Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
PERENCANAAN STRATEGI MARKETING INDUSTRI MINUMAN BERALKOHOL UNTUK MENCIPTAKAN SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE David Sukardi Kodrat Program Studi International Business Management Fakultas Ekonomi Universitas Ciputra email:
[email protected]
ABSTRAK Industri minuman beralkohol adalah gray area industry. Artinya ada peraturan pemerintah yang mengijinkan produksi dan distribusi minuman beralkohol namun di sisi lain banyak aturan yang membatasi produksi dan distribusinya. Walaupun banyak mendapat tekanan dari masyarakat dan pemerintah, industri minuman beralkohol tetap mampu bertahan bahkan menunjukkan perkembangannya yaitu dari rata-rata penjualan 14.586.240 liter (2002) menjadi 44.829.360 liter (2006). Hal yang perlu diperhatikan perusahaan untuk mempertahankan bisnis dalam jangka panjang yaitu dengan menyelaraskan sumber daya yang dimiliki dengan target market dan kondisi lingkungannya (Johnson dan Scholes, 2003). Perusahaan pun harus mampu mentranformasi dirinya menjadi marketing company. Dengan matrik TWOS disarankan agar perusahaan menerapkan: (1) strategi market penetration untuk segmen young drinker dan old drinker dan (2) product development untuk segmen young open market dan old open market, sehingga perusahaan mampu menciptakan sustainable competitive advantage. Penerapan strategi market penetration dan product development dikemas dalam strategi, taktik dan value (STV Triangle). Strategi market penetration menggunakan pendekatan maintaining the brand sehingga positioning-nya adalah romancing the brand. Marketing mix dilakukan dengan memberikan keyakinan konsumen bahwa harga yang ditawarkan merupakan good value, melakukan perbaikan terus-menerus terhadap produk, menjaga dan mengembangkan saluran distribusi yang sudah ada dan melakukan program loyalitas konsumen. Strategi product development menggunakan pendekatan other product dan other branding sehingga positioning-nya adalah new generation. Marketing mix dilakukan dengan memberi keyakinan konsumen bahwa harganya sesuai dengan kualitas produknya, melakukan inovasi produk, mendistribusikan produk pada saluran pemasaran moderen dan melakukan trade promo dan konsumen promo sehingga terbentuk word of mouth antar konsumen. Kata kunci: gray area industry, marketing company, matrik TWOS dan sustainable competitive advantage.
PENDAHULUAN Industri minuman beralkohol adalah gray area industry, artinya ada peraturan pemerintah yang mengijinkan produksi dan distribusi minuman beralkohol namun di sisi lain banyak aturan yang membatasi produksi dan distribusinya. Hal yang cukup menarik meskipun banyak mendapat tekanan dari masyarakat dan pemerintah, industri minuman beralkohol tetap mampu bertahan bahkan menunjukkan perkembangannya yaitu dari rata-rata penjualan 14.586.240 liter (2002) menjadi 44.829.360 liter (2006).
