Perhitungan Harga Pokok Produksi Menggunakan Metode Job Order Costing (Studi Kasus UMKM CV. TRISTAR Alumunium) Rully Kusumawardani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Jalan M. T. Haryono 165 Malang
[email protected] Dosen Pembimbing: Drs. Harlendro, MM. RINGKASAN Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui perhitungan harga pokok produksi CV. TRISTAR, khususnya produk alumunium standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan pesanan tapi terdapat kesalahan pada penentuan biaya bahan baku dan tarif tenaga kerja langsung serta pembebanan biaya overhead. Selanjutnya dilakukan perhitungan harga pokok produksi metode Job Order Costing dengan menggunakan rata-rata harga bahan baku, rata-rata tarif tenaga kerja langsung dan pembebanan biaya overhead aktual menggunakan cost driver volume produksi. Hasil perhitungan menunjukkan perbedaaan yang signifikan dimana harga pokok produksi yang dihitung oleh perusahaan lebih rendah dari harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costing. Perbedaaan harga pokok produksi tentunya mempengaruhi harga jual dan laba rugi perusahaan dimana harga jual yang ditentukan dan laba yang diperoleh perusahaan terlalu rendah. Kata Kunci: Harga Pokok Produksi, Job Order Costing, Manajemen Keuangan UMKM.
RESUME This research is a case study which aims to determine the cost of production calculation of CV. TRISTAR, especially the standard aluminum products. The results showed that the company uses the cost of production calculations based on order but there is an error in the determination of the cost of materials and direct labor rates and overhead expense allocation. Further calculation of the cost of production was used in this research by Job Order Costing method using the average price of raw materials, the average direct labor rates and the actual overehead cost allocation using volume production cost driver. The result shows a significant differences in the cost of production which is calculated by the company that lower than the cost of production using Job Order Costing method. Differences in the cost of production would affect the selling price and the company's income where the selling price is determined and profits from the company too low . Keywords : Cost of Production, Job Order Costing, Financial Management SMEs .
PENDAHULUAN Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional sejak krisis tahun 1997 sampai dengan sekarang. UMKM telah membuktikan diri sebagai katup pengaman, dinamisator, stabilisator perekonomian Indonesia dan sudah teruji kekuatan dan kehandalannya ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997 dan krisis ekonomi dunia seperti Sub-prime mortgage US dan European Sovereign Debt(Mohammad Hanif, 2012). Perkembangan UMKM dari tahun 2005 sampai tahun 2012 terus meningkat terbukti dari data UMKM sandingan Departemen Koperasi dan UMKM yang menyebutkan peningkatan jumlah UMKM yang lebih besar daripada usaha besar, peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap UMKM yang lebih besar dari tenaga kerja yang diserap oleh usaha besar dan peningkatan pendapatan domestik bruto (PDB) yang disumbangkan oleh UMKM dimana kontribusinya lebih besar dibandingkan dengan PDB yang disumbangkan usaha besar. Namun bersamaan dengan perkembangan UMKM yang pesat, angka kematian UMKM juga meningkat disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM. Masalah manajemen keuangan dinilai menjadi kelemahan utama pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam mengembangkan bisnisnya dimana kemampuan mereka dalam menyusun laporan keuangan diragukan karena keterbatasan sumber daya yang ada. (Stevanus dalam Kewirausahaan UKM, 2007 : 189). Mereka mencampuradukkan dana usaha dan keluarga, tidak memiliki laporan keuangan, dan bersikap konsumtif. Perusahaan baik perusahaan manufaktur maupun jasa pada umumnya mempunyai tujuan untuk memperoleh laba yang maksimal dengan melakukan proses manajemen yang baik, efektif, dan efisien dan memanfaatkan peran manajer melalui proses perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan informasi yang berkaitan dengan biaya dalam organisasi. Pada perusahaan manufaktur, biaya produksi merupakankomponen biaya yang paling
penting dimana dengan biaya produksi yang lebih rendah dari pesaing, berarti dapat menurunkanbiaya secara keseluruhan. Perencanaan dan pengendalian biaya produksi dapat dilakukan dengan perhitungan harga pokok produksi secara tepat dan akurat dengan tetap menjaga kualitas daribarang atau produk yang dihasilkan. Informasi yang dibutuhkan dalam perhitungan harga pokok produksi adalah informasi mengenai biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Harga pokok produksi ini nantinya akan digunakan untuk penentuan harga jual produk maupun untuk perhitungan laba rugi periodik. Dalam prakteknya, pembebanan biaya ke produk dan jasa dilakukan dengan menghitung rata-rata untuk antarwaktu dan antarproduk. Cara untuk menghitung rata-rata sangat tergantung pada tipe proses produksi yang terkait. Para pelaku usaha biasanya tidak detail dan kurang rinci dalam mengidentifikasi biaya-biaya yang menjadi biaya produksi dan tidak menerapkan metode perhitungan harga pokok produksi yang sesuai. Akibatnya perhitungan harga pokok produksi menjadi tidak tepat dan mempengaruhi laba rugi yang diperoleh perusahaan, dimana laba atau rugi tersebut tidak sesuai dengan laba yang sesungguhnya diterima perusahaan dan menjadi tujuan perusahaan. CV. TRISTAR bergerak di bidang produksi produk berbahan dasar alumunium, stainless steel, besi dan kaca dimanamenjadi fokus bisnis perusahaan selama beberapa tahun terakhir. Saat ini alumunium banyak diminati konsumen selain karena keunggulan yang dimilikinya, juga sebagai pengganti kayu ketika kayu semakin langka dan harga bahan kayu melambung. Alumunium memiliki keunggulan berupa harganya yang terjangkau, lebih tahan lama, anti rayap, anti karat dan perawatan yang mudah. CV. TRISTAR melakukan produksi sesuai pesanan dan menghitung harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costing, tapi masih belum sesuai dengan teori. Banyak biaya-biaya yang seharusnya dibebankan tidak dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi. Perusahaan sering mengabaikan proses
pencatatan menurut sistem akuntansi yang lazim terutama dalam hal pengelompokan dan pencatatan biaya produksi dan biaya non produksi lainnya. Akibatnya biaya-biaya aktual yang dikeluarkan perusahaan tidak terhitung dan tidak menjadi komponen harga pokok produksi yang ditetapkan. Untuk memberikan solusi dari permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya evaluasi dalam mengelompokkan dan mengumpulkan biaya untuk menyusun harga pokok produksi. Perusahaan disarankan untuk melakukan perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costinguntuk pengakumulasian biaya, biaya penyerapan (absorption costing), atau sering juga disebut dengan pendekatan biaya penuh (full costing) untuk perlakuan biaya overhead tetap dan sistem tradisional untuk pembebanan biaya dengan menggunakan cost driver volume produksi. Kita menyebut metode perhitungan harga pokok produksi dalam penelitian ini dengan metode Job Order Costing untuk memudahkan pemahaman. Alasan penggunaan metode ini sebagai perhitungan harga pokok produksi perusahaan karena perusahaan memproduksi produk sesuai pesanan dan metode ini mudah dilakukan dan tidak membutuhkan banyak biaya. Metode ini cukup membantu perusahaan dalam membuat laporan keuangan eksternal dan mengambil beberapa keputusan terkait produksi. PENELITIAN TERDAHULU Pudjiastusi (2003) meneliti tentang peranan Job Order Costing method dalam menetapkan Harga Pokok Produksi pada PT. Harost Irmi Bandung, perusahaan pembuat furnitur berbahan rotan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya produksi, menghitung harga pokok produksi dan melihat peranan Job Order Costing dalam menetapkan harga pokok produksi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perhitungan harga pokok produksi pada perusahaan telah menerapkan metode harga pokok berdasarkan pesanan (Job Order Costing)yang dilakukan dengan melakukan pemisahan biaya produksi menjadi biaya produksi langsung yang terdiri dari biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung serta biaya produksi tidak langsung yang terdiri dari biaya-biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Khusus untuk penetapan taksiran biaya overhead pabrik, perusahaan menetapkan berdasarkan pada biaya yang dibebankan langsung pada pesanan yang dilihat dari perhitungan biaya tahun buku sebelumnya. Penentuan harga pokok setiap pesanan dilakukan pada saat pesanan tersebut selesai dikerjakan. Widiyastuti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UMKM