STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU) Oleh Chandra Joe Koenawan, Soeharmoko, Dony Apdillah dan Khodijah ABSTRAK Tingginya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumber daya memberikan tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semakin meningkat dan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang dan biota yang hidup di dalamnya. Tujuan dan Manfaat Kegiatan a) Mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. b) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang. c) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang lestari dan berkelanjutan. Metode dan Analisis Data Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara pengamatan Snorkelling dan Manta Tow, pengamatan juga dilakukan terhadap mega bentos dan ikan karang. Dapat dicatat bahwa persentase tutupan karang di pesisir Bintan Timur (Pantai Trikora) masih kateori baik dan persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di pesisir Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu 54,63%, dan didominasi oleh karang jenis Acropora cytherea dengan bentuk pertumbuhan seperti meja (tabulate). Pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya pesisir, Kabupaten Kepulauan Riau memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Mengingat 95,7% wilayah Provinsi Kepulauan Riau berupa laut, ekonomi kelautan dapat menjadi keunggulan kompetitif menuju Provinsi Kepulauan Riau yang maju, adil-makmur, dan bermartabat.
Pertambahan penduduk yang menghuni daerah pesisir, memberikan tekanan yang serius untuk terumbu karang. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran akan 1
pentingnya fungsi terumbu karang, ditambah lagi tidak mudahnya mencari alternatif pekerjaan menambah tekanan terhadap terumbu karang semakin tinggi dan kompleks. Cara pemanfaatan yang tradisionalpun, misalnya pemakaian bubu dibeberapa tempat karena dipakai dalam jumlah yang banyak telah menyebabkan kerusakan terumbu karang dalam skala yang relatif luas.
Tujuan dan Manfaat Kegiatan a) Mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. b) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang. c) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau secara lestari dan berkelanjutan
1)
Makalah Seminar Penelitian Dosen FIKP-UMRAH, 2) Ketua Peneliti, 3) Anggota Peneliti Rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi ekologis terumbu karang yang sangat penting, yaitu (1) hilangnya habitat tempat terumbu karang dapat berkembang dengan baik didaerah tropis. memijah, berkembangnya larva (nursery), dan mencari maka bagi banyak sekali biota laut yang sebagaian besar mempunyai nilai ekonomis tinggi dan (2) hilangnya pelindung pulau dari dampak kenaikan permukaan laut. Jika tidak ada karang batu yang menghasilkan sedimen kapur, maka fungsi terumbu karang sebagai pemecah ombak akan berkurang karena semakin dalamnya air sehingga abrasi pantai akan secara perlahan semakin intensif (Mahmudi, 2003).
Data-data yang dihasilkan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan pengelola sumberdaya pesisir dan lautan khusunya ekosistem terumbu karang oleh Pemerintah Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. METODOLOGI Gambaran Umum Wilayah Secara geografis Kabupaten Bintan terletak pada 20 00’ Lintang Utara, 10 20’ Lintang Selatan 1040 00’ Bujur Timur sebelah Barat,1080 30’ Bujur Timur sebelah Timur, dimana sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Natuna, sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tanjungpinang dan Lingga, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kota Batam.
Dengan latar belakang dan permasalahan tersebut maka menarik untuk dilakukan studi yang bertujuan untuk melakukan kondisi terumbu karang Selain itu, dalam penelitian ini juga mengambarkan dan strategi pengelolaanya. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan penelitian ini.
Kabupaten Bintan memiliki Luas Wilayah 87.717,84 Km2 dimana luas daratan 1.319,51 Km2 ( 1,49%) dan luas lautan 86.398,33 Km2 (98,51%), memiliki jumlah pulau 240 Pulau dengan 49 Pulau Berpenghuni dan 191 pulau tidak berpenghuni.
2
Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara pengamatan Snorkelling dan Manta Tow, yaitu pengamatan dengan menggunakan perahu dan papan manta yang berfungsi sebagai tempat mengikat tali dari perahu ke pengamat. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat menulis sampel serta contoh gambar dari jenisjenis terumbu karang. Peneliti ditarik oleh perahu dengan tali 12 meter sepanjang terumbu karang yang telah disurvei awal. Bila tidak memungkinkan sebagai alternatif lain digunakan pelampung agar pengamat tetap berada di permukaan air untuk memudahkan dalam melakukan pengamatan.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2008. diperairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi penelitian dapat dilihat pada (Gambar 3.1), dimana lokasi penelitian di bagi atas 2 stasiun pengamatan terdiri dari Stasiun I (Side A) dan Stasiun II (Side B), setiap stasiun memiliki 1 titik stasiun. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Kebutuhan data primer biofisik dilakukan dengan cara metode survei di lapangan. Kegiatan dilapangan meliputi survei tentang data sekunder dan kegiatan wawancara dengan masyarakat setempat.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dimana untuk mencari persentase penutupan terumbu karang menggunakan rumus menurut UNEP (1993), yaitu :
Metode dan Analisis Data Panjang penutupan jenis spesies-i % Penutupan (C) =
x 100% Total panjang jalur
Menurut Bachtiar (2001) yang menyatakan bahwa persentase penutupan terumbu karang dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu :
besar. Pengambilan dengan metode Manta Tow yang telah dilakukan seluruhnya berjumlah 2 stasiun dengan masing-masing 1 titik stasiun yang meliputi daerah pesisir Pantai Teluk Bakau
(1) Kategori Sangat Jelek : 0 - 10 % (2) Kategori Jelek : 11 - 30 % (3) Kategori Sedang : 31 - 50 % (4) Kategori Baik : 51 - 75 % (5) Kategori Sangat Baik : 76 - 100
Hasil pengamatan stasiun I, periaran teluk bakau dengan pantai berpasir putih ditumbuhi oleh vegetasi kelapa dan perdu. Panjang rataan terumbu sekitar 300 m ke arah laut. Pada saat pengamatan kondisi perairan berombak dan berarus dengan jarak pandang sekitar 10 m. Dasar perairan terdiri dari pasir dan karang mati yang ditumbuhi alga (TA) juga terdapat hamparan padang lamun. Karang didominasi oleh karang Acropora sp. dengan bentuk pertumbuhan seperti
% Pantai Teluk Bakau merupakan daerah wisata pantai yang sering dikunjungi oleh wisatawan dari manca negara maupun masyarakat setempat. Pantai ini memiliki hamparan pasir yang diselingi dengan ”teresterial rock” (batuan darat) dengan ukuran yang
3
meja (tabulate), bentuk pertumbuhan bongkahan (massive), juga karang nonAcropora yang didominasi oleh Diploastrea heliopora dan Porites lutea dengan diameter koloni sekitar 2 m. Karang dengan bentuk pertumbuhan seperti daun (foliosa) dijumpai dari jenis Pacyseris rugosa. Bentuk pertumbuhan seperti jamur (mushroom) didominasi oleh Fungia sp.
Kondisi penutupan terumbu karang di stasiun I rata-rata masih tergolong baik yaitu 52,83% dimana jenis Acropora menempati persentase tertinggi 23,09%. Namun demikian tingkat kerusakan terumbu karang sudah mencapai 47,16%. Kondisi ini tidak boleh didiamkan saja harus segera ada tindakan yang dapat mencegah ke arah kerusakan yang lebih parah lagi.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun I Tutupan Karang % 1
Tutupan Karang %
Coral Submassive
2 3 4 5 6 7 8 9
Acropora Branching Acropora Tabulate Zoanthids Ascidians Coral millepora Aropora digitate Coral massive Coral mushoorm Jumlah
9.22 8.57 11.85 3.41 1.72 2.28 2.67 7.24 5.87 52.83
Pertumbuhan karang umumnya berupa kelompok-kelompok kecil dengan bentuk pertumbuhan bercabang (branching), seperti bongkahan (massive) dan mengerak (encrusting). Lereng terumbu landai , dengan jarak pandang di dalam air (visibility) ratarata 5-7 m. Pertumbuhan karang ditemukan hanya sampai 4 – 10 m,
Dead coral algae Dead coral
32.41 14.75
Jumlah
47.16
setelah itu dasar perairan tertutup pasir dan pecahan karang mati. Pada II stasiun diperoleh persentasi tutupan karang hidup antara 1,32 % - 13,02 % dengan rerata persentase tutupan karang hidup 54,63 % dengan kategori baik. Data penutupan terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun II Tutupan Karang % 1 2 3
Coral Submassive Acropora Branching Acropora Tabulate
10.05 5.88 13.02
4
Tutupan Karang % Dead coral algae Dead coral
31.44 13.92
4 5 6 7 8 9
Zoanthids Ascidians Coral millepora Aropora digitate Coral massive Coral mushoorm Jumlah
3.41 1.42 1.32 5.54 6.87 7.12 54.63
Jumlah
45.36
Menurut COREMAP (2007) frekuensi relatif kehadirannya, hanya 1 jenis yang tingkat kehadirannya rendah yaitu Abudefduf septemfasciatus dengan nilai frekuensi 39,13 %. Sepuluh jenis lainnya memiliki frekuensi relatif kehadiran lebih dari 50%. bahwa kelompok ikan major masih mendominasi perairan dan kehadirannya lebih dari 50 %.
Megabentos Tingginya Coral Mushrom kelimpahan terutama dijumpai pada Stasiun II. Kelompok bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah banyak dimana kelimpahannya tertinggi dicatat di stasiun II. Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang sedikit, dan banyak dijumpai hanya tinggal cangkangya. Selama pengamatan dilakukan, dijumpai sedikit tripang (holothurian) hanya yang berukuran kecil, untuk moluska (gastropoda) kelompok Drupella sp. Ditemukan dalam jumlah kecil, dan lola (Trochus niloticus) juga dalam kisaran kecil.
Penyebab Karang
Kerusakan
Terumbu
Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan oleh dua hal yaitu proses secara alami dan adanya kegiatan manusia. Kerusakan yang disebabkan dari proses alami adalah adanya blooming predator bintang laut dan bencana alam seperti tsunami. Sedangkan penyebab kerusakan terumbu karang yang kedua adalah diakibatkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung maupu tidak langsung merusak terumbu karang, seperti penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur dan limbah beracun yang masuk ke perairan, juga adanya kegiatan wisata pantai. Dari hasil penemuan di lokasi, masalah kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh manusia dari akar permasalahan yang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran,
Ikan Karang Dari 2 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan karang dengan metode Manta tow diperairan Bintan Timur, ikan karang jenis Chaetodon octofasciatus dan Paraglyphidodon melas merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan. Kemudian diikuti oleh jenis Choerodon anchorago dan Lutjanus carponotatus Jenis Chaetodon octofasciatus merupakan ikan indikator kesehatan terumbu karang, yang kehadirannya dapat menunjukkan kondisi suatu terumbu karang, apakah dalam keadaan baik atau sebaliknya. Jenis Lutjanus carponotatuss merupakan ikan target, yang biasa dikonsumsi.
5
pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata
pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat sekitar. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.3. Matrik kondisi, penyebab kerusakan dan akar permasalahan dalam pemanfaatanan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan Penyebab Kerusakan A. KEGIATAN MANUSIA Penambangan dan pengambilan karang Penangkapan ikan dengan bom dan potas Wisata pantai Limbah dan bahan pencemar
B. ALAMI Pemangsaan berlebih predator Surut yang lama Strategi Karang
Pengelolaan
Akar Permasalahan Inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil Metode pengelolaan yang kurang memadai Instrumen penegakan hukum yang belum memadai Kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang Sulitnya mencari alternative mata pencaharian di luar laut
blooming bintang laut dan mahkota oleh berduri terjadi bleeching (pemutihan karang)
ditetapkan secara nasional berdasarka pertimbangan-pertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan. Ketiga, mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat, pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.
Terumbu
Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumber daya yang sekayang ada. Dengan demikian dalam pengelolaan terumbu karang haruslah mempertimbangkan hal sebagai berikut : Pertama, melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumber daya yang terkandung di didalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang. Kedua, mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan programprogram pengelolaan sesuai denga karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar yang
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara garis besarnya, dari hasil Manta tow dapat dicatat bahwa persentase tutupan karang di pesisir Bintan Timur (Pantai Trikora) masih kateori baik dan persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di pesisir Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu
6
54,63%, dan didominasi oleh karang jenis Acropora cytherea dengan bentuk pertumbuhan seperti meja (tabulate).
bergantung pada pengelolaan terumbu karang. 2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini. 3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Biota megabentos didominasi oleh CMR dan bulu babi Diadema setosum. Kelompok ikan major mendominasi lokasi pengamatan dengan metode Manta tow maupun metode UVC. Sedangkan ikan karang jenis Chaetodon octofasciatus dan Paraglyphidodon melas merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan. Kemudian diikuti oleh jenis Choerodon anchorago dan Lutjanus carponotatus
Saran Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin belum cukup untuk menggambarkan kondisi perairan di Kabupaten Kepulauan Riau secara keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan hanya pada beberapa kawasan yang berada di Pesisir Bintan Timur.
Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan proses alami yaitu adanya blooming predator bintang laut dan mahkota berduri, serta kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur dan adanya kegiatan wisata pantai.
Secara umum, kondisi perairan di lokasi penelitian ini dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini perlu dipertahankan bahkan jika mungkin, lebih ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu karang dan biota lainnya. Pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari, dengan adanya COREMAP di Kabupaten Bintan sangat membantu dalam melestarikan sumber daya perikanan khusunya ekosistem terumbu karang yang memberikan fungsi kehidupan ikan-ikan, sehingga masyarakat nelayan dapat meningkatkan dan memenuhi kebutuhan ekonominya.
Akar permasalahan pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat. Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan dilokasi secara garis besar adalah sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA Bachtiar, 2001. Pengelolaan Terumbu Karang. Pusat Kajian Kelautan, Universitas Mataram. NTB.
1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung
7
Mahmudi M, 2003. Studi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus Di Teluk Semut Sendang Biru Malang) Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.
COREMAP, 2007 Studi Baseline Ekologi Pulau Bintan Kabupaten Kepulauan Riau Tahun 2007 Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan sumberdaya kelautan untuk kesejahteraan masyarakat. LISPI. Jakarta.
UNEP, 1993. Pengamatan terumbu karang dalam perubahan. Ilmu Kelautan. Australia. Hal. 8 29.
8
PERAN KOPERASI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT NELAYAN (Studi Kasus: Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan Tanjungunggat Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang) Oleh Winny Retna Melani, Muzahar,Lily Viruly, Rina Dwi Lestari ABSTRAK Peningkatan kesejahteraan anggota merupakan tujuan sekaligus peran yang diharapakan dari sebuah koperasi. Meskipun demikian tidak semua koperasi mampu mewujudkan hal tersebut. Penelitian ini melihat bagaimana peranan Koperasi Serba Usaha (KSU) Citra Nelayan. Berdasarkan analisis sistem yang dilakukan tergambar bahwa selama ini KSU Citra Nelayan baru dapat membantu anggota dalam menampung hasil tangkapan dan kemudian baru dipasarkan. Responden yang menjual hasil tangkapan ke koperasi hanya 50 persen, selebihnya menjual sendiri dan bahkan mengkonsumsi langsung hasil tangkapan. Meskipun demikian responden yang menyatakan nilai jual sesuai dengan harga pasar sebanyak 75 persen sedangakan yang menyatakan hasil diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan sebesar 80 persen. Kondisi ini menjadi kendala utama bagi koperasi untuk dapat berperan aktif bagi anggota selain juga karena keterbatasan modal usaha koperasi. Berdasarkan analisis pasar yang telah dilakukan, KSU Citra Nelayan belum mampu memanfaatkan potensi pasar yang ada seefisien dan seefektif mungkin. Kenyataan ini berkaitan dengan masih rendahnya SDM anggota serta hasil tangkapan yang masih rendah sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Solusi pengembangan KSU Citra Nelayan dimasa depan agar dapat lebih berperan aktif bagi peningkatan kesejahteraan anggota antara lain a. Mengembangkan sistem penangkapan ikan yang lestari dan berkelanjutan; 2. Manfaatkan sumberdaya manusia yang ada untuk meningkatkan hasil dengan perbaikan penggunaan alat tangkap; 3. Melakukan pelatihan peningkatan keterampilan teknis perikanan serta pelatihan pengembangan jiwa wirausaha bagi anggota; 4.Tingkatkan kemampuan manajerial melalui pengembangan unit usaha pemasaran. Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan inti; 5. Merintis usaha pengolahan hasil perikanan yang memiliki nilai tambah; 6. Diversifikasi produk olahan perikanan yang bernilai jual tinggi; 7.Terlibat aktif dalam pengawasan sumberdaya perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (pukat harimau, dsb). ketidakberdayaan dan kerentanannya. Nelayan (tradisional) bukan saja sehari-hari harus berhadapan dengan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang panjang, tetapi lebih dari itu mereka juga sering harus berhadapan dengan berbagai tekanan dan bentuk eksploitasi yang muncul bersamaan dengan berkembangnya proses modernisasi di
PENDAHULUAN Latar Belakang Nelayan dan komunitas desa pesisir, pada umumnya adalah bagian dari kelompok masyarakat miskin yang berada pada level paling bawah dan acapkali menjadi korban pertama yang paling menderita akibat
9
sektor perikanan. Melihat fenomena ini maka perlu adanya kegiatan perekonomian berbasis kerakyatan yang benar-benar bersentuhan langsung dengan masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir. Kegiatan perekonomian yang dapat dengan mudah menyesuaikan perannya dengan kebutuhan masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir adalah koperasi. Koperasi menjadi suatu kegiatan perekonomian yang dapat diandalkan karena ia berhubungan langsung dengan barang atau produk maupun dengan jasa-jasa yang berkaitan dengan masyarakat pesisir dan bertujuan untuk kesejahteraan bersama.
nelayan di kawasan Tanjungunggat dalam melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Fokus persoalan yang dikaji dalam penelitian ini adalah masalah peran koperasi Serba Usaha Citra Nelayan bagi masyarakat nelayan, terutama melalui kegiatan pemanfaatan koperasi untuk pengembangan usaha nelayan. Permasalahan lain yang dikaji dalam kegiatan penelitian ini adalah: 1. Peran koperasi Serba Usaha Citra Nelayan terutama dalam meningkatkan kesejahteraaan anggota. 2. Kegiatan unit usaha koperasi yang prospektif dikembangkan untuk mendorong pengembangan kegiatan alternatif atau meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan atau masyarakat pesisir.
Pemberdayaan kegiatan koperasi sangat terkait dengan upaya menggerakkan koperasi dengan pemanfaatan dan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh anggota koperasi yang didirikan oleh anggota untuk memenuhi ekonomi anggota dan masyarakat. Ekonomi rakyat pada umumnya usaha mikro yang merupakan sektor ekonomi yang digeluti oleh rakyat kebanyakan seperti anggota Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan Tanjungunggat sebagai usaha mikro. Mengingat pentingnya sektor usaha mikro yang telah tergabung dalam koperasi, maka gerakan koperasi harus menjadi prioritas pembinaan dan pengembangan usahanya, karena usaha demikian dapat menyediakan lapangan pekerjaan, dan mengurangi pengangguran. Maka sudah sewajarnya kalau sektor mikro yang tergabung dalam koperasi mendapatkan perhatian untuk lebih dikembangkan sehingga benar-benar dapat menjadi penyangga utama perekonomian nasional.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengetahui peranan koperasi Serba Usaha Citra Nelayan di daerah pemukiman nelayan di Tanjungunggat.
2.
Membantu memberikan solusi pengembangan koperasi yang tepat agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari keberadaan koperasi.
Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1
Perumusan Masalah Penelitian ini bermaksud mengkaji situasi problematik yang dihadapi masyarakat pesisir atau 10
Bagi pemerintah daerah ( Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau maupun instansi terkait lainnya) sebagai lembaga publik yang berhubungan langsung dengan masyarakat, dapat
dijadikan masukan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan koperasi nelayan dimasa yang akan datang.
sekitar lokasi penelitian serta melalui pengamatan langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan.
2 Bagi koperasi Serba Usaha Citra Nelayan dapat dijadikan masukan dalam mengembangkan unit usahanya agar mampu menghadapi persaingan pasar dan dapat mensejahterakan anggotanya.
Teknik Pengambilan Sampel Pemilihan responden dilakukan dengan mengambil para pengurus koperasi secara sengaja (judgement sampling). Sampel yang diambil dari anggota Koperasi Citra Nelayan serta masyarakat sekitar wilayah pengambilan sampel, dimana mereka mengetahui keberadaaan koperasi Citra Nelayan. Pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana (Simple Random Sampling). Setiap sampel diambil secara acak atau sedemikian rupa sehingga tiap populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Menurut Taken,1965 dalam Singarimbun (1989) penelitian yang menggunakan derajad keseragaman dari populasi, dimana semakin seragam populasi maka semakin kecil sampel yang diambil. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus solvin dalam Rianse (2008). Responden yang dipilih untuk wawancara langsung (depth interviews) yaitu pengurus koperasi Serba Usaha Citra Nelayan dan anggota sebanyak 20 orang dan masyarakat nelayan di sekitar lokasi penelitian sebanyak 20 orang.
3 Bagi para akademisi dan peneliti sebagai salah satu wahana untuk dapat menerapkan ilmu dan kemampuan yang dimiliki dalam menyikapi berbagai kondisi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir atau nelayan serta bagaimana solusi pemecahannya. METODELOGI PENELITIAN Metoda Penelitian Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus di Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan. Metode deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi riil dan berbagai permasalahan yang terjadi pada saat dilakukannya penelitian. Studi kasus terhadap koperasi Serba Usaha Citra Nelayan dilakukan untuk membatasi penelitian ini agar tidak menyimpang dari tujuan semula
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperlukan untuk penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung (depth interviews) pada pengurus koperasi Serba Usaha Citra Nelayan. Data lainnya diperoleh dari pengisian kuesioner oleh anggota koperasi Serba Usaha Citra Nelayan dan masyarakat
Data-data yang diperoleh dianalisa lebih lanjut untuk menentukan tingkat keberhasilan dengan menggunakan Analisis Sistem. Berdasarkan hasil temuan dan permasalahan dicari alternatif pemecahan. Kemudian alternatif pemecahan ini dapat menjadi 11
bahan masukan bagi Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan untuk perkembangan koperasi dimasa akan datang, terutama untuk meningkatkan perekonomian anggota pada khususnya dan masyarakat nelayan di Tanjungunggat pada umumnya.
kegagalan yang mencakup permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan sistem.
Setelah dilakukan analisis sistem, berdasarkan kesimpulan yang diperoleh kemudian dilakukan analisis pasar. Analisis pasar yang gunakan yaitu dengan menggunakan penerapan konsep Structure-ConductPerformance (SCP). Berdasarkan kedua analisis tersebut, selanjutnya dilakukan analisis SWOT agar dapat memberika rekomendasi terhadap pengembangan KSU Citra Nelayan dimasa hadapan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam Analisis Sistem di penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan kuesioner pada nelayan anggota koperasi Serba Usaha Citra Nelayan dan masyarakat nelayan di sekitar lokasi penelitian. b. Data yang diperoleh kemudian diolah untuk kemudian dapat ditemukan apa permasalahan dan temuan yang diperoleh.
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Responden Berdasarkan hasil jawaban kuesioner oleh nelayan anggota KSU Citra Nelayan, maka dapat diperoleh hasil sebaran responden pada Tabel 1.
c. Membuat suatu kesimpulan tentang sejauh mana perkembangan koperasi Serba Usaha Citra Nelayan selama ini mencakup efektifitas pelaksanaan atau
Tabel 1. Sebaran Responden Anggota Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan No Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%) 1.
2.
3.
4. 5.
Umur: ≤ 15 tahun 16 tahun s/d 35 tahun 36 tahun s/d 55 tahun ≥ 56 tahun Pendidikan: SD SMP (SLTP) SMU (SLTA) SARJANA Pekerjaan: Nelayan Swasta PNS Status: Kawin Tidak Kawin Jumlah anggota Keluarga:
3 15 2
15 75 10
10 4 6 -
50 20 30 -
17 3 -
85 15 -
19 1
95 5
12
1 orang 2 orang 3 orang 4 orang ≥ 5 orang
1 3 6 10
5 15 30 50 penyebaran kuesioner kepada nelayan. Anggota koperasi. identifikasi pelaksanaan sistem Citra Nelayan ditampilkan pada 2.
Identifikasi Pelaksanaan Sistem Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan Identifikasi pelaksanaan sistem KSU Citra Nelayan, dilakukan melalui
para Hasil KSU Tabel
Tabel 2. Hasil Kuesioner Pelaksanaan Sistem Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan. JUMLAH PERSENTASE NO PERTANYAAN (orang) (%) A. 1.
2. 3.
4.
5.
6.
KEGIATAN USAHA PENANGKAPAN Wilayah tangkap: Laut Tanjung Unggat Diluar wilayah laut Tanjung Unggat Alat Tangkap: Tradisional (alat sederhana) Alat berat/mesin Rata-rata jumlah pengeluaran usaha nelayan ≤ Rp. 750 000 Rp. 750 001 – Rp. 1 500 000 Rp. 1 500 001 – Rp. 2 500 000 ≥ Rp. 2 500 001 Rata-rata jumlah pendapatan: Rp. 500 000 – Rp. 1 500 000 Rp. 1 500 000 – Rp 2 500 000 Rp. 2 500 000 – Rp 3 500 000 Rp. 3 500 000 – Rp. 4 500 000 ≥ Rp. 5000 000 Mengapa merasa perlu untuk menjadi anggota koperasi? Pengaruh dari sesama nelayan Saran dari petugas lapangan Perlu modal untuk kegiatan penangkapan ikan Pinjaman Koperasi digunakan untuk: Pembelian alat penangkapan
13
16 4
80 20
20 -
100 -
18 2 0 0 0
90 10 -
15 5 -
75 25 -
5 15
25 75
17
85
B. 1.
2.
