Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul
ABSTRAK Dalam perkawinan, sudah selayaknya jika pada saat bersamaan, seorang pria hanya memiliki seorang wanita sebagai istrinya, begitupun seorang wanita, hanya memiliki seorang pria sebagai suaminya. Namun ternyata, disamping asas monogami tersebut, juga dikenal poligami dan poliandri. Poligami yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang perempuan dalam waktu yang sama. Sedangkan yang dimaksud dengan poliandri adalah seorang wanita mempunyai lebih dari satu orang suami pada saat bersamaan. Hukum perkawinan Indonesia, selain berdasarkan pada Undang-Undang Perkawinan, juga didasarkan pada prinsip prinsip yang berlaku dalam agama.. dengan demikian, dalam hal suami akan beristeri lebih dari satu orang, maka pertama tama harus diperhatikan syarat dan prosedur yang ditentukan undang-undang. Kedua, harus diperhatikan ketentuan agama. Ketiga harus pula diperhatikan ketentuan moral. Dalam hal poligami, terhadap seorang yang agamanya melarang poligami, maka ia tidak dapat berpoligami berdasarkan UndangUndang Perkawinan. Hal ini disebabkan karena sahnya perkawinan ditentukan berdasarkan hukum agamanya masing masing. Dengan demikian, dalam agama yang melarang poligami, tentunya perkawinan kedua tersebut menjadi tidak sah. Dalam hukum Islam, poligami dimungkinkan walaupun dengan syarat syarat yang ketat. Maka, dalam hal seorang yang beragama Islam ingin melakukan poligami, hal tersebut dimungkinkan, asalkan memenuhi ketentuan hukum Islam dan ketentuan Undang-Undang Perkawinan. Dalam hal ini, antara ketentuan poligami berdasarkan hukum Islam dan ketentuan poligami berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, harus berjalan seiring, tanpa saling mempertentangkan.
Key Words: Poligami, Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan
I.
hewan, yang dalam upaya memperoleh
PENDAHULUAN Dalam kehidupannya, manusia
sebagai mahluk hidup memiliki naluri untuk mempertahankan jenisnya atau melanjutkan
keturunannya.
keturunan dilakukan dengan sesukanya, tanpa didahului upacara perkawinan. Perkawinan,
pada
dasarnya
Sebagai
menyangkut dua aspek. Pertama, aspek
mahluk yang berbudaya, tentunya untuk
duniawi, dalam hubungannya dengan
mendapatkan
pergaulan hidup bermasyarakat,
keturunan
tersebut
yang
dilakukan dengan cara tertentu, berupa
dalam kaitannya dengan bidang hukum
perkawinan.
dikenal dengan aspek perdata. Kedua,
Tidak
seperti
halnya
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
38
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
aspek
religius,
dalam
hubungannya
dengan
asas
monogami.
Namun
dengan pergaulan antara manusia dan
ternyata, disamping asas monogami
penciptanya, yang tertuang dalam ajaran
tersebut, juga dikenal poligami dan
agama.
poliandri. Poligami yaitu seorang lakiPengaturan perkawinan dalam
laki beristri lebih dari satu orang
hukum negara, acapkali berbeda antara
perempuan dalam waktu yang sama.
negara yang satu dengan lainnya. Ada
Sedangkan
yang memandang perkawinan dari sudut
poliandri
perdatanya
mempunyai lebih dari satu orang suami
saja,
ada
juga
yang
memandang dari sudut perdata dan
yang
dimaksud
dengan
adalah
seorang
wanita
pada saat bersamaan.
agama. Di Indonesia, pengaturan tentang
Di Indonesia, asas yang dianut
perkawinan terdapat dalam Undang
oleh
Undang Nomor 1 Tahun 1974 (yang
adalah
untuk
dengan
monogami yang dianut tidak bersifat
Undang-Undang Perkawinan), dimana
mutlak, karena dengan alasan dan syarat
yang dimaksud perkawinan sebagaimana
tertentu, undang undang memberikan
terdapat dalam pasal 1 Undang-Undang
kesempatan bagi suami untuk beristri
Perkawinan, ialah ikatan lahir batin
lebih dari seorang
selanjutnya
disebut
Undang-Undang monogami.
