Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM Oleh : Yulies Tiena Masriani
[email protected]
ABSTRAK Perjanjian perkawinan dilihat sebagai gejala sosial budaya, karena itu titik tolak untuk memahaminya ialah dengan melihat hubungan timbal balik antara pola-pola tindakan dan struktur realitas bagi orang yang tunduk pada Hukum Islam. Pemahaman calon suami istri dengan dibuatnya perjanjian perkawinan yaitu apabila terdapat sejumlah kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak daripada pihak yang lain, kedua belah pihak masing-masing membawa inbreng (pemasukan modal) yang cukup besar, masing-masing mempunyai usaha sendiri, apabila salah satu jatuh pailit yang lain tidak tersangkut, atas hutang mereka yang dibuat sebelum kawin, masing-masing akan bertanggungjawab sendiri-sendiri, dan masing-masing pihak atau salah satu pihak telah pernah berkeluarga, punya anak dan mempunyai harta kekayaan, sehingga mereka bersepakat untuk membuat perjanjian perkawinan. Dibuatnya perjanjian perkawinan melahirkan akibat secara hukum, secara psikologis, maupun secara sosiologis dan budaya bagi para pihak maupun bagi pihak ketiga. Kata Kunci : Perjanjian Perkawinan, Akibat Hukum.
I.
hubungan dengan sesama manusia
PENDAHULUAN Islam merupakan agama (ad din)
yang
rahmatanlil’alamin,
dan
alam
dengan
sekitarnya.
manusia
Hubungan
lainnya,
dalam
artinya agama yang menjadi rahmah
bentuk muamalah, baik di bidang
bagi alam semesta. Pada dasarnya
harta
lingkup kehidupan manusia di dunia
hubungan kekeluargaan. Hubungan
ini bersandar pada dua macam
antar sesama manusia, khususnya di
hubungan
bidang lapangan harta kekayaan,
yaitu
vertikal
kepada
kekayaan
maupun
dalam
Allah SWT dan horizontal, yaitu
128
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
biasanya diwujudkan dalam bentuk
bertujuan untuk saling mengikatkan
perjanjian (akad).
diri, dengan kesukarelaan secara
dapat
Dengan demikian istilah akad
timbal balik
disamakan
istilah
yang dilakukan oleh kedua belah
verbintenis,
pihak yang harus sesuai dengan
perikatan
dengan
atau
terhadap perjanjian
sedangkan
kata
Al-‘ahdu
dapat
kehendak syariat (Hukum Islam).
dikatakan
sama
dengan
istilah
Artinya bahwa seluruh perikatan
perjanjian atau overeenkomst, yang
yang diperjanjikan oleh kedua belah
dapat
suatu
pihak atau lebih baru dianggap sah
pernyataan dari seseorang untuk
apabila secara keseluruhan tidak
mengerjakan atau tidak mengerjakan
bertentangan dengan syariat Islam
sesuatu, dan tidak ada sangkut
(Hukum Islam).
diartikan
sebagai
pautnya dengan kemauan pihak lain.
Pemahaman
Janji hanya mengikat bagi orang
mengenai
yang
sebagaimana
perkawinan kurang baik atau belum
yang telah diisyaratkan dalam Al-
dapat menerima, artinya masyarakat
Qur’an Surat Ali Imran ayat 76.1
beranggapan
bersangkutan,
dibuatnya
masyarakat
bahwa
perjanjian
membuat
perjanjian2 perkawinan sebelum atau
Untuk perjanjian perkawinan dapat dimasukkan dalam pengertian suatu
akad
mengidentifikasikan
di
mana sebagai
perjanjian kedua belah pihak yang 1
Fathurahman Djamil, 2001, Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, hlm.248.
2
Istilah perjanjian, menurut W.J.S. Poerwadarminta diartikan sebagai persetujuan (tertulis atau lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masingmasing berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu; syarat; janji (batas waktu dsb)(W.J.S.Poerwadarminta, 2003: 470). Pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata, bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan hukum ketika seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. Perjanjian juga dapat diartikan
129
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
pada waktu perkawinan itu ‘tabu’
keluarga antar calon besan, karena
(pantang,
Orang
membuat
berasumsi kalau membuat perjanjian
dianggap
perkawinan itu tidak etis. Maka
materialistis. Bisa juga dikatakan ide
ketika ide untuk membuat perjanjian
membuat perjanjian perkawinan ini
perkawinan dilontarkan, bukan tidak
sebagai tindakan preventif untuk
mungkin akan terjadi perbedaan
mengantisipasi
pendapat atau pertengkaran diantara
sebelum melakukan perkawinan.
larangan).