Lifera Hand Bag Collection), menyimpulkan bahwa perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan masih sangat sederhana dan tidak sesuai dengan teori. Biaya overhead pabrik tidak dialokasikan ke masing-masing produk secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata, melainkan hanya merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan dalam kelompok biaya lain-lain. Selanjutnya dilakukan perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing (ABC) dan menghasilkan harga pokok produksi yang lebih besar daripada metode perhitungan yang digunakan perusahaan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumberdaya yang dilakukan dalam perhitungan ABC dibandingkan dengan jika menggunakan metode perusahaan karena dalam metode ABC setiap aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dimasukkan dalam perhitungan. Margin dari hasil penetapan harga jual yang diperoleh perusahaan berdasarkan metode perusahaan lebih besar daripada dengan metode ABC. Walaupun dengan metode ABC margin yang diperoleh lebih rendah daripada margin dengan metode perusahaan, namun dengan metode ABC semua biaya produksi yang diperlukan dalam proses produksi sudah diperhitungkan sesuai dengan pemakaian biaya yang sebenarnya sehingga menghasilkan harga pokok produksi yang lebih akurat. Indah Fitri (2012) meneliti tentang penerapan metode Full Costing dalam menetapkan harga produksi pada peternakan ayam UD. Family Poultry Shop di Kabupaten
Blitar. Hasil penelitian menyebutkan bahwa perhitungan harga pokok produksi perusahaan tidak memasukkan semua komponen biaya produksi, sehingga laba yang diterima perusahaan setiap periode belum menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti menghitung kembali harga pokok produksi menggunakan metode Full Costing dan ditemukan perbedaan yang signifikan antara perhitungan yang dilakukan perusahaan dibandingkan dengan perhitungan menggunakan Full Costing. Harga pokok produksi yang selama ini dibebankan oleh perusahaan ternyata lebih rendah daripada perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode Full Costing. Analisis perhitungan harga jual juga dilakukan dengan menggunakan metode return on asset dan margin laba 15%. Hasilnya mengungkapkan bahwa harga jual yang selama ini diterapkan perusahaan lebih rendah dari dari harga jual yang menggunakan metode return on asset. LANDASAN TEORI UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) saat ini merupakan usaha yang masih dapat bertahan di tengah badai krisis moneter yang berkepanjangan. UMKM berperan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan mengalami perkembangan tiap tahun yang cukup pesat. Untukitu, pemerintah berupaya dengan keras untuk membina usaha kecil dan menengah guna menjadikannya sebagai penyumbang devisa bagi Negara. Definisi usaha kecil untuk setiap negara tidak sama tergantung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan suatu negara dan tergantung pula oleh konsep pembangunan dan pembinaan terhadap usaha kecil oleh pemerintah suatu negara (Soeharto Prawirokusumo, 2010 : 46-48). Adapun definisi dari UMKM dijelaskan dalam peraturan pemerintahan mulai dari UndangUndang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Keputusan Menteri Keuangan No.316/KMK.016/1994, Keputusan Menteri Keuangan No.250/KMK.04/1995 dan peraturan yang paling baru yaitu Undang-
Undang No. 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah. Dewasa ini banyak bermunculan usahausaha baru mulai dari skala kecil hingga besar dengan berbagai macam produk dan jasa yang ditawarkan. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya angka usaha kecil, angka kematian usaha kecil yang baru lahir pada umumnya juga cukup tinggi bila dibandingkan dengan usaha menengah dan usaha besar (Soeharto Prawirokusumo, 2010 : 229). Menurut Soeharto Prawirokusumo (2010 : 229-230) angka kematian usaha kecil yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh adanya permasalahan dalam ketidakmampuan manajemen mengelola bisnis, kurangnya pengalaman dalam pengoperasian fisik bisnis dan kemampuan konsep, lemahnya kendali keuangan dalam hal permodalan dan kebijakan kredit pembayaran, gagal mengembangkan perencanaan strategis, pertumbuhan yang tak terkendali, pemilihan lokasi yang buruk, persediaan yang tidak baik, dan ketidakmampuan mengatasi transisi kewirausahaan. Perbaikan dan pengembangan UMKM perlu dilakukan agar dapat bertahan di kerasnya persaingan di dunia bisnis. Hal ini merupakan tanggung jawab semua pihak bukan hanya pemerintah. Menurut Soeharto Prawirokusumo (2010 : 223), beberapa saran untuk perbaikan dapat dilakukan oleh UMKM berdasarkan penyebab-penyebab kegagalan UMKM. UMKM disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini : Mengenali bisnis secara mendalam Mengembangkan rencana bisnis yang matang Mengelola sumber daya keuangan dengan menerapkan sistem informasi keuangan dan digunakan untuk pengambilan keputusan bisnis, permodalan yang mencukupi, dan pengelolaan arus kas yang baik. Memahami laporan keuangan sebagai alat pengendali dan alat indikator kesehatan perusahaan dengan mencatat semua kondisi keuangan bisnis. Mengelola manusia secara efektif dengan melatih dan memotivasi karyawan.
Menjaga kondisi pribadi dengan memantau kesehatan dan menghindari stres. Setiap perusahaan, baik besar maupun kecil, memerlukan biaya untuk beroperasi. Untuk mendapatkan uang, perusahaan harus terlebih dahulu mengeluarkan uang untuk membeli persediaan dan mendapat pasokan, perlengkapan dan fasilitas, dan untuk menggaji karyawan kemudian memanfaatkan sumber daya yang ada tersebut untuk menghasilkan suatu produk atau memberikan jasa kepada konsumen. Manajemen keuangan adalah seni dan ilmu tentang pengelolaan uang perusahaan untuk mencapai tujuannya. Manajemen keuangan berhubungan erat dengan akuntansi dimana akuntan bertugas untuk mengumpulkan dan menyajikan data keuangan, sedangkan manajer keuangan menggunakan laporan keuangan dan informasi yang disajikan oleh akuntan untuk mengambil keputusan keuangan (Mas’ud Machfoedz dan Mahmud Machfoedz, 2011 : 164). Pada perusahaan kecil, fungsi keuangan mungkin ditangani oleh bagian akuntansi yang kemudian berkembang menjadi depertemen atau bagian tersendiri. Pada lingkup perusahaan yang lebih kecil, fungsi keuangan ditangani oleh bagian administrasi atau bahkan pemilik perusahaan itu sendiri. Bagian keuangan mengawasi operasi keuangan sehari-hari, seperti perencanaan pembiayaan, manajemen kas, kredit dan tagihan, dan aktivitas keuangan jangka panjang, misalnya menciptakan investasi, pengembangan dana dan pengelolaan rencana pesangon perusahaan (Mas’ud Machfoedz dan Mahmud Machfoedz, 2011 : 164). Stevanus dalam Kewirausahaan UKM (2007 : 189) menyebutkan bahwa permasalahan yang sering muncul dalam UKM adalah peranan akuntansi dalam upaya pengelolaan keuangan UKM secara lebih baik. Dengan segala keterbatasan sumber daya yang ada, kemampuan UKM untuk menyusun laporan keuangan yang layak dan memanfaatkan berbagai rasio keuangan untuk pengambilan keputusan bagi kegiatan operasional diragukan.
Pengertian dan Konsep Biaya Hansen dan Mowen (2009:47) mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi. Carter (2009 : 30) mendefinisikan biaya sebagai suatu nilai tukar, pengeluaran, atau pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat. Dalam akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan pada tanggal akuisisi dicerminkan oleh penyusutan atas kas atau aset lain yang terjadi pada saat ini atau di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Horngren, et al (2008 : 31), Biaya adalah sumber daya yang dikorbankan (sacrificed) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan tertentu. Garisson (2008 : 64) mengklasifikasikan biaya tersebut berdasarkan tujuan untuk menyiapkan laporan keuangan eksternal menjadi biaya produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan barang. Biaya non produksi adalah biaya yang berkaitan dengan fungsi desain, pengembangan pemasaran, distribusi, layanan pelanggan dan administrasi umum (Hansen dan Mowen, 2009 : 56). Terdapat tiga istilah yang kerap digunakan dalam menggambarkan biaya produksi, yaitu (Garisson, et all., 2008 : 51) : 1. Biaya Bahan Langsung (Direct Material Costs) Bahan mentah merupakan bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi. Bahan langsung adalah bahan yang menjadibagian yang tak terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. 2. Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Costs) Tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri ke produk jadi dengan mudah. Disebut juga dengan istilah touch labor karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tanganatas produk pada saat produksi secara langsung.
3. Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead merupakan seluruh biaya manufaktur yang terkait dengan objek biaya (barang dalam proses kemudian barang jadi), namuntidak dapat dilacak ke objek biaya secara ekonomis. Biaya nonproduksi dibagi menjadi dua (Garisson, et all., 2008 : 52) : 1. Biaya pemasaran atau penjualan Biaya pemasaran atau penjualan meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. 2. Biaya administrasi Biaya administrasi meliputi pengeluaran eksekutif, organisasi, dan klerikal yang berkaitan dengan menajemen umum organisai. Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain, bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperolehbarang jadi yang siap jual (Mulyadi, 2009:14). Adapun tujuan dilakukannyaperhitungan harga pokok produksi menurut Horngren dan Foster (2008 : 90) adalah sebagai berikut: a. Untuk memenuhi keperluan pelaporan eksternal dalam hal penilaian persediaan dan penentuan laba. b. Untuk pedoman pengambilan keputusan mengenai harga dan strategi produk. c. Untuk menilai prestasi bawahannya dan bagian organisasi tersebut sebagai investasi ekonomi. Pengertian lain tentang harga pokok produksi oleh Blocher, et all., (2007 : 147) disebut biaya produk (product costing) menjelaskan bahwa penentuan biaya produk (product costing) merupakan proses pengakumulasian, pengklasifikasian dan pembebanan bahan langsung, tenaga langsung, dan biaya overhead pabrik ke produk atau jasa. Keputusan-keputusan stratejik dan operasional yang dibuat oleh manajer berdasarkan tentang informasi biaya produk
atau jasa antara lain (Blocher, et all., 2007 : 147) : 1. Menentukan harga jual produk 2. Menilai dampak keuangan dari penambahan atau penghapusan produk, divisi atau suatu bagian dalam perusahaan 3. Memutuskan untuk membuat atau membeli 4. Mengevaluasi kinerja produk, jasa atau divisi Beberapa metode penentuan Harga Pokok Produksi telah ditemukan oleh beberapa ahli di bidang akuntansi. Salah satunya menurut Blocher, et all., (2007 : 147149) mengklasifikasikan beberapa sistem penentuan biaya produk yang pemilihannya tergantung pada (1) sifat industri dan produk atau jasa, (2) strategi perusahaan dan informasi manajemen yang dibutuhkan, dan (3) biaya dan manfaat untuk memperoleh, merancang, memodifikasi dan mengoperasikan sistem tertentu. Blocher, et all. (2007 : 147-149) mengklasifikasikan beberapa jenis penentuan biaya produk yaitu : a. Metode Akumulasi Biaya : Sistem Biaya Berdasarkan Pesanan (job order costing), menjadikan pesanan atau satu batch produk atau jasa sebagai objek biaya. Sistem ini biasa digunakan oleh perusahaan yang mempunyai banyak jenis produk yang berbeda. Sistem Biaya Berdasarkan Proses (process costing), menjadikan proses produksi atau departemen menjadi objek biaya. Sistem berdasarkan proses biasa digunakan oleh perusahaan yang mempunyai produk yang homogen yang memproduksi saru atau beberapa jenis produk secara masal. b. Metode Pengukuran Biaya Sistem Biaya Sesungguhnya (actual costing system), menggunakan jumlah biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk menghasilkan produk, yang meliputi biaya untuk bahan langsung, tenaga langsung, dan overhead pabrik. Sistem Biaya Normal (normal costing), menggunakan biaya sesungguhnya untuk bahan langsung dan tenaga kerja
langsung, dan biaya normal untuk biaya overhead pabrik menggunakan tarif yang ditentukan di muka. Sistem Biaya Standar (standar costing), menggunakan tarif standar (biaya) dan kuantitas untuk ketiga jenis biaya produksi (bahan langsung, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik). Biaya standar merupakan target biaya yang ditetapkan di muka yang seharusnya dicapai oleh perusahaan. c. Metode Pembebanan Biaya Overhead Sistem Tradisional (traditional costing), mengalokasikan biaya overhead ke produk atau pesanan berdasarkan cost driver volume, seperti biaya tenaga kerja langsung atau jam kerja langsung. Sistem Berdasarkan Aktivitas (activity based costing), mengalokasikan biaya overhead ke produk dengan menggunakan kriteria sebab-akibat dengan cost driver majemuk, cost driver berbasis volume dan cost driver yang tidak berbasis volume, supaya dapat mengalokasikan biaya overhead pabrik secara lebih akurat ke produk yang mendasarkan konsumsi sumber daya pada berbagai aktivitas. d. Perlakuan Biaya Overhead Tetap Sistem Biaya Variabel (variable costing), hanya memasukkan biaya produksi variabel dalam biaya produk dan memperlakukan biaya overhead tetap sebagai biaya periode (beban/’expense’). Sistem biaya variabel untuk tujuan perencanaan dan pengendalian manajerial internal. Sistem Biaya Penuh (full costing), memasukkan atau menyerap semua biaya produksi, baik yang tetap maupun variabel. Sistem biaya penuh disyaratkan untuk tujuan pelaporan kepada pihak luar. Job Order Costing Sistem perhitungan berdasarkan pesanan (Job-Order Costing) digunakan untuk perusahaan yang memproduksi berbagai produk yang cukup berbeda antara yang satu dengan yang lain selama periode tertentu. Produk khusus atau produk yang dibuat
menurut pesanan termasuk dalam kategori ini, begitu juga pesanan yang menyediakan jasa yang berbeda kepada pelanggan. Perusahaan yang umumnya menggunakan sistem berdasarkan pesanan adalah percetakan, konstruksi, pembuatan perabot, perbaikan mobil, perusahaan pakaian yang menerima order desain pakaian, dan perusahaan jasa seperti rumah sakit, kantor konsultan hukum, studio film, kantor akuntan, agen iklan, toko reparasi. (Garisson, et all., 2008: 123 dan Hansen dan Mowen, 2009 : 290) Job Order Costing dimulai dengan adanya pesanan dari konsumen yang menginginkan produk dengan spesifikasi tertentu. Pesanan tersebut kemudian dicatat pada kartu biaya pesanan yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead. Pada saat produksi telah selesai, total biaya yang telah dicatat dalam kartu biaya merupakan total biaya pesanan. Biaya rata-rata per unit ditentukan dengan cara membagi biaya pesanan total dengan jumlah unit pesanan yang dihasilkan. (Blocher, et all., 2007 : 157) Semua biaya yang dicatat dalam kartu biaya dimasukkan dalam rekening produk dalam proses. Rekening pembantu untuk rekening produk dalam proses (bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan berbagai overhead pabrik) terdiri dari kartu-kartu biaya yang di dalamnya memuat biaya produksi selama atau sebelum periode pemrosesan pesanan. Jumlah kartu biaya sama dengan jumlah pada sisi debit rekening produk dalam proses. Jumlah ini merupakan biaya produksi total yang dibebankan. Jumlah ini dilaporkan dalam laporan biaya/harga pokok produksi. (Blocher, et all., 2007 : 158) Menurut Blocher, et all (2007 : 158-164), sistem biaya pesanan dilakukan dengan mengikuti alur berikut ini : a. Biaya Bahan Baku Job order costing menggunakan formulir permintaan bahan untuk mendokumentasikan dan mengendalikan bahan yang digunakan. Formulir permintaan bahan merupakan dokumen sumber yang digunakan oleh supervisor departemen produksi untuk meminta bahan yang diperlukan untuk produksi ke gudang. Formulir permintaan bahan menunjukkan departemen, pesanan,
dan proyek yang dibebani bahan yang digunakan. b. Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya tenaga kerja langsung dicatat dalam kartu biaya pesanan dengan menggunakan kartu waktu (time ticket) yang disiapkan setiap hari untuk setiap karyawan. Kartu waktu menunjukkan waktu karyawan yang digunakan untuk setiap pesanan, tarif gaji, dan biaya total yang dibebankan pada setiap pesanan. Biaya tenaga kerja langsung didebit ke rekening produk dalam proses dan dikredit pada utang gaji pada saat biaya dikeluarkan. c. Biaya Overhead Pabrik Pembebanan atau alokasi overhead merupakan proses membebankan biaya overhead untuk pesanan yang sesuai. Alokasi diperlukan karena biaya overhead tidak dapat ditelusuri ke pesanan individual. Ada tiga pendekatan dalam membebankan biaya overhead pabrik ke berbagai pesanan actual costing, normal costing, dan standar costing. d. Tarif Overhead Tarif overhead yang ditentukan dimuka merupakan taksiran tarif overhead pabrik yang digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik ke pesanan tertentu. Penentuan tarif overhead yang ditentukan dimuka dilakukan dengan menganggarkan biaya overhead pabrik untuk periode operasi yang sesuai, menentukan dasar yang paling tepat untuk membebankan biaya overhead (cost driver), menganggarkan jumlah total aktivitas dari cost driver yang telah dipilih dalam periode operasi dan membagi biaya overhead pabrik yang dianggarkan dengan tingkat aktivitas yang dianggarkan dari cost driver yang telah dipilih. Kriteria yang ideal untuk pemilihan dasar alokasi adalah hubungan yang erat dalam perilaku biaya overhead total. Pemilihan terbaik untuk cost driver adalah aktivitas atau ukuran output yang menunjukkan apa yang memicu atau menyebabkan terjadinya biaya overhead. Beberapa cost driver yang biasa digunakan antara lain : Cost driver berbasis volume : jam kerjalangsung, biaya tenaga kerja langsung, dan jam mesin.