3.
4.
C. 1.
2.
3.
4.
Modal Usaha Penjualan Kebutuhan lain PERANAN KOPERASI Cara pengajuan penguatan permodalan ke koperasi: Menyusun usulan sendiri Dibuat kelompok bersama pengurus koperasi Dibuat pengurus koperasi Berapa lama setelah pengajuan penguatan permodalan dicairkan: Satu bulan setelah pengajuan Dua bulan setelah pengajuan Tiga bulan setelah pengajuan Lebih dari tiga bulan pengajuan Tidak ada Bentuk penguatan permodalan diperoleh Uang tunai Sarana Produksi Uang tunai dan sarana produksi Tidak ada Apakah jumlah penguatan permodalan yang diperoleh sesuai dengan pengusulan: Sesuai dengan yang diusulkan Kurang dari jumlah yang diusulkan Lebih dari yang diusulkan Tidak ada HASIL DAN PRODUKSI Bagaimana hasil produksi yang diperoleh Kurang sesuai dengan yang diharapkan Sudah cukup sesuai Lebih dari yang diharapkan Berapa banyak hasil penangkapan yang diperoleh sekali turun melaut: ≤ 5 kilogram 6 - 10 kilogram 11 – 15 kilogram 16 – 20 kilogram ≥ 21 kilogram Jenis ikan yang selalu diperoleh Udang Kepiting Ikan (belanak, selangat, karang) Kemana hasil tangkapan dijual: 14
2 1
10 5
3 13 4
15 65 20
20
100
5 15
25 75
20
100
16 3 1
80 15 5
17 2 1 -
85 10 5 -
3 3 14
15 15 70
5.
D. 1.
Koperasi Jual sendiri Konsumsi Bagaimana hasil penjualan yang diperoleh Dibawah harga pasar Sesuai dengan harga pasaran/cukup Diatas harga pasaran/memuaskan PENGEMBALIAN PINJAMAN Rencana pengembalian pinjaman: Diangsur setiap mendapat hasil penangkapan Diangsur setiap mendapat hasil penjualan Diangsur setiap bulan Tidak tahu
10 8 2
50 40 10
5 15 -
25 75 -
-
-
5 15
25 75
ada. Produktivitas yang dapat dicapai selalu dikaitkan dengan peluang pasar yang ada dan keberlanjutannya. Peningkatan kuantitas selalu diikuti dengan peningkatan kualitas. Penerapan konsep SCP oleh KSU Citra Nelayan dapat dilihat pada Gambar Penerapan Konsep SCP oleh KSU Citra Nelayan.
Analisis Pasar Analisis pasar terhadap kinerja usaha KSU Citra Nelayan meliputi tiga aspek utama yakni fisik, sumberdaya manusia (SDM) dan pemasaran. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan sangat menentukan kinerja dan keberhasilan usaha bagi KSU Citra Nelayan. Sebagai sebuah koperasi yang dimiliki oleh nelayan dan bergerak diberbagai usaha sebenarnya koperasi ini memiliki peluang untuk berkembang lebih maju lagi.
Analisis SWOT Setiap organisasi akan menghadapi masalah lingkungan strategis yang mencakup lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal merupakan faktor yang berpengaruh pada kinerja organisasi yang dapat dikendalikan secara langsung. Sedangkan lingkungan eksternal merupakan faktor yang berpengaruh pada organisasi tetapi diluar kendali organisasi tersebut.
Peluang yang ada tersebut baru sebagian dapat dilaksanakan oleh KSU Citra Nelayan, hal ini terlihat dari penerapan konsep Structure-ConductPerformance (SCP) KSU Citra Nelayan. Konsep SCP ini dapat membuat kinerja KSU Citra Nelayan lebih efektif dan efisien karena kemampuan suatu organisasi disesuaikan dengan kondisi pasar yang
Tabel 3. Hasil Analisis Identifikasi Lingkungan Strategik INTERNAL EKSTERNAL KEKUATAN (STRENGTHS)
PELUANG (OPPORTUNITIES)
15
Potensi laut yang masih luas Potensi wilayah yang memiliki dimana Provinsi Kepri 95.8% keunggulan komperatif dibandingkan negara tetangga (Singapura dan wilayahnya terdiri dari perairan laut. Malaysia). Keanekaragaman hayati yang besar (terdiri dari beragam jenis ikan Dekat dengan pasar internasional dan biota laut lainnya ditambah dan pasar lokal ekosistem pesisir (terumbu karang, Perkembangan fasilitas mangrove, padang lamun dan lain- komunikasi dan informasi lain). Terletak pada wilayah strategis yaitu berdekatan dengan negara Singapura dan Malaysia yang merupakan potensi pasar. KELEMAHAN (WEAKNES)
ANCAMAN (THREATS)
Kualitas SDM yang masih sangat Ketersediaan SDM yang rendah (sebagian besar nelayan berkualitas dalam menangani koperasi tamatan sekolah dasar (SD). memerlukan proses. Sarana penangkapan tradisional.
dan prasarana Kemampuan untuk menghasilkan ikan yang masih produk olahan perikanan yang benilai jual tinggi.
Koperasi nelayan belum Masih adanya nelayan yang sepenuhnya dimanfaatkan oleh melakukan penangkapan ikan tanpa memperhatikan daya dukung anggota sebagai wadah perekonomian. lingkungan (menggunakan bom dan pukat harimau). pelatihan bagi anggota koperasi sangat diharapkan selain memberikan bantuan alat tangkap yang memperhatikan daya dukung lingkungan. Dengan memperhatikan kondisi lapangan yang ada penguatan permodalan juga menjadi hal yang sangat penting terutama dalam perkembangan koperasi pada masa akan datang. Penguatan permodalan ini bukan hanya bergantung pada jumlah modal yang dimiliki oleh koperasi akan tetapi juga kemampuan manajerial pengurus dalam mengelola keuangan yang ada seoptimal mungkin. Lembaga pemerintahan sebaiknya melakukan pembinaan manajemen usaha nelayan dan
Kajian Analisis Sistem dan Analisis Pasar Berdasarkan hasil kajian analisis sistem dan anlisis pasar yang telah dilakukan serta memfokuskan pada peranan koperasi bagi anggotanya, maka pada masa akan datang KSU Citra Nelayan mampu untuk berkembang dalam hal membantu anggotanya. Hal ini dikarenakan karakteristik wilayah pemukiman anggota merupakan daerah kepulauan sehingga potensi untuk meningkatkan hasil tangkapan masih sangat terbuka luas. Begitu pula dalam hal pengolahan hasil perikanan, masih sangat terbuka luas peluang pasar. Namun demikian peranan pemerintah dalam hal melakukan pembinaan dan 16
keuangan koperasi bagi masyarakat pesisir ini. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih rendahnya jiwa wirausaha anggota KSU Citra Nalayan. Apabila jiwa wirausaha nelayan ini rendah maka tingkat ketergantungan mereka pada pihak luar akan sangat tinggi sekali terutama kepada pihak penguasa modal . Kondisi ini terlihat dari penjualan hasil tangkapan. Tidak semua anggota koperasi menjual hasil tangkapan ke koperasi, meskipun nilai jual di pasar sama dengan di koperasi. Apabila kondisi ini terus berkembang maka akan sulit bagi koperasi untuk bertahan dalam jangka waktu yang lama. Melalui peran pemerintah, pengurus koperasi dan dukungan dari anggota maka tujuan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan kesinambungan usaha akan terwujud.
juga tergambar pada KSU Citra Nelayan, yaitu lemahnya kemampuan manajerial pengurus, penguasaan informasi, dan teknologi serta kelembagaan yang meliputi seluruh mata rantai usaha koperasi. Namun demikian kemampuan KSU Citra Nelayan untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan eksternal dan internal merupakan faktor utama agar tetap dapat bertahan dan mengembangkan unit-unit usahanya. Perubahan baik dalam organisasi, kelembagaan, maupun aktivitas lainnya akan dapat meningkatkan peranan dan daya saing koperasi itu sendiri. Setelah dilakukan analisis SWOT, selanjutnya ditentukan tingkatan prioritas terhadap lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi oleh KSU Citra Nelayan. Tujuan yang ingin dicapai dari penentuan prioritas ini yaitu agar koperasi dapat lebih berperan aktif bagi peningkatan kesejahteraan anggota. Perencanaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisa SWOT dapat dilihat pada Tabel Rencana Terhadap Faktor Prioritas.
Kajian Analisis SWOT
Koperasi yang ada di Indonesia pada umumnya selalu dicirikan dengan tingkat manajemen dan usaha sederhana sehingga akan sangat berpengaruh pada rendahnya pelayanan pada anggota. Kondisi ini 4. Tabel Rencana Terhadap Faktor Prioritas No Urutan Prioritas Rencana Program yang dilakukan 1.
KEKUATAN Keanekaragaman hayati yang besar (terdiri dari beragam jenis ikan dan biota laut lainnya ditambah ekosistem pesisir (terumbu karang, mangrove, padang lamun dan lain-lain).
Memberikan informasi dalam hal pengolahan hasil perikanan berbasis teknologi dan mengembangkan pemuliaan dan domestikasi jasad hayati perairan.
Potensi laut yang Mengembangkan sistem penangkapan masih luas dimana yang lestari dan berkelanjutan. Provinsi Kepri 95.8% wilayahnya terdiri dari
ikan
Manfaatkan sumberdaya manusia yang banyak 17
perairan laut. Terletak pada wilayah strategis yaitu berdekatan dengan negara Singapura dan Malaysia yang merupakan potensi pasar. 2.
untuk meningkatkan hasil dengan perbaikan alat tangkap.
KELEMAHAN Kualitas SDM Melakukan pelatihan peningkatan keterampilan yang masih sangat teknis perikanan. rendah (sebagian besar nelayan tamatan sekolah dasar (SD). Mengusulkan bantuan alat tangkap perikanan Sarana dan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi prasarana penangkapan Kepulauan Riau. ikan yang masih Pembinaan pengurus dan anggota melalui tradisional. pelatihan manajerial dan tingkatkan fungsi melalui unit usaha pemasaran. Koperasi nelayan belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh anggota sebagai wadah perekonomian.
3.
PELUANG Potensi wilayah Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan yang memiliki inti. keunggulan komperatif dibandingkan negara tetangga (Singapura dan Malaysia). Merintis produk perikanan yang memiliki nilai Dekat dengan pasar tambah. internasional dan pasar lokal. Memberikan pelatihan pengenalan instrumentasi kelautan digital kepada para nelayan. Perkembangan fasilitas komunikasi dan informasi.
4.
ANCAMAN Ketersediaan SDM Kontinuitas program pengembangan yang berkualitas dalam kemampuan manajerial pengurus dan usaha menangani koperasi
18
memerlukan proses.
koperasi serta kembangkan jiwa wirausaha.
Kemampuan untuk Diversifikasi produk olahan perikanan yang menghasilkan produk bernilai jual tinggi. olahan perikanan yang Terlibat aktif dalam pengawasan sumberdaya benilai jual tinggi. perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap Masih adanya yang tidak memperhatikan daya dukung nelayan yang lingkungan (pukat harimau, dsb). melakukan penangkapan ikan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan (menggunakan bom dan pukat harimau).
demikian anggota KSU Citra Nelayan belum mampu memanfaatkan potensi pasar yang ada seefisien dan seefektif mungkin. Kenyataan ini berkaitan dengan masih rendahnya SDM anggota serta hasil tangkapan yang masih rendah (keterbatasan alat tangkap) sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Meskipun demikian anggota seharusnya menyadari peningkatan kuantitas harus selalu diikuti dengan peningkatan kualitas karena jika tidak pemasaran tidak akan berjalan lancar. Solusi pengembangan KSU Citra Nelayan dimasa depan agar dapat lebih berperan aktif bagi peningkatan kesejahteraan anggota, dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT antara lain 1. Mengembangkan sistem penangkapan ikan yang lestari dan berkelanjutan; 2. Manfaatkan sumberdaya manusia yang ada untuk meningkatkan hasil dengan perbaikan penggunaan alat tangkap; 3. Melakukan pelatihan peningkatan keterampilan teknis perikanan serta pelatihan pengembangan jiwa wirausaha bagi anggota; 4. Tingkatkan kemampuan manajerial melalui
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Keberadaan KSU Citra Nelayan pada saat ini hanya dapat membantu anggota dalam menampung hasil tangkapan dan selanjutnya dipasarkan. Akan tetapi dari pernyataan responden hanya 50 persen yang menjual hasil tangkapan ke koperasi selebihnya menjual sendiri dan bahkan mengkonsumsi langsung hasil tangkapan. Meskipun 75 persen responden mengatakan nilai jual sesuai dengan harga pasar namun hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan yaitu sebesar 80 persen. Kenyataan ini menjadi kendala utama bagi koperasi untuk dapat berperan aktif bagi anggota selain juga karena keterbatasan modal usaha koperasi. Berdasarkan analisis pasar keberadaan KSU Citra Nelayan sebagai salah satu koperasi yang dimiliki oleh nelayan dan bergerak diberbagai usaha, sebenarnya koperasi ini memiliki peluang untuk berkembang lebih maju lagi. Meskipun 19
pengembangan unit usaha pemasaran. Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan inti; 5.Merintis usaha pengolahan hasil perikanan yang memiliki nilai tambah; 6. Diversifikasi produk olahan perikanan yang bernilai jual tinggi; 7. Terlibat aktif dalam pengawasan sumberdaya perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (pukat harimau, dsb).
