NO.21
JUNI 2006 PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA
Pembabaran Pertama
Sang Buddha Artikel oleh YM.Bhiksu Jun-ichi Nakamura Ilustrasi oleh Hiroshige Katsu
etelah Buddha Sakyamuni mencapai penerangan agung, ia tinggal dalam tingkat kebahagiaan yang tak terkira. Dengan kata lain, ia merasa bahwa jika ia mati saat sekarang, maka ia tidak akan menyesalinya. Bahkan
S
kita, orang biasa kadang-kadang kita mendapatkan perasaan yang sama seperti itu. “Aku ingin memasuki Nirvana,” kata Sang Buddha. Kita biasanya memahami istilah Nirvana dengan kematian. Suatu hari, terdapat seorang aktor muda
1
yang melakukan bunuh diri dan meninggalkan sebuah pesan, “Aku akan menunggu di Nirvana.” Kita tidak tahu apa perasaan dia ketika ia terjun dari puncak gedung, tetapi saya yakin bahwa Buddha Sakyamuni tidak memaknakan Nirvana sebagai
No.21 / Juni 2006
kematian. Nirvana adalah kata India dimana berarti "Matinya Api". Ini adalah tingkatan dimana api hawa nafsu yang membakar dalam pikiran kita telah padam. Sekarang Buddha Sakyamuni sedang berada dalam tingkatan tersebut. Selama 21 hari, Sang Buddha tinggal dalam tingkatan kegembiraan akan kebenaran penerangan agung yang telah ia capai. Kemudian, Ia merasa sesuatu telah berubah dalam diriNya. Ia bingung apakah ia harus membabarkan kebenaran yang telah ia capai atau tidak. Ia mencapai penerangan dengan usaha dirinya sendiri, oleh karena itu, ia bingung, “Jika Aku membabarkan peneranganKu kepada orang lain, apakah mereka dapat mengerti atau tidak? Jika Aku harus melakukan sebuah usaha yang besar untuk itu, Aku sebaiknya duduk disini saja.” Hal ini memang kelihatan aneh bahwa Sang Buddha sedang bingung untuk membabarkan atau tidak. Dan ini adalah sisi yang sangat manusiawi bahwa hal ini menunjukkan kepada
kita tentang keagunganNya dan sebuah jalan kepada KeBuddhaan. Bagaimanapun juga, hanya manusia saja yang mampu memecahkan persoalan. Sehingga dalam biografi Sang Buddha, dikatakan bahwa Dewa Raja Surga Brahma muncul dihadapanNya. Dewa ini adalah salah satu dewa kuno India dan dipercaya bahwa Ia menciptakan dunia ini. Raja Surga Brahma berkata kepada Sang Buddha yang sedang meditasi dibawah pohon Bodhi beberapa kali. “Yang Dimuliakan Dunia! Babarkanlah kebenaran Penerangan Agung yang telah Engkau peroleh kepada seluruh mahluk hidup.” Ketika Sang Buddha mendengarkan suara ini, pada mulanya Ia tidak ingin melakukannya. Tetapi Raja Surga Brahma tidak menyerah. Ia terus memohon kepada Sang Budha untuk memberikan cahaya terang kepada dunia yang telah ia ciptakan. Raja Iblis Surga Ke-Enam yang muncul dalam artikel saya ini adalah seorang dewa yang berusaha untuk mengontrol manusia. Dilain pihak, Raja Surga Brahma berusaha membuat orang-orang memperoleh kemurnian pikiran. Akhirnya, pikiran Sang Buddha tergerak oleh suara Raja Surga Brahma yang terus memanggil Sang Buddha dengan bersemangat. Dan juga ia telah dibangkitkan dalam sebuah pengertian yang penting. Itu adalah, “Aku terlahir karena sebuah sebab dan juga Aku dapat bangkit karena sebuah sebab. Jadi sekarang Aku disini adalah membuat sebuah sebab baik dengan orang-orang..” Kemudian, Buddha Sakyamuni memutuskan, “Aku akan membabarkan Dharma,” dan bangkit dari tempat meditasi, dan mengukir langkah pertama untuk sebuah perjalanan Dharma. Cerita ini disebut “Doa Raja Surga Brahma” dan menceritakan
2
kemajuan pikiran Sang Buddha setelah pencapaian peneranganNya. Aku rasa bahwa setiap orang yang menemukan sebuah kebenaran tidak boleh menyimpannya sendiri tetapi harus memberitahukan kepada orang lain. Ini adalah sebuah kebenaran sebab membagi kebahagiaan mu kepada orang jauh lebih baik daripada hanya menikmatinya sendiri. Tentu saja, kamu harus berusaha segala upaya untuk melakukan hal tersebut. Buddha Sakyamuni telah siap untuk melakukannya dan tidak akan mundur lagi. Ia pergi ke Sarnath, atau Taman Rusa. Lokasi ini terletak lebih dari 200 km dari Buddhagayõ, bagian pinggiran kota Benales, dimana terdapat banyak pertapa berkumpul disana. Diantara para pertapa tersebut, Sang Buddha menemukan lima orang yang pernah bersama-sama denganNya melakukan pertapaan keras, dan berusaha membabarkan ceramah pertamaNya kepada mereka. Bagaimanapun, kelima orang tersebut mengenal Sang Buddha yang mereka anggap telah menyerah dalam pertapaan sebelumnya bersama mereka. Sehingga mereka berpikir tidak ingin mendengarkan pengajaran dariNya. Tetapi ketika mereka melihat Sang Buddha, mereka sangat terkejut dan terkesan dengan kesucianNya dan bersujud dengan penuh hormat. Sang Buddha membabarkan ceramah pertamaNya kepada mereka. Ini disebut “Pemutaran Roda Dharma Pertama”. Roda Dharma berarti Kebenaran yang dicapai Sang Buddha. Ia memberitahukan kebenaran yang dicapai dan memutarnya untuk orang lain. Di India, istilah Roda berarti sebuah senjata india kuno yang disebut Chakra. Dikatakan bahwa sebuah Chakra terdapat banyak pisau disekelilingnya dan ketika diputar akan dapat melukai orang banyak. Dalam kepercayaan india kuno,
No.21 / Juni 2006
dikatakan seorang raja yang sempurna dinamakan Raja Suci Pemutar Roda, atau Chakravartin Rajan dalam bahasa India, tidak mengunakan senjata tetapi berusaha mengatur dunia dengan roda kebenaran atau kebajikan. Kita menyadari bahwa tidak seorang pun yang ingin dilukai oleh orang lain atau mendapatkan penderitaan. Buddha Sakyamuni sungguhsungguh mencoba untuk membuat dunia ini menjadi penuh kedamaian dengan Roda Kebijaksanaan Buddha. Dalam Buddhisme, tidak ada perbedaan diantara teman dan musuh. Mereka semua sama dan Sang Buddha memberikan kebajikan kepada semua orang sama dan rata. Jika kamu ingin menerima kebajikan hanya untuk diri sendiri dengan melakukan akar kebaikan, ini bukanlah kebajikan sejati. Oleh karena itu, kita hendaknya tidak membeda-bedakan orang dan menghadapi semua orang dengan hati yang penuh welas asih. Khususnya, kita adalah pengikut Saddharma Pundarika Sutra dan melaksanakan O’daimoku, sehingga marilah kita menjaga kemurnian pikiran kita. Ini adalah dasar semangat untuk menyebarluaskan roda O’daimoku di dunia ini. Gassho.
A Collection of Nichiren Wisdom, Volume 1 Terbitan: Nichiren Buddhist International Center Diterjemahkan oleh: Josho S.Ekaputra Bab KeBuddhaan, Hal.11 dan 12
MEWUJUDKAN KEBUDDHAAN (Buddha Abadi) Ketika Buddha Abadi telah diungkapkan dalam bagian pokok Saddharma Pundarika Sutra, dunia ini yang penuh penderitaan ini (Dunia Saha) menjadi Tanah Suci Abadi, yang tidak akan musnah oleh tiga bencana dari kebakaran, banjir, dan badai, yang dikatakan dapat menghancurkan dunia. Ini juga melampaui ke-empat periode perubahan kosmis: Kalpa Pembangunan, Kelanjutan, Kehancuran, dan Kekosongan. Buddha Sakyamuni, pemilik Tanah Suci ini tidak pernah moksa pada masa lampau, dan tidak juga akan terlahir pada masa mendatang. Ia ada selamanya melampaui masa lampau, sekarang dan akan datang. Semua yang memperoleh bimbingan dariNya akan menjadi satu dengan Buddha Abadi ini, karena setiap pikiran kita dilengkapi dengan 3,000 keberadaan dan tiga faktor---semua mahluk yang terbang, tanah dimana mereka hidup, dan ke-lima elemen dari mahluk hidup. Kanjin Honzon Sho Risalah Yang Mengungkapkan Perenungan Spiritual Terhadap Objek Pemujaan (Latar Belakang: 25 April 1273, di Pulau Sado) -OOKEBUDDHAAN BAGI SEMUA WANITA (Hanya Ada Dalam Saddharma Pundarika Sutra) Contoh seorang puteri naga yang menjadi seorang Buddha tidak berarti ini hanya berlaku untuknya saja. Ini juga berarti pencapaian KeBuddhaan bagi semua wanita. Dalam sutra-sutra Hinayana yang dibabarkan sebelum Saddharma Pundarika Sutra, pencapaian KeBuddhaan bagi kaum wanita adalah hal yang mustahil. Berbagai macam sutra Mahayana mengungkapkan bahwa para wanita dapat mencapai keBuddhaan atau pergi ke Tanah Suci Buddha, tetapi itu hanya terjadi setelah mereka berubah menjadi baik dan lepas dari iblis. Ini bukanlah pencapaian segera KeBuddhaan di dunia ini, yang hanya dapat terjadi melalui ajaran Tiga Ribu Keberadaan dalam Sekejap Pikiran. Oleh karena itu, apa yang dijanjikan oleh Sang Buddha dalam sutra-sutra Mahayana lain hanya nama saja. Dilain pihak, pencapaian KeBuddhaan oleh seorang puteri naga dalam Saddharma Pundarika Sutra dimaksudkan sebagai sebuah contoh, membuka jalan bagi kaum wanita pada Masa Akhir Dharma untuk mencapai KeBuddhaan atau mencapai Tanah Suci Buddha. Kaimoku Sho Membuka Mata kepada Saddharma Pundarika Sutra (Latar Belakang: Pebruari 1272, di Tsukahara, Pulau Sado)
3
No.21 / Juni 2006
Ichinen Sanzen D
oktrin “Ichinen Sanzen (3,000 Keberadaan Terkandung Dalam Sekejap Pikiran),” adalah sebuah gagasan dimana dalam sekejap pikiran terhubung dengan 3,000 keberadaan dan ini adalah ajaran pokok dalam Buddhisme Nichiren. Dalam artikel ini, Aku tidak ingin menjelaskan secara panjang lebar atau penjelasan secara mendetail dari angka 3,000 sebab apa yang penting bagi kita adalah bagaimana cara menyerap atau memahami sebuah teori religius dibandingkan hanya mengetahui alasannya saja. Hal terpenting dari aspek ajaran Ichinen Sanzen ada dalam hubungan antara “K-Esaan” dan berbagai macam fenomena yang dilambangkan dengan angka 3,000. Saya menerjemahkan hal ini bahwa segala macam fenomena ini adalah sebagai semua keberadaan atau semua elemen di alam semesta. Hal ini berarti Ichinen Sanzen adalah “Ke-Esaan” yang terhubung dengan segala keberadaan di alam semesta, dan Ichinen (Sekejap Pikiran) haruslah dianggap sebagai lambang dari niat positif kita. Kemudian, Ichinen Sanzen dapat berarti bahwa, jika kita berniat untuk melakukan sesuatu, kita dapat mengambarkan suatu bilangan pembagi antara fisik yang terbagi dalam berbagai macam keberadaan yang berbeda. Sebagai contoh, dalam teori Big Bang, bahwa keseluruhan alam semesta ini dimulai dengan sebuah ledakan tunggal. Jika demikian, semua keberadaan
YM.Bhiksu Hosho Higuchi telah terlahir dari tempat yang sama. Kemudian gagasan untuk membagi asal yang sama secara alami melenyapkan segala diskriminasi, dan membimbing kita kepada perasaan persamaan yang absolut. Atas dasar itu, kita memperoleh gagasan bahwa semua mahluk hidup mempunyai KeBuddhaan tanpa pengecualian. Meskipun untuk menerima gagasan ini memerlukan energi pikiran positif yang besar, kita dapat mengatakan bahwa ini adalah sebuah penerangan bagi diri sendiri. Mungkin, pada masa lampau, Buddha Sakyamuni menyadari ini dibawah pohon Bodhi tanpa latar belakang pengetahuan apapun juga. Bagaimanapun, menjadi mahluk yang terterangi hanya untuk sekejap tidak merubah apapun juga. Setelah itu, Ia berpikir, “Semua mahluk hidup datang dari tempat yang sama, tidak hanya semua mahluk hidup tetapi juga semua elemen yang membangun alam semesta ini sebuah secara absolut adalah sama, membentuk sebuah komunitas yang mempunyai asal yang sama.” Dan Ia berusaha
4
keras untuk menyelamatkan orang lain dengan welas asih. Inilah alasan kenapa Ia memperoleh kekuatan misterius dan menjelmakan dirinya dalam "Yang Suci." Sementara itu Ichinen Sanzen mempunyai dua aspek; "Teori" dan "Pelaksanaan." Perbedaan mereka adalah antara “Penerangan dalam sebuah teori” dan ia sebagai “Kenyataan.” Mandala Agung yang dibuat dengan ditulis diatas kertas suci objek pemujaan adalah niat pikiran positif kita dan energi pelaksanaan. Ini adalah gagasan nyata dari Ichinen Sanzen yang didirikan oleh Nichiren Shonin. Gassho.