antara seorang pria dengan seorang
Perkawinan
Namun,
prinsip
Berdasarkan pasal 2 ayat (1)
wanita sebagai suami istri dengan tujuan
Undang-Undang
membentuk keluarga (rumah tangga)
menyatakan bahwa perkawinan adalah
yang bahagia dan kekal berdasarkan
sah apabila dilakukan menurut hukum
Ketuhanan
masing-masing
definisi
Yang
Maha
tersebut,
Esa.
nampak
Dari bahwa
Perkawinan,
agamanya
yang
dan
kepercayaannya itu, dan didukung oleh
pengaturan perkawinan di Indonesia,
ayat
disamping memandang aspek perdata,
menyatakan
juga memperhatikan aspek agama.
perkawinan dicatat menurut peraturan
Dalam
perkawinan,
(2)
pasal
yang
bahwa
sama,
yang
Tiap
Tiap
sudah
perundangundangan yang berlaku, maka
selayaknya jika pada saat bersamaan,
nampak bahwa sahnya perkawinan,
seorang pria hanya memiliki seorang
ditentukan oleh hukum agama, dan
wanita
disamping itu, juga harus memenuhi
sebagai
istrinya,
begitupun
seorang wanita, hanya memiliki seorang
hukum
pria
perkawinan.
sebagai
perkawinan,
asas
suaminya.
Dalam
tersebut
dikenal
negara,
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
berupa
pencatatan
39
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
Mengingat hukum perkawinan
perkawinan dalam hukum Islam adalah
di Indonesia tidak hanya memandang
monogami. Hal ini dapat dilihat pada
perkawinan dari sudut perdata, maka
kata “seyogyanya hanyalah kamu kawini
perihal poligami pun, sebaiknya juga
seorang perempuan saja”. Namun, dari
ditinjau dari sudut pandang agama.
kata tersebut, nampak bahwa asas
Kompleksitas dari pengaturan poligami
monogami itu hanya merupakan anjuran.
menurut hukum negara dan hukum
Dalam hal ini, hukum Islam tidak
agama
kemudian
melarang poligami, namun ditetapkan
melatarbelakangi ketertarikan penulis
syarat bahwa dalam poligami tersebut
untuk mengangkat permasalah tersebut
harus adil.
tersebut,
dalam makalah ini. Namun, karena
Pertanyaan selanjutnya yang
keterbatasan yang penulis miliki, maka
muncul adalaah apakah arti adil dalam
kajian poligami dari sudut agama,
persepsi hukum Islam tersebut?. Dalam
dibatasai hanya pada Agama Islam.
menilai
arti
adil
itu,
tidak
ada
kesepakatan mengenai arti keadilan yang dapat dijadikan definisi Banyak II.
POLIGAMI
DALAM
teori
PERSPEKTIF
HUKUM
dikembangkan oleh para ahli filsafat hukum.
ISLAM A. ASAS PERKAWINAN DALAM
Dari
keadilan
teori
keadilan
yang
yang
dikembangkan Plato dan Aristoteles, hingga teori keadilan yang kontemporer
HUKUM ISLAM Asas
tentang
perkawinan
dalam
yang dikembangkan oleh Rawls dan
hukum Islam adalah monogami. Hal ini
Hart. Dari semua teori tersebut, tidak
dapat dilihat dari penafsiran Al- Qur’an
ada kesamaan tentang pengertian adil.
