggi dalam instrumen pasar uang domestik yang diterbitkan untuk menyerap likuiditas melalui operasi pasar terbuka. Argumentasi ini nampaknya lebih memiliki keterkaitan karena merosotnya nilai US Treasury Bill, karena bagian yang besar dari cadangan internasional berada dalam bentuk Dolar AS. Dalam kasus Indonesia, bank sentral membayarkan sekitar 6.5 persen (dihitung secara tahunan) 8 dalam SBI. Sejak nilai Treasury Bill berjangka 1 bulan jatuh hingga 0.0075 persen, selisih suku bunga antara yang diperoleh BI dari cadangan dan yang dibayarkannya melalui SBI adalah selisih yang signifikan (Grafik 49).
8
Meskipun bank sentral melakukan diversifikasi investasi cadangannya dari segi mata uang maupun durasinya, pendapatannya dari cadangan dikalkulasikan di sini berdasarkan Treasury Bill rate 1 bulan karena hal ini memberikan estimasi pendapatan yang konservatif dan dengan demikian memberikan plafon atas dari kemungkinan biaya sterilisasi yang diemban oleh bank sentral.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
38
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
selisih suku bunganya tinggi, biaya G rafik 49: Dengan s uku bunga Amerika S erikat yang hampir Meskipun nol, antara biaya s uku bunga B I untuk S B I dan pendapatan sesungguhnya dalam melakukan sterilisasi oleh BI antara bulan Juni 2009-Januari 2010, dengan perubahan s uku bunga dari c adangan US D marginnya tinggi (tingkat suku bunga SBI 1 bulan dan Treasury Bill 1 bulan, persen) Percent
Percent
12
12
10
10
cadangan devisa dan SBI pada neraca keuangannya dan selisih suku bunganya mengindikasikan bahwa biaya aktualnya mungkin moderat. Estimasi ini mengindikasikan bahwa biaya quasi-fiscal untuk 6 bulan hingga awal 2010 adalah sekitar USD 77.2 juta, setara dengan 0.01 persen dari PDB Indonesia.
1m SBI rate 8
8
6
6
4
4
1m TBill rate 2
2
0
0 Jan-07
Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Argumentasi lain yang beredar luas yang menentang sterilisasi adalah bahwa sterilisasi menyebabkan suku bunga domestik naik (atau tetap tinggi) karena peningkatan penerbitan instrumen pasar uang dan dengan demikian mungkin menyebabkan lingkaran setan dengan lebih banyak sterilisasi dan tingkat bunga yang semakin tinggi. Meskipun argumentasi ini pasti ada benarnya dalam beberapa episode sterilisasi sebelumnya namun hal ini tidak terealisasi di Indonesia selama enam bulan terakhir. Suku bunga pada SBI 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan tetap bertahan stabil dan bahkan turun sedikit sejak Juni.
Jan-10
Sumber: CEIC dan Bank Dunia Efektivitas sterilisasi tergantung pada sifat goncangan yang mendorong arus modal masuk
Alasan untuk hal ini mungkin terdapat dalam argumentasi bahwa efektivitas sterilisasi bergantung pada sifat goncangan yang menyebabkan arus modal masuk terjadi (Frankel 2004). Apabila arus masuk “didorong” masuk karena faktor eksternal seperti jatuhnya suku bunga asing sehingga menjadikan aset keuangan domestik lebih menarik dibdaningkan dengan aset asing maka sterilisasi bisa menjadi sangat efektif dan tidak harus memberikan mendorong kenaikan suku bunga. Di sisi lain, apabila arus masuk “ditarik” masuk karena adanya faktor internal positif yang meningkatkan permintaan uang domestik maka sterilisasi mungkin bukan merupakan jawaban yang tepat karena orang mencari likuiditas dan kredit yang lebih – bukan instrumen pasar uang berpenghasilan tinggi. Dalam situasi seperti ini, sterilisasi dapat berujung pada suku bunga yang lebih tinggi karena tidak akan ada permintaan untuk instrumen pasar uang seperti SBI.
Di Indonesia, arus modal masuk sebagian besar “didorong” masuk pada paruh kedua tahun 2009 karena faktor eksternal dan karenanya sterilisasi nampaknya relatif efektif
Dalam kasus Indonesia selama enam bulan terakhir modal telah mengalir masuk karena investor dari seluruh dunia telah mengejar penghasilan yang lebih tinggi dan melakukan carry trades untuk mengambil keuntungan dari suku bunga yang rendah dalam sejarahnya di Amerika Serikat. Maka nampaknya arus modal telah “didorong” masuk dan bukan “ditarik” masuk akibat suatu perubahan dalam kebijakan domestik. Bahkan faktanya adalah kebijakan moneter BI selama periode ini adalah ekspansioner dengan penurunan suku bunga sebesar 300 basis points dari Desember hingga Agustus 2009 dan lalu tetap dari bulan September 2009. Dalam iklim ini, kebijakan BI untuk meningkatkan pasokan surat berpenghasilan tinggi berjangka pendek menghasilkan permintaan yang tinggi dan tidak memicu tingkat bunga SBI yang lebih tinggi.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
39
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 50: K ebijakan moneter dan fis kal dapat membatas i dampak dari arus mas uk modal, namun s ebagian bes ar ops i membutuhkan biaya tinggi
A: Mengijinkan alliran dana masuk (menggeser LM ke kanan), bisa menjadi inflasioner B: Sterilisasi aliran dana masuk dengan membangun cadangan (Operasi Pasar Terbuka, tetap di B), dapat mempertahankan arus dana masuk lebih lama dengan suku bunga tetap tinggi C: Mengijnkan apresiasi (menggeser IS dan BP ke kiri) , ekspor kehilangan daya saing D: Menetapkan pengendalian modal (menggeser BP ke atas, kemiringan lebih tegak), kehilangan efisiensi; harus mendanai investasi dengan biaya dana domestik yang lebih tinggi daripada meminjam dari luar negeri dengan biaya yang lebih rendah E: Kontraksi fiskal (menggeser IS ke kiri), bisa menjadi resesioner; secara politis sulit
i BP '
LM BP=0
D
C, E
B
IS'
A
LM'
IS Y
Model IS-LM ini merupakan kerangka kerja Keynesian yang fokus pada interaksi antara elemen riil dan moneter dalam ekonomi. Kurva IS (investasi-tabungan/savings) mewakili hubungan antara output dan suku bunga yang memberikan ekuilibrium dalam pasar barang sementara kurva LM (preferensi likuiditas dan suplai uang/money supply) mewakili hubungan antara pendapatan dan suku bunga yang memberikan ekuilibrium dalam pasar uang. Karena Indonesia memiliki rejim arus modal yang terbuka penuh maka sterilisasi merupakan perangkat kebijakan yang penting untuk mempertahankan kemdanirian moneter dan kestabilan ekonomi yang lebih luas
Salah satu argumentasi positif untuk sterilisasi adalah bahwa dengan melakukan sterilisasi, negara berkembang dapat mempertahankan kemdanirian moneter. Dengan fakta bahwa uang primer di suatu negara sama dengan nilai net aset domestik ditambah net aset asing (cadangan), tanpa sterilisasi maka peningkatan atau penurunan cadangan akan memiliki dampak yang terasa pada jumlah uang dalam ekonomi. Hal ini akan sangat membatasi kendali bank sentral atas likuiditas domestik dan menjadikan ekonomi sangat rentan pada arus masuk dan arus keluar modal. Karena Indonesia memiliki rejim arus modal yang terbuka penuh (completely open capital account) dan dana seringkali mengalir keluar secepat arus masuknya maka kebijakan untuk tidak mensterilisasi intervensi pasar pertukaran mata uang asing berpotensi untuk mengganggu stabilitas.
4. D a m p a k ‘ pe r a tu r a n 20 pe r s e n ’ te r h a da p tin g k a t da n m u tu be l a n ja p e n didik a n Peruntukan (earmark) sebesar 20 persen dari anggaran negara Indonesia menjamin tingkat pendanaan yang relatif tinggi bagi sektor prioritas namun juga membuat pengelolaan anggaran menjadi lebih rumit dan memicu adanya kekhawatiran tentang mutu pembelanjaan dana tersebut
Amandemen UUD 1945 Indonesia tahun 2002 mewajibkan bahwa setidaknya 20 persen dari APBN atau anggaran Pemerintah Pusat dialokasikan untuk pendidikan, yang disebut 9 sebagai “peraturan 20 persen”. Meskipun cukup lama diperdebatkan selama beberapa 10 tahun tentang bagaimana persisnya peraturan ini akan diinterpretasikan , sejak tahun 2009, interpretasinya sedemikian rupa sehingga peraturan tersebut: (1) berlaku baik pada anggaran negara APBN awal dan hasil revisi (APBN-P); (2) termasuk semua belanja langsung Pemerintah Pusat untuk bidang pendidikan serta estimasi pembelanjaan daerah untuk pendidikan yang didanai oleh transfer dari pusat (misalnya seperti gaji guru); dan (3) dikalkulasikan sebagai bagian dari total belanja negara termasuk subsidi, pembayaran bunga dan transfer ke daerah. Peraturan dua puluh persen menjamin adanya tingkat pendanaan yang relatif tinggi untuk bidang prioritas dengan belanja yang mencapai titik tertinggi pada tahun 2009 dan diperkirakan akan tetap relatif tinggi. Namun, peraturan 20 persen juga berpotensi untuk melemahkan efisiensi belanja publik dan yang lebih mendesak, memperumit manajemen anggaran dengan mengadakan alokasi anggaran tambahan untuk sektor pendidikan pada berbagai tahapan siklus anggaran – seringkali dengan pemberitahuan yang singkat – yang memicu kekhawatiran tentang kualitas pembelanjaan dana tersebut. 9
Peraturan ini juga berlaku bagi anggaran pemerintah daerah. Perdebatan pertama terpusat pada apakah gaji guru seharusnya termasuk dalam alokasi 20 persen tersebut dan setelahnya tentang apakah 20 persen tersebut sebaiknya dikalkulasikan berdasarkan total belanja termasuk subsidi, pembayaran bunga dan transfer atau apakah hal-hal tersebut layaknya tidak dimasukkan dalam denominator.
10
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
40
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 51: B elanja publik nas ional pendidikan di Indones ia
(Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya) 250
Persen
IDR trilyun
4.0
200
3.2
150
2.4
100
1.6
50
0.8
0
0.0 2001
2002
2003
2004
Belanja riil, harga 2008 (LHS)
2005
2006
2007*
Nominal belanja (LHS)
2008*
2009**
% PDB (RHS)
Sumber dan catatan: Kalkulasi staf Bank Dunia berdasarkan data Depkeu dan SIKD. *Data daerah berdasarkan anggaran. **Data Pemerintah Pusat berdasarkan anggaran APBN-P 2009, data anggaran daerah merupakan estimasi oleh staf. Peruntukan 20 persen telah membantu meningkatkan tambahan belanja publik untuk pendidikan, yang mencapai titik tertinggi baru pada tahun 2009
Mencerminkan statusnya sebagai prioritas nasional utama, pembelanjaan dalam sektor pendidikan oleh semua tingkat pemerintahan (Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya) telah meningkat tajam selama dasawarsa terakhir (Grafik 51). Sejak tahun 2006, pembelanjaan nasional untuk sektor pendidikan secara rata-rata adalah sekitar 15 persen dari total belanja nasional dan 3.1 persen dari PDB, yang merupakan bagian terbesar dibdaningkan dengan sektor lainnya dalam anggaran (selain subsidi dalam beberapa tahun). Selain itu, belanja dalam sektor pendidikan meningkat tajam dan mencapai titik tertinggi baru pada tahun 2009 setelah Pemerintah Pusat mengimplementasikan interpretasi terkini dari peraturan 20 persen. Diharapkan hal ini meningkatkan pembelanjaan untuk sektor pendidikan sebesar sekitar 35 persen pada tahun 2009, dalam nilai riil, menjadi Rp. 216 trilyun (USD 20.5 milyar), setara dengan 3.8 persen dari PDB. Tahun 2010 dan selanjutnya akan melihat stabilisasi pembelanjaan untuk sektor pendidikan pada tingkat yang relatif tinggi. Dengan peningkatan akhir-akhir ini maka pembelanjaan pendidikan Indonesia kini dapat dibdaningkan dengan positif dengan negara regional lainnya serta dengan negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income), yang rata-rata menggunakan 16 persen dari anggarannya dan 5.4 persen dari PDB-nya untuk sektor pendidikan (Tabel 18).