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Minuman beralkohol disinyalir sebagai katalisator meningkatnya kriminalitas (Jawa Pos, 2007) sehingga sejak terbunuhnya Bridjen Tampubolon (DanKopasus) tahun 1994, aparat keamanan gencar melakukan penertiban terhadap peredaran minuman beralkohol. Hingga saat ini menjelang hari raya idul fitri selalu digelar operasi ketupat dan secara rutin digelar operasi lilin menjelang hari natal dan tahun baru (Pikiran Rakyat, 2002). Dampak dari penertiban ini masih terasa saat ini. Banyak pengecer makanan dan minuman yang menolak untuk menjual minuman beralkohol sehingga membuat beberapa produsen kesulitan dalam memasarkan produknya dan selanjutnya menutup usahanya (CIC, 1995). Disamping gencarnya penertiban itu, industri minuman beralkohol masih menghadapi penarikan leges oleh pihak swasta yang bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Namun penarikan leges ini telah dihapuskan sejak tahun 1999 karena tidak berjalan secara efektif dan terjadi penarikan pajak ganda antara Pemda dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun penarikan cukai alkohol tetap dilakukan sesuai dengan UU No.10 Tahun 1995 hingga saat ini. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan kemudian undang-undang tersebut diimplementasikan dalam bentuk Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom menyebabkan timbulnya Perda anti miras diberbagai daerah. Sebagai contoh, Perda Propinsi Bali No. 9 Tahun 2002 dan Perda Kabupaten Purworejo No. 12 Tahun 2002 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Tidak kalah gencarnya adalah operasi penjualan minuman beralkohol yang dilakukan oleh FPI (Front Pembela Islam) yang disertai dengan tindakan anarkis (Sinar Harapan, 2006) dan ormas-ormas lainnya (Media Indonesia Online, 2004). Tujuannya untuk membatasi peredaran minuman beralkohol yang mempunyai dampak negatif yang luas terhadap kesehatan, lingkungan hidup dan tertib sosial (PP No. 25 Tahun 1996 tentang Izin Pengusaha Barang Kena Cukai). Keberhasilan penjualan minuman beralkohol sangat tergantung pada bagaimana marketer menentukan dan mengimplementasikan strategi marketing. Penjualan minuman beralkohol akan meningkat didorong dengan aktivitas marketing dan trend, yang tentu saja keberhasilannya sangat ditentukan oleh pemain global. Pemain global akan mempengaruhi konsumen untuk memilih minuman beralkohol dengan merek-merek internasional daripada merek lokal (Chitakasem, 2003). Hal yang perlu diperhatikan perusahaan untuk mempertahankan bisnis dalam jangka panjang yaitu perlunya menyelaraskan sumber daya yang dimiliki dengan target market dan kondisi lingkungannya (Johnson dan Scholes, 2003). Strategi, Taktik dan Value sangat penting dan strategis bagi perusahaan karena berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan segala aktivitas perusahaan. Perusahaan harus mempunyai sistem aktivitas (activity system) yang menjadi landasan keunggulan kompetitif maupun sustainability perusahaan (Porter, 1996). Dalam sistem aktivitas ini kadangkala terdapat sejumlah aktivitas individu yang harus “fit” satu sama lain. Masing-masing aktivitas ini harus mampu saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain sehingga menciptakan value yang nyata bagi konsumen. Dengan latar belakang masalah di atas, penelitian ini akan mengkaji perencanaan strategi marketing yang dilakukan oleh industri minuman beralkohol untuk menciptakan sustainable competitive advantage?
LANDASAN TEORI Model Sustainable Marketing Enterprise merupakan model yang didefinisikan ulang, komprehensif dan sederhana (Kotler, Kartajaya, Huan dan Liu, 2003). Gambar 1
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
menunjukkan model sustainable untuk membangun sustainability agar perusahaan dapat bertahan hidup dalam lanskap yang terus berubah. Sustainability merupakan unsur utama dari perusahaan apapun. Model sustainable dimulai dari sebuah pilihan (choice) tentang bisnis apa yang akan dimasuki. Setelah itu, perusahaan mengerahkan segenap energi dan sumber daya terbaik untuk membuatnya jadi kenyataan. Selama tahap ini, perusahaan masih dalam fase emergent yaitu situasi dimana segala sesuatunya harus dijalankan dengan cepat dan tidak ada sebuah sistem yang baik sehingga membutuhkan orang yang memiliki semangat juang tinggi atau entrepreneurial leader. “Emergent” “Constrained” Institutionalization FOLLOWERSHIP