Surat Annisa, ayat 3 (Q.IV :3), yang
Dalam
penyimpangan
asas
menyatakan bahwa “…kalau kamu tidak
monogami, arti adil menjadi sangat
adil diantara isteri-isteri kamu itu,
penting, karena ia merupakan tolak ukur
seyogyanya
kawini
diperbolehkannya penyimpangan dari
saja,….kawin
asas monogami. Bahkan, ketidakadilan
dengan seorang perempuan itulah yang
dalam penyimpangan asas monogamai,
paling dekat bagi kamu untuk kamu
dapat mengakibatkan seseorang berbuat
tidak berbuat aniaya”
aniaya. Dalam hukum Islam, perbuatan
seorang
hanyalah perempuan
kamu
Dari uraian tersebut diatas, nampak bahwa pada prinsipnya asas
aniaya tidak dibenarkan, dan karenanya merupakan dosa.
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
40
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
lelaki. Dalam hal ini, apabila seorang B. POLIGAMI DALAM HUKUM
laki-laki akan berpoligami, maka wanita yang akan dinikahinya itu haruslah ibu
ISLAM Walaupun hukum perkawinan
dari anak yatim, dimana pernikahan
Islam berasaskan monogami, poligami
tersebut
bukanlah hal yang sama sekali dilarang.
melindungi si anak yatim. Jadi dalam
Dalam
konsep
beberapa
keadaan,
dapat
pada
dasarnya
hukum
untuk
Islam,
dalam
diadakan penyimpangan terhadap asas
berpoligami, seorang pria tidak boleh
monogami.
menikahi
Namun, penyimpangan
wanita
lajang.
Ia
dalam
terhadap asas monogami tersebut, harus
berpoligami hanya dapat menikahi ibu
memenuhi
dari anak yatim saja.
beberapa
ketentuan,
diantaranya adalah:
2. Pembatasan Jumlah Istri. Dalam
1. Bertujuan untuk mengurus anak
berpoligami,
hukum
Islam membatasi jumlah istri yang boleh
yatim Dalam membahas Q. IV :3,
dinikahi. Disebutkan bahwa seoarang
hendaknya tidak dibahas secara berdiri
pria dapat menikahi 2, 3 sampai 4 orang
sendiri, tetapi perlu dihubungkan dengan
wanita pada waktu yang bersamaan.
ketentuan
Dalam hal ini, jumlah wanita yang dapat
mengingat
lain
dalam
Al-Qur’an
Al-Qur’an, itu
isinya
dinikahi
dalam
waktu
merupakan satu kesatuan yang tak
paling banyak 4 orang.
terpisahkan. Dalam membahas Q.IV :3
3. Akan
ini, perlu dihubungkan dengan Q.IV:
Sanggup
bersamaan
Adil
diantara
isteri-isterinya itu
127 yang berbunyi: “Mereka bertanya
Dalam
berpoligami,
seorang
kepadamu hai Muhammad, mengenbai
pria harus dapat berbuat adil kepada
perempuan yang tertentu(yang boleh
ister-isterinya. Syarat ini menjadi sangat
dikawini disamping istri yang telah ada
penting, karena terpenuhinya syarat ini
sebagaimana
merupakan
dimaksud
Q.IV:
3).
unsure
utama
dalam
Katakanlah, hai Muhammad, perempuan
poligami berdasarkan hukum Islam
tertentu itu ialah perempuan yang ada
4. Jangan Ada Hubungan Saudara
hubungannya dengan anak yatim itu
antara isterinya dengan calon istri
tadi”
yang akan dinikahinya. Berdasarkan uraian diatas, maka
Berdasarkan Surat Annisa ayat
tidak semua wanita dapat dijadikan istri
23,
dikatakan
kedua (dan seterusnya) dari seorang
hendak dijadikan isteri-isteri janganlah
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
bahwa wanita
yang
41
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
wanita yang bersaudara.. dalam arti
Berdasarkan
diatas
saudara ini, bukan hanya saudara seayah
meskipun
dan seibu, tetapi juga saudara seayah
namun terdapat syarat-syarat khusus
saja atau saudara seibu saja. Bahkan,
yang harus dipenuhi. Dalam hal ini,
penafsirannya diperluas sampai saudara
syarat
sesusuan
syarat yang ringan. Dengan demikian,
5. Dengan Wanita mana poligami
berdasarkan hukum Islam, poligami
boleh dilakukan
sebaiknya dihindari karena perbuatan
Mengenai wanita yang boleh
poligami
uraian
untuk
dimungkinkan,
berpoligami
bukanlah
poligami lebih dekat dengan perbuatan
dikawini, terdapat dua pendapat yaitu:
aniaya dan perbuatan aniaya adalah
a. Ibu dari anak yatim.
dosa.