T abel 18: B elanja P ublik untuk P endidikan di Negara Tetangga Indones ia
Belanja pendidikan sebagai % PDB Belanja pendidikan sebagai % belanja pemerintah PDB per kapita, PPP (konstan 2005 int. $) Populasi (juta)
Malaysia 4.7 25 12,766 27
Thailand 4.0 21 7,682 65
Indonesia 3.8 20 3,506 237
Negara berpendapatan Filipina Menengah bawah* 2.5 5.4 15 16 3,217 91
Sumber dan catatan: Kalkulasi staf Bank Dunia berdasarkan data Depkeu dan SIKD untuk Indonesia dan indikator Pembangunan Dunia (tahun terkini yang tersedia) untuk negara lainnya. *Rata-rata sederhana untuk negara dimana datanya tersedia.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
41
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Namun, peruntukan tersebut juga dapat melemahkan efisiensi pembelanjaan dan yang lebih mendesak, memperumit pengelolaan anggaran dengan adanya “dana tak terduga” (windfall) untuk sektor pendidikan secara mendadak, yang beresiko mengurangi mutu pembelanjaan anggaran tersebut
Menjaga Momentum
Meskipun peraturan 20 persen telah berkontribusi meningkatkan tingkat pendanaan untuk sektor prioritas ini, peraturan tersebut juga berpotensi melemahkan efisiensi pembelanjaan publik dan memperumit pengelolaan anggaran. Pada umumnya peruntukan anggaran 20 persen bisa problematis karena: (1) kakunya anggaran mengurangi efisiensi alokasi dengan membatasi pemerintah dalam memindahkan sumberdaya untuk memenuhi perubahan kebutuhan; (2) peruntukan alokasi mengurangi efisiensi teknis dengan mengurangi insentif pengelolaan dan kapasitas perencanaan; dan (3) terdapat kecenderungan untuk proliferasi peruntukan, yang meningkatkan ketatnya anggaran secara keseluruhan. Yang lebih mendesak, karena adanya peraturan 20 persen dan cara peraturan ini diinterpretasikan saat ini maka semua keputusan untuk meningkatkan agregat pengeluaran (aggregate expenditures) dalam anggaran atau pagu belanja dari sektor tertentu (misalnya kesehatan atau infrastruktur) pada siklus anggaran manapun mewajibkan Pemerintah untuk mengalokasikan dana tambahan atau “dana tak terduga” pada sektor pendidikan kecuali bagian dari total belanja negara sudah diatas 20 persen. Dana tak terduga ini dapat muncul secara mendadak pada tahapan akhir proses anggaran (lihat di bawah) sehingga beresiko tidak dipergunakan dengan baik karena waktu perencanaan yang singkat dapat menghasilkan program yang diimplementasikan secara tergesa-gesa. Permasalahan dana tak terduga semakin buruk dengan adanya sejumlah permasalahan anggaran yang lebih luas. Pertama, DPR RI memainkan peran yang aktif dalam menetapkan asumsi anggaran seperti pertumbuhan PDB, inflasi dan harga minyak mentah. Perubahan pada asumsi setelah adanya pertimbangan/musyawarah dapat menyebabkan perubahan yang signifikan dalam proyeksi pendapatan dan pembelanjaan (terutama subsidi), yang berdampak pada besaran alokasi untuk pendidikan dalam anggaran. Kedua, pencairan dana baik dalam berjalannya operasional pemerintah secara konvensional dan melalui program belanja baru dan perluasan program yang telah ada, tetap merupakan tantangan yang serius di Indonesia. Dalam sejarahnya pencairan anggaran terjadi dengan lamban dan tidak merata. Tantangan tersebut dapat membatasi kemampuan Pemerintah untuk secara signifikan memperluas belanja dalam sektor pendidikan terutama dana tambahan dialokasikan pada sektor tersebut pada tahapan akhir proses penganggaran. Ketiga, peraturan anggaran Indonesia biasanya tidak mengijinkan adanya sisa dana yang tidak dibelanjakan diteruskan dari satu tahun ke tahun berikutnya. Fleksibilitas akhir tahun ini akan meningkatkan insentif untuk mengimplementasikan program dengan tergesa-gesa atau alternatifnya, dapat menyebabkan adanya dana tak terduga pendidikan tak terbelanjakan yang dikembalikan ke rekening umum pemerintah pada akhir tahun fiskal. Permasalahan dana tak terduga juga dibuat semakin berat dengan ketidakstabilan harga energi, kebijakan subsidi energi Pemerintah dan kebijakan berbagi pendapatan sumberdaya turut terkait meskipun tidak seberat faktor lainnya. Pemerintah Indonesia memberikan subsidi energi secara universal, terutama untuk bahan bakar dan listrik, pada konsumen dan bisnis Indonesia dengan mengatur harga produk tersebut di bawah harga pasar. Pemerintah juga membagi penerimaan dari minyak dan gas dengan daerah dengan rumusan 15.5 persen realisasi pendapatan dari gas dan 30.5 persen dari minyak ditransfer ke pemerintah daerah secara triwulan. Konsekuensi dari kebijakan ini adalah bahwa lonjakan dalam harga energi secara otomatis meningkatan total belanja negara dalam anggaran dengan memicu baik peningkatan belanja untuk subsidi dan naiknya transfer ke daerah, yang kemudian secara otomatis menghasilkan dana tak terduga tambahan untuk bidang pendidikan kapanpun anggaran negara direvisi.
Dana tak terduga bisa muncul pada tiga tahap yang berbeda dalam siklus anggaran dengan potensi adanya eskalasi konsekuensi
Dana tak terduga bisa muncul pada tiga tahap yang berbeda dalam siklus penganggaran: •
Pertama, dana tambahan bisa dialokasikan setelah pembahasan awal dengan DPR berkaitan dengan rancangan anggaran negara (RAPBN), biasanya antara bulan Mei dan Juni pada tahun penyiapan anggaran (tahun sebelum tahun fiskal). Hal ini terjadi apabila ada perubahan pada asumsi-asumsi, proyeksi anggaran atau plafon/pagu belanja.
•
Kedua, dan yang lebih kritis, dana tak terduga bisa muncul dengan alasan yang sama selama pembahasan akhir dengan DPR perihal RAPBN, biasanya antara pertengahan Agustus dan pertengahan November pada tahun penyiapan anggaran.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
42
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Dengan potensinya untuk berjumlah signifikan dan muncul di bagian akhir proses penyiapan anggaran dana tak terduga tersebut mungkin membutuhkan pengembangan program tambahan dengan tenggat waktu yang sangat singkat. Misalnya, selama pembahasan tentang RAPBN 2010 Pemerintah, perubahan pada asumsi anggaran meningkatkan proyeksi pendapatan dan pembelanjaan (sebagian besar karena peningkatan belanja untuk subsidi dan transfer ke daerah) sehingga menghasilkan tambahan Rupiah 7.6 trilyun (USD 0.8 milyar) yang dialokasikan pada sektor pendidikan (Tabel 19). Mayoritas dari dana tersebut ( 5.8 trilyun) dialokasikan ke Kementrian negara Pemerintah Pusat yang bertanggungjawab dalam bidang pendidikan, terutama Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. •
Ketiga dan paling kritis, dana tak terduga yang berpotensi berjumlah besar bisa muncul pada bagian akhir tahun fiskal aktual setelah pembahasan dengan DPR tentang revisi rancangan anggaran negara Pemerintah (RAPBN-P), yang biasanya diserahkan pada paruh kedua setiap tahun fiskal setelah evaluasi kinerja tengah tahun pada bulan Juli. Maka hanya tersisa waktu beberapa bulan untuk merencanakan dan melaksanakan belanja pendidikan tambahan. Analisa anggaran sebelumnya mengindikasikan bahwa dana tak terduga/alokasi tambahan pada tahap ini dalam siklus anggaran cenderung untuk berjumlah besar pada tahun-tahun dimana harga minyak mengalami deviasi yang signifikan antara APBN dan APBN-P. Pada tahun 2008, misalnya, belanja total dalam APBN-P sejumlah Rph 135 trilyun (atau 16 persen) lebih tinggi dari APBN, hampir semuanya didorong oleh peningkatan belanja subsidi energi sebagai tanggapan pada lonjakan harga energi global. Apabila pada tahun 2008 peraturan 20 persen telah diterapkan maka dana tak terduga (windfall) sejumlah Rupiah 27 trilyun (USD 3.0 milyar) akan diterima oleh sektor pendidikan pada akhir tahun fiskal tersebut. Dengan telah ditetapkan interpretasi peraturan pada saat ini maka resiko adanya dana tambahan tak terduga terjadi pada masa mendatang sangat mungkin terjadi. Tanpa perencanaan yang baik maka dana tak terduga serupa berpotensi untuk tidak dipergunakan dengan baik akibat minimnya waktu yang tersisa untuk merencanakan dan melaksanakan alokasi tambahan tersebut.
T abel 19: E volus i alokas i pendidikan 2010 dalam anggaran negara
(Trilyun Rupiah kecuali disebutkan secara khusus) Rancangan Anggaran Negara (RAPBN) Agustus 2009 A. Pendapatan Negara dan Hibah B. Belanja Negara
o/w Subsidi II. Transfer ke daerah C. Defisit Fiskal (% GDP) Alokasi Pendidikan (20% dari B. Belanja Negara)
Revisi Rancangan Anggaran Negara (RAPBN-P) Mar 2010
911.5
949.7
974.8
1009.5
1047.7
1104.6
38.2
57.0
699.7
725.2
770.4
144.4
157.8
199.3
309.8
322.4
334.3
1.6
1.6
2.1
201.9
209.5
221.4
7.6
11.9
7.6
19.5 5.5
Perubahan I. Belanja Pemerintah Pusat
Anggaran Negara Disetujui (APBN) Sept 2009
Alokasi tambahan/dana tak terduga Dana Tak Terduga Kumulatif (relatif dengan RAPBN) Asumsi Anggaran Pertumbuhan PDB Riil (%)
5.0
5.5
Inflasi (%)
5.0
5.0
5.7
60.0
65.0
77.0
Harga Minyak Mentah (USD/Barrel)
Sumber dan catatan: Depkeu dan kalkulasi staf Bank Dunia. Resiko dana tambahan tak terduga muncul pada akhir tahun fiskal 2010 telah diminimalisir dengan keputusan Pemerintah untuk membuat revisi dini pada
Pada bulan Januari 2010, hanya satu bulan setelah tahun fiskal 2010 berjalan, Pemerintah mengumumkan rencana untuk membuat revisi dini pada anggaran negara sebagai tanggapan pada berubahan kondisi makroekonomi- terutama harga minyak yang lebih tinggi – untuk memastikan bahwa anggaran diimplementasikan dengan efektif. Revisi anggaran yang diajukan (RAPBN-P) yang dirilis oleh Pemerintah pada bulan Maret 2010 meningkatkan total belanja negara sejumlah Rph 57.0 trilyun (5.4 persen), terutama akibat meningkatnya pengeluaran untuk subsidi dan mengalokasikan tambahan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
43
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
anggaran negara
Rph 11.9 trilyun (US$1.2 milyar) pada sektor pendidikan dalam rangka mempertahankan alokasi 20 persennya (Tabel 19). Dengan jumlah tersebut maka secara kumulatif dana tambahan tak terduga untuk pendidikan pada 2010 adalah Rph 19.5 trilyun (US$2.1 milyar), 10 persen lebih tinggi dari jumlah yang dianggarkan dalam RAPBN. Seperti sebelumnya, RAPBN-P bermaksud untuk mengalokasikan mayoritas dana tambahan tak terduga tersebut (Rupiah 9.4 trilyun) pada Kementerian Pemerintah Pusat, terutama Kemendiknas (yang anggarannya meningkat sebesar 11 persen atau or Rupiah 6.2 trilyun) dan Kemenag (9 persen atau Rupiah 2.1 trilyun). Hal ini merupakan alokasi tambahan yang relatif besar dan mungkin pencairannya akan menjadi tantangan tersendiri sesuai dengan alasan yang telah dibahas sebelumnya. Namun demikian, keputusan untuk melakukan revisi anggaran dini telah mengurangi resiko akan adanya tambahan dana tak terduga muncul lebih lambat lagi pada masa fiskal 2010 dan dengan asumsi bahwa rancangan anggaran disetujui oleh DPR sekitar bulan April 2010 maka keputusan revisi dini tersebut memberikan waktu yang lebih lama (sekitar delapan bulan) untuk kementerian terkait melakukan perencanaan dan pelaksanaan belanja tambahan tersebut.
Anggaran revisi juga meliputi sejumlah pedoman dan membentuk dana abadi (endowment fund) pendidikan untuk mendukung penggunaan dana tambahan tak terduga dengan baik
RAPBN-P juga meliputi sejumlah pedoman dan menspesifikasikan sejumlah bidang belanja prioritas untuk membantu memastikan bahwa alokasi tambahan yang diberikan pada kementerian negara dipergunakan dengan baik. Terutama, alokasi tersebut harus dialokasikan untuk program dan kegiatan yang telah dirancang sebelumnya, dapat diimplementasikan pada akhir tahun fiskal dan memiliki output dan outcome yang jelas. Belanja baru ini juga harus mendukung program prioritas yang diumuman oleh Pemerintah dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2010-14 yang baru dirilis, seperti dana operasional sekolah (BOS), beasiswa, program makanan di sekolah dan rehabilitasi sarana sekolah. Selain itu, RAPBN-P juga mengajukan untuk mengalokasikan sisa Rupiah 2.4 trilyun (sekitar USD 250 juta) dari dana tambahan tak terduga yang bertujuan untuk memastikan kesinambungan program pendidikan dalam jangka waktu yang lebih panjang dan yang dapat dimanfaatkan untuk investasi pendidikan (misalnya beasiswa). Dengan dana ini maka dana pencairan tambahan tak terduga bisa lebih lancar dalam waktu yang lebih lama, membantu menangani permasalahan dana yang tidak dibelanjakan sebelum akhir tahun fiskal (yang mengakibatkan dana tersebut dikembalikan ke rekening pemerintah) karena kurangnya waktu.
