PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN SOLUSI HUKUMNYA DI INDONESIA DAN MALAYSIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: MIFTAHUL ROHMAH 107043202326
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
2
3
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S,Sy) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 Syawal 1432 H 26 September 2011 M
MIFTAHUL ROHMAH
iv
ABSTRAK
MIFTAHUL ROHMAH, NIM 107043202326. Perkawinan di Bawah Tangan dan Solusi Hukumnya di Indonesia dan Malaysia. Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH), Konsentrasi Perbandingan Hukum (PH), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1432 H / 2011 M. Di bimbing oleh Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si (197412132003121002) beserta Ibu Hotnida Nasution, M.Ag. MA (197106301997032002). Isi: xiii + 84 halaman + 8 lampiran, 28 literatur (1974-2010). Penelitian ini untuk menganalisis hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia, yang bertujuan untuk mengetahui Konsekuensi dan Solusi perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun sumber data yang didapat melalui data primer dan data skunder dengan pengumpulan data melalui studi pustaka (Librari reasearch), sedangkan analisis data dilakukan analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah upaya yang dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan data, memilah-memilihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dapat dibaca dan diinterprestasikan atau mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang lain. Dengan teknik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan data-data yang telah diperoleh dan disusun kemudian dideskripsikan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa konsekuensi pernikahan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia adalah tidak dicatat oleh petugas pencata perkawinan dan tidak memiliki akta nikah. Solusinya adalah mengajukan permohonan isbat nikah ke pengadilan. Pengadilan Agama untuk Indonesia, Mahkamah Syariah untuk Malaysia .
v
KATA PENGANTAR Tiada kata yang pantas diucapkan melainkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya yang senantiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan, kekuatan serta ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu persyaratan untuk menyelasaikan masa kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, suri tauladan kita dalam setiap aktivitas kehidupan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya, penulis juga mengharapkan segala bentuk masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun dalam menyempurnakan skripsi ini, mengingat kemampuan penulis yang masih terbatas dan terdapat banyak kekurangan– kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, oleh karena itu dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak H. Muhammad Taufiki M.Ag, selaku ketua Prodi Perbandingan Madzhab dan Hukum beserta bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, sekretaris Prodi Perbandingan Madzhab dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, dan Ibu Hotnida Nasution, MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan-arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. 5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah ikhlas mendidik dan berbagi Ilmu dengan penulis selama perkuliahan. 6. Segenap para pemimpin beserta Staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitasnya. 7. Bapak Abdul Aziz Bin Josoh yang telah membantu memberikan Informasi yang dibutuhkan penulis tentang malaysia 8. Kepada kedua orang tua yang penulis sangat hormati dan cintai, penulis persembahkan skripsi ini kepada Ayahanda H. Sabli Halimi, S.Ag, dan Ibunda Hj. Arifah Suma, yang telah membimbing dan mendidik. Atas dukungan moril, materil, kesabaran, perhatian, keikhlasan serta kasih dan sayang yang tiada habishabisnya diiringi untaian do’a yang tiada henti-hentinya siang dan malam kepada vii
Allah SWT. Semoga Allah membalas kebaikan beliau, Amin. Ananda sadar bahwa semua yang telah kalian berikan tidak akan dapat tergantikan oleh apapun. 9. Kakak-kakaku tersayang Muhimatun Nubuah, S.Pdi, M.Si, Ahmad Saikhu, SE, Radiatul Hasanah dan Pamanku Ahmad Sujai Suma, S.Ag yang telah memberikan dukungan semangat dan sekaligus menjadi motivator penulis dalam proses penulisan skripsi ini serta adik-adiku Mawadata warohmaniah, Juhratul Uyun Dan Muhammad Irfan Al-Farizi dan seluruh keluarga besar yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Terimakasih untuk semua perhatian dan kasih sayangnya. 10. Untuk teman terdekatku Gilang Andi Barata, Siti Muthia yang dengan ikhlas selalu ada dan memberikan motivasi dan dukungannya, thank’s “cha endut” serta Ade Yani Suryani, Fitriah, Nurlelah, yang selalu ada buat ku berbagi keluh kesah dan sahabat kosanku Desi Norma Yunita, Nurlaelatul Afifah, Siti Muthia Andini, Mariam Martiningsih dan Ainun. yang selalu bersama satu atap susah senang bersanma di Al-Barkah 1 falmboyan 3 atas. 11. Teman-teman seperjuanganku jurusan PH (Perbandingan Hukum) angkatan 2007, Hilman, Mucibi, Risnu, Farid, Novel, Fakih, Mujib, Vitoy, Helmi, Fikri, Dede, Salim, Miranda, Lulu, Musrifah, Ratri, Viah yang banyak memberikan sumbang saran, semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak mengurangi rasa terima kasih kepada teman-teman kks 09, 2010 desa Cibodas Rumpin Bogor. 12. Terima kasih juga kepada bang Juri yang telah membantu penulis dalam memperbaiki dan mengedit data penulis skripsi ini.
viii
Demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga selesainya skripsi ini, semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal baik dan memperoleh balasan pahala yang berlimpah ganda dari Allah SWT, (Amin) maka akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 25 Syawal 1432 H 26 September 2011 M
MIFTAHUL ROHMAH
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................................ v KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi DAFTAR ISI ............................................................................................................. x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 7 D. Riview Studi Terdahulu ................................................................ 8 E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan...................................... 9 F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN BAWAH TANGAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan di Bawah Tangan ................................... 14 B. Hukum Positif Perkawinan di Indonesia ...................................... 30 C. Pencatatan Perkawinan ................................................................. 32 D. Konsekuensi hukum ...................................................................... 35 x
BAB III
MASALAH HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DI MALAYSIA A. Hukum Positif Perkawinan di Malaysia ....................................... 37 B. Pencatatan Perkawinan ................................................................. 45 C. Konsekuensi Hukum .................................................................... 47
BAB IV
PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN MENURUT ENAKMEN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM DAN UNDANGUNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 A. Persamaan Hukum Perkawinan Indonesia dengan Malaysia ....... 51 B. Perbedaan Solusi Hukum Perkawinan di Bawah Tangan di Indonesia dan Malaysia ................................................................ 52
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 69 B. Saran ............................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 72 LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Nikah dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum dan mempunyai kekuatan hukum positif, jika nikah tersebut dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku secara positif seperti yang diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 dan PP No.9 Tahun 1975 serta UU Islam 1974. Sebagai suatu perbuatan hukum perkawinan mempunyai akibat hukum baik bagi suami istri maupun anak yang lahir dalam perkawinan atau akibat dari perkawinan tersebut. Seperti penyelesaian harta bersama, pengasuhan anak, memikul biaya pendidikan anak bila bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhi, penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri, sah atau tidak seorang anak, pencabutan kekuasaan orang tua, asal usul anak, termasuk mengenai kewarisan. Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.1 Selain itu juga perkawinan merupakan salah satu kebutuhan rohani dan jasmani yang sudah menjadi kodrat alam, bahwa
1
Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.40, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009),
h.537.
1
2
dua manusia dengan jenis yang berlainan di sunatkan untuk menikah sesuai dengan ketentuan Allah SWT yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan lainya2 Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surah Al-Dzariyat: 49
49 51
Artinya: ”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah” (Q.S. Al-Dzariyat/51: 49)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa perkawinan itu merupakan sunatullah yang berlaku baik pada manusia maupun makhluk lainnya. Dengan demikian Allah menciptakan mahkluk-Nya bukan tanpa tujuan, tetapi di dalamnya terkandung rahasia yang amat dalam, supaya hidup hamba-hamba-Nya di dunia ini menjadi tentram sebagaimana dalam Firman Allah Qs.Al-Rum:21
21 30
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan di jadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S. Al-Rum/30: 21) Allah sengaja menumbuhkan rasa kasih dan sayang ke dalam hati masingmasing pasangan, supaya di antar keduanya saling melengkapi satu dengan yang
2
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006 ), h.43.
3
lain. Agar terciptanya kehidupan yang tentram dalam membina suatu rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Serta memberikan keturunan yang baik dan sehat secara jasmani dan rohani.3 Dari pengertian ini bahwa Islam mengatur manusia hidup berpasang-pasangan yaitu melalui jenjang perkawinan yang ketentuannya dirumuskan dalam aturan-aturan dalam hukum perkawinan. Di samping itu juga pemerintah membuat Undang-Undang perkawinan yang mengatur sekaligus menjadi petunjuk bagi umat Islam demi kemaslahatan, kepentingan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan masyarakat yaitu Undangundang No.1 Tahun 1974 di Indonesia dan Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia. Yang bertujuan mengatur tentang perkawinan yang sempurna, bahagia, kekal dan tercipta rasa kasih sayang. Dalam Undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dan (2), bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agama dan kepercayaannya itu. Serta tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.4 Sedangkan dalam Undang-Undang keluarga Islam Tahun 1984 mengharuskan adanya pendaftaran perkawinan atau pencatatan perkawinan5. Dari penjelasan Undang-Undang diatas telah tegas menyebutkan bahwa perkawinan sekarang akan dianggap sah oleh hukum apabila perkawinannya itu 3
Amir Taat Nasution, Pekawinan dalam Islam, Cet.3, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994),
h.1. 4
Republik Indonesia Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.1. 5 Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, Cet.1, ( Jakarta: INIS, 2002), h.150.
4
dicatat oleh pegawai pencatat nikah dan tidak ada perkawinan yang diluar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu sesuai dengan UUD 1945. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agama dan kepercayaannya itu, sepanjang tidak bertentangan dalam Undang-Undang ini. Kemudian dalam pasal 2 ayat (2) menegaskan tiap-tiap perkawinan dicatat. 6 Tetapi pada kenyataannya dalam masyarakat kita sering terjadi perkawinan di bawah tangan. Perkawinan yang sah secara hukum Agama (apabila rukun dan syaratnya terpenuhi), namun tidak mempunyai kekuatan hukum (tidak sah dimata hukum negara). Perkawinan dengan cara inilah yang mempunyai akibat hukum dan mendapat pengakuan dan perlindungan hukum yang dibuktikan dengan akta nikah. Akta nikah merupakan bukti otentik suatu perkawinan, ia memiliki manfaat dan maslahat yang sangat besar bagi diri dan keluarganya (istri dan anakanaknya) untuk menolak kemungkinan dikemudian hari adanya pengingkaran atas perkawinannya atau suami istri melakukan tindakan yang menyimpang, misalnya suami tidak memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya. Dengan adanya bukti otentik (akta nikah), maka perkawinan yang dilangsungkan oleh seseorang akan mempunyai kekuatan yuridis. Sebagaimana 6
Tentang pencatatan ini terdapat dua pendapat, menurut pendapat pertama pencatatan nikah oleh PPN tidak merupakan syarat sahnya nikah, tetapi hanya kewajiban Administrasi saja. Pendapat kedua pencatatan nikah oleh PPN merupakan syarat sahnya nikah, lihat Masjfuk Zuhdi, NIkah Siri, Nikah di Bawah Tangan, Serta Status Anak menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, Mimbar Hukum, No.28 Tahun VIII, 1996, h.11-12
5
disebutkan pada pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah.7 Dengan demikian pencatatan perkawinan adalah merupakan kewajiban bagi mereka yang akan melangsungkan perkawinannya. Dalam Perkawinan di bawah tangan, petugas pencatat perkawinan tidak akan mencatat perkawinanya tersebut, karena dianggap menyimpang dari Undang-Undang perkawinan. Disamping itu juga kedua pasangan itu tidak akan mendapatkan surat nikah dan anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut sulit untuk mendapatkan akta kelahiran. Melihat pentingnya pencatatan perkawinan, maka sudah seharusnya masyarakat menyadari dan melaksanakan aturan pencatatan perkawinan. Seperti yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang No.1 Tahun 1974.8 Tiaptiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atau bagi suami istri yang karena suatu hal perkawinannya tidak dibuktikan dengan akta nikah maka memohon isbat nikah ke Pengadilan Agama. Oleh karena itu adanya keharusan pencatatan perkawinan bagi mereka yang ingin melangsungkannya, karena mempunyai nilai yuridis yang sangat urgen, sebagai bukti otentik bahwa mereka telah melangsungkan pernikahan dan
7
Abdurohman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cet.2, ( Jakarta: Akademika Pressindo, 1995), h.8. 8 Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.40, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), h.538.
6
membina rumah tangga. Selain itu juga sebagai alat untuk mendapatkan hak-hak masing-masing pihak sebagai suami istri. Dengan demikian perkawinan di bawah tangan semestinya dihindari, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Akan tetapi pada kenyataannya masyarakat masih banyak yang belum sadar akan kepentingan hukum yang berlaku, khususnya mengenai perkawinan. Sehingga masih banyak masyarakat yang melakukan perkawinan di bawah tangan dan terjadinya penyimpanganpenyimpangan terhadap hukum itu sendiri.9 Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang “PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN SOLUSI HUKUMNYA DI INDONESIA DAN MALAYSIA”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas perlu di batasi masalah yang akan diteliti. Sehingga pembatasan permasalahan yang akan di bahas tidak keluar dari sasaran yang hendak dicapai. Dalam penulisan skripsi ini hanya meneliti tentang apa konsekuensi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia serta bagaimana solusinya.
9
Mr. Matimam Prodjohamidjoyo, Hukum Perkawinan Indonesia, Cet.1, (Jakarta: PT Abadi, 2002), h.9.
7
2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan pembatasan masalah diatas maka permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apa konsekuensi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia ? b. Bagaimana solusi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis diantaranya: a. Untuk mengetahui apa konsekuensi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia b. Untuk mengetahui bagaimana solusi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia.
