PENJELASAN MENGENAI
GOHONZON
Oleh : Y.M.Bhikku Senchu Murano
Nichiren Buddhist International Centre, 1997
Y.M.Bhikku Senchu Murano Lahir pada tahun 1908 Kepala Bhikku di Kuil Myochoji, Kamakura, provinsi Kanagawa, Jepang Lulusan dari Universitas Rissho dan Universitas Washington Mantan Bhikku dari Nichiren Mission of Hawaii
Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia Nichiren Shu Indonesia Buddhist Association website : www.pbnshi.or.id email:
[email protected]
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
1. PENGANALISAAN ATAS KATA ‘GOHONZON’ Go adalah suatu awalan kehormatan yang bisa dihilangkan tanpa merubah arti kata. Hon mempunyai makna “akar, fundamental, asal muasal, yang terutama, atau yang terunggul”. Son atau Zon berarti “yang dimuliakan atau yang terhormat”. Akan tetapi, istilah “objek pemujaan” bermakna terlalu dangkal dan tanpa perasaan, suatu istilah yang digunakan untuk Gohonzon yang kita puja sebagai “Yang Paling Mulia Di Dunia Ini”
2. GOHONZON DARI AGAMA BUDDHA NICHIREN SHU Dalam Agama Buddha Nichiren, Buddha Pokok yang Sesungguhnya adalah “Satu” yaitu Buddha Sâkyamuni. Sintesis/penggabungan ini mewakili Gohonzon dari ajaran agama Buddha Nichiren. Buddha Sâkyamuni mencapai keBuddhaan sejak masa lampau yang tak terhingga. Tiada Buddha lain sebelum Beliau. Dialah Buddha yang pertama, Buddha Pokok. Semua Buddha yang ada di masa lampau, sekarang, dan yang akan datang adalah emanasi/perwujudan dariNya. Buddha Sâkyamuni berkata dalam Sutra Bunga Teratai, “Jumlah kalpa yang terlampaui semenjak Aku mencapai keBuddhaan telah begitu banyak… Selama masa ini Aku telah memberi berbagai nama untuk diriKu sendiri… Aku menunjukkan replikaKu di beberapa sutra, dan perwujudanKu di sutra-sutra lainnya” Buddha Sâkyamuni dalam sejarah yang kita kenal tiada lain adalah Buddha Pokok. Dia berkata dalam Sutra Bunga Teratai, “Para dewa, manusia, dan asura di dunia berpikir bahwa Aku meninggalkan istana kaum Sakya, duduk di tempat penerangan tak jauh dari kota Gaya, dan mencapai Anuttara-samyaksambodhi empat puluh tahun lebih yang lalu. Sesungguhnya, telah berlalu berjuta-juta kalpa semenjak Aku menjadi Buddha.” Buddha Pokok diberi nama Sâkyamuni karena Buddha yang ada dalam sejarah tidak memiliki nama lain selain Sâkyamuni. Buddha Pokok Sâkyamuni adalah kekal abadi. Ia berkata dalam Sutra Bunga Teratai, “Aku tak akan pernah moksa. Aku selalu hidup di sini dan membabarkan Dharma.” Ia tetap abadi untuk menyelamatkan kita. Definisi Buddha sebagai sesuatu yang kekal ditujukan bagi kita yang ingin mencari keselamatan dalam ajaranNya.