Namun demikian, permasalahan dana tak terduga tambahan akan terjadi berulang kali dan beberapa opsi kebijakan dapat membantu penanganan masalah dalam jangka waktu yang lebih panjang
Permasalahan dana tambahan tak terduga akan berulang kembali pada tahun-tahun mendatang selama revisi anggaran dan pemantapan kriteria bagaimana alokasi tambahan dapat dipergunakan dan pembentukan dana pendidikan akan membantu pengelolaan permasalahan dan mitigasi resiko pemanfaatan dana yang kurang memadai saat dana tambahan tak terduga muncul. Memperkuat perencanaan cadangan (contingency planning) anggaran Kemendiknas dan Kemenag juga dapat membantu meningkatkan penanganan masalah ini. Namun, seperti yang dicatat sebelumnya, dana tambahan tak terduga pendidikan merupakan bagian dari masalah yang lebih luas yaitu ketidakstabilan anggaran yang diakibatkan oleh subsidi energi dan fluktuasi dalam pendapatan. Maka, alternatif kebijakan berjangka-panjang untuk menangani permasalahan dana tambahan tak terduga dapat meliputi menyikapi masalah mendasar ini secara langsung dengan cara menetapkan kebijakan reformasi subsidi energi dan/atau “dana stabilisasi harga energi” untuk menangani fluktuasi pendapatan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
44
C . IN DO N E S I A 2014 D A N S E T E L A H N Y A : S U A T U T IN J A U A N S E L E K T IF 1. R u m a h ta n g g a In do n e s ia te n g a h pu l ih d a r i g e jo la k y a n g te r ja d i s e ba g a i im ba s da r i k r i s i s k e u a n g a n g l o ba l Ekonomi Indonesia bertahan dari terpaan perlambatan global namun belum banyak diketahui dampak krisis tersebut pada rumah tangga di Indonesia
Ekonomi Indonesia mulai terdampak oleh krisis ekonomi global pada akhir tahun 2008 dengan penurunan ekspor yang tajam pada triwulan keempat. Akibatnya, pertumbuhan PDB melambat pada triwulan keempat 2008 dan memasuki triwulan pertama tahun 2009. Dengan pulihnya ekspor selama tahun 2009, ekonomi mengalami kepulihan yang stabil. Konsumsi domestik yang kuat membantu makro-ekonomi Indonesia untuk menembus badai. Pasar keuangan juga perdampak namun sejak itu telah pulih dengan kuat. Namun dampak krisis pada rumah tangga mungkin akan terjadi belakangan setelah pulihnya ekonomi dan hanya akan nampak beberapa bulan setelahnya. Selain itu, pengalaman setiap kelompok dan daerah dalam mengalami gejolak mungkin berbeda dan tingkat pemulihannya juga bisa berbeda. Dengan demikian maka indikator kunci I tingkat rumah tangga perlu dimonitor agar lebih memahami bagaimana keluarga terdampak oleh gejolak seperti krisis ekonomi global dan apakah mereka dalam pemulihan. Dengan alasan tersebut maka Pemerintah Indonesia membentuk Sistem Pemantauan dan Sistem Pemantauan dan Respon Krisis (Crisis Monitoring dan Response System-CMRS) agar dapat memahami bagaimana gejolak diteruskan pada rumah tangga, bagaimana rumah tangga menanggapinya dan seperti apakah hasil dampak sosialnya. Prakarsa ini dilaksanakan oleh Bappenas dan BPS berkolaborasi dengan Bank Dunia, dengan dukungan keuangan dari AusAID. CMRS menggagaskan survei rumah tangga baru (CMRSS) yang dilaksanakan pada bulan Agustus dan November 2009. Dua putaran pertama survei menunjukkan bahwa pada pertengahan tahun 2009, rumah tangga mengalami penurunan jam kerja yang berdampak negatif pada pendapatan rumah tangga. Para keluarga merespon dengan mengkonsumsi barang bermutu lebih rendah atau bahan pangan yang lebih murah. Tetapi menjelang akhir 2009, jam kerja telah meningkat sebagian dan menurut laporan, para keluarga sudah tidak mengalami kesulitan memenuhi biaya konsumsi mereka. Namun pengalaman di daerah mungkin berbeda dan pemulihannya terjadi pada tingkat yang berbeda. Perubahan pada tingkat rumah tangga ini mungkin merupakan konsekuensi dari krisis ekonomi global namun sulit untuk dipisahkan dari kemungkinan faktor lainnya (misalnya musiman atau kejadian seperti pemilu nasional). Putaran ketiga dan terakhir survei dimulai pada bulan Februari 2010 namun hasil temuannya masih belum tersedia.
Pekerja mengalami penurunan jam kerja yang membuat tingkat pendapatan rumah tangga merosot
Hasil temuan CMRS menunjukkan bahwa hanya terdapat sedkit perubahan dalam pengangguran atau tingkat partisipasi dalam angkatan tenaga kerja untuk kepala keluarga. Sehubungan dengan upah formal dan informal, hal ini juga tetap stabil bagi sebagian besar pekerja. Namun, pekerja mengalami pengurangan jam kerja. Jam kerja dalam seminggu bagi kepala keluarga menurun sebesar rata-rata 1.3 jam antara bulan Mei dan Agustus 2009, baik bagi rumah tangga miskin dan non-miskin. Wilayah pedesaan mengalami penurunan yang lebih besar dibdaningkan wilayah perkotan. Rata-rata nasional dari jam kerja mingguan kepala keluarga dalam CMRSS Agustus 2009 juga 0.8 jam dibawah rata-rata nasional dari survei Sakernas bulan Agustus 2008. Data Sakernas juga menunjukkan bahwa jam kerja untuk kepala keluarga relatif sama antara Februari dan Agustus 2009 (selisih 0.2), dimana terdapat peningkatan 0.8 jam antara Februari dan Agustus 2008. Merosotnya jam kerja berkaitan langsung dengan penurunan hampir 5 persen dalam pendapatan pedesaan, dengan asumsi tingkat upah yang konstan. Konsekuensinya, rumah tangga melaporkan bahwa mereka mengalami peningkatan kesulitan yang signifikan dalam memenuhi biaya konsumsi mereka. Proporsi rumah tangga yang melaporkan adanya kesulitan meningkat sejumlah tiga percentage points antara bulan April dan Juli 2009, dengan proporsi diantara para miskin meningkat sejumlah 6 percentage points.
45
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 52: J am kerja menurun dari bulan Mei ke Agus tus , lalu pulih menjelang akhir tahun
G rafik 53: L aporan tentang kes ulitan memenuhi biaya kons ums i
(perubahan dalam jam kerja mingguan kepala keluarga)
(persentase responden survei)
70
Mei hingga August hingga Mei hingga Augustus 2009 November 2009 November 2009
63
per cent Nasional
Pedesaan
Perkotaan
Non -miskin
Miskin
56
Nasional
-1.3
0.6
-0.8
49
Pedesaan
-1.5
1.1
-0.5
42
Perkotaan
-1.1
0.0
-1.1
Non-miskin
-1.3
0.3
-1.0
Miskin
-1.5
1.8
0.3
35 28 21 14 7
Kepala keluarga: Laki-laki
-1.4
0.4
-1.0
Perempuan
-1.1
2.4
1.2
Sumber: CMRSS Para keluarga mengatasinya dengan membeli bahan pangan dengan harga atau mutu yang lebih rendah
0 Apr 09
Jul 09
Okt 09
Sumber: CMRSS
Peningkatan harga beberapa bahan pangan pokok selama paruh kedua tahun 2009 mengakibatkan tekanan yang substansial pada rumah tangga yang mengalami penurunan pendapatan. Para miskin terutama mengalami tekanan yang parah dimana bahan pangan mewakili hampir tiga perempat dari konsumsi mereka. Para rumah tangga mendemonstrasikan ketahanan resilience mereka dalam menghadapi kesulitan ini. Mereka mengatasi merosotnya pendapatan rumah tangga dan meningkatnya harga pangan dengan membeli bahan pangan yang lebih murah atau lebih rendah mutunya. Proporsi rumah tangga yang menggantikan lauk-pauk (makanan utama) mereka dengan bahan pangan yang harga atau mutunya lebih rendah naik dari 13 menjadi 15 persen. Rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi mereka dan cenderung lebih banyak melakukan substitusi bahan pangan pokok dan lauk-pauk. Namun, para keluarga tidak terpaksa menggunakan mekanisme yang ekstrim dalam mengatasi kesulitan. Pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan dan pendidikan tetap konstan. Tidak ada bukti bahwa keluarga terpaksa memasukkan anaknya dalam angkatan tenaga kerja demi meningkatkan pendapatan keluarga yang menurun. 3.6 persen rumah tangga memiliki seorang anak yang bekerja pada bulan April 2009; hal ini tetap sama pada bulan Juli dan Oktober. Juga tidak ada perubahan dalam proporsi rumah tangga dengan seorang perempuan yang bekerja, suatu peningkatan yang dapat menjadi indikasi tentang masuknya mereka secara tidak sukarela ke dalam lapangan kerja demi meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Menjelang akhir 2009, rumah tangga Indonesia mulai pulih
Hasil temuan dari putaran kedua CMRS mengindikasikan bahwa situasi telah membaik bagi rumah tangga. Jam kerja meningkat 0.6 jam antara bulan Agustus dan November 2009, memberikan sebagian kompensasi untuk tren menurun sebelumnya. Rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan lebih cepat pulih. Kepala keluarga perempuan lebih banyak memperoleh kembali jam kerja dibdaningkan dengan laki-laki, dengan jam kerja mingguan lebih banyak dibdaningkan tingkat pada bulan April. Hal ini nampaknya telah meningkatkan tingkat pendapatan rumah tangga. Persepsi rumah tangga tentang kesulitan memenuhi biaya konsumsinya kembali ke tingkat triwulan April, seperti juga tren substitusi bahan pangan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
46
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 54: Mengatas i kes ulitan dengan menggunakan bahan pokok atau lauk-pauk bermutu lebih rendah
(persen rumah tangga)
25
persen Nasional
Desa
Kota
Non -miskin Miskin
20
15
10
5
0 Apr 09
Jul 09
Okt 09
Bahan Pangan Pokok
Apr 09
Jul 09
Okt 09
Lauk Pauk
Sumber: CMRSS Namun tidak semua propinsi mengalami dampak yang sama
CMRS menunjukkan variasi yang signifikan dalam hasil temuan di tingkat propinsi baik dalam indikator pasar tenaga kerja (jam kerja dan pengangguran) dan indikator kesulitan (hardship) rumah tangga (termasuk persepsi perubahan dalam pendapatan rumah tangga, kesulitan memenuhi biaya konsumsi dan subsitusi bahan pangan yang dilaporkan). Beberapa propinsi secara garis besar tidak terdampak, beberapa mengalami penurunan kondisi dari Mei hingga Agustus namun telah pulih pada bulan November, sementara lainnya mengamati penurunan yang berlanjut atau terjadi kemudian. Propinsi yang paling terdampak selama periode dari Mei hingga November adalah Lampung, Nusa Tenggara Barat dan Gorontalo, diikuti oleh Sumatra Utara dan Barat, Kepulauan Riau, Banten, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah dan Selatan. Menurut survei, yang paling tidak terdampak selama masa enam bulan tersebut adalah Sumatra Selatan dan Bengkulu.
Masih banyak yang perlu dilakukan untuk memahami dampak krisis pada rumah tangga …
Hasil temuan survei CMRS dapat memberikan lebih banyak informasi tentang bagaimana rumah tangga Indonesia mengalami penurunan dan bagaimana mereka menanganinya, dan sejauh mana perubahan ini diakibatkan oleh krisis ekonomi global. Analisa lebih jauh akan mengkaji hasil pendidikan dan pemanfaatan mekanisme pendanaan. Semua dampak apapun dari berhenti sekolah dan absen dari sekolah beserta nutrisi dan perawatan pra dan pasca melahirkan akan dikaji. Mekanisme pendanaan yang dipergunakan oleh mereka yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan konsumsi akan dipaparkan dalam konteks pola penggunaan rata-rata. Laporan CMRS mendatang perihal hasil dari putaran pertama dan kedua akan segera siap dan akan memberikan lebih banyak uraian tentang hasil temuan survei lengkap.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
47
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 55: V arias i dampak pada rumah tangga antar propins i
(perubahan triwulan dalam kondisi pasar tenaga kerja dan kesulitan rumah tangga secara Propinsi)
Sumber: CMRSS dan analisa Bank Dunia … agar lebih siap untuk melakukan monitoring dan melindungi mereka yang rentan dari gejolak di masa depan
Mendadaknya krisis keuangan global menyoroti kesulitan dalam mendeteksi bagaimana gejolak ini berdampak pada rumah tangga. Hal ini juga telah menekankan perlunya mengembangkan sistem monitoring dan respon nasional tetap sehingga pemerintah dapat dengan cepat memberikan dukungan yang sesuai untuk rumah tangga yang terdampak oleh gejolak yang serious. CMRS dapat berfungsi sebagai prototype untuk sistem permanen yang memantau gejolak dan kerentanan di tingkat rumah tangga. Sementara itu, banyak hal yang harus dilakukan untuk membentuk sistem tanggap darurat dengan pedoman yang jelas tentang bagaimana mengaktifkan suatu respond an program jaringan pengaman sosial sebaiknya dipergunakan. Sistem ini sebaiknya mengakomodir tanggapan yang disesuaikan dan yang ditentukan oleh analisa tentang siapa yang terdampak dan pengalaman mereka menghadapi gejolak tersebut. Instrumen respon ini dapat mencakupi program yang telah terbukti efektif, termasuk (tetapi tidak terbatas pada) menyediakan transfer dana tunai tanpa syarat (seperti Bantuan Tunai Langsung, BLT) bagi rumah tangga yang rentan atau menyalurkan paket bantuan (block grants) pada daerah yang terdampak oleh krisis melalui PNPM-Mdaniri. Untuk masa mendatang, kerangka kerja pekerjaan umum (Padat Karya) dapat dibentuk untuk menyediakan lapangan kerja sementara bagi yang paling membutuhkan dan segera setelah gejolak terjadi. Pekerjaan umum dapat dilaksanakan melalui serangkaian program terutama PNPM-Mdaniri, yang telah menunjukkan hasil berkurangnya tingkat pengangguran di wilayah pedesaan.
2.