No.21 / Juni 2006
BODHISATTVA MUNCUL DARI BUMI aratan Dunia Saha, yang terdiri dari seribu juta Dunia Sumeru, bergetar dan terbelah, dan ratusan milyar Bodhisattva-mahasattva muncul dari bumi.” (Bab XV: “Bodhisattva Muncul Dari Bumi”). Buddha Sakyamuni menyatakan bahwa Ia mempercayakan kepada mereka dengan misi untuk menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra setelah kemoksaanNya. Semua Bodhisattva ini, seluruhnya berwarna keemasan, yang dipimpin oleh Empat Pemimpin: Visisthakaritra, Supratisthakartira, Anantakaritra, dan Visudhakaritra. Mereka melambangkan, Pemahaman, Empat Elemen Dasar dari semua hal di alam semesta, bumi, air, api dan udara. "Bumi," dari mana mereka muncul, melambangkan "ketidaktahuan, dan "Warna Emas" dari para Bodhisattva ini, mewakili "Keabadian yang sejati." Semua Bodhisattva ini dapat disamakan dengan Bunga Teratai yang suci, tumbuh dari air yang kotor. Sama seperti yang dikatakan dalam Saddharma Pundarika Sutra, bahwa mereka mempunyai kualitas untuk menyebarluaskan ajaran Sutra ini dan mensucikan dunia dimana mereka terlahirkan dan tumbuh di bumi. Nama dari ke-Empat Pemimpin Bodhisattva Muncul Dari Bumi, setiap karakter merkea mempunyai makna “Pelaksanaan” dalam aksara China. Mereka adalah Bodhisattva Pelaksana. Mereka yang datang dari dunia lain diperlukan
D
YM.Bhiksu Kanto Tsukamoto untuk memenuhi tugas mereka di dunia mereka masing-masing. Pencapaian mereka dapat dipenuhi dimana mereka lahir dan hidup. Nichiren Shonin percaya bahwa para Bodhisattva ini dipimpin oleh Empat Pemimpin akan muncul pada Masa Akhir Dharma, yang ditugaskan untuk misi penyebarluasan Saddharma Pundarika Sutra. Ia percaya bahwa Ia sendiri adalah salah satu dari mereka, khususnya sebagai Bodhisattva Visisthakaritra, meskipun ia tidak pernah mengumumkan hal tersebut. Pendiri kita, menyatakan dalam salah satu tulisan Beliau yang dikenal sebagai “Shoho jissosho”: “Nichiren adalah pemimpin dari Bodhisattva Muncul Dari Bumi. Jika Nichiren adalah salah satu dari pemimpin mereka, maka para pengikut Nichiren adalah anggota dari kelompok Bodhisattva tersebut.” Kita, yang mendedikasikan diri menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra mengikuti Nichiren Shonin sebagai salah satu pemimpin para Bodhisattva yang muncul dari bumi pernah hadir dihadapan Buddha
5
Sakyamuni ketika Sang Buddha membabarkan Saddharma Pundarika Sutra di Gunung Gridhrakuta. Tugas menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra berarti berkumpulnya kembali para Bodhisattva yang dipimpin oleh Nichiren Shonin, Bodhisattva Visisthakaritra, didalam dunia ini, dan merupakan sebuah perjalanan untuk menemukan para pengikut Bodhisattva. Gassho.
No.21 / Juni 2006
Nerak a Avici (Neraka Penderitaan Yang Tak Terputus-putus)
N
e r a k a Av i c i a d a l a h salah satu dari Delapan Neraka Besar yang paling mengerikan dan terbesar diantara semuanya. Ke-Delapan Neraka Besar terdiri atas Neraka Regenerasi, Neraka Tali Hitam, Neraka Penghancuran, Neraka Ratapan, Neraka Ratapan Besar, Neraka Panas Membara, Neraka Panas Membara Besar, dan Neraka Avici. Penderitaan dalam Neraka Avici 1,000 kali lebih besar daripada Neraka Panas Membara Besar. Nichiren Shonin dalam Ken Hobo Sho, menjelaskan tentang keDelapan Neraka Besar tersebut. Dan Neraka Avici digambarkan sebagai berikut: “Neraka Besar Avici, ini juga biasa disebut Neraka Penderitaan Yang Tak Terputus-putus, karena mereka yang mempunyai karma buruk yang berada dalam neraka ini akan mengalami kesakitan yang tidak berkesudahan. Ia terletak dibawah Neraka Panas Membakar Besar. Panjang dan luas dari neraka ini, masing-masing adalah 80,000 yojana, dan dikelilingi oleh benteng besi rangkap tujuh. Penderitaan yang dialami dalam neraka ini sangat ekstrim, tak terbayangkan dan tak terlukiskan, 1,000 kali lebih besar penderitaannya dibandingkan ke tujuh neraka besar lainnya atau kombinasi dari seluruh penderitaan… Bau busuk dari neraka ini akan mampu membunuh semua mahluk surgawi dan manusia di empat benua dan enam surga dunia keinginan
Josho S.Ekaputra ketika menciumnya.” (Ken Hobo Sho) Adapun sebab-sebab yang dapat membuat seseorang terjatuh ke dalam Neraka Avici adalah “Lima Karma Buruk Besar” dan “Karma Pemfitnahan Dharma Sejati”. Lima Karma Buruk Besar adalah: 1. Membunuh Ayah 2. Membunuh Ibu 3. Membunuh seorang Arahat 4. Melukai seorang Buddha 5. Memecah belah Sangha Sedangkan “Karma Pemfitnahan Dharma Sejati” adalah “Menentang, membuang, tidak percaya atau menghancurkan ajaran Sang Buddha.” Sutra Nirvana mengatakan, “Bahwa seseorang yang mengatakan bahwa Sang Buddha hanya bersifat sementara keberadaanNya dan tidak kekal akan kehilangan lidahnya dan terjatuh dalam Neraka Avici.” Dan dalam Saddharma Pundarika Sutra, Bab III Perumpamaan, dikatakan bahwa “Mereka yang tidak percaya kepada
6
sutra ini tetapi memfitnahnya… akan terjatuh kedalam Neraka Avici setelah kehidupan mereka berakhir.” Pada saat sekarang, karena seorang Buddha tidak hadir didunia ini maka karma buruk melukai Sang Buddha pun tidak ada, begitu juga karma buruk membunuh seorang Arahat. Namun karma buruk akibat pembunuhan terhadap orang tua dan memecah belah sangha masih sering terjadi sehingga dipastikan bahwa mereka yang melakukan hal tersebut akan terjatuh dalam Neraka Avici. Namun terdapat beberapa karma buruk yang berkaitan dengan Lima Dosa Besar. Nichiren Shonin mengatakan bahwa, “Banyak orang yang membakar rupang kayu dan gambar para Buddha dan kuil Buddhis, dan menara, merampas kekayaan yang disumbangkan, meruntuhkan atau membakar habis stupa, atau membunuh orang yang bijaksana dan berkebajikan. Orangorang seperti ini akan terjatuh ke dalam 16 neraka yang terkait dengan Neraka Besar Avici….Para pemfitnah Dharma Sejati juga akan terjatuh kedalam neraka tersebut.” Demikianlah pengertian Pemfitnahan Dharma Sejati (Hobo) dan sebab-sebab terjatuh kedalam Neraka Avici. Marilah kita semua melaksanakan Dharma Sejati “Saddharma Pundarika Sutra,” dan “Odaimoku "Namu Myoho Renge Kyo” dengan sepenuh hati sehingga terhindar dari terjatuh kedalam Neraka Avici dan mencapai Jalan Penerangan Agung. Gassho.
No.21 / Juni 2006
Seri Pelajaran Mahayana
Sumber : Berbagai bahan dan buku-buku Mahayana Penerjemah dan rangkuman oleh : Josho S.Ekaputra
31 ALAM KEHIDUPAN ( BAGIAN. IiI)
D
alam kebanyakan agama Theistik, surga dipercayai sebagai suatu alam kehidupan yang bersifat kekal. Kepercayaan atas ‘kekekalan’ alam surga ini sempat menjadi topik perdebatan yang panjang. Dipercayai bahwa manusia jatuh dari Taman Eden dan mengalami pelbagai penderitaan di dunia ini karena ketakpatuhan nenekmoyang mereka, Adam dan Hawa, terhadap perintah serta larangan Tuhan. Hidup bersama Tuhan di alam surga adalah idaman mereka; menjadi tujuan akhir. Manusia pernah tinggal di Taman Eden, dan kemudian diusir dari sana. Pertanyaan yang perlu dijawab sekarang ialah: Kalau seandainya kita telah masuk surga, apakah mungkin suatu waktu nanti kita akan diusir lagi dari sana? Jika demikian, bagaimana mungkin surga dianggap sebagai suatu alam yang kekal? Apa makna kekekalan itu sendiri? Dalam pandangan Theistik tersebut, manusia adalah suatu mahluk yang penuh dengan kelemahan serta kekurangan. Sangatlah mustahil bagi seseorang untuk dapat memiliki ‘kesempurnaan’ batiniah. Bahkan, Tuhan yang dipercayai sebagai Pencipta yang Maha sempurna sendiri sering dikatakan masih memiliki sifat ‘cemburu’, ‘irihati’, ‘murka’ dan
7
No.21 / Juni 2006
sebagainya. Yang perlu direnungkan ialah, apabila dalam sanubari manusia masih terdapat kekotoran batiniah semacam itu, seandainya nanti mereka tinggal di surga yang kekal, apakah tidak mungkin bahwa akan timbul permasalahan yang berbuntut pada perbuatan-perbuatan berdosa, misalnya membunuh, mencuri, berzinah, berdusta dan sebagainya? Jika kemungkinan ini benar-benar terjadi, lalu bagaimana nasib manusia nantinya? Apa hukuman bagi pelaku dosa? Dijebloskan ke dalam neraka? Diusir dari surga kekal? Dalam pandangan Agama Buddha, alam surga di mana para dewa-dewi bertempat tinggal dalam kurun waktu yang berbatas [tidak kekal, tidak selamanya] terbagi menjadi enam alam, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Câtu-mahârâjikâ, Tâvatimsa, Yâmâ, Tusita, Nimmânaratî, Para-nimmitavasavattî.