Pendapat
yang
mengatakan
bahwa wanita yang boleh dinikahi oleh
III.
POLIGAMI
DALAM
seorang pria yang akan berpoligami
PERSPEKTIF
adalah
UNDANG NOMOR I TAHUN
ibu
dari
anak
yatim
ini,
berdasarkan pada Q.IV : 3 yang
1974
dihubungkan dengan Q.IV :127. prof.
PERKAWINAN
Hazairin menganut bendapat ini dengan
UNDANG
TENTANG
A. ASAS PERKAWINAN DALAM
mengatkan bahwa berpoligami itu oleh
UNDANG-UNDANG
seorang laki-laki hanya dapat dilakukan
PERKAWINAN
antara isterinya yang telah ada dengan
Berdasarkan ketentuan pasal 3
ibu anak yatim yang dipeliharaoleh laki-
ayat (1) Undang-Undang Perkawinan
laki itu
yang berbunyi “pada asasnya dalam
b. Wanita yang dinikahi tersebutlah
suatu perkawinan seorang pria hanya
yang anak yatim
boleh mempunyai seorang istri, seorang
Pendapat ini mengatakan bahwa
wanita hanya boleh mempunyai seorang
wanita yang akan dikawini berikutnya
suami”,
dapat
oleh seorang pria yang akan berpoligami
Undang-Undang Perkawinan menganut
boleh dengan wanita mana saja, tidak
asas monogami. Rumusan ini sedikit
harus ibu dari anak yatim. Dalam
berbeda dengan bunyi pasal 27 Kitab
kaitannya Q. IV:3 dengan Q.IV: 127,
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
maka anak yatim yang dimaksud adalah
Perdata) yang berbunyi “Dalam waktu
wanita yang dinikahi tersebut
yang
sama
disimpulkan
seorang
laki
bahwa
hanya
diperbolehkan mempunyai satu orang
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
42
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan
hanya
satu
orang
laki
sebagai suaminya.
Asas monogami yang dianut oleh
Undang-Undang
sebagaimana
Rumusan
dalam
tersebut
Perkawinan diatas,
dapat
kedua
disimpangi dengan ketentuan pasal 3
ketentuan sebagaimana tersebut diatas,
ayat (2) yang berbunyi “pengadilan
pada hakekatnya adalah sama, namun
dapat memberi izin kepada seorang
terdapat sedikit perbedaan pada kata
suami untuk beristri lebih dari seorang
“Dalam waktu yang sama” yang terdapat
apabila dikehendaki oleh pihak pihak
pada pasal 27 KUH Perdata. Pada
yang bersangkutan” namun, meskipun
Undang-Undang
dibuka
Perkawinan
kata
kemungkinan
untuk
“Dalam waktu yang sama” tersebut tidak
menyimpangi asas monogami, undang
lagi disebut. Dalam hal ini, penulis
undang
berpendapat
batasan yang harus dipatuhi.