Cost driver berbasis aktivitas : jumlah setup, pesanan, waktu siklus produksi, dan jam inspeksi. Tarif overhead yang ditentukan di muka biasanya dihitung pada saat atau sebelum awal tahun sebagai berikut : Tarif overhead ditentukan dimuka
Sumber : Garisson, et all., 2008 : 65 Rumus untuk membebankan biaya overhead ke produk atau pekerjaan adalah sebagai berikut : Overhead yang dibebankan untuk pekerjaan tertentu
Jumlah dari basis Tarif overhead = ditentukan x alokasi yang terjadi dalam di muka suatu pekerjaan
Sumber : Garisson, et all., 2008 : 66 e. Pembebanan biaya overhead terlalu tinggi dan terlalu rendah Perbedaan antara biaya overhead pabrik sesungguhnya dengan jumlah biaya overhead pabrik dibebankan disebut selisih overhead. Selisih tersebut dapat disebabkan karena pembebanan terlalu rendah (underapplied) atau pembebanan terlalu tinggi (overapplied). Biaya overhead underapplied dan overapplied. Selisih biaya overhead tersebut dapat dihilangkan dengan dua cara : 1. Menyesuaikan rekening harga pokok penjualan 2. Membagi secara rata ketidaksesuaian (selisih) ke dalam saldo akhir rekening produk dalam proses, produk selesai dan harga pokok penjualan. Perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costing tersebut dilaporkan dalam skedul harga pokok produksi dan harga pokok penjualan. Pelaporan harga pokok tersebut ditampilkan pada gambar 1. Selanjutnya skedul harga pokok tersebut masuk ke dalam bagian laporan laba rugi seperti ditampilan pada gambar 2.
Gambar 1 Skedul Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Penjualan Harga Pokok Produksi Persediaan awal bahan mentah . . . . . . . . . . . . . (+) Pembelian bahan mentah . . . . . . . . . . . . . . Total bahan mentah tersedia . . . . . . . . . . . . . . . Bahan mentah digunakan dalam produksi . . . . (-) Bahan baku tidak langsung termasuk dalam overhead pabrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tenaga Kerja Langsung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Overhead pabrik yang dibebankan ke barang dalam proses . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Total biaya produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (+) Persediaan awal akhir barang dalam proses . .
kos produk yang membebankan hanya biaya produksi yang berperilaku variabel saja kepada produk. Metode variable costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi sebagai berikut:
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx
(-) Persediaan akhir barang dalam proses . . . . . . . Harga Pokok Produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Harga Pokok Penjualan Pesediaan awal barang jadi . . . . . . . . . . . . . . . . . . (+) Harga pokok produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . Barang tersedia untuk dijual . . . . . . . . . . . . . . . . . (-) Persediaan akhir barang jadi . . . . . . . . . . . . . . Harga pokok penjualan yang belum disesuaikan.. Ditambah: Underapplied overhead . . . . . . . . . . . Harga Pokok Penjualan disesuaikan . . . . . . . . . . .
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Sumber : Garisson, et all., 2008 : 146 Gambar 2 Laporan Laba Rugi Penjualan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (-) Harga pokok penjualan Margin Kotor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (-) Beban penjualan dan administrasi Beban gaji . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Beban depresiasi . . . . . . . . . . . . . . . . Beban iklan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Beban lainnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . Laba bersih operasi . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx
Sumber : Garisson, et all., 2008 : 14
Metode Full Costing dan Variable Costing Full Costing merupakan salah satu metode penentuan kos produk, yang membebankan seluruh biaya produksi sebagai kos produksi, baik biaya produksi yang berperilaku variabel maupun tetap (Mulyadi, 2001 : 49). Metode full costing terdiri dari unsurunsur biaya produksi sebagai berikut: Persediaan Awal Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja Biaya overhead pabrik variabel Biaya overhead pabrik tetap Total Biaya Produksi Persediaan Akhir Harga Pokok Produksi
xxx xxx xxx xxx xxx xxx (xxx) xxx
Menurut Mulyadi (2001 : 18) variable costing merupakan satu metode penentuan
Persediaan Awal Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja Biaya overhead pabrik variabel Total Biaya Produksi Persediaan Akhir Harga Pokok Produksi
xxx xxx xxx xxx xxx (xxx) xxx
Metode Penetapan Harga Jual Salah satu kebijakan perusahaan yang penting adalah keputusan untuk menetapkan harga jual atas produknya agar profitable dan markable. Jika harga ditentukan terlalu tinggi, pembeli akan menghindari pembelian produk perusahaan. Jika harga yang ditentukan terlalu rendah, biaya perusahaan mungkin tidak tertutupi. Banyak faktor yang mempengaruhi penentuan harga jual selain biaya dari pembuatan produk itu sendiri. Harga jual ini harus disesuaikan dengan jenis perusahaan, produk, dan pasarnya. Menurut Garisson (2009 : 531) pendekatan yang umum dalam penentuan harga adalah Markup biaya. Markup produk adalah perbedaan antara harga jual dengan biayanya yang biasa dinyatakan sebagai presentase dari biaya. Harga Jual = Biaya + (Presentase markup × Biaya)
Sumber : Garrison, 2009 : 531 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kasus (case study), yaitu meneliti tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Nazir, 2011:54). Creswell dalam Lilik Sugiharti dan Unggul Heriqbaldi (2012 : 21) menyatakan bahwa studi kasus merupakan pendekatan kualitatif, di mana peneliti mengeksplorasi sebuah kasus atau lebih dari waktu ke waktu. Objek penelitian yang diteliti adalah UMKM CV. TRISTAR Madiun, yang
bertempat di Jalan Kelapa Manis no. 28 Madiun. CV. TRISTAR merupakan perusahaan pembuatan perabotan, interior, dan eksterior berbahan alumunium, stainless steel, dan kaca. Menurut Moleong (2007 : 234), data dalam penelitian kualitatif dikumpulkan melalui wawancara, observasi, review dokumen atau secara gabungan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode trianggulasi dimana metode kuantitatif dan kualitatif digunakan bersamasama dalam sebuah penelitian (Burhan Bungin, 2010 : 198). Metode analisis data dimulai dengan pengumpulan data penelitian dengan cara mengelompokkan, mengategorikan, dan mengurutkan data sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menarik kesimpulan. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan terus menerus yaitu dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Data diolah dengan komputer menggunakan kalkulator dan program Microsoft Excel. Analisis data dikelompokkan menjadi analisis kuantitatif yaitu menghitung harga pokok produksi dan analisis kualitatif, yaitu membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode perusahaan dan metode Job Order Costing serta melihat pengaruh dari hasil perhitungan harga pokok produksi tersebut terhadap harga jual dan laba rugi perusahaan. 1. Analisis Harga Pokok Produksi dengan Metode Perusahaan Analisis harga pokok produksi dilakukan terhadap 3 produk alumunium standar yang banyak dipesan konsumen selama bulan Januari sampai Juni 2013. Perhitungan harga pokok produksi alumunium per unit yang dilakukan perusahaan masih sangat sederhana yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan produk, biaya tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk, dan beberapa biaya overhead yang dibebankan dengan metode estimasi biaya standar.Harga jual ditentukan dengan memperhitungan laba sebesar