1) Alam Câtumahârâjikâ adalah suatu alam surgawi paling rendah yang berada dalam kekuasaan empat raja dewa, yakni: Dhataraööha, Virudhaka, Virûpakkha, dan Kuvera. Empat raja dewa ini juga dipercayai sebagai pelindung alam manusia, dan karenanya dikenal dengan sebutan ‘Catulokapâla’. Dalam Kitab Lokîyapakaraóa, empat d ew a p e lin d u n g d u n i a i n i dipanggil sebagai Inda, Yama, Varuóa dan Kuvera. Berdasarkan tempat tinggalnya, para dewadewi tingkat Câtumahârâjikâ terbagi atas tiga, yaitu: 1. Yang berada di daratan (bhumattha), 2. Yang berada di pohon (rukkha). Dalam Kitab
Ulasan atas Dhammapada dan Buddhavamsa, para dewa-dewi yang hidup di pohon dimasukkan dalam kelompok bhummattha. 3. Yang berada di angkasa (âkâsaööha). Empat raja dewa serta beberapa dewa lainnya mempunyai ‘istana’ (vimâna) khusus bagi diri mereka masingmasing. Bagi yang tak mempunyai istana secara khusus, gunung, sungai, lautan, pohon yang ditinggali itulah istana bagi mereka. Kehidupan di Câtumaharâjikâ berlangsung selama 500 tahun dewa atau kirakira sembilan juta tahun manusia (Perbandingan usia di alam-alam surga tidaklah sama, tergantung tingkatannya. Satu hari di alam surga tertentu berbanding satu abad di alam manusia, dan ada pula yang lebih lama lagi). Para dewa-dewi di tingkat Câtumahârâjikâ ada yang cenderung berhati jahat, yaitu: 1. Gandhabbo/Gandhabbî: yang berada di pohonpohon berbau harum, yang belakangan mungkin dikenali oleh orang-orang Jawa sebagai ‘gondoruwo’. Mahluk halus ini sangat melekat pada tempat tinggalnya. Walaupun pohon tempat tinggalnya ditebang, ia masih tetap mengikuti ke mana pohon itu dipindahkan tidak seperti rukkhadeva lainnya, yang akan mengungsi ke pohon lain yang masih hidup, 2. Kumbhanno/Kumbhannî: penjaga harta pusaka, hutan, dan sebagainya, 3. Nâgo / Nâgî: naga yang memiliki kesaktian, yang mampu menyalin rupa dalam wujud mahluk lain seperti
8
manusia, binatang dan sebagainya, 4. Yakkho/Yakkhinî: raksasa yang gemar menganiaya para penghuni neraka. 2) Alam Tâvatimsa adalah alam surgawi tingkat kedua. Alam ini sebelumnya merupakan tempat tinggal para asurakâya. Nama ‘Tâvatimsa’ baru dipakai setelah 33 pemuda di bawah pimpinan Mâgha, yang terlahirkan kembali di sini akibat kebajikan yang dilakukan bersama-sama, berhasil menyingkirkan para asurakâya. Para dewa-dewi di Tâvatimsa terbagi menjadi dua kelompok, yaitu 1) Bhummaööha: Sakka beserta 32 dewa pembesar, 2) Âkâsaööha: yang bertinggal dalam istana di angkasa. I b u k o t a T â v a t i m s a i a l a h M a s a k k a s â r a. B a l a i Sudhamma menjadi tempat bagi para dewa-dewi untuk memperbincangkan Kebenaran Dhamma di bawah asuhan Sakka (Beliau berhasil meraih kesucian tingkat Sotâpatti setelah mendengarkan Brahmajâla Sutta). Brahmâ Sanamkumâra kerap menjadi tamu pembabar Dhamma di sini. Buddha Gotama pernah berkunjung ke alam ini, dan tinggal selama tiga bulan untuk mewejangkan Abhidhamma kepada ibunda-Nya, yang terlahirkan kembali sebagai putra dewa di alam Tusita. Moggallâna Thera juga pernah beberapa kali pergi ke alam ini, dan dari sejumlah penghuninya, beliau memperoleh kesaksian atas perbuatan-perbuatan bajik yang membawa mereka terlahirkan
No.21 / Juni 2006
kembali di sini. Kebajikan ini antara lain ialah merawat ayahibu, menghormat sesepuh dalam keluarga, berbicara lemah lembut, menghindari penghasutan, mengikis kekikiran, bersifat jujur, menahan marah. Usia rata-rata para dewa-dewi yang terlahirkan di alam Tâvatimsa ialah 1,000 tahun dewa atau kira-kira 36 juta tahun manusia. 3) Yâmâbhûmi adalah alam surgawi tingkat ketiga, menjadi tempat bagi para dewa-dewi yang terbebas dari segala kesukaran, yang terberkahi dengan kebahagiaan surgawi. Pemegang kekuasaan dalam alam ini ialah Suyâma. Alam ini berada di angkasa. Dalam alam ini dan tingkat yang lebih tinggi, tidak ada dewadewi yang tergolong sebagai bhum-mattha yang bertinggal di daratan. Istana, harta serta tubuh para dewa-dewi di alam ini jauh lebih indah dan halus daripada yang bertinggal di Tâvatimsa. Rentang hidup mereka ialah 2,000 tahun dewa atau kira-kira 142 juta tahun manusia. 4) Tusitabhûmi adalah alam surgawi tingkat keempat. Para dewa-dewi yang hidup di alam ini senantiasa berceria atas keberadaan yang dimiliki. Semua Bodhisatta, sebelum turun ke dunia dan meraih Pencerahan Agung, terlahirkan di alam ini untuk menanti waktu yang tepat bagi kemunculan seorang Buddha. Demikian pula mereka yang akan menjadi orangtua serta Siswa Utama (Aggasâvaka). Sekarang ini, Bodhisatta Maitreya yang akan menjadi Sammâsambuddha setelah ajaran Buddha Gotama punah dari muka bumi ini sedang berada di alam ini. Usia rata-rata di alam ini ialah 4,000 tahun
Ket. (Depan) Raja Naga versi Indonesia, (Belakang) Raja Langit Dhataraööha
dewa atau kira-kira 567 juta tahun manusia. 5) Nimmânaratîbhûmi adalah alam surgawi tingkat kelima. Para dewa-dewi di alam ini menikmati kepuasan inderawi sebagaimana yang diciptakan sendiri sesuka hati mereka. Rentang hidup para dewa-dewi di alam ini ialah 8,000 tahun dewa atau kira-kira 2,304 juta tahun manusia. 6) Paranimmittavasavattî adalah alam surgawi tingkat terakhir.
9
Apabila para dewa-dewi di alam Nimmânaratî menikmati kepuasan inderawi sebagaimana yang diciptakan sendiri sesuka hati mereka, para dewa-dewi di alam ini menikmatinya dari apa yang diciptakan atau disediakan oleh yang lain, yang tahu kebutuhan serta keinginan mereka. Usia rata-rata di alam ini ialah 16,000 tahun dewa atau kira-kira 9,216 juta tahun manusia.
BERSAMBUNG
No.21 / Juni 2006
Writing of Nichiren Shonin Doctrine 3
Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association Distributed by University of Hawai'i Press Edited by Jay Sakashita Compiled by Kyotsu Hori Diterjemahkan oleh Josho S.Ekaputra
K YO KI JI KOKU SHO
Risalah Tentang Ajaran, Kemampuan, Waktu, dan Negara Catatan Redaksi: Risalah ini dimuat dalam dua bagian karena keterbatasan media. Risalah ini terdiri atas 11 pokok pembahasan, oleh karena itu sambungan risalah ini akan dimuat pada edisi bulan depan. Gassho.
PENGENALAN
K
yo Ki Ji Koku Sho adalah risalah diskusi pertama dari Nichiren Shonin yang membahas Lima Prinsip Dalam Penyebarluasan, sebuah ajaran dari Saddharma Pundarika Sutra untuk menyelamatkan umat manusia pada Masa Akhir Dharma. Nichiren menyatakan bahwa seseorang yang berkeinginan untuk menyebarluaskan Dharma haruslah mengerti isi dari ajaran, kemampuan umat manusia, waktu untuk mengajarkan, tempat untuk mengajar, dan urutan pengajaran. Ia kemudian menjelaskan arti dari Lima Prinsip Penyebarluasan yang berdasarkan Saddharma Pundarika Sutra sebagai Ajaran Yang Tak Tertandingi, dan terakhir menekankan pentingnya penyebarluasan Saddharma Pundarika Sutra sekalipun harus mengorbankan hidup dan sekalipun harus menghadapi musuh dari Dharma bagi mereka yang berjalan
"Ajaran" berarti mengacu pada semua sutra, doktrin dan komentar yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni dan murid-muridNya, yang berjumlah 5,048 paragraf dalam 480 rol dalam Dharma. ISI RISALAH Ajaran
p
oin pertama, ajaran berarti mengacu pada semua sutra, doktrin dan komentar yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni dan murid-muridNya, yang berjumlah 5,048 paragraf dalam 480 rol. Ajaran Buddha telah tersebar di India selama seribu tahun, kemudian 1,015 tahun setelah Sang Buddha moksa, ajaran ini kemudian disebarluaskan di China. Selama 664 tahun dari tahun ke-10 periode Yung-p’ing sepanjang pemeirntahan Kaisar Hsiao-ming akhir dari Han sampai tahun ke-18 dari periode K’ai-yiian sepanjang pemerintahan Kaisar Hsiian-tsung, semua naskah Buddhisme telah disebarluaskan. Diantara semua sutra-sutra itu,
10
doktrin dan komentar, mereka adalah ajaran Hinayana dan Mahayana, Sementara dan Sesungguhnya, dan ajaran Eksoterik dan Esoteris. Semua ini masih teringat dengan baik dalam pikiran. Pengolongan ini bukanlah sebuah pendapat dari para komentator atau guru yang muncul setelah kemoksaan Sang Buddha tetapi berasal dari pengajaran Sang Buddha sendiri. Setiap orang harus menyadari ini ketika belajar Buddhisme. Oleh karena itu, seseorang yang tidak mempercayai pengolongan ini adalah bukan seorang Buddhis. Menempatkan Sutra Agama dalam kategori ajaran Hinayana berasal dari ajaran Mahayana yang ditemukan dalam berbagai sutra seperti Sutra Hodo, Sutra Kebijaksanaan, Saddharma Pundarika Sutra dan Sutra Nirvana. Khususnya dalam Saddharma Pundarika
No.21 / Juni 2006
Jika kita menyebarluaskan Dharma pada waktu yang salah, ia tidak hanya tidak efektif, tetapi juga akan menyebabkan kita terjatuh kedalam dunia iblis. Jika kita memberikan persembahan kepada para pemfitnah Saddharma Pundarika Sutra, tiga bencana dan tujuh musibah akan menimpa negara dan orang-orang akan terjatuh dalam Neraka Avici Sutra, dinyatakan bahwa, “Jika Sang Buddha tidak membabarkan Saddharma Pundarika Sutra, dan hanya membabarkan ajaran Hinayana, Ia akan terjatuh kedalam tingkat keburukan dan ketamakan.” Sutra Nirvana membabarkan, “Jika seseorang hanya memeluk ajaran Hinayana dan menyatakan bahwa Sang Buddha adalah tidak kekal, lidahnya akan terbakar dalam mulut karena karma-karma buruknya.” Kemampuan Umat Manusia
H
al kedua, mereka yang akan menyebarluaskan Buddhisme haruslah mengetahui kemampuan orangorang untuk mengerti Dharma dan menerimanya. Yang Arya Sariputra mencoba mengajar seorang tukang besi, yakni pelaksanaan meditasi tulang belulang untuk menyadari kekotoran diri, dan seorang tukang cuci dengan pelaksanaan menghitung nafas untuk mencapai ketenangan pikiran. Para muridnya, bagaimanapun, hanya mempelajari sedikit tentang ajaran Buddha dalam 90 hari. Sehingga, mereka melatih cara pandangan yang salah dan menjadi icchantika, seseorang yang tidak mempunyai kebaikan dalam diri mereka dan oleh karena itu, tidak mungkin dapat menjadi Buddha. Kemudian Sang Buddha mengajarkan kepada tukang besi untuk melaksanakan meditasi menghitung nafas dan
tukang cuci melaksanakan meditasi tulang belulang, dan mereka seketika mengerti ajaran tersebut. Bahkan Sariputra, seseorang yang dikenal sebagai orang yang bijaksana, melakukan kesalahan dalam pengajaran berdasarkan kemampuan seseorang. Terlebih lagi, hal ini tidaklah mudah bagi seorang bodoh, umat awam dan para guru yang belum tercerahkan dalam Masa Akhir Dharma ini untuk menerjemahkan kemampuan seseorang. Bagaimanapun, seorang guru biasa, tidak dapat membedakan atau melihat kemampuan seseorang, haruskah seketika mengajarkan Saddharma Pundarika Sutra kepada murid-muridnya. Pertanyaan: Bagaimana cara kita memahami pernyataan dalam Bab III, “Sebuah Perumpamaan,” Saddharma Pundairka Sutra, “Kamu hendaknya tidak membabarkan sutra ini kepada orang-orang bodoh”? Jawab: Ini berlaku bagi para guru-guru yang bijaksana, yang dapat membedakan kemampuan orang, tidak untuk guru biasa dalam Masa Akhir Dharma. Kita juga tidak boleh semenamena membabarkan Saddharma Pundarika Sutra kepada mereka yang memfitnah Dharma. Ini mempunyai hubungan dengan tambur beracun antara orang-orang yang tidak percaya dan Saddharma Pundarika Sutra sebagaimana yang dikatakan bahwa suara tambur beracun akan membunuh seseorang yang mendengarkannya.