3. PATUNG BUDDHA SAKYAMUNI KEKAL ABADI Seseorang boleh saja menghormati patung Buddha Sâkyamuni dengan menganggap bahwa itu adalah Buddha Sâkyamuni Kekal Abadi. Nichiren Daishonin sendiri selalu membawabawa sebuah patung kecil Buddha bersama dirinya, dan menghormatinya sebagai Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi. Namun bagaimana kita bisa membedakan patung Buddha Sâkyamuni Abadi dengan patung yang disembah oleh orang-orang yang tidak tahu atau tidak memperdulikan kesejatian dan keabadian Buddha Sâkyamuni? Sesuatu harus dilakukan untuk membedakan patung Buddha Sâkyamuni Abadi. Nichiren Daishonin menganjurkan suatu set patung yang terdiri dari: Buddha Sâkyamuni dengan disertai oleh Ke-empat Bodhisattva Jogyo, Muhengyo, Jyogyo, dan Anryugyo, yang menurut Sutra Bunga Teratai adalah pengikut-pengikut utama dari Buddha Pokok Sâkyamuni. Membuat sebuah kelompok patung bukanlah suatu saran baru. Banyak sekte-sekte lain yang telah mengeluarkan berbagai kelompok patung sebagai objek pemujaannya. Kebingungan dan kerumitan-kerumitan telah mengabulkan perbedaan antar sekte dan membahayakan keutamaan dari Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi. Nichiren berpendapat bahwa jalan paling sempurna untuk mewakili Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi adalah dengan mengadopsi Daimoku sebagai lambang Dunia Suci dari Buddha Pokok, yang dalam hal ini 1
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
adalah Dunia Saha yang suci.
4. O’DAIMOKU O’Daimoku berarti “judul”, yang mengacu pada Namu Myôhô Renge Kyô. Namu berasal dari bahasa Sansekerta namas, yang berarti “menghormati, memuliakan”. Kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Cina sebagai kimyô, yang berarti “Aku mengabdikan diriku kepada”. Dalam bahasa Jepang, kata ini sering kali dianggap sebagai suatu awalan kehormatan. Myôhô Renge Kyô adalah judul dari Saddharma-pundârika-sûtra versi bahasa Cina. Saddharma berarti “Dharma Sejati” atau “Dharma yang Mengagumkan”. Pundârika berati bunga teratai putih. Myôhô Renge Kyô bisa disingkat menjadi Hokekyô (Hokkekyô oleh sekte Nara), Myôhôkekyô, Myôhôkke or Hôkke. Myôhô Renge Kyô diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai “Hukum Gaib Sutra Bunga Teratai”, dan bisa disingkat sebagai Sutra Bunga Teratai Ketika digunakan sebagai mantra, Myôhô Renge Kyô tidak lagi sekedar merupakan judul dari sebuah sutra, tapi merupakan Hukum Gaib itu sendiri. Ketika dipandang sebagai Dharma itu sendiri, Namu Myôhô Renge Kyô tidak boleh lagi disingkat ataupun diterjemahkan ke dalam bahasa apapun juga.
5. PENGGAMBARAN DALAM SUTRA BUNGA TERATAI Dunia Suci dari Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi adalah suatu gambaran yang digunakan dalam Sutra Bunga Teratai. Sebuah gambaran atau fantasi bisa saja tidaklah nyata, tapi kadang juga bisa menunjukkan kebenaran yang lebih mengesankan daripada kenyataan. Itulah sebabnya mengapa karangan Shakespeare, A Midsummer Night’s Dream atau karangan Miyazawa Kenji, Milky Way Railroad Train At Night tak pernah dapat dilupakan orang. Narasi dari dunia lain Sutra Bunga Teratai dimulai dengan cerita Buddha Prabutharatna (Taho) sebagai berikut : “Hiduplah seorang Buddha yang bernama Taho berkalpa-kalpa lalu di sebuah dunia yang disebut Pusaka-Suci, yang terletak