20% dan diskon sebesar 5% dari biaya produksi. 2. Pengumpulan dan Pengelompokan Biaya Biaya-biaya yang terjadi selama bulan Januari sampai Juni 2013 dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan biaya produksi dan biaya non produksi.Selanjutnya dianalisis mana yang merupakan komponen-komponen biaya produksi sehingga dapat dilakukan perhitungan harga pokok produksi dengan tepat. 3. Analisis Harga Pokok Produksi dengan Metode Job Order Costing Perhitungan harga pokok produksi dengan metode Job Order Costing diawali dengan pengidentifikasian proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan biayabiaya yang digunakan untuk memproduksi produk. Biaya tersebut meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead. Biaya overhead pabrik (biaya tidak langsung) yang ditimbulkan akibat dilakukannya aktivitas tersebut meliputi biaya penggunaan bahan penolong, biaya pembelian bahan, biaya listrik, biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan, biaya penyusutan mesin dan peralatan, serta biaya penyusutan bangunan. Pembebanan biaya overhead menggunakan metode Full Costing dimana memasukkan semua unsur biaya overhead baik variabel maupun tetap kedalam biaya produksi. Pembebanan biaya overhead juga dilakukan dengan sistem tradisional dimana dasar alokasinya menggunakan cost driver volume produksi. 4. Penyajian Data dan Penarikan Kesimpulan Data disajikan dalam bentuk hasil perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode perusahaan dan menggunakan metode Job Order Costing. Selanjutnya ditampilkan perbandingan hasil analisa untuk harga pokok produksi, harga jual dan perhitungan laba rugi operasi sehingga nantinya dapat ditarik kesimpulan dan dianalisis lebih lanjut implikasi dari hasil penelitan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan Harga Pokok Produksi Alumunium dengan Metode Perusahaan Perhitungan harga pokok produksi produk alumunium yang telah dilakukan oleh CV. TRISTAR selama ini masih sederhana. Perhitungannnya dilakukan berdasarkan pesanan yaitu menggunakan Job Order Costing, akan tetapi penerapannya masih belum sesuai dengan teori. CV. TRISTAR menggolongkan biaya produksi ke dalam biaya bahan, biaya material kecil, biaya listrik dan ongkos tukang pengerjaan produk. Biaya overhead lain seperti penyusutan peralatan dan bangunan serta perhitungan biaya penunjang lainnya tidak dibebankan pada biaya produksi. Ongkos tukang dibebankan berdasarkan lama pengerjaan produk. a. Biaya Bahan Baku Biaya bahan baku yang dihitung oleh CV. TRISTAR dilakukan dengan menggunakan estimasi jumlah bahan baku yang dipakai selama proses produksi. Estimasi ini didasarkan pada proses produksi yang sebelumnya pernah dilakukan sehingga dapat diketahui pemakaian aktual bahan bakunya.Pemakaian bahan baku kemudian dikalikan dengan harga bahan baku yang berlaku. Sedangkan penentuan harga bahan baku hanya didasarkan pada harga awal pembelian bahan. Perhitungan lainnya yang tidak tepat adalah biaya bahan penunjang yang dimasukkan kedalam perhitungan biaya bahan baku dengan metode pembebanan estimasi. Bahanbahan penunjang tersebut seharusnya dimasukkan ke dalam biaya overhead karena tidak dapat ditelusuri dengan pasti pembebannya biayanya untuk masingmasing produk. b. Biaya Tenaga Kerja Langsung Perhitungan biaya tenaga kerja dilakukan dengan berdasarkan waktu yang dibutuhkan tenaga kerja untuk mengerjakan produk. Dasar perhitungannya didapatkan dengan mengalikan tarif tenaga kerja perhari dengan jumlah standar hari penyelesaian produk. Tarif tenaga kerja yang dipakai dalam perhitungan harga pokok produksi perusahaan hanya menggunakan 1 tarif
tenaga kerja saja yang dipilih berdasarkan pada tenaga kerja yang paling sering menerima pesanan, yaitu sebesar Rp 57.000. Tarif tenaga kerja tersebut terdiri dari ongkos kerja dan uang makan tukang dalam satu hari. c. Biaya Overhead Biaya overhead yang dibebankan dalam biaya produksi CV. TRISTAR hanya biaya karet, biaya material kecil dan biaya listrik yang dasar perhitungannya menggunakan estimasi yang ditentukan dimuka tanpa ada dasar basis alokasi atau cost driver. Biaya ini juga dijadikan satu dengan perhitungan bahan baku. Untuk itu biaya ini dipisahkan dan biaya-biaya lain yang seharusnya masuk biaya overhead juga dibebankan, antara lain mur baut, lem fox, lem sealent silicon, amplas kaca, biaya ekspedisi bahan baku, biaya pengiriman produk, biaya pemeliharaan peralatan produksi, biaya konsumsi pekerja langsung dan penyusutan peralatan dan bangunan. Selanjutnya perusahaan juga tidak memperhitungkan biaya overhead aktual yang dikeluarkan selama proses produksi pada akhir periode, sehingga tidak dapat diketahui pembebanan biaya overhead yang ditentukan dimuka tersebut overapplied atau underapplied. Perhitungan Harga Pokok Produksi Alumunium dengan Metode Job Order Costing Analisis telah dilakukan terhadap perhitungan harga pokok produksi produk alumunium yang dilakukan oleh perusahaan dan menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan CV. TRISTAR menggunakan metode pengumpulan biaya Job Order Costing belum dilakukan dengan semestinya. Metode perhitungan harga pokok produksi menggunakan Job Order Costing seharusnya memisahkan biaya produksi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung seharusnya dihitung menggunakan biaya aktual yang dipakai dalam produksi sedangkan biaya overhead dihitung menggunakan estimasi tarif overhead yang ditentukan dimuka dan dibebankan ke
produk dengan menggunakan cost driver volume produksi, jam tenaga kerja langsung atau jam mesin. Selain metode Job Order Costing, CV. TRISTAR menggunakan sistem pengumpulan biaya standar dengan menghitung tarif standar dan kuantitas standar dari bahan baku, tenaga kerja langsung, dan beberapa biaya overhead, khususnya biaya penunjang, biaya aksesoris dan biaya listrik, yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu produk. Tarif dan kuantitas standar dari biaya produksi tersebut diperoleh dari perhitungan yang pernah dilakukan sebelumnya. Berikut ini evaluasi perhitungan harga pokok produksi dari masing-masing komponen biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead yang dihitung menggunakan metode Job Order Costing : a. Biaya Bahan Baku CV. TRISTAR sebenarnya sudah melakukan pengidentifikasian bahanbahan yang terdiri dari bahan baku, aksesoris dan bahan penunjang. Akan tetapi semua pemakaian bahan tersebut dibebankan ke dalam biaya bahan baku. Dalam perhitungan harga pokok produksi menggunakan Job order Costing ini, pengelompokkan bahan-bahan produksi ini kemudian dibebankan ke perhitungan harga pokok produksi sesuai dengan posnya dan harga bahan baku dihitung dengan mengalikan jumlah pemakaian bahan standar dengan rata-rata harga bahan selama bukan Januari sampai Juni 2013. b. Biaya Tenaga Kerja Langsung Perhitungan yang akan kita pakai dalam metode Job Order Costing ini menggunakan rata-rata dari tarif tenaga kerja yang ada di CV. TRISTAR dengan hanya menggunakan tarif ongkos kerja saja, tanpa memasukkan uang makan, yaitu sebesar Rp 45.000 (dengan pembulatan keatas). Tabel 2 berikut ini menampilkan rata-rata tarif tenaga kerja CV. TRISTAR, khususnya divisi alumunium dan kaca.
