Jurnal Dinamika Maritim Vol.3 No. 1 Edisi April Tahun 2013
PERINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA NELAYAN YANG DIKEPALAI PEREMPUAN (STUDI KASUS DESA MALANGRAPAT KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU) Khodijah Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang Indonesia
[email protected] ABSTRAK: Kemiskinan bukanlah issu baru terutama dalam masyarakat nelayan, namun issu tersebut hingga
kini terus menjadi perbincangan hangat dalam berbagai kajian dan penelitian. Berbagai program pengentasan kemiskinan sudah dilakukan namun hasil yang diperoleh belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Salah satu persoalan dasarnya adalah program tersebut kebutuhan didukung dengan data kebutuhan dan peringkat kesejahteraan yang berbasis gender. Trend kemiskinan tersebut justru semakin mendalam terjadi pada kaum perempuan khususnya dalam rumah tangga nelayan. Dalam dekade terakhir kemiskinan dalam rumah tangga nelayan di desa pesisir menunjukkan terjadinya kerentanan terbentuknya rumah tangga nelayan yang dikepalai perempuan.Data yang diperoleh menunjukkan peringkat kesejahteraan rumah tangga nelayan yang dikepalai perempuan cenderung mendekati status miskin dan belum memanfaatkan sumberdaya lingkungan sekitarnya secara optimal. Keywords: Peringkat kesejahteraan, rumah tangga nelayan, sumberdaya lingkungan.
1. Pendahuluan Secara individual setiap orang biasanya terlibat dalam aktifitas sosial ekonomi yang berbeda, tapi pada level rumah tangga dampak nyata dari aktifitas itu bisa terlihat jelas sehingga kesejahteraan rumah tangga umumnya adalah tujuan kunci setiap orang terutama masyarakat desa. Bagaimana mendefinisikan kesejahteraan setiap orang bervariasi. Untuk rumah tangga miskin di desa yang miskin, kesejahteraan berarti cukup untuk makan dan jaminan kebutuhan dasar keluarga. Tapi untuk kelompok lain, standarnya bisa lebih tinggi (Messer, N and P, Townsley. 2003). Aktifitas sosial ekonomi rumah tangga nelayan terutama dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan sekitarnya sebagai sumber penghidupan sangat menentukan peringkat kesejahteraan rumah tangga nelayan yang hidup di kawasan pesisir. Struktur sosial ekonomi skala kecil dan orientasi subsisten dan teknologi yang sederhana (Zein, 2000) menjadikan rumah tangga nelayan selalu terpinggirkan dan terjerat kemiskinan sehingga keuntungan ekonomi dari pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut lebih dinikmati kelompok masyarakat tertentu (Anggraini, 2006) bahkan akhir-akhir ini telah terjadi kerentanan sosial ekonomi pada anak perempuan dan kaum ibu di desa pesisir (Sara, H dan P. Krishnan., 2006). Kemiskinan tersebut turut mendorong perempuan ikut melakukan peran ganda yaitu peran sosial, produktif dan reproduktif sebagai peran utamanya, hingga menjalankan peran sebagai kepala rumah tangga. Menurut Thompson, P (1985) dan Kusnadi (2003) jika
tidak mendapat perhatian yang serius maka yang paling terbebani dan bertanggung jawab untuk mengatasi dan menjaga kelangsungan hidup rumah tangga nelayan miskin di desa pesisir adalah kaum perempuan. 2. Metode Penelitian 2.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang dilakukan dengan metode survey. Alasan memilih studi kasus karena studi kasus merupakan teknik riset yang paling fleksibel. Riset studi kasus bisa menggunakan data yang bervariasi, baik kuantitatif, kualitatif, maupun gabungan dari keduanya. Riset studi kasus bisa dilakukan secara cross sectional maupun longitudinal. 2) riset studi kasus mampu mengeksplorasi secara detail dan mendalam atas suatu permasalahan, baik melalui studi kasus tunggal (single case) maupun multikasus (multiple case). 3) studi kasus dapat membantu peneliti menghubungkan kasus mikro ke dalam kasus makro (Yin, R.K, 1989), sedangkan metode survey yang dimaksud adalah mengumpulkan data primer dengan menanyakan kepada responden menggunakan panduan wawancara atau kuisioner (Singarimbun, M dan S. Efendi. 1989). menggunakan kualitatif deskriptif (Moleong, L.J. 2001; Yin, R.K, 1989). Tujuan pendekatan metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney dalam Nazir, M (1988) serta membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Arikunto, S., 2005).