jauh di sebelah timur Dunia Saha. Buddha Taho mengetahui Hukum Gaib, tetapi ia tidak membabarkannya. Ia berpikir bahwa Hukum Gaib sebaiknya dibabarkan oleh seorang Buddha yang bisa beremanasi menjadi Replika-Buddha sebanyak jumlah dunia yang ada di alam semesta ini, kemudian mengutus mereka ke dunia-dunia itu, dan membabarkan Hukum Gaib dalam sebuah sutra bernama Sutra Bunga Teratai. Buddha Taho memutuskan untuk menunggu kemunculan Buddha itu, dan kemudian menyetujui kebenaran dari Sutra Bunga Teratai yang dibabarkan oleh Buddha tersebut. Buddha Taho meminta para pengikutNya untuk membangun sebuah Stupa, dan menyemayamkan tubuhNya ke dalam Stupa tersebut setelah Ia meninggal. Para pengikutNya membangun sebuah Stupa sebagai mana yang diinginkan. Setelah Ia Parinirvâna, mereka meletakkan tubuhNya dalam posisi duduk bermeditasi ke dalam Stupa, dan menutup pintunya. Seorang Buddha mampu melihat, mendengar, berbicara, dan bahkan bergerak setelah ia Parinirvâna. Satu-satunya hal yang tidak dapat dilakukan dilakukan oleh seorang Buddha lampau adalah membabarkan Dharma. Ia harus berpuas diri mendengar Dharma yang dibabarkan oleh Buddha masa sekarang. Buddha Taho telah menunggu dan melihat seluruh penjuru alam semesta selama begitu banyak kalpa hingga Ia akhirnya menemukan seorang Buddha yang melakukan apa yang Ia ingin saksikan. Ia melihat Buddha Sâkyamuni dari Dunia Saha, yang terletak jauh di sebelah barat duniaNya, mengeluarkan banyak emanasi dari diriNya, mengutus 2
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
mereka ke semua dunia yang ada di alam semesta ini, dan kemudian membabarkan Sutra Bunga Teratai. Begitu bergembira melihat semua ini, Buddha Taho mempersiapkan diriNya untuk berkelana ke Dunia Saha. Ia membuat StupaNya bergerak, terbang melintasi begitu banyak dunia, dan mencapai langit di bawah dunia Saha. Kemudian Stupa tersebut naik, melewati Dunia Saha dari bawah, dan melayang di angkasa di atas langit Gunung Grdhrakuta. Buddha Taho memutar StupaNya menghadap Sâkyamuni dan memujiNya dari dalam Stupa. Pesamuan tersebut heran ketika melihat semua ini. Mewakili pesamuan, Bodhisattva Daigyosetsu bertanya kepada Sâkyamuni, “Siapakah yang ada di dalam Stupa?”. Sâkyamuni menjawab, “Buddha Taho ada di sana”. Daigyosetsu memohon kepada Sâkyamuni untuk membuka pintu Stupa tersebut agar semua yang hadir dalam pesamuan bisa melihat Buddha yang baru saja datang tersebut. Tetapi Sâkyamuni menolak permintaannya, berkata bahwa Buddha Taho tidak akan mengijinkan siapa pun membuka pintu StupaNya terkecuali pembabar Sutra Bunga Teratai mengumpulkan Replika-Buddha nya dari dunia di kesepuluh penjuru. Daigyosetsu memohon Sâkyamuni untuk mengumpulkan mereka kembali. Buddha Sâkyamuni memenuhi permintaannya. Ia mengeluarkan seberkas sinar dari dahiNya sebagai tanda untuk memanggil mereka. Mengenali sinar tersebut, BuddhaBuddha dari kesepuluh penjuru dunia kembali ke dunianya, dan berkumpul di Gunung Grdhrakuta. Dengan demikian Buddha Sâkyamuni melayang, dan membuka pintu Stupa tersebut. Buddha Taho bergerak ke kiri untuk memberi tempat duduk bagi Buddha Sâkyamuni, dan meminta Ia untuk bergabung denganNya. Buddha Sâkyamuni masuk ke dalam Stupa dan duduk di sebelah kanan Buddha Taho. Melihat kedua Buddha duduk saling bersebelahan dalam Stupa