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah: a. Penulis Bertambahnya wawasan dan pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya tentang perkawinan di bawah tangan menurut hukum di Indonesia dan Malaysia
8
b. Fakultas Memberikan
sumbangan
pemikiran
dan
menambah
literatur
perpustakaan mengenai perkawinan di bawah tangan menurut hukum di Indonesia dan Malaysia. c. Jurusan Penelitian ini juga dapat memberi sumbangan karya ilmiah dan juga sumbangan pemikiran bagi khazanah Ilmu pengetahuan dan literasi pada Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan kajian terdahulu. Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka penulis lebih memfokuskan masalah perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan malaysia mengenai konsekuensi hukum dan solusinya menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 di Indonesia dan Enakmen Undang-Undang keluarga Islam di Malaysia. Sedangkan skripsi yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas yaitu: Pada tahun 2007, telah ditulis skripsi atas nama Subhan Zamzami (103044128049) konsentrasi peradilan Agama dengan judul ”Perkawinan di Bawah Tangan Prespektif Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Dampak Sosial Terhadap Perkawinan di
9
Indonesia” yang membahas tentang pernikahan di bawah tangan menurut kompilasi hukum Islam saja serta dampak sosisal terhadap perkawinan di Indonesia. Pada tahun 2008, telah ditulis skripsi atas nama Sahfudin (204044103058) konsentrasi peradilan Agama dengan judul ”Pengaruh dan Implikasi Perkawinan di Bawah Tangan di Kelurahan Cipondoh Tanggerang” Dalam skripsi ini hanya membahas tentang banyak akibat dan pengaruhnya terhadap istri dan anak dari hasil pernikahan di bawah tangan.
E. Metode Penelitian Untuk mengkaji permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sebagai berikuti: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif,10 yaitu penelitian yang memuat deskripsi tentang masalah yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Sedangkan penelitian ini bersifat kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, literatur-literatur yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.
10
Fahmi Muhammad Ahmadi, Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Cet. 1, ( Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.10
10
2. Sumber Data Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data, sumber data primer dan sumber data sekunder yaitu: a.
Sumber Data Primer, yaitu data yang didapat dari bahan-bahan yang diperlukan dalam hai ini, yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Keluarga Islam tentang perkawinan.
b. Sumber Data Sekunder, yaitu data pendukung dan pelengkap data penelitian yang diperoleh dari buku-buku. Melalui kajian pustaka, majalah, makalah, serta surat kabar yang mengandung informasi yang berkaitan dengan masalah skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka (librari research,).11 Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji buku-buku atau sumber-sumber yang diperlukan dalam hal ini adalah Undangundang No.1 Tahun 1974 sebagai rujukan utama dan buku yang berjudul Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia serta literaturliteratur yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.
11
Fahmi Muhammad Ahmadi, Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, h.12
11
5. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif.12 Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan data, memilah-memilihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dapat dibaca dan diinterprestasikan atau mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang lain. Dengan teknik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan data-data yang telah diperoleh dan disusun kemudian dideskripsikan.
6. Teknik Penulisan Skripsi Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakart, UIN Jakarta Pres, 2007 yang merupakan sandaran dari penulisan karya ilmiah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya, khususnya Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.13
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini maka penulis menjelaskan 12
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. 1, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.248 13 Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, Cet.1, (Jakarta: UIN Jakarta Pres, 2007), h. 36
12
dalam sistematika penulisan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang di bagi dalam sud bab dan setiap sub bab mempunyai pembatasan masingmasing yang akan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut: BAB I:
PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis menguraikan hal-hal yang terkait dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II:
TINJAUAN
TEORITIS
TENTANG
PERKAWINAN
DI
BAWAH TANGAN Dalam bab ini, penulis menguraikan dan menjelaskan tentang, pengertian perkawinan di bawah tangan, hukum positif perkawinan di Indonesia, pencatatan perkawinan dan konsekuensi hukum BAB III:
MASALAH
HUKUM
POSITIF
DI
INDONESIA
DAN
MALAYSIA. Pada bab ketiga ini penulis menguraikan gambaran umum seputar tentang, hukum positif perkawinan di Malaysia, pencatatan perkawinan dan konsekuensi hukum. BAB IV:
PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN MENURUT UNDANGUNDANG
PERKAWINAN
NO.
1
TAHUN
1974
ENAKMEN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM
DAN
13
Bab ini berisi persamaan hukum perkawinan Indonesia dengan Malaysia, perbedaan solusi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia. BAB V:
PENUTUP Bab penutup ini berisikan pembahasan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisikan kesimpulan dan saran seputar persoalan yang diangkat dari awal sampai akhir pembahasan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DI INDONESIA
A. Pengertian Perkawinan di Bawah Tangan 1. Pengertian Perkawinan Menurut
bahasa,
perkawinan
mampunyai
arti
mengumpulkan,
menggabungkan, menjodohkan atau bersenggama (wath’i).1 Ada pula yang mengartikan kata Nikah atau Zawaj yang berasal dari bahasa arab berarti “berkumpul dan menindih” atau ungkapan lain bermakna “akad atau bersetubuh” yang secara syara’ berarti aqad perkawinan.2 Sedangkan dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.3 Menurut istilah hukum Islam terdapat beberapa definisi diantaranya adalah:
4
1
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Perkawinan dan Keluarga, Cet.2, (Jakarta: elSAS, 2008), h.3 2 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisis Perbandingan Antar Madzhab, Cet.1, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h.1. 3 Dip Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.3, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h.456. 4 Abd Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Cet.1, (Bogor: Prenada Media, 2003), h.7.
14
15
“Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki”
Abu Yahya Zakaria Al-Anshary mendefinisikan: 5
َا
“Nikah menurut istilah Syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya”. Pengertian-pengertian diatas tampaknya dibuat hanya melihat dari satu segi saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan wanita yang semula dilarang menjadi membolehkan. Padahal setiap perbuatan hukum itu mempunyai tujuan dan akibat ataupun pengaruhnya. Hal-hal inilah yang menjadikan perhatian manusia pada umumnya dalam kehidupannya sehari-hari, seperti terjadi perceraian, kurang adanya keseimbangan antara suami istri. Sehingga memerlukan penegasan arti perkawinan bukan saja dari segi kebolehan hubungan seksual tetapi juga dari segi tujuan dan akibat hukumnya.6 Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal (1) dan (2) bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
5 6
Ibid Ibid, h.9.
16
wanita sebagai suami istri, dengan tujuan mambentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.7 Di samping definisi yang dijelaskan oleh Undang-Undang No.1 Tahun 1974 di atas, kompilasi hukum Islam di Indonesia juga memberikan definisi dan tujuan lain yang dicantumkan dalam pasal 2 dan 3 yang tidak bertentangan dengan Undang-undang perkawinan. Namun bersifat menambah penjelasan dengan rumusan sebagai berikut:’ Perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati printah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah (pasal 2), selanjutnya tujuan perkawinan menurut kompilasi hukum Islam pasal 3 adalah mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.8 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu akad dalam perkawinan adalah untuk menjalankan perintah Allah juga merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan bahkan cenderung diperintahkan. 2. Dasar Hukum Perkawinan Tentang hukum melakukan perkawinan Ulama fiqih (fuqaha) berbeda pendapat dalam menentukan kedudukan hukumnya. Secara umum ada pendapat tentang hukum nikah yakni Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunah, golongan Zhahiriah berpendapat bahwa nikah itu wajib, para ulama Malikiahyah Mutaakhirin berpendapat bahwa 7
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet.1, (Jakarta: PT Pranada Paramita, 2010), h.537. 8 Abdurohman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cet.2, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1995), h.7.
17
nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunah untuk sebagian orang lainnya dan mubah untuk sebagian orang lainnya.9 Perbedaan pendapat ini, menurut Ibnu Rusyid disebabkan adanya perbedaan apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah ini harus diartikan wajib, sunah ataukah mungkin mubah sebagaimana tertera dalam surat An-Nisa:3
)3 :4/ (النساء Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yang yatim, bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisa/4: 3) Dari penjelasan diatas, bahwa pernikahan itu diwajibkan bagi meraka yang sudah mampu untuk menikah, serta dibolehkan memiliki dua orang istri apabila mereka berlaku adail. Akan tetapi, diharamkan bagi mereka untuk menikahi yang ketiga apabila dia hanya mampu untuk memenuhi hak dua istri saja.
9
Ahmad Sudirman Abas, Pengantar Pernikahan Analisis Perbandingan Antar Madzhab, Cet.1, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h.7.
18
Di Indonesia pada umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat Ulama Syafi’iyah, terlepas dari pendapat Imam-imam mazhab berdasarkan nash-nash baik Al-Qur’an maupun As-Sunah, Islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan.
Namun
demikian dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunah, haram, makruh ataupun mubah.10 1. Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu menikah, serta ingin menjaga jiwa dan pandangan dari perbuatan haram. 2.
Sunah, yaitu bagi orang-orang yang sudah mampu untuk menikah, tetapi ia masih sanggup untuk menahan dirinya dari perbuatan haram. Dalam hal seperti ini maka nikah lebih baik dari pada hidup sendiri karena hidup sendiri tidak diajarkan oleh Islam.
3. Haram, yaitu bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu untuk melaksanakan hidup berumah tangga dan melaksanakan kewajiban lahir dan batin. Seperti memeberi nafkah, pakaian, tempat tinggal serta mencampuri istri. 4. Mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya.
10
Abd Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Cet.1, (Bogor: Predana Media, 2003), h.7.
19
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar perkawinan menurut hukum Islam pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunah dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya11. 3. Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum itu. Rukun dan syarat juga mengandung arti yang sama dan harus ada kedua-duanya dalam suatu perbuatan hukum tesebut, serta tidak boleh ditinggalkan salah satu dari keduanya.12 Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Seperti membasuh muka untuk wudhu dan takbirothul ihram untuk shalat atau adanya calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan dalam perkawinan. Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Seperti menutup aurat untuk shalat atau calon pengantin lakilaki dan perempuan harus beragama Islam. Sedangkan sah yaitu suatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.
11
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Cet.1, (Jakarta: PT Raja Grofindo Persada, 2009), h.11. 12 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Kencana, 2007), h.59.
20
a. Rukun Perkawinan Rukun perkawinan adalah hakikat dari perkawinan itu sendiri, tanpa adanya salah satu rukun. Maka perkawinan tidak bisa di laksanakan karena rukun nikah merupakan bagian dari hakikat perkawinan dan wajib di penuhi pada saat berlangsungnya perkawinan,13 rukun perkawinan itu terdiri atas: 1). Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan. 2). Adanya wali nikah. 3). Adanya dua orang saksi yang adil. 4). Sighat akad nikah yaitu ijab dan qobul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin lakilaki.14 b. Syarat Sahnya Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu ibadah dan memiliki syaratsyarat sebagaimana ibadah lainnya. Syarat-syarat yang dimaksud tersirat dalam Undang-Undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Syaratsyarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila
13
Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sarak, Cet.1, (Malang: UIN Malang Press, 2008),
14
Ali Hasan, Pedonan Hidup Rumah Tangga dalam Islam, Cet.1, (Jakarta: Siraja, 2003),
h.57. h.56.
21
syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.15 Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan yaitu: 1). Syarat-syarat calon mempelai pria adalah a). Beragama Islam b). Laki-laki c). Baligh d). Berakal e). Jelas orangnya f). Dapat memberikan persetujuan g). Tidak terdapat halangan perkawinan 2). Syarat-syarat calon mempelai wanita adalah: a). Beragama Islam b). Perempuan c). Jelas orangnya d). Dapat dimintai persetujuan e). Tidak terdapat halangan perkawinan16 Dari ketentuan di atas mengenai Syarat-syarat perkawinan juga diatur mengenai ketentuan batas umur calon mempelai. Baik dari calon mempelai laki-laki maupun calon mempelai perempuan. 15
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
16
Ali Hasan, Pedonan Hidup Rumah Tangga dalam Islam, h.56.
h.12.
22
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Ketentuan batas umur seperti yang tercantum dalam pasal 15 ayat (1) Kompilasi hukum Islam di dasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan. Hal ini sejalan dengan penekanan Undang-Undang perkawinan, bahwa calon suami dan istri harus sudah matang jiwa dan raga agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik.17 4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan Tujuan perkawinana menurut hukum Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia, harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin. Serta terpenuhi semua keperluan hidupnya, sehingga timbullah kebahagiaan yakni kasih sayang antara anggota keluarga.18 Tujuan perkawinan menurut perintah Allah ialah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat. Serta terbentuknya rumah tangga yang
17
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
18
Abd Rahman Ghazali, Fiqh sMunakahat, h.22.
h.13.
23
damai dan teratur.19 Dan menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 3 menjelaskan tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.20 Sedangkan menurut Imam AlGhazali maka tujuan perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu: 1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan. 2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih sayangnya. 3. Memenuhi panggilan Agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. 4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggungjawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal. 5. Membangun rumah tangga yang tentram dan damai berdasarkan cinta dan kasih sayang. Adapun hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan adalah menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diijinkan Syara’ dan menjaga kehormatan diri dari terjatuhnya pada kerusakan seksual. Islam mengajarkan dan menganjurkan untuk menikah karena pernikahan akan berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia. Adapun hikmah pernikahan adalah: 19
Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Cet.1, (Jakarta: Hillco, 1985), h.26. 20 Kompilasi Hukum Islam, Cet.2, (Bandung: Fokus Media, 2007), h.7
24
1. Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks dengan kawin badan jadi segar, jiwa jadi tenang. 2. Nikah jalan terbaik untuk memperbanyak keturunan, melestrarikan hidup manusia, serta memelihara keturunan yang oleh Islam sangat diperhatikan sekali. 3. Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang. 4. Perkawinan
dapat
membuahkan
di
antaranya,
tali
kekeluargaan
memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan masyarakat yang memang oleh Islam direstui ditopang dan ditunjang karena masyarakat yang saling menunjang lagi saling menyayangi merupakan masyarakat yang kuat lagi bahagia. 21 5. Pengertian Perkawinan di Bawah Tangan Menurut bahasa perkawinan di bawah tangan berarti perkawinan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau perkawinan yang dirahasiakan. Sedangkan menurut hukum, perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang bisa dinyatakan sah secara agama (apabila Syarat dan rukunya terpenuhi) namun tidak berkekuatan hukum. 21
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, h.20.