ISSN : 2086 - 8049
Jurnal Dinamika Maritim Vol.3 No. 1 Edisi April Tahun 2013
2.2. Penentuan Responden Unit analisis penelitian ini adalah rumah tangga yang dikepalai perempuan, sedangkan teknik pengambilan penentuan responden menggunakan metode non probability purposive sampling agar dalam pengumpulan data primer peneliti lebih bersifat fleksibel dalam menggunakan teknik apa yang akan digunakan, sehingga dalam pengumpulan data tidak banyak mengalami hambatan nantinya (Moleong, L.J. 2001). Metode non probability purposive sampling adalah bentuk sampling yang memilih sampel dari populasi yang bisa diakses. Salah satu responden yang ditemui diverifikasi untuk dijadikan sampel sesuai tujuan dan kriteria (De Vos et. al. dalam Sidyoki, S. 2010). Setelah dilakukan sensus ditemui 29 rumah tangga nelayan yang memenuhi kriteria sebagai rumah tangga yang dikepalai perempuan. 2.3.
Instrumen Penelitian
Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyajikan data yang diperlukan untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dipertanyakan. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuisioner dengan menggunakan skala linkert yaitu dengan memberi bobot tertentu pada setiap jawaban pernyataan dengan tujuan mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden tentang kejadian sosial atau suatu keadaan yang negatif ke jenjang yang positif. Analisa skala Likert adalah teknik analisa yang berkaitan dengan data kualitatif yang datanya berupa skor atau skala. 2.4.
Analisis Data
Data primer yang dikumpulkan meliputi peringkat kesejahteraan yang terbagi dalam tiga bagian yaitu kesejahteraan subjektif, kesejahteraan inti dan kesejahteraan konteks (lingkungan). Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi dari instansi terkait. Data primer yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif (Moleong, L.J. 2001; Yin, R.K, 1989). Tujuan pendekatan metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney dalam Nazir, M (1988) serta membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Arikunto, S., 2005). Penentuan Indeks Kesejahteraan mengadopsi dari Cahyat, A., Gönner, C. and Haug, M. (2007) melalui langkah-langkah berikut:
b. Menyusun pembobotan c. Menetapkan rentang nilai untuk rumah tangga miskin, sedang dan sejahtera d. Penghitungan Indeks Penghitungan indeks dilakukan dengan normalisasi data, dengan rumus: Indeks
=
(∑ Skor A - ∑ Skor C) (∑ Skor B - ∑ C)
XX 100
Keterangan : A = Skor Yang Diperoleh B = Nilai Skor Maksimum C = Nilai Skor Minimum e. Penyajian indeks. Menggunakan program microsoft excel 3. Hasil dan Pembahasan Pemerintah Indonesia memiliki beberapa model kesejahteraan dan kemiskinan; misalnya, Badan pusat statistik yang mengukur kemiskinan dengan fokus konsumsi dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang berfokus pada kesejahteraan keluarga. Lembaga-lembaga internasional, seperti United Nations Development Programme (UNDP) juga memperhatikan isu pengembangan manusia (Cahyat, A., C. Gönner and M. Haug, 2007). Dilihat dari sudut pandang pemerintah daerah model-model tersebut memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1) tidak menggambarkan ciri khas lokal (misalnya, kondisi perumahan atau preferensi makanan setempat), 2) tidak menyentuh konteks kemiskinan (misalnya, tidak ada dari model tersebut yang berhubungan dengan sumberdaya alam atau konteks sosial), 3) data yang ada sering kontradiktif, 4) tidak terkait dengan pengurangan kemiskinan atau perencanaan pembangunan. Selanjutnya dari definisi tersebut dibagi tiga tingkat kondisi kesejahteraan yaitu: (1) Kesejahteraan subjektif (subjective wellbeing atau disingkat SWB), (2) Kesejahteraan inti (kebutuhan dasar, seperti kekayaan materi, pengetahuan dan kesehatan), dan (3) Lingkungan pendukung (konteks). Lingkungan pendukung masih dibagi lagi menjadi dua, yaitu lingkungan sektoral (alam, ekonomi, politik dan sosial) dan lingkungan lintas sektoral (infrastruktur dan pelayanan). Ada beberapa indeks yang akan dijelaskan berkaitan dengan indeks kesejahteraan rumah tangga yang dikepalai perempuan yaitu indeks kesejahteraan subjektif, indeks kontek atau lingkungan pendukung (alam, ekonomi, sosial, politik, infrastruktur dan layanan), indeks kesejahteraan inti (kesehatan, kekayaan serta indeks kemiskinan agregat Secara keseluruhan indeks-indeks dapat dilihat pada grafik berikut ini.