CHOICE
RENEWAL
“Rational”
CONSERVATION
Early Win Comfort Successful Maturity C P CP O U L I T I K
Teknik
L T U R
Complacency
CRISIS LEADERSHIP
Establishment Performing Cycle
Growth Take Off
Reform
Distress Urgency
Transforming
Cycle EXPLOITATION
CREATIVE DESTRUCTION
Ket: CP = Critical Point
Gambar 1. Model Sustainable
Sumber: Kotler, Kartajaya, Huan dan Liu, 2003. Rethinking Marketing. Jakarta: PT. Prenhallindo. Tidak setiap bisnis mampu melalui fase ini. Bila perusahaan terus-menerus bertumbuh, maka perusahaan akan memasuki era rasionalitas. Pada fase ini perusahaan terus-menerus bertumbuh dari waktu ke waktu, memiliki sistem yang baik dan mulai mengembangkan manajemen strategik dan operasional yang baik. Namun seringkali, perusahaan menjadi puas dengan strategi yang diterapkan sehingga menjadi terlalu percaya diri, cenderung puas (complacent) dan mempertahankan apa yang sudah dilakukan selama ini. Di fase ini, setiap orang hanya peduli pada masalahnya masingmasing daripada persoalan bersama perusahaan. Ini merupakan fase yang paling berbahaya dalam perjalanan bisnis sehingga diperlukan followership yang baik. Pemimpin telah gagal mempraktikkan apa yang telah ia praktikan sebelumnya sehingga justru para pengikutnyalah yang harus mengambil tugas pimpinan dengan secara aktif memberikan feedback tentang kondisi pasar. Siklus dari choice ke crisis disebut performing cycle. Ini merupakan siklus yang membawa perusahaan turun memasuki tahap exploitation, lalu naik hingga ke tahap conservation, dan kemudian turun lagi yang akhirnya berakhir pada munculnya krisis. Sebagai tindakan preventif sebelum perusahan turun masuk fase krisis, perusahaan dapat menciptakan sense of crisis. Pada tahap creative destruction seringkali harus diambil keputusan yang tidak populer karena pemimpin akan memulai transforming cycle. Tanggung jawab seorang transformational leader adalah memperbarui (renew) perusahaan. Strategi, budaya perusahaan dan sumber daya yang cocok untuk masa lalu, kini mungkin sudah tidak cocok lagi dengan kondisi dan tuntutan pasar yang baru. Gerakan reform (perubahan) dimasukkan dalam siklus transformasi untuk menunjukkan bahwa selalu sulit untuk
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
melakukan perubahan. Dalam tahap creative destruction, nilai-nilai yang ada yang sudah tidak cocok lagi dihancurkan dan diciptakan nilai-nilai yang diharapkan cocok dengan masa depan selama tahap renewal. Transforming cycle juga membutuhkan followership yang baik agar berhasil. Selama proses transformasi harus memulai berbagai perubahan politik, teknis dan kultural (Tichy, 1997). Perubahan politik mencakup cara mengelola alokasi kekuasaan serta isu-isu politis di dalam organisasi. Tanpa perubahan politik akan mustahil untuk memulai proses tranformasi selanjutnya. Perubahan teknis mencakup memformulasikan dan mengimplementasikan arsitektur bisnis yang baru dari fase creative destruction ke fase renewal. Perubahan kultural tentang proses membangun dan menanamkan berbagai nilai dan perilaku bersama yang baru yang mendukung arsitektur bisnis baru. Persoalan utama perubahan ini adalah memastikan bahwa budaya organisasi (shared values dan common behavior) sesuai dan mendukung visi dan strategi yang telah ditentukan (Kotter, 1996) Setelah siklus ini selesai akan dimulai lagi dengan siklus yang pertama. Sebuah infinity loop berakhir, loop kedua pun langsung dimulai.Sebuah perusahaan yang sustainable adalah perusahaan yang dapat mendorong sustainability loop secara terusmenerus dalam menghadapi pasar yang terus berubah. Itulah yang disebut dengan model sustainability. Dalam model sustainability, diawali dengan menentukan pilihan bisnis dan selanjutnya perusahaan akan terus bertumbuh. Untuk menentukan pilihan bisnis dilakukan dengan proses outlook dan untuk mengembangkan bisnis dilakukan dengan proses arsitektur bisnis. Analisis Outlook dan Rancangan Arsitektur Bisnis Analisis outlook memberi gambaran tentang profil lingkungan bisnis dan kondisi internal untuk membangun market yang sudah ada ataupun market di masa mendatang. Model arsitektur merupakan rancangan arsitektur bisnis dengan mengembangkan lanskap bagi exploration, engagement dan execution (E3) sebagaimana tampak pada Gambar 2.