yang melayang di angkasa, peserta pesamuan berharap ingin di dekat kedua Buddha tersebut. Mengetahui isi pikiran para peserta pesamuan, Buddha Sâkyamuni mengangkat mereka semua ke angkasa di bawah Stupa. Setelah itu Buddha Sâkyamuni mengumumkan bahwa Ia akan menurunkan Sutra Bunga Teratai kepada seseorang. Mendengar hal ini, banyak Bodhisattva memohon agar Buddha Sâkyamuni menurunkannya kepada mereka. Tetapi ia menolak permintaan mereka dan berkata, “Aku ingin mengatakan bahwa Aku akan menurunkan Sutra ini kepada seseorang selain kalian. Kalian tidak diperlukan. Aku telah memilih mereka yang akan menerima Sutra ini.” Ketika mengatakan hal ini, Bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya muncul dari ke-empat penjuru Dunia Saha. Keempat bagian Bodhisattva tersebut masing-masing dipimpin oleh Ke-empat Bodhisattva: Visistacâritra (Jogyo), Anantacâritra. (Muhengyo), Visuddhacâritra (Jogyo) and Supratisthitacâritra (Anryugyo). Kesemua Bodhisattva dari dalam bumi tersebut naik ke angkasa dan menyapa Buddha Sâkyamuni seperti layaknya seorang murid menyapa gurunya dan berkata, “Kami amat gembira bisa bertemu dengan Anda lagi. Apakah Anda sehat-sehat saja?” Buddha Sâkyamuni kemudian berkata kepada mereka, “Aku sangat gembira melihat kalian bersukacita bertemu denganKu lagi.” Para peserta pesamuan terkejut mendengar para pendatang baru dari dalam bumi menyapa Buddha Sâkyamuni begitu hormat dan sopan seolah mereka adalah muridmurid dari Buddha Sâkyamuni. Mewakili para peserta pesamuan, Bodhisattva Maitreya bertanya kepada Buddha Sâkyamuni, “Siapakah mereka? Kami belum pernah melihat mereka sebelumnya. Mereka pasti telah menyembunyikan diri mereka di dalam bumi untuk begitu lamanya. Anda lebih muda daripada mereka karena hanya empat puluh tahun lebih yang lalu Anda menjadi Buddha. Tetapi para sesepuh ini menyapa Anda dengan begitu hormat dan sopan seolah mereka adalah murid-murid Anda? Ini adalah aneh. Sulit mempercayai seorang pemuda tampan berambut hitam-legam bisa menunjuk kepada laki-laki berusia ratusan tahun dan berkata, ‘Mereka adalah anak-anakku’. Siapakah para pendatang baru ini?” Buddha Sâkyamuni berkata kepada Bodhisattva Maitreya, “Kamu mengira bahwa Aku 3
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
meninggalkan istana kaum Sakya, duduk di bawah tempat Penerangan, dan mencapai Kebuddhaan empat puluh tahun lebih yang lalu. Kamu salah. Aku telah menjadi Buddha sejak masa lampau yang tak terhingga. Para Bodhisattva dari dalam bumi ini adalah murid-muridKu yang telah kuajari sejak masa lampau tak terhingga.” Seusai mengatakan hal ini, Buddha Sâkyamuni menurunkan Sutra Bunga Teratai kepada para Bodhisattva yang dipimpin oleh Visistacâritra. Ia kemudian melayang turun dari Stupa ke permukaan tanah. Semua peserta pesamuan yang berada di angkasa juga turun. Buddha Sâkyamuni meletakkan tangan kananNya di atas kepala para Boddhisattva dan berkata, ”Sekarang Aku akan menurunkan Sutra Bunga Teratai kepada kalian semua. Sebarkanlah dengan segenap hati kalian.” Buddha Sâkyamuni berbalik menghadap kepada Stupa di angkasa dan berkata, “Biarlah para Buddha berada di mana mereka ingin berada. Dan biarlah Stupa berada di mana sebelumnya Ia berada.”
Demikianlah akhir dari gambaran luar biasa yang terdapat dalam Sûtra Bunga Teratai.