DAFTAR PUSTAKA Eriyatno, 1989. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Penerbit IPB Press,Bogor. Jogianto,H.M.1989. Analisis dan Desain Sistem Informasi.Penerbit Andi Offset, Jogyakarta. Kaputra,D.1996. Strategi Pemasaran di Koperasi Unit Desa (KUD), Minasari Pangandaran. Tesis Promram studi Magister Manajemen Agribisnis IPB.
Saran 1. Berkenaan dengan masih kurangnya peranan koperasi terhadap anggota maka perlu dilakukan upaya peningkatan peran aktif pengurus dan anggota, terutama dalam hal peningkatan keterampilan dan kemampuan manajerial pengurus serta jiwa wirausaha pengurus dan anggota. 2. Berdasarkan analisis sistem dan analisis pasar yang dilakukan, kondisi karakteristik wilayah berdirinya KSU Citra Nelayan merupakan daerah pesisir sehingga potensi untuk meningkatkan hasil tangkapan masih sangat terbuka luas. Begitu pula dalam hal pengolahan hasil perikanan, masih sangat terbuka peluang pasar. Namun demikian peranan pemerintah dalam hal melakukan pembinaan dan pelatihan bagi anggota koperasi sangat diharapkan selain memberikan bantuan alat tangkap yang memperhatikan daya dukung lingkungan. 3. Diperlukan upaya penelitian lebih lanjut terhadap pengembangan KSU Citra Nelayan dalam upaya peningkatan jaringan usaha dan keanekaragaman usaha terutama dalam hal peningkatan nilai tambah dari hasil tangkapan.
Kolter, P. 1993. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jilid 1. Terjemahan: J. Wasana. Penerbit Erlangga. Jakarta. Nazir,M. 1988. Metode Penelitian.Graha Indonesia.Jakarta. Penyusunan Master Plan Pendidikan Kota Tanjungpinang. 2008. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Pemerintah Kota Tanjungpinang. Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Rianse, Usman dan Abdi. 2008. Metodelogi Penelitian Sosial dan Ekonomi “teori dan aplikasi”. Penerbit Alfabeta,Bandung. Singarimbun,Masri dan Sofian Effendi.1989.Metode Penelitian Survei.LP3ES.Jakarta.
20
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 1992,tentang Koperasi.
Strategy.Journal of Leadership and Strategy Vol.28.No 3.2000 pp 12-16.
Wilson,I.2000.The New Rules: Ethics, Social Responbility and
21
HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNG PINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU The Relationship Between Some Water Quality Parameters with Phytoplankton Abundance Around Penyengat Island, Tanjung Pinang Regency Kepulauan Riau Province By T. Efrizal Lecture at Faculty of Marine Science and Fisheries Maritim University of Raja Ali Haji Tanjungpinang ABSTRACT This research was conducted from July to September 2006 and it is located around Penyengat Island. There were 3 sampling points, samples were taken once a days for 4 days period. Samples were then analyzed in the Ecology Laboratory Fisheries and Marine Science Faculty. This research was aimed to determine the relationship between some water quality parameters with phytoplankton abundance. Results of this research showed determination coefficient (R2) = 0,977 and correlation coefisient (R) = 0,989 indicating that the relationship between water quality parameters on phytoplankton abundance is very strong. There were 40 phytoplankton species, the obtained highest abundance is at station III (East Penyengat Island) that is 10371 cells/l, and which lowest is at stasion I (West Penyengat Island) that is 7471 cells/l. Water quality parameters in Penyengat Island are as follow: temperature 29.0 – 29.5 0C, tranparancy 1.873 – 2.430 m, salinity 32.0 – 32.5 0/00, pH 8, dessolved oxygen 5.142 – 5.267 mg/l, CO2 2.083 – 2.198 mg/l, surface water velocity 0.55 – 0.63 m/s, nitrate 1.213 – 1.678 mg/l and phosfat 1.213 – 1.678 mg/l. Keyword: water quality, abundance, phytoplankton, Penyengat Island merupakan daerah penting bagi nelayan setempat karena telah lama dijadikan sebagai areal penangkapan sumberdaya hayati perikanan untuk kebutuhan pangan, juga merupakan tempat lalu lintas kapal, daerah pemukiman masyarakat dan pelabuhan kapal. Di lain pihak Pulau Penyengat yang berhadapan dengan Kota Tanjung Pinang telah mengalami modifikasi bila ditinjau dari segi aktivitas masyarakat penghuni kawasan tersebut, dan ada kecenderungan aktivitas tersebut akan meningkat di
PENDAHULUAN Keberadaan fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kehidupan di perairan karena memegang peran penting sebagai makanan bagi berbagai organisme laut. Pada awalnya penelitian fitoplankton di laut hanya untuk memenuhi keingin-tahuan peneliti akan aneka jenis biota tersebut, namun pada masa kini fitoplankton sudah dianggap sebagai salah satu unsur penting dalam ekosistem bahari. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Penyengat yang
22
masa mendatang sesuai dengan laju pembangunan saat ini. Sehingga pemanfaatannya harus didukung dengan adanya informasi mengenai potensi perairan tersebut agar dapat digunakan seoptimal mungkin dan untuk mempermudah dalam pengelolaan. Selain itu, dengan makin pesatnya perkembangan pembangunan maka upaya penyajian informasi sumberdaya perikanan terbaru mutlak diperlukan untuk memenuhi permintaan akan informasi yang lebih rinci dan akurat oleh para perencana pembangunan perikanan. Perkembangan daerah ini cepat atau lambat akan memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap keberlangsungan sumberdaya alam, Adapun penentu tingkat kesuburan suatu perairan dapat dilihat dari kelimpahan fitoplankton dan kondisi kualitas fisika kimia perairan. Aktifitas yang berlebihan di sekitar perairan Pulau Penyengat akan dapat merubah kondisi ekosistem perairan seperti kelimpahan fitoplankton dan kualitas air. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2006 di perairan sekitar Pulau Penyengat. Identifikasi dan analisis sampel dilakukan di laboratorium Ekologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dilapangan adalah GPS, ember plastik volume 15 liter, plankton net no 25, botol sampel volume 50 ml untuk sampel fitoplankton, botol untuk sampel air volume 330 ml, thermometer, kertas pH, current drag, hand refraktometer, ice box, peralatan tulis dan kapal pompong (alat transportasi dalam melakukan pengambilan sampel). Peralatan di laboratorium yang digunakan adalah mikroskop, objek glass, pipet tetes, cover glass, spektrofotometer, erlenmeyer dan buku-buku identifikasi fitoplankton. Bahan yang digunakan antara lain larutan lugol untuk pengawet sampel fitoplankton. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, data yang dikumpulkan berupa data kualitas air baik yang diukur dan diamati di lapang atau yang dianalisis di laboratorium. Selanjutnya data yang diperoleh ditabulasikan ke dalam bentuk tabel dan grafik. Data parameter kualitas air akan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan untuk melihat hubungan antara beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi awal mengenai kondisi perairan Pulau Penyengat dan nantinya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya perairan lainnya.
Lokasi Pengambilan Sampel 23
(1040 24' 53" BT - 00 55' 57" LU), St-4.2 (1040 25' 0" BT - 00 56' 1" LU) dan St-4.3 (1040 25' 6" BT - 00 55' 57" LU).
Lokasi selama penelitian dibagi menjadi 4 stasiun secara purposive yang dianggap dapat mewakili dari daerah penelitian, yaitu: Stasiun 1 : Terletak sebelah Barat Pulau Penyengat (relatif tidak ada aktifitas masyarakat). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik sampling yaitu St-1.1 (1040 24' 17" BT - 00 55' 42" LU), St-1.2 (1040 24' 11" BT - 00 55' 38" LU) dan St-1.3 (1040 25' 17" BT - 00 55' 31" LU). Stasiun 2 : Terletak sebelah Selatan Pulau Penyengat (terdapat beberapa pohon mangrove, bekas pelabuhan, dan ada pemukiman masyarakat). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik sampling yaitu St-2.1 (1040 24' 54" BT - 00 55' 21" LU), St-2.2 (1040 25' 0" BT - 00 55' 16" LU) dan St-2.3 (1040 25' 5" BT - 00 55' 21" LU Stasiun 3 : Terletak sebelah Timur Pulau Penyengat (terdapat pemukiman penduduk dan tempat lalu lintas kapal). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik sampling yaitu St-3.1 (1040 25' 43" BT - 00 55' 33" LU), St-3.2 (1040 25' 47" BT - 00 25' 37" LU) dan St-3.3 (1040 25' 43" BT - 00 55' 42" LU). Stasiun 4 : Terletak sebelah Utara Pulau penyengat (pemukiman penduduk, terdapat pelabuhan dan tempat lalu lintas kapal). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik sampling yaitu St-4.1
Prosedur Pengambilan Sampel Air Pengambilan sampel air untuk nitrat dan fosfat dilakukan di permukaan perairan sampai botol terisi penuh kemudian botol diberi larutan pengawet H2SO4 pekat dan botol dibalut dengan alumunium foil. Prosedur Pengambilan Fitoplankton
Sampel
Sampel fitoplankton diambil dengan menggunakan Plankton net no. 25. pengambilan ini dilakukan sebanyak dua kali dengan interval waktu dua hari. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol 50 ml yang telah diberi label dan diberi larutan pengawet lugol. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Identifikasi merujuk kepada Yamaji (1976), Sachlan (1980), serta Bold dan Wyne (1985). Kelimpahan Untuk menghitung kelimpahan fitoplankton digunakan metode APHA (1989) yaitu:
K
N xC V0 x V1
Dimana : K = kelimpahan fitoplankton (sel/l) N = jumlah individu (sel) C = volume air dalam botol sampel (50 ml) V0 = volume air disaring (100 l) V1 = volume pipet tetes (0,01 ml)
24
Analisis Data Data fisika dan kimia perairan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan hubungan beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton dianalisis secara statistik dengan mengunkan regresi linear berganda (Sudjana, 1992). Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 dimana : Y = kelimpahan fitoplankton (sel/l) a dan b = konstanta X1 = suhu X7 = kecepatan arus X2 = kecerahan X8 = nitrat Tabel 1. penelitian
1.
X3 X9 X4
= salinitas = fosfat = pH
X5
= oksigen terlarut
X6
= karbondioksida
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Fitoplankton Jenis fitoplankton yang ditemukan selama penelitian terdiri dari 28 jenis tergolong ke dalam kelas Bacillariophyceae, 4 jenis dari kelas Cyanophyceae dan 8 jenis dari kelas Chlorophyceae (Tabel 1).
Jenis fitoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun selama
Bacillariophyceae
Triceratium reticulum Odontella sp Eucampia sp Streptotheca indica S. thamenis Rhizosolenia bergantii R. calcaravis R. alata R. setigera Melosira granulata M. varians Skeletonema costatum Chaetoceros distans Thalassionema longisima Fragillaria constriens Tabellaria fenestriata Nitzchia lorenziana N. longissima N. pungens N.vitrea N. closterium N.sigma Orthoseira sp Pleurosigma aestuari P. angulatum 25
Jumlah (sel/l) I II 5 13 3 4 3 2 6 9 3 7 5 7 14 19 6 10 6 10 10 6 8 11 13 5 8 11 11 4 5 7 7 9 3 5 7 5 5 7 3 6 9 4 3 9 3 5 4 6 11 10
III 11 8 5 9 4 4 10 9 9 7 6 7 10 10 8 13 3 8 9 4 12 13 11 5 6
IV 7 2 5 6 2 7 18 6 11 11 7 14 9 10 8 10 8 6 6 4 11 10 3 5 10
2.
Cyanophyceae
3.