Five Force Analysis
STV Triangle
New Comer
Strategy
Tactic
Competitor
E3 Customer
Supplier Designing Product Substitution OUTLOOK
Value ARCHITECTURE
Gambar 2: Model Marketing Sumber: Polter, Michael, E. 1991. Strategi Bersaing: Teknik menganalisis industri dan pesaing, Cetakan Keempat, Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga dan Kotler, Philip; Kartajaya, Hermawan; Huan, Hooi Den dan Liu, Sandra. 2003. Rethinking Marketing. Jakarta: PT. Prenhallindo. Sub model outlook terdiri dari pendatang baru yang akan masuk dalam industri, kekuatan daya beli konsumen, kekuatan pemasok, produk substitusi yang dapat menggantikan produk dalam insustri ini dan kompetitor yang ada dalam industri. Five force analysis merupakan prasyarat sebelum melakukan analisis TOWS (Threats-OpportunitiesWeakness-Strength). Dengan mengkaji segala kemungkinan ancaman dan peluang sebelum menelaah kekuatan dan kelemahan, maka perusahaan cenderung akan lebih mampu merumuskan dan menjalankan langkah-langkah strategis perusahaan yang sering kali
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
dijalankan secara radikal. Perspektif outside-in sesuai dengan market oriented approach daripada product oriented appoach. Perusahaan harus mengeksplorasi berbagai peluang serta ancaman di dalam lingkungan bisnis. Kemudian perusahaan harus larut ke dalam arsitektur yang telah dibangun. Setelah arsitektur bisnis selesai dibuat, perusahaan harus melaksanakan dan mengimplementasikannya supaya visi dan misi yang telah ditetapkan dapat dicapai. Sub model architecture terdiri dari tiga komponen yaitu: Strategy (S), Tactic (T) dan Value (V) yang secara kolektif disebut STV Triangle. Strategi tentang bagaimana merebut mind share. Taktik tentang bagaimana merebut market share. Value tentang bagaimana merebut heart share. Masing-masing dari ketiga komponen selanjutnya dibagi menjadi tiga unsur sehingga seluruhnya ada sembilan elemen. Strategi terdiri dari segmentasi, targeting dan positioning. Taktik terdiri dari deferensiasi, marketing mix dan selling. Value terdiri dari brand, service dan process. Kesembilan elemen ini secara bersama-sama membentuk grand design perusahaan. Segmentasi sebagai mapping strategy harus memiliki definisi pasar yang jelas. Setelah pasar dibagi, perusahaan mentargetkan (fitting strategy) beberapa segmen tertentu yang menjadi pilihan tergantung pada: ukuran pasar (market size), pertumbuhan (market growth), keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan situasi kompetisi (competitive situation). Kemudian perusahaan harus diposisikan di dalam benak konsemen yaitu apa yang sesungguhnya ditawarkan. Positioning sangat penting karena merupakan reason for being bagi produk dan perusahaan. Positioning biasa disebut being strategy. Positioning tidak dapat berdiri sendiri namun harus didukung dengan deferensiasi yang solid. Diferensiasi dapat dilakukan dari sisi content (apa yang ditawarkan), context (bagaimana cara menawarkan) dan infrastructure(enabler) yang mencakup teknologi, SDM dan fasilitas. Agar solid, diferensiasi ini harus didukung oleh marketing mix (product, price, place dan promotion). Deferensiasi merupakan core tactic maka marketing mix merupakan creation tactic karena marketing mix merupakan bagian kreatif dari sebuah taktik pemasaran. Akhirnya, selling merupakan unsur di dalam tactic yang menangkap value dari pasar karena itu dapat juga disebut sebagai capture tactic. Brand adalah value indicator, dan value dari brand tersebut harus terus-menerus diperkuat melalui strategi service yang sesuai. Service tidak sekedar layanan purna jual, layanan pra jual, atau layanan selama jual tetapi setiap bisnis merupakan service business. Process disebut sebagai value enabler. Sekokoh apa pun kedelapan unsur tersebut tanpa process yang baik tidak akan efektif. Proses terdiri dari: supply chain management process, market based asset management process dan new product development process. Ketiga proses ini menciptakan value bagi pelanggan. Dan ketiga elemen ini membahas bagaimana perusahaan melakukan value creation. Value marketing adalah landasan berpikir bagi strategi dan taktik pemasaran. Strategi, taktik dan value akan bergabung untuk membentuk tiga elemen kunci: positioning (being strategy), diferensiasi (core tactics) dan merek (value indicator) yang sering disebut sebagai strategic business triangle.