“Dalam
bahwa
waktu
yang
ketiadaan sama”
kata
memberikan
batasan-
tidak
membuat pengertian tersebut kabur. Dalam
pun
Undang-Undang
Perkawinan hanya disebutkan bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai
B. POLIGAMI DALAM UNDANGUNDANG PERKAWINAN 1. Poligami Sebagai Penyimpangan Asas Monogami
seorang istri, seorang wanita hanya
Undang-Undang
boleh mempunyai seorang suami. Dari
pada
pengertian seorang istri maupun seorang
monogami.
suami itu tersebut, sudah mewakili
terhadap asas tersebut dimungkinkan
“dalam waktu yang bersamaan”, karena
oleh pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
jika seorang laki isterinya meninggal,
Perkawinan yang menyatakan bahwa
kemudian menikah lagi, maka ia tetap
“Pengadilan dapat memberi izin kepada
hanya mempunyai seorang istri. Wanita
seorang suami untuk beristri lebih dari
yang pertama dinikahinya tersebut, tidak
seorang apabila dikehendaki oleh pihak
lagi disebut istri, tetapi mantan istri.
pihak yang bersangkutan.”
Hanya wanita yang dinikahi kedua yang
prinsipnya
Perkawinan
menganut
Namun,
asas
penyimpangan
Dalam hal ini, poligami bukan
dapat disebut istri. Jadi, dalam hal ini,
merupakan
asas
pengertian yang terdapat pada pasal 3
Undang-Undang
ayat (1) Undang-Undang Perkawinan
pula
sudah tepat.
berpoligami
dengan
perkawinan
dalam
Perkawinan.
Bukan
adanya dalam
kemungkinan
asas
monogami
lantas disebut bahwa Undang-Undang
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
43
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
Perkawinan mengganut asas monogami
Dalam alasan
yang
bersifat
dengan pengecualian. Dalam hal ini,
komulatif ini, untuk dapat berpoligami,
asas yang dianut dalam Undang-Undang
cukup hanya harus dipenuhi satu syarat
Perkawinan
monogami.
saja. Yang termasuk syarat poligami
penyimpangan
sebagaimana terdapat dalm pasal 4 ayat
Namun,
tetap
bisa
terhadap
asas
terjadi
asas
tersebut,
dimana
penyimpangan tersebut disahka oleh hukum.
(2) Undang-Undang Perkawinan adalah: 1. isteri
tidak
dapat
menjalankan
kewajibannya sebagai isteri Dalam
poligami,
kehendak
2. isteri medapat cacat badan atau
untuk berpoligami tidak semata mata
penyakit
merupakan
disembuhkan
keinginan
suami,
tetapi
merupakan kehendak para pihak. Dalam hal ini, prosesnya bukanlah suami
3. isteri
yang
tidak
tidak
bisa
dapat
melahirkan
syarat
fakultatif
keturunan
mengajukan permintaan atau izin kepada
Dalam
isteri, kemudian isteri mengizinkan atau
sebagaimana
menolak
kedua yang menyatakan bahwa isteri
perkawinan
kedua
dan
tersebut
yang
suami serta anak anak yang dilahirkan
penyakit yang tidak bisa disembuhkan
dalam
merupakan salah sebab seorang suami
tersebut
sepakat
memberi izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu orang atau
cacat
badan
syarat
seterusnya tersebut, melainkan isteri dan
perkawinan
mendapat
diatas,
atau
dapat berpoligami, dirasa kurang tepat. Dalam hal ini, mendapat cacat
menikah lagi.
badan atau penyakit yang tidak bisa
2. Syarat Poligami
disembuhkanbukanlah kehendak isteri.
Mengingat berdasarkan Perkawinan
poligami Undang-Undang
hanya
Apa yang dialami oleh isteri tersebut, sebenarnya
sudah
merupakan
merupakan
penderitaan baginya. Namun ternyata,
penyimpangan dari asas monogami yang
penderitaan tersebut, kemudian dapat
diperkenanankan, maka undang undang
dijadikan alasan bagi suami untuk
pun menentukan persyaratan khusus
beisteri lebih dari seorang. Apabila hal
yang harus dipenuhi apabila seorang pria
ini dikaitkan dengan pasal 33 Undang-
ingin berpoligami. Syarat syarat tersebut
Undang Perkawinan yang menyatakan
terdiri dari:
bahwa “suami isteri wajib saling cinta
a. syarat yang sifatnya komulatif
mencintai, hormat menghormati, setia dan memberikan bantuan lahir bathin,
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
44
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
yang satu kepada yang lain”, maka
paksaan maupun ancaman dari suami.
terdapat kontradiksi.