25
Dalam pernikahan dibawah tangan, petugas pencatat nikah (KUA) tidak akan mencatat perkawinannya tersebut karena dianggap menyimpang dari Undang-Undang yang berlaku.
22
Akibatnya, pasangan yang menikah
tidak akan mendapatkan surat nikah. Kalaupun mendapatkan surat nikah ada dua kemungkinan. 1. Surat nikah aspal ( asli tapi palsu). 2. Petugas KUA-nya berkolusi. Sedangkan sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah perkawinan di bawah tangan dan semacamnya. Namun, secara sosiologis istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (2) yang menegaskan bahwa perkawinan harus dicatat sesuai ketentuan perundang-undang yang berlaku.23 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang sudah memenuhi syarat dan rukun dalam hukum Islam. Tetapi tidak mengikuti hukum Negara yang mengharuskan untuk dicatat.
22
Lembaga Bantuan Hukum APIK, Dampak Pernikahan Bawah Tangan Bagi Perempuan Artikel diakses pada kamis, 14 Juli 2011 dari:hpp://www.lbh-apik.or.id/fact51-bwh/20tangan.htm 23 Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.1, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009), h. 538.
26
1. Faktor Terjadinya Pernikahan di Bawah Tangan Terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya pernikahan bawah tangan di antaranya yaitu: a. Tidak adanya kemampuan melaksanakan perkawinana secara Syariat, karena
tidak
bisa
menyediakan
tempat
tinggal,
disebabkan
penganguran dan tidak adanya kesempatan kerja yang layak. b. Ikut-ikutan kelompok masyarakat yang menyimpang yang dikuasai oleh mass media yang rusak melalui alat teknologi yang canggih dan merebaknya pemikiran yang menyimpang, seperti yang disebarkan oleh telenofela, film-film dan buku-buku.24 c. Lemahnya benteng agama dan akidah serta kurangnya pembinaan keluarga untuk mengarahkan kepada akhlak yang mulia.25 d. Pemahaman yang salah terhadap kebebasan pribadi di kalangan remaja, mereka mengartikan kebebasan adalah” tidak boleh ada yang mengarahkan mereka “ meskipun untuk mengarahkan perilaku mereka atau pengontrolan, sementara dikalangan perempuan berpendapat bahwa mereka mempunyai hak yang sama dalam berbuat seperti lakilaki dalam alam kebebasan ini tanpa ada batas-batas dan nilai. e. Tersedianya alat dan obat anti hamil tanpa adanya ketentuan-ketentuan yang jelas bagi siapa dan kapan boleh didapatkan, hingga
24
Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan Terlarang, Cet.1, (Jakarta: CV Cendikia Sentra Muslim, 2002), h.55. 25 Ibid
27
penyimpangan moral menjadi suatu perbuatan yang tidak ditakuti karena resikonya bisa dihindari. f. Dikarenakan ikatannya dengan beberapa keluarga dan beberapa istri serta anak-anaknya, dan ia takut jika ketahuan akan menghancurkan bangunan rumah tangganya, g. Terjadinya hubungan gelap yang mengakibatkan kehamilan h. Serta kurangnya ekonomi yang menjadi alasan mereka melakukan pernikahan di bawah tangan. Dilihat dari berbagai penyebab di atas hal yang perlu dianalisa kembali adalah sesungguhnya perkawinan dengan cara ini tidak memenuhi anjuran-anjuran yang diarahkan oleh Islam yang semestinya dilakukan26 2. Status Hukum Pernikahan di Bawah Tangan Menurut hukum syariat bahwa sebuah perkawinan dipandang sah jika telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan yang meliputi calon mempelai pria, calon mempelai wanita, wali mempelai wanita, dua orang saksi dan ijab qabul. Sedangkan menurut Undang-Undang perkawinan selain memenuhi aturan syariat pernikahan harus dicatat oleh petugas pencatat perkawinan. Jika perkawinan sudah memenuhi kedua aturan tersebut maka perkawinan itu disebut legal wedding jika tidak tercatat maka disebut illegal wedding. 26
Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan Terlarang, h.56.
28
Secara dogmatis, tidak ada nash dalam Al-Qur’an ataupun sunnah yang
mengatur
pencatatan
untuk
perkawinan,
tetapi
Al-Qur’an
memberikan perhatian besar kepada pencatatan setiap transaksi utang dan jual beli. Semestinya jika dalam urusan muamalah seperti utang saja pencatatan
diperintahkan,
apalagi
dalam
perkawinan
yang
akan
melahirkan hukum lain seperti hak pengasuhan anak, hak waris dan hakhak lainnya. Oleh karena itu, memenuhi aturan Agama dan aturan negara amatlah penting karena kita selain sebagai agamawan juga sebagai warga negara, sehingga perjalanan rumah tangga tidak hanya bersentuhan dengan aturan agama tetapi juga aturan negara. Dengan demikian jika kelangsungan hidup rumah tangga tidak lepas dari aturan negara dan mematuhinya maka dari itu mematuhi aturan tersebut wajib hukumnya.27 3. Dampak Pernikahan di Bawah Tangan dalam Masyarakat Ada banyak dampak yang terjadi dalam Pernikahan di bawah tangan yaitu: a. Terhadap Istri Perkawinan di bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri yaitu: 1). Isteri tidak dianggap sebagai isteri sah.
27
http://bimasIslam.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=313&c atid=49%3Aartikel&Itemid=79, diakses pada hari jum’at, 22 Juli 2011
29
2). Isteri tidak memiliki kekuatan hukum jika terjadi perselisihan serta pembagian harta waris jika suami meninggal dunia. 3). Isteri tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perceraian, karena secara hukum pernikahan itu dianggap tidak pernah terjadi. b. Terhadap Anak Sementara status terhadap anak dari perkawinan di bawah tangan memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum. Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 100 Kompilasi Hukum Islam) di dalam akta kelahirannyapun status anak dianggap sebagai anak luar nikah. Sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkan, tentunya hal semacam ini adalah dampak yang sangat merugikan anak dan ibunya. Ketidak jelasan status si anak di muka hukum mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat. Sehingga bisa saja suatu waktu si ayah menyangkal bahwa anak tersebut adalah bukan anak kandungnya. Sehingga anak tidak berhak atas biaya kehidupan, pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya.
30
B. Hukum Positif Perkawinan di Indonesia Hukum yang berlaku saat ini di Indonesia adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan berbagai peraturan pelaksanaannya. Undang-Undang tersebut merupakan hukum perkawinan bagi bangsa Indonesia yang sudah dirintis penyusunannya sejak tahun 1950. Dalam UU No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa28. Kemudia tiap-tiap perkawinan dicata menurut PP No.9
Tahun
1975,
yang
menerangkan
pencatatan
bagi
mereka
yang
melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam dilakukan oleh Pegawai pencatat. Sebagaimana dimaksud dalam UU No.32 Tahun 1945 tentang pencatatn nikah, talak dan rujuk. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 berlaku secara efektif hubungannya dengan PP No.9 Tahun 1975, PP No.10 Tahun 1983, KHI pasal 7 ayat (1) s/d (3), tentang perkawinan. Disamping itu ada Undang-Undang lain yang sangat erat kaitannya dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.29
28
Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.40, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), h.538. 29 Ibid, h.23.
31
Sejarah Terbentuknya Undang-undang Perkawinan Pada tanggal 16 Agustus 1973, pemerintah Indonesia mengajukan RUU Perkawinan untuk dijadikan dasar hukum dalam mengatur tata cara perkawinan seluruh penduduk Indonesia. Namun sebulan sebelum diajukannya RUU timbulah reaksi keras dari kalangan umat Islam yang menilai bahwa RUU tersebut sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, bahkan ada anggapan yang lebih keras, yang menyatakan bahwa RUU tersebut adalah upaya untuk mengkristenkan Indonesia. Menurut Kamal Hasan, setidaknya ada 11 pasal yang dipandang bertentangan dengan ajaran Islam (fikih munakhat), yaitu pasal 2 ayat 1, pasal 3 ayat 2, pasal 7 ayat 1, Pasal 8 ayat c, Pasal 10 ayat 2, Pasal 11 ayat 2, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1 dan 2, Pasal 37, Pasal 46 ayat c dan d, Pasal 62 ayat 2 dab 9. Melalui lobbying-lobbying antara tokoh-tokoh Islam dengan pemerintah, akhirnya RUU tersebut diterima oleh kalangan Islam dengan mencoret pasal-pasal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Agar pembahasanya berjalan lancar maka dicapai kesepakatan antar Fraksi PPP dan Fraksi ABRI yang isinya : 1. Hukum agama Islam dalam perkawinan tidak akan dikurangi atau di ubah. 2. Sebagai konsekuensi dari pada poin 1, maka alat-alat pelaksanaannya tidak akan dikurangi atau di ubah. tegasnya UU No.22 Tahun 1946 dan UU No.14 Tahun 1970. 3. Hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak mungkin disesuaikan dengan Undang-Undang ini,dihilangkan (didrop).
32
4. Pasal 2 ayat (1) dari RUU ini disetujui untuk dirumuskan sebagai berikut : a. Ayat (1), perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan keprcayaan itu. b. Ayat (2), tiap-tiap perkawinan wajib dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 5. Mengenai perceraian dan poligami diusahakan ketentuan-ketentuan guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan.30 Akhirnya pasal-pasal yang menimbulkan keberatan dikalangan Islam dihapuskan. Setelah melakukan rapat yang berulang-ulang, akhirnya pada tanggal 22 Desember 1973 melalui Fraksi-fraksi DPR, RUU tersebut disetujui untuk disahkan. Pada tanggal 2 Januari 1974 RUU tentang perkawinan menjadi UU No.1 Tahun 1974 tentang Undang-Undang perkawinan oleh DPR yang selanjutnya belaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975.
C. Pencatatan Perkawinan Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dalam bab 2 pasal 2 s/d 9 PP Nomor 9 Tahun 1975 juga menjelaskan tentang pencatatan perkawinan. Pasal 2 PP No.9 Tahun 1975 sebagai berikut:
30
http://el-ghozali-hasan.blogspot.com/2011/04/sejarah-terbentuknya-undang-undang.html, diakses pada hari kamis, 15 September 2011
33
1.
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
2.
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
3.
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 sampai pasal 9 peraturan pemerintahan ini. Dalam pasal-pasal diatas, disebutkan bahwa pencatatan perkawinan bagi
mereka yang melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (kantor urusan agama kecamatan). Sedangkan pencatat perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatat di kantor catatan sipil.31 Undang-Undang No.I Tahun 1974 bukan pertama yang mengatur tentang pencatatan perkawinan bagi muslim Indonesia, sebelumnya sudah ada UndangUndang No.22 Tahun 1946 yang mengatur tentang pencatatan nikah, talak, dan
31
Suparman Usman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet.1, (Serang: Saudara Serang, 1995), h.30.
34
rujuk semula Undang-Undang ini hanya berlaku untuk daerah jawa dan Madura tetapi dengan lahirnya Undang-Undang No.32 Tahun 1954 yang disahkan tanggal 26 oktober 1954. Undang- Undang No.22 Tahun 1946 berlaku di seluruh Indonesia. Bahkan konon sebelum Undang-Undang No.22 Tahun 1946 sudah ada peraturan yang mengatur hal yang sama. Tentang pencatatan perkawinan dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1946 disebutkan: 1. Perkawinan diawasi oleh pegawai pencatat nikah 2. Bagi pasangan yang melakukan perkawinan tanpa pengawasan dari pegawai pencatat nikah dikenakan hukuman karena merupakan suatu pelanggaran, lebih tegas tentang pencatatan dan tujuan pencatatan perkawinan di temukan pada penjelasannya bahwa dicatatkannya perkawinan agar dapat mendapat kepastian hukum dan ketertiban.32 Dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia disebutkan, bahwa tujuan pencatatan perkawinan yang dilakukan di hadapan pengawasan pegawai pencatat nikah adalah untuk terjaminnya ketertiban perkawinan. Sedangkan perkawinan yang dilakukan di luar pegawai pencatat nikah tidak mempunyain ketentuan hukum. Karena ketentuan hukum perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah. 33
32
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundangundangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia,Cet.1, (Jakarta: INIS, 2002), h.146. 33 Ibid, h.149.