Chlorophyceae
Meridion circulare Aulacoseira plaufiana A. muzzanensis Dactylococcopsis cicularis D. rhaphidiodes Rhichelia intracellularis Hammatoda sinensis Closterium lineatum C. intermedium C. gracile Chlorogonium elegans Gonatozygon sp Tetraspora gelatinosa Raphidonema nivale Spirotaenia obscures
Spesies yang paling banyak ditemui selama penelitian adalah dari jenis Rhizosolenia carcalavis, spesies ini termasuk dalam Famili Rhizosoleniaceae yang memiliki ciri– ciri katup berbentuk oval dengan puncak esentrik, ada yang berbentuk silindris dan berbentuk rantai. Cornelius (1999) menambahkan genus yang paling banyak dijumpai di perairan akibat dari aktifitas manusia adalah dari genus Coscinodiscus, Biddulphia, Chaetoceros, Pleurosigma dan Rhizosolenia. Selanjutnya Samiadji, Nurachmi, dan Siregar (1991) menyatakan bahwa pada waktu-
7 5 4 14 20 12 7 6 4 2 5 4 7 8 4
7 9 4 8 9 15 6 3 2 2 6 13 8 10 5
7 8 7 14 9 11 8 23 9 11 4 10 18 11 14
6 6 11 14 11 14 5 14 6 6 9 9 10 13 7
waktu tertentu populasi suatu jenis fitoplankton dapat tumbuh atau melimpah sehingga muncul jenis yang paling banyak. Munculnya spesies atau populasi ini kadang-kadang dengan tiba-tiba, kemudian hilang lagi dan keberadaannya diganti dengan jenis lainnya . Kelimpahan Fitoplankton Kelimpahan fitoplankton ratarata berkisar 7471-10137 sel/l. Kelimpahan rata-rata fitoplankton tertinggi berada pada Stasiun III yaitu 10137 sel/l, sedangkan terendah berada pada Stasiun I yaitu 7471 sel/l (Tabel 2).
Tabel 2. Kelimpahan rata-rata fitoplankton di perairan sekitar Pulau Penyengat pada setiap stasiun selama penelitian
Stasiun I
Jumlah Stasiun II
Jumlah Stasiun III
Kelimpahan (sel/l) Sampling I Sampling II 6666 7499 7330 8833 6832 7665 7471 7163 7834 7835
8997 9164 8332 8415
9498 10331
10667 11665 26
9000 Jumlah Stasiun IV
9830 10137
8499 9166 8331
9332 10665 9997
Jumlah
9332
Dari Tabel 2 terlihat bahwa kelimpahan rata-rata terendah ditemukan pada Stasiun I, diduga hal ini disebabkan oleh tingkat kecerahan perairan yang relatif rendah berada pada Stasiun I. Efrizal (2001) menyatakan bahwa kecerahan merupakan faktor penentu daya penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan. Kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan di Stasiun III, hal ini diduga disebabkan oleh adanya peningkatan unsur nitrat dan fosfat di perairan. Hasil analisis konsentrasi nitrat menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat tertinggi berada pada Stasiun III. Hal yang sama juga terlihat dari analisis fosfat yang menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat yang tertinggi berada pada Stasiun III. Meningkatnya unsur nitrat dan fosfat di perairan disebabkan adanya masukan limbah domestik karena Stasiun III ini merupakan daerah padat pemukiman dan lalu lintas kapal. Dari data
kelimpahan fitoplankton menunjukkan bahwa kelimpahan fitolankton di Perairan Pulau Penyengat termasuk kategori rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Rimper (2002) yang menyatakan bahwa kelimpahan fitoplankton < 12500 sel/l termasuk kategori rendah. Parameter Kualitas Air Parameter kualitas perairan yang diukur selama pengamatan di perairan Pulau Penyengat meliputi : suhu, kecerahan, salinitas, pH, Oksigen terlarut, Karbondioksida bebas, kecepatan arus, Nitrat dan Fosfat. Hasil pengukuran perairan tersebut dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut (KEP NO.51/MENLH/ 2004). Hasil pengukuran parameter kualitas air ratarata selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengukuran parameter kualitas air Pulau Penyengat selama penelitian Stasiun Pengamatan I II 0 Suhu ( C) 29 29 Kecerahan (m) 1,873* 2,235* 0 Salinitas ( /00) 32 32 pH 8 8 Oksigen terlarut (mg/l) 5,142 5,183 Karbondioksida bebas(mg/l) 2,198 2,163 Kecepatan arus (m/s) 0,630 0,618 Nitrat (mg/l) 1,331* 1,213* Fosfat (mg/l) 0,086* 0,065* Keterangan : * = Melebihi baku mutu Suhu 27
rata-rata di perairan sekitar III 29,5 2,372* 32,5 8 5,267 2,095 0,563 1,678* 0,173*
IV 29,5 2,430* 32,5 8 5,217 2,083 0,550 1,602* 0,127*
Alami >5 Alami 7 - 8,5 >5 < 0,008 < 0,015
Suhu perairan rata-rata berkisar 29-29,50C, suhu terendah berada pada Stasiun I dan II dan tertinggi pada Stasiun III dan IV. Nurdin (2000) menyatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi fotosintesis di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis. Suhu yang tinggi dapat menaikan laju maksimum fotosintesis, sedangkan pengaruh tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang pada gilirannya akan mempengaruhi distribusi fitoplankton.
yaitu 8,0. Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menyatakan bahwa pH berkisar antara 8,0 – 9,0 masih dapat mendukung perkembangan fitoplankton. O2 Terlarut Nilai rata-rata oksigen terlarut berkisar 5,14-5,27 mg/l. Kadar oksigen terlarut tertinggi terdapat pada Stasiun III, hal ini diduga disebabkan oleh proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Tingginya kelimpahan fitoplankton di stasiun ini memberikan kontribusi terhadap tingginya kadar oksigen terlarut yang merupakan hasil dari proses fotosintesis. Jika dibandingkan dengan KEP NO.51/MENLH/2004, oksigen terlarut yang diperkenankan adalah > 5. Dari data oksigen terlarut di perairan ini menunjukkan bahwa oksigen terlarut pada masing- masing stasiun termasuk kategori tinggi.
Kecerahan Kecerahan perairan rata-rata perairan Pulau Penyengat berkisar 1,87-2,43 m, kecerahan tertinggi terdapat pada Stasiun IV dan terendah pada Stasiun I. Secara umum kecerahan perairan tergolong relatif rendah, jika dibandingkan dengan baku mutu air laut yang diperuntukkan bagi biota laut (Kep NO.51/MENLH/Tahun 2004) yakni > 5 meter. Rendahnya kecerahan di setiap stasiun disebabkan oleh adanya aktifitas-aktifitas yang tinggi di perairan ini seperti kegiatan transportasi, pelabuhan dan pemukiman.
Karbondioksida Bebas Konsentrasi rata-rata Karbondioksida bebas selama penelitian berkisar 2,08-2,20 mg/l. Karbondioksida bebas tertinggi berada pada Stasiun I dan yang terendah berada pada Stasiun IV yaitu 2,083 mg/l. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan fotosintesis fitoplankton membutuhkan karbondioksida bebas.
Salinitas
Kecepatan Arus
Nilai salinitas rata-rata berkisar 32-32,5 0/00, secara umum kisaran salinitas di perairan ini masih tergolong alami untuk kehidupan biota air. Hal ini didukung oleh pendapat Milero dan Sohn (1992) yang menyatakan bahwa fitoplankton dapat berkembang dengan baik pada salinitas 15 – 32 0/00.
Kecepatan arus rata-rata berkisar 0,55-0,63 m/detik, arus tertinggi terdapat pada Stasiun I dan terendah pada Stasiun IV. Data ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Nurrachmi (2000), yang menyatakan kecepatan arus di perairan Pulau Bintan berkisar 0,5- 0,75 m/detik. Kuatnya arus di stasiun I disebabkan posisi stasiun I yang terletak sebelah barat dari pulau yang posisinya lebih
pH Nilai rata-rata pH perairan Pulau Penyengat di setiap stasiun sama
28
terbuka dibandingkan dengan stasiun lain.
Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) = 0,977. Hal ini memberikan gambaran bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara variabel bebas yakni kesembilan parameter kualitas air (suhu, kecerahan, salinitas, pH, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, kecepatan arus, nitrat dan fosfat) dengan variabel terikat yakni kelimpahan fitoplankton. Selanjutnya diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Nitrat Konsentrasi rata-rata nitrat berkisar 1,213-1,678 mg/l, konsentrasi rata-rata tertinggi berada pada Stasiun III dan terendah pada Stasiun I. Zieren, Priyana dan Aribowo (1996) menyatakan bahwa konsentrasi nitrat di perairan Bintan 0,69 mg/l. Selanjutnya Goldman dan Horne dalam Nurrachmi (1999) menyatakan bahwa konsentrasi nitrat > 0,2 mg/l merupakan kesuburan yang baik. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi nitrat di perairan Pulau Penyengat termasuk dalam kategori kesuburan yang baik. Namun, jika dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut konsentrasi maksimum nitrat tersebut telah melewati stándar baku mutu. Hal ini memperlihatkan tingkat kesuburan perairan Pulau Penyengat termasuk kategori sangat subur.
Y =
+ + +
Dari persamaan regresi tersebut memperlihatkan bahwa parameter kualitas air yang memiliki hubungan searah (berbanding lurus) adalah suhu, kecerahan, O2 terlarut, pH, nitrat dan fosfat. Sedangkan parameter kualitas air yang memiliki hubungan berbanding terbalik yaitu; salinitas, CO2 bebas, salinitas dan kecepatan arus.
Fosfat Nilai rata-rata fosfat selama penelitian berkisar 0,065-0,173 mg/l. Konsentrasi rata-rata fosfat tertinggi berada pada Stasiun III dan terendah berada pada Stasiun I. Namun, jika dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut konsentrasi maksimum fosfat tersebut telah melewati stándar baku mutu. Hal ini memperlihatkan tingkat kesuburan perairan Pulau Penyengat termasuk kategori sangat subur. Tingginya konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan Pulau Penyengat dan sekitarnya mengindikasikan bahwa aktivitasaktivitas pemukiman, industri, pertanian dan aktivitas lainnya memberikan kontribusi terhadap input nitrat dan fosfat perairan. Hubungan Fitoplankton Kualitas Air
24,911 + 0,000suhu 0,047kecerahan – 0,752salinitas 0,000pH + 0,921Oksigen terlarut 0,328Karbondioksida bebas 4,410kecepatan arus + 0,143Nitrat 0,803Fosfat
KESIMPULAN Berdasarkan nilai kelimpahan fitoplankton, perairan sekitar Pulau Penyengat termasuk pada kategori kelimpahan yang rendah. Hasil regresi berganda menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat antara beberapa parameter kualitas air yang diamati dengan kelimpahan organisme fitoplankton. Berdasarkan konsentrasi Nitrat dan Fosfat memperlihatkan bahwa perairan sekitar Pulau Penyengat termasuk kategori sangat subur. Salah satu parameter kualitas perairan yang perlu mendapat perhatian adalah rendahnya tingkat kecerahan perairan. Namun secara umum kondisi lingkungan perairan
Kelimpahan dengan Parameter
29
sekitar Pulau Penyengat masih berada pada kisaran yang layak untuk kehidupan fitoplankton dan biota perairan laut lainnya.
Nurdin, S. 2000. Kumpulan literatur fotosintesis pada fitoplankton. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Pekanbaru. 50 hal. (tidak diterbitkan).
DAFTAR PUSTAKA
Nurrachmi, I. 2000. Hubungan konsentrasi Nitrat dan Fosfat dengan kelimpahan Diatom (Bacillariophyceae) di perairan pantai Dumai Barat. J. Perikanan dan Kelautan 4(12): 47-58.
American Public Health Association [APHA]. 1989. Standard Method for The Examination of Water and Waste Water. American Water Work Association, Water Pollution Control Federation, Port City Press, Baltimore, Maryland.
Rimper, J., 2002. Kelimpahan fitoplankton dan kondisi hidrooseanografi perairan Teluk Manado. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor. www.rudyct.com.
Bold, H.C and M.J. Wyne. 1985. Introduction to The Algae. Stucture and Reproduction Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffts, New Jersey United States of America. 720 pp.
Sachlan, M. 1980. Planktonologi. Diktat Perkuliahan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 166 hal.
Cornelius, E. 1999. Kajian fitoplankton di perairan. http://pkukmweb.ukm.my/ ahmad/ botani/elsie.html (dikunjungi tanggal 01/12/2006, pukul 20.00 WIB).
Samiadji, J., I. Nurachmi, dan M.R. Siregar. 1991. Penuntun Praktikum Planktonologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 32 hal.
Efrizal,T. 2001. Kualitas perairan di sekitar lokasi penambangan pasir Desa Pongkar Kabupaten Karimun. Berkala Perikanan Terubuk 74(28): 5058.
Yamaji, I. 1976. Illustration of The Marine Plankton of Japan. Hoikusha Publishing Co, Ltd. Tokyo. 539 pp.
Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton (Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut). Kanisius. Jogjakarta. 116 hal.