11
Ini sama seperti pelaksanaan dari Bodhisattva Sadaparibhuta yang dibabarkan dalam Bab “Bodhisattva Sadaparibhuta” Saddharma Pundarika Sutra. Jika seseorang yang mempunyai kemampuan sebagai orang yang bijaksana, meskipun demikian, kita harus mengajarkan kepadanya sutra Hinayana terlebih dahulu, kemudian sutra Semi Mahayana, dan terakhir, sutra sesungguhnya Mahayana, Saddharma Pundarika Sutra. Jika seseorang itu adalah seorang yang bodoh, bagaimanapun, kita harus mengajarkan dia Sutra Sesungguhnya Mahayana sejak awal, sehingga ia dapat menanam benih KeBuddhaan dalam kedua-duanya, Percaya dan Pemfitnahan. Waktu
K
etiga, mereka yang akan menyebarluaskan Buddhisme haruslah mengetahui waktu yang tepat. Sebagai contoh, Jika seorang petani menanam padi pada musim gugur atau dingin, ia tidak akan memperoleh panen dan mungkin ia akan mengalami kehilangan dan kerugian meskipun ia telah menabur benih yang sama pada bidang tanah yang sama dan bekerja keras seperti pada musim panas atau semi. Seorang petani yang menanami tanah seluas 900 meter persegi akan kehilangan sedikit, namun mereka yang menanami area 9000 atau 18000 meter persegi akan kehilangan banyak. Tetapi jika ia menanami padi pada musim semi atau panas, ia akan memperoleh panen sesuai dengan ukuran yang ia tanam. Hal yang sama dengan Buddhisme. Jika kita menyebarluaskan Dharma pada waktu yang salah, ia tidak hanya tidak efektif, tetapi juga akan menyebabkan kita terjatuh kedalam dunia iblis. Walaupun Sang Buddha
No.21 / Juni 2006
muncul di dunia ini untuk membabarkan Saddharma Pundarika Sutra, Ia tidak membabarkanNya sampai setelah empat puluh tahun atau karena waktunya belum tepat meskipun orangnya adalah sama dalam kapasitas untuk mengerti dan memeluk Sutra ini. Oleh karena itu, dibabarkan dalam Bab “Kebijaksanaan” Saddharma Pundarika Sutra, “Ini karena waktunya masih belum tepat untuk itu (membabarkan Saddharma Pundarika Sutra).” Selama seribu tahun Masa Kebenaran Dharma setelah kemoksaan Sang Buddha, banyak orang mengamati ajaran dan sedikit yang menjalankannya. Sepanjang seribu tahun kemudian, Masa Kepalsuan Dharma, setelah Masa Kebenaran Dharma, banyak orang yang melanggar ajaran dan beberapa orang tidak menerima ajaran manapun juga. Sepanjang masa sepuluh ribu tahun Masa Akhir Dharma, terdapat beberapa orang yang melanggar ajaran, tetapi banyak orang yang tidak menerima ajaran manapun juga. Pada Masa Kebenaran Dharma, kamu tidak harus memperdulikan mereka yang melanggar ajaran atau tidak menerima ajaran manapun juga, dan membuat persembahan kepada mereka yang mengamati ajaran. Pada Masa Kepalsuan Dharma, kamu tidak harus memperdulikan mereka yang tidak menerima ajaran manapun juga dan membuat persembahan kepada mereka yang melanggar ajaran. Pada Masa Akhir Dharma, memujamuja mereka yang tidak menerima ajaran manapun juga dan membuat persembahan kepada mereka seolaholah mereka adalah para Buddha. Pada ke-tiga masa tersebut, bagaimanapun juga, kita tidak boleh memberikan persembahan kepada mereka yang menfitnah Saddharma Pundarika Sutra dengan mengabaikan apakah mereka mengamai ajaran, melanggar atau
tidak mengindahkannya. Jika kita memberikan persembahan kepada para pemfitnah Saddharma Pundarika Sutra, tiga bencana dan tujuh musibah akan menimpa negara dan orang-orang akan segera terjatuh dalam Neraka Avici. Seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra mengkritik sutrasutra sementara sama seperti seorang penguasa yang memperingatkan para pelayannya, seorang orang tua memperingatkan anaknya, atau seorang guru memperingatkan muridnya. Seorang pelaksana sutra sementara mengkritik Saddharma Pundarika Sutra, sebaliknya sama seperti seorang pelayan yang menghukum majikannya, seorang anak menghukum orangtuanya, atau seorang murid menghukum gurunya. Sekarang dua ratus tahun atau lebih sejak kita memasuki Masa Akhir Dharma. Apakah ini waktunya untuk ajaran sementara seperti nembutsu untuk tersebarluaskan, atau waktu untuk Saddharma Pundarika Sutra? Kita harus merenungkan waktunya untuk menyebarluaskan Dharma. Buddhisme dan Negara
H
al ke-empat, mereka yang ingin menyebarluaskan Buddhisme haruslah memahami negara dan masyarakatnya. Apakah mereka negara yang beriklim dingin atau panas, miskin dan kaya, yang terletak dipusat dan daerah, besar dan kecil, negara dengan banyak pencuri, pembunuh atau tanpa anak-anak. Juga apakah di negara tersebut ajaran Hinayana tersebarluas secara menyeluruh, ajaran Mahayana tersebarluas secara menyeluruh, atau kedua-dua ajaran tersebar bersamaan. Jepang adalah sebuah negara dimana ajaran Hinayana yang tersebarluas secara menyeluruh atau
12
ajaran Mahayana atau kedua ajaran sekaligus? Kita harus dengan serius merenungkan hal tersebut. Urutan Penyebarluasan
P
ada bagian ke-lima, kita harus menyadari urutan penyebarluasan Dharma. Dalam sebuah negara dimana Buddhisme belum tersebar sama sekali, ada orang-orang belum pernah mendengarkan ajaran Buddha. Dalam sebuah negara dimana Buddhisme telah tersebarluas, adakah orangorang yang percaya dalam ajaran. Kita harus sadar akan hal itu sebelum ajaran disebarluaskan, kemudian menyebarkan ajaran satu tingkat diatas itu. Jika Hinayana atau ajaran sementara Mahayana sudah diajarkan sebelumnya, ajaran Mahayana Sesungguhnya harus disebarluaskan. Jika ajaran Mahayana Sesungguhnya telah diajarkan, maka ajaran Hinayana atau Mahayana Sementara tidak harus disebarluaskan. Kita harus membuang batu atau puing-puing dan mengambil permata tulen. Jangan membuang permata tulen demi pecahan ubin atau kerikil. Ini adalah poin-poin terpenting dalam menyebarluaskan Buddhisme. Jika seseorang mengerti ke Lima Prinsip Penyebarluasan untuk menyebarkan Dharma ini, ia akan menjadi seseorang guru negara, membimbing orang-orang di Jepang ke jalan yang benar BERSAMBUNG
No.21 / Juni 2006
Legenda Nichiren Shonin
Oleh YM.Bhiksu. Gyokai Sekido Sumber: Nichiren Shu News, terbitan Nichiren Shu Headquaters dan Kaigai Fukyo Koenkai Dirangkum dan diterjemahkan oleh Josho S.Ekaputra
LEGENDA (BAG.10)
NICHIREN SHONIN Catatan :Riwayat hidup Nichiren Shonin yang tepat dapat kita baca dari berbagai macam surat dan catatan masa lalu dan penelitian sejarah lainnya. Tetapi disini terdapat berbagai macam cerita legenda sehubungan dengan kehidupan Nichiren Shonin, dan akan Saya tuangkan dalam tulisan ini.
Perjalanan Misionaris
S
etelah melarikan diri d a r i s e r a n g a n To j o Kagenobu, raja setempat di Komatsubara pada tahun 1264, Nichiren melakukan perjalanan ke Semenanjung Boso (Daerah Administrasi Chiba) untuk misi penyebarluasan ajaranNya. Meskipun jejak perjalanan tidak diketahui secara jelas, tetapi kita tahu bahwa ia kemudian tinggal di Kuil Seichoji pada tahun 1265, setahun setelah serangan di Komatsubara, karena Ia menyelesaikan tulisan “Hokke Daimoku Sho (Risalah Tentang O’daimoku dari Saddharma Pundarika Sutra) pada bulan pertama
tahun 1266 ketika tinggal di kuil tersebut. Pernyataan dalam surat itu dikatakan bahwa ancaman dari Kerajaan Mongolia telah tiba di Jepang pada tahun 1268. Pura-pura ingin mencari persahabatan, tetapi disertai dengan ancaman kekuatan militer. Orang-orang di Jepang semua ketakutan akan serangan dari Mongolia. Ramalan dalam “Rissho Ankoku Ron (Risalah Menciptakan Perdamaian Di Seluruh Negara Dengan Menegakkan Dharma Sejati),” yang ditulis oleh Nichiren telah terbukti secara nyata. Beliau berpikir untuk melakukan perjalanan ke Shimousa (Sekarang, bagian utara dari
13
Daerah Administrasi Chiba) untuk menyebarluaskan O’daimoku pada tahun 1265. Kemudian Ia ingin pergi ke Nasu (Daerah Administrasi Tochigi). Disini terdapat sebuah batu peringatan O’daimoku yang ditulis langsung oleh Nichiren pada tahun 1266. K e m u d i a n I a p e rg i k e Fujiwara, dekat sumber air panas Kinugawa. Kemudian Kuil Seiryuji berdiri ditempat tersebut, dimana merupakan tempat kunjungan Nichiren Shonin. Tujuan selanjutnya Utsunomiya. Disini Ia tinggal dengan keluarga Kimijima. Wanita tua di keluarga tersebut menjadi muridNya, dan diberi nama bhiksuni, Myokin. Sekarang tempat ini berdiri Kuil
No.21 / Juni 2006
Myokin-ji. Hal yang paling berkesan bagi Nichiren Shonin adalah, ibu dari Tuan Istana Utsunomiya, telah menjadi muridNya, dan diberi nama bhiksu, Myosho. Kemudian pada tahun 1274, Ia mendirikan Kuil Myosho-ji. Atas saran dari Bhiksuni Myosho, Nichiren Shonin pergi ke sumber air panas Shiobara untuk menyembuhkan bekas luka diatas dahinya. Setelah tinggal selama tiga hari, Ia kembali ke Utsunomiya. Pada bulan Oktober tahun yang sama, Nichiren melakukan penyebarluasan ajaran di Shakado (Aula Sakyamuni) dari tanggal 15 sampai 25 di Okitsu, Kazusa (sekarang Kota Katsuura, Daerah Administrasi Chiba). Disini sekarang berdiri Kuil Myokaku-ji. Ibunda Nichiren meninggal pada tanggal 15 Agustus 1267, empat tahun setelah terakhir kali Ia mengunjungi IbuNya dan berdoa untuk kesembuhan dari penyakit. Nichiren Shonin melakukan upacara kematian dan membaca sutra selama seratus hari dihadapan makam IbuNya sebelum Ia berangkat ke Shimousa. Kemudian Ia menuju ke Hanyu, Kazusa. Dalam perjalanan, turunlah hujan lebat. Ia pun berteduh disebuah gubuk, yang dikenal sebagai Kasamori-dera, yang didirikan oleh Maha Guru Dengyo dan mengabadikan Bodhisattva Avalokitesvara, Ia bermalam disini. Pada keesokan harinya, Takahashi Tokimitsu, seorang raja setempat mengunjungi Nichiren Shonin. Raja itu mengatakan bahwa semalam ia bermimpi kedatangan Bodhisattva Avalokitesvara dan berkata kepadanya, “Seorang bhiksu suci telah datang. Pergilah bertemu denganNya.” Belakangan, Saito Kanetsuna, Raja Mobara, juga bermimpi hal yang sama, Ia juga berkunjung ke Nichiren Shonin dan
memuliakanNya. Selanjutnya, sebuah kuil pun didirikan dekat kuil tersebut dan disebut Kuil Sogen-ji. Selanjutnya Nichiren berangkat ke Kamakura. Dalam perjalanan ke Nakayama, menjelang akhir tahun, Ia diundang ke kediaman Toki Jonin (1216-1299), salah satu dari pengikut Nichiren yang terkemuka. Ia diminta oleh Toki Jonin untuk tinggal dengannya, “Untuk menyambut tahun baru di kediamannya, yang tinggal beberapa hari lagi,” dan “Untuk menghindari musim dingin yang mencekam.” Ketika Nichiren Shonin tinggal di kediaman Toki Jonin yang besar, Raja Chiba dari Istana Koga, (Sekarang Kota Koga, Daerah Administrasi Ibaraki) mengunjungi Nichiren Shonin dan menjadi muridNya. Ia pun diberi nama bhiksu sebagai Nichiin. Nichiin, diketahui juga menerima sebuah Mandala (Gohonzon) dari Nichiren Shonin, yang kemudian mendirikan Kuil Myoko-ji di Koga, kampung halamannya. Tibanya Surat Pernyataan Dari Mongolia
S