METODE PENELITIAN Subyek, Obyek, dan Desain Penelitian Penelitian dilakukan di Indonesia. Desain penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan kasus pada Alcoholic Drink Division – Orang Tua Group. Metode Sampling Penelitian ini menggunakan purposeful sampling karena informasi yang banyak dapat dipilih untuk mendapatkan informasi mendalam (Patton, 1990). Ada dua jenis purposeful sampling yang digunakan yaitu snowball sampling dan maximum variation ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
sampling (Minichiello, et.al., 1990). Snowball sampling mempercayakan identifikasi pada orang lain untuk investigasi. Sedangkan maximum variation sampling diperlukan karena mengijinkan peneliti memilih kasus-kasus dengan maksud tertentu dan mengilustrasikan range yang luas dari variasi dimensi-dimensi minat. Informan berasal dari departemen berbeda yaitu General Manager, Marketing Manager, Research and Innovation Manager, Plan and Operational Manager, Branch Manager dan saluran distribusinya (grosir, agen dan pengecer). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2005. Pertanyaan Pengarah Interview Pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk merumuskan strategi marketing dalam penelitian ini adalah: Apa rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran perusahaan?; Apa yang sedang terjadi dalam industri minuman beralkohol, dengan menggunakan 5's forces analysis meliputi: pesaing, konsumen, suplier, produk subtitusi, dan pendatang baru?; Apa yang menjadi kekuatan, kesempatan, kelemahan dan kendala perusahaan relatif dibandingkan dengan pesaing?; Apa yang dilakukan oleh perusahaan meliputi: strategi harga, strategi produk, strategi distribusi dan strategi promosi?; dan Apa yang seharusnya dilakukan perusahaan meliputi pengujian asumsi dan strategi, membuat alternatif dan memilih strategi? Sumber Data Data yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini berupa data primer. Data nominal meliputi visi, misi, tujuan, sasaran perusahaan dan promosi. Data rasio berupa harga, spesifikasi produk, jumlah outlet dan jumlah pengambilan produk. Data tersebut digali dari informan atau narasumber yaitu General Manager, Marketing Manager, Research and Innovation Manager, Plan and Operational Manager, Branch Manager dan saluran distribusinya (grosir, agen dan pengecer). Observasi dilakukan untuk meninjau proses logistik, distribusi, persaingan antar produsen, grosir, agen dan pengecer. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, observasi dan mencatat dokumen (content analysis). Survey atau field research yaitu melakukan pengamatan dan wawancara untuk memperoleh gambaran tentang visi, misi, tujuan, sasaran, strategi harga, strategi produk, strategi distribusi dan strategi promosi. Selain itu juga dilakukan in depth interviewing (Palmerino, 1999; O'Donnell and Cummins, 1999 dan Underwood, 2003) untuk memperoleh kekuatan, peluang, kelemahan dan kendala dalam industri minuman beralkohol. Observasi langsung dilakukan untuk mengamati promosi, logistik, distribusi, persaingan antar produsen, grosir, agen dan pengecer dalam merealisasikan, mengontrol dan mengevaluasi berbagai program yang menyangkut aktivitas marketing. Content analysis dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan arsip yang terdapat di perusahaan, grosir, agen dan pengecer (Kassarjian, 1997). Validasi dan Teknik Analisa Data Validasi data dilakukan dengan cara menggali data yang sama dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda yaitu hasil wawancara dicek lewat hasil observasi atau dokumen yang ada dan melakukan konfirmasi kepada para narasumber. Teknik analisa data dilakukan dengan menggunakan model analisa interaktif (Miles, 1992).