Disamping itu, suami
harus dapat
Berdasarkan pasal 33 Undang-
menjamin bahwa ia mampu memenuhi
Undang Perkawinan, suami isteri harus
keperluan hidup dari isteri-isteri dan
saling
hormat
anak-anaknya. Dalam hal ini, suami
menghormati, setia dan memberikan
tidak boleh mentelantarkan salah satu
bantuan lahir bathin, yang satu kepada
isteri maupun anaknya. Mengenai syarat
yang lain. Tetapi, pada saat isteri
ketiga dimana suami harus mampu
menderita penyakit atau cacad badan
belaku
yang tidak dapat disembuhkan, suami
tindakannya, suami harus dapat bersikap
bukannya mendampingi dan memberi
adil, tidak hanya secara lahir tetapi juga
semangat, tetapi malah menikah lagi.
bathin.
Pernikahan kedua dan seterusnya dari
3. Peran Pengadilan Dalam Poligami
suami
cinta
mencintai,
tersebut,
tentunya
adil,
akan
maka
Dalam
dalam
setiap
Undang-Undang
menambah penderitaan isterinya, karena
Perkawinan,
poligami
berusaha
pada dasarnya, wanita tidak akan rela
diminimalisir sejauh mungkin. Dalam
suminya menikah lagi.
hal ini, untuk dapat berpoligami, seorang
b. Syarat yang sifatnya fakultatif
suami harus terlebih dulu mendapat izin
Terhadap syarat syarat yang
pengadilan. Dalam hal seorang suami
sifatnya komulatif, maka semua syarat
ingin beristeri lagi, maka ia harus
tersebut harus terpenuhi dalam hal
mengajukan permohonan ke pengadilan
seorang pria ingin berpoligami. Syarat
untuk beristeri lebih dari seorang dengan
tersebut diatur dalam pasal 5 Undang-
disertai alasan alasannya. Pengadilan
Undang Perkawinan, yang berupa:
kemudian
1. adanya persetujuan dari isteri
alasan alasan yang diajukan tersebut
2. adanya
kepastian
bahwa
suami
akan
memeriksa
apakah
berdasar hukum atau tidak.
mampu menjamin keperluan hidup
Dalam
pemeriksaan
ister-isteri dan anak-anak mereka
pengadilan tersebut, pengadilan harus
3. adanya jaminan bahwa suani akan
mwmanggil dan mendengarkan isteri
berlaku adil terhadap isteri isteri dan
isteri
anak mereka.
kepentingan pemeriksaan. Dalam hal ini,
Dalam
syarat
komulatif
yang
bersangkutan
guna
pemeriksaan pengadilan harus dilakukan
sebagaimana tersebut diatas, persetujuan
selambat
lambatnya
isteri tersebut, harus bersifat netral tanpa
permohonan
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
beserta
30
hari
sejak
lampirannya
45
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
diterima.
Apabila
pengadilan
masing agama dan kepercaayaannya itu,
berpendapat cukup alasan bagi pemohon
maka dapat disimpulkan bahwa hukum
untuk beristeri lebih dari seorang, maka
perkawinan
pengadilan memutuskan untuk memberi
berdasarkan hukum negara sebagaimana
izin beristeri lebih dari seorang. Namun,
terdapat
dalam hal pengadilan menilai tidak
Perkawinan, juga berdasarkan hukum
cukup alasan untuk beristeri lebih dari
agama.
seorang, maka pengadilan akan menolak permohonan pemohon.