a. Menetapkan indikator peringkat kesejahteraan ISSN : 2086 - 8049
Jurnal Dinamika Maritim Vol.3 No. 1 Edisi April Tahun 2013
Gambar 2. Nilai Skor kesejahteraan subjektif 3.2.
Gambar 1. Nilai Indeks Keseluruhan Indikator Kesejahteraan Rumah Tangga Nelayan Yang Dikepalai Perempuan 3.1.
Indeks Kesejahteraan Subjektif
Menurut Cahyat, A., Gönner, C. and Haug, M. (2007) perasaan kesejahteraan subjektif adalah kumpulan perasaan seseorang; bisa berupa perasaan sejahtera, rasa bahagia, rasa dihormati, rasa diakui, rasa miskin, rasa serba kekurangan, dan perasaan-perasaan sejenisnya. Perasaan ini bersifat sangat umum dan dipengaruhi oleh seluruh aspek kehidupan. Walaupun aspek ini sangat subjektif namun penting diukur karena merupakan yang paling inti dalam kesejahteraan. Berdasarkan hasil penghitungan indeks kesejahteraan subjektif dapat disimpulkan bahwa rumah tangga yang dikepalai perempuan Desa Malangrapat termasuk dalam kategori „sedang tapi mendekati kemiskinan” dengan nilai indeks 45. Dari tiga indikator yang dianalisis diketahui bahwa skor perasaan sejahtera (1,90), perasaan miskin (1,79) dan perasaan bahagia (2,03). Perasaan bahagian memiliki nilai tertinggi dari perhitungan indeks kesejahteraan subjektif, ini dapat diartikan bahwa perasaan bahagia pada rumah tangga yang dikepalai perempuan tersebut bukan karena mereka sejahtera tapi kehidupan yang mereka jalani mereka terima dengan ikhlas apa adanya. Perasaan miskin menunjukkan nilai terendah, ini berarti walaupun kehidupan mereka rata-rata miskin, namun mereka enggan menyatakan perasaan mereka bahwa mereka merasa miskin. Ini terkait dengan kepribadian sebagian besar rumah tangga yang hidup di pedesaan pada umumnya. Nilai Skor kesejahteraan subjektif dapat dilihat pada grafik berikut.