B e be r a pa f itu r u ta m a R e n c a n a P e m b a n g u n a n J a n g k a M e n e n g a h N a s i o n a l ( R P J M N ) 201 0-2 01 4 a . R P J MN 2010-14 ya ng ba ru diumumk a n ak an memberik an pda nua n ba gi renc a na pemba nguna n s ek toral dan da erah s erta a ngga ran s ela ma 5 ta hun k e depa n
Pemerintah Indonesia mengumumkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional periode 2010-2014 pada tanggal 3 Februari, 2010
RPJMN 2010-2014, yang diundangkan melalui Keputusan Presiden No. 5/2010, memberikan arahan kebijakan dan strategi dan menggarisbawahi prioritas nasional sebagai pedoman untuk pembangunan Indonesia dalam 5 tahun mendatang. RPJMN menetapkan pedoman garis besar bagi kementerian negara dalam merumuskan rencana strategisnya (Renstra-KL) dan bagi pemerintahan propinsi dan kabupaten dalam perumusan dan revisi rencana pembangunan jangka menengahnya yang mendukung sasaran pembangunan nasional. RPJM 2010-2014 saat ini, fase kedua dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, merupakan terjemahan dari visi dan misi Presiden dan dipdanu oleh arahan kebijakan umum dari RPJPN secara keseluruhan. Penting untuk memahami prioritas dan arahan kebijakan yang tercantum dalam RPJM saat ini karena baik rencana sektoral maupun anggaran tahunan untuk lima tahun ke depan akan dipdanu oleh RPJMN.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
48
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
RPJMN terdiri oleh tiga buku dan menetapkan 11 prioritas nasional
Menjaga Momentum
RPJMN terdiri dari tiga buku. Buku-buku ini memberikan garis besar prioritas nasional dan sektoral dan strategi pembangunan daerah. Secara umum, rencana ini merupakan dokumen yang komprehensif yang menguraikan prioritas program untuk periode 200102014 beserta keluaran (outputs)/hasil dampak (outcomes) dan anggaran indikatof untuk setiap prioritas dan sektor. Fitur utama dari ketiga buku adalah: • Buku I memberikan garis besar tentang strategi, kebijakan umum dan kerangka kerja makro-ekonomi yang mencerminkan visi, misi dan 11 prioritas pembangunan nasional RPJM. Hal ini sendiri mencerminkan prioritas yang ditetapkan oleh tim Presiden-Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Visi yang memayunginya adalah “untuk merealisasikan Indonesia yang sejahtera, demokratis dan adil”. • Buku II memberikan garis besar rencana pembangunan sektoral berdasarkan RPJPN 2005-2025 dengan tema “untuk memperkuat sinergi lintas sektor pembangunan” dalam rangka mencapai visi pembangunan nasional dalam Buku I. • Buku III memberikan garis besar rencana pembangunan daerah berdasarkan pulau: Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua dengan tema “untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, daerah dan antar-daerah” dalam rangka mencapai visi pembangunan nasional dalam Buku I. Ke- 11 prioritas nasional yang dijabarkan dalam Buku I adalah: i) Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan (governance), ii) Pendidikan, iii) Kesehatan, iv) Pengentasan kemiskinan, v) Keamanan pangan, vi) Infrastruktur, vii) Iklim penanaman modal dan bisnis, viii) Energi, ix) Pengelolaan lingkungan hidup dan bencana, x) Daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik, xi) kebudayaan, keratifitas dan inovasi teknologi.
Prioritas-prioritas tersebut merupakan campuran dari program pembangunan dan prakarsa reformasi yang telah ada dan yang baru
Sebagian besar dari program yang ditetapkan di bawah judul pengentasan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan merupakan lanjutan atau perluasan dari program pembangunan yang telah ada seperti program bantuan sosial terpadu termasuk sistem asuransi nasional (Jamkesmas), beasiswa bagi masyarakat miskin, transfer dana tunai (BLT), bantuan untuk rumah tangga miskin (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan perluasan program pembangunan masyarakat pedesaan (PNPM Mdaniri). Beberapa prioritas program baru yang terpilih termasuk membangun sekitar 20,000 km jalan raya yang melintasi kelima pulau terbesar, meningkatkan kapasitas pembangkitan listrik sebesar 3,000 MW per tahun, membangun infrastruktur transportasi berdasarkan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi, memperkenalkan nomor identitas tunggal yang akan diaplikasikan menjelang 2011, mengurangi jumlah daerah tertinggal sejumlah 50 kabupaten/kotamadya menjelang 2014, mengembangkan sistem logistik nasional dan mengimplementasikan lisensi penanaman modal dan sistem informasi elektronik. Prioritas program baru ini mencerminkan fokus pemerintah pada infrastruktur selama 5 tahun ke depan.
Pemerintah bertujuan untuk menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 8-10 persen menjelang tahun 2014
Dengan adanya prioritas tersebut di atas maka diharapkan tingkat kemiskinan akan menurun menjadi 8 – 10 persen dari tingkat saat ini yaitu 14.15 persen (2009). Untuk mencapai hal ini, pemerintah berencana untuk meningkatkan efektifitas program pengentasan kemiskinan dengan mengintegrasikan koordinasi program sosial/pengentasan kemiskinan dalam urusan kantor Wakil Presiden, memperluas jangkauan program saat ini dan mengembangkan infrastruktur pedesaan. Komisi Nasional untuk Pengentasan Kemiskinan tengah direvitalisasi untuk mengemban tugas koordinasi. Pemerintah juga bertujuan untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka menjadi 5-6 persen dari tingkat 2009 yaitu 7.9 persen.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
49
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
T abel 20: S eleks i S as aran P embangunan Utama dalam R P J MN 2010-2014 Seleksi Sasaran Pembangunan Utama Pengangguran dan kemiskinan Tingkat pengangguran (%) Tingkat kemiskinan (%) Pendidikan Meningkatkan GER* untuk pendidikan sekolah menengah atas (%) Meningkatkan GER untuk perguruan tinggi (usia 19 – 23, %) Kesehatan Meningkatkan harapan hidup (tahun) Mengurangi malnutrisi (
2008/09
2014
7.9 14.15
5.0 - 6.0 8.0 - 10.0
64.28 21.26
85 30
70.7
72
18.4
<15
34
24
Infrastruktur (termasuk energi) Membangun jalan tol sepanjang 19,370 km: Trans Sumatera, Trans Jawa, Trans Kalimantan, Trans Sulawesi, Trans Nusa Tenggara Barat, Trans Nusa Tenggara Timur, dan Trans Papua Membenahi sistem dan jejaring transportasi di 4 kota terbesar (Jakarta, Bdanung, Surabaya, Medan) Meningkatkan rasio elektrifikasi Kapasitas pembangkitan listrik
Rampung
Rampung 80% Tambahan 3,000 MW per tahun
GER Gross Enrollment Rate (Angka Partisipasi Kotor) Sumber: RPJMN 2010-2014, Bappenas …dan untuk meningkatkan secara siknifikan elemenelement utama pembangungan
Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan merupakan prioritas utama bidang pendidikan. Hal ini akan dilakukan dengan berbagai cara termasuk, antara lain, dengan menyediakan beasiswa untuk masyarakat miskin, mengimplementasikan indikator utama kinerja pendidik, menyeimbangkan perbdaningan/rasio pendidik-anak didik dan mencapai stdanar pendidikan nasional menjelang tahun 2013. GER Gross Enrollment Rate (Angka Partisipasi Kotor) diharapkan akan mencapai 85 persen untuk pendidikan sekolah menengah atas dan 30 persen untuk perguruan tinggi. Outcomes dalam bidang pendidikan diharapkan akan membaik: harapan hidup diprakirakan akan meningkat menjadi 72 tahun dan malnutrisi menurun di bawah 15 peren menjelang tahun 2014. Untuk menyikapi tantangan lama dalam bidang infrastruktur, pemerintah berencana untuk membangun lebih dari 19,000 km jalan tol di kelima pulau terbesar dan meningkatkan pasokan listrik dengan menambah 3,000 MW per tahun.
Pemerintah mengalokasikan IDR 1,287.6 trilyun selama 5 tahun mendatang dalam mengimplementasikan 11 prioritas nasional
Total sumberdaya yang dialokasikan untuk mengimplementasikan 11 prioritas nasional adalah IDR 1,288 trilyun (sekitar IDR 200-300 trilyun atau setara dengan USD 21-32 milyar pada kurs saat ini, per tahun). Pendidikan, infrastruktur dan pengentasan kemiskinan memperoleh alokasi anggaran terbesar, mewakili dua pertiga dari total anggaran yang dialokasikan untuk ke-11 prioritas nasional ini. Meksipun jangkauannya komprehensif dan rencana programnya terperinci, RPJMN tidak memberikan estimasi pos anggaran sumberdaya publik yang diperkirakan dalam lima tahun mendatang sehingga analisa lebih mendalam tentang pos sumberdaya keseluruhan dan alokasi anggaran yang lebih luas tidak dapat dilakukan.
Pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi 6.3-6.8 persen pada periode 2010-2014, dan mencapai pertumbuhan 7 persen menjelang 2014
Pemerintah bertujuan untuk mencapai pertumbungan rata-rata sebesar 6.3-6.8 persen per tahun selama periode 2010-2014, dengan pertumbuhan rata-rata meningkat ke 7 persen pertumbuhan PDB sebelum tahun Konsumsi swasta, sumber utama pertumbuhan diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5.3-5.4 persen per tahun, sementara penanaman modal dan ekspor diproyeksikan akan meningkat sebesar 9.1-10.8 persen dan 10.7-11.6 persen setiap tahunnya. Pemerintah bermaksud mempertahankan inflasi di tingkat yang sebdaning dengan tingkat inflasi di negara tetangga atau 3.5 – 5.5 persen menjelang tahun 2014 dalam rangka mempertahankan stabilitas nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga domestik yang rendah.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
50
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
…sementara mempertahankan kebijakan fiskal yang relatif konservatif
Menjaga Momentum
Di garis depan fiskal, pemerintah mempertahankan kebijakan fiskalnya yang konservatif dengan deficit anggaran moderat dengan rata-rata 1.5 persen dari PDB. Sebagai hasilnya, rasio total hutang publik ke PDB diharapkan akan menurun menjadi 24 persen dari PDB pada tahun 2014. Rasio pajak ke PDB diproyeksikan akan turun bertahap dari 12.4 persen PDB pada tahun 2010 menjadi 14.2 persen dari PDB pada tahun 2014, dengan pertumbuhan tahunan penerimaan pajak sebesar 16.8 persen.
T abel 21: K erangka kerja makro-ekonomi R P J MN 2010-2014 2010
Proyeksi Jangka Menengah 2011 2012
2013
2014
Pertumbuhan dan Stabilitas Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi
5.5 - 5.6
6.0 - 6.3
6.4 - 6.9
6.7 - 7.4
7.0 - 7.7
Inflation rate, CPI (%)
4.0 - 6.0
4.0 - 6.0
4.0 - 6.0
3.5 - 5.5
3.5 - 5.5
9,750 - 10,250
9,250 - 9,750
9,250 - 9,750
9,250 - 9,850
9,250 - 9,850
6.0 - 7.5
6.0 - 7.5
6.0 - 7.5
5.5 - 6.5
5.5 - 6.5
7.0 - 8.0
11.0 - 12.0
12.5 - 13.5
13.5 - 14.5
14.5 - 16.5
8.0 - 9.0
14.0 - 15.6
16.0 - 17.5
17.0 - 18.3
18.0 - 19.0
74.7 - 75.6
82.4 - 84.1
89.6 - 92.0
96.1 - 99.2
101.4 - 105.5
Nilai tukar (nominal) (IDR/USD) 3 bulan suku bunga SBI (%) Neraca Pembayaran Pertumbuhan ekspor non minyak dan gas (%) Pertumbuhan impor non minyak dan gas (%) Cadangan devisa (milyar USD) Anggaran Negara Surplus/Defisit APBN/PDB (%)
-1.6
-1.9
-1.6
-1.4
-1.2
Pendapatan Pajak/PDB (%)
12.4
12.6
13
13.6
14.2
29
28
27
25
24
Hutang Pemerintah /PDB (%) Sumber: RPJMN 2010-2014, Bappenas Transfer ke daerah diperkirakan akan terus meningkat
Transfer ke daerah diperkirakan akan terus meningkat karena meningkatnya alokasi DAU dan DAK secara bertahap serta karena berlanjutnya perpindahan tanggung jawab untuk implementasi program (dan dana yang terkait) pada daerah. Beberapa kebijakan utama sehubungan dengan transfer ke daerah mencakup berikut: • Secara bertahap meningkatkan proporsi alokasi DAU dari total net pendapatan domestik • Memperbaiki rumusan DAU dengan meniadakan variabel belanja pegawai dan memperkenalkan variablel insentif sebagai penghargaan bagi daerah yang bagus kinerjanya • Memperbaiki estimasi kebutuhan fiskal agar lebih selaras dengan stdanar pelayanan minimum. • Secara bertahap meningkatkan alokasi DAK dalam rangka mencapai prioritas pembangunan nasional dan mentransformasikan program kementerian negara menjadi aliran keuangan DAK yang mendanai fungsi desentralisasi seperti program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana pembangunan infrastruktur desa. • Meningkatkan ketepatan, transparansi dan pencairan pembagian pendapatan.
Beberapa prioritas program diperkirakan akan mendapatkan peningkatan anggaran yang signifikan atau memiliki sasaran pembangunan yang relatif ambisius; namun pendekatan ini memicu kekhawatiran tentang kapasitas implementasi dan kesinambungan fiskal
Beberapa prioritas program diperkirakan akan mendapatkan peningkatan sumberdaya yang signifikan dan memiliki sasaran pembangunan yang relatif ambisius. Selayaknya dengan peningkatan sumberdaya seperti ini maka ada peningkatan kapasitas implementasi yang signifikan dari instansi yang bertanggungjawab. Perluasan program tertentu juga akan menciptakan liabilitas terkait (contingent liabilities) yang sebaiknya dipertimbangkan dalam perancangan perluasan program. Misalnya, alokasi anggaran untuk sistem asuransi kesehatan nasional yang divisikan akan mencakup semua penduduk menjelang tahun 2014 akan memberikan beban tambahan pada anggaran nasional dan akan meningkatkan forward liabilities. Biaya fiskal dari kebijakan ini mungkin belum dirasakan selama ini karena hambatan sisi permintaan mengakibatkan banyak diantara mereka yang berhak memperoleh layanan kesehatan belum dapat mengaksesnya. Namun dengan ditanganinya hambatan ini, biaya-biaya program akan meningkat secara signifikan hingga memicu kekhawatiran tentang kesinambungannya. Kementerian negara yang mengimplementasikan program prioritas telah menerima
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
51
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
peningkatan anggaran yang signifikan (seperti pertanian atau pengentasan kemiskinan). Mereka juga perlu penempatan staf yang sesuai agar program dapat dikelola secara efektif. Beberapa program prioritas akan membutuhkan koordinasi yang erat dengan pemerintahan daerah (seperti meningkatkan akses untuk pendidikan dasar dan penyediaan air bersih). Dengan demikian maka melakukan klarifikasi tentang peran dan fungsi pemerintah pusat dan daerah merupakan hal yang kritis dalam memastikan efektifitas program-program tersebut. b. R P J M menek ank a n k emba li perlunya perc epa ta n pertumbuha n s elama s etenga h das awars a menda ta ng – s ementa ra mema s tik an bahwa pertumbuhan ters ebut ink lus if da n diba gi a ntara s emua s egmen penduduk RPJM mengambil sudut pdanang strategis sehubungan dengan pengembangan kebijakan selama lima tahun mendatang
Pada tingkat strategis secara keseluruhan, RPJM 2010-2014 memberikan pdanangan yang komprehensif tentang kebijakan pembangunan Pemerintah Indonesia selama lima tahun mendatang. Banyak aspek pembangunan yang dibahas. Namun, memdanang ke depan selama periode lima tahun hingga tahun 2014, seperti yang diamati oleh RPJM itu sendiri, ekpektasi pemerintah tinggi dan sumberdayanya terbatas. Bahkan, tuntutan pada pemerintah hampir tidak terbatas. Tetapi, pemerintah tidak dapat melakukan segalanya. Maka Pemerintahan yang efektif akan mensyaratkan bahwa prioritas tahunan yang ketat ditetapkan untuk mempertajam fokus implementasi dari rencana luas secara keseluruhan.