Tabel 2 Rata-Rata Tarif Tenaga Kerja Divisi Alumunium dan Kaca (dalam Rupiah) No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tukang 1 Tukang 2 Tukang 3 Tukang 4 Tukang 5 Tukang 6 Tukang 7 Tukang 8 Tukang 9 Tukang 10 Tukang 11 RATA-RATA
Ongkos Kerja (OK) /hari 70.000 50.000 50.000 50.000 40.000 35.000 35.000 25.000 50.000 40.000 40.000 44.091
Uang Makan (UM) 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000
Jumlah OK + UM /hari 77.000 57.000 57.000 57.000 47.000 42.000 42.000 32.000 57.000 47.000 47.000 51.091
Sumber : Ongkos Kerja CV. TRISTAR (Data diolah, 2013) c. Biaya Overhead Dalam perhitungan biaya overhead yang akan kita lakukan menggunakan metode Job Order Costing, biaya overhead aktual selama bulan Januari sampai Juni 2013 dipakai dalam perhitungan pembebanan biayanya. Biaya overhead dibebankan menggunakan metode tradisional dimana biaya overhead dialokasikan ke produk dengan menggunakan cost driver volume, yaitu volume produksi selama 6 bulan terakhir, bulan Januari sampai dengan Juni 2013. Cost driver volume produksi dipilih sebagai dasar alokasi karena dirasa paling mudah untuk menelusurinya dibandingkan dengan menggunakan jam tenaga kerja langsung ataupun jam mesin. Selanjutnya untuk perlakukan biaya overhead, dilakukan dengan menggunakan metode full costing dimana tidak dipisahkan antara biaya tetap dan biaya variabel. Metode variable costing yang memisahkan biaya overhead menjadi biaya tetap dan biaya variabel memang akan memberikan hasil perhitungan yang lebih akurat untuk tujuan pengambilan keputusan manajemen, akan tetapi sulit untuk diterapkan pada perusahaan ini karena ketidaktersediaan rekapan data yang menunjang perhitungan. Sehingga metode full costing dianggap paling mudah
dan tepat untuk diterapkan, minimal untuk mengetahui biaya produksi dan untuk pelaporan eksternal. Perhitungan biaya overhead aktual dilakukan dengan mengalokasikan beberapa biaya yang ada di CV. TRISTAR selama bulan Januari sampai Juni 2013 ke dalam biaya produksi dan biaya non produksi berdasarkan presentase penggunaan biaya dan volume produksi. Hal ini dikarenakan biaya-biaya tersebut belum dilakukan pemisahan sesuai kelompok biayanya. Presentase penggunaan biaya didapat dengan menghitung beban yang ditanggung untuk produksi dan non produksi yang merupakan hasil dari observasi dan wawancara dengan pemilik dan karyawan produksi. Dari analisa di atas, selanjutnya kita menghitung kembali harga pokok produksi yang telah dilakukan perusahaan dengan menerapkan metode Job Order Costing untuk pengakumulaisan biaya produksi, metode
tradisional untuk pembebanan biaya overhead, metode Full Costing untuk perlakuan biaya overhead, serta pengukuran biaya standar dan biaya aktual untuk biaya overhead, bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Selanjutnya kita akan menyebut metode perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Job Order Costing untuk memudahkan dalam memahaminya. Perbandingan Hasil Analisis Analisis harga pokok produksi beberapa produk standar CV. TRISTAR telah dilakukan dan selanjutnya adalah membandingkan hasil analisis tersebut. Harga pokok produksi tersebut pastinya berpengaruh pada harga jual dan laba masing-masing produk. Perbandingan hasil analisis harga pokok produksi, harga jual dan laba masingmasing produk disajikan pada tabel 3 berikut ini :
Tabel 3 Perbandingan Hasil Analisis Harga Pokok Produksi, Harga Jual dan Laba masing-masing Produk (dalam Rupiah) ETALASE URAIAN
JEMURAN
METO DE JOB METO DE ORDER PERUSAHAAN COSTING
SELISIH
Biaya Bahan Baku Biaya T enaga Kerja Langsung Biaya Overhead Harga Pokok Produksi Mark up (Laba 20% + Diskon 5%)
778.250 114.000 112.180 1.004.430 251.108
864.107 90.000 122.273 1.076.380 269.095
Harga Jual
1.255.538
1.345.475
44.463
525
(43.937)
1.300.000
1.346.000
295.570
269.620
Pembulatan Harga Jual Pembulatan Laba
ALMARI RAK PIRING
METO DE JOB METO DE ORDER PERUSAHAAN COSTING
SELISIH
METO DE PERUSAHAAN
METO DE JOB ORDER COSTING
SELISIH
85.857 (24.000) 10.093 71.950 17.987
242.983 57.000 55.333 355.317 88.829
242.839 45.000 114.006 401.845 100.461
(144) (12.000) 58.673 46.528 11.632
978.433 228.000 188.400 1.394.833 348.708
925.221 180.000 162.276 1.267.497 316.874
(53.212) (48.000) (26.124) (127.336) (31.834)
89.937
444.146
502.306
58.160
1.743.542
1.584.371
(159.170)
5.854
694
6.458
629
(5.830)
46.000
450.000
503.000
53.000
1.750.000
1.585.000
(165.000)
(25.950)
94.683
101.155
6.472
355.167
317.503
(37.664)
(5.160)
Sumber : Data diolah (2013)
a.
Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan yang cukup besar dalam perhitungan harga pokok produksi untuk masing-masing produk dimana ada selisih yang yang positif dan ada yang negatif. Selisih yang positif menunjukkan bahwa harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan lebih rendah daripada harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costing. Sedangkan selisih negatif
menunjukkan bahwa harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan lebih tinggi daripada harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costing. Selisih ini merupakan evaluasi biaya yang terdiri dari: 1. Biaya bahan yang telah dipisahkan menjadi biaya bahan baku khusus untuk bahan alumunium dan kaca, sedangkan biaya aksesoris dan biaya penunjang lainnya masuk ke perhitungan biaya overhead dimana harga bahannya diubah menjadi harga rata-rata bahan.
14 2. Biaya tenaga kerja langsung yang perhitungannya telah diubah menjadi tarif rata-rata tenaga kerja langsung dan memisahkan uang makan ke dalam biaya overhead. 3. Biaya overhead terdiri dari biaya bahan dan biaya tenaga kerja langsung yang telah dipisahkan dan masuk ke dalam perhitungan biaya overhead ditambah dengan biaya overhead lainnya yang belum semuanya dibebankan ke dalam harga pokok produksi seperti biaya pemeliharaan peralatan, biaya pengiriman bahan, biaya penyusutan peralatan dan bangunan, biaya telefon dan biaya transpor melakukan pengerjaan produk diluar dan survey. Perlakukan biaya overhead menggunakan sistem full costing dimana tidak memisahkan biaya overhead tetap dan biaya overhead variabel dan dibebankan dengan sistem tradisional dengan menggunakan cost driver volume produksi (total unit yang diproduksi). b. Analisis Perbandingan Harga Jual Produk Perbedaan harga pokok produksi yang terjadi karena perbedaan penerapam metode perhitungan harga pokok produksi tersebut otomatis mempengaruhi harga jual masingmasing produk. Perusahaan ternyata terlalu rendah menetapkan harga pokok produksi dan harga jualnya. Perusahaan menentukan harga jual dengan melakukan mark up biaya sebesar 20% dari harga pokok produksi, diskon sebesar 5% dari harga pokok produksi, dan melakukan pembulatan ke ribuan terdekat. Perbedaan harga jual tersebut tentunya juga akan mempengaruhi laba yang diperoleh perusahaan. Tabel 3. diatas membandingkan perhitungan harga jual yang dilakukan oleh perusahaan dan harga jual yang dihitung menggunakan metode Job Order Costing. Analisis perbandingan harga jual 2 produk standar alumunium pada tabel 3. menunjukkan perbedaan dimana harga jual yang ditetapkan oleh perusahaan lebih rendah dari harga jual yang dihitung menggunakan metode Job Order Costing untuk produk etalase standar dan jemuran standar. Sedangkan untuk produk almari rak piring
standar, harga jual yang ditetapkan perusahaan lebih tinggi dari harga jual yang dihitung menggunakan Job Order Costing. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal berikut ini : 1. Harga pokok produksi telah dihitung kembali dan memberikan perbedaan yang signifikan antara harga pokok produksi metode perusahaan dengan harga pokok produksi metode Job Order Costing. 2. Kebijakan pembulatan harga jual yang dilakukan oleh perusahaan tidak konstan dan tidak mempunyai dasar yang kuat. Ada yang dilakukan pembulatan ke puluhan ribu terdekat dan ke ratusan ribu terdekat. Hal ini dilakukan oleh perusahaan untuk menyamakan dengan harga pasar dan mengantisipasi konsumen yang menawar dengan harga lebih rendah. Kebijakan pembulatan ini tentunya tidak tepat diterapkan karena ada yang mencapai Rp 48.000 dan dinilai akan memberatkan konsumen. 3. Pada perhitungan menggunakan Job Order Costing, dilakukan pembulatan ke ribuan terdekat agar pembulatan tersebut tidak terlalu besar dan besarnya bisa dipertanggunjawabkan. c. Analisis Perbandingan Laba Produk Perbedaan harga pokok produksi dan harga jual ini akan berpengaruh pada laba yang diterima oleh perusahaan. Hasil analisa menunjukkan bahwa laba masing-masing produk yang diterima perusahaan jika menggunakan perhitungan perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan laba yang dihitung menggunakan metode Job Order Costing untuk produk etalase dan almari rak piring. Sedangkan untuk produk jemuran, laba yang dihitung dengan metode perusahaan lebih rendah daripada laba yang dihitung menggunakan Job Order Costing. Perbedaan hasil analisa ini disebabkan oleh selain penerapan metode penentuan harga pokok produksi yang berbeda, juga disebabkan oleh kebijakan pembulatan harga jual yang dilakukan. d. Analisa Perbandingan Laporan Laba Rugi Perusahaan Perbedaan harga pokok produksi dan harga jual masing-masing produk ini tentunya