35
D. Konsekuensi Hukum Konsekuensi orang yang melakukan perkawinan di bawah tangan, Baik di Indonesia maupun di Malaysia adalah tidak dicatat oleh petugas pencatat perkawinan (Petugas KUA) karena dianggap sudah menyimpang dari UndangUndang perkawinan yang berlaku. Disamping itu juga si anak tidak akan mendapatkan akte kelahiran yang menjadi bukti otentik untuk mendapatkan nafka, biaya pendidikan dan harta waris. Undang-Undang No.22 tahun 1946 jo. Undang-Undang No.32 tahun 1945 (penjelasan pasal 1) maupun dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 (pasal 2) mengharuskan pencatatan pada tiap-tiap perkawinan.34 Kemudian dalam PP No. 9 tahun 1975 yang merupakan peraturan tentang pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 disebut bahwa perkawinan bagi penganut Islam dilakukan oleh pegawai pencatat dengan tata cara pencatatan yang dimulai dengan: 1. Pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan. 2. Pelaksanaan akad nikah dihadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi 3. Penandatanganan akta perkawinan oleh kedua saksi, pegawai pencatat dan wali dengan penandatanganan tersebut proses perkawinan telah selesai, bagi orang yang tidak memberitahu kepada pegawai pencatat tentang kehendak melaksanaan perkawinan atau melaksanakan perkawinan tidak dihadapan pegawai pencatat,
34
Arso Sosroatmojo, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
h.55.
36
termasuk perbuatan melanggar hukum yang dapat dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500 ( Tujuh ribu lima ratus rupiah)35 Pasal 45 peraturan pelaksanaan memuat ancaman pidana bagi mempelai dan pegawai pencatat yang melakukan pelanggaran ketentuan-ketentuan tentang pencatatan. Mempelai diancam dengan pidana denda setingi-tingginya Rp. 7.500 apabila ia: 1. Tidak melakukan pemberitahuan untuk kawin 2. Perkawinan tidak dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat. Pegawai pencatat diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setingi-tingginya Rp. 7.500 apabila ia: 1. Tidak melakukan penelitian 2. Tidak memberitahukan adanya halangan perkawinan 3. Tidak menyelenggarakan pengumuman 4. Tidak menandatangani pengumuman atau 5. Melaksanakan perkawinan sebelum hari kesepuluh dari pengumuman 6. Tidak menyiapkan dan menandatangani akta perkawinan, 7. Tidak menyimpan helai pertama, tidak memberikan helai kedua kepada panitra pengadilan dan kutipan akta perkawinan kepada suami istri. Adapun yang mengadili perkara pelanggaran ini yang menjatuhkan pidananya adalah peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Bukan peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama, walaupun yang melakukan pelanggaran itu beragama Islam.36
35
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundangundangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, h. 149 36 Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976), h.21.
BAB III MASALAH HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DI MALAYSIA
A. Hukum Positif Perkawinan di Malaysia Sebelum lahirnya Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perkawinan dan masalah-masalah perkawinan disetiap negara Malaysia telah ditetapkan dalam Undang-Undang Agama Islam.1 Hukum yang mengatur tentang perkawinan dan hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan dicantumkan dalam satu bab dari Undang-Undang tersebut. Seperti Undang-Undang Islam, salah satu bagiannya adalah tentang perkawinan dan hal-hal yang muncul akibat perkawinan. Undang-Undang yang di maksud adalah sebagai berikut: 1. Enakmen (undang-undang) yang ditetapkan dalam hukum Syarak 1952, atau Undang-Undang hukum Islam No.3 Tahun 1952. 2. Undang-Undang Islam Terengganu No.4 Tahun 1955. 3. Undang-Undang Agama Pahang 1956 atau dalam Undang-Undang Agama Islam No.5 Tahun 1956. 4. Undang-Undang Islam, Negara Sembilan No.15 Tahun 1960. 5.
Undang-Undang Islam, Kedah 1978. 1
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, Cet.1, ( Jakarta: INIS, 2002), h.84.
37
38
6. Undang-Undang ditetapkan dalam Undang-Undang Islam, Parlis No.3 Tahun 1964. 7.
Undang-Undang Islam, Perak No.11 Tahun 1965.
8.
Undang-Undang Islam, Sabah 1977 atau dalam Undang-Undang Islam No.15 Tahun 1977.
9. Ordinan Majlis Islam Serawak 1977. 10. Undang-Undang Agama Islam Johor No.14 Tahun 1978. 11. Enakmen (undang-undang) Majlis Agama Islam dan adat istiadat melayu Kelantan No.1 dan 2 Tahun 1966 Sebelumnya, wilayah persekutuan menggunakan penetapan hukum Syarak Selangor 1952, kemudian diperbaharui dengan pembaharuan lain menjadi Undang-Undang hukum Syarak 1974.2 Tujuan dari pembaharuan Undang-Undang diatas adalah untuk menyatukan dan menggabungkan Undang-Undang yang ada sebelumnya. Selangor adalah negara yang pertama melakukan usaha pembaharuan Undang-Undang dan melahirkan Undang-Undang 1952. Secara umum, UndangUndang ini yang mengatur tentang kekuasaan dan fungsi Majlis Agama Islam, pelantikan mufti dan fatwa, pendirian Mahkamah Syariah, pelantikan kadi dan penetapan wilayah kekuasaan Mahkamah Syariah serta mengenai UndangUndang keluarga. Disamping itu juga diatur tentang masjid, mualaf, keuangan dan urusan umum. 2
Ibid, h.84.
39
Sejak tanggal 1 Maret 1982. Akta memperbaharui Undang-Undang (perkawinan dan perceraian) 1976 (AMU) telah diperlakukan di seluruh Malaysia. Oleh sebab itu, Undang-Undang yang berlaku sekarang merupakan pembaharuan dan penggabungan dari Undang-Undang yang ada sebelumnya. Adapun pasal yang mengatur tentang hukum keluarga adalah UndangUndang Hukum Keluarga, dalam Undang-Undang hukum keluarga, masingmasing berbeda antra satu negara dangan negara lainnya. Dalam Undang-Undang hukum Syarak Selangor 1952. Misalnya masalah suami istri yang memuat mengenai perkawinan, pendaftaran perkawinan, perceraian, pemeliharaan anak dan nafkah, terdapat 25 pasal, Dalam enakmen (undang-undang) kelantan 1966 memuat 30 pasal, sedangkan Undang-Undang Johor 1978 memuat 26 pasal dan negara Sembilan 1960 memuat 23 pasal.3 Beberapa tahun kemudian masing-masing negara melakukan pembaharuan Undang-Undang. Misalnya, Undang-Undang Negara Kelantan diperbaharui menjadi Undang-Undang penetapan Mahkamah Syariah Tahun 1989. UndangUndang Pahang menjadi Undang-Undang Agama Islam dan adat Resam Melayu Pahang tahun 1982. Serta Undang-Undang Selangor manjadi Undang-Undang Selangor tahun 1989. Pada periode sekarang, pada umumnya negara-negara yang ada di Malaysia memiliki Undang-Undang keluarga Islam yang relatif sama yaitu sebagai berikut: 3
Ibid, h.85.
40
1. Undang-Undang keluarga Islam malaka 1983. 2. Kalantan 1983. 3. Negeri Sembilan 1983. 4. Wilayah persekutuan 1984. 5. Perak 1984 ( No.1) 6. Kedah 1979 ( No.1 1984) 7. Pulau Pinang 1985. 8. Terengganu 1985. 9. Pahang 1987 ( No.3) 10. Selangor 1989 ( No.2) 11. Johor 1990. 12. Serawak 1991 13. Perlis 1992 14. Sabah 19924 Dengan demikian, Undang-Undang Keluarga Islam Kelantan dan Negara Sembilan Sarak adalah tiga negara pertama yang melakukan pembaharuan Undang-Undang keluarga di Malaysia. Sementara negara terakhir yang menegaskan Undang-Undang keluarga adalah Sabah dengan Undang-Undang No.15 Tahun 1992.5
4
Abdul Rohman, Pemikiran Islam di Malaysia Sejarah dan Aliran, Cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h.334. 5 Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, h.86.
41
Sedangkan Undang-Undang Islam yang ada di Malaysia akan di kelompokan menjadi dua kelompok besar, pertama Undang-Undang yang mengikuti akta persekutuan yakni Selangor, Negara Sembilan, Pulau Pinang, Pahang, Perlis, Tereganu, Sarawak dan Sabah. Kedua Kelantan, Johor, Malaka dan
Kedah.
Meskipun
banyak
persamaannya
dengan
Undang-Undang
persekutuan, tetapi ada perbedaan yang cukup mencolok, yakni dari 134 pasal yang ada hanya 49 pasal yang berbeda. Usaha penyeragaman Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia pernah dilakukan oleh Tengku Zaid, sedangkan tugas komite ini adalah membuat draf Undang-Undang Keluarga Islam, setelah mendapat persetujuan dari Majlis Hakim, draf ini disebarkan ke negara-negara untuk dipakai sebagai UndangUndang keluarga. Tetapi, tidak semua negara menerima isi keseluruhan UndangUndang ini. Seperti Kelantan, yang melakukan penatapan terhadap draf lain. Akibatnya Undang-Undang keluarga Islam yang berlaku di Malaysia tidak seragam sampai sekarang. Menurut catatan Ahilemah Joned,6 berdasarkan pendahuluan dalam Undang-Undang perkawinan di Malaysia, masing-masing negara sebagian mempunyai tujuan sendiri dalam pembentukan Undang-Undang perkawinannya, seperti Perak, Selangor, Negara Sembilan dan Akta Wilayah. Pembuatan UndangUndang perkawinan di daerah ini bertujuan untuk mengubah beberapa hal di 6
Ibid, h.87 (Ahilemah Joned, “Keupayaan dan Hak Wanita Islam untuk Berkawin,Indah Khabar Dari pada Rupa,”, dalam Fakulti Undang-undang Universitas Malaya (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1988)
42
bidang perkawinan, perceraian, nafkah, hadanah dan perkara-perkara lainnya, supaya menjadi lebih mengikat dan membuat suatu peraturan yang komprehensif agar Undang-Undang tersebut di patuhi dan di ikuti oleh setiap masyarakat yang ada di Malaysia. Undang-Undang
Kelantan
selain
untuk
menyatuka
juga
untuk
memperbaharui Undang-Undang yang ada sebelumnya. Joned menyimpulkan bahwa tujuan pembentukan perundang-undangan di bidang perkawinan Malaysia adalah untuk meningkatkan status wanita atau mengubah peraturan hukum syariah mengenai keluarga. Dari penjelasan diatas tampak bahwa usaha pembaharuan hukum perkawinan Malaysia secara umum awalnya dilakukan untuk kepentingan penjajah (Inggris) dengan berupa aturan administrasi (pencatatan), kemudian meluas ke Mentri Hukum Keluarga di masa pasca kemerdekaan yang sama dengan Indonesia, usaha pembaharuan hukum keluarga Malaysia dilakukan secara bertahap yang awalnya hanya memperbaharui masalah pencatatan perkawinan dan perceraian, kemudian menjadi salah satu sub bab dari aturan umum di bidang Agama Islam. Kemudian berkembang perbaharuan Undang-Undang hukum keluarga secara keseluruhan di masa pasca kemerdekaan dan menjadi Undang-Undang tersendiri. Masalah warisan masuk kedalam hukum keluarga, tetapi dalam perakteknya di masa penjajahan mentri tersebut seolah berada di luar hukum keuarga muslim. Penyebabnya adalah karena masalah warisan tersebut
43
berhubungan dengan uang. Hal ini yang menjadi urutan utama dalam usaha pembaharuan hukum keluarga tersebut.7 1. Pengertian Perkawinan di Malaysia Dalam bahasa Melayu (terutama di Malaysia dan Brunei Darussalam) digunakan istilah kawin, kawin ialah perikatan yang sah antara laki-laki dengan perempuan menjadi suami istri, atau nikah.8 Akta Undang-Undang Keluarga Islam (wilayah persekutuan) 1984.9 Menegaskan bahwa suatu perkawinan adalah tidak sah melainkan jika cukup semua syarat yang perlu, secara syar’i. Sebagai tambahan beberapa persyaratan administrasi telah diadakan di bawah Undang-Undang ini. Pada masa sekarang suatu perkawinan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang ini akan tetapi sah menurut syar’i, harus didaftarkan kepada hukuman yang dikenakan. Karena termasuk perkawinan di bawah umur. (ayat 8)
10
dan
poligami (ayat 23)11 Akta ini juga menjelaskan bagi yang hendak melaksanakan perkawinan harus berdasarkan persetujuan wali pihak perempuan, selain itu
7
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, h.88. 8 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Cet.1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.43. 9 Najibah Mohd Zin, Undang-undang keluarga Islam, (Siri Perkembangan Undang-undang di Malaysia), Cet.1, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007), h.xxiii 10 Ibid, h.9, (Ayat 8-Apabila pemohon berada di bawah umur batas minimum, yaitu kurang dari 18 tahun bagi laki-laki dan kurang 16 tahun bagi perempuan). 11 Ibid, h.11 ( Ayat 23-Jika laki-laki yang beristri dan berkeinginan ingin menikah dengan Perempuan lain, maka harus terlebih dahulu mendapat izin dari mahkamah syariah)
44
juga persetujuan perempuan. Ini menurut madzhab Syafi’i yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis seperti:
12
Artinya: “Perkawinan seorang perempuan tanpa izin walinya, adalah batal. Akan tetapi, jika sudah digauli maka wajib diberikan mahar. Jika terjadi perselisihan maka sultan yang menjadi wali bagi seorang yang tidak mempunyai wali.