Prioritas pembangunan Pemerintah Indonesia saat ini sangat cocok dengan prioritas masyarakat internasional; pendekatannya konsisten dengan ekspansi peran internasional Indonesia termasuk dalam G20
Baru-baru ini Indonesia telah menjadi negara anggota G20. Sebagai satu-satunya anggota G20 dari kelompok negara ASEAN, posisi Indonesia berkaitan dengan permasalahan utama dalam agenda pembangunan internasional saat ini penting adanya. Dari sudut pdanang ini, diplomasi ekonomi RPJM memberikan dukungan yang kuat untuk semua permasalahan utama yang saat ini tengah dibahas di seluruh komunitas pembangunan internasional seperti Persatuan Bangsa-Banga, lembaga keuangan internasional, organisasi regional Asia dan sebagainya. Misalnya, RPJM mencantumkan pembahasan yang substansial tentang permasalahan berikut ini, antara lain: • Pertumbuhan ekonomi dengan penekanan yang kuat tentang keadilan • Demokrasi dan inklusi sosial • Permasalahan lingkungan hidup dan perubahan iklim • Produktifitas dan meningkatkan kebersaingan ekonomi • Tata kelola pemerintahan yang baik • Peraturan perundangan, termasuk reformasi hukum dalam bidang-bidang kunci • Melawan korupsi • Desentralisasi, untuk menggalakkan pemerintahan yang lebih inklusif • Jender, anak, permasalahan sosial terkait • Sektor utama, dengan permasalahan ekonomi dan sosial yang terkait, seperti pertanian, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, lapangan kerja, perdagangan domestik dan internasional • Reformasi birokrasi
Penekanan yang kuat tentang kebijakan ekonomi yang baik merupakan tema inti RPJM
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, RPJM mentargetkan akselerasi pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 7 persen per tahun secara riil (real terms) pada akhir periode lima tahun. Dalam mencapai hal ini, perhatian yang cukup banyak diberikan baik pada mobilisasi semua jenis input ekonomi utama serta tindakan untuk meningkatkan produktifitas. Pendekatan ini unggul karena memberikan sinyal yang kuat baik pada instansi sektor publik maupun sektor swasta bahwa pemerintah memberikan prioritas yang tinggi untuk menciptakan lingkungan untuk ekspansi kegiatan ekonomi yang kokoh.Namun tantangan bagi pemerintah adalah dalam melaksanakan strategi ini karena lebih mudah merumuskan kebijakan daripada melaksanakannya.
Pemanfaatan input yang lebih baik merupakan prioritas untuk mendasari percepatan pertumbuhan ekonomi
Di sisi input, diakui bahwa dengan berbagai alasan, input ekonomi seperti lahan, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan seringkali tidak dimobilisasikan dengan efektif di Indonesia. RPJM mencatat bahwa berbagai permasalahan berkaitan dengan akuisisi dan penggunaan lahan yang efisien menghambat banyak penanaman modal. Dipdanang juga bahwa tenaga kerja kurang dimanfaatkan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, sebagian besar pendatang baru dalam angkatan tenaga kerja telah diserap ke kegiatan berproduktifitas rendah di sektor informal dalam usaha kecil dan mikro. Selain itu, dicatat
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
52
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
bahwa jumlah investasi yang besar akan dibutuhkan untuk mendasari pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Maka dengan demikian tindakan untuk meningkatkan iklim penanaman modal baik bagi investor domestik maupun asing dimasukkan ke dalam daftar prioritas. Dan peran krusial yang dimainkan oleh wirausahawan dalam memperomosikan, terutama pertumbuhan sektor swasta diakui dalam strategi pertumbuhan yang dicantumkan dalam RPJM. … dan peningkatan produktifitas juga penting sebagai bagian dari program untuk mempercepat pertumbuhan
Pendekatan terhadap teknologi yang telah ditingkatkan, baik melalui peluang pelatihan yang meningkat dimana pelatihan tersebut fokus pada teknologi serta dukungan untuk adopsi teknologi di seluruh sektor ekonomi, tercantum secara garis besar dalam RPJM. Tindakan yang disarankan untuk mempromosikan daya sain internasional dengan pertimbangan juga akan memacu peningkatan produktifitas meliputi langkah-langkah untuk mengurangi biaya yang mendasari operasional berbagi sektor di Indonesia dan program untuk mempromosikan ekspor.
RPJM menetapkan strategi keberpihakan pada pertumbuhan, lapangan kerja dan masyarakat miskin (pro growth, pro jobs dan pro poor )
Beragam tema dan pendekatan pada prioritas nasional ditetapkan dalam RPJM namun penekanannya pada strategi mendukung pertumbuhan, mendukung penciptaan lapangan kerja dan berpihak pada masyarakat miskin perlu dicatat. RPJM mengamati bahwa pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity) diperlukan dan bahwa serangkaian kebijakan yang berhubungan dengan semua sektor selayaknya dirancang untuk memastikan bahwa pembangunan tersebut berkesinambungan dan juga inklusif. Dalam konteks ini, dua dari strategi yang digambarkan dalam RPJM membutuhkan perhatian khusus. Berikut adalah strateginya: • •
Untuk mengembangkan infrastruktur dan Untuk memperkuat agenda keberpihakan pada masyarakat miskin.
Investasi dalam infrastruktur – terutama infrastruktur yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin – diperlukan dengan mendesak untuk memastikan bahwa kurangnya layanan infrastruktur bukan hambatan bagi kemampuan para masyarakat miskin untuk memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi nasional. Pendekatan infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin akan menguatkan penekanan keseluruhan pertumbuhan yang berpihak pada masyarakat miskin
RPJM menetapkan agenda untuk ekspansi sektor infrastruktur. Tambahan pelengkap yang berguna dalam pendekatan saat ini adalah menekankan pada proyek yang berpihak pada masyarakat miskin dalam sektor infrastruktur. Elemen utama dalam pendekatan seperti ini masyarakat miskin mendapatkan akses fisik yang memadai dan bahwa kedua, harga yang ditetapkan untuk pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh masyarakat miskin.
Perlu pembedaan segmen pasar dalam mendesain proyek infrastruktur
Langkah pertama dalam mendesain proyek infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin adalah membedakan segmen pasar yang beragam pelayanan infrastrukturnya di Indonesia. Pasar-pasar ini cenderung tersegmentasi dengan pemasok yang berbeda menyediaaan jenis layanan yang berbeda bagi jenis konsumen yang berbeda. Di satu sisi, terdapat konsumen yang termasuk dalam sektor ekonomi yang modern dan formal. Konsumen ini cenderung menginginkan layanan infrastruktur yang bermutu tinggi dalam jumlah yang besar. Mereka lazimnya bersedia membayar harga internasional atau lebih, dengan syarat pelayanan yang disediakan memuaskan. Di sisi lainnya, juga terdapat permintaan dari konsumen berskala kecil, kebanyakan di antaranya hidup dan bekerja dalam sektor informal ekonomi. Para konsumen dalam sektor ini seringkali hanya mampu membeli layanan infrastruktur dalam jumlah yang kecil (terkadang mikro) saja.
Dibutuhkan pengaturan yang berbeda-beda untuk pemasokan infrastruktur pada segmen pasar infrastruktur yang berbeda
Dalam merumuskan kebijakan infrastruktur, sangat penting untuk membedakan antara kedua pasar ini. Perusahaan layanan umum milik negara mungkin tidak mampu menjangkau semua konsumen yang berpotensi, terutama dalam pasar informal. Hasilnya, banyak bagian dari sektor infrastruktur – dalam transportasi darat dan air, kereta api, listrik dan penyediaan air dan sanitasi – beragam pengaturan yang informal ada demi menyediakan layanan tersebut. Sektor informal ‘bayangan’ ini, sebagian besar tidak diatur oleh perundangan, telah muncul dan bahkan berkembang karena mampu mengakomodir kebutuhan konsumen skala kecil. Para pemasok dalam sektor informal biasanya bersedia memberikan pelayanan dalam jumlah kecil dengan biaya yang rencah. Memang benar mutu pelayanan mereka lazimnya dibawah – seringkali jauh di bawah – mutu pelayanan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
53
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
yang disediakan dalam sektor formal, namun total tagihan untuk layanan yang disediakan bagi konsumen seringkali rendah (meskipun biaya per unit layanan mereka seringkali jauh lebih tinggi dari biaya per unit layanan dari sektor formal). Diperlukan reformasi untuk memastikan bahwa layanan infrastruktur memenuhi kebutuhan masyarakat miskin
Pad prinsipnya, langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyelenggarakan layanan infrastruktur yang lebih baik pada konsumen berpendapatan rendah di Indonesia sudah jelas. Di satu sisi, reformasi diperlukan untuk memacu perusahaan layanan umum milik pemerintah (termasuk di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya) dan pemasok lainnya dalam sektor formal untuk mendesain dan memasok produk yang memenuhi kebutuhan konsumen berskala kecil yang sederhana. Sebagai bagian dari pendekatan ini, cara-cara ang lebih efektif dalam memfokuskan belanja pemerintah pada proyek infrastruktur berskala kecil dengan cara yang efektif biayanya, terutama di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya level, seharusnya didesain. Di sisi lain, perlu ada pendekatan yang lebih positif menuju ketergantungan pada pemasok layanan infrastruktur dari sektor swasta. Pemasok sektor swasta yang berskala kecil sebaiknya dipdanang sebagai mitra yang mampu membantu kesenjangan pasar yang penting dalam kaitannya dengan layanan infrastruktur daripada sebagai wirausahawan yang tidak dapat dipercaya dan perantara yang tidak menghiraukan peraturan pemerintah.
Infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin akan membantu menggalang produktifitas dalam sektor informal dan akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat
Terdapat argumentasi ekonomi yang kuat untuk mendesain program infrastruktur dalam rangka menyediakan layanan infrastruktur yang juga bermanfaat bagi kelompok berpendapatan lebih rendah. Dengan demikian maka peningkatan penyediaan infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin akan memperkuat penekanan yang diberikan pemerintah dalam pendekatannya yang pro pertumbuhan dan pro lapangan sehubungan dengan merumuskan RPJM. Pada saat ini, kehilangan produktifitas dalam sektor informal akibat kurangnya akses pada infrastruktur yang memadai sangat besar. Jutaan jam kerja-manusia terbuang percuma setiap tahunnya di seluruh Indonesia, misanya karena para laki-laki, perempuan dan anak-anak yang harus meluangkan banyak waktunya untuk menggotong sedikit air untuk penggunaan pribadi baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Sama halnya, usaha berskala kecil seringkali terbatas dalam penggunaan alat listrik mereka karena pasokan listrik yang tidak menentu untuk industri kecil dan pengguna komersil lainnya. Dan di wilayah pedesaan, keterpencilan yang diakibatkan oleh tidak adanya jalan penghubung sederhana merupakan penghambat utama bagi pembangunan. Biaya input seperti peralatan, pupuk dan insektisida menggelembung di tingkat petani dimana sarana komunikasinya buruk dan akses petani ke pasar untuk menjual hasil panennya sangat terbatas. Maka pembangunan jalan pedesaan yang menghubungkan desa-desa dengan kota disekitarnya akan meningkatkan kondisi perdagangan untuk petani dan memfasilitasi akses untuk masyarakat desa untuk memperoleh infrastruktur sosial berbasis kota seperti sekolah dan rumah sakit.
c . R P J M juga memdanang k edepan berla njutnya upa ya pemerinta h untuk menga tas i k emis k ina n mela lui program k emis k inan ya ng memilik i s as a ran tertentu dan mengidentifik a s ik an peningk atan k etida k s eta raa n s ebagai hamba ta n utama dalam pemba ngunan ya ng berk es ina mbunga n dan s eimba ng Menangani kemiskinan dan ketidakadilan
Tema menyikapi baik kemiskinan dan bentuk ketidakadilan lainnya menonjol dalam RPJM. Pentingnya merumuskan serangkaian kebijakan adalah untuk mengatasi beragam permasalahan ketidakadilan di Indonesia disoroti: a) b) c) d) e)
Tingkat kemiskinan seperti yang tercermin dalam garis kemiskinan nasional Ketidaksetaraan pendapatan, seperti yang nampak dalam koefisien Gini yang kian melebar Perbedaan pedesaan dan perkotaan Peluang lapangan kerja Perbedaan antar daerah di seluruh Indonesia
Ini merupakan serangkaian masalah yang menantang. Setiap topik memunculkan materi kebijakan khusus – dan setiap topik juga menjadi tambahan pada daftar yang panjang dari hal yang saling berkaitan (cross cutting) dimana setiap pembuat kebijakan Indonesia diharapkan akan memikirkannya saat mempersiapkan kebijakan sektoral. T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
54
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Terdapat alasan ekonomi yang kuat serta alasan sosial untuk menangani agenda pemerataan
Terdapat alasan ekonomi yang kuat serta alasan sosial untuk menangani permasalahan ini. Satu hal, penggunaan sumberdaya yang tidak efisien mendasari ketidakadilan ini, terutama tenaga kerja yang secara luas kurang dimanfaatkan di seluruh Indonesia, merupakan kemubaziran yang sangat besar. Maka, tantangan utama bagi pembuat kebijakan adalah membuat rancangan program yang memanfaatkan sumberdaya manusia bangsa ini secara lebih efektif. Hal lainnya, pada masa lampau, ketegangan yang dipicu oleh ketidakadilan di seluruh Indonesia telah berujung pada konflik terbuka. Konflik ini kemudian membebankan biaya ekonomi yang tinggi dan telah memperlambat pembangunan. Penanaman modal dan pertumbuhan di Aceh, misalnya, terhambat pada tahun 1990an selama masa konflik di propinsi tersebut. Proses-proses pembangunan di Aceh telah jauh lebih berhasil sejak resolusi konflik daerah itu pada tahun 2005.