15 akan berpengaruh pada pengambilan keputusan manajemen dan laba rugi perusahaan. Laporan laba rugi terdiri dari perhitungan total penjualan, total harga pokok produksi dan dan total biaya non produksi. Harga pokok produksi dan harga jual yang sudah dihitung menggunakan metode perusahaan dan metode Job Order Costing ditampilkan dalam tabel 3. Penjualan yang digunakan dalam perhitungan laba rugi ini adalah penjualan selama bulan Januari sampai Juni 2013 yang sesungguhnya terjadi dimana ada diskon yang diberikan kepada konsumen. Tabel 4 menunjukkan total harga pokok produksi dan harga jual selama bulan Juni
sampai Juni 2013. Perhitungan laba kotor operasi dihitung dengan mengurangi penjualan dengan harga pokok produksi ketiga produk alumunium. Perhitungan laba bersih operasi dihitung dengan mengurangi laba kotor dengan biaya-biaya operasional (non produksi). Perhitungan laporan laba rugi selanjutnya dibandingkan antara laba rugi yang dihitung menggunakan metode perusahaan dan menggunakan metode Job Order Costing. Perhitungan laba rugi 3 produk standar alumunium selama bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 4 Perhitungan Harga Jual dan Harga Pokok Produksi 3 Produk Standar Alumunium Bulan Januari – Juni 2013 (dalam Rupiah) URAIAN JUMLAH PRO DUKSI (UNIT) HARGA JUAL TO TAL HARGA JUAL HARGA PO KO K PRO DUKSI BIAYA BAHAN BAKU BIAYA T ENAGA KERJA LANGSUNG BIAYA OVERHEAD TO TAL HARGA PO KO K PRO DUKSI BIAYA BAHAN BAKU BIAYA T ENAGA KERJA LANGSUNG BIAYA OVERHEAD TO TAL
METO DE PERUSAHAAN ALMARI ET ALASE JEMURAN RAK PIRING 13 10 9 1.300.000 450.000 1.750.000 16.900.000 4.500.000 15.750.000 778.250 114.000 112.180
242.983 57.000 55.333
978.433 228.000 188.400
10.117.250 1.482.000 1.458.340 13.057.590
2.429.833 570.000 553.333 3.553.167
8.805.899 2.052.000 1.695.600 12.553.499
TO TAL 32 37.150.000
21.352.983 4.104.000 3.707.273 29.164.256
METO DE JOB ORDER COSTING ALMARI ET ALASE JEMURAN RAK PIRING TO TAL 13 10 9 32 1.346.000 503.000 1.585.000 17.498.000 5.030.000 14.265.000 36.793.000 864.107 90.000 122.273
242.839 45.000 114.006
925.221 180.000 162.276
11.233.394 1.170.000 1.589.544 13.992.938
2.428.389 450.000 1.140.060 4.018.448
8.326.989 1.620.000 1.460.484 11.407.473
21.988.772 3.240.000 4.190.087 29.418.859
Sumber : Data Diolah 2013 Tabel 5 Perhitungan Laba Rugi 3 Produk Alumunium Standar Bulan Januari – Juni 2013 (dalam Rupiah) METODE PERUS AHAAN LAPORAN LABA RUGI PENJUALAN HARGA POKOK PRODUKS I BIAYA BAHAN BAKU BIAYA TENAGA KERJA LANGS UNG BIAYA OVERHEAD TOTAL HARGA POKOK PRODUKSI LABA KOTOR OPERAS I BIAYA OPERAS IONAL BIAYA PERUS AHAAN *) BIAYA ADMINIS TRAS I DAN UMUM **) BIAYA PEMAS ARAN ***) TOTAL BIAYA OPERAS IONAL LABA BERS IH OPERAS I S ELIS IH
ETALAS E
JEMURAN
ALMARI RAK PIRING
METODE JOB ORDER COSTING TOTAL
ETALAS E
JEMURAN
ALMARI RAK PIRING
TOTAL
16.900.000
4.500.000
15.750.000
37.150.000
17.498.000
5.030.000
14.265.000
36.793.000
10.117.250 1.482.000 1.458.340 13.057.590 3.842.410
2.429.833 570.000 553.333 3.553.167 946.833
8.805.899 2.052.000 1.695.600 12.553.499 3.196.501
21.352.983 4.104.000 3.707.273 29.164.256 7.985.744
11.233.394 1.170.000 1.589.544 13.992.938 3.505.062
2.428.389 450.000 1.140.060 4.018.448 1.011.552
8.326.989 1.620.000 1.460.484 11.407.473 2.857.527
21.988.772 3.240.000 4.190.087 29.418.859 7.374.141
1.549.514
1.191.934
1.072.741
3.814.189 718.122 353.338 1.071.460 2.433.602 140.706
552.402 271.799 824.200 187.351 432.452
1.549.514 2.292.896
1.191.934 (245.101)
1.072.741 2.123.760
3.814.189 4.171.556
Keterangan *) : Perhitungan biaya operasional menggunakan metode perusahaan **) : Perhitungan biaya administasi dan umum menggunakan metode Job Order Costing ***) : Perhitungan biaya pemasaran menggunakan metode Job Order Costing Sumber : Data Diolah 2013
497.161 244.619 741.780 2.115.747 (8.013)
1.767.685 869.756 2.637.441 4.736.700 565.144
16 Hasil perhitungan laba rugi atas 3 produk standar alumunium menunjukkan perbedaan antara perolehan laba dengan metode perusahaan dan perolehan laba dengan menggunakan metode Job Order Costing. Perhitungan laba dengan menggunakan metode perusahaan memperoleh laba bersih operasi sebesar Rp. 4.171.556. Perhitungan laba dengan menggunakan metode Job Order Costing memperoleh laba bersih operasi sebesar Rp. 4.736.700. Selisihnya sebesar Rp. 565.144 menunjukkan bahwa perolehan laba yang dihitung menggunakan metode perusahaan lebih rendah daripada perolehan laba yang dihitung menggunakan Job Order Costing. Perbedaan dan selisih laba tersebut disebabkan karena : a. Penerapan metode perhitungan harga pokok produksi yang berbeda antara metode perusahaan dengan metode Job Order Costing yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead. b. Kebijakan pembulatan harga jual yang awalnya terlalu besar yaitu dibulatkan ke puluhan ribu dan ratusan ribu terdekat, dengan alasan untuk menyamakan harga jual dengan harga pasar dan mengantisipasi konsumen yang menawar dengan harga terlalu rendah, diubah ke dalam pembulatan ribuan terdekat. c. Biaya-biaya perusahaan sebelumnya tidak dilakukan pengelompokan biaya sehingga belum jelas pos biayanya. Pengelompokan biaya dilakukan ke dalam biaya produksi dan biaya non produksi / biaya operasional, dan dialokasikan dengan dasar alokasi presentasi pemakaian biaya pada masingmasing kelompok biaya dan volume produksi, yaitu jumlah unit yang di produksi selama bulan Januari sampai Juni 2013. Biaya non produksi dalam perhitungan perusahaan memasukkan seluruh biaya yang ada di perusahaan yang seharusnya merupakan biaya overhead. Sehingga biaya operasionalnya terlalu besar yang akhirnya mengurangi laba perusahaan secara keseluruhan.
Implikasi Hasil Penelitian Penerapan metode Job Order Costing pada CV. TRISTAR menghasilkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap harga pokok produksi, harga jual dan laba yang diperoleh perusahaan. Perbedaannya tidak semua sama, dalam artian ada yang menghasilkan nilai positif ada yang negatif. Perbedaannya disebabkan oleh kesalahan perusahaan dalam menghitung biaya produksi dan terkait kebijakan pembulatan harga perusahaan. Penerapan metode Job Order Costing mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan yang didapat jika perusahaan menerapkan metode tersebut yaitu terkait pelaporan keuangan perusahaan kepada pihak investor. Laporan Laba Rugi CV. TRISTAR akan menunjukkan laba perusahaan yang lebih banyak, sehingga investor akan percaya untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan karena menganggap perusahaan mampu membayar kewajiban hutangnya. Keuntungan lain dapat dilihat dari segi pengambilan keputusan. Perusahaan dapat mengetahui keseluruhan biaya yang berhubungan dengan produksi dan menganalisis penyebab biaya produksi yang membengkak tersebut, kemudian mengendalikan pos-pos biaya yang kurang penting dengan melakukan efisiensi biaya. Akan tetapi kelemahan jika menerapkan metode Job Order Costing juga didapat, yaitu terkait pelaporan eksternal kepada pemerintah dan pajak. Perusahaan mempunyai laba bersih lebih besar yang berarti pajak yang dibayarkan juga besar. Kelemahan lainnya yaitu terkait penentuan harga jual produk yang terlalu tinggi. Perusahaan akan menentukan harga jual lebih besar dari harga semula dan hal ini akan beresiko kehilangan konsumen karena harga jual yang ditetapkan terlalu tinggi dari harga di pasaran.