perjanjian
perkawinan
sebagai tindakan
terjadinya
yang
konflik
calon pasangan suami istri, bahkan
Perjanjian perkawinan belum
bisa merembet menjadi masalah
merupakan lembaga hukum yang
suatu peristiwa ketika seorang berjanji kepada seorang lain, atau ketika 2 orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Hal-hal yang diperjanjikan adalah perjanjian memberi atau menyerahkan sesuatu barang, perjanjian berbuat sesuatu, perjanjian tidak berbuat sesuatu (Lukman Santoso, 2012 : 12). Perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum, perbuatan yang mempunyai akibat hukum. Perjanjian juga bisa dikatakan sebagai suatu perbuatan untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban. Perbuatan hukum dalam perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut prestasi. Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatannya. Perjanjian membuktikan bahwa hubungan hukum para pihak merupakan sebuah fakta hukum, yang dengan fakta itu kesalahpahaman dalam sengketa dapat diluruskan, bagaimana seharusnya hubungan itu dilaksanakan dan siapa yang melanggarnya (legalakses.com). Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, Prof.Dr.Agus Yudha Hernoko,SH,MH, mengatakan sependapat dengan beberapa sarjana yang memberikan pengertian sama antara kontrak dengan perjanjian. Hal ini disebabkan fokus kajiannya berlandaskan pada perspektif Burgerlijk Wetboek (BW), di mana antara perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) mempunyai pengertian yang sama dengan kontrak (contract)(Agus Yudha Hernoko, 2011: 15).
terbiasa dilakukan di masyarakat, yang
semula
hanya
merupakan
lembaga hukum khusus bagi anggota masyarakat Indonesia yang tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH
Perdata),
tetapi
dengan semakin meningkatnya angka perceraian, keinginan orang untuk membuat perjanjian perkawinan pun semakin bertambah, karena biasanya pasangan suami istri yang bercerai akan meributkan pembagian harta perkawinannya.
130
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
Dengan membuat perjanjian
mewujudkan perkawinan di kalangan
perkawinan, suami istri mempunyai
orang muslim menjadi perkawinan
kesempatan untuk saling terbuka,
yang bertauhid dan berakhlak, sebab
saling berbagi rasa atas keinginan-
perkawinan semacam inilah yang
keinginan yang hendak disepakati
bisa
tanpa harus merugikan salah satu
transendental
pihak, juga hubungan suami istri
mencapai tujuan perkawinan yang
menjadi aman, karena jika suatu saat
sejalan dengan tujuan syari’at Islam.4
diharapkan
hubungan mereka tidak harmonis lagi
dan
bahkan
sampai
Dari
pada
dan
segi
hukum
nilai
sakral
untuk
penerapannya,
munakahat/hukum
perceraian, maka ada sesuatu yang
perkawinan
dapat dijadikan pegangan dan dasar
bagian
hukum. Status hukum perjanjian
memerlukan
perkawinan ini sifat dan hukumnya
negara.
adalah mubah3.
rangka
Perjanjian perkawinan yang
memiliki
termasuk
hukum
5
ke
dalam
Islam
yang
bantuan
Artinya,
kekuasaan
bahwa
pelaksanaan
pemberlakuannya,
negara
dalam atau harus
merupakan bagian dalam hukum
terlebih dahulu memberikan landasan
perkawinan
merupakan
yuridisnya, karena negara merupakan
bagian integral dari syari’at Islam,
kekuasaan yang memiliki legalitas
adalah
yang tidak terpisahkan dari dimensi akidah dan akhlak Islami. Di atas dasar inilah hukum perkawinan ingin 3
Mubah, artinya tidak diharamkan dan tidak pula dihalalkan (tidak terlarang)(W.J.S.Poerwadarminta, 2003 : 776).
4
Anshary MK, 2010, Hukum Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm.10. 5 Abdul Manan, 2006, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 96.
131
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
dan kekuatan untuk hal itu. 6 Oleh
wanita sebagai suami istri dengan
karena itu, dengan diberlakukannya
tujuan membentuk keluarga (rumah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun
tangga) yang bahagia dan kekal
1974 tentang Perkawinan merupakan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
landasan
Esa.7
yuridis
dari
perjanjian
perkawinan, Instruksi Presiden RI
Perkawinan sebagai lembaga
No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
yang
Hukum
Keputusan
kehidupan berbangsa dan bernegara,
Menteri Agama RI No.154 Tahun
diharapkan akan dapat melahirkan
1991 tentang Pelaksanaan Instruksi
keluarga yang sakinah, yang mampu
Presiden
mempertahankan kebahagiaan secara
Islam
RI
dan
No.1
Tahun
1991
lahir
Tanggal 10 Juni 1991.
sangat
penting
maupun
batin.
dalam
Dalam
tujuan
memasuki kehidupan berumahtangga,
dilaksanakannya suatu perkawinan
seorang pria dengan seorang wanita
adalah untuk membentuk keluarga
pasti akan
yang bahagia, sejahtera lahir dan
sesuatunya dalam kehidupan barunya
batin atau keluarga yang sakinah,
nanti sebagai sepasang suami istri.
mawadah,
Dalam
Pada
dasarnya
warahmah. Di dalam
merencanakan
merencanakan
segala
kehidupan
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1
barunya ini terkadang seorang pria
Tahun
maupun
1974
disebutkan
bahwa
seorang
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin
menginginkan
antara seorang pria dengan seorang
perjanjian
dibuatnya
perkawinan
wanita suatu sebelum
6
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
7
------, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Surabaya, Karya Ilmu, hlm.7-8.