6. PENJELASAN NICHIREN DAISHONIN TENTANG DUNIA SAHA YANG SUCI Nichiren menggambarkan sudut pandang terhadap Dunia Saha yang suci dalam Kanjinhonzon-shô sebagai berikut : “Ada sebuah Stupa Pusaka di angkasa di atas Dunia Saha dari Guru Pokok. Dalam Stupa pusaka tersebut tersimpan Myôhô Renge Kyô. Di kedua belah sisi Myôhô Renge Kyô duduklah Buddha Sakyamuni dan Buddha Prabhutaratna. Empat Bodhisattva yang dipimpin oleh Visistacâritra menyertai Buddha Sakyamuni, Yang Dimuliakan-Dunia. Keempat Bodhisattva termasuk Mañjusri dan Maitreya duduk di sebelah bawah sebagai murid Buddha Sâkyamuni. Semua Bodhisattva lainnya, baik besar maupun kecil, baik murid dari Buddha Sâkyamuni ataupun yang datang dari dunia lain, seperti layaknya kaum bangsawan dan terhormat yang dihormati oleh bawahannya duduk di atas permukaan tanah. Para Buddha dari kesepuluh penjuru duduk pula di atas permukaan tanah untuk menunjukkan bahwa mereka adalah emanasi/perwujudan dari Buddha Sâkyamuni dan bahwa dunia mereka adalah cerminan dari dunia Buddha Sâkyamuni.
6. MANDALA Nichiren menggambarkan Dunia Saha yang Disucikan dalam wujud sebuah Mandala. Mandala berarti “sebuah lingkaran”. Nichiren menyebutnya Dai-mandala atau “Mandala Agung”. Kita biasanya menyebutnya sebagai O’mandala atau Mandala. Sesuai sudut pandang Nichiren atas Dunia Saha yang Disucikan seperti yang terdapat dalam Kanjin-honzon-shô, semua Bodhisattva yang hadir adalah pengikut Buddha Sâkyamuni, tidak satupun yang menyertai Prabhutaratna. Untuk mempertahankan keseimbangan dari Mandala, Nichiren memindahkan beberapa Bodhisattva dari kolom kiri ke kanan seolah mereka adalah para pengikut Prabhutaratna. Nichiren juga menambahkan beberapa mahkluk-hidup ke dalam Mandala sebagai perwakilan dari penghuni Dunia Saha yang Disucikan : 1. Tokoh-tokoh suci dari Buddhis Theravada seperti Sâriputra and Mahâ-Kâsyapa, yang dipastikan kelak akan mencapai Kebuddhaan dalam Sûtra Bunga Teratai. 2. Cakravartiraja (Raja Suci Pemutar Roda,Tenrin-jo-o) dan Raja Ajatasatru sebagai wakil dari para pengikut biasa. 3. Devadatta, yang dahulu adalah murid dari Buddha Sâkyamuni, kemudian ia menjadi musuh sang Buddha. Akan tetapi ia juga dipastikan kelak mencapai Kebuddhaan dalam Sûtra Bunga Teratai. 4. Orang-orang terkenal yang turut menyebarkan Sûtra Bunga Teratai: Nagarjuna dari India, Tendai Daishi and Myôraku Daishi dari Cina, and Dengyo Daishi dari Jepang. 4
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
5. Para Dewa dan Iblis: Brahman, Mara, Sâkra, Raja Langit Keempat Penjuru (Shitenno), Surya, Cândra, Aruna, Asuraraja, Nagaraja, Hariti dan kesepuluh raksasa perempuan dari India, Tensho Daijin and Hachiman Daibosatsu dari Jepang. 6. Dua dewa pelindung Dharma: Acalanatha (Fudo) dan Ragaraja (Aizen) berupa bentuk lambang huruf Sansekerta.