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Analisa interaktif dilakukan dengan reduksi, sajian dan pencarian kesimpulan (verifikasi). Aktivitasnya berupa interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. HASIL DAN DISKUSI Industri minuman beralkohol dewasa ini menghadapi banyak tantangan. Sumber-sumber tantangan dapat berasal dari: pendatang baru, pemasok, pembeli, kompetitor dan produk substitusi. Untuk itu, dalam mengembangkan arsitektur bisnis perlu mengidentifikasikan dengan tepat posisi perusahaan dalam industri agar mampu menciptakan keunggulan bersaing. Adapun gambaran struktur industri minuman beralkohol berikut ini. Pendatang Baru (New Comer) Sejak dikeluarkan paket kebijakan Juni 1991 yang memasukkan industri minuman beralkohol ke dalam Daftar Negatif Investasi (DNI), praktis membuat sektor ini tertutup. Hal ini terbukti dengan tidak adanya satu perusahaanpun yang mengajukan izin pendirian minuman beralkohol yang baru. Kecuali PT Medan Juta Rasa yang mengajukan pendirian industri baru pada tahun 1993. Keputusan ini diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan R.I. Nomor: 359/MPP/Kep/10/1997 Pasal 11 menyebutkan bahwa Industri Minuman Beralkohol golongan A, B dan C yang sudah tidak beroperasi lagi, Izin Usaha Industri atau STPIK/TDI yang telah diperoleh dilarang untuk dipindah tangankan, diperbaharui, diganti dan atau dipindahkan lokasinya, dan Izin usaha industri atau STPIK/TDI dimaksud dicabut serta dinyatakan tidak berlaku. Artinya bahwa pemain baru yang akan masuk dalam industri ini tidak memiliki kesempatan lagi. Namun pada kenyataanya, perusahaan minuman beralkohol yang kurang jalan dapat dipindah tangankan atau dijual kepihak lain. Pada umumnya perusahaan itu dibeli oleh perusahaan minuman beralkohol yang lebih besar dan tahu celah-celah bermain dalam industri minuman beralkohol. Artinya pendatang baru bukan berasal dari pemain baru namun dari pemain lama sehingga posisi pemain lama akan semakin kuat. Pemasok (Supplier) Pemasok alkohol di Indonesia dikuasai oleh dua pemain besar yaitu: (1) PT. Molindo Raya di Lawang - Malang dan (2) PT. Karsavicta Satya di Jakarta dan Surabaya. Kedua pemain ini sangat dekat dengan semua pejabat dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai baik ditingkat pusat maupun daerah. Hubungan yang erat antara pemasok dengan pejabat terkait membuat produsen minuman beralkohol yang melakukan transaksi dengan mereka akan lebih terjamin keamanannya. Bahkan mereka pun mampu menghambat distributor alkohol baru (dari Probolinggo) yang akan beroperasi dengan menahan dikeluarkannya NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai) untuk beberapa tahun. Posisi pemasok yang kuat ini membuat mereka mampu