132
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
mereka
memasuki
gerbang
(4) Selama perkawinan berlangsung
Perjanjian
perjanjian tersebut tidak dapat
perkawinan tersebut diatur di dalam
dirubah, kecuali bila dari kedua
Undang-Undang Perkawinan Nomor
belah
1 Tahun 1974, Bab V, Pasal 29
untuk merubah dan perubahan
sebagai berikut :
tidak merugikan pihak ketiga.
berumahtangga.
(1) Pada
waktu
atau
perkawinan
sebelum
pihak
ada
Sedangkan
persetujuan
di
dalam
dilangsungkan,
Kompilasi Hukum Islam, Buku I
kedua pihak atas persetujuan
tentang Perkawinan, Bab VII, Pasal
bersama
45
dapat
mengadakan
mengatur masalah
perjanjian tertulis yang disahkan
perkawinan,
oleh
kedua
Pegawai
pencatat
perjanjian
menyebutkan
calon
mempelai
bahwa dapat
perkawinan setelah mana isinya
mengadakan perjanjian perkawinan
berlaku
dalam bentuk : (1) taklik talak, dan
juga
terhadap
pihak
ketiga sepanjang pihak ketiga
(2)
tersangkut.
bertentangan dengan hukum Islam.
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan
bilamana
perjanjian
lain
yang
tidak
Perjanjian perkawinan adalah
melanggar
perjanjian yang dilakukan oleh calon
batas-batas hukum, agama dan
suami istri mengenai kedudukan
kesusilaan.
harta setelah mereka melangsungkan
(3) Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
perkawinan. Dalam penjelasan Pasal 29
Undang-Undang
Perkawinan
disebutkan bahwa taklik talak tidak
133
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
termasuk
dalam
perjanjian
tata
caranya.
Hak
memilih
ini
perkawinan, yaitu syarat-syarat atau
dilaksanakan segera setelah syarat
janji-janji yang disepakati bersama
atau janji dimaksud dilanggar atau
dan menjadi keinginan pihak-pihak
tidak dipenuhi. Jika syarat atau janji
yang akan menikah yang diucapkan
yang telah disepakati oleh kedua
dalam ijab kabul dan dihadapan
mempelai
saksi-saksi dalam akad nikah.
pokok pernikahan dan diucapkan
Syarat atau janji dalam akad
itu
menyalahi
tujuan
dalam ijab kabul akad nikah, maka
nikah yang diperbolehkan misalnya,
akad
nikah
bahwa istri tidak akan dimadu, suami
karenanya.8
itu
menjadi
batal
tidak akan menjatuhkan talak, syarat
Perjanjian perkawinan itu
menyediakan rumah dalam masa satu
harus dibuat secara tertulis atas
bulan sesudah akad nikah, syarat
persetujuan kedua belah pihak, baik
bahwa mempelai wanita masih gadis
dibuat berupa surat perjanjian di
dan sebagainya.
bawah tangan maupun dibuat berupa
Apabila syarat-syarat atau
Akta
Perjanjian
Perkawinan
di
janji-janji yang diucapkan dalam ijab
hadapan Notaris, yang kemudian
kabul akad nikah itu kemudian
surat tersebut dibawa ke Kantor
dilanggar atau tidak dipenuhi, maka
Urusan
Agama
pihak yang dirugikan atau dilanggar
disahkan
oleh
syarat atau janjinya berhak memilih
Perkawinan. Apabila telah disahkan
(KUA) Pegawai
untuk Pencatat
antara melangsungkan perkawinan 8
atau memfasakh perkawinan melalui
R.Soetojo Prawirohamidjojo, 1994, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, hlm.57.
134
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
oleh Pegawai Pencatat Perkawinan,
Jika
maka isi dari Perjanjian Perkawinan
perkawinan
tersebut mengikat para pihak yaitu
adanya
suami istri dan juga pihak ketiga
perkawinan, maka pada dasarnya
sepanjang
harta yang diperoleh selama dalam
pihak
ketiga
tersebut
tersangkut.
membahas tentulah
harta
perkawinan
Bentuk dan isi perjanjian perkawinan,
tidak
benda
menjadi
lepas dalam
satu
yaitu
menjadi harta bersama.
halnya
Seperti yang tercantum dalam Pasal
dengan perjanjian pada umumnya,
35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
kepada kedua belah pihak diberikan
1974 tentang Perkawinan sebagai
kebebasan atau kemerdekaan seluas-
berikut :
luasnya (sesuai dengan azas hukum
(1) Harta benda diperoleh selama
“kebebasan
sebagaimana
masalah
berkontrak”)
asalkan
tidak bertentangan dengan undangundang,
kesusilaan
atau
tidak
perkawinan
menjadi
harta
bersama. (2) Harta
bawaan
dari
masing-
melanggar ketertiban umum. Dan
masing suami dan istri dan harta
berlakunya perjanjian perkawinan
benda yang diperoleh masing-
sejak saat perkawinan berlangsung
masing
dan tidak boleh dirubah, kecuali atas
warisan,
persetujuan dari kedua belah pihak
penguasaan
dengan syarat tidak merugikan pihak
sepanjang
ketiga yang tersangkut.