8. O’MANDALA GOHONZON Gohonzon yang dipuja oleh penganut Agama Buddha Nichiren adalah Buddha Pokok Sâkyamuni. Mandala adalah sebuah gambaran tentang Dunia Suci dari Gohonzon, bukan Buddha Pokok itu sendiri. Akan tetapi, sejumlah alasan, baik akademis maupun konvensional, memaksa kita menerapkan gelar kehormatan, Gohonzon, kepada Mandala itu sendiri. 1. Orang Jepang merasa kurang pantas merujuk kepada seseorang yang berposisi lebih tinggi atau sesuatu yang dianggap suci lansung menggunakan namanya. Oleh karena itu digunakanlah nama dari kediaman atau tempat seseorang tersebut berada. Dono, suatu akhiran kehormatan yang mengikuti nama seseorang, mempunyai arti “kediaman”. “Istana Kerajaan”, sebagai contohnya, menunjuk kepada Kaisar. Sama halnya, Mandala disebut Gohonzon sebagai tempat dari Buddha Pokok berada. 2. Ketika Nichiren melukiskan Dunia Saha yang Disucikan dalam Kanjin-honzon-shô, Beliau meletakkan Daimoku di antara kedua Buddhas sebagai lambang dari Dunia Saha yang Disucikan. Penggunaan lambang-lambang sangatlah penting pada masa Nichiren. Berbagai keluarga terpandang dibedakan menggunakan lambang-lambangnya yang khas, bendera dan panji.
Nichiren menganggap bahwa Daimoku adalah lambang terbaik sebagai ciri Agama Buddha Nichiren, sedangkan sekte-sekte lainnya kurang lebih berhubungan dengan Nembutsu. Akan tetapi, Daimoku yang tertulis di tengah-tengah Mandala tampak begitu besar dan dominan sehingga menyebabkan mahkluk yang disekitarnya menjadi kurang penting. Bahkan Buddha Sâkyamuni seolah tertutup oleh Daimoku.
Pengaturan Mandala yang seperti ini memunculkan pemujaan kepada Daimoku sebagai Gohonzon. Sebagian orang beranggapan bahwa semua Buddha yang ada termasuk Buddha Sâkyamuni, Bodhisattvas dan mahkluk kehormatan lainnya seperti para dewa dan iblis yang tertera dalam Mandala, adalah pengikut dari Daimoku. Sudut pandang ini turut didukung oleh kenyataan bahwa bangsa Jepang pada dasarnya adalah bersifat polytheis.
3. Mandala yang tertulis di atas selembar kertas adalah rapuh, mudah luntur dan rusak. Suatu bahan yang lebih tahan lama dibutuhkan untuk mempertahankan Mandala. Oleh karena itu, ptung-patung kayu atau logam disarankan untuk diletakkan di sekitar Mandala. Penggunaan patung juga dimaksudkan untuk hal lainnya. Untuk memunculkan kembali keagungan Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi, yang tertutup oleh tulisan Daimoku di dalam Mandala, suatu kelompok patung, yang terdiri dari Buddha dan empat Bodhisattva, dianjurkan untuk turut digunakan sebagai objek pemujaan. Akan tetapi, semangat dan keinginan utama Nichiren Daishonin tetap terletak dalam Mandala. Karena Mandala dapat ditulis dimana saja, tanpa persiapan rumit sehingga cocok untuk mengembangkan penyebaran penyebutan Daimoku. Daimoku itu sendiri dapat berfungsi sebagai Gohonzon. Sehingga muncul istilah Ippenshudai-no-honzon, yang berarti “Gohonzon yang hanya berisikan Daimoku”. Daimoku adalah lambang dari keseluruhan Tiga Pusaka Agama Buddha Nichiren : · Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi sebagai Satu Kesatuan dengan Buddha Sâkyamuni yang terdapat dalam sejarah. 5
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
· Dharma Agung atas Kesetaraan Semua Mahkluk Hidup, dan · Sangha yang dipimpin oleh Bodhisattva Visistacâritra, Murid Terutama dan Terpenting dari Buddha Pokok Sâkyamuni. Ketika kita melihat Daimoku tertera di atas bendera, panji, atau monumen batu, saat itu pula kita bisa bertemu dengan Buddha dan memperoleh perlindungan dari utusanNya, Nichiren Shonin, kelahiran kembali dari Bodhisattva Visistacâritra, Jogyo Bosatsu.