u r a t pernyataan d a r i Mongolia tiba pada tahun 1268. Dalam surat itu dinyatakan bahwa mereka ingin membina hubungan baik dengan Jepang, namun dalam kenyataan, jika Jepang menolak permintaan dari Mongolia, dinyatakan bahwa Mongolia akan mengunakan kekuatan militer. Orang-orang
14
di Jepang semua merasa ketakutan akan ancaman dari Mongolia. Hanya seorang yang telah meramalkan semua itu. Ia adalah Nichiren Shonin. Ia telah meramalkan bahwa akan terjadi krisis serangan dari negara asing ke Jepang dalam tulisanNya “Rissho Ankoku Ron (Risalah Menciptakan Perdamaian Di Seluruh Negara Dengan Menegakkan Dharma Sejati).” Orang-orang yang setuju dan percaya akan perkiraan Nichiren Shonin semakin meningkat. Musim kemarau yang berkepanjangan dari mulai bulan kelima tahun 1271. Nichiren Shonin bersaing dengan para bhiksu seperti Ninsho (1217-1303) dari Sekte Ritsu (Ritsu Shu) untuk memanjatkan doa menurunkan hujan. Ninsho berdoa namun semua itu sia-sia belaka. Kemudian giliran Nichiren Shonin yang akan berdoa. Ninsho
No.21 / Juni 2006
berjanji, “Jika hujan dapat turun, Ia akan menjadi murid Nichiren.” Ketika Nichiren Shonin berdoa, awan hitam pun mulai muncul, dan mulai turun hujan. Ninsho mengkritik dan mengecam Nichiren Shonin dan melupakan janjinya. Ninsho melakukan pekerjaan sosial dibawah perlindungan dari Shogun, karenanya banyak orang dinegara ini percaya kepadanya. Ninsho mengkritik Nichiren Shonin, yang pada akhirnya mendorong terjadi penganiayaan Tatsunokuchi, dimana Nichiren Shonin akan dibunuh. Ancaman Mongolia membuat para pemimpin KeShogunan Kamakura tegang. Hal yang tidak mereka inginkan pun terjadi, orangorang yang mengikuti Nichiren Shonin semakin meningkat jumlahnya. Kemudian kritikan Ninsho terhadap Nichiren Shonin, orang yang mereka percayai, tidak dapat diabaikan begitu saja. Shogun pun menangkap Nichiren Shonin, dan membawa Ia ketempat pemancungan kepala di Tatsunokuchi. Fakta sejarah tentang Doa Untuk Hujan oleh Nichiren Shonin dan Ninsho, dicatat secara mendetail dalam “Yorimoto Chinjo
(Surat Penjelasan Oleh Yorimoto).” Nichiren juga menyebutkan tentang surat pernyataan dari Mongolia dalam risalah Beliau, “Ankoku Ron Gokanyurai (Alasan Untuk Menyampaikan Rissho Ankoku Ron)” dan sebagainya, sehingga tindakan Nichiren pada waktu itu dapat diketahui dengan jelas oleh kita. Terdapat seorang petani yang bertemu dengan Nichiren Shonin pada tahun 1269 dalam perjalanan menuju Propinsi Kai (Sekarang, Daerah Administrasi Yamanashi). Ia sangat menghormati kebaikan dan kebajikan dari Nichiren Shonin, dan berpendapat bahwa Nichiren adalah seorang Bhiksu yang paling terkemuka di Jepang. Kemudian, ia menyuruh puteranya menjadi murid Nichiren, dan diberi nama bhiksu, Nisshin. Ia sendiri juga menjadi seorang bhiksu, dan diberi nama Nichigen. Nisshin dikemudian hari menjadi Bhiksu Ke-Tiga Kepala Bhiksu Minobusan. Nisshin dipercaya adalah anak kedua dari Soya Kyoshin, pengikut Nichiren Shonin di Shimousa (Sekarang Daerah Administrasi Chiba). Nichigen adalah seorang keturunan dari Abe Sadato (101962), seorang raja lokal yang sangat
15
terkenal di daerah Tohoku semasa periode Heian. Mereka lari ke Kai dan menjadi petani ketika Abe Sadato dikalahkan oleh Minamoto Yoriyoshi (988-1075) pada pertengahan periode Heian. Nichiren Shonin juga pernah melakukan perjalanan mendaki Gunung Fuji. Suatu hari, Nichigen mengundang Nichiren Shonin untuk menaiki Gunung Fuji. Mereka pun berpikir “Menunda berarti mencuri waktu,” dan mereka mencapai Yoshida (sekarang Kota Fujiyoshida). Disini terdapat banyak pengikut Nichiren Shonin, dan Kuil Jogyoji kemudian pun didirikan disana. Mereka memanjat Gunung Fuji dari sini. Langit biru yang begitu indah dan pemandangan dari atas begitu menakjubkan. Nichiren Shonin menguburkan Delapan Jilid Saddharma Pundarika Sutra yang Ia salin sendiri di gunung ini. Kemudian mereka membaca Saddharma Pundarika Sutra, oleh karena itu tempat tersebut dikenal dengan sebutan “Kyoga Take (Puncak Sutra).” Dalam perjalanan turun dari puncak gunung, mereka tiba di perkampungan Kodachi-mura. Banyak penduduk kampung tersebut yang berkumpul untuk menghormati Nichiren Shonin, dan mereka bersamasama menyebut O’daimoku. Mereka mempunyai setumpuk kertas dan meminta Nichiren Shonin menuliskan “Yang Patut Dimuliakan” atau “Gohonzon” untuk mereka. Total kertas itu berjumlah 28 halaman. Nichiren Shonin meletakkan dan menyatukan semua kertas itu secara bersamaan dan menulis Gohonzon yang besar. Gohonzon ini masih ada sampai saat ini dan disimpan di Kuil Okano-miya Kochoo-ji di Suruga (sekarang Kota Numazu). Gassho.
BERSAMBUNG
No.21 / Juni 2006
Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai Sumber Acuan: Buku "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Josho S.Ekaputra
BAB XVI
JANGKA WAKTU HIDUP
SANG TATHAGATA KESIMPULAN
D
idalam bab yang terdahulu yakni Bab.XV, terdapat jumlah Bodhisattva Muncul dari Bumi yang tak terhingga. Bodhisattva Maitreya bertanya kepada Buddha Sakyamuni, “Bagaimana Buddha bisa mengajar orang-orang yang tak terhingga jumlahnya ini selama empat puluh tahun setelah Beliau mencapai Penerangan Sempurna." Bab ini menjawab pertanyaan tersebut dan menjelaskan tentang keberadaan sesuatu yang kekal dan Buddha Abadi. Ini menjelaskan kenapa kita perlu memuja Gohonzon atau "Yang Dimuliakan Sedunia," dan bagaimana seharusnya kita memuja Gohonzon itu. PENJELASAN
S
etelah itu Buddha berkata kepada Persamuan Agung yang meliputi para Bodhisattva dan semua mahluk, ‘Putra yang baik! pahamilah katakataKu ini dan dengan tulus hati mempercayainya!” (P.241, L.4.):
Bab ini dimulai dengan kata-
kata demikian yang diulang oleh Buddha Sakyamuni sebanyak tiga kali. Ini menandakan betapa pentingnya bab ini. Adalah hal yang sulit bagi umat manusia, untuk memahami kata-kata Buddha secara logika, maka kita harus percaya kepada para Buddha. Tathagata adalah salah satu gelar dari seorang Buddha, dan ini berarti "Dia yang datang." Kemudian, Tathagata adalah yang telah mencapai Penerangan sejak masa lampau yang jauh. Ia yang telah tinggal dalam dunia kebenaran, tetapi Ia menampakan dirinya ke dalam dunia saha ini dalam rangka untuk menyelamatkan seluruh mahluk hidup. Buddha Abadi datang ke dunia ini hanya dalam keinginan untuk membuat kita semua mencapai Kebuddhaan seperti Beliau. “ “Setelah Yang Dimuliakan Dunia, mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali, berkata kepada mereka:
16
“Dengarkan Aku dengan penuh perhatian ! Aku akan menjelaskan tentang hal yang tersembunyi dan kekuatan gaibKu. " (P.241, L.16.): Menanggapi Sang Buddha, para peserta pesamuan agung mengulangi tiga kali dengan berkata: "Kami akan menerima kata-kataMu dengan penuh kepercayaan." Kemudian pada kesempatan
No.21 / Juni 2006
selanjutnya, Buddha mulai menceritakan tentang Kebenaran itu. Ini adalah sebuah upacara yang sangat penting untuk mengulang kata-kata tersebut sebanyak empat kali; ini adalah symbol betapa pentingnya bab ini. Hal yang sama terjadi pada Bab.II, Upaya Kausalya. Sang Buddha berkata kepada Sariputra, "Cukuplah sudah, Sariputra, Apa yang akan Aku babarkan ini adalah Dharma yang diperoleh oleh para Buddha adalah Kebenaran Yang Tertinggi, sulit untuk didengar dan dimengerti." Sariputra bertanya: "Jelaskanlah semuanya ini." Mereka bertukar dialog sebanyak tiga kali dengan bersemangat. Bagaimana mungkin Aku meninggalkan Dharma yang tidak dapat digunakan? Dengarkanlah aku dengan penuh perhatian. Kemudian, Sang Buddha mulai membabarkan tentang Kebenaran Tertinggi itu dalam bab.II. Ini adalah sebuah kegiatan upacara. “Untuk memberitahukan Kebenaran, adalah ratusan ribu miliar nayuta kalpa sejak Aku menjadi seorang Buddha.’(P.241, L.22.): Sutra-sutra lain kecuali Saddharma Pundarika Sutra hanya menerima Buddha dalam sejarah: Buddha Sakyamuni, yang telah meninggalkan Istana Kapila dari suku Sakya, duduk dibawah Pohon Bodhi, dan mencapai KeBuddhaan, dan meninggal pada usia 80 tahun. Buddha dalam sejarah adalah sementara dan terukur. Buddha ini disebut “Shaku-butsu.” Pada sisi lain, “Hom-butsu” adalah sejati dan Buddha Abadi yang telah mencapai KeBuddhaan sejak ratusan ribu miliar nayuta kalpa yang lalu. Shaku-butsu adalah perwujudan dari Hom-butsu. Hom-butsu adalah Buddha yang tidak ada permulaan
dan akhir, sama seperti sebuah lingkaran. Jika terdapat permulaan, berarti terdapat akhir, sama seperti sebuah garis. Oleh karena itu, Sidharta Gautama yang lahir di Istana Kapila adalah seorang Buddha pada waktu Ia dilahirkan, tetapi karena keinginan untuk memperlihatkan kepada kita bahwa kita bisa mencapai KeBuddhaan seperti Beliau, Ia meninggalkan istananya dan menjalankan berbagai macam pertapaan dan meditasi; sebagai hasilnya, Ia mencapai KeBuddhaan. Disini, kita bisa melihat terdapat tiga tipe yang berbeda dari Buddha: Buddha Sejati, Perwujudan dari Buddha (Emanasi), dan Buddha Penghormatan. Meskipun demikian dari semua para Buddha, hanya Buddha Sakyamuni yang mempunyai ketiga tipe Buddha ini dalam diriNya. “Umpamakan seseorang mampu menhancurkan Lima Ratus ribu miliar nayuta asamkhya dunia-dunia menjadi debu, dan membawanya kearah timur. Ketika dia mencapai sebuah dunia sejauh Lima Ratus ribu miliar nayuta asamkhya, ia menaruh sebutir debu di dunia itu…..Kemudian ia mengulanginya sampai semua partikel dari debu itu habis.” (P. 241, L.22.): Kalimat ini berarti KeAbadian. Contoh yang sama dijelaskan dalam Bab VII : “Seandainya terdapat seseorang yang mampu menghancurkan semua partikel bumi dari seribu miliar gunung Sumeru kedalam tinta. Kemudian Ia ingin pergi kearah timur sejauh seribu dunia dari dunia ini. Kemudian ia mengulangi menitikan setetes tinta itu setiap sejauh seribu dunia sampai tinta itu semuanya habis. “ Bandingkan tentang jaraknya Lima Ratus Ribu milyar nayuta asamkhya dunia dalam Bab.XVI dan jarak dari Seribu Dunia
17
dalam kata ini dalam bab VII, secara ukuran ini adalah sebuah jarak yang lebih jauh. Ini ingin menjelaskan tentang KeAbadian. “Selama ini Aku tinggal di Dunia Saha ini, dan membabarkan Dharma kepada mereka.” (P.242, L.20): Sang Buddha adalah selalu hidup dan mengajarkan Dharma kepada kita. Secara pisik Buddha yang dikenal lahir di India (sekarang Nepal) telah moksa, jadi kita tidak dapat melihatNya atau mendengarkan dariNya; bagaimanapun, Buddha Sejati hidup dalam Dharma. Manusia, binatang, tanaman, angin, udara, dan segala sesuatu di alam semesta adalah perwujudan dari Dharma. “Selama waktu ini, Aku memberikan berbagai macam nama yang berbeda kepada diriKu." (P.241, L.25.): Sebagai contoh, Ia menamakan dirinya sendiri sebagai Buddha Kemilau Cahaya, Buddha Amitabha, Buddha Dainichi, Bodhisattva Saddhaparibhuta, dan masih banyak nama lainnya. “Aku membabarkan Dharma Yang Luar Biasa ini dengan upaya kausalya dan membuat semua mahluk berbahagia.” (P.243, L.32.): Sebuah Kebohongan dan sebuah upaya kausalya adalah sesuatu yang berbeda. Kebohongan adalah menipu orang lain dan menyebabkan mereka sedangkan upaya kausalya adalah kebohongan yang baik untuk membimbing orang lain menjadi lebih baik dan mencapai keselamatan. Nichiren Shu mempunyai banyak upaya kausalya seperti Jimat, ofuda, Pemberkatan Kito, dan rei-dan. Ini semua membuat orang-orang