Indeks Konteks (Lingkungan Pendukung)
Konteks yang akan dinilai dalam indeks kesejahteraan ini mencakupi konteks lingkungan alam, ekonomi, sosial, politik, infrastruktur dan layanan. Rata-rata indeks konteks lingkungan pendukung yang diperoleh adalah 60,36, ini berarti jika dibandingkan dengan batasan nilai miskin (kategori yang digunakan) dapat disimpulkan bahwa rata-rata rumah tangga yang dikepalai perempuan dalam konteks lingkungan pendukung sebenarnya rata-rata tergolong kategori “sejahtera”. Dari kelima konteks yang dianalisis dapat diketahui indeks kesejahteraan masing-masing konteks lingkungan pendukung tersebut yaitu indeks lingkungan alam dan lingkungan politik tergolong “tidak miskin” dengan nilai indeks (66,67 dan 64,33), sedang tiga indeks lainnya yakni indeks lingkungan sosial, infrastruktur dan layanan serta indeks ekonomi termasuk kategori “sedang” dengan nilai indeks masing-masing secara berurutan (59,88; 56,25 dan 54,67). Jika digambarkan indeks konteks lingkungan pendukung tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3. Nilai Indeks Konteks Linngkungan Pendukung Rumah Tangga Yang Dikepalai Perempuan Dari nilai indeks lingkungan pendukung yang cukup baik tersebut apabila bisa diakses dengan baik ISSN : 2086 - 8049
Jurnal Dinamika Maritim Vol.3 No. 1 Edisi April Tahun 2013
oleh rumah tangga yang dikepalai perempuan, maka indeks lingkungan pendukung dapat menjadi sumber penghidupan dan mengurangi tingkat kemiskinan di desa pesisir. Persoalannya adalah dukungan lingkungan pendukung tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rumah tangga nelayan terutama bagi rumah tangga nelayan yang dikepalai perempuan ini. Lingkungan pendukung adalah lingkungan kehidupan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan inti. Rumah tangga yang dikepalai perempuan di desa Malangrapat sebenarnya memiliki konteks lingkungan pendukung yang tergolong baik untuk penghidupan mereka, dimana mereka hidup pada lingkungan alam yang sehat, sumberdaya alam yang terjangkau serta dikelola secara lestari, dan pemerintah daerah memberi dukungan bagi pendidikan anak. Namun jika dilihat dari kekayaan materi rumah tangga yang dikepalai perempuan di desa ini termasuk “miskin”. Sedangkan jika dilihat dari indeks kesejahteraan subjektif walaupun tergolong sedang namun nilai indeks yang ada menunjukkan kecenderungan mendekati kategori miskin, kecenderungan yang sama ditunjukkan pula pada indeks pengetahuan. Karena itu untuk keberlanjutan rumah tangga yang dikepalai perempuan perlu dilihat lagi bagaimana konteks lingkungan pendukung bisa mempengaruhi keberlanjutan penghidupan rumah tangga yang dikepalai perempuan di desa ini. 3.3. Indeks Kesejahteraan Inti Kesejahteraan inti terdiri dari kebutuhan dasar yang bersifat material (kebendaan) maupun bukan material, yang mencakup aspek gizi dan kesehatan, pengetahuan dan kekayaan materi. Menurut Cahyat, A., C. Gönner and M. Haug (2007) dalam memantau kebutuhan dasar, informasi tentang bagaimana kebutuhan dasar tersebut didapatkan (atau tidak didapatkan), seberapa sulit atau mudah mendapatkannya, atau dari mana kebutuhan itu bisa didapat bukan merupakan hal yang penting untuk diketahui. Informasi yang penting disini adalah apakah responden dapat memenuhi kebutuhan dasar tersebut setidaknya dalam 12 bulan terakhir. Nilai skor yang diperoleh dari masing-masing indikator kesejahteraan rumah tangga nelayan yang dikepalai perempuan desa Malangrapat dapat digambarkan sebagai berikut.
Grafik 4. Nilai Skor Masing-masing Indikator Kesejahteraan Inti Dari ketiga aspek tersebut, aspek kekayaan materi memiliki nilai indeks yang terendah yakni 23,5 dan ini termasuk dalam kategori miskin, selanjutnya untuk aspek pengetahuan nilai indeks yang diperoleh adalah 42 yang berarti sedang namun mendekati miskin karena masih dibawah 50. Berbeda dengan kedua aspek tersebut diketahui aspek kesehatan memiliki nilai indeks yang tertinggi yakni 91,33 dan ini berarti masuk dalam kategori tidak miskin. Dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa dalam rumah tangga nelayan yang dikepalai perempuan hampir keseluruhan menyatakan dalam keadaan sehat setahun terakhir dan biasanya tidak mengalami hambatan berarti untuk memperoleh pelayanan kesehatan setempat. Aspek kesehatan tersebut menunjukkan bahwa aspek ini dapat mendukung mereka dalam bekerja dan mencari penghasilan. Dapat disimpulkan bahawa dari keseluruhan aspek kebutuhan dasar tersebut walaupun aspek kesehatan menunjukkan kategori tidak miskin namun demikian belum dapat mempengaruhi kekayaan materi yang dimiliki rumah tangga yang dikepalai perempuan di Desa Malangrapat. 3.4.