2. Syarat-syarat Perkawinan di Malaysia Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak tertentu sebelum di langsungkannya perkawinan, syarat-syarat yang dimaksud adalah: a. Batas umur calon mempelai. b. Persetujuan kedua belah pihak c. Larangan perkawinan karena hubungan keluarga d. Mengikuti tata cara perkawinan yang ditentukan.13
12
Al-Sunan Abu Daud dan Ibnu Majjah, Shahih Muslim, (Beorut: Darul Fakir, t.th), h. 477 Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Cet.1, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h.38. 13
45
3. Orang-orang yang Boleh Mengadakan Perkawinan Undang-Undang Keluarga Islam menetapkan bahwa pendaftaran adalah orang yang memainkan peranan utama dalam suatu majlis akad nikah. Ayat 714 menyatakan: a. Hendaklah diakadnikahkan menurut hukum Syara yaitu : 1) Wali di hadapan pendaftar 2) Wakil wali di hadapan dan dengan kebenaran pendaftar atau 3) Pendaftar sebagai wakil wali b. Jika suatu perkawinan itu melibatkan seorang perempuan yang tidak memepunyai wali dari nasab, mengikuti hukum syarak, perkawinan itu hendaklah diakadnikahkan hanya wali hakim.15
B. Pencatatan Perkawinan Perkawinan bagi setiap orang yang tinggal di Malaysia dan bagi setiap orang yang tinggal di luar negeri, warganegara atau berdomisili di Malaysia selepas tanggal yang ditetapkan hendaklah didaftarkan menurut akta itu (Ayat 27)16. Hukum perkawinan (Hukum keluarga) Malaysia juga mengharuskan adanya pendaftaran/pencatatan perkawinan, proses pencatatan secara prinsip dilakukan
14
Najibah Mohd Zin, Undang-undang keluarga Islam,(Siri Perkembangan Undang-undang di Malaysia), h.8 (Ayat 7-Pernikahan itu boleh diterima terus oleh pengatin laki-laki dalam majlis aqad ataupun diwakilkan kepada seseorang untuk menerima pernikahan tersebut baginya). 15 Pentadbiran Undang-undang Islam di Malaysia, Cet.1, (Kuala Lumpur Malaysia: Institut Kefahaman Islam Malaysia, 1997), h.344. 16 Ibid, h.420.
46
setelah akad nikah, Hanya saja dalam rincian oprasionalnya proses pencatatan ada tiga jenis yaitu: 1. Untuk orang yang tinggal di negara masing-masing, pada dasarnya pencatatan dilakukan segera setelah selesai akad nikah, kecuali kelantan yang menetapkan 7 (tujuh) hari setelah akad nikah dan catatan tersebut disaksikan oleh wali, dua orang saksi dan pendaftar. 2. Orang asli Malaysia yang melakukan perkawinan di kedutaan Malaysia yang ada di luar negeri, proses pencatatannya secara prinsip sama dengan proses orang Malaysia yang melakukan perkawinan di negaranya. Perbedaannya, hanya pada petugas pendaftar, yakni bukan oleh pendaftar asli yang di angkat di Malaysia (di negara masing-masing) tetapi pendaftar yang diangkat di kedutaan atau konsul Malaysia di negara yang bersangkutan. 3. Orang Malaysia yang tinggal di luar negeri dan melakukan perkawinan tidak di kedutaan /konsul Malaysia yang ada di negara yang bersangkutan. Maka, pihak yang melakukan perkawinan hasus mendaftarkan ke kedutaan atau konsul setempat sebelum masa enam bulan setelah akad nikah. Sedangkan apabila yang bersangkutan pulang ke Malaysia sebelum habis masa enam bulan, maka boleh mendaftarkan perkawinannya di Malaysia.17 Dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
17
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundangundangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, h.151
47
1. Mengemukakan kepada pendaftar pernyataan perkawinan atau keterangan lisan atau dokumen yang dapat meyakinkan pendaftar, bahwa perkawinan itu telah berlaku. 2. Menyerahkan
Syarat-syarat
yang
diperlukan
untuk
pendaftaran
perkawinan itu dengan sepatutnya dan 3. Memohon dalam formulir yang ditetapkan supaya pendaftar perkawinan itu dilaksanakan dan menandatangani pernyataan di dalamnya itu.18 Pendaftaran tersebut di atas boleh dilakukan tanpa kehadiran salah seorang yang melakukan perkawinan, jika pendaftar dapat memberikan alasan bahwa ada sebab-sebab yang membuat ia tidak hadir, dan pendaftar harus mencatatkan sebab-sebab ketidak hadirannya itu untuk disimpen suami istri masing-masing satu helai.19
C. Konsekuensi Hukumnya Dalam ayat 38 ditentukan, bahwa seseorang yang sengaja membuat suatu keterangan palsu atau memberikan keterangan palsu yang dikehendaki di bawah akta ini dengan tujuan untuk memperoleh keterangan perkawinan adalah bersalah atas suatu kesalahan yang bisa dikenakan penjara. Selama waktu tidak lebih dari tiga tahun atau denda tidak lebih dari tiga ribu ringgit atau kedua-duanya sekaligus.
18 19
Ibid, h.152. Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, h. 69.
48
Tentang hal pemberitahuan yang tidak dibenarkan dan kesalahan dalam pemberitahuan atau berbuat sesuatu yang berupa pemberitahuan suatu perkawinan, sedangkan ia tidak dibenarkan berbuat demikian, maka ia bersalah atas suatu kesalahan, dan apabila diadili dikenakan penjara selama waktu tidak lebih dari sepuluh tahun, dan denda tidak lebih dari lima belas ribu ringgit “katakata”, dan dalam ketentuan ini bermakna bahwa kedua macam hukuman itu dapat sekaligus dikenakan, atau sekiranya kata yang dipergunakan. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat 38 tersebut di atas. Maka hukuman itu dapat dipilih antara hukuman penjara, denda atau kedua-duanya jika disebutkan secara tegas. Hukuman yang dapat dikenakan untuk suatu kesalahan seperti yang tercatat di atas merupakan suatu hukum yang berat, sehingga harus diancam hukuman sampai maksimum sepuluh tahun dan denda lima belas ribu ringgit. Sedangkan untuk kesalahan yang berikut, sebagaimana diutarakan oleh ayat 41 adalah ancaman hukumannya jauh lebih ringan, karena kesalahan yang berlawanan dengan akta pemberitahuan (melaksanakan) suatu perkawinan seperti: 1. Tanpa menerima izin untuk perkawinan itu atau suatu pernyataan yang tidak memerlukan perizinan. 2. Pelaksanaan perkawinan sekurang-kurangnya dua orang saksi yang dapat dipercaya untuk mengupacarakan (melaksanakan) suatu perkawinan itu. 3. Setelah berakhirnya waktu enam bulan dari tanggal pemberitahuan (pelaksanan) perkawinan yang diberikan di bawah ayat 14.
49
Semua berasal dari kesalahan dan apabila diadili dikenakan penjara selama waktu tidak lebih dari tiga tahun dan denda tidak lebih dari lima ribu ringgit (ayat kecil (1) ayat 41). Adapun pendaftaran yang diketahuinya dan berlawanan dengan akta mengeluarkan izin untuk perkawinan yaitu: 1. Tanpa pemberitahuan perkawinan sebagaimana yang dikehendaki oleh ayat15.20 2. Apabila suatu kaveat telah diserahkan di bawah ayat 19 tanpa mematuhi ayat 20 atau 3. Berlawanan dengan ayat 1621 Semua bersalah atas suatu kesalahan dan apabila diadili boleh dikenakan penjara tidak lebih dari tiga tahun dan denda tidak lebih dari lima ribu ringgit (Rp: 14.200.000), (ayat kecil (2) ayat 41) Selanjutnya bagi orang-orang yang melakukan perkawinan, tanpa meberitahukan perkawinanya sebagaiman yang tercantum dalam ayat 15, maka akan dikenakan penjara tidak lebih dari tiga tahun lamanya dan denda tidak lebih dari lima ribu ringgit (Rp:14.200.000), (ayat kecil (3) ayat 41), perkawinan terhadap suatu kesalahan seperti yang diuraikan di atas hanya dapat dilakukan dengan kebenaran tertulis dari pendakwan hakim.22
20
Ibid, h.70 (Ayat 15 –Tuntutan karena melanggar janji untuk berkawin atau pertunangan) Ibid, (Ayat 16-Setiap perkawinan yang akan dilaksanakan harus terlebih dahulu mendapat kebenaran mendaftar NCR bagi Qariah Masjid tempat pihak perempuan tinggal) 22 Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, h.71. 21
50
Secara eksplisit tidak ada aturan bagaimana proses untuk orang yang melakukan perkawinan antar negara di Malaysia, karena itu penafsiran yang lebih mendekati kebenaran adalah mempunyai proses yang sama dengan perkawinan di negara masing-masing. Bagi orang yang melakukan perkawinan di luar Malaysia dan tidak sesuai dengan aturan yang ada, adalah perbuatan melanggar hukum dan dapat di hukum dengan hukuman denda maksimal seribu ringgit atau penjara maksimal enam bulan atau kedua-duanya.23 Kecuali kelantan dan perak yang menentukan boleh mengajukan permohonan pendaftaran kepada hakim kalau belum di daftarkan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dari teks-teks perundang-undangan Malaysia dapat dipahami bahwa fungsi pencatatan hanya urusan atau syarat administrasi, tidak ada hubungannya dengan syarat sah atau tidaknya suatu pernikahan (akad nikah).
23
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangn Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, h.152.
BAB IV PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN MENURUT ENAKMEN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO.1 TAHUN 1974
Di dalam Undang-Undang di Indonesia dan Malaysia terdapat persamaanpersamaan dan perbedaan-perbedaan mengenai hukum perkawinan yang berlaku: A. Persamaan Hukum Perkawinan di Indonesia dengan Malaysia Dalam hal hukum perkawinan dan tata cara perkawinan di Indonesia dan Malaysia mempunyai beberapa kesamaan, yaitu:1 1. Adanya Undang-Undang khusus yang mengatur masalah perkawinan. 2. Kedua negara ini mengharuskan adanya pendaftaran atau pencatatan perkawinan. Bagi setiap orang yang hendak melangsungkan perkawinan. 3. Adanya syarat-syarat untuk sah atau tidaknya suatu perkawin. Misalnya adanya calon suami istri, adanya batas umur tertentu yang memberi kelayakan seseorang untuk kawin, harus adanya persetujuan kedua belah pihak, tidak terdapatnya hubungan darah dekat atau hubungan kekeluargaan karena adanya perkawinan, harus adanya wali dan dua orang saksi serta mengikuti tata cara perkawinan yang ditentukan hukum yang berlaku.
1
http://jilbabkujiwaku.blogspot.com/2011/02/perbandingan-hukum-perkawinan-di.html Akses pahari selasa tanggal 27 september 2011
51
di
52
4. Adanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami istri, contohnya masalah pemberian nafkah, tinggal bersama, saling menghormati. 5. Adanya saksi dan wali hakim apabila wali dari pihak-pihak keluarga tidak bisa mewakilkan. 6. Adanya ancaman hukuman di dalam Undang-Undang perkawinan, baik yang ditujukan kepada pegawai yang melaksanakan perkawinan maupun kepada para pihak-pihak pelanggar yang melakukannya. 7. Sama-sama mempunyai pengadilan khusus untuk mengatur masalah perkawinan. Serta bisa mengajukan permohonan isbat nikah ke pengadilan (Pengadilan Agama untuk orang Indonesia dan Mahkamah Syariah untuk orang Malaysia) bagi mereka yang perkawinannya belum terctat atau tidak memiliki akta nikah. B. Perbadaan Solusi Hukum Perkawinan di Bawah Tangan di Indonesia dan Malaysia. Hukum perkawinan di Indonesia dan Malaysia mempunyai persamaan dan perbedaan mengenai perkawinan di bawah tangan. Yakni Sama-sama bisa mengisbatnikahkan perkawinannya kepengadilan (Pengadilan Agama untuk Indonesia dan Mahkamah Syari’ah untuk Malaysia). Akan tetapi ada sedikit perbedaan,2 yaitu perkawinan yang sudah diisbatnikahkan tetap akan di kenakan hukuman bagi pelaku pernikahan tersebut, dua ribu ringgit sampai dengan lima
2
Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Cet.1, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h.71
53
ribu ringgit (Rp:5.700.000/14.200.000) untuk orang Malaysia, sedangkan di Indonesia hanya diwajibkan membayar biaya perkara, karena
perkawinan di
bawah tangan termasuk pelanggaran administrasi. Konsekuensi orang yang melakukan perkawinan di bawah tangan, Baik di Indonesia maupun di Malaysia adalah tidak dicatat oleh petugas pencatat perkawinan,
karena dianggap sudah menyimpang dari Undang-Undang
perkawinan yang berlaku. Disamping itu juga si anak tidak akan mendapatkan akte kelahiran yang menjadi bukti otentik untuk mendapatkan nafka, biaya pendidikan dan harta waris.3 Solusi dari perkawinan di bawah tangan adalah mengajukan permohonan isbat nikah atau pengesahan pernikahan, isbat nikah tersebut diajukan ke Pengadilan Agama Kabupaten atau Kota setempat. Dengan adanya isbat nikah maka status perkawinan menjadi jelas, baik dimata Agama maupun di mata hukum. Dasar hukum bahwa permohonan isbat nikah menjadi kewenangan Peradilan Agama diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan dalam penjelasan pasal 49 ayat (2) butir 22 UU No 7 Tahun 1989. Kemudian untuk alasan-alasan pengajuan isbat nikah secara limitatif diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 7 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan: Pasal (2),
3
h.55.
Arso Sosroatmojo, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
54
"dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan agama" Pasal (3), Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:4 a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. Artinya bila seseorang telah menikah menurut tata cara Agama (yang dikenal dengan nikah dibawah tangan dan tidak mencatatkan perkawinannya di Pegawai Pencatat Nikah/Kantor Urusan Agama atau Kantor Catalan Sipil) kemudian ia bermaksud melakukan perceraian, ia dapat mengajukan permohonan isbat nikah. b. Hilangnya akta nikah bila pernikahan telah dicatatkan dan mendapatkan akta nikah (buku nikah) tetapi kemudian buki tersebut hilang, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan isbat nikah. Permohonan dapat diajukan ke Pengadilan dengan membawa bukti lapor kehilangan akta nikah dari petugas yang berwenang (polisi). c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan Syarat perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 14 adalah adanya calon isteri, calon suami, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan kabul. Bila ada keraguan dari salah satu syarat tersebut, misalnya tentang wali nikah, maka isbat nikah dapat dilakukan.
