MAKALAH ISLAM Urgensi Perjanjian Suci Dalam Perkawinan
10 April 2014
Makalah Islam Urgensi Perjanjian Suci Dalam Perkawinan
Anwar Saadi (Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Ditjen Bimas Islam)
Semua orang mengidamkan kebahagiaan saat memutuskan menikah dengan pasangan yang dicintainya. Bahkan cita-cita meraih kebahagiaan keluarga melekat pada hati dan jiwa pasangan saat masa perkenalan atau ta'aruf. Idealisasi tujuan perkawinan bagi semua pasangan nikah merupakan sesuatu yang wajar dan manusiawi. Hal itu sesuai dengan tuntutan Alquran: "Dan diantara tanda kebesaran Allah adalah Ia menciptakan pasangan dari jenis kamu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya dan Allah menjadikan diantaramu cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda kebesaran Allah bagi orang yang mau berfikir" Arruum;21. Ayat tersebut memberikan penegasan bahwa tujuan perkawinan adalah agar diperoleh kebahagiaan baik lahir maupun bathin. Kalimat “litaskunuu ilaiha” dalam ayat tersebut sering ditafsirkan dengan “litamilu ilaiha wath maannu biha"“ agar suami mendapatkan kedamaian dan ketenteraman bersama isterinya dan sebaliknya isteri merasa damai dan nyaman bersama suaminya.
Nabi Saw membuat kriteria yang sangat lugas tentang faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam memilih jodoh. Pertama, faktor kebaikan fisik dengan ukuran kecantikan bagi wanita dan ketampanan bagi pria. Kedua, faktor kemapanan material. Hal ini menjadi pertimbangan pasangan dalam memilih jodoh dengan harapan adanya modal finansial yang dapat digunakan untuk membangun kehidupan keluarga. Ketiga, faktor keturunan. Faktor ini sangat penting karena dianggap dapat mempengaruhi kebaikan masa depan keluarga dari segi nasab dan keturunan. Keempat, faktor agama sebagai faktor yang sangat menentukan arah tujuan sebuah perkawinan. Agama lah yang bisa mengarahkan kedua pasangan untuk menerima segala kemungkinan yang terjadi dalam perkawinan. Agama
memberikan
guidance
bagaimana
seseorang mensyukuri setiap karunia yang diberikan Tuhan atas keluarganya dan bersabar menyikapi segala ujian dan cobaan perkawinan. Tingkat kemapanan dalam beragama diharapkan dapat memberikan dampak positif pasangan nikah dalam memanage aneka persoalan
keluarga yang muncul. Rasulullah Saw menggunakan kata
"fazhfar
memberikan
bidzaatiddiin" prioritas
bagi
dengan
pengertian
kemapanan
agama
dibandingkan dengan 3 (tiga) faktor lainnya dalam memilih pasangan nikah. Pintu gerbang pertama untuk memasuki dunia baru yang bernama "keluarga" diawali dengan sebuah ikrar suci yakni Ijab qabul dalam akad nikah. Ijab qabul merupakan top of condition atau puncak dari syarat dan pilar pernikahan. Ijab adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab orang tua atau wali nikah terhadap anak perempuannya dalam hal pengasuhan, perlindungan, pemenuhan segala kebutuhan hidup lahir dan bathin selanjutnya diserahkan kepada laki-laki yang menjadi suami dari anak perempuannya. Ijab di tanda I dengan sighat atau ucapan: "saya nikahkan dan saya kawinkan anak perempuan saya kepada engkau dengan mahar sekian tunai". Laki-laki calon suami menjawab Ijab tersebut dengan sighat atau ucapan qabul: "saya terima nikahnya dan kawinnya anak perempuan bapak dengan maskawin tersebut tunai".
Ucapan Ijab dan Qabul sangat ringan diucapkan oleh kedua pihak yang melakukan kesepakatan yang bermakna perjanjian. Karena Ijab qabul merupakan "aqdun" atau "ahdun" yang bermakna perjanjian. Meskipun ringan diucapkan akan tetapi memiliki makna tanggung jawab yang berat. Al-quran menempatkan posisi Ijab Qabul pada level perjanjian suci yang berat dengan kalimat "mitsaqan ghaliizha". Ijab Qabul melahirkan amanah dan tanggung jawab suami dan isteri. Suami memiliki tugas melanjutkan tugas orang tua mempelai perempuan; menafkahi isteri lahir batin, membimbing dan melindungi serta memberikan kasih sayang dan perhatian. Isteri memiliki tugas dan tanggung jawab memberikan kasih dan sayang kepada suami, mendampingi suami disaat suka dan duka, menjadi ibu yang baik dari anak-anak yang lahir dari mereka berdua serta selalu menjaga sikap berbakti kepada suami. Begitu sucinya peristiwa Ijab Qabul dalam suatu pernikahan banyak riwayat yang menceritakan bahwa malaikat turut menyaksikan Ijab dan Qabul". Bukan hanya Malaikat, Allah pun turut serta menyaksikan Ijab
suci itu. Dalam hadits qudsi Allah berfirman: "Aku adalah yang ketiga diantara dua orang yang bersyarikah (berijab qabul) selama keduanya tidak saling mengkhianati. Jika salah seorang saja berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka berdua". Hadits qudsi tersebut merupakan garansi dan jaminan Allah kepada pelaku perjanjian suci yakni suami dan isteri untuk selalu berada dalam kebahagiaan sepanjang kedua pihak tersebut selalu menjaga amanah dan menjaga hak-hak keduanya. Sebaliknya Allah memberikan warning tentang adanya konsekuensi yang harus ditanggung bagi pihak-pihak yang menodai perjanjian suci tersebut. Penting sekali bagi semua orang yang melakukan perjanjian
suci
untuk
selalu
menjaga
komitmen
memelihara nilai-nilai sakral yang ada didalamnya. Agar perjalanan kehidupan rumah tangga keduanya selalu di dalam naungan rahmat dan berkah Allah. Inilah makna hidayah
Allah
dalam
sebuah
perkawinan.
Allah
menurunkan syariat perkawinan dengan segala piranti teknis berbentuk panduan untuk merencanakan, memulai,
melaksanakan dan memelihara kebahagiaan. Allah sendiri yang memberikan jaminan kebahagiaan itu apabila para pihak yang membangun komitmen bersama tersebut selalu amanah dan memelihara hak-hak kedua pasangan serta
menegakkan
hak-hak
Allah
dengan
selalu
menegakkan ibadah kepadaNya.
Sumber : bimasislam.kemanag.go.id/informasi/opini