menentukan lain.
sebagai adalah
hadiah di
atau bawah
masing-masing para
pihak
tidak
135
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
Di dalam kehidupan suatu
harmonis dalam perkawinan yang
keluarga atau rumah tangga yang
bertujuan
untuk
tunduk pada Hukum Islam, selain
kehidupan
rumah
masalah hak dan kewajiban sebagai
sakinah, mawaddah, dan rahmah
suami istri, maka masalah harta
(Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam).
benda juga merupakan salah satu
Sedangkan
faktor atau pokok pangkal yang
dalam mengatur harta benda
dapat
timbulnya
hak dan kewajiban calon suami istri
atau
muslim dapat menimbulkan konflik.
menyebabkan
berbagai
perselisihan
ketegangan dalam suatu perkawinan,
Konflik
bahkan
masalah
dapat
menghilangkan
mewujudkan tangga
perbedaan
yang
pandangan
berkaitan
harta
yang
serta
dengan
kekayaan
dan
kerukunan antara suami-isteri dalam
kepentingan
kehidupan suatu keluarga. Kondisi
bermuara pada masalah kesepakatan,
seperti itu dapat dihindari dengan
persetujuan,
membuat
melahirkan ide, keinginan untuk
antara
perjanjian
pihak
calon
perkawinan suami
istri,
membuat
masing-masing,
yang
perjanjian
akhirnya
perkawinan.
sebelum atau pada saat mereka
Untuk itu, yang menjadi masalah
melangsungkan perkawinan.
mendasar adalah bagaimana orang
Kesamaan
pandangan,
yang tunduk pada Hukum Islam
keinginan dan cita-cita dari calon
memahami dan melakukan perjanjian
suami istri dapat
perkawinan
menumbuhkan
dalam
memasuki
ikatan kasih sayang dan selanjutnya
kehidupan rumah tangganya ? Apa
membentuk keluarga yang kuat dan
sajakah akibat hukumnya dengan
136
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
dibuatnya
perjanjian
perkawinan
memahami
bagi para pihak tersebut ?
masalah
perjanjian,
khususnya perjanjian perkawinan ini. Karena sebagian besar orang yang
II.
melakukan atau membuat perjanjian
PEMBAHASAN Perkawinan merupakan suatu ikatan/akad/transaksi,
perkawinan di Notaris adalah orang-
yang
orang yang tunduk pada Hukum
didalamnya sarat dengan kewajiban-
Perdata Barat (BW), yaitu orang
kewajiban dan hak, bahkan terdapat
Cina
pula beberapa perjanjian perkawinan.
masyarakat yang tunduk pada hukum
Kewajiban dan hak masing-masing
adat dan hukum Islam belum banyak
suami istri telah diformulasikan di
yang
dalam Undang-Undang Nomor 1
perjanjian perkawinan dikarenakan
Tahun 1974.
9
(Tionghoa).
memahami
Sedangkan
dan
membuat
persepsi yang berbeda. Pemahaman
Kontrak ini satuyang
dan persepsi masyarakat muslim
relevan dalam menetapkan adanya
(tunduk pada Hukum Islam) terhadap
perkawinan.10
perjanjian perkawinan yang berbeda
satunya
perbuatan
Pemahaman
hukum
yang
utuh
ini dikarenakan alasan-alasan yang
mengenai hukum perjanjian Islam
dimilikinya.
sangat berguna, khususnya bagi umat Islam di Indonesia. Belum banyak orang muslim yang mengenal dan 9
H.M.Anshary MK, 2010, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Masalah-masalah Krusial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm.21. 10 Joseph Schacht, 2012, Pengantar Hukum Islam, Jogjakarta : Imperium, hlm.240.
1.
Alasan
dibuatnya
Perjanjian
Perkawinan Pada umumnya pemahaman calon suami istri dengan dibuatnya
137
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
perjanjian
perkawinan
dalam
mempunyai
harta
kekayaan,
memasuki
kehidupan
rumah
sehingga
mereka
bersepakat
membuat
perjanjian
tangganya itu dasarkan pada hal-hal
untuk
sebagai berikut :
perkawinan.