Zieren, M., T. Priyana dan F. Aribowo. 1996. Kualitas air laut dan kondisi terumbu karang di Pulau Bintan: Evaluasi potensi terumbu karang untuk rehabilitasi dan konservasi. Laporan Teknis No.4. Riau Coastal Zone Land-Use Management Project. PT Ardes Perdana. 182 hal.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51. 2004. Baku Mutu Air Laut. Milero, F.J. and M.L. Sohn. 1992. Chemical Oceanography. CRC Press Inc. London. 531 pp. 30
ANALISIS ‘TEMA’, ‘AMANAT’ DAN ‘NILAI BUDAYA’ LEGENDA PULAU PILANG Oleh Suhardi ABSTRAK Penulis telah melakukan penelitian terhadap tema, amanat dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang. Hasil penelitian yang penulis peroleh adalah (1) tema cerita Pulau Pilang ini adalah lupa diri seorang anak (Pilang) terhadap dirinya sendiri, (2) amanat yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang ini adalah seorang anak yang penuh kasih sayang terhadap kedua orang tua agar hidup bisa selamat dunia dan akhirat; jadikanlah ajaran atau pedoman isi cerita ini agar tidak mendapat murka dari Allah Swt.; janganlah sombong saat diberikan limpahan reski dari Allah karena jika Allah menghendaki semua itu akan sirna dalam sekejab. Hindarilah sifat sombong; sadarilah bahwa bagaimanapun orang tua kita tidak dapat dibuang begitu saja. Baik dan buruk dia tetap orang tua kita; ingatlah Sabda Nabi Muhammad bahwa sorga terletak di bawah telapak kaki Ibu. Begitu juga Firman Allah yang menyatakan bahwa ridho Allah tergantung pada Ridhonya kedua orang tua. Camkan itu!; semua yang terjadi di muka bumi (buruk dan baik) adalah kekuasaannya Allah. Oleh sebab itulah, sadarlah wahai manusia! Sementara (3) nilainilai budaya, seperti (a) nilai etika/moral, yaitu Cerita ini memberikan tuntutan kepada para penikmatnya agar selalu berbuat baik kepada kedua orang tua. (b) nilai estetika yang terkandung dalam cerita ini adalah alur cerita yang begitu runut dan gaya bahasa yang digunakan si pencerita yang begitu baik membuat setiap pendengar terpaku atau terlena mendengarkannya. Bahkan terkadang dapat mengundang air mata yang menetes tanpa diminta. Keindahan cerita Pulau Pilang memiliki kesinoniman dengan cerita yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau, yaitu cerita “Malin Kundang”. Hanya saja latar dan nama tokoh yang membedakannya. ( c ) nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita ini adalah seorang anak yang lahir itu ibarat kertas yang masih putih bersih belum ditulis. Orang tuanyanya yang akan mewarnainya akan ia akan dijadikan islami atau nasrani. Maksudnya baik dan buruk seorang anak besar pengaruhnya dari kedua orang tua sejauhmana ia didik dengan baik. Kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tua adalah mengabdikan diri. Membantu meringankan beban kehidupan kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, jika seorang anak memiliki kelebihan rezki maka bantulah kedua orang tua kita. Kata kunci: Tema, Amanat, Nilai-Nilai Budaya diantaranya adalah Kabupaten Lingga. Sebagai sebuah
PENDAHULUAN Provinsi Kepulauan Riau sangat kaya dengan berbagai bentuk sastra, baik sastra lisan maupun sastra tulis. Kekayaan tersebut tersebar di berbagai Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Sebut saja
kabupaten yang umurnya masih muda (yang dulunya termasuk wilayah Kabupaten Kepulauan Riau atau Bintan saat ini), Kabupaten Lingga memiliki banyak bentuk-bentuk sastra 31
lisan. Sebut saja di antaranya adalah Legenda Pulau Pilang, Gunung Daik Bercabang Tiga (di daerah Daik), Meriam Tegak (di daerah Dabo), Batu Berdaun, legenda Pulau Bakung, dst.. Dari beberapa bentuk legenda tersebut belum ada satupun penulis jumpai sampai saat ini peneliti lain yang mencoba meneliti dan melakukan kajian. Baik dari segi tema, amanat maupun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam beberapa legenda tersebut. Hal ini mungkin juga disebabkan beberapa legenda tersebut belum dibukukan. Dengan kata lain, ceritanya masih banyak berkembang dari mulut kemulut (lisan). Sejalan dengan hal tersebut ke depan penulis juga memiliki rencana untuk mengajukan proposal ke pihak pemerintah daerah Kabupaten Lingga dan Dinas Pariwisatanya untuk dapat memberikan dukungan dana dan moril untuk mendokumentasikan berbagai cerita rakyat yang masih berbentuk lisan tersebut ke bentuk buku agar dapat dinikmati oleh peminat sastra lainnya. Selain itu juga untuk membantu pemerintah daerah kabupaten Lingga dalam mengamankan bentuk kekayaan sastra lisannya dari kepunahan di masa dating. Sebagai sebuah asset budaya milik masyarakat Kabupaten Lingga, berbagai bentuk legenda yang tersebar di berbagai tempat saat ini perlu diamankan agar tidak punah begitu saja seiring perjalanan waktu dan arus globalisasi yang melanda dunia saat ini. Pemerintah Daerah Kabupaten Lingga bersama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya perlu menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di daerah ini untuk bersamasama melakukan kajian, penelitian, pendokumentasian hingga penerbitan dalam bentuk buku-buku. Bahkan hasil ini juga dapat menjadi bahan ajar di berbagai sekolah tidak hanya di
Kabupaten Lingga mungkin juga pada daerah-daerah lainnya. Mengingat sastra lisan ini memiliki kelemahan yang sangat tinggi. Sastra lisan ini biasanya hanya dikuasai oleh orangorang tertentu saja sehingga jika orang tersebut meninggal maka tamat pulalah ceritanya. Selain memiliki fungsi hiburan, berbagai bentuk sastra lisan tersebut juga memiliki unsure pendidikan (moral, estetika, budaya). Semua itu akan dapat dijumpai jika pada beberapa bentuk legenda tersebut dilakukan kajian/penelitian. Semakin banyak peneliti yang melakukan kajian dan penelitiannya maka terbukalah peluang pemerolehan nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya semakin terbukalah mata penikmat sastra lisan lainnya untuk menindaklanjutinya. Sejalan dengan hal tersebut, penulis sebagai peneliti yang selama ini sangat suka melakukan riset budaya berkeinginan sekali untuk melakukan pengamatan serius terhadap legendalegenda yang terdapat dalam masyarakat di Kabupaten Lingga. Salah satunya adalah pengamatan terhadap Legenda ‘Pulau Pilang’ yang terdapat pada masyarakat di daerah Dabo. Pada kesempatan lainnya mungkin akan peneliti lanjutkan pada legenda-legenda lainnya. Khusus dalam hal ini, penelitian ini penulis beri judul, “ ANALISIS TEMA, AMANAT DAN NILAI BUDAYA LEGENDA PULAU PILANG’. Sejalan dengan rumusan permasalahan tersebut maka penelitian ini lebih difokuskan pada analisis tema, amanat dan nilai budaya legenda Pulau Pilang. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tema, amanat dan nilai budaya legenda Pulau Pilang. Kemudian hasil akhir yang diharapkan dari penelitiannya adalah diketahuinya tema, amanat, dan nilai-nilai budaya
32
yang terkandung dalam Legenda Pulau Pilang.
HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Cerita Pulau Pilang letaknya dari Kota Dabo lebih kurang 40 menit jika kita mengendarai motor. Pilang adalah nama seorang anak yang dulunya hidup di sekitar pulau ini. Asal mula pulau ini bernama Pulau Pilang, berikut ini alur ceritanya. Pilang hidup bersama orang tuanya yang miskin. Setelah dewasa ia memutuskan untuk merantau. Setelah berhasil di rantau dan berkeluarga ia memutuskan untuk pulang guna menunjukkan ke kayaan dan keberhasilannya kepada orang kampungnya. Mendengar Pilang pulang, orang kampong menyambutnya dengan gembira. Termasuklah ibunya Pilang. Dengan menggunakan sampan, sang ibu menyongsong kapal anaknya tersebut ke tengah laut. Ibu Pilang sangat bergembira mendengar anaknya datang. Sudah sekian lama ia terpisah dengan anaknya tersebut. Barulah kita ia dapat berjumpa. Guna menyenangkan hati anaknya tersebut, Ibu Pilang memasak makanan kesukaan anaknya tersebut. Kemudian ia membungkus dan membawakan makanan yang siap saji tersebut dengan menggunakan sampan menunuju kapal anaknya. Sesampai di dekat kapal Pilang, sang ibu terus menaiki tangga kapal. Sesampai di tangga kapal, para pengawal kapal yang berada di atas kapal tersebut melaporkan ke Kapten Kapal (Pilang) bahwa ada seorang tua yang mau jumpa dengannya. Pilang memerintahkan sang pengawal agar mengusir ibu tua tersebut. Sang ibu dengan memegang erat tangga kapal tidak mau kembali sebab ia ingin sekali jumpa dengan anaknya Pilang yang sudah lama tidak bersua. Sang pengawal memukul-mukul tangan Sang ibu agar meninggalkan kapal. Sang ibu berteriak, “Pilang ini ibumu,
METODODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (Arikunto, 1999). Pendekatan kualitatif bertitik tolak dari pandangan fenomenologis berdasarkan pemahaman makna tingkah laku manusia sebagaimana yang dimaksudkan pelakunya sendiri yang bagi peneliti sifatnya interpretative. Pendekatan kualitatif ditekankan pada participan observation (predley, 1980). Penelitian kualitatif dalam menganalisis data menggunakan metode induktif, yaitu penarikan kesimpulan, perumusan teori dilakukan setelah berbagai data terkumpul secukupnya dan dianalisis. Peneliti dapat terlibat langsung dengan bervariasi mulai dari pasif, aktif, moderat atau terlibat penuh. Obyek penelitian adalah legenda Pulau Pilang yang penulis runut dari cerita salah seorang tokoh masyarakat Dabo Kabupaten Lingga. Teknik pengumpulan data dimulai dari observasi umum ‘grand tour’, dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi umum tentang situasi sosial yang menjadi obyek penelitian. Selanjutnya dilakukan observasi terfokus ‘mini tour’ dengan tujuan memperoleh deskripsi yang lebih terinci tentang berbagai komponen dan aspek atau elemen yang ditemui dalam observasi umum. Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data adalah melalui angket yang berisi pertanyaan dan pernyataan yang akan dijawab atau ditanggapi oleh informan secara langsung serta partisipan observasi (observation participant).
33
Nak!”. Sang Kapten (Pilang) menjawab, “Bukan kau bukan ibuku, pergi tinggalkan kapal, ini!”. Pengawal, usir ibu tua renta ini!”.”Sang ibu karena tak tahan dipukul terus, tangan pegangannya lepas dari tanggal kapal. Sang ibu terjatuh. Kemudian dengan hati sedih dan rasa pilu yang sangat, sang ibu memohon kepada Tuhan. Dengan mengangkat kedua tangannya dan menegadah ke lahit memohon kepada Allah. “Ya, Allah tunjukkanlah kekuasaan-Mu. Jika memang ia bukan anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu. Jika memang ia adalah anakkku maka tunjukkanlah kekuasaan-Mu. Tak lama kemudian petir yang sangat dahsyat. Sambar menyambar di langit. Pilang takut dan memohon ampun kepada Allah. Pilang dikutuk menjadi batu. Segala harta yang ada di kapal tumpah ke laut. Kapal dan peti emas yang tumpah ke laut itu berubah menjadi sebuah pulau. Kini pulau tersebut oleh masyarakat disebut “Pulau Emas” (Amri/16 Mei 2009).
b. Jadikanlah ajaran atau pedoman isi cerita ini agar tidak mendapat murka dari Allah Swt. c. Janganlah sombong saat diberikan limpahan reski dari Allah karena jika Allah menghendaki semua itu akan sirna dalam sekejab. Hindarilah sifat sombong. d. Sadarilah bahwa bagaimanapun orang tua kita tidak dapat dibuang begitu saja. Baik dan buruk dia tetap orang tua kita. e. Ingatlah Sabda Nabi Muhammad bahwa sorga terletak di bawah telapak kaki Ibu. Begitu juga Firman Allah yang menyatakan bahwa ridho Allah tergantung pada Ridhonya kedua orang tua. Camkan itu! f. Semua yang terjadi di muka bumi (buruk dan baik) adalah kekuasaannya Allah. Oleh sebab itulah, sadarlah wahai manusia! 4. Nilai-Nilai Budaya a. Nilai Etika/Moral Cerita Pulau Pilang ini mengandung nilai-nilai etika atau moral yang cukup tinggi. Cerita ini memberikan tuntutan kepada para penikmatnya agar selalu berbuat baik kepada kedua orang tua. Betapa tidak, sejak dalam kandungan hingga kita dilahirkan ke permukaan bumi ini, susah senang mereka alami demi anak-anaknya. Belum lagi susahnya saat dia mengandung kita selama sembilan bulan. Tidaklah akan mungkin bisa dibalas dengan apapun besarnya jasa kedua orang tua kita dalam membesarkan kita. Bahkan nyamuk satu ekor pun ia tak rela menggigit anaknya.