mengatur produsen minuman beralkohol besar untuk mengambil dari mereka. Tentunya dengan harga beli yang sudah ditambahkan dengan biaya keamanannya. Sehingga produsen minuman beralkohol akan lebih terjamin keamanannya. Pembeli (Buyer) Pembeli dapat dibedakan menjadi dua yaitu pembeli yang akan dijual lagi dan pembeli yang dikonsumsi sendiri. Pembeli yang akan dijual lagi harus memiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam keputusan Menteri Perdagangan No. 1458/Kp/XII/1984 ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
dan SIUP MB khusus untuk kegiatan Usaha Perdagangan Khusus Minuman Beralkohol golongan B dan C sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan R.I. No. 361/MPP/Kep/10/1997. Oleh karena itu, Agen, grosir dan pengecer baru mau melakukan transaksi minuman beralkohol, bila mereka dijamin keamanannya. Pembeli akan minta jaminan berupa: penyelesaian dengan pihak keamanan (kepolisian) apabila mereka terjaring dalam operasi minuman beralkohol dan penggantian semua barang yang disita. Intinya bahwa agen, grosir dan pengecer baru bersedia menjual minuman beralkohol bila mereka dijamin keamanannya oleh produsen. Kondisi ini membuat produsen minuman beralkohol harus menjalin relasi yang baik dengan aparat keamanan di semua wilayah distribusinya. Semakin besar potensi daerah tersebut, semakin besar dana task force yang dikeluarkannya. Namun, kadangkala ada pula pengecer yang nakal. Mereka mengaku telah disita barangnya walaupun sebenarnya tidak ada penyitaan ataupun biaya penyitaan sudah diganti oleh produsen lain namun mereka mengaku belum mendapat pengantian dari produsen itu. Bagi pembeli yang akan dikonsumsi sendiri untuk membeli produk minuman beralkohol mereka dibatasi usianya. Hanya yang telah berusia 21 tahun ke atas yang boleh membeli secara langsung. Persaingan Industri (Industry Competitors) Intensitas dan jumlah kompetitor untuk setiap wilayah tidak sama. Jumlah kompetitor dan kapasitas produksi minuman beralkohol untuk wilayah kerja menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai mana ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Pemain dan Kapasitas Produksi Keterangan
Daerah
Jumlah Kompetitor
Kapasitas Produksi (L)
Wilayah I
Sumatera Utara
8 perusahaan
2.343.607
Wilayah III
Sumatera Selatan
4 perusahaan
32.970
Wilayah IV
DKI
8 perusahaan
1.290.156,4
Wilayah V
Jawa Barat
5 perusahaan
10.252.394
Wilayah VI
Jawa Tengah
6 perusahaan
54.003.407
Wilayah VII
Jawa Timur
15 perusahaan
6.425.131
Wilayah VIII
Bali - NTT
8 perusahaan
Wilayah XI
Sulawesi Utara
18 perusahaan
500.510 1.192.645
Sumber: Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sejak tahun 2006, Kanwil VII dibagi menjadi 2 yaitu wilayah Surabaya dan Malang.