No.21 / Juni 2006
menjadi bahagia atau gembira. Kegembiraan adalah salah satu cara bagi orang untuk mendekati ajaran dari Saddharma Pundarika Sutra. Buddha Sakyamuni membabarkan ajaran Beliau dengan begitu piawai dan dengan suara yang lembut, ini semua membuat mahluk hidup berbahagia. Ini adalah hal yang terpenting untuk selalu bahagia atau bersemangat terhadap apapun yang kamu lakukan. Bahagia dan semangat akan membuat kamu dan orang lain menjadi lebih baik dan penuh vitalitas. “Semua sutra-sutra yang Aku babarkan secara terperinci adalah untuk menyelamatkan semua mahluk hidup. “ (P.243, L.7.): Semua ajaran Buddha seperti upaya kausalya adalah untuk menyelamatkan seluruh mahluk hidup. Semua ajaran yang dibabarkan sebelum menyatakan tentang Buddha Abadi dalam Bab. XVI, Saddharma Pundarika Sutradisebut “Shaku-mon” atau ajaran sementara. “Hom-mon” adalah separuh bagian akhir dari sutra yang menyatakan tentang Buddha Abadi. Beberapa sekte Nichiren hanya menfokuskan diri pada bagian Hom-mon. Nichiren Shu menempatkan nilai yang sama antara ajaran dalam Shaku-mon dan Hom-mon sebab meskipun Shakumon adalah sebuah upaya kausalya, ini tetap untuk menyelamatkan seluruh mahluk hidup. Ajaran ini adalah untuk membantu kita mengerti secara menyeluruh ajaran Hom-mon, sama seperti pelajaran dalam sekolah dasar dan menengah adalah langkah untuk mengerti ajaran pada pendidikan tinggi. Oleh karena itu, Buddha Abadi adalah mewujudkan diri (emanasi ) menjadi Buddha Sakyamuni, Amitabha, Dainichi, Buddha Yokuo atau para bodhisattva lainnya. Buddha Abadi
mungkin juga mewujudkan diri menjadi Jesus Kristus, Moses, Allah atau Konfusius, tergantung kepada pemahaman masing-masing orang. Jika kita mengerti semua agama dan budaya, kita tidak perlu bertengkar satu sama lain karena perbedaan. “Karena betapapun juga Sang Tathagata mengetahui dan melihat sifat-sifat keadaan triloka seperti apa adanya. Bagi Beliau tidak ada kelahiran maupun kematian, pergi maupun datang, hidup ataupun mati, yang nyata ataupun yang tidak nyata, dan tidak juga ada yang begini ataupun begitu. Tidak seperti caranya triloka memandang triloka, Sang Tathagata melihat dengan jelas akan hal-hal seperti ini semua tanpa salah sedikitpun.“ (P.243, L.14.): Triloka (Tiga Dunia) adalah dunia mahluk yang belum mencapai Penerangan. Ini dapat dibagi menjadi tiga: Dunia Hawa Nafsu, dimana mahluk hidup yang mempunyai selera dan keinginan seksual, seperti manusia dan binatang. Dunia Berbentuk, dimana mahluk hidup yang tidak mempunyai selera dan keinginan seksual, seperti tanaman dan besi. D u n i a Ta n p a B e n t u k, dimana mahluk hidup yang tidak mempunyai pisik seperti udara, gelombang listrik, mahluk spiritual. Para Buddha melihat segala sesuatunya dengan cara yang berbeda dengan kita; hitam atau putih, baik atau buruk, pintar atau bodoh, beruntung atau sial, menang atau kalah. Kristen mempunyai cara pandang yang berbeda seperti Baik atau Jahat, Tuhan atau Setan, Surga atau Neraka, sedangkan seorang Buddhis harus melihat segala sesuatunya secara menyeluruh dan secara individu.
18
Kita harus melihat segala sesuatu dari segala sisi. Lihatlah antara kualitas perbedaan dan persamaan. “Jangka waktu hidupKu adalah tak terhingga, asamkhya kalpa. Aku selalu berada disini. Aku tidak pernah moksa. “ (P.243, L.25): Buddha Abadi tidak pernah moksa. Meskipun Buddha dalam sejarah telah moksa beberapa abad yang lalu di India, Buddha Abadi selalu bersama dengan kita. Buddha menjelaskan melalui perumpamaan untuk kita agar lebih mudah mengerti tentang keberadaan dari Buddha Abadi: PERUMPAMAAN TENTANG TABIB YANG BIJAKSANA
T
erdapat seorang tabib yang pintar dan bijaksana. Ia adalah alih dalam meracik obat-obatan dan mengobati penyakit. Ia mempunyai banyak anak. Suatu hari Ia ingin pergi keluar negeri untuk bisnis.Setelah Ia pergi meninggalkan rumah, anak-anaknya secara kebetulan meminum beberapa racun. Racun itu merusak badan mereka, dan mereka menderita sakit nyeri, bergulingguling dilantai. Pada suatu hari, sang tabib pulang kerumah. Beberapa anaknya telah hilang kesadarannya dan beberapa yang lainnya tidak. Mereka semua memohon kepadanya agar menyembuhkan penyakitnya dari racun dan berkata, "Kami begitu bodoh. Kami telah mengambil racun karena kelalaian kami. Sembuhkanlah kami dan kembalikanlah hidup kami!" Melihat penderitaan dari anak-anaknya yang begitu menderita, Ia meracik campuran obat tumbuhtumbuhan, dan memberikan kepada mereka, seraya berkata, "Obat ini mempunyai warna yang bagus, bau dan rasa. Ambilah obat ini ! Ini akan menghilangkan rasa sakit itu
No.21 / Juni 2006
segera. Kamu tidak akan menderita lagi." Mereka yang tidak kehilangan pikirannya mengambilnya segera dan segera sembuh dari sakitnya. Tetapi mereka yang telah kehilangan kesadaran, tidak ingin meminumnya sebab menjadi tersesat dan tidak mempercayai obat yang baik ini baik warna, bau maupun rasanya. Orangtua itu berpikir, "Anak-anak ini sangat menyedihkan. Mereka sangat teracuni dan sesat. Walaupun mereka gembira melihatku dan meminta aku untuk menolong mereka, mereka tidak ingin mengambil obat yang baik ini. Sekarang ! Aku membantu mereka dengan upaya kausalya." Kemudian Beliau berkata kepada mereka, "Sekarang Aku sudah tua dan jompo. Aku akan segera meninggal. Aku meninggalkan obat ini disini. Ambilah. Janganlah kwuatir, kamu akan tertolong !" Setelah menasehati mereka, Beliau pergi ke luar negeri lagi. Kemudian Ia mengirimkan berita kepada mereka melalui kurir, "Ayah kalian telah meninggal dunia." Begitu mendengar bahwa ayah mereka telah meninggal dunia meninggalkan mereka, mereka semua merasa sangat menyesal. Mereka berkata, "Jika ayah kita masih hidup, Ia akan mencintai dan melindungi kita. Sekarang Ia telah pergi dan meninggal di negeri lain." Mereka merasa kesepian dan putus asa sebab mereka berpikir tidak mempunyai tempat berteduh dan tanpa orang tua. Kesedihan terus menghantui mereka sampai pada akhirnya mereka ingat akan perkataan ayahnya dalam kata-kata terakhirnya, "Ambilah Kebaikan ini ! Kemudian mereka mengambilnya dan menyembuhkan semua racun dalam tubuh mereka." Setelah mendengar bahwa mereka telah sembuh dari penyakitnya, Ayah mereka pulang kembali kerumah dan menunjukkan dirinya kepada mereka. Apa pendapatmu tentang ini ? Apakah kamu berpikir bahwa seseorang akan
menuduh bahwa tabib itu adalah pembohong? Jawabannya adalah Tidak! (PENJELASAN): Sang Buddha bagaikan orang tua kita. Pada ratusan ribu miliar kalpa telah berlalu sejak Ia mencapai KeBuddhaan. Dalam rangka untuk menyelamatkan orang dalam dunia ini setelah Ia moksa, Ia berkata, “Aku akan moksa.”Meskipun Buddha Sakyamuni telah pergi lebih dari 2500 tahun yang lalu, ajaran Beliau tetap hidup sampai hari ini dan akan terus hidup selamanya. Sama seperti tubuh pisik dokter tidak dapat menyembuhkann sakit tetapi dengan obat yang baik dapat menolong anakanaknya yang bodoh, ajaran Sang Buddha, ajaran Saddharma Pundarika Sutra, adalah terus menerus dapat menolong umat manusia dalam masa akhir dharma ini O’DAIMOKU ADALAH OBAT YANG BAIK
N
ichiren, adalah pendiri dari Nichiren Shu Buddhisme, berkata bahwa judul dari Saddharma Pundarika Sutra, dimana O’daimoku “Namu Myoho Renge Kyo” adalah sama seperti obat yang baik warna, rasa, dan harumnya. Nichiren Shonin selalu berkata, “Sebutlah Daimoku. Hanya inilah jalan untuk mencapai KeBuddhaan pada masa akhir dharma.” Melalui penyebutan “Namu Myoho Renge Kyo,” kamu akan mempunyai empat kekuatan dari Daimoku yakni; menyembuhkan penyakit pisik dan spiritual, melindungi pelaksana dari Saddharma Pundarika Sutra, menghapus karma buruk dan mencapai Kebenaran atau Penerangan Agung. KEGEMBIRAAN DALAM
19
PENYEBUTAN O'daimoku
B
anyak orang bertanya; "Saya menyebut O'daimoku untuk beberapa jam, beberapa bulan atau beberapa tahun. Kenapa Saya tidak mendapatkan keuntungan darinya." Orang-orang seperti ini kelihatannya menyebut dan berdoa dengan keras, tetapi mereka menyebut dan berdoa dalam tingkatan keenam dan ketujuh. Mereka meragukan kekuatan dari O'daimoku dan meragukan diri mereka sendiri. Keraguan ini akan menguburkan alam bawah sadar dalam-dalam. Mereka harus memurnikan alam bawah sadar mereka yang penuh keraguan itu. Bagaimana kita dapat memurnikan alam bawah sadar dan karma buruk kita ? Ini adalah berpikir positif. Salah satu cara yang mudah adalah tersenyum. Ini berarti menyebut O'daimoku dengan wajah tersenyum. Lihatlah ke Gohonzon, jadi mata akan menjadi terang dan membuat wajahmu menjadi tersenyum.Jangan memaksa dirimu untuk O'daimoku. Jika kamu memaksa dirimu, kamu hanya akan membangun alam bawah sadar negatifmu sebab ini akan menjadi berat. Nikmatilah penyebutan O'daimoku. JIka kamu tidak merasakan kebahagiaan dari O'daimoku, kamu harus merubah metode penyebutanmu, contoh: duduk, pemilihan waktu, kecepatan dan faktor lainnya.Buddha Abadi selalu berpikir bagaimana cara menyebabkan semua mahluk hidup masuk dalam jalan yang tak tertandingi ini dan segera mencapai KeBuddhaan. Gassho. ~NAMU MYOHO RENGE KYO~
No.21 / Juni 2006
Buku "Penjelasan Shutei Gohonzon Nichiren Shonin"
(Gohonzon ini ditulis Bulan Ketiga Tahun Koan Ketiga, 1280 dan digunakan oleh seluruh umat Nichiren Shu). Penyusun Oleh: Josho S.Ekaputra
BUDDHA SAKYAMUNI M
ahayana Buddhisme mengenal begitu banyak para Buddha diseluruh Alam Semesta ini, diantara para Buddha itu, antara lain: 1.Buddha Sakyamuni (Shaka) 2.Buddha Amitabha (Amida) 3.Buddha Bhaisaya (Yakushi) 4.Buddha Vairocana (Birushana) 5.Buddha Mahavairocana (Dainichi) 6.Buddha Maitreya (Miroku) 7.Buddha Akshobhya (Ashuku) 8.Buddha Amoghasiddha (Fukujoju) 9.Buddha Ratnasambhava (Hosho). Tetapi dalam Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni menjelaskan bahwa kesemua para Buddha itu adalah perwujudan dirinya sendiri, bahkan dalam Bab. XVI dijelaskan bahwa Ia adalah Buddha Pokok, Kekal Abadi yang telah mencapai KeBuddhaan pada masa lampau yang jauh dan tak terhingga, dan kemudian pada masa mendatang mewujudkan diri menjadi banyak para Buddha dengan mengunakan nama dan kekuatan yang berbeda-beda untuk menyelamatkan umat manusia. Nichiren Shu dalam hal ini memuja pada Buddha Abadi yang dibabarkan dalam Bab.XVI, jadi jelas bahwa para Buddha seperti Buddha