2. Tema Cerita Cerita Pulau Pilang bertemakan lupa diri seorang anak (Pilang) terhadap dirinya sendiri. Andai saja dia tahu siapa dirinya tentunya perlakuannya terhadap ibunya sendiri tidaklah sedemikian. Selanjutnya kutukan tersebut juga tidak akan terjadi. Namun karena ia telah murka itulah, Pilang harus menanggung resiko, yaitu menjadi batu. 3. Amanat Cerita Cerita Pulau Pilang yang berkembang dalam masyarakat di daerah Dabo Kabupaten Lingga ini memiliki amanat sebagai berikut: a. Jadilah seorang anak yang penuh kasih sayang terhadap kedua orang tua agar hidup bisa selamat dunia dan akhirat.
b. Nilai Estetika Selain nilai etika/moral, cerita Pulau Pilang ini juga mengandung nilai-nilai estetika/keindahan. Alur cerita yang begitu runut dan gaya bahasa yang digunakan si pencerita yang begitu baik membuat setiap pendengar
34
terpaku atau terlena mendengarkannya. Bahkan terkadang dapat mengundang air mata yang menetes tanpa diminta. Keindahan cerita Pulau Pilang memiliki kesinoniman dengan cerita yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau, yaitu cerita “Malin Kundang”. Hanya saja latar dan nama tokoh yang membedakannya.
(1) Tema cerita Pulau Pilang ini adalah lupa diri seorang anak (Pilang) terhadap dirinya sendiri. Andai saja dia tahu siapa dirinya tentunya perlakuannya terhadap ibunya sendiri tidaklah sedemikian. Selanjutnya kutukan tersebut juga tidak akan terjadi. Namun karena ia telah murka itulah, Pilang harus menanggung resiko, yaitu menjadi batu. (2) Amanat cerita Pulau Pilang ini adalah seorang anak yang penuh kasih sayang terhadap kedua orang tua agar hidup bisa selamat dunia dan akhirat; jadikanlah ajaran atau pedoman isi cerita ini agar tidak mendapat murka dari Allah Swt.; janganlah sombong saat diberikan limpahan reski dari Allah karena jika Allah menghendaki semua itu akan sirna dalam sekejab. Hindarilah sifat sombong; sadarilah bahwa bagaimanapun orang tua kita tidak dapat dibuang begitu saja. Baik dan buruk dia tetap orang tua kita; ingatlah Sabda Nabi Muhammad bahwa sorga terletak di bawah telapak kaki Ibu. Begitu juga Firman Allah yang menyatakan bahwa ridho Allah tergantung pada Ridhonya kedua orang tua. Camkan itu!; semua yang terjadi di muka bumi (buruk dan baik) adalah kekuasaannya Allah. Oleh sebab itulah, sadarlah wahai manusia!
c. Nilai Pendidikan Nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang adalah seorang anak yang lahir itu ibarat kertas yang masih putih bersih belum ditulis. Orang tuanyanya yang akan mewarnainya akan ia akan dijadikan islami atau nasrani. Maksudnya baik dan buruk seorang anak besar pengaruhnya dari kedua orang tua sejauhmana ia didik dengan baik. Kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tua adalah mengabdikan diri. Membantu meringankan beban kehidupan kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, jika seorang anak memiliki kelebihan rezki maka bantulah kedua orang tua kita. d. Nilai Religius Nilai religius yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang ini adalah seorang anak sejak kecil harus diberikan pendidikan agama yang cukup agar ia memiliki iman yang kuat. Dengan iman yang kuat inilah nantinya ia akan mampu menyaring berbagai pengaruh yang dating di sekitar kehidupannya. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Allah melalui firmannya dalam Surat Lukman. Para orang tua sangat perlu memahaminya terutama dalam menuntun anak-anaknya selamat hidup di dunia dan selamat pula hidupnya di akhirat nanti.
(3) Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam novel ini adalah: a. Nilai Etika/Moral Cerita Pulau Pilang ini mengandung nilai-nilai etika atau moral yang cukup tinggi. Cerita ini memberikan tuntutan kepada para penikmatnya agar selalu berbuat baik kepada kedua orang tua. Betapa tidak, sejak dalam kandungan hingga kita dilahirkan ke permukaan bumi ini, susah senang mereka alami demi anak-anaknya. Belum lagi susahnya saat dia mengandung kita selama sembilan bulan. Tidaklah akan mungkin bisa dibalas dengan apapun besarnya jasa kedua orang tua kita
4. Simpulan dan Saran a. Simpulan
35
dalam membesarkan kita. Bahkan nyamuk satu ekor pun ia tak rela menggigit anaknya.
sastra daerahnya juga memperkenalkan sastra itu sendiri! (3) Kajian terhadap bentuk-bentuk legenda yang ada khususnya di Kabupaten Lingga ini perlu ditindaklanjuti oleh peneliti berikutnya agar kekayaan yang ada tetap dapat dipertahankan untuk masa dating.
b. Nilai Estetika Selain nilai etika/moral, cerita Pulau Pilang ini juga mengandung nilai-nilai estetika/keindahan. Alur cerita yang begitu runut dan gaya bahasa yang digunakan si pencerita yang begitu baik membuat setiap pendengar terpaku atau terlena mendengarkannya. Bahkan terkadang dapat mengundang air mata yang menetes tanpa diminta. Keindahan cerita Pulau Pilang memiliki kesinoniman dengan cerita yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau, yaitu cerita “Malin Kundang”. Hanya saja latar dan nama tokoh yang membedakannya.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bina Cipta Azyumardi, Azra. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logis Donal Ary.dkk. 1984. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan (terjemahan). Surabaya: Usaha Nasional
c. Nilai Pendidikan Nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang adalah seorang anak yang lahir itu ibarat kertas yang masih putih bersih belum ditulis. Orang tuanyanya yang akan mewarnainya akan ia akan dijadikan islami atau nasrani. Maksudnya baik dan buruk seorang anak besar pengaruhnya dari kedua orang tua sejauhmana ia didik dengan baik. Kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tua adalah mengabdikan diri. Membantu meringankan beban kehidupan kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, jika seorang anak memiliki kelebihan rezki maka bantulah kedua orang tua kita.
Haroen, Nasrudin.dkk. 2001. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ictiar Baru van Hoeve Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan Kuantitatif). Jakarta: GP Press. Khatib, Yusran. 2988. Sistem Evaluasi dan Penilaian. Padang:FPBS Koentjaraningrat. 1974. Pengantar Antropologi. Jakarta: Bulan Bintang Navis, A.A. 1984. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Grafiti
b. Saran (1) Jadikanlah tokoh-tokoh cerita ini sebagai pedoman. Janganlah mengulang kesalahan yang sama di masa dating! (2) Cerita Pulau Pilang ini dapat dijadikan bahan ajar, khususnya apresiasi sastra di berbagai sekolah. Di samping memperkenalkan kekayaan
Nawawi, Hadari. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press M. Echols, John. 1988. An English Indonesian Dictionary. Jakarta:Gramedia
36
Saini KM. 1989. Protes Sosial dalam Sastra. Bandung:Angkasa
Semi, M. Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa
Sastrowardoyo, Subagio. 1989. Sekilas Soal Sastra dan Budaya. Jakarta: Balai Pustaka
Sumardjo, Jakob. 1995. Sastra dan Massa. Bandung; ITB Teeuw, A. 1993. Khazanah Sastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
37
PROSES SEDMENTASI DI PERAIRAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEDIMENTATION PROCESS IN THE COAST OF DOMPAK BUKIT BESTARI SUB-REGENCY KEPULAUAN RIAU PROVINCE Oleh Amirul Mukminin ABSTRACT Research of sedimentation process has been carried out in the coast of Dompak. The objectives of this research is to understand the sedimentation process, including sediment accumulation, physical characteristic and anthropogenic activities effects. Result shown that the highest sediment accumulation volume rate in each station is 2,2115 (ml/cm2/day) is as station 4 and the lowest is as stasion 3 that is 0,4789 (ml/cm2/day). Sediment fraction in each station is consisted of three fraction types, namely gravel, mud and sand which is predominated by mud fraction. Sediment fraction in the station 1, 2 and 3 are consisted of sandy mud sediment fraction, while station 4 the sediment is muddy sand fraction. Highest sedimentation rate found is the station 4 and station 1. This is due to the presence of anthropogenic activities such as bauxite mines and transportation routes and there is a Tanjungpinang-Dompak bridge construction in that area. Keywords : Sedimentation process, Dompak , Kepulauan Riau, anthropogenic activities. perombakan batuan yang lebih tua atau material yang berasal dari proses weathering batuan dan ditransportasikan oleh air, udara dan es, atau material yang diendapkan oleh proses-proses yang terjadi secara alami seperti precitipasi secara kimia atau sekresi oleh organisme, kemudian membentuk suatu lapisan pada permukaan bumi Rifardi (2008a). Pengendapan sedimen tergantung kepada medium angkut, dimana bila kecepatan berkurang medium tersebut tidak mampu mengangkut sedimen ini sehingga terjadi penumpukan (Ompi et al, 1990). Semua material dari aktivitas tersebut masuk ke dalam perairan laut dan mengendap di dasar perairan
PENDAHULUAN Pulau Dompak merupakan daerah perluasan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau dengan akan dibangunnya pusat pemerintahan. Perairan Dompak merupakan kawasan aktivitas anthropogenik yang komplek seperti aktivitas pelayaran, industri tambang bauksit, pemukiman, pelabuhan kapal maupun lainnya serta limbah-limbah yang dihasilkan. Segala bentuk aktivitas di sekitar kawasan ini akan berdampak langsung pada perairan tersebut baik secara biologi, fisika maupun kimia, terhadap proses sedimentasi. Sedimen didefinisikan sebagai materialmaterial yang berasal dari
38
penambahan pasokan sedimen cukup merugikan bagi wilayah pesisir, sehingga akan mengakibatkan adanya fenomena alam yang menyebabkan terjadinya pendangkalan, perubahan terhadap jenis endapan sedimen di Perairan Dompak, Rifardi (2008a) ukuran butir sedimen dapat menjelaskan hal-hal berikut : 1) menggambarkan daerah asal sedimen, 2) perbedaan jenis partikel sedimen, 3) ketahanan partikel dari bermacammacam komposisi terhadap proses weathering, erosi, abrasi dan transportasi serta 4) jenis proses yang berperan dalam transportasi dan deposisi sedimen. sedimentasi sangat erat hubungannya dengan pendangkalan. Sedimentasi ini merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama Uktoselya(1992). Streeter dan Wylie (1990), kecepatan pengendapan butiran sedimen didalam air dimana benda tersebut digerakan secara horizontal ke dalam air sebagai kombinasi dari gaya angkat, gaya hambat dan gaya-gaya lainnya yang bekerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses sedimentasi ditinjau dari sedimen terakumulasi, sedimen tersuspensi dan karakteristik fisik sedimen akibat aktivitas anthropogenik di perairan Pantai Dompak Provinsi Kepulauan Riau.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan meliputi sampel sedimen terakumulasi, tersuspensi, fraksi sedimen dan larutan hidrogen peroksida (H2O2) dengan konsentrasi 3 %. Alat yang digunakan adalah Sedimen Trap (sedimen terakumulasi), Eckman Grab sampler (sedimen permukaan), secchi disc, water checker, handrefraktometer, GPS Garmin, parasut arus, timbangan analitik, oven pengering, cawan dan saringan bertingkat, kertas whatman, sistem penyaring vakum, oven, gelas ukur, desikator dan timbangan analitik. Pengambilan Sampel. Pengambilan sampel dilaksanakan pada empat stasiun di perairan pantai Dompak dengan meletakkan sedimen trap di dekat dasar perairan selama 10 hari dengan tiga kali pengulangan dan Eckman Grab sampler untuk mengambil sedimen permukaan. Pengamatan di Laboratorium. Analisis sampel sedimen akumulasi yang dihitung adalah volume dan berat sedimen yang terendapkan persatuan luas area per waktu berdasarkan Rifardi (2008b) sebagai berikut : 1 Volume diukur dengan cara menyaring sedimen sampel dengan ayakan yang paling halus 0,063 mm untuk memisahkan lumpur dengan fraksi lainnya. 2 Fraksi yang tertahan dalam ayakan tersebut dihitung volumenya (ml) dan setelah itu dikeringkan dengan oven dan ditimbang beratnya (gram). Sedangkan sedimen yang lolos dari ayakan, dibiarkan selama 3 hari untuk diendapkan, setelah itu diukur volume yang terendap (ml) dan ditimbang (gram). Analisa ukuran butir (tekstur) sedimen dilakukan di laboratorium
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan bulan Juli-Agustus 2008. Pengambilan sampel sedimen dilakukan di perairan pantai Dompak Kecamatan Bukit Bestari Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan Analisis sedimen terakumulasi, sedimen tersuspensi dan fraksi sedimen dilakukan di Laboratorium Terpadu Ilmu Kelautan
39
dengan rujukan Rifardi (2008a) sebagai berikut : 1 Sampel yang sudah direndam dengan larutan hidrogen peroksida 3-5% diayak dengan ayakan yang mempunyai mesh size 63 μm untuk menganalisis fraksi populasi lumpur.