dalam
selain
Undang-Undang
berdasarkan
pada
Undang-
yang
Undang Perkawinan, juga didasarkan
kedua, dan seterusnya itu, baru dapat
pada prinsip prinsip yang berlaku dalam
dilangsungkan setelah mendapat izin
agama.. dengan demikian, dalam hal
dari pengadilan. Syarat formil atau tata
suami akan beristeri lebih dari satu
cara pelangsungan perkawinan untuk
orang,
beristeri lebih dari seorang adalah sama
diperhatikan syarat dan prosedur yang
dengan
ditentukan
tata
suami
Indonesia,
Hukum perkawinan Indonesia, selain
Perkawinan
di
cara
pelangsungan
perkawinan untuk pertamakalinya.
maka
KAITAN DAN
HUKUM
HUKUM
DALAN
AGAMA
undang-undang.
harus
Kedua,
harus
pula
diperhatikan
ketentuan moral Sebagaimana
NEGARA
UNDANG-UNDANG
tama
harus diperhatikan ketentuan agama. Ketiga
IV.
pertama
diuraikan
pada
bagian sebelumnya, hukum agama dan hukum negara harus berjalan bersamaan,
PERKAWINAN Berdasarkan pasal 1 Undang-
tanpa harus dipertentangkan satu dengan
Undang Perkawinan yang menyebutkan
lainnya. Dalam hal poligami, terhadap
bahwa perkawinan, ialah ikatan lahir
seorang
batin antara seorang pria dengan seorang
poligami,
wanita sebagai suami istri dengan tujuan
berpoligami
membentuk keluarga (rumah tangga)
Undang Perkawinan. Hal ini disebabkan
yang bahagia dan kekal berdasarkan
karena sahnya perkawinan ditentukan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan juga
berdasarkan hukum agamanya masing
pasal
masing. Dengan demikian, dalam agama
2
ayat
(1)
Undang-Undang
Perkawinan yang menyatakan bahwa
yang
perkawinan dilakukan
adalah menurut
yang
agamanya
maka
ia
tidak
berdasarkan
melarang
melarang
poligami,
dapat Undang-
tentunya
sah
apabila
perkawinan kedua tersebut menjadi
hukum
masing-
tidak sah, dalam hal ini, secara agama,
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
46
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
perkawinan
tersebut
tidak
diakui
Undang-Undang
Dan
keabsahannya. Dengan demikian, karena
Peraturan Pelaksanaannya,
berdasarkan hukum agama tidak sah,
(Jakarta: CV. Gitama Jaya,
maka berdasarkan pasal 2 ayat (1) unang
2003)
undang perkawinan, maka perkawinan tersebut menjadi tidak sah.
Feiblemen, James K, Jusrice, Law and
Dalam hukum Islam, poligami
Culture(Dordrecht: Matinus
dimungkinkan walaupun dengan syarat
Publisher, 1985),
syarat yang ketat. Maka, dalam hal seorang yang beragama Islam ingin melakukan
poligami,
dimungkinkan,
hal
asalkan
Thalib Sayuti, Hukum Kekeluargaan
tersebut
Indonesia (Jakarta: Penerbit
memenuhi
Universitas
ketentuan hukum Islam dan ketentuan
Indonesia,
1986)
Undang-Undang Perkawinan. Dalam hal ini,
antara
ketentuan
poligami
Khairandy, Ridwan Itikad Baik Dalam
berdasarkan hukum Islam dan ketentuan
Kebebasan
poligami berdasarkan Undang-Undang
Berkontrak(Jakarta:
Perkawinan,
Progaram
harus
berjalan
seiring,
tanpa saling mempertentangkan.
Pasca
Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003)
DAFTAR PUSTAKA Darmabrata , Wahyono dan Surini Ahlan
Sjarif
Hukum
Perkawinan Dan Keluarga Di
Indonesia,
(Jakarta:
Rizkita, 2002)
Darmabrata,
Wahyono
Undang-Undang Tahun
1974
Perkawinan
Tinjauan NO.
1
tentang Beserta
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
47
Nur Hayati – Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Perkawinan
Lex Jurnalica/ Vol. 3/ No. 1 / April 2005
48