9. SEBUAH CONTOH GOHONZON YANG DITULIS OLEH NICHIREN
Gohonzon yang ditulis ini tersimpan di Kuil Myohonji, Kamakura - Jepang 6
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
7
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
1. Dai Jikoku Tenno. Dhrtarastra. Raja Langit Timur. 2. Namu Muhengyo Bosatsu. Anantacâritra Bodhisattva. 3. Namu Jogyo Bosatsu. Visistacâritra Bodhisattva. 4. Namu Taho Nyorai. Prabhutaratna Tathâgata. 5. Namu Myôhô Renge Kyô. 6. Namu Sâkyamuni Butsu. Sâkyamuni Buddha. 7. Namu Jogyo Bosatsu. Visuddha Bodhisattva. 8. Namu Anryugyo Bosatsu. Supratisthitacâritra. 9. Dai Bishamon Tenno. Vaisravana. Raja Langit Utara. 10. Simbol Sansekerta dari Fudo Myô-o atau Acalanatha Vidyaraja. 11. Dai Nittenno. Surya. Dewa Matahari. 12. Dairokuten Ma-o. Raja Mara dari Surga Keenam. 13. Dai Bontenno. Mahâ Brahman. 14. Namu Sharihotsu Sonja. Yang Mulia Sâriputra. 15. Namu Yaku-o Bosatsu. Bhaisajyaraja Bodhisattva. 16. Namu Monjushiri Bosatsu. Mañjusri Bodhisattva. 17. Namu Fugen Bosatsu. Samantabhadra Bodhisattva. 18. Namu Miroku Bosatsu. Maitreya Bodhisattva. 19. Namu Dai Kasho Sonja. Yang Mulia Mahâkâsyapa. 20. Shakudaikannin Dai-o. Sâkra Devanarn Indra. Sâkra. Taishakuten. 21. Dai Gattenji. Cândra. Dewa Bulan. 22. Myojo Tenji. Aruna. Dewa Bintang. 23. Simbol Sansekerta dari Aizen Myô-o atau Ragaraja Vidyaraja. 24. Daibadatta. Devadatta. 25. Ashura-o. Asura-raja. Raja Asura. 26. Tenrin Jo-o. Gakravartin. 27. Ajase Dai-o. Raja Ajatasatru. 28. Dai Ryu-o. Naga-raja. Raja Naga. 29. Kishimojin. Hariti. Seorang yaksa wanita pelindung anak-anak. 30. Jurasetsunyo. Kesepuluh raksasa wanita. 31. Namu Tendai Daishi. Chigi (538-597). Seorang pelajar Cina dari sekte Tendai. 32. Namu Ryuju Bosatsu. Nagarjuna, yang hidup pada abad kedua. Seorang pelajar India dari ajaran agama Buddha Mahayana. 33. Namu Myôraku Daishi. Tannen (717-782). Seorang pelajar Cina dari sekte Tendai. 34. Namu Dengyo Daishi. Saicho (767-822). Pendiri sekte Tendai di Jepang. 35. Dai Komoku Tenno. Virupaksa. Raja Langit Barat. 36. “Mandara Agung ini pertama kalinya dimunculkan di Jambudvipa dua ribu dua ratus tahun lebih setelah kemoksaan sang Buddha.” 37. Tensho Daijin. Dewa Japang. 38. Tandatangan Nichiren. 39. Hachiman Dai Bosatsu. Dewa Jepang. 40. Dai Zocho Tenno. Raja Langit Selatan. 41. Bulan ketiga tahun ketiga Koan, Kanoetatsu. (1280). Catatan: 1. No. 14 dan 19 adalah orang-orang suci dari ajaran Agama Buddha Theravada. 2. No. 31, 32, 33 dan 34 adalah tokoh-tokoh terkemuka pemyebar Sûtra Bunga Teratai. 3. No. 1, 9, 35 dan 40 disebut Shitenno atau Raja Langit Keempat Penjuru. 4. No. 10 dan 23 adalah simbol Sansekerta untuk kedua dewa esoterik.
8