(1) Bilamana
terdapat
sejumlah
Suatu perjanjian perkawinan
kekayaan yang lebih besar pada
dibutuhkan
salah satu pihak daripada pihak
bermasyarakat untuk menghindari
yang lain.
konflik antara calon suami istri
(2) Kedua
belah
kehidupan
masing-
mengenai harta yang didapat oleh
inbreng
suami istri masing-masing, untuk
(pemasukan modal) yang cukup
mempertahankan harta suami istri
besar.
dari kepailitan/untung rugi serta
masing
pihak
dalam
membawa
(3) Masing-masing
mempunyai
keinginan
suami
usaha sendiri, apabila salah satu
kelangsungan
jatuh
diperolehnya.
pailit
yang
lain
tidak
tersangkut.
istri
terhadap
harta
yang
Dalam ajaran Islam untuk
(4) Atas hutang mereka yang dibuat
sahnya
suatu
perjanjian,
harus
sebelum kawin, masing-masing
dipenuhi rukun dan syarat dari suatu
akan bertanggungjawab sendiri-
akad. Rukun adalah unsur yang
sendiri.
mutlak harus dipenuhi dalam sesuatu
(5) Masing-masing pihak atau salah satu
pihak
telah
pernah
hal,
peristiwa
dan
tindakan.
Sedangkan syarat adalah unsur yang
berkeluarga, punya anak dan
138
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
harus
ada
untuk
sesuatu
hal,
wujudnya.
peristiwa, dan tindakan tersebut.11
12
Secara
khusus
perjanjian perkawinan ini
dikaji
menurut pandangan masyarakat yang
Perlu untuk mengkaji lebih
tunduk pada Hukum Islam.
jauh mengenai perjanjian perkawinan,
Sebagaimana telah dijelaskan
sahnya perjanjian perkawinan yang dilakukan di depan Notaris dan
di
akibat hukumnya apabila para pihak
perkawinan merupakan suatu akad
(calon suami istri) melanggar isi dari
yang harus memenuhi rukun dan
perjanjian
syarat
perkawinan
yang
muka
dari
bahwa
perjanjian
perjanjian.
Secara
dibuatnya. Karena dalam membuat
etimologis perjanjian dalam bahasa
perjanjian
harus
Arab diistilahkan dengan Mu’ahadah
dipenuhi 2 (dua) syarat yaitu : dua
Ittifa’, atau akad. Dalam bahasa
pihak
melakukan
Indonesia dikenal dengan kontrak,
akad/perjanjian yang secara langsung
perjanjian atau persetujuan yang
terlibat dalam perjanjian memiliki
artinya adalah suatu perbuatan di
kelayakan untuk melakukan akad
mana
sehingga akad tersebut dianggap sah
mengikatkan
dan obyek akad harus suci, bisa
seseorang lain atau lebih. 13 Dalam
digunakan
yang
sistem hukum Indonesia terdapat tiga
bisa
macam sistem hukum yang mengatur
disyariatkan,
perkawinan
yang
dengan
cara
harus
seseorang
atau
dirinya
lebih terhadap
diserahterimakan dan harus diketahui 12
11
Fathurahman Djamil, 2001, Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, hlm.252.
Abdul Ghofur Anshori, 2010, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hlm. 24-26. 13 Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K.Lubis, 2004, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta : Sinar Grafika, hlm.1.
139
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
masalah perjanjian ini, yaitu Hukum
Rasulullah, Al-Qur’an surat Ar-Rum
Adat,
(30) ayat 21, yang artinya :
Hukum
Perdata
Barat
(KUHPerdata), dan Hukum Islam.14 Mengingat
secara
“Dan
di
antara
kekuasaan-Nya
faktual
tanda-tanda
adalah
Dia
mayoritas
menciptakan untukmu pasangan dari
memeluk agama Islam, maka berlaku
jenismu sendiri agar dapat hidup
pula hukum Islam yang menyangkut
damai bersamanya, dan dijadikan
lapangan ibadah dan muamalah.
rasa kasih sayang di antaramu.
Dengan
diperlukan
Sesungguhnya pada yang demikian
pemahaman yang utuh mengenai
itu, terdapat tanda-tanda bagi orang-
hukum
orang yang berpikir.”15
masyarakat
Indonesia
demikian
perjanjian
umumnya,
dan
Islam
pada
perjanjian
Manusia
ciptaan
Allah SWT menginginkan dapat
perkawinan pada khususnya. Sehubungan
sebagai
hidup
dengan
berpasangan hidup
dalam
perkawinan, maka Allah SWT telah
perkawinan,
berdampingan
menciptakan lelaki dan perempuan
secara damai. Dalam mencapai hidup
agar dapat berhubungan satu sama
damai tersebut, pasangan suami istri
lain, saling mencintai, menghasilkan
berupaya dengan membuat suatu
keturunan, dan hidup berdampingan
perjanjian perkawinan yang dibuat
secara damai dan sejahtera sesuai
sebelum atau pada saat mereka akan
dengan perintah Allah dan petunjuk
melangsungkan
perkawinan
sebagaimana diatur dalam Pasal 45 14
Abdul Ghofur Anshori, 2010, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,Yugyakarta: Gajah Mada University Press, hlm.1.
15
A.Rahman I Doi, 1996, Syariah I, Karakteristik Hukum Islam Dan Perkawinan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm.203.