17 KESIMPULAN Hasil analisis menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan CV. TRISTAR untuk 3 produk alumunium standar sudah menggunakan Job Order Costing tapi masih belum tepat. Kesalahan dilakukan pada perhitungan biaya bahan baku yang tidak dipisahkan dengan biaya penunjang dan biaya aksesoris, harga bahan baku yang menggunakan tarif awal pembelian, perhitungan biaya tenaga kerja langsung yang hanya memakai satu tarif pekerja, dan biaya overhead belum dibebankan seluruhnya Harga pokok produksi selanjutnya dihitung kembali dengan menggunakan metode Job Order Costing untuk pengakumulasian biaya produksi, metode tradisional untuk pembebanan biaya overhead, metode Full Costing untuk perlakuan biaya overhead, serta pengukuran biaya standar dan biaya aktual untuk bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead Hasil analisis harga pokok produksi menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan lebih kecil dari pada perhitungan harga pokok produksi menggunakan Job Order Costing untuk produk etalase alumunium standar panjang 200 cm dan jemuran alumunium standar panjang 150 cm. Sedangkan untuk produk almari rak piring panjang 100 cm, menghasilkan perhitungan harga pokok produksi perusahaan yang lebih besar daripada perhitungan harga pokok produksi menggunakan Job Order Costing, Perbedaan ini dikarenakan : o Perusahaan membebankan biaya bahan penunjang ke dalam biaya bahan baku yang seharusnya dibebankan ke biaya overhead. Perusahaan menggunakan harga bahan baku pada saat awal pembelian saja yang seharunya menggunakan ratarata harga bahan baku. o Perusahaan menggunakan tarif 1 pekerja untuk biaya tenaga kerja
langsung yang seharusnya menggunakan tarif rata-rata pekerja karena tarifnya berbeda-beda sesuai dengan keahlian dan lama bekerja. o Perusahaan tidak membebankan beberapa unsur biaya overhead kedalam harga pokok produksi dengan tepat. Perusahaan hanya memasukkan biaya listrik dan beberapa biaya bahan penunjang. Sedangakan biaya bahan penunjang lainnya, biaya operasi, biaya perbaikan dan pemeliharaan peralatan dan biaya penyusutan peralatan dan bangunan tidak dibebankan ke dalam biaya produksi. Perbedaan ini tentunya mempengaruhi harga jual dan laba rugi perusahaan. Harga jual yang diterapkan perusahaan lebih rendah dari harga jual yang dihitung menggunakan metode Job Order Costing untuk produk etalase 200 cm dan jemuran 150 cm. Sedangkan harga jual yang ditetapkan perusahaan untuk almari rak piring 100 cm lebih tinggi daripada harga jual menggunakan metode Job Order Costing. Perbedaan harga jual dan harga pokok produksi tersebut mempengaruhi perhitungan laba yang dilakukan perusahaan menjadi lebih rendah dari pada laba yang sebenarnya diterima perusahaan, hal ini dikarenakan : o Perhitungan harga pokok produksi untuk ketiga produk alumunium yang dibebankan perusahaan ada yang lebih rendah dan ada yang lebih kecil daripada harga pokok produksi yang sebenarnya. Sehingga berpengaruh terhadap harga jualnya dan laba per produk. o Kebijakan pembulatan harga jual ke ratusan ribu dan puluhan ribu terdekat yang dilakukan CV. TRISTAR diganti kedalam ribuan terdekat untuk mengurangi harga jual yang terlalu tinggi. o Perhitungan laba rugi dengan metode perusahaan tidak memisahkan biayabiaya perusahaan kedalam biaya produksi dan biaya non produksi, sehingga biaya-biaya yang belum dimasukkan ke perhitungan harga
18 pokok produksi dibebankan semua ke biaya operasional. Sedangkan perhitungan laba rugi dengan metode Job Order Costing memisahkan biaya–biaya perusahaan kedalam biaya produksi (overhead) dan biaya non produksi.
SARAN Bagi Perusahaan : 1. Perusahaan hendaknya menghitung dan memperhatikan semua komponen harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead) dengan tepat dan akurat sesuai dengan teori yang ada, khususnya Job Order Costing, sampai ke tahap pelaporan laba rugi agar dapat dianalisis pencapaian bisnisnya dan dijadikan bahan evaluasi serta pengambilan keputusan. 2. Khusus untuk biaya overhead, perusahaan seharusnya menghitung tarif pembebanan biaya overhead dengan cost driver yang lebih dapat mencerminkan biaya overhead yang sesungguhnya terjadi dalam proses produksi dan juga memperhitungkan underapplied dan overapplied dari biaya overhead yang ditentukan di muka dibandingkan dengan biaya overhead yang sesungguhnya terjadi. 3. Perusahaan hendaknya menerapkan penentuan harga jual yang tepat dan konstan dengan melakukan kebijakan pembualatan harga jual yang tidak terlalu besar untuk menghindari ketimpangan dalam perhitungan laba perusahaan. 4. Perusahaan hendaknya menganalisis semua biaya-biaya yang ada di perusahaan dan memisahkannya kedalam biaya produksi dan biaya non produksi (biaya operasional). Biaya produksi ini digunakan dalan perhitungan harga pokok produksi dan biaya non produksi digunakan dalam perhitungan laba rugi perusahaan.
Bagi Penelitian Selanjutnya : 1. Perlu mengkaji lebih banyak jurnal sejenis yang terkait dengan perhitungan harga pokok produksi dan keputusan strategik perusahaan dalam penggunaan akuntansi manajemen dan akuntansi biaya sehingga dapat menentukan konstruk konseptual dan operasional yang lebih lebih kompleks. 2. Mengidentifikasi metode penentuan harga pokok produksi yang tepat disesuaikan dengan sifat bisnis, produk yang dihasilkan, perubahan lingkungan manufaktur, tujuan penyediaan informasi untuk kebutuhan pengambilan keputusan yang bersifat operasional atau strategik, dan pertimbangan biaya atau manfaat terhadap perolehan, perancangan, modifikasi dan pengoperasian sistem tertentu. 3. Memilih objek penelitian dengan karakteristik bisnis yang berbeda, misalnya perusahaan jasa atau perusahaan dagang untuk mengetahui perbedaan perhitungan harga pokok produksi dan pengaruhnya terhadap harga jual dan laba. 4. Memilih objek penelitian yang sudah melakukan pengelolaan keuangan keuangan sesuai standar akuntansi untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan harga pokok produksi. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, Sandingan Data UMKM 20112012, (Online), (http://www.depkop.go.id/, diakses pada tanggal 3 Mei 2013 pada pukul 10.15) Anonimous, Undang Undang no 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, (Online), (http://www.depkop.go.id/, diakses pada tanggal 3 Mei 2013 pada pukul 11.00) Blocher, Edward J., Chen, Kung H., Cokins, Gary., Lin, Thomas W., 2007, Manajemen Biaya, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta.
19 Bungin, Burhan, 2010, Penelitian Kualitatif, Jakarta.
Analisis Data Rajawali Pers,
Carter, Wiliam K, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi 14, Terjemahan oleh Krista, Salemba Empat, Jakarta. Diane Pudjiastuti, 2003, Peranan Job Order Costing Method dalam Menetapkan Harga Pokok Produksi (Studi Kasus pada PT. Harost Ismi Bandung), Skripsi Jurusan Akuntansi Universitas Widyatama Bandung. Garrison, Ray H., Noreen, Eric W., Peter C., 2008, Akuntansi Manajerial, Edisi 11, Terjemahaan oleh Nuri Hinduan, Salemba Empat, Jakarta. Hanif, Mohammad, 2012,Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia, (online), http://id.scribd.com/doc/102335452/Usah a-Mikro-Kecil-dan-Menengah-UMKMdi-Indonesia, diakses pada tanggal 3 Mei 2013 pukul 17.03) Hansen, Don. R dan Maryanne M. Mowen, 2009, Akuntani Biaya.Edisi 8, Terjemahan oleh Deny Arnos Kwary, Salemba Empat, Jakarta. Horngern, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George., 2006, Akuntansi Biaya, Edisi 12, Erlangga, Jakarta. Indah Fitri Rusmala, 2012, Pentingnya Penerapan Metode Full Costing dalam rangka menetapkan harga pokok produksi pada Peternak Ayam UD. Family Poultry Shop di Kabupaten Blitar, Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Lilik Sugiharti dan Unggul Heriqbaldi, 2012, Pendekatan Penelitian Kualitaitf : Naratif,
Fenomenologi, Groubded Theory, Etnografi, & Studi Kasus, dalam Desain Penelitian : Pendekatann Kualitatif, Insan Muamalah Publiser, Malang. Mas’ud Machfoedz, Mahmud Machfoedz, 2011, Kewirausahaan : Matode Manajemen dan Implementasi, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta. Moleong, L, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Mulyadi, 2001, Akuntansi Manajemen. Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta. Mulyadi, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi 5, Aditya Media, Yogyakarta. Nazir, Moh, 2011, Metode Penelitian, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta Soeharto Prawirokusumo, 2010, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, BPFE, Yogyajarta. Stevanus Hadi Darmaji, 2007, Prospek Pembentukan dan Sistem Akuntansi bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dalam Kewirausahaan UKM : Pemikiran dan Pengalaman Karya Bersama FE Universitas Surabaya dan Forum Daerah UKM Jawa Timur, Edisi 1, Graha Ilmu, Yogyakarta. Widiyastuti, S. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor, Skripsi Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.