4
Kompilasi Hukum Islam, Cet.2, ( Bandung: Fokusmedia, 2007), h.8
55
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU N0. 1 Tahun 1974 Maksudnya, dengan bukti bahwa
perkawinan dilaksanakan sebelum
berlakunya Undang-Undang No.I Tahun 1974 dan tidak memiliki akta nikah, maka untuk kelengkapan administrasi, ia dapat mengajukan permohonan isbat nikah. e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1974. Artinya permohonan isbat nikah hanya dapat dilakukan apabila perkawinan tersebut tidak mempunyai halangan (dilarang oleh hukum). Misalnya adanya hubungan darah, hubungan kekerabatan, hubungan sepersusuan, masa iddah atau bekas isteri yang sudah diceraikan tiga kali berturut-turut. Sekalipun dalam penjelasan pasal 49 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989 hanya menyebutkan sebelumnya artinya isbat nikah hanya dapat dilakukan pada perkawinan yang dilakukan sebelum munculnya UU No.1 Tahun 1974. Akan tetapi Pasai 7 KHI tidak menegaskan pembatasan seperti itu, sehingga Yurisprudensi membenarkan sebelum maupun sesudah UU No.1 Tahun 1974. Pokoknya dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat pegawai pencatat nikah dapat diajukan isbat nikahnya ke pengadilan. Perkawinan di bawah tangan dapat di isbat nikah sesuai pasal 7 ayat (2) dan (3) Kompilasi Hukum Islam seperti contoh yang diuraikan di bawah ini:
56
1. Contoh Kasus di Indonesia a. Nomor Perkara 2724/Pdt.G/2007/PA.Jt.5 Hal: Cerai Gugat Kepada Yth Bapak Ketua Pengadilan Agama Jember Assalamu’alaikum wr.wb Yang bertanda tangan di bawah ini Rani binti Wawan (bukan identitas sebenarnya), umur 37 tahun, agama Islam, pekerjaan Tani, tempat tinggal di Dusun Kepel Desa Ampel Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember. Mengajukan gugatan cerai terhadap suami tergugat nama: Rony bin Susilo (bukan identitas sebenarnya), umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan Tani, tempat tinggal di Dusun Sulakdoro Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember. Selanjutnya disebut sebagai Tergugat: Tentang permasalahannya Isbat nikah 1. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah menikah pada tahun 1986 di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Wuluhan Kabupaten 5
http://www.patanahgrogot.net/utama/index.php?option=com_content&view=article&id=91:k umulasi-permohonan-itsbat-nikah-dengan-asal-usul-anak&catid=5:artikel-hukum&Itemid=10 (diakses pada tanggal 21 September 2011
57
Jember dengan syarat hukum yang cukup menurut agama Islam yaitu dengan wali saidi, dengan di saksikan oleh dua orang saksi yang masing-masing bernama Garmon dan Trimo ijab kobul antar mempelai laki-laki dengan wali dari perempuan dan dengan mas kawin berupa uang 200.000 tunai. 2. Bahwa Penggugat dan Tergugat tidak ada halangan hukum yang melarang untuk melangsungkan pernikahan, baik menurut Agama maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku serta selama berumah tangga Penggugat tidak permah kawin lagi dengan laki-laki lain; 3. Bahwa akan tetapi hingga sekarang Penggugat dan Tergugat belum memperoleh
Akta Nikah sebagaimana mestinya dan setelah
Penggugat mengurus pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Wuluhan di rumah Penggugat, ternyata pernikahan Penggugat dan Tergugat tersebut tidak tercatat dalam Buku Register Nikah di Kantor Urusan Agama tersebut, sedangkan Penggugat kini berkepentingan untuk menyelesaikan perceraian dengan Tergugat; 4. Bahwa setelah pernikahan antara Penggugat dan Tergugat telah hidup rukun sebagai suami istri dan terakhir bertempat tinggal di rumah orang tua Tergugat, namun belum dikaruniai keturunan; 5. Bahwa pada mulanya rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat berjalan dengan baik, akan tetapi sejak 7 tahun yang lalu, rumah
58
tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah. Sering kali terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena masalah ekonomi dimana Tergugat kurang mencukupi kebutuhan keluarga karena Tergugat malas bekerja; 6. Bahwa perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat tersebut makin lama makin memuncak, akhirnya Penggugat pergi meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa seijin Tergugat, dan sekarang berada di rumah orang tuanya. Sejak itu antara Penggugat dan Tergugat telah hidup berpisah kurang lebih 4 tahun dan selama hidup berpisah tersebut, antara Penggugat dan Tergugat telah tidak ada hubungan lagi layaknya suami istri; 7. Bahwa atas dasar alasan-alasan sebagaimana tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Pengadilan Agama Jember agar berkenan memeriksa perkara ini dan menjatuhkan putusan sebagai berikut: Primair: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat; 2. Menyatakan sah perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat yang dilaksanakan di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember pada tahun 1986; 3. Menjatuhkan talak satu ba’in dari Tergugat terhadap Penggugat; 4. Membebankan biaya perkara ini menurut ketentuan hukum yang berlaku;
59
Subsidair: 1. Bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Penggugat telah hadir dipersidangan, sedangkan Tergugat tidak hadir dan tidak menyuruh orang lain sebagai kuasanya untuk hadir, meskipun berdasarkan surat panggilan dari Pengadilan Agama Jember tanggal 19 November 2007 No. 2724/Pdt.G/2007/PA.Jr yang dibacakan dipersidangan ternyata telah dipanggil dengan patut, sedangkan tidak tertera bahwa tidak hadirnya itu disebabkan sesuatu halangan yang sah; 2. Bahwa selanjutnya dimulailah pemeriksaan perkara ini dengan dibacakannya gugatan Penggugat tersebut di atas dan atas pertanyaan Majelis, Penggugat menyatakan tetap pada gugatannya; 3. Bahwa di muka persidangan, Penggugat juga mengajukan saksi-saksi sebagai berikut: 1. GARMON, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan Tani, bertempat tinggal di Desa Ampel Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember; 2. TRIMO, umur 46 tahun, agama Islam, pekerjaan Tani, bertempat tinggal di Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember; Saksi-saksi tersebut dalam kesempatan yang berbeda di bawah sumpah
masing-masing
telah
memberikan
persidangan satu sama lain berkesesuaian;
keterangan
di
muka
60
1. Bahwa terhadap alat bukti dan keterangan saksi-saksi Penggugat menyatakan tidak keberatan dan menerimanya; 2. Bahwa untuk singkatnya uraian putusan ini maka semua berita acara persidangan ini harus dianggap bagian yang tak terpisahkan dari putusan a quo. Sedangkan yang menjadi pertimbangan tentang hukumnya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat sebagaimana terurai di atas; 2. Bahwa Majelis Hakim telah memberikan upaya perdamaian dengan memberikan saran dan nasehat-nasehat kepada Penggugat akan tetapi tidak berhasil; 3. Bahwa gugatan Penggugat telah memenuhi syarat-syarat formal perkara sehingga Majelis Hakim perlu memberikan pertimbangan lebih lanjut; 4. Bahwa Tergugat yang telah dipanggil secara patut telah tidak hadir dan tidak menyuruh orang untuk atas namanya menghadap sidang, sedang Tergugat ternyata, tidak hadirnya itu disebabkan oleh alasan yang sah dan gugatan Penggugat tidak melawan hukum, maka berdasarkan Pasal 125 ayat (1) HIR Tergugat harus dinyatakan tidak hadir;
61
5. Bahwa dalil-dalil gugatan Penggugat telah didukung oleh alat-alat bukti tertulis maupun saksi-saksi yang oleh Majelis Hakim telah diperiksa dan dapat diterima sebagai alat bukti yang sah; 6. Bahwa berdasarkan bukti-bukti dimana antara satu dengan yang lain saling berkaitan, Majelis Hakim dapat menemukan fakta-fakta hukum di persidangan yang pada pokoknya adalah sebagai berikut: 1. bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah dan telah hidup rukun namun belum dikaruniai seorang anak; 2. bahwa semula rumah tangga Penggugat dan Tergugat rukun dengan mengambil tempat kediaman bersama terakhir di rumah orang tua Tergugat, akan tetapi sejak 4 tahun yang lalu antara Penggugat dan Tergugat telah hidup berpisah, Penggugat pergi meninggalkan Tergugat, keduanya sudah tidak ada ikatan lahir batin sebagai suami isteri dan tidak pernah saling berkunjung; 3. bahwa perpisahan tersebut bermula dari terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat yang disebabkan karena masalah ekonomi dimana Tergugat kurang mencukupi kebutuhan keluarga karena Tergugat malas bekerja; 4. bahwa di luar persidangan, para saksi telah memberikan usaha perdamaian kepada Penggugat dan Tergugat akan tetapi tidak berhasil dan keduanya sudah sulit untuk dirukunkan lagi;
62
5. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana tersebut di atas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah pecah sedemikian rupa, tidak ada keharmonisan dan amat sulit dipertahankan untuk mencapai tujuan perkawinan sebagaimana diatur oleh Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sakinah, mawaddah, wa rahmah disebabkan karena masalah ekonomi dimana Tergugat kurang mencukupi kebutuhan keluarga karena Tergugat malas bekerja. Itu mafsadahnya akan lebih besar daripada maslahahnya apabila perkawinan Penggugat dan Tergugat dibiarkan berlanjut sehingga Majelis Hakim berketetapan mengabulkan permohonan Penggugat karena telah memenuhi unsur-unsur alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam; 6. Bahwa untuk memenuhi maksud Pasal 84 ayat (1) dan (2) UndangUndang No. 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan UndangUndang No.3 Tahun 2006, maka Majelis Hakim memandang perlu untuk menambah amar, yaitu. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jember untuk mengirimkan satu helai salinan
63
putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermaterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat tinggal Penggugat dan Tergugat, serta kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan guna didaftar dan dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu; 7. Bahwa berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang No.7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2006, maka biaya perkara dibebankan kepada Penggugat. Setelah melakukan proses peradilan dan mengambil kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada, keterangan dari pihak yang berperkara dan juga keterangan dari para saksi di persidangan, maka Pengadilan Agama Jember memutuskan dan mengadili perkara tersebut dengan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat; 2. Menyatakan sah perkawinan antara Penggugat (Rani binti Wawan, bukan identitas sebenarnya) dengan Tergugat (Rony bin Susilo, bukan identitas sebenarnya) yang dilaksanakan di wilayah Kantor Urusan Agama pada Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember tahun 1986 ; 3. Menceraikan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dengan menjatuhkan talak satu ba’in shughraa Tergugat (Rony bin Susilo, bukan identitas sebenarnya) terhadap Penggugat (Rani binti Wawan, bukan identitas sebenarnya);
64
4. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat; b. Nomor register 10/Pdt.P/1994/PA Pemohon bernama Ny. Tri Astuti binti Suranto,6 melawan termohon bernama Irianto Tohir bin H. Muhammad Tohir. Pemohon melalui kuasa hukumnya telah mengajukan permohonan Isbat nikah dengan suratnya tertanggal 19 Oktober 1994 yang kemudian telah didaftarkan di kepanitraan pengadilan Agama kelas 1 A tanjung karang pada tanggal 20 Oktober 1994 di bawah No. register 10/Pdt.P/1994/PA yang pada pokoknya dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Bahwa pada hari sabtu tanggal 09 Agustus 1986 antara pemohon dan termohon pernah melakukan atau melangsungkan akad nikah di rumah kediaman pemohon di jalan Imam Bonjol Gang nangka No. 27 gedung air kecamatan tanjung karang barat Bandar lampung, dilangsungkan di hadapan pejabat pembantu pencatat nikah kelurahan gedung air yang pada waktu itu di jabat oleh H.M Syarif dengan maskawin 1 ( satu) buah Al-Qur’an secara tunai dengan wali ayah kandung pemohon yang mewakilkan
kepada
pejabat
pembantu
pencatat
nikah
untuk
menikahkan dan sudah akad nikah termohon mengucapkan taklik talak di hadapan saksi-saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut.