140
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
Kompilasi
Hukum
Islam,
yang
bagi yang muslim dan dibacakan
menyatakan
bahwa
kedua
calon
pada
mempelai
dapat
saat
dilangsungkannya
mengadakan
perkawinan, agar dapat mengikat
perjanjian perkawinan dalam bentuk
bagi para pihak maupun pihak ketiga.
taklik talak dan perjanjian lain yang
Dengan
tidak bertentangan dengan
perkawinan, maka harta asal / harta
hukum
Islam.
adanya
perjanjian
bawaan suami istri tetap terpisah dan Demikian pula diatur dalam
tidak masuk dalam harta bersama,
ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-
suami istri memisahkan harta yang
Undang Perkawinan yang berbunyi
didapat
sebagai
perkawinan.
berikut
:
“Pada
waktu
sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua
pihak
selama
Dalam Pasal 29 Undang-
persetujuan
Undang
mengajukan
menyebutkan secara spesifik hal-hal
perjanjian tertulis yang disahkan oleh
yang dapat diperjanjikan, kecuali
Pegawai
Perkawinan,
hanya menyatakan bahwa perjanjian
setelah mana isinya berlaku juga
tersebut tidak dapat disahkan jika
terhadap pihak ketiga tersangkut”.
melanggar batas-batas hukum dan
bersama
atas
masing-masing
dapat
Pencatat
Perjanjian perkawinan baru
asal
telah
hukum
pada
Kantor
tidak
kesusilaan. Ini artinya, semua hal,
mempunyai akibat hukum apabila didaftarkan
Perkawinan,
tidak dan
bertentangan kesusilaan
dengan dapat
Catatan Sipil (bagi yang non muslim)
dituangkan dalam perjanjian tersebut,
dan Kantor Urusan Agama (KUA)
misalnya tentang harta sebelum dan
141
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
sesudah perkawinan atau setelah
Proses Kapitalistik ialah proses
perceraian,
untuk
pemeliharaan
dan
mempertahankan
harta
pengasuhan anak, tanggung jawab
suami istri dari kepailitan/untung
melakukan
rugi.
pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga, pemakaian nama, pembukaan hubungan
rekening keluarga,
Bank,
Proses Aktualisasi ialah proses
warisan,
untuk mengemukakan keinginan
larangan melakukan kekerasan. Demikian Kompilasi
pula
Hukum
3. Proses Aktualisasi
dari
didalam
Islam
tidak
menjelaskan secara rinci masalah perjanjian perkawinan ini. Suatu
pribadi
suami
masing-masing
istri
kelangsungan
terhadap
mengenai
harta
yang dia peroleh. Adapun
syarat
perjanjian
perjanjian perkawinan saat ini sangat
perkawinan tersebut dapat dibeda-
dibutuhkan
bedakan atau dikelompokkan sebagai
dalam
kehidupan
bermasyarakat, hal ini disebabkan
berikut :
adanya 3 proses yaitu:
1. Syarat-syarat yang mengenai diri
1. Proses Individualistis
pribadi / para pihak.
Proses
Individualistis
ialah
proses
kemandirian
untuk
membedakan harta yang didapat oleh suami istri masing-masing. 2. Proses Kapitalistik
2. Syarat-syarat
cara
pembuatan
akta perjanjian perkawinan. 3. Syarat-syarat
mengenai
isi
perjanjian perkawinan. Syarat-syarat yang mengenai diri pribadi / para pihak, artinya
142
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
bahwa calon suami istri tersebut
masing-masing sepanjang hal itu
adalah laki-laki dan perempuan yang
tidak bertentangan dengan hukum
akil
(dewasa),
Islam (Pasal 47 ayat 2 KHI). Boleh
merdeka dan tidak dipaksa, baik
juga isi perjanjian itu menetapkan
yang belum pernah menikah ataupun
kewenangan masing-masingt untuk
sudah
telah
mengadakan ikatan hipotik atas harta
bersepakat untuk membuat perjanjian
pribadi dan harta bersama atau harta
perkawinan
syarikat (Pasal 47 ayat 3 KHI).
(berakal),
pernah
balig
menikah,
mengenai
kedudukan
harta dalam perkawinan.
Apabila
Syarat-syarat cara pembuatan
perkawinan
dibuat
perjanjian
mengenai
pemisahan
akta perjanjian perkawinan, bahwa
harta bersama atau harta syarikat,
perjanjian perkawinan dibuat secara
maka perjanjian tersebut tidak boleh
tertulis, baik perjanjian di bawah
menghilangkan
tangan
untuk memenuhi kebutuhan rumah
maupun
berupa
akta
tangga.
depan Notaris dan isi perjanjian
perkawinan yang tidak memenuhi
perkawinan tidak boleh bertentangan
ketentuan tersebut, dianggap tetap
dengan hukum Islam dan kesusilaan.