20
No.21 / Juni 2006
Amitabha, Vairocana dan lain-lain adalah bagian dari perwujudan Buddha Abadi. Satu-satunya Buddha yang pernah lahir ke dunia saha ini sebagai perwujudan Buddha Abadi adalah Buddha Sakyamuni dalam sejarah, karenanya bentuk dan rupang Buddha Sakyamuni yang digunakan sebagai pelambang dari Buddha Abadi itu sendiri. Dua Buddha ditunjukkan di dalam O’mandala adalah Buddha Sakyamuni dan Buddha Prabhutaratna, tetapi ada BuddhaBuddha lain yang juga hadir dalam Upacara di Angkasa itu. Turut hadir adalah Perwujudan Buddha-Buddha dari Ke-sepuluh penjuru dunia. Kelompok yang terakhir ini terdiri dari semua Buddha dari tanah murni di seluruh jagat raya yang sesungguhnya adalah perwujudan dari Buddha Pokok Sakyamuni. Para Buddha ini tidak ditunjukkan dalam Shutei Mandala, akan tetapi keberadaan mereka tersiratkan. Secara bersamasama, Buddha Sakyamuni dan para Buddha Perwujudan tersebut menunjukkan kemanunggalan dari semua Buddha di segala penjuru dengan O'daimoku. Karena O'mandala menunjukkan bahwa semua mahkluk hidup dari ke-sepuluh dunia disinari oleh O'daimoku, perwakilan dari kesembilan dunia lainnya di dalam O'mandala adalah para Buddha dari masa mendatang. Dengan demikian, Buddha Sakyamuni dan perwujudanNya melambangkan Buddha di masa sekarang, Buddha Prabhutaratna melambangkan seluruh Buddha di masa lampau, dan mahkluk-mahkluk hidup lainnya melambangkan para Buddha dari masa mendatang. Ini menunjukkan kesatuan dari semua Buddha di setiap jaman dengan O'daimoku. Namu Shakamuni Butsu ~ Buddha Shakyamuni ~
D
i dalam Mandala Agung, Buddha Sakyamuni adalah Buddha Pokok yang tidak dapat dibicarakan atau dipikirkan berkaitan dengan kelahiran dan kematian, ‘diri’ atau ‘yang lainnya’ dan adalah sumber dari segala perwujudan kebuddhaan. Ia adalah Buddha Abadi Sakyamuni yang tidak terlahir dan tidak mati. Di dalam sutra-sutra sebelum Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni adalah Buddha dalam sejarah yang mencapai penerangan sekitar 2500 tahun yang lalu dan mengajarkan jalan penerangan kepada orang lain selama kurang lebih 50 tahun di bagian timur laut India hingga, Ia meninggal pada usia 80 tahun. Pandangan ini tidak berubah hingga Bab.XI Saddharma Pundarika Sutra. Dalam bab itu, Tathagata Segala Pusaka (Prabhutaratna) muncul bersama stupa pusakaNya dan memberikan kesaksian atas kebenaran dan keunggulan dari ajaran Kendaraan Tunggal yang telah dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni dalam 10 bab sebelumnya. Peserta pesamuan kemudian meminta ingin melihat Tathagata Segala Pusaka, akan tetapi untuk membuka stupa pusaka tersebut Buddha Sakyamuni harus memanggil perwujudanperwujudanNya yang adalah para Buddha dari ke-sepuluh penjuru dunia. Buddha Sakyamuni memurnikan dunia tiga kali dan kemudian memanggil semua perwujudanNya. Dengan berbuat demikian, Ia bukan lagi sekedar Buddha yang terdapat dalam sejarah akan tetapi sumber dari segala Buddha sesungguhnya dari tanah murni di seluruh alam semesta. Kemudian Ia membuka stupa pusaka, bergabung dengan Buddha Prabhutaratna di dalam stupa yang telah melayang di angkasa, dan kemudian dengan menggunakan kekuatan gaibNya Ia
21
membuat semua peserta pesamuan naik ke angkasa pula. Inilah awal dari upacara di angkasa. Dalam Bab.XV, Buddha Sakyamuni memanggil para Bodhisattva yang muncul dari bumi dan mengungkapkan bahwa mereka adalah para pengikut sejatiNya dari sejak masa lampau. Sebagai jawaban bagi pertanyaan bagaimana mungkin, Ia bisa mengajari para Bodhisattva yang tak terhingga jumlahnya tersebut sejak masa lampau, sedangkan Ia baru saja mulai mengajar 40 tahun yang lalu, Sang Buddha kemudian mengungkapkan dalam Bab.XVI bahwa Ia tidak mencapai penerangan untuk pertama kalinya di bawah pohon Bodhi, 40 tahun lalu, sebelum kejadian dalam Saddharma Pundarika Sutra. Akan tetapi, Ia telah mencapai Kebuddhaan semenjak masa lampau yang tak terhingga. Dalam Bab.XVI, Buddha Sakyamuni menunjukkan diriNya sebagai Buddha Pokok Abadi dan bukan sekedar Buddha yang terdapat dalam sejarah kita atau sumber dari perwujudan para Buddha jaman sekarang. Pandangan Buddha Sakyamuni yang seperti inilah yang menurut Buddhisme Nichiren sebagai kunci dari sifat penerangan yang sesungguhnya. Shinjo Suguro menjelaskan bahwa Buddha Pokok Abadi Sakyamuni memberikan Buddhisme sebuah kesatuan hati kepercayaan: “Dalam Buddhisme, berbagai Buddha telah dipergunakan sebagai objek pemujaan bagi para penganut taat yang berbeda-beda. Karena setiap Buddha memiliki suatu alasan baik untuk dimuliakan, Buddhisme mengijinkan kita untuk memuja salah satu atau semua dari Buddha tersebut. Akan tetapi, Yang Paling Dimuliakan seharusnya adalah Satu, sama seperti Kebenaran yang ada hanya Satu. Separuh bagian kedua dari Saddharma Pundarika
No.21 / Juni 2006
Sutra (Hommon) menekankan posisi Buddhis yang demikian berkaitan dengan kesatuan hati kepercayaan. Karena objek hati kepercayaan adalah mutlak, ia haruslah berkaitan dengan alam kekekalan. Umumnya kita menganggap Sakyamuni sebagai salah satu tokoh dalam sejarah, terikat oleh batasan waktu dan ruang, dan hanyalah perwujudan sementara dari Buddha Abadi yang tak terbatas. Akan tetapi menurut Saddharma Pundarika Sutra, setiap Buddha termasuk Buddha Sakyamuni dalam sejarah kita, adalah perwakilan dari Diri Pokok Abadi Sakyamuni” Sakyamuni, ketika dipandang sebagai mahkluk abadi, disebut Buddha Pokok (Hombutsu), yang mencapai penerangan sejak masa lampau tak terbatas. BuddhaBuddha lainnya disebut sebagai ‘Perwujudan dari Sang Buddha’. Keberadaan masing-masing dari mereka adalah perwujudan sementara dari suatu bagian waktu dan ruang dari Sang Buddha Pokok. Separuh bagian kedua dari Saddharma Pundarika Sutra (Hommon) mengungkapkan konsep tentang Keabadian Sakyamuni, sebagai perbandingan kontras dengan Buddha yang terdapat dalam sejarah kita, yang merupakan perwujudan sementara dari diriNya. Buddha Pokok Sakyamuni mewakili kesatuan dari keTiga Badan (Trikaya) seorang Buddha yang terdiri dari Badan Dharma (Dharmakaya), Badan Kebahagiaan (Sambhogakaya), dan Badan Perwujudan (Nirmanakaya). Buddha Pokok Sakyamuni dibedakan dari Buddha Sakyamuni yang ada dalam sejarah dengan kehadiran Empat Bodhisattva yang merupakan para pemimpin Bodhisattva Muncul dari Bumi. Sedangkan Buddha Sakyamuni dalam sejarah hanya disertai oleh para muridNya, seperti
Ananda dan Mahakasyapa dan hanya mewakili Badan Perwujudan. Buddha Sakyamuni yang lebih agung lagi dalam ajaran Mahayana sementara disertai oleh beberapa Bodhisattva seperti Bodhisattva Manjushri dan Bodhisattva Samantabhadra, tapi hanya mewakili Badan Kebahagiaan seperti yang mampu diserap oleh Bodhisattva dengan tingkatan yang lebih tinggi. Hanya Buddha Pokok Sakyamuni yang disertai oleh Empat Bodhisattva yang mewakili ketiga badan secara bersama-sama, semua Buddha lainnya hanyalah sekedar perwujudan atau salah satu aspek dari Buddha ini. Dan dengan alasan inilah Buddha Pokok Sakyamuni dianggap sebagai Buddha yang paling layak mendapat pemujaan tertinggi. Buddha Pokok Sakyamuni juga menampilkan ketiga kebajikan orang tua, guru, dan majikan dari semua yang hidup di Dunia Saha. Dengan kata lain, Buddha Pokok memelihara, mengajari, dan melindungi umat manusia melalui kekuatan dari Dharma Gaib. Ini dikarenakan hati kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra memungkinkan kebijaksanaan kita berkembang dewasa, membuka mata kita kepada kebenaran, dan membebaskan kita dari penderitaan. Tanah suci dari Buddha Pokok Sakyamuni adalah kenyataan sejati dari dunia ini, dimana Sang Buddha selalu hadir untuk membabarkan Dharma. Kadang juga disebut dengan Tanah Suci Puncak Elang (Gridhakuta). Dalam Sutra Meditasi bagian Bodhisattva Samantabhadra tanah suci ini disebut Tanah Suci Cahaya Ketentraman. Lambang : Buddha yang duduk dalam meditasi dengan tangan dalam posisi gassho. Aura tubuhnya mengandung ketiga permata. ~Namu Myoho Renge Kyo~
22
Kata-Kata Mutiara Oleh: Josho S.Ekaputra
Kebenaran yang didasari atas hitam putih, baik dan buruk, bukanlah kebenaran sejati o-o Perdamaian dimulai dari dalam diri sendiri, menaklukan diri sendiri adalah kunci awal menuju damai yang sejati o-o Orang bijak tidak melihat bahwa langit adalah biru, awan adalah putih. Orang bijak melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya. Langit adalah langit, laut adalah laut o-o Mengkritik kesalahan orang lain adalah baik, tetapi mengkritik kesalahan diri sendiri adalah jauh lebih penting o-o Hidup tanpa warna, tanpa rasa dan tanpa bau. Renungkanlah dalam hati, maka segala derita pun akan sirna dengan sendirinya
No.21 / Juni 2006
ANEKA PERISTIWA NICHIREN SHU
(Liputan Aneka Berita Nichiren Shu Indonesia dan Luar Negeri) Sumber: Nichiren Shu News, The Bridge, Maillist dan Website Perangkum oleh: Josho S.Ekaputra
YM.Bhiksu Woo Hee Tae
Menyelesaikan 100 Hari
"Aragyo" y
M.Bhiksu Woo Hee Tae melaksanakan Upacara Kizanshiki (kembali ke kuilnya setelah menyelesaikan 100 hari pelatihan Aragyo) di Kuil Hodoji, Seoul, Korea Selatan. Ini adalah pelatihan keras Aragyo yang ke-dua sejak 1999. Sekitar 70 orang Korea berkumpul bersama merayakan selesainya pelatihan Aragyo YM.Bhksu Woo dengan menyebut O’daimoku bersama-sama, dan juga sekitar 20 bhiksu Jepang ikut dalam upacara itu, membantu Beliau. Tuan Kim Jong Haw, Presiden Kuil Hodoji, memimpin penyebutan O’daimoku selama upacara tersebut. Mr.Kim Jong Haw adalah seorang Presiden Soka Gakkai International (SGI) Korea, sebelum ia bergabung dengan Nichiren Shu. “Kami merencanakan untuk membangun sebuah kuil baru di tempat ini pada tahun ini untuk mencapai pengembangan ajaran Nichiren Shu yang sejati di Korea. Dalam rangka untuk memenuhi harapan tersebut, selesainya pelatihan Aragyo YM.Bhiksu Woo adalah sangat penting,” kata Tuan.Kim Redaksi: Kita tahu bahwa
Ket. (Atas) YM.Bhiksu Woo Hee Tae dan para pengikutnya ikut bergabung dalam parade bersama para bhiksu yang telah menyelesaikan 100 hari pelatihan keras 'Aragyo' pada tanggal 10 pebruari. Parade ini dimulai dari Kuil Hokekyoji, dimana merupakan tempat pelatihan dan berjalan keluar ke dekat Kuil Taifukuji, dimana YM.Bhiksu Shinno Kageyama, guru dari YM.Bhiksu Woo, datang bergabung kedalam parade tersebut. (Samping Bawah) YM.Bhiksu Woo Hee Tae dan ke-tiga anak-anaknya di kuil tempat Aragyo
Pelatihan Aragyo adalah salah satu pelatihan yang sangat keras di Nichiren Shu, dimana para bhiksu selama 100 hari menjalani latihan tidak berhubungan dengan luar, disiplin yang keras dan penyucian diri, dan setiap hari menguyurkan air dingin keseluruh tubuh sebanyak 7 kali dan masih banyak latihan lainnya. Selamat untuk YM.Bhiksu Woo Hee Tae. Gassho.