Laju Berat Akumulasi = 2 (gram/cm /hari) W = Berat Kering Sedimen (gram) L = Luas Penampang Sedimentrap (cm2) T = Waktu Pemasangan Sedimentrap (hari) Hasil dari metode pengayakan basah dan metode pipet digabungkan dan didapatkan diameter rata-rata atau mean size (Ø), koofisien sorting (δ1), skewness (Sk1) yang diperoleh dari metode grafik menurut (Rifardi 2008a). Perhitungan nilai tersebut didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: mean size (Mz) = Ø16 + Ø50 + Ø84 3 Klasifikasi: Ø1 : coarse sand (pasir kasar) Ø2 :medium sand (pasir menengah) Ø3 : fine sand (pasir halus) Ø4 : very fine sand (pasir sangat halus) Ø5 : coarse silt (lumpur kasar) Ø6 : medium silt (lumpur menengah) Ø7 : fine silt (lumpur halus) Ø8 : very fine silt (lumpur sangat halus) > Ø8 : clay (liat)
2 Ayakan yang digunakan bermesh size 2 mm (-1Ø) untuk memisahkan fraksi populasi kerikil dari pasir. Sedimen yang tertahan dalam ayakan ini adalah fraksi populasi kerikil dan yang lolos adalah fraksi populasi pasir. 3 Populasi pasir dimasukan dalam ayakan paling atas, dimana sebelumnya ayakan telah disusun berdasarkan ukuran mesh size yaitu ukuran mesh size dari atas ke bawah sebagai berikut: 1 mm (0Ø), 0,5 mm (1Ø; 500 μm), 0,25 mm (2Ø; 250 μm), 1/8 mm (3Ø; 125 μm), 1/16 mm (4Ø; 63 μm). Analisis Data Sampel. Akumulasi sedimen diukur dengan menghitung volume per satuan luas area per waktu dengan perhitungan sebagai berikut: Laju Volume Akumulasi = Keterangan : Laju Volume Akumulasi = 2 (ml/cm /hari) V = Volume Sedimen (ml) L = Luas Penampang Sedimenttrap (cm2) T = Waktu Pemasangan Sediment-trap (hari) Selain itu akumulasi sedimen yang dihitung adalah berat sedimen yang terendapkan persatuan luas area per waktu dengan perhitungan sebagai berikut:
Sorting (δ1)=Ø84 - Ø16 + Ø95 - Ø5 4 6,6 Klasifikasi: <0,25Ø : very well sorted (terpilah sangat baik) 0,35 – 0,50Ø: well sorted (terpilah baik) 0,50 – 0,71Ø : moderately well sorted (terpilah) 0,71 – 1,0Ø : moderately sorted (terpilah sedang) 1,0 – 2,0Ø : poorly sorted (terpilah buruk) >2,0Ø : very poorly sorted (terpilah sangat buruk)
Laju Berat Akumulasi = Keterangan :
Skewness(Sk1)= 40
Klasifikasi: + 1,0 s.d + 0,3 : very fine skewed + 0,3 s.d + 0,1 : fine skewed + 0,1 s.d – 0,1 : near symmitrical - 0,1 s.d – 0,3 : coarse skewed > - 0,3 : very coarse skewed
tingkat kepercayaan 95% untuk melihat pengaruh aktivitas anthropogenik terhadap proses sedimentasi. Hubungan antara laju sedimen terakumulasi dan fraksi sedimen maka digunakan regresi linier sederhana (Sudjana, 1996) dengan model matematis: Y = a + bx
ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran dilapangan ditabulasikan kedalam bentuk tabel dan dibahas secara deskriptif. Semua analisis statistik dilakukan dengan software Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 12. Laju sedimen terakumulasi diuji dengan One Way Anova dengan
Dimana : Y = laju sedimen terakumulasi (ml/cm2/hari) a dan b = konstanta X = fraksi sedimen (mz)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Laju Sedimen Terakumulasi Per Sepuluh Hari Volume dan Berat Stasiun 1 2 3 4 I 0,2089 0,0968 0,2038 0,4943 1,0038 II 0,1936 0,1732 0,0611 0,5299 0,9578 III 0,3210 0,2854 0,2140 1,1873 2,0077 Jumlah 3,9693 0,7235 0,5554 0,4789 2,2115 Total Rata-rata 0,2411 0,1851 0,1596 0,7371 1,3231 I 0,0404 0,0167 0,0424 0,1546 0,2541 II 0,0337 0,0322 0,0361 0,1581 0,2601 III 0,0605 0,0551 0,2040 1,1732 1,4928 Jumlah 0,1346 0,1040 0,2825 1,4859 2,0070 Total Rata-rata 0,0448 0,0346 0,0941 0,4953 0,6690 Sumber : Data Primer Hasil analisis untuk jumlah total laju volume sedimen terakumulasi tertinggi pada setiap stasiun adalah 2,2115 (ml/cm2/hari) yaitu pada stasiun 4, tingginya akumulasi disebabkan karena merupakan kawasan aktivitas penambangan bauksit Pulau Dompak dan pelayaran bagi kapal-kapal besar pembawa hasil tambang bauksit. Pada stasiun 1 jumlah total laju volume terakumulasi yaitu 0,7235 2 (ml/cm /hari) karena aktivitas anthropogenik berupa jalur masuk kapal-kapal menuju selat dompak dan
merupakan kawasan pembangunan jembatan Tanjungpinang-Dompak sepanjang 960 meter yang cukup memberikan masukan bahan-bahan organik, anorganik dan bahan tersuspensi ke perairan pantai Dompak. Untuk stasiun 2 jumlah total laju volume terakumulasi yaitu 0,5554 (ml/cm2/hari) karena merupakan stasiun kontrol yang belum terdapat aktivitas anthropogenik dan banyak ditumbuhi mangrove jenis Rhizophora sp, Sonneratia sp, Bruguiera sp, dan Xylocarpus sp dan jumlah total laju 41
volume akumulasi terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 0,4789 (ml/cm2/hari), diduga karena stasiun 3 berada di dekat Sungai Dompak dimana di sekitar ini terdapat pemukiman, usaha tambak ikan dan tempat pembangunan jembatan antara pulau Dompak dengan pulau Bintan
Hasil analisis fraksi butiran sedimen pada masing-masing stasiun di Perairan Pantai Dompak terdiri atas tiga jenis fraksi sedimen yaitu kerikil, pasir dan lumpur yang didominasi oleh fraksi lumpur.
Tabel 3. Persentase Berat Fraksi Sedimen dan Jenisnya Fraksi Sedimen (%) Kerikil Pasir Lumpur 1 0,9597 31,7978 67,2425 2 13,7112 42,0389 44,2499 3 4,2356 37,5174 58,2470 4 6,3064 61,3148 32,3788 Sumber : Data Primer
Lumpur berpasir Lumpur berpasir Lumpur berpasir Pasir berlumpur
Hasil perhitungan diameter rata-rata (Mz) berkisar 3,00 – 5,20 Ø, koefisien sorting (δ1) berkisar 0,4038 – 2,9576 dan skewness (Sk1) berkisar 0,8056 – 1,6105. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Sedimen Pada Setiap Stasiun Penelitian Stasiun Mz Δl 1 5,20 0,4038 2 3,00 0,6970 3 4,97 2,9576 4 4,20 2,4977 Sumber : Data Primer Stasiun 1 dicirikan dengan nilai mean size 5,20Ø (coarse silt), nilai koefisien sorting 0,4038 (well sorted) dan persentase lumpur 67,2425 %. Stasiun 2 dengan nilai mean size 3,00Ø (fine sand), nilai koefisien sorting 0,6970 (moderately well sorted) dan persentase lumpur 44,2499 %. Stasiun 3 nilai mean size 4,97Ø (coarse silt), nilai koefisien sorting 2,9576 (very poorly sorted) dan persentase lumpur 58,2470 %. Stasiun 4 memiliki nilai mean size 4,20Ø (very fine sand),
Sk1 1,4148 0,8056 1,1658 1,6105
koefisien sorting 2,4977 (very poorly sorted) dan memiliki persentase pasir 61,3148 %. Duane (1964) menyatakan bahwa negatively skewness disebabkan oleh kelebihan material-material kasar dari distribusi normal dan diduga dihasilkan oleh lingkungan yang menjadi sasaran aktifitas gelombang dan arus, sedangkan sedimen yang positively skewness dihasilkan oleh lingkungan dimana aktivitas gelombang sangat kecil.
42
Gambar 2. Hubungan Laju Sedimen Terakumulasi dengan Fraksi Sedimen Uji regresi linier sederhana (Gambar 2) menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara laju sedimen terakumulasi dengan fraksi sedimen di perairan pantai Dompak dengan persamaan Y = -0,069x + 4,411, r = 0,057. Dari hasil uji t dapat diketahui bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel, yang berarti fraksi sedimen tidak berpengaruh nyata terhadap sedimen terakumulasi di perairan pantai Dompak. Fraksi sedimen yang bertanda negatif berarti bahwa variabel bebas (fraksi sedimen) mempunyai pengaruh searah dengan variabel tergantung (laju sedimen terakumulasi), artinya apabila distribusi fraksi sedimen meningkat atau menurun maka akan mendorong menaikkan dan menurunkan laju sedimen terakumulasi di perairan.
Ha diterima yaitu aktivitas anthropogenik memberikan pengaruh terhadap proses sedimentasi. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas anthropogenik berupa penambangan bauksit memberikan bahan masukan berupa partikel ke perairan Dompak, terutama pada proses pencucian bauksit dilakukan pada instalasi pencucian yang bertujuan untuk meliberasi bijih bauksit terhadap unsur-unsur pengotornya yang pada umumnya berukuran -2 mm yaitu berupa tanah liat (clay) dan pasir kuarsa, serta reklamasi pantai dalam pembangunan jembatan Tanjungpinang-Dompak yang memberikan masukan sedimen ke dalam perairan dan merupakan jalur transportasi kapal. KESIMPULAN
Proses sedimentasi di perairan pantai Dompak ditinjau dari aktivitas anthropogenik berdasarkan hasil uji one way anova, menunjukan perbedaan yang nyata terhadap proses sedimentasi antar stasiun yang dinilai dari variabel laju volume sedimen terakumulasi dengan nilai probability 0,025 (p<0,05) dan nilai F hitung (5,414) > F tabel (4,07) dengan tingkat kepercayaan 95% yang berarti bahwa
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu Proses sedimentasi di perairan pantai pulau Dompak berasal dari aktivitas antropogenik di sekitar perairan ini, dimana aktivitas pelayaran, industri tambang bauksit, reklamasi pantai, pembangunan jembatan Tanjungpinang-Dompak,
43
pelabuhan kapal yang mempengaruhi proses sedimentasi di perairan. Pada proses sedimentasi menyebabkan peningkatan total laju sedimen terakumulasi selama 30 hari yaitu 2,2115 (ml/cm2/hari) pada stasiun 4 dan 0,7235 (ml/cm2/hari) stasiun 1. Fraksi sedimen berperan dalam mendistribusi laju sedimen terakumulasi di perairan.
Pertanian Bogor, Bogor I (2): 125131. Rifardi. 2008a. Tekstur Sedimen; Sampling dan Analisis. Unri Press. Pekanbaru,101 Hal. Rifardi. 2008b. Ekologi Sedimen Laut Modern. Unri Press. Pekanbaru. 145 Halaman. Streeter, V.L. dan E.B. Wylie. 1990. Mekanika Fluida. Alih Bahasa: A. Prijono. Erlangga, Jakarta, 356 Hal. Sudjana. 1996. Teknik Analisis Regresi dan Kolerasi. Tarsito. Bandung. Uktoselya, H.,1992. Beberapa Aspek Fisika Air Laut dan Peranannya Dalam Masalah Pencemaran. Hal 143-154 dalam D. H. Kunarso dan Ruyitno (eds). Laporan Seminar Pencemaran Laut. Lembaga Oseanografi Nasional LIPI, Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Duane, D. B.,1964. Significance of Skewness in Recent Sediment. Jour. Sed. Pet., 34;242-248. Ompi, M,. L. Effendie. B. Zottoli dan Moringka, 1990. Sedimen dan Hubungannya Dengan Komunitas Moluska di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta . Jurnal. Fakultas Perikanan Institut
44