terjadi pemisahan harta bersama atau
perjanjian
mengenai
perkawinan
harta
pemisahan
harta
pribadi
perjanjian
isi
harta syarikat dengan kewajiban
adalah
suami menanggung biaya kebutuhan
perjanjian tersebut dapat meliputi percampuran
dibuat
suami
perjanjian perkawinan yang dibuat di
Syarat-syarat
Jika
kewajiban
dan
pencaharian
rumah tangga (Pasal 48 KHI). Perjanjian
perkawinan
mengenai harta mengikat para pihak
143
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
dan pihak ketiga terhitung tanggal
mengenai kedudukan harta dalam
mulai dilangsungkannya perkawinan
perkawinan.
di
hadapan
pegawai
pencatat
(2) Perjanjian tersebut dapat meliputi
perkawinan (Pasal 29 ayat 3 UUP
percampuran harta pribadi dan
dan Pasal 50 ayat (1) KHI). Selama
pemisahan
perkawinan
masing-masing sepanjang hal itu
berlangsung,
perjanjian
tersebut
tidak
isi dapat
dirubah, kecuali ada persetujuan dari
tidak
harta
pencaharian
bertentangan
dengan
Hukum Islam.
kedua belah pihak, dan selama
(3) Di samping ketentuan dalam ayat
perubahan tersebut tidak merugikan
(1) dan (2) di atas, boleh juga isi
pihak ketiga (Pasal 29 ayat (4) UU
perjanjian
Perkawinan).
kewenangan
itu
menetapkan masing-masing
Kedua calon suami istri yang
untuk mengadakan ikatan hipotik
akan membuat perjanjian perkawinan
atas harta pribadi dan harta
harus
bersama atau harta syarikat”.
mengetahui
Kompilasi
isi
Hukum
Pasal
Islam
47 yang
menyebutkan bahwa : (1) Pada
waktu
atau
Apabila perkawinan
isi
akan
perjanjian
dirubah,
maka
sebelum
harus ada kesepakatan kedua belah
perkawinan dilangsungkan kedua
pihak. Bila keinginan untuk merubah
calon mempelai dapat membuat
itu datang dari salah satu pihak saja,
perjanjian tertulis yang disahkan
dan pihak yang lain tidak setuju,
Pegawai
maka perubahan tidak sah, yang
Pencatat
Nikah
berarti
perjanjian
yang
telah
144
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
disepakati,
belum
atau
tidak
perjanjian
perkawinan
dan
mengalami perubahan. Artinya isi
masing-masing
harus
dari perjanjian perkawinan masih
melaksanakan
tetap berlaku selama perkawinan
haknya. Para pihak juga harus
tersebut masih berlangsung.
siap dengan konsekuensi hukum
kewajiban
dan
yang akan timbul bila melakukan 2. Akibat
Hukum
Dibuatnya
perkawinan.
Perjanjian Perkawinan Perjanjian
pelanggaran terhadap perjanjian
perkawinan
2. Secara
psikologis,
perjanjian
merupakan sarana untuk melakukan
perkawinan akan menimbulkan
proteksi terhadap harta para pihak.
perasaan tidak percaya terhadap
Maka perjanjian perkawinan dapat
pasangan
memuat pengaturan mengenai harta
dibayangi perasaan takut kalau
bersama
pasangannya
Suami
maupun istri
harta
dibebaskan
bawaan. untuk
hidupnya.
pelanggaran terhadap perjanjian. Kecemasan
Adanya
mengakibatkan
perkawinan
ini
melahirkan akibat hukum, karena
bahagiaan
perjanjian tersebut dikehendaki oleh
rumah tangga.
para pihak, sehingga menimbulkan
perjanjian
1. Secara hukum para pihak saling
menimbulkan
dengan
diadakannya
akan ketidak
dalam
menjalani
3. Secara sosiologis dan budaya,
beberapa akibat, antara lain:
terkait
akan
melakukan
melakukan tindakan hukum. perjanjian
Ia
perkawinan adanya
cultuur
shock. Masyarakat timur yang
145
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
kekeluargaannya tidak mengenal
orang lain atau ketika orang itu
individualistis
saling
tentu
menolak
berjanji
untuk
adanya perjanjian perkawinan.
melaksanakanan sesuatu hal. Dalam
Perjanjian perkawinan dianggap
suatu perjanjian ini timbul suatu
sebagai hal yang tidak ada karena
hubungan hukum antara dua orang
mementingkan
tersebut / perikatan. Perjanjian ini
Walaupun
harta
tidak
perjanjian
saja.
selamanya
sifatnya konkret.16
perkawinan
Jika
terjadi
pelanggaran
berorientasi pada harta dalam
mengenai pemisahan harta kekayaan
perkawinan.
dalam perjanjian perkawinan, istri
Prosedur
perjanjian
berhak meminta pembatalan nikah
perkawinan harus dibuat sebelum
atau mengajukannya sebagai alasan
perkawinan dilangsungkan atau pada
gugatan cerai di Pengadilan Agama
saat
(Pasal 51 KHI).
perkawinan
dilangsungkan.