23
No.21 / Juni 2006
UPACARA PERINGATAN
TRI SUCI WAISAK 2006 / 2550 KUIL mYO SAN RENG JI, jAK ARTA
B
ulan Mei adalah bulan yang sakral bagi umat Buddha karena pada bulan ini, seluruh umat Buddha memperingati Hari Tri Suci Waisak,. Tri Suci Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Sakyamuni, yakni Kelahiran Pangeran Siddharta Gautama, Pencapaian Penerangan Agung, dan Parinirvana Sang Buddha. Nichiren Shu Indonesia juga melaksanakan peringatan ini yang jatuh pada tanggal 13 Mei 2006 bertempat di Kuil Myoho San Renge Ji, Sunter - Jakarta. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan kali ini juga berlangsung dengan sederhana dan hikmat. Perlaksanaan
Ket. (Atas), Rupang Bayi Buddha yang dimandikan dengan bunga-bungaan, dan foto Parinirvana Sang Buddha; (Bawah), umat yang melaksanakan pemandian rupang.
upacara ini dipimpin oleh Sdr.Josho S.Ekaputra, dimulai pada pukul 10:00 wib yang dimulai dengan pembacaan sutra (Dokyo), Bab.II, XVI Jigage, dan Bab XXI Saddharma Pundarika Sutra, selanjutnya dilakukan upacara pemandian rupang Bayi Buddha, penaburan bunga (Sange) dan persembahan dupa (Shoko) dari masing-masing anggota. Sungguh terasa suasana yang penuh hikmat, para anggota juga mempersembahkan buah-buahan dan makanan yang memeriahkan altar Penerangan Buddha. Selesai upacara, dilanjutkan dengan ceramah yang membawa tema makna dari Tri Suci Waisak, dan penekanan agar umat Buddha tidak hanya menjadi umat KTP saja, tetapi harus menjadi umat yang sejati dengan melaksanakan ajaran Sang Buddha . Gassho. (Laporan oleh Josho S.Ekaputra)
24
No.21 / Juni 2006
Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu
(Menjelajahi Kuil-Kuil Nichiren Shu, Tempat Bersejarah Lainnya di seluruh Jepang dan Dunia) Oleh: Josho S.Ekaputra
Kuil Nichiren Buddhist
Portland - USA
• Nama Resmi: Portland Nichiren Buddhist Church • Berdiri pada: 18 Mei 1930 • Bhiksu Pendiri: YM.Bhiksu Okihara • Alamat: 2025 S. E. Yamhill St. Portland, OR 97214 • Telepon: # (503) 232-8064, Fax # (503) 238-4767 • Kepala Kuil Sekarang: YM.Bhiksu Ryuoh Faulconer Latar Belakang Sejarah
P
ada bulan Nopember 1924, YM.Bhiksu Ryushin Okihara, kepala bhiksu Nichiren Buddhist Church di Seattle, melaksanakan upacara Nichiren Shu pertama kali di Portland, Oregon. Upacara ini dilaksanakan di kantor Dr.Tanaka dengan anggota yang hadir 40 orang. YM.Okihara kemudian berdiskusi tentang mengkoordinir sebuah kuil di Portland. Pada tanggal 18 Mei 1930, YM.Okihara melaksanakan upacara peresmian Nichiren Shu Kuon Ko. Pada bulan September 1930, Pembentukan Kuil Nichiren Shu di Portland disetujui dan YM.Bhiksu Okihara ditetapkan sebagai kepala kuil. Pada tanggal 24 Januari 1931,
Ket. (Atas) Ukiran logo Nichiren Shu terukir indah di atas pintu masuk kuil. (Bawah); Kuil Nichiren Buddhist Portland.
sebuah rupang Nichiren Shonin, pendiri kita (yang dipahat oleh Unkai Okumura) tiba di Portland. Upacara resmi penempatan rupang di Kuil yang baru dilaksanakan pada 22 pebruari dan dihadiri oleh 130 orang anggota. Segera terasa bahwa kuil dan fasilitas yang ada sudah semakin
25
sempit dan tidak memadai karena jumlah anggota yang bertambah. YM.Okihara bersama anggota bertekad memiliki sebuah kuil yang permanen. Sebuah komite dibentuk dan pada tanggal 2 juni 1932, upacara pemberkatan lokasi kuil
No.21 / Juni 2006
pun dilaksanakan. Bangunan kuil ini selesai dibangun pada bulan Agustus 1932. Perang Dunia II
P
ada tahun 1942, orangorang Jepang-Amerika dipindahkan kesebuah lokasi penampungan. Para anggota Nichiren Buddhis menaruh semua barang mereka di dalam Kuil, karena mereka hanya diijinkan untuk membawa barang-barang kecil dan ringan saja ketempat penampungan. Bhiksu kuil pada waktu itu adalah YM.Bhiksu Yohaku Arakawa. Pemerintah kota Portland menfungsikan Kuil sebagai tempat olah raga dengan jaminan bahwa barang-barang para anggota tidak akan hilang. Banyak anggota Kuil yang mengambil Minidoka. YM.Bhiksu Arakawa melaksanakan sebuah upacara Minidoka dengan tulisan tangan, yang mana pada waktu itu buku Sutra yang dengan sistem foto copy belum ada. Penahanan terhadap orang-orang JepangAmerika berlangsung dari tahun 1942 sampai 1946. Pada tahun 1946, semua anggota kembali ke Portland dan kembali melakukan kegiatan di kuil. Pada tahun 1959, pemerintah kota Portland mengalihkan fungsi kuil lama menjadi sebuah Memorial Coliseum. Upacara perletakan batu pertama dari Kuil yang baru dilaksanakan pada 22 maret 1959. Bangunan selesai pada bulan oktober tahun yang sama. Sejarah panjang kuil telah semakin meningkatkan keteguhan hati para anggota sampai saat sekarang ini. Pada September tahun 2002, YM.Bhiksu Ryuoh Faulconer, menjadi kepala bhiksu di kuil ini, yang merupakan Kepala Bhiksu pertama dari orang Amerika. Gassho.
26
No.21 / Juni 2006
Ket.Gambar: 1. Upacara Peresmian 18 Mei 1930 2. Umat berada ditempat penampungan 3. Ulang tahun ke-20 Kuil, Agustus 1952 4. Upacara peletakan batu pertama kuil 22 Maret 1959 5. Sekolah minggu bersama YM.Bhiksu Jitei Ishihara dan Chotaro Niguma 6. Bagian dalam kuil yang baru 7. Altar Itto Ryoson ( 1 stupa, dua Buddha) 8. Altar Kuil terlihat secara menyeluruh 9. Altar Kuil dilihat dari dekat
27
No.21 / Juni 2006
JADUAL DAN BAHAN pelajaran JAKARTA, TANGERANG, BATAM, JAWA TENGAH DAN D.I.YOGYAKARTA
BAHAN PELAJARAN ::: MINGGU I, 4 Juni 2006 Bahan : "Ceramah dan Saddharma Pundarika Sutra" MINGGU II, 11 Juni 2006 Bahan: "Meditasi Shodaigyo" MINGGU III, 18 Juni 2006 Bahan: "Diskusi" MINGGU IV, 25 Juni 2006 Bahan : "Diskusi"
Topik Utama:
~Pembabaran Pertama Sang Buddha, Hal. 01
Ceramah :
~Ichinen Sanzen, Hal.04 ~Bodhisattva Muncul Dari Bumi, Hal.05 ~Neraka Avici, Hal.06
JADUAL PERTEMUAN ::: JAKARTA (MINGGU KE 1 DAN 2): 10:00 - 10:40 Dokyo Shodai (Membaca Paritta dan Odaimoku) 10:40 - 12:00 Pelajaran / Diskusi
Goibun:
~,Kyo Ki Ji Koku Sho, Hal.10
Serba Serbi:
~A Collection of Nichiren Wisdom, Hal.03 ~Seri Pelajaran Mahayana, Hal.07 ~Legenda Nichiren Shonin, Hal.13 ~Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra, Hal.16 ~Seri Penjelasan Shutei Gohonzon, Hal.20 ~Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu, Hal.25
TANGERANG (MINGGU KE 3 DAN 4) 14:00 - 14:30 Dokyo Shodai 14:30 - 16:00 Pelajaran / Diskusi SEMARANG / JAWA TENGAH (SETIAP RABU) 19:00 - 21:00 Dokyo Shodai / Pelajaran / Diskusi D.I.YOGYAKARTA (SETIAP JUMAT) 20:00 - 22:00 Dokyo Shodai / Pelajaran / Diskusi
PENGUMUMAN Mulai Pebruari 2005, bagi anda yang ingin memberikan Dana Paramita untuk Yayasan Buddhis Nichiren Shu Hokekyo Indonesia, atau Cetya Pundarika, Sunter dapat melakukannya melalui Transfer Bank dengan data sebagai berikut:
Bank Central Asia (BCA) KCP.Muara Karang No.Account : 637-012-8152 A/N: Nichiren Shu Hokekyo Indonesia
Aneka Peristiwa: ~ YM.Bhiksu Woo Hee Tae Menyelesaikan Aragyo, Hal.23 ~Upacara Peringatan Tri Suci Waisak, Hal.24
Dana Paramita Rp.6.000,-
Alamat Redaksi Buletin "LOTUS" : Apartemen Permata Surya I, Blok.A No.201, Cengkareng - Jakarta Barat. Telp.081311088060, Email:
[email protected] Website: www.nshi.org 28