Pengurangan kemiskinan yang terukur diberi prioritas tinggi dalam RPJM
Pemerintah memberikan prioritas tinggi pada tujuan menurunkan tingkat kemiskinan yang terukur. Satu tema utama dari RPJM adalah bahwa tingkat kemiskinan diperkirakan dapat berkurang dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi menuju tingkat sasaran 7% per tahun. Namun, percepatan pertumbuhan ekonomi mungkin tidak mencukupi untuk mengurangi tingkat kemiskinan secara signifikan. Meskipun pemerintah menekankan pada tujuan pengurangan kemiskinan, tingkat kemiskinan terukur belum menurun secepat yang diinginkan pada tahun-tahun terakhir ini. Respon kebijakan terbaharui diperlukan untuk memperkuat kaitan antara pertumbuhan ekonomi keseluruhan dan tingkat kemiskinan. Langkah kebijakan yang, selain tingkat pertumbuhan ekonomi keseluruhan, mungkin diberi lebih banyak dukungan agar memasukkan program untuk mengurangi pekerjaan tidak penuh/tidak sesuai kapasitas dalam sektor informal dan intervensi bertarget yang diarahkan ke tujuan pengurangan kemiskinan.
Namun juga dibutuhkan fokus pada ketidakadilan pendapatan
Tindakan untuk mengatasi tingkatan kemiskinan terukur saja tidak memadai karena banyak rakyat Indonesia yang hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan. Terdapat jutaan orang Indonesia yang dengan mudah dapat jatuh kembali dalam kemiskinan terutama apabila harga komoditas dasar meningkat di luar perkiraan. Selain itu, seperti yang tercatat dalam RPJM, ketidaksetaraan pendapatan di seluruh Indonesia (seperti yang diukur oleh koefisien Gini) dapat semakin melebar bahkan saat tingkat kemiskinan terukur menurun. Pendekatan yang lebih luas diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidaksetaraan keseluruhan dalam rangka memastikan bahwa manfaat dari pembangunan dibagi secara luas; kebijakan fiskal yang berpihak pada masyarakat miskin adalah penting baik pada sisi pendapatan dan belanja dalam anggaran pemerintah; peningkatan penyediaan infrastruktur sosial diperlukan untuk menjembatani ketidaksetaraan sosial; dan perhatian perlu terus diberikan pada kebijakan penciptaan lapangan kerja merupakan bagian dari paket yang sesuai untuk mengurangi ketidaksetaraan.
Tantangan utama pembangunan tengah muncul dengan semakin melebarnya kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan
Tingkat urbanisasi Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. RPJM mengakui bahwa sebagai hasil tren ini tantangan pembangunan yang baru muncul baik di wilayah pedesaa dan perkotaan. Di satu sisi, RPJM mencatat bahwa permasalahan yang muncul dari pertumbuhan yang cepat di wilayah perkotaan menjadi semakin parah. Tuntutan baik pada infrastruktur ekonomi maupun sosial menjadi semakin mendesak di wilayah perkotaan seperti Jakarta dan kota besar lainnya. Namun perubahan ini juga berujung pada tekanan baru di wlayah pedesaan dengan berpindahnya orang muda ke perkotaan dan semakin jelas adanya tekanan pada sumberdaya setempat. Dengan demikian maka permasalahan pengelolaan lahan dan perpindahan penduduk membutuhkan perhatian. Di wilayah perkotaan, investasi infrastruktur berskala besar dalam sektor seperti transportasi, pengendalian banjir dan perumahan dibutuhkan. Di wilayah pedesaan, masyarakat desa memberikan prioritas tinggi pada jalan, penyediaan air setempat dan penyelenggaraan sarana pendidikan dan kesehatan. Teknologi baru dalam pertanian juga diperlukan untuk membantu mendorong produktifitas pedesaan.
Penciptaan lapangan kerja juga dipdanang sebagai konteks pendekatan yang pro lapangan kerja
Pembuat kebijakan di berbagai negara berkembang di Asia telah mengkhawatirkan bahwa pertumbuhan pengangguran telah menjadi karakteristik dari ekspansi ekonomi di beberapa negara regional pada tahun-tahun terakhir ini. Di Indonesia juga terdapat aspek yang mengkhawatirkan. Satu hal, Indonesia telah tertinggal dari negara tetangga yang makmur dalam mendorong produktifitas dengan menciptakan pekerjaan non-pertanian dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Selain itu, pertumbuhan lapangan pekerjaan di
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
55
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Indonesia telah gagal untuk menyamai pertumbuhan penduduk sejak krisi ekonomi regional pada tahun 1997-98. Antara tahun 1999 dan 2003, bagian dari pekerja yang bekerja dalam sektor formal jelas merosot dari 43 persen menjadi 35 persen karena adanya kecenderungan bagi pekerja yang digantikan dalam sektor formal untuk hijrah ke sektor informal untuk memperoleh pekerjaan. Telah ada peningkatan yang signifikan sejak itu namun tingkat pekerjaan di sektor formal masih dibawah tingkat sebelum krisis. Bahkan, angka-angka yang tercantum dalam RPJM mengilustrasikan tantangan tersebut. Di satu sisi, tingkat penciptaan lapangan kerja selama periode 2005-2009 adalah sekitar 2.7 juta per tahun, dengan nyaman melebihi peningkatan tenaga kerja yaitu sekitar 2 juta per tahun. Hasilnya, tingkat pengangguran terbuka menurun dari hampir 10 persen pada tahun 2004 ke 7.9 persen pada tahun 2009. Namun, yang mengecewakan adalah dari total jumlah lapangan pekerjaan baru yang hampir 11 juta, hanya 30 persen (3.3 juta) diciptakan dalam sektor formal. Sisa 70 persennya diciptakan dalam sektor informal yang rendah produktifitas dan berpendapatan rendah. Dalam mengakui masalah ini, RJPM mencatat bahwa ‘Perpindahan “surplus tenaga kerja” keluar dari lapangan pekerjaan informal ke pekerjaan-pekerjaan formal yang lebih produktif dan memberikan upah yang lebih tinggi merupakan tujuan utama dari siklus pembangun, pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan’. Fokus perhatian diperlukan pada cara-cara meningkatkan baik peluang lowongan kerja maupun kondisi pekerjaan dalam sektor informal serta sektor formalnya
Dalam menanggapi tantangan lapangan kerja di Indonesia, pembedaan antara pengangguran (unemployment) dan bekerja tidak penuh/tidak sesuai kapasitas (underemployment). Perhatian resmi tentang permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan lapangan pekerjaan di Indonesia seringkali fokus pada tingkat pengangguran dalam sektor formal. Namun, fenomena tingkat pengangguran dalam sektor informal yang lebih relevan bagi mayoritas pekerja di seluruh Indonesia. Maka, meskipun benar bahwa kebijakan diperlukan, seperti yang ditekankan dalam RPJM, untuk memfasilitasi pergerakan tenaga kerja dari sektor informal ke formal, perhatian juga diperlukan untuk kondisi pekerjaan dalam sektor informal. Prospeknya adalah bahwa mayoritas pekerja di Indonesia akan terus dipekerjakan dalam sektor informal selama beberapa dekade mendatang. Maka kebijakan diperlukan untuk mendukung peningkatan baik peluang lapangan pekerjaan dan mutu pekerjaan dalam sektor informal.
Pertumbuhan yang telah dipercepat mungkin tidak cukup untuk menciptakan jenis pekerjaan layak yang dianggap dibutuhkan
Dalam konteks ini maka perhatian yang diberikan pada RPJM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang pro lapangan pekerjaan disambut dengan baik. Tetapi tidak ada jaminan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dipercepat akan menciptakan peningkatan jumlah pekerjaan yang layak yang sesuai saran RPJM dibutuhkan. Pada tahun 1980an dan awal 1990an, banyak pekerjaan yang diciptakan dalam industri manufaktur yang padat karya. Namun pertumbuhan dalam bidang manufaktur telah menurun dalam beberapa tahun terakhir dan diproyeksikan akan tumbuh pada tingkat yang relatif lamban yaitu sekitar 6 persen per tahun selama periode RPJM. Maka tantangan inti bagi pembuat kebijakan adalah mempromosikan kebijakan yang akan membantu menciptakan pekerjaan dalam sektor lainnya. Meski demikian, banyak firma dalam sektor formal yang melaporkan bahwa beragam aspek dari perundangan tenaga kerja saat ini merupakan hambatan bagi rekrutmen karyawan permanen yang bekerja penuh waktu. Sistem pesangon saat ini di sektor formal perlu reformasi seperti aspek lainnya dalam perundangan tenaga kerja saat ini. Namun kebijakan juga dibutuhkan untuk menciptakan perluasan peluang pekerjaan dalam sektor informal, terutama industri pelayanan seperti konstruksi, perdagangan dan transportasi. Meskipun dalam jangka panjang dibutuhkan penciptaan lapangan kerja yang bersumber dari peningkatan produktifitas dan daya saing dalam sektor padat karya (seperti manufaktur dan beberapa sektor pelayanan), langkah jangka pendek yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah sebagai stimulus lapangan pekerjaan terutama dalam sektor informal, termasuk ketergantungan yang lebih besar pada program pekerjaan umum padat karya terutama di wilayah pedesaan dan perluasan dukungan untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Bahkan, RPJM menggarisbawahi tindakan untuk mempromosikan UKM. Kebijakan serupa memiliki sejarah yang panjang di Indonesia namun pada prakteknya, terbukti seringkali tidak efektif. Telah terbukti sulit bagi pemerintahan yang berurutan untuk menemukan cara yang efektif untuk mendorong pertumbuhan dalam sektor UKM. Faktanya, pengalaman baik di Indonesia dan di lain tempat mengindikasikan bahwa cara terbaik untuk membantu perusahaan dalam sektor UKM adalah, pertama, mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berbasis luas dan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
56
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
kuat, dan kedua, menciptakan iklim yang berpihak pada bisnis dalam semua sektor utama dalam ekonomi dengan mengimplementasikan kebijakan dalam rangka mengatasi hambatan yang dialami bisnis seperti pengendalian peraturan yang berlebihan dan kemacetan infrastruktur. d. Indones ia ya ng telah terdes entralis as i menawark an ta ntanga n dan pelua ng dalam mengimplementas ik a n renc a na pembanguna n; reformas i pa da k erangk a k erja des entra lis a s i mungk in diperluk an untuk meningk a tk an efek tifitas pemerinta ha n da erah dalam menyedia k an ba ra ng dan la ya na n utama ba gi publik Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah banyak diperhatikan sejak desentralisasi diperkenalkan selama dasawarsa terakhir ini…
Dalam beberapa tahun terakhir, demokratisasi dan desentralisasi secara fundamental telah mengubah proses akuntabilitas dan pengambilan keputusan pada semua tingkat pemerintahan di seluruh Indonesia. Sebagian akibat “ledakan besar” langkah-langkah desentralisasi yang diperkenalkan selama dasawarsa terakhir, warganegara dan kelompok masyarakat semakin siap menyuarakan pendapatnya tentang pemerintah baik di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya. Hubungan antara pemerintah nasional dan daerah juga semakin banyak diperhatikan. Peningkatan demokrasi dan partisipasi politik di tingkat daerah telah mendorong kelompok lokal untuk semakin aktif dalam menuntut lebih banyak dari Jakarta.
… sehingga kebijakan untuk menanggapi perbedaan daerah di seluruh Indonesia digambarkan dalam RPJM
Permasalahan pembangunan daerah dan pemerataan, dan topik yang sangat erat hubungannya yaitu kesatuan nasional, dipandang sebagai permasalahan utama pengambil keputusan nasional sejak Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Dilema bagi pembuat kebijakan di Jakarta dalam menyeimbangkan prioritas nasional dan derah adalah: di satu sisi, dalam rangka mempromosikan pertumbuhan ekonomi nasional yang cepat, terdapat argumentasi yang kuat untuk memfokuskan upaya promosi penanaman modal dan pembangunan di beberapa daerah terdepan; untuk mengambil keuntungan dari manfaat agglomerasi. Fokus untuk mempromosikan pertumbuhan di daerah terdepan selayaknya disertai dengan transfer fiskal yang kontinyu dalam rangka memastikan penyelenggaraan pelayanan minimum di daerah tertinggal. RPJM mencatat bahwa permasalahan seperti ini membutuhkan perhatian khusus sehingga menggambarkan lima langkah utama untuk membantu dalam mengatasi prioritas yang berbenturan dalam kebijakan pembangunan daerah: 1. Mempromosikan pertumbuhan di daerah yang memiliki potensi yang baik di luar Jawa- Bali dan Sumatra dan di saat yang tetap menjaga momentum pertumbuhan yang terjadi di Jawa-Bali dan Sumatra. 2. Memperkuat keterkaitan antar-daerah dengan meningkatkan perdagangan antar pulau agar dapat mendukung kegiatan ekonomi domestik. 3. Memperkuat daya saing daerah dengan mempromosikan sektor terdepan yang memiliki spesialisasi keunggulan di setiap daerah. 4. Mempromosikan pembangunan daerah tertinggal, bidang strategis dan daerah berpotensi, serta daerah perbatasan dan terpencil, dan daerah rawan bencana. 5. Mendukung pembangunan daerah dan sektor yang berorientasi pada kegiatan berlaut dan kelautan.