Indeks Kemiskinan Agregat
Selanjutnya dari nilai indeks kesejahteraan inti dan kesejahteraan lingkungan maka dapat dihitung indeks kemiskinan agregat yaitu dengan menghitung rata-rata dari nilai kedua indeks tersebut. Maka dari analisis diketahui nilai indeks kemiskinan agregat rumah tangga nelayan yang dikepalai perempuan di Desa Malangrapat adalah 56,32 yang berarti secara umum keadaan rumah tangga termasuk”sedang” tetapi mendekati kemiskinan.
ISSN : 2086 - 8049
Jurnal Dinamika Maritim Vol.3 No. 1 Edisi April Tahun 2013
4. Kesimpulan Dari tiga tingkat kondisi kesejahteraan rumah tangga nelayan Desa Malangrapat kabupaten Bintan diketahui indeks kesejahteraan lingkungan pendukung menunjukkan peringkat yang paling baik yaitu 60,36 yang mengindikasikan sejahtera, tetapi kondisi ini belum mempengaruhi indeks kesejahteraan inti dimana nilai indeks kekayaan materi termasuk miskin (23,5). Karena itu dapat dipahami bahwa apabila potensi sumberdaya lingkungan yang sangat mendukung penghidupan masyarakat setempat tersebut bisa diakses dengan baik oleh rumah tangga nelayan yang dikepalai perempuan, ini diharapkan dapat membantu peningkatkan peringkat kesejahteraan mereka. Sedangkan untuk memanfaatkan sumberdaya lingkungan tersebut diperlukan intervensi dari pemerintah yang lebih memfokuskan pada pemberdayaan kaum perempuan di desa pesisir melalui program-program yang membangun kapasitas mereka. Sebaliknya jika hal ini tidak mendapat perhatian yang serius dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah rumah tangga nelayan yang miskin di desa pesisir.
DAFTAR PUSTAKA Anggraini, 2006. Kajian Restropektif Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik. Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada. Volume 10 Nomor 1 Mei 2006
Sara, H and P, Krishnan, 2006. Poverty and Productivity in Female-Headed Households in Zimbabwe. Faculty of Economics, University of Cambridge, Cambridge CB3 9DD the Journal of Development Studies July 2006 Sidloyi, Sinatemba. 2010. Survival Strategies of Elderly Women in Female-Headed Households. Thesis. The Faculty of Humanities Univesity of Pretoria. Singarimbun, M dan S. Efendi, 1989, Metode Penelitian Survei, Penerbit LP3ES, Jakarta. Thompson, P. 1985. Women in the Fishing: The Roots of Power between the Sexes; Comparative Studies in Society and History, Vol 27, No 1, January 1985, pp 3 -32 article Yemaya. www.icsf.net Yin, Robert, K. 1989. Case Study Research: Design and Methods, London: Sage Publication. Zein, A. 2000. The Influence of tecnological Change on Income and Sosial Structure in Artisanal Fisheries in Padang, Indonesia. Universitas Bung Hatta Press. Padang. Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Cetakan Ketujuh, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Cahyat, A., C. Gönner and M. Haug. 2007. Mengkaji Kemiskinan dan Kesejahteraan Rumah Tangga: Sebuah Panduan dengan Contoh dari Kutai Barat, Indonesia. CIFOR, Bogor, Indonesia. 121p. Kusnadi, 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan di Indonesia. PT LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta. Messer, N and P, Townsley. 2003. Local institutions and livelihoods: Guidelines for analysis. Rural Development Division Food And Agriculture Organization od The United Nations. www.fao.org)
Moleong, Lexy J., 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Rosdakarya, Bandung. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta ISSN : 2086 - 8049