6
Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam kontemporer, Cet.1, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.30
65
b. Bahwa selama perkawinan antara pemohon dan termohon tidak pernah terjadi perceraian, sedangkan penyebab tidak dikeluarkannya surat nikah adalah tidak dilengkapinya salah satu syarat administrasinya berupa surat keterangan dari tempat tinggal termohon. c. Bahwa oleh karena pemohon akan melakukan perceraian maka sebagai salah satu syarat pemohon mohon agar perkawinan pemohon dan termohon diisbatkan terlebih dahulu. d. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas pemohon berharap kepada pengadilan Agama Cp. Majlis Hakim yang memeriksa permohonan ini memberikan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan pemohon. 2. Menetapkan dan menyatakan sahnya pernikahan antara pemohon dengan termohon yang dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 09 Agustus 1986 di jalan Imam Bonjol kelurahan gedung air tanjung karang barat dengan maskawin ( mahar) satu buah kitab suci AlQur’an secara tunai. 3. Ongkos perkara menurut hukum. Perkara ini telah diputuskan di pengadilan Agama tanjung karang dalam putusannya Nomor 10 /Pdt.P/1994/PA-Tnk dengan memutuskan:7 1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
7
Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam kontemporer, h.30
66
2. Menyatakan sah nya nikah termohon Tri Astuti binti Suranto dengan Irianto Tohir bin H. Muhammad Tohir yang dilaksanakan pada tanggal 09 Agustus 1986. 3. Membebankan kepada pemohon untuk membayar perkara ini yang sampai sekarang diperkirakan sebesar Rp:85.000 ( Delapan puluh lima ribu rupiah). 2. Contoh Kasus di Malaysia a. Abdullah bin Karmil dan Siti Salamah binti Zaid Abdullah bin Karmil seorang warga Negara Malaysia atau berdomisili di Malaysia tetapi saat ini bertempat tinggal di Indonesia dan dia menikah di Indonesia dengan Siti Salamah binti Zaid pada tanggal 12 maret tahun 1985 di bali, setelah mereka melangsungkan pernikahan dan mempunyai dua orang anak Abdullah bin Karmil kembali ke Malaysia untuk mendaftarkan
pernikahannya ke Mahkamah Syariah untuk
mendapatkan surat izin nikah (isbat nikah), maka Mahkamah Syariah memangil wali yang menjadi wali saat pernikahan itu berlangsung (wali nikah) serta mengecek dimana mereka melakukan pernikahan, apabila mereka terbukti telah melangsungkan pernikahan tanpa adanya pendaftaran sebelumnya, maka keduanya akan dikenakan denda dua ribu ringgit sampai dengan lima ribu ringgit (Rp: 5.700.000/14.200.000). Akan tetapi perkawinannya bisa disahkan menurut hukum yang berlaku.
67
Jadi dapat disimpulkan, bahwa perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia dapat di sahkan perkawinannya melalui permohonan isbat nikah. Hanya saja di Malaysia dikenakan ancaman hukum apabila benar terjadi pernikahan yang tidak di daftarkan (tercatat) Mahkamah Syariah. Sedangkan di Indonesia hanya dikenakan biaya perkara saja. b. Re Wan Abdul Aziz bin Embong (Mahkamah Tinggi Syariah, Terengganu (Haji Ismail bin Yahya, Hakim)9 November, 19948 (Permohonan No. MTS Tr. 04-019 (2) 14/94) Perkawinan-sama ada perkawinan di thailand sah-kuasa wali am di thailand Undang-Undang keluarga Islam, Terengganu, 1985, S 10 Dalam perkara ini pemohon Wan Abdul Aziz bin Embong telah membuat permohonan untuk menentukan sahnya perkawinan antara pemohon dengan Zakiah bte binti Abdul Hamid yang telah di adakan di selatan thailan. menurukut keterangan yang diberikan bahwa perkawinan itu telah diadakan di Thailand. Pemohon menyatakan bahwa akad nikah diadakan di patani naib kadi dengan menggunakan wali dari hakim. Diputuskan perkawinan yang diadakan itu adalah tidak sah menurut hukum Syarak dan Undang-Undang.
8
Jurnal Hukum, Cet.1, (Kuala Lumpur: Bahagia Hal Ehwal Islam, 1995), h.45
68
Permohonan ini adalah pormohonan untuk menentukan sahnya perkawina antara pemohon Wan Abdul Aziz bin Embong, K/P 4034854 dengan Zakiah bte binti Adul Hamid K/P 7474815 yang telah diadakan di selatan thailand dengan menggunakan wali hakim yaitu H. Shihabiddin bin Walong. Naib Qodi syar’i wilayah patani dan jawatan Islam Majlis Agama Islam Changwad, patani, Thailand yang telah di adakan pada tanggal 26 Jumadil awal 1414 (Takwim Thailand) bersama dengan 10 November 1993 Seksyen 10. Undang-Undang pentadbiran keluarga Islam 1985 terengganu menetapkan bahwa suatu perkawinan adalah tidak sah melainkan jika cukup
semua
syarat-syarat
yang
diperlukan,
secara
menjadikannya sah.9
9
Jurnal Hukum, ( Kuala Lumpur: Bahagsssian Hal Ehwal Islam, 1995), h.45
syar’i
yang
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsekuensi hukum perkawinan di bawah tangan baik di Indonesia maupun di Malaysia adalah tidak dicatat oleh petugas pencatat perkawinan (Petugas KUA) karena dianggap sudah menyimpang dari Undang-undang perkawinan yang berlaku. Serta si anak tidak akan mendapatkan akte kelahiran yang menjadi bukti otentik untuk mendapatkan nafka, biaya pendidikan dan harta waris. Demikian juga orang yang melakukan perkawinan di bawah tangan akan dikenakan denda, karena perkawinan di bawah tangan termasuk pelanggaran administrasi. Pelanggaran administrasi dalam perkawinan yang tidak dicatat di pegawai pencatat nikah menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 45 peraturan pelaksanan adalah memuat ancaman pidana bagi mempelai dan pegawai pencatat
yang
melakukan
pelanggaran
ketentuan-ketentuan
tentang
pencatatan. Mempelai diancam dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp: 7.500 apabila ia:
69
70
a.
Tidak melakukan pemberitahuan untuk kawin
b. Perkawinan tidak dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat. Pegawai pencatat diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setingi-tingginya Rp. 7.500 apabila ia: a.
Tidak melakukan penelitian
b.
Tidak memberitahukan adanya halangan perkawinan
c.
Tidak menyelenggarakan pengumuman
d.
Tidak menandatangani pengumuman atau
e.
Melaksanakan perkawinan sebelum hari kesepuluh dari pengumuman
f.
Tidak menyiapkan dan menandatangani akta perkawinan,
g.
Tidak menyimpan helai pertama, tidak memberikan helai kedua kepada panitra pengadilan dan kutipan akta perkawinan kepada suami istri. Sedangkan dalam Undang-undang Keluarga Islam di Malaysia dalam
ayat 38, antara lain ditentukan bahwa seseorang yang sengaja membuat suatu keterangan palsu atau yang dikehendaki di bawah akta ini dengan tujuan untuk memperoleh keterangan perkawinan adalah bersalah atas suatu kesalahan yang dikenakan penjara selama waktu tidak lebih dari tiga tahun atau denda tidak lebih dari tiga ribu ringgit atau kedua-duanya sekaligus. 2. Maka dari itu salah satu solusi perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia adalah mengajukan permohonan isbat nikah atau pengasahan perkawinan. Isbat nikah tersebut di ajukan ke pengadilan Agama Kabupaten atau Kota setempat. Pengadilan Agama untuk orang Indonesia, Mahkamah
71
Syariah untuk orang Malaysia. Dengan isbat nikah maka status perkawinan menjadi jelas, baik dimata Agama maupun dimata Hukum.
B. Saran Walaupun
perkawinan
sudah
diatur
dalam
Undang-Undang
perkawinan No.1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Keluarga Islam, tetapi masih banyak terjadi perkawinan di bawah tangan. Maka dari itu kepada pemerintah untuk mempermudah masalah administrasi dalam melaksanakan perkawinan terutama dari segi birokrasi biayanya serta harus adanya ancaman hukuman yang lebih ketat lagi mengenai pencatatan perkawinan, supaya meraka jera untuk melakukan perkawinan di bawah tangan karena perkawinan di bawah tangan sangat merugikan bagi semua pihak ( istri dan anak)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya Ali Zainudin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006 Abas Ahmad Sudirman, Problematika Pernikahan dan Solusinya Pacar Beda Agama dan Konsepsi Pacaran dalam Islam dan Pernikahan Syaqidah Versus Beda Aqidah, Jakarta: PT Prima Heza Lestari, 2006 Abas Ahmad Sudirman, Pengantar Pernikahan Analisis Perbandingan antar Madzhab, Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006 Abdurohman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1995 Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman penulisan Skripsi, Jakarta: UIN Jakarta Pres, 2007 Ghazali Abd Rahmani, Fiqh Munakahat, Bogor: Predana Media, 2003 Hasan M.Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Siraja, 2003 Jurnal Hukum, Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam, 1995 Lembaga Bantuan Hukum APIK, Dampak Pernikahan Bawah Tangan Bagi Perempuan,Artikel diakses pada kamis, 14 Juli 2011 dari:hpp://www.lbhapik.or.id/fact51-bwh/20tangan.htm Lexy J Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003 Nasution Khoiruddin, Status Wanita di Asia Tenggara Studi Terhadap Perundangundangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, Jakarta: INIS, 2002 Pentadbiran Undang-undang Islam di Malaysia, Kuala Lumpur Malaysia: Institut Kefahaman Islam Malaysia, 1997 Ramulyo Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Hillco, 1985 71
72
Rasjidi Lili, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991 Ramulyo Idris, Hukum Perkawinana,Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2006 Sosroatmojo Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang,1975 Suma Muhammad Amin , Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004 Syarifuddin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007 Syakir Muhammad Fu’ad, Perkawinan Terlarang, Jakarta: CV Cendikia Sentra Muslim, 2002 Saleh Wantjik , Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976 Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2010 Suparman Usman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia, Serang: Saudara Serang, 1995 Saleh Watntjik, Himpunan Peraturan dan Undang-Undang Tentang Perkawinan, Jakarta: PT ichtiar Baru, 1974 Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: PT Raja Grofindo Persada, 2009 Terjemahan Al-Lu’lu Wal Maijan Koleksi Hadis yang di Sepakati oleh Al- Buchory, Semarang: Al-Ridha, 1993 Republik Indonesia Undang-Undang Jakarta: Sinar Grafika, 2006
No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Yasin Nur, Hukum Perkawinan Islam Sarak, Malang: UIN Malang Press, 2008
I(EDUl},AN BI'SAR J\IAL^\,SII\
(EMlJ,\SSY OF II/rLAYSl.t)
:(62-2t)
J.l : (62.2t) Faks
J-L.1I. R RASUNA SAID KAi. X/6 NO. I.] KUNINCAN, JAKARTA SELAI,AN I2950 REPUBLIK INDONESIA
52249a7 (t{unring)
522495t
(62-21) s224914
e-mail :
[email protected].
Ruj.
Tuan
Ruj.
l(ami
Tarikh
:
: SR tC33JOB2/, : zo Mei zoo;'2
Jtc' 22 Pel
Assa;amuaraikurn wrh. wbh. Yth. Bapak/y..Bh g. Tuan PERMOHON.,IN MEI.AAIGSUNGKAN PERNIKAHAN DI INDONES'A Dengan sega,a horrnatnya saya diarah merujuk kepada perkar.t di atas.
2.
Sukacifa dimaktr
.i:i9rr;;o#i;jifrj"#',fr ff .,iffi:sjinll"#f,u,'^o!,lf terah
nn.rvo
da;;; ;?!I1,'.". I es r M laysia di Ja kd na l?U&?il?#ffI";;?'-1'."-" rnro o iinrl il ; :{r;ll;.1;, -T;il rXHozD rn h de n sa n *X,iii ]-^ o a
e
rv
lt:iutaan
i:-1.t""#*T:;i';
i
a
ka
o
^
Besar Maravsia tiada ap+epa haransan
u n iuk o". -!."r,tl'r't'#'o",iu, t"g"rr l;.t"' r"T lil l*rr* di rabatan Asama.rsram s"!.rur,!lir#;i;;ili,,i":'' n"t";i;;;;;.'iloiuvr,o. t. 6apaK/Tuan diucapkan
mengii
p"rni-k"ni"""'r " "
terima_
Sekian, rd/assalam.
-BERKHIDMAT saya yang
UNTUK NEGARA -
-ur,f,f.
d;
lqa;, asouraLh BtItJ JUSOH
AtaseAgama
J
Kedutaan Besa{ Maraysia, Jakarta t.K \,r:r.-
T'j:t:r
ao.. ,.--
x.c- io*,,=sol;; ;:;:;il";.i;:.:"'"
"
l'ang Terhcrm.-lt Muliar B;r:r. n. ".* ue1.Jr' ._ Kedufae"t gesa, n^^1,5,1 r' '\ sutd ?-"s.h.i,
.dn;iir, r\ t.l:F
;ryifi'-ieri'f' liiraia i-umFur
f],:rga.ai-r 1,1.1r
. i.;11,.ln
i ..
"..
;-ea'rii.
I'i
t i & ;- t -
r.]'
' f=*r,a;".-,t,_.'l;.Ii .... I i. !.-.t
4.it.i._!.:ri:,. !:1:1.3
i3;-" ff
;tt ii i,ir,.r
:
,, i;
:
::+riila*f+{rri;: ! :t..
StrNARAI StrN{AIi DOI(UMtrN BAGI PI'R]\{OHONAN I]I'R NII(AIIlB IiRPOLIC;AMI D I IN D O NI'SIA SJI'I\{tJA I'I'I\{OIION i'iiIit,U I'IAI)]ii R]I]ITSAMA CAt'O\ I'II]IIIIA'I'IAN : StJAi\41llS'l'ltll{l
D4!r!{.1!GA MALAYSIA l'crlia
r-a
l)i Luar Islar-n Ncgcri Di
Jabatrrn
Ncgcri
Malai'sia
Surat Asal Dan Fotoltopi I Salinan (Warea Malaysia) Srrrat iicbcnaran Bet-Jrt-,liganri Dar ipada N{ahl
Fotokopi I Salinaii Pas I(ad llcngcnrlan Asal Fotokopi i Salinan Kad Penqer
raiar
r
I]AGI \\'AiicA INDONESIA
|*" t
Ir
I(artu Tanda Pcnduduii (K"'I'.P) Kartti AsaiDan 1 FotokoPi Pasport Asli fiika ada) 1
Irotokopi Pasport
Sebarang kenius;,ki[orr atou pcrloft]1aafi !unrt/puan bo[eh nrcnghu{tungi Bohagian
Malay5is r{i No. (Tel) 006-221-5224947 ert: 3210 (Faks) :: .J .