Harus dibuat dalam Akta Notaris, ini merupakan
syarat
yang
Pemisahan kekayaan dalam
paling
perjanjian perkawinan dapat diakhiri
penting, karena jika tidak, akan
dengan pencabutan atas persetujuan
diancam
bersama
dengan
kebatalan.
suami
istri
dan
wajib
Perjanjian perkawinan itu isinya
didaftarkan
tidak boleh melanggar batas-batas
Pencatat Nikah tempat perkawinan
hukum,
kesusilaan.
dilangsungkan. Sejak pendaftaran ini,
Perjanjian adalah suatu peristiwa
pencabutan mengikat kepada suami
agama,
dan
di
Kantor
Pegawai
ketika seseorang berjanji kepada 16
Lukman Santoso, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak, Jogjakarta : Cakrawala, hlm.8.
146
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
istri. Namun bagi pihak ketiga,
pada
pencabutan baru mengikat sejak
daripada pihak yang lain.
tanggal diumumkannya pendaftaran
salah
masing
kabar setempat. Jika dalam waktu 6
(pemasukan
(enam) bulan pengumuman tidak
cukup besar.
maka
pendaftaran
pihak
b. Kedua belah pihak masing-
oleh suami istri dalam suatu surat
dilakukan,
satu
membawa
inbreng
modal)
c. Masing-masing
yang
mempunyai
pencabutan menjadi gugur dengan
usaha sendiri, apabila salah
sendirinya dan tidakmengikat pihak
satu jatuh pailit yang lain
ketiga (Pasal 50 ayat (4) KHI).
tidak tersangkut. d. Atas hutang mereka yang
III.
dibuat
KESIMPULAN Dari uraian tersebut di atas
sebelum
masing-masing
dapat disimpulkan sebagai berikut:
bertanggungjawab
1.
sendiri.
Pada calon
umumnya suami
pemahaman istri
kawin, akan sendiri-
dengan
e. Masing-masing pihak atau
dibuatnya perjanjian perkawinan
salah satu pihak telah pernah
dalam
kehidupan
berkeluarga, punya anak dan
rumah tangganya itu dasarkan
mempunyai harta kekayaan,
pada alasan sebagai berikut :
sehingga mereka bersepakat
a. Bilamana terdapat sejumlah
untuk
memasuki
kekayaan yang lebih besar
membuat
perjanjian
perkawinan.
147
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
2.
Akibat hukum dengan dibuatnya
akan mengakibatkan ketidak
perjanjian perkawinan bagi para
bahagiaan dalam menjalani
pihak, antara lain:
rumah tangga.
a. Secara hukum para pihak saling
terkait
dengan
diadakannya perkawinan
perjanjian dan
masing-
c. Secara sosiologis dan budaya, perjanjian
perkawinan
menimbulkan adanya cultuur shock.
Masyarakat
timur
masing harus melaksanakan
yang kekeluargaannya tidak
kewajiban dan haknya. Para
mengenal
pihak juga harus siap dengan
tentu
konsekuensi
yang
perjanjian
perkawinan.
akan timbul bila melakukan
Perjanjian
perkawinan
pelanggaran
dianggap sebagai hal yang
hukum
terhadap
perjanjian perkawinan.
individualistis menolak
tidak
b. Secara psikologis, perjanjian perkawinan
akan
adanya
ada
mementingkan
karena harta
saja.
Walaupun tidak selamanya
menimbulkan perasaan tidak
perjanjian
percaya terhadap pasangan
berorientasi pada harta dalam
hidupnya. Ia akan dibayangi
perkawinan.
perasaan
takut
kalau
pasangannya
melakukan
pelanggaran
terhadap
perjanjian.
perkawinan
Kecemasan
ini
148
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Ghofur Anshori, 2010, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Abdul Manan, 2006, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Arief Fuechan, 1992, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif, Surabaya : Usaha Nasional. A.Rahman I Doi, 1996, Syariah I, 1 R.Soetojo Prawirohamidjojo, 1994, Pluralisme Dalam Perundangundangan Perkawinan Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya. Anshary MK, 2010, Hukum Perkawinan di Indonesia, Masalah-masalah Krusial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K.Lubis, 2004, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta : Sinar Grafika. Fathurahman Djamil, 2001, Hukum Perjanjian Syariah dalam
Joseph Schacht, 2012, Pengantar Hukum Islam, Jogjakarta : Imperium. Lukman Santoso, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak, Jogjakarta : Cakrawala Pasaribu dan Suhrawadi K.Lubis, 2004, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta : Sinar Grafika. R.Soetojo Prawirohamidjojo, 1994, Pluralisme Dalam Perundangundangan Perkawinan Di Indonesia, Surabaya : Airlangga University Press. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1
------, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Surabaya : Karya Ilmu. Internet : -
-
digilib.sunanampel.ac.id/files/diski/191/jiptiainmohamamadkh-9518-4-bab2.pdf. www.lbh-apik.or.id/fact%20%20pemisahan%20harta%20perkawi nan.htm
149