Perlu menentukan pilihan dalam pendekatan ini untuk pembangunan daerah. Pertukaran dalam kebijakan diperlukan …
Tantangan yang menjadi bagian dari pendekatan pembangunan daerah ini merupakan sesuatu yang harus disikapi dengan cermat. Hal ini dikarenakan RPJM tidak secara langsung membahas tradeoff dalam suatu kemungkinan kebijakan yang perlu dilakukan, tetapi cepat atau lambat harus ada kebijakan yang perlu disikapi. Contohnya, bila RPJM menyarankan hanya akan fokus pada keunggulan komparatif daerah, dimana sesungguhnya pendekatan ini akan cenderung membuat kesenjangan yang telah ada semakin lebar dan tidak mengurangi kesenjangan tersebut. Maka contoh di atas dengan mudah diidentifikasi, yaitu dengan langsung memilih daerah yang memiliki potensi pertumbuhan yang kuat seperti di propinsi Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan dibandingkan dengan memilih propinsi-propinsi yang berada di kawasan Indonesia Timur. Berbagai negara telah menciptakan mekanisme fiskal intra-pemerintahan yang mendistribusikan kembali sumberdaya antara negara bagian atau propinsi khusus untuk mengatasi konsekuensi nasional dari pola pertumbuhan daerah yang tidak merata seperti ini.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
57
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
… dan reformasi kapasitas dalam pemerintahan daerah yang diajukan dalam rangka mendukung pembangunan daerah mungkin masih lama realisasinya
Menjaga Momentum
Selain kelima langkah yang digambarkan di atas, salah satu cara utama dalam proposal pemerintah Indonesia untuk memperkuat pembangunan daerah adalah dengan mendukung penguatan kelembagaan pemerintah di tingkat kabupaten/kotamadya. Namun, dengan cepatnya pertumbuhan jumlah pemerintahan daerah dalam beberapa tahun terakhir ini yang dikenal sebagai ledakan pemekaran, kini terdapat lebih dari 500 pemerintahan propinsi dan kabupaten/kotamadya di seluruh Indonesia. Dalam kebanyakan kasus, kapasitas administratif dari pemerintahan ini, terutama di tingkat kabupaten/kotamadya saat ini hampir melampaui batasnya. Program untuk memperkuat pemerintahan di tingkat ini akan disambut dengan baik. Namun penilaian yang realistis adalah bahwa waktunya masih cukup lama sebelum peningkatan kinerja di tingkat pemerintahan daerah dapat diharapkan akan nampak jelas. Dalam jangka pendek, program untuk memperkuat kapasitas pemerintahan di tingkat daerah kemungkinan besar tidak akan memberikan hasil yang semakin sering diharapkan oleh masyarakat setempat. e. T anta ngan k e depan: prioritas untuk meningk a tk an pengelola an da n efek tifitas pemerinta h
Tantangan ke depan: lima permasalahan utama dalam pengelolaan pemerintah akan mempengaruhi bagaimana RPJM dilaksanakan
Paparkan umum dalam RPJM sehubungan dengan tantangan pembangunan selama periode hingga tahun 2014 merupakan pandangan yang komprehensif. Namun, seperti yang ditekankan dalam RPJM itu sendiri, implementasi program secara efektif akan membutuhkan fokus yang lebih tajam pada prioritas utama. Setelah menetapkan prioritas, pendekatan pemerintah pada kelima permasalahan utama dalam pengelolaan pemerintah akan memainkan peran yang besar dalam mempengaruhi bagaimana RPJM diimplementasikan. Permasalahan tersebut adalah: • Peran yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dirinya sendiri • Reformasi pegawai negeri sipil • Posisi sikap kebijakan fiskal • Penggunakan belanja publik secara efektif • Pengelolaan desentralisasi
Satu resiko adalah bahwa pemerintah akan berusaha untuk melakukan terlalu banyak …
Tantangan yang besar adalah bahwa dalam mengimplementasikan RPJM, semua tingkat pemerintah akan berupaya untuk melakukan terlalu banyak hal. Bila seperti ini maka hasilnya adalah terlampau banyak program pemerintah akan tersebar dengan terlalu minim dalam terlalu banyak kegiatan, sehingga sangat memperumit upaya pengelolaan pemerintah yang efektif. Faktanya memang sudah banyak fragmentasi kegiatan di berbagai bagian program pemerintah di Indonesia. Sumberdaya pemerintah yang terus disebarkan dalam sejumlah kecil program yang tercerai-berai pada akhirnya akan terbuang saja.
… sehingga perampinglancaran pemerintah dan menetapkan prioritas yang ketat diperlukan
Solusinya adalah pemerintah diharapkan dapat lebih mampu melakukan perampinglancaran (streamlining) dan juga menetapkan prioritas yang ketat. Semua tingkatan pemerintahan dijharpakan mampu untuk mempertimbangkan apa yang “tidak” akan mereka lakukan selain apa yang “akan” dilakukan. Hal ini tentu saja tidak mudah terutama dalam situasi dan lingkungan Indonesia yang sangat demokratis seperti sekarang ini. Ditandai dengan makin ketatnya persaingan politik untuk memperebutkan sumberdaya dan pengaruh, yang melibatkan ratusan perwakilan rakyat di lembaga-lembaga perwakilan yang ada di tingkat nasional dan daerah (DPR dan DPRD). RPJM dengan jelas mengakui adanya keperluan untuk membuat pilihan dengan kondisi berikut ini: ‘Permasalahan dan tuntutan pembangunan yang dihadapi akan bertambah banyak, sedangkan kemampuan dan sumber daya pembangunan yang tersedia cenderung terbatas. Pemerintah harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tuntutan yang tidak terbatas dengan membuat pilihan dalam bentuk skala prioritas. Dalam menentukan pilihan tersebut, pemerintah bersikap realistis, dengan tidak membuat sasaran-sasaran yang sejak semula disadari tidak bisa dipenuhi.’ Masalah dan permintaan akan pembangunan terus meningkat sementara kapasitas serta sumber untuk membiayai tantangan pembangunan ini agak terbatas. Oleh karenanya pemerintah harus dapat menetapkan target yang jelas sehingga sumber daya yang terbatas tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal serta dapat memenuhi permintaan virtual yang tak terbatas dalam menetapkan prioritas pembangunan. Pemerintah dalam hal ini akan realistis dalam membuat keputusan, karena sedari awal proses perencanaan pembangunan pemerintah harus pdanai menghidari menetapkan target-target yang tidak realistis.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
58
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Reformasi pegawai negeri sipil sekarang merupakan prioritas mendesak untuk meningkatkan kapasitas pemerintah …
Masalah yang erat kaitannya dalam mempengaruhi kemampuan pemerintah untuk mengimplementasikan program yang tergambar dalam RPJM adalah keterbatasan kapasitas baik dari pegawai negeri sipil Indonesia dan instansi pelaksana lainnya seperti berbagai perusahaan milik negara dan daerah. Efektifitas pemerintah di Indonesia telah dibatasi oleh kurang memadainya kapasitas dan akuntabilitas pegawai negeri sipil, baik di tingkat nasional dan daerah.
...dan satu paket permasalahan sebaiknya disikapi dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil
Serangkaian permasalah perlu diperhatikan di dalam rencana untuk reformasi pegawai negeri sipil yang garis besarnya tercantum dalam RPJM. Satu hal - pengaturan gaji, kondisi kerja dan terbatasnya peluang untuk pegawai negeri sipil untuk kemajuan karir seringkali gagal menjadi insentif yang efektif bagi pegawai negeri sipil dalam meningkatkan kinerjanya. Hal lainnya, akuntabilitas birokratis dibatasi oleh kakunya peraturan pegawai negeri sipil yang berlaku baik di tingkat nasional maupun daerah. Permasalah besar ketiga muncul dari kesulitan koordinasi horizontal dan vertikal dalam perumusan kebijakan dan implmentasi antara instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Permasalahan koordinasi ini semakin buruk dengan kurang jelasnya kerangka kerja desentralisasi Indonesia. Permasalahan lain yang juga membutuhkan perhatian meliputi transparansi dalam pemerintah, akuntabilitas dan program pelatihan saat menjabat untuk memastikan pegawai negeri sipil di semua strata memiliki kemahiran yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan yang kini diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Juga terdapat ruang untuk perluasan kebijakan fiskal secara hati-hati...
Bidang ketiga dimana reformasi akan memperkenalkan fleksibilitas lebih dalam kemampuan pemerintah untuk mengimplementasikan RPJM adalah kebijakan fiskal. Dalam beberapa tahun terakhir kebijakan fiskal sudah cukup waspada dan berhati-hati. Rata-rata deficit anggaran selama dasawarsa terakhir adalah kurang dari 2 persen PDB dan dalam lima tahun terakhir, realisasi defisit adalah sekitar 1 persen PDB. Di satu sisi, pendekatan yang berhati-hati ini berfungsi baik untuk Indonesia karena, yang penting, defisit tersebut membantu mengurangi rasion hutang publik ke PDB Indonesia dari sangat tinggi menjadi tingkat yang relatif rendah, mendasari ketahanan ekonomi Indonesia selama krisis keuangan global Indonesia. Namun di sisi lain, terdapat biaya kesempatan (opportunity costs) yang signifikan dalam mempertahankan defisit fiskal yang sedemikian rendahnya juga. Ruang bahkan untuk peningkatan belanja dalam jumlah kecil dalam bidang prioritas pilihan telah dibatasi dengan ketat. Memdanang ke depan sehubungan dengan reformasi pro-pertumbuhan yang diperlukan selama periode RPJM, keputusan untuk mengadopsi kebijakan fiskal yang lebih ekspansioner mengakomodir defisit yang misalnya lebih tinggi 1 persen dari PDB dibdaningkan tahun-tahun terakhir – masih cukup konservatif apabila dilatarbelakangi tolak ukur internasional saat ini – akan memberikan sumberdaya tambahan yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk mengatasi beberapa kemacetan utama yang menghambat pertumbuhan di Indonesia saat ini. Pendekatan seperti ini akan konsisten dengan kebijakan pemerintah untuk mempertahankan tingkat hutang nasional yang rendah dan dengan demikian melindungi reputasi Indonesia yang telah terbangun bahwa Indonesia memiliki pengelolaan hutang resmi internasional yang baik.
…yang akan mengakomodir peningkatan belanja dalam sejumlah bidang prioritas
Sumberdaya keuangan tambahan yang tersedia sebagai hasil kebijakan fiskal yang lebih ekspansioner dapat dimanfaatkan secara efektif setidaknya dalam tiga bidang utama. Pertama, kini terdapat kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan belanja infrastruktur. Indonesia memiliki tingkat akses ke infrastruktur yang termasuk paling rendah di kawasan ini. Survei perusahaan bisnis secara rutin mengindikasikan rendahnya mutu infrastruktur Indonesia yang dipdanang sebagai faktor pencegah (deterrent) utama bagi investasi yang menciptakan lapangan kerja dan telah menjadi kendala bagi daya saing internasional Indonesia. Maka infrastruktur yang lebih baik menjadi dasar yang penting untuk sasaran yang ditetapkan dalam RPJM yaitu akselerasi pertumbuhan. Kedua, belanja pemerintah untuk program bantuan sosial langsung di Indonesia, kurang dari 1 persen dari PDB, masih sangat rendah. Peningkatan dalam jumlah kecil dalam belanja untuk program utama akan mendukung pendekatan berpihak pada masyarakat miskin dalam RPJM, dan apabila dipaparkan dengan baik akan memberikan manfaat tambahan yaitu membantu masyarakat agar dapat menerima arahan lain pemerintah dalam pembelanjaan dalam bidang seperti subsidi bagi bahan bakar, listrik dan pupuk. Ketiga, meskipun seringkali ada perlawanan yang populer terhadap proposal untuk meningkatkan gaji dan pembelanjaan lainnya untuk pegawai negeri sipil di Indonesia,
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
59
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
peningkatan upah dan kondisi kerja merupakan prakondisi yang diperlukan untuk reformasi keseluruhan pemerintah di seluruh Indonesia. Untuk memastikan hal ini, peningkatan belanja untuk pegawai negeri sipil juga perlu disertai dengan rangkaian reformasi yang lebih luas namun sulit untuk melihat bagaimana pemerintah bisa lebih efektif di Indonesia kecuali sumberdaya ditingkatkan dan disediakan bagi instansi utama dalam kepegawaian negeri sipil. Peningkatan efisiensi dalam pengelolaan pembelanjaan publik juga diperlukan …
Bidang keempat yang membutuhkan perhatian khusus selama implementasi RPJM adalah efisiensi pengelolaan belanja publik. Memang benar bahwa sumberdaya yang tersedia bagi pemerintah di Indonesia terbatas. Pembelanjaan tahunan pemerintah pusat adalah sekitar USD 450 per tahun per kapita. Sebagai perbdaningan, angka yang sama di negara OECD berada pada kisaran USD 8,000 - USD 10,000 per tahun. Penting untuk mengakui bahwa kendala keterbatasan sumberdaya ini karena tantangan mengelola program dengan kendala anggaran yang sangat ketat adalah kendala yang sangat nyata bagi manajer pada semua strata pemerintahan di seluruh Indonesia.
... karena banyak yang masih perlu dilakukan untuk meningkatkan efektifitas belanja pemerintah di Indonesia
Bagaimanapun, masih banyak yang dapat dilakukan di Indonesia dalam meningkatkan efektifitas belanja pemerintah. Satu hal, tujuan untuk program belanja pemerintah harus didefinisikan dengan lebih jelas. Pada saat ini, tujuan program yang spesifik seringkali kabur. Sulit mengetahui apakah program mencapai tujuan yang diinginkan apabila tujuan tersebut sendiri tidak jelas. Dalam hal lainnya, pengaturan administratif baik untuk pengeluaran dana dan pengecekan belanja perlu ditingkatkan. Dimana bentuk utama pencairan dana berupa dana tunai seperti program bantuan sosial, pemeriksaan yang teliti terhadap pengelolaan pembayaran dana tunai diperlukan. Dimana bentuk utama pencairan dana adalah melalui pengadaan publik maka staf pegawai negeri sipil perlu terlatih dengan baik dalam pengelolaan kontrak yang mengatur aliran dana. Ketiga, informasi yang lebih baik dibutuhkan untuk meningkatkan pembelanjaan publik. Diantaranya, peningkatan prosedur untuk monitoring dan evaluasi pembelanjaan publik selayaknya diperkenalkan. Data yang diperlukan untuk mentargetkan belanja sosial atau untuk pengelolaan pengadaan publik seringkali tidak memuaskan. Dan karena hanya relatif sedikit evaluasi kinerja program belanja pemerintah di Indonesia, terdapat kelemahan lingkaran umpan balik yang dapat menyediakan informasi yang dapat dipercaya agar para manajer pemerintah dapat mendesain program yang lebih baik.