Agann, Kcdutartrt Besnr
006-221-522495i I
,..y::.*_"..,.:.. j....r.. * ) I i:j_.j,::,r,
-: ", .. ,.
_
''-'
{{ii€*$sll..*E€;{#q,. i; -l- . :'"i:' -t*,Si lo:R*i+t$tS*$,i.ie,-{}#-€S}"t :i :.;lY-(ji; j_-a1;->!R'\ a !.:N .' i:\ . j t:,i"+?.r 4:s.. 3\a{-r " . lJ.".i :. =lgf-t-',fqi:
.
' i jfu:i.
jABATAN AGA\1A jOIIOI( Slin-Al{r\l SH\'{n I( \\/ALi NAMA. I'l:NlOllON: NO, I(AIJ PINGUNAT,^N
l)AItll'r\l)A: l: --l
ANAKKE: []
(.)ltANCl Al )lK-llH(AI)ll(
r.l,t.AKl l-l (l -lItJ
KEDUI)UKAN VVAI.I
SENAIIAI WALI
Dattrk
6.
I Anak Saudara
Lclall_!!rU,.,llllllara
1-clati Sel'a1,a
Bal;a Sautiala l-cla ki 5cl'crl;rl r llall:l_S('l,al1- ____,____
lo
Anak Lelaki Daripada Bapa Saudara Lelaki sebelah Ilapa Scibu
Tandakan
!{ali
lik" f- I
atlur
tl;i:r tanrla!inrr
f-l
JiLa riatla
bagi Pernikahan Penrolron Ialalr
:_.__-_ _ ._
Disemak OIeh 'i andatanpan
:
llJ. AIllr,lAl)
I'cgawai'fadbir l-)acrah N'lrrrr.
aril:li
:
Drsal:kan Olelr
( AS-STIEIKII
'l
Agaur
a,
llr\Nll tllN ilj.NAINr
)
:,
t'r'rtr.t',tt,unn
;
UqL\yrl,_1_1!\]!l!{)\\ I'l:}ll\.,.\ )_l r l Ijt kt't|i'lr]_lllt_l-\lit\\ \(; \]r \ \{,/,/. .\11..1 /,. 1.\//A t\ .r1:J/{ r lit tit _lJthtt Jj tlll(,lt\ t(;.tr/l l)lhl:.tlli l/,14 l.\ t)l ti.ttrt(;/l\ l(,ttJ.t.l. t\i t/1,.\.t;tt.t.tilt)il,t.\/.t.vtr.tt N,\11..\
l'1..\ll.\.t,.\:\l
NO.,l't:l.l:.f
O\
(lt t,) Itt ]t.\tt i,l.t\B\t.
' 'r
..\tlt)t t
:
Kt I
.\)ilil
I_
tlt,li
t
't \ltlNltl,l.)lt'l_.r-\(, \\ tJt trt
,1.\t\
i,t.t{.\t...\'1
ll{)()',rfi\l l,}
:
t;\-[ ( lr ll l_\\'l.il.r.lt 1...\\'l t I t.\'\
:
6.,t:1..\1jilil\/rl:\l\t
:
ll) lt l \l l'r"'r ' lrp'lnrli
.\\ \ \"(r l)il,t\.; \\l .tE\ts llt rtilj
i
r;t rtriltrJttir'rlirrrr,;-r \tr ri,i.ti. irr \
l)
lll\ O\I.\tr
:
t'.tt.\\ t,t.\(;(;t;\ \ \\
.1.\.1il
{,U I
\/.1.2
l l 1 1. 1 i : l t - rtrrna,c\ w\sl\,'h { rl
\ha.t^i
i
"rn
KU.\N'fl1'l \ \\t; l)il,tN.,.\1i I
l!lt1
-
I I
l
t .\,\t) \ t
.\\(;
\\ t,tirlt\,t \\!: *:&P
r,\r(rrrr{:6107to3
lih
t)il I'Lt St,.\\.()L11 .rAr{rKil
n/ii,: .
A_muL
,41) q'Nt lzp
ATAAE
K!
D
dtfi .rusos
AOAidi
tT,rrAr\ BESA_R I\,1.\LAYS t. \ JAKARTA
I
r[l'AN .'r(,r\N'lA
Al;
liOItr\NG'l 1A
Nl
J(
]I
i()lt
L]IILiAI,
I'lii-n NCCIAN :--,
I(AD f'liNCLrNALr\N I.Ll
(,r\(iAl
!.trs
l' I
[]acaarr Al. J;alii ralr
I I I
D;tcaal Doa Qirrru\
)
--l M
urllkrlt_a
I
I
t
I
1
I I I
I
r
'lr;r
r
,i ir
l
i
fargtrnl;j;, r.'al' ljuaIrtt/' Isl,'r
--
r
I LLll.Ll5
utusan'l r:rnu1.u;rl
]
,inkn,,
rli ternl'a1 1'artg l-r'tL.tta;ttr
iI
lal:an Sustrlart [jika g;r1;al]
,.1-t",.t,j''i;;;;;.g:,'
rrlr.i
J
tll,l
-
:
1
I
l-
I (;'\(;\i
t lrn
\tll
Jln. lr. H. Juanda No.
KIrMEN'rt]RIA]\ A(iAM,\ LJNI VF],RSI-I'AS trSLANiT NE(;trRI (LIIN) SYitltllf llll),'\ Yr|l'l ll,l,,\ll .1,\KAR'l',\
r
I.AKU I,'I"{S SI'AITIAII DAN [I UKUM 47 11537 ,7 401925 Fax (62.21) 7491821 Website : wrwv.uinjkt.ac.id E-mail . syar_hr.,kLtin,@yahoo.
1"elp. (62-21 't
95 Ciputat Jakarta 15412 Indonesia
Nottttri; I llr.0l/l,1/l'l'.()1.lti r ..r1 /2{)l
,lirl.;,irrtu, .1 JttlL
I
Larnp : Ha
7
Xlll
lV
2 Sya'ban 1432 I
I : lVlohon Kcsediaan Menjadi
I
Pernbimbing Skripsi Yantr, terhorrnat,
Flhrni Muhammad Ahrnadi. i'llsi Ilotnida Nasution, MA Dosen Fakultas Syariah dan Hukurn
tJIN Sy,arif H ida;,atu llah .4 :; s
al o nt t t' al o i k t n
t tl/r. ll;b
l)inrpinan Fakultas Syariah L-ian Fiukurn UIN Syarif Hidat,ritullali Jakarta nrernohon ke;ediaan Saudara untuk menjadi pembirnoing skripsi rnahasisu,a: l!lrma 1'l
Miftrlhul R,:hmah
l,vl
l"e :iu
ltas
Pr ogr
ant
StLid
I(.onsentfas .1
1070r.,32023'26 S1'ariah dan l-lLrkurn Perbandingar Maz,hab dan Hukurn Perband inga ;t l-lukun',
I
i
Lrrlrri Skrip:,i
lJttkurl 1ttr,tr:tnrinrut di bayult !{tneun dt in,.lones.ict tlun nttt l or.s irt
Der r i penyerrr l.runlaan skli psi, pelrr b inrbing d i benarkan l. l4e;rgernbanskan dan menye rpurnakan outline;
:
',2. PcnLrlisan agal'rncrujLii. kr:pada buk.r "pedornan penuiisarr Skripsi F'akultas Srariah dan Hukurri UIN Si,arif'Hidayatuliah Jakarta". Atas kesedia:Ln Satidara karri ucapkan terjma kasih. tlt a.s.; r t I r.; t r t t'' o I ct i k t
t t
i
r
lll'.
ilt lt a.n. llekan,',,Kerua ljrograrn Siucij ( \<\
l,wlri.
/,
/.6. \.\4tf///), l,l. / t/
r j .t / \* A,;-/
l)r. H. i\l'ul:anrrrraA T*tnti. li.A&-/ %:il I ia lsqs[. *0i--;::5
lilrll
:i.rir Li:r:r iirri.,i.;ii:
i-i
8l
a
il'i
l;!i:i.rag;:l i,ap,;1.;:i;;; Lr l tas S;,.,a ri :Lh d l l l-j i.r k l i irtLr,li F l4I I Fai.riilias !"1',nri;lii riaii l li.rkri;i,: ll"e ln ahas i sir,;r
ii
i
rrlk
r
r-.
1
r
7
KEMENTERIAN AGAMA
1
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (LTIN) SYARIF I{IDAYATULLAH JAI(ARTA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Jln. lr. H- Juanda No.
95 Ciputat Jakarta
Notttot' I .r rrr p ir.r n
oi
/
Tetp. (62-21 ) 7 47
1rs41r2lndonesra
F-+/
Website
KM.00.02l
J
.r
:
11
537, 7 401925 Fax. (62-21) 7491821 E-mail : syar hukuir]@Vahoo-com
\ffi.uinjkt.ac.id
k:r l t.'r
Agr,rsiu:. lill
li,ri Kcpircle'r Ytl-r. Kccl u ti,r.r rr Be'sar Mala i,s ia
Di Ia li.r rti-r ,r1 s1;rr i r r t t t I
t'
rt I
rt i kt t
tt
t
|4i r.1, \.4)
Pirrtpirrarr Fakultas Svariah clarr Hukur-n UIN Sr'arif Hic.lavatullal-r
Iakarta nlclrcrarlgkarl N ;r ltt.
bahr,r,.r N4 i
r
Nonror Prlkok -l-er-r'rpa'r i/ 1 ai'rggal Laltir' Senrcstci' Itt
t t tr.1I 1,/ Kr
.,\ I .r
rttst't'ttt'.tsi
:
tta h u I Iloh n-i.r
l-i
1070J32023t('>
Serang, 21 Maret 1989 VIII ( Delapar-r) PNll-J,/ PI I
nr.r t
I
-ink Cilr-r rah
Scr"ar
rrgl []arrtclr
021 c)1922326
i-clp
.rcl.ll.'rh belrar rtlahasis\^/a Fakrrltas Sr,'arial'i tian I'li-rkur-r'r UIN Sr':rrif I liclavatullah Jakarta. Sehubungan clengar-r hal tersebut rii atas, rltrlr, rn i..:r.rr',r.t 13apal
Urrtuk rnc-lengkapi bal-ran/eiata )'anil
ber-kaita^
clengar.r
pc'lrttlisar-r/ptlltlbahasatr tttrras llata I
At:rs
kesccl
tcrima kasil'r. .ti:-11,"1i1'1 'rIIrttititttt
ia.rn I i'l'i
l3aprak/
lbu/sar-rtlara/i, l<:rn'ri r-rcapkan banr';rk
i.7,
u L)el<:'rr
mad Mrrl(ri Aii) N{.A 031219E50i l0t)3 I c'rtrL,rrs.rrr
I 'r ll ) \,,
.
l),,1.,r .,.
r I .rl.-Lii{.rr 5r.ii'i.rlr tl.rrr I lLrl.rrnr I.ilN
f
.rl..rr.L.r
1
KEMENTERIAN AGAMA
{JNTVERSTTAS ISLAM NEGERT (frrN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS SYARIATI DAN IIUKUN{
(62-21)747 11537,7401925 Fax. (62-21) Z4g1A21 Website : www.uinjkt.ac.id E-mail : syai [email protected]
Telp.
Jln. lr. H Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412 lndonesia
Nolttot' l.arrrpir'.1;1
Hal
/f1/KN4.O0.02/ /201t Pcrrnohonurrr Da t;r / OL-,st:i-r,.rsi Un 0l
N
t'p.t
1l
.1 \'1
;
f
.r I
rt.r,
,.\r-lusttrs
2()
I
.
' lic,trr.r l.-r'rrrl-.rg.r IJ.rtrfu.-rtr I I r_tLurrr I )i
[.r l<..t r t.r
,4
sst
r
I
n
trtr
r' rt I rt i l,
trtr
r l\/t..1\1).
I'ilrrPitratr l:al.i,r ltr.ts Sr,'a|i.rlr.1.ilr llr-rl.r-irrr . l.rk.tlt.r tr'lL.nr'r',)t'r,ji\.tn l'.rlir.,.r
LI
IN S,,ar-il Ilitl.rr.rtLill;rlr
N.rln.r : N{ift.rlrLrj liohr.n.tl.r i)nr(rr J'pk6i. :l(17()llr(rrfr(-r I t'ln;r;-tt/ I arrtgal l-alrir : Sttr..rrr11, r i Mirr.t,t I r.)g9 Scrnc'stcr' :V'lll(l)t,l.rl-irrr) Jr-rrr-rsan/Konsentr;rsi : pNl li7'i,l Al.rtlat I_irrk Cilr-i rah Scrarrrr llarnten 'ft Ip', : 021 9-1cl2r3?(-> \J
I
'lei'rlalr irc.ilat' Ilrtrir.tsi-sr'r'.t I:.tkuilt.rs Sr'.rr-i.rlr t1.rrr I Ir-r l..rr nr UIN Sr ar.ii I liclaYirtr-rll"rl.r Iakart;r. St'l.rr-rL',tttrrl.'rn .1eirg.rn lrrl terscLrrrt cli at.rs, rrrt,lrpri kiran_r'a- Bapak/lbr,r cl:rp-i:-rt r-ncr-riIi_z_inkar-r vcrlrg Lrersangl
l3tr;-;.1
tt'i'rrrr.r k.t-ilr. V\t rr s stt
Irtrt
t t r'
n ltt i kL
rt
t
t
I
W r.l,\,b.
A.rr DEI(A I'e rrr
I
i
rt tr-i
M A.
t't
It'lnlrursan: 1.Yth. Dekar-r I--akultas sl'ariah l.Arsil-'r.
a)
c{ar-r HLll
UIN
}arl<ari;i
I