Pengelolaan desentralisasi merupakan pusat dari tata kelola pemerintahan Indonesia secara keseluruhan …
Prioritas kebijakan kelima berkaitan dengan pengelolaan desentralisasi. Hal ini juga merupakan hal yang kini merupakan pusat dari administrasi dan tata kelola pemerintahan secara keseluruhan di Indonesia. Mengikuti “ledakan besar” desentralisasi diperkenalkan satu dasawarsa yang lalu, Indonesia telah beranjak dari memiliki sistem pemerintahan yang sangat terpusat ke sistem yang sangat terdesentralisasi. Dengan tingginya tingkat kerumitan transformasi tersebut, Indonesia telah mengatasinya dengan sangat baik karena perubahan politik, administratif dan fiskal yang dialami begitu dramatis. Namun demikian, seperti yang dicatat dalam RPJM, karena perubahan ini diperkenalkan dalam jangka waktu yang relatif singkat maka banyak dalam pengaturan hukum dan peraturan dalam reformasi desentralisasi yang masih tidak jelas.
… maka kajian ulang dari peraturan perundangan yang banyak berkaitan dengan desentralisasi semakin mendesak dalam rangka meningkatkan efektifitas dari pemerintah di semua strata.
Disepakati dengan luas bahwa peraturan perundangan yang banyak berkaitan dengan desentralisasi seharusnya dikaji ulang dengan tujuan untuk memperjelas serangkaian permasalah penting. Misalnya, terdapat cukup banyak ketidakpastian seputar posisi dan peran gubernur propinsi: terdapat pdanangan yang berbeda tentang apakah peran utama para gubernur adalah sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia di tingkat propinsi (yang mencerminkan pdanangan sentralis tentang peran mereka) atau mewakili kepentingan propinsi di tingkat pusat (yang mencerminkan pdanangan desentralis tentang peran mereka). Begitupula, terdapat banyak hal yang tidak pasti sehubungan dengan pembagian wewenang antara strata propinsi dan kabupaten/kota pemerintah. Selain itu, pengaturan hukum dan administratif berkaitan dengan prosedur anggaran di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya perlu lebih didefinisikan. Pemerintahan di kedua strata tersebut tetap sangat tergantung pada transfer fiskal dari pemerintah pusat meskipun, secara prinsip, rangkaian fungsi yang luas telah dipindahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Dalam rangka meningkatkan koordinasi dan efektifitas seluruh strata pemerintahan di seluruh Indonesia, klarifikasi akan ketidakpastian tersebut dan hal-hal lain yang berdampak pada pengaturan desentralisasi di Indonesia semakin mendesak untuk dilakukan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
60
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Reformasi ini akan mendukung percepatan pertumbuhan, memunculkan kemungkinan bahwa Indonesia akan beranjak menuju jalur pertumbuhan tinggi dalam kisaran 8-9 persen menjelang pertengahan dasawarsa mendatang
Menjaga Momentum
Memandanng ke depan,prospek untuk percepatan pertumbuhan di Indonesia selama periode RPJM menjanjikan. Faktanya, target yang ditetapkan dalam RPJM yaitu mencapai tingkat pertumbuhan di atas 7 persen per tahun pada akhir periode perencanaan bahkan mungkin mengecilkan potensi untuk pertumbuhan. Untuk pertama kalinya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997-98, kini waktunya untuk pembuat kebijakan mulai mempertimbangkan apakah tingkat pertumbuhan yang mampu bertahan di atas 8 persen per tahun dapat dicapai di Indonesia. Tentunya beberapa hambatan utama pada pertumbuhan yang dicatat sebelumnya dalam paparan informasi ini perlu disikapi agar Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ke kisaran 8-9 persen. Namun apabila pemerintah dapat membangun pada dasar keberhasilan dalam beberapa tahun terakhir ini, jalur pertumbuhan tinggi untuk Indonesia nampaknya semakin dalam jangkauan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
61
A P P E N DIX : S E K IL A S T E N T A N G IN DIK A T O R K U N C I P E R E K O N O MI IN DO N E S I A G rafik 1: P ertumbuhan P DB terus melaju
G rafik 2: K ontribus i terhadap P DB (s is i pengeluaran)
(persen pertumbuhan)
(triwulan-ke-triwulan, seasonally adjusted) Percentage pont
4
Percentage point Exports
Q3
4
GDP
Q4
2
2 Investment
Priv. cons. 0
0 Govt. Cons.
-2
-2 Discrepency (incl. stocks) Imports
-4
-4
Sumber: BPS, Bank Dunia seasonal adjustment
Sumber: BPS via CEIC, Bank Dunia seasonal adjustment
G rafik 3: K ontribus i terhadap P DB (s is i produks i)
G rafik 4: P enjualan motor dan mobil
(Triwulan-ke-triwulan, seasonally adjusted)
(level)
Percentage point
Percentage point
1.0
Q3
800
0.8
600
Q4
0.8 Mining and cons
1.0
'000 80
Motor cycles (LHS)
60
Retail trade
0.6
0.6 Agric.
'000
400
40
Manufacturing
0.4
comm. and transport
0.4 Other
0.2
Motor vehicles (RHS)
200
20
0.2
0 0.0
0.0
0
Feb-06
Feb-07
Feb-08
Sumber: BPS via CEIC Bank Dunia seasonal adjustment
Sumber: CEIC
G rafik 5: Indikator K ons ums i
G rafik 6: Arus perdagangan riil
(indeks)
(pertumbuhan kurtal-ke-triwulan)
120
100
Index
Index BI Retail sales (RHS)
230
10
Per cent
Feb-10
Per cent
10
Exports
BI Consumer Survey Index (LHS)
80
Feb-09
190
0
150
-10
0
-10 Imports
60 Feb-06
110 Feb-07
Sumber: BI via CEIC
Feb-08
Feb-09
Feb-10
-20 Dec-05
-20 Dec-06
Dec-07
Dec-08
Dec-09
Sumber: BPS via CEIC
62
Indones ia E c onomic Q uarterly
Building momentum
G rafik 7: Nerac a P embayaran
G rafik 8: Nerac a perdagangan
(Milyar USD)
(Milyar USD)
6
USD bn
USD bn
Balance
6
USD bn
6
USD bn Exports (RHS)
CA
3
15
4
10
2
5
0
0
-2
-5
3
0
0 Errors
-3
-3 -4
F&CA -6
-6
Dec-06
Dec-07
Dec-08
Dec-09
Trade Balance (LHS)
-10
Imports (RHS)
-6
-15
Jan-07
Jan-08
Jan-09
Jan-10
Sumber: BPS dan Bank Dunia
Sumber: BPS dan Bank Dunia
G rafik 9: C adangan devis a as ing
G rafik 10: Terms of trade dan harga implis it eks por dan impor, triwulanan
(Milyar USD)
(Milyar USD)
80
USD bn
USD bn
70
80
220
70
180
Index
Index
220
180
Reserves
Import Prices
60
60
140
50
50
100
40
40
60
140 Export Prices
100
Terms of Trade Jan-07
Jan-08
Jan-09
Jan-10
60
Dec-00
Dec-03
Dec-06
Sumber: BPS
Sumber: BPS dan Bank Dunia
G rafik 11: Inflas i
G rafik 12: Inflas i diantara negara tetangga
(bulan-ke-bulan dan tahun-ke-tahun) 4 3
Per cent
Dec-09
(tahun-ke-tahun, Maret 2010)
Per cent Inflation YoY (RHS)
China* 12
Core Inflation (RHS)
Per cent
Per cent
16
2
8
1
4
Phillipines* Thailand* Indonesia
0
0 -1 Mar-07
Inflation MoM (LHS) Mar-08
Korea* Malaysia* Japan*
-4 Mar-09
Mar-10
Sumber: BI dan BPS
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
-2
0
2
4
6
*Poin data terbaru adalah Februari Sumber: National statistical agencies via CEIC dan BPS
March 2010
63
Indones ia E c onomic Q uarterly
Building momentum
G rafik 13: Inflas i, harga makanan, dan inflas i menggunakan
G rafik 14: K emis kinan dan tingkat pengangguran
poverty bas ket
(data poin tahunan)
(tahun-ke-tahun) Per cent
25
Per cent
25
12
20
9
Per cent Unemployment rate (LHS)
Food inflation 20 Poverty Basket Inflation
15
18
6
5
Headline Inflation
0
0 Mar 08
Mar 09
Mar 10
3
6
0
0 1999
2001
2003
2005
2007
2009
Sumber: BPS, Bank Dunia seasonal adjustment
Sumber: BPS, Sakernas dan Bank Dunia
G rafik 15: Indeks pas ar modal regional
G rafik 16: B road Dollar Indeks dan R upiah s pot
(harian, indeks)
(harian, indeks dan level)
115
Index Jan08=100
Index Jan08=100
SET
100
IDR per USD
55
55
100
9500 Dollar Index (LHS)
10500
90
Shanghai
11500
40
BSE
25
25 Sep-08
Jun-09
IDR Appreciation
80 Jan-08
Mar-10
Sep-08
Jun-09
12500 Mar-10
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
G rafik 17: B ond yield 5-tahunan mata uang rupiah
G rafik 18: S overeign US D B ond E MB I S preads
(harian, persen)
(harian, basis poin)
24
Per cent
Per cent
24
1200
Basis points
1000 18
18
800
Indonesia 12
12
600
Philippines 6
0
Thailand
Sep-08
Malaysia
0 Jun-09
Basis Points Indonesian EMBI USD Bond Spreads (LHS)
400 300 200
Indo Spreads Less Global EMBI Average (RHS)
100
400
0
200
-100
6
United States
Jan-08
8500
IDR/USD (RHS)
85 70
Jan-08
Index
110
SGX
70
40
120
100
JCI
85
115
12
Poverty Rate (RHS)
10
Mar 07
24
15
10 5
Per cent
Feb-10
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
0 Jan-05
-200 Apr-06
Jul-07
Oct-08
Feb-10
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
March 2010
64
Indones ia E c onomic Q uarterly
Building momentum
G rafik 19: P injaman bank komers ial Internas ional
G rafik 20: Indikator s ec tor
(bulanan, indeks)
(bulanan, persen)
250
Index Jan06=100
Index Jan06=100
India
210
250
100
210
80
Indonesia 170
Percent
Percent Loan to Deposit Ratio (LHS)
60
Singapore
40
Thailand USA
130
130
20 90 Jan-06
Philippines
Malaysia Jan-07
Jan-08
Jan-09
90
8
Non-Performing Loans (RHS)
170
2
Capital Adequacy Ratio (LHS)
0
Jan-06
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
6 4
Return on Assets Ratio (RHS)
0
Jan-10
10
Oct-06
Jul-07
May-08
Feb-09
Dec-09
Sumber: Bank Dunia dan BI
G rafik 21: Angka anggaran, realis as i dan es timas i
(trilyun rupiah) 2008
2009
2010
Actual
Actual (prelim.)
Budget
2010 Proposed revised Budget
2010 (p) WB estimate
A. State revenues and grants 1. Tax revenues o/w natural resources - Oil & gas - Non oil & gas 2. Non tax receipts o/w natural resources i. Oil and gas ii. Non oil and gas
981.6 658.7 327.5 77.0 250.5 320.6 224.5 211.6 12.8
868.9 641.4 317.6 50.0 267.6 226.4 137.9 125.7 12.2
949.7 742.7 350.9 47.0 303.9 205.4 132.0 120.5 11.5
974.8 733.2 356.0 54.7 301.4 239.9 160.5 149.0 11.5
1,002.4 757.4 381.8 62.6 319.2 245.1 166.5 153.5 13.0
B. Expenditures 1. Central government 2. Transfers to the regions
985.7 693.4 292.4 0.0
956.4 647.8 308.6 0.0
1,047.7 725.2 322.4 0.0
1,104.6 770.4 334.3
1,085.5 752.3 333.1
C. Primary Balance
84.3 0 0
6.4 0 0
(98.0) 0 0
(17.4)
23.8 00 0 0
D. SURPLUS / DEFICIT Deficit (per cent of GDP)
(4.1) (0.1)
(87.4) (1.6)
(98.0) (1.6)
(129.8) (2.1)
(83.0) (1.3)
Sumber: Estimasi Departemen Keuangan dan Bank Dunia G rafik 22: Nerac a pembayaran
(milyar USD) 2009 2007 Balance of Paym ents Per cent of GDP
12.7 2.9
Current Account Per cent of GDP Trade Balance
2008
2009
Q1 4.0 3.5
Q2 1.1 0.8
Q3
Q4
3.5 2.4
4.0 2.6
-1.9 -0.4
12.5 2.3
10.5
.1
10.6
2.5
2.5
2.2
3.4
2.4
0.0
1.9
2.2
1.9
1.5
2.2
20.9
9.9
21.0
4.1
5.1
5.0
6.9
-10.4
-9.8
-10.5
-1.6
-2.6
-2.8
-3.4
Capital & Financial Accounts Per cent of GDP Direct Investment Portfolio Investment Other Investment
3.6 0.8 2.3 5.6 -4.8
-1.9 -0.4 3.4 1.7 -7.3
3.7 0.7 2.3 10.1 -8.8
1.5 1.3 .5 1.9 -.8
-1.8 -1.3 .4 2.0 -4.1
2.5 1.7 .5 3.0 -1.0
1.4 0.9 1.0 3.3 -2.9
Errors & Om m issions
-1.4
-.2
-1.7
-.1
.3
-1.1
-.9
Foreign Reserves*
56.9
51.6
66.1
54.8
Net Inome & Current Transfers
57.6 62.3 66.1
Sumber: Estimasi Departemen Keuangan dan Bank Dunia T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
March 2010
65
Investing in Indonesia’s Institutions for Inclusive and Sustainable Development