Jawa merupakan daerah yang memiliki kapasitas izin produksi terbesar di Indonesia yaitu 71,97 ribu KL per tahun atau sama dengan 94,52 persen dari total kapasitas izin produksi nasional, yang kemudian diikuti Sumatera, Sulawesi, dan Bali dan Nusa Tenggara masing-masing dengan 2,48 ribu KL sama dengan 3,25 persen; 1,19 ribu KL sama dengan 1,57 persen; 0,50 ribu KL sama dengan 0,05 persen. Di Jawa, PT Perindustrian Bapak Djenggot memiliki kapasitas izin produksi terbesar yaitu 22,1 ribu KL (76,7%). Untuk wilayah Sumatera, Sulawesi, Bali & Nusa Tenggara dan Kalimantan yang merupakan perusahaan terbesar masing-masing PT Uni Djaya 2 ribu (58,5%), Sumber Air 110 KL (9,6%), Pendawa 288 KL (30,7%) dan PT. Cipta Rasa Sejati Pontianak 100 KL (32,4%). Merek-merek produk spirit berskala nasional adalah Topi Miring, Asoka, Mansion House, Robinson, Columbus, Columbia, McDonald dan John Roben. Merek global yang masuk ke Indonesia adalah: Johnnie Walker, Dewar's, Glen Classic Whiskey, Passport, Gordon's, Jim Beam, J&B, Teacher's, Famous Grouse The,
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Hennessy, Ballantine's, Myer's, Captain Morgan, Smirnoff, Bacardi, Stolichnaya, Beefeater, Remy Martin, Chivas Regal, Absolut Blue, Martell, Mariachi, Seagram's Extra Dry dan Jose Cuervo. Adapun brand share masing-masing merek produk spirit secara lengkap tampak pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa produk spirit OTG menguasai brand share sebesar 45,12 persen sedangkan sisanya sebesar 54,88 persen dikuasai oleh produk spirit kompetitor lainnya. Tabel 2: Brand Share Produk Spirit Tahun 2005 Perusahaan
Brand Share (%)
Perusahaan
Brand Share (%)
Orang Tua
Merek
OTG
33,6
John Roben
Gunung Mas Santosaraya
0,29
Topi Miring
OTG
7,68
Ballantine's
Dharma Niaga
0,29
Asoka
OTG
3,84
Myer's
Dharma Niaga
0,29
Stanley
Karunia Jaya Abadi
1,44
Captain Morgan
Dharma Niaga
0,19
Semak Industri
6,72
Sminoff
Dharma Niaga
0,19
Robinson
Gunung Mas Sentosaraya
3,84
Bacardi
Dharma Niaga
0,19
Columbus
Semak Industri
2,88
Stolichnaya
Dharma Niaga
0,19
Columbia
Semak Industri
2,40
Beefeater
Dharma Niaga
0,19
McDonald
Semak Industri
1,92
Remy Martin
Dharma Niaga
0,29
Johnnie Walker
Dharma Niaga
0,67
Chivas Regal
Dharma Niaga
0,19
Dewars
Dharma Niaga
0,48
Absolut Blue
Dharma Niaga
0,19
Glen Classic Whiskey
Dharma Niaga
0,38
Martell
Dharma Niaga
0,19
Passport
Dharma Niaga
0,38
Mariachi
Dharma Niaga
0,10
Gordon's
Dharma Niaga
0,29
Seagram's Extra Dry
Dharma Niaga
0,10
Jim Beam
Dharma Niaga
0,29
Jose Cuervo
Dharma Niaga
0,10
J&B
Dharma Niaga
0,38
Others
Dharma Niaga
28,67
Teacher's
Dharma Niaga
0,29
Famous Grouse, The
Dharma Niaga
0,29
Hennessy
Dharma Niaga
0,58
Mansion House
Merek
Total
100
Ket: OTG =Orang Tua Group Sumber: Data primer diolah
Persaingan di industri minuman beralkohol juga dipengaruhi oleh Perda yang membatasi peredaran minuman beralkohol sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3: Wilayah Distribusi OTG di Indonesia TANGERANG
DKI-1
DKI-2
BOGOR
BEKASI
DKI PS'90
BANDUNG
CIREBON
PURWAKARTA
SEMARANG
SOLO
PURWOKERTO
SURABAYA 1
SURABAYA 2
MALANG
KEDIRI
DENPASAR
MATARAM
ACEH
MEDAN
PEMATANG SIANTAR
PEKANBARU
BATAM
PADANG
PALEMBANG
JAMBI
LAMPUNG
BENGKULU
MAKASSAR
PARE-PARE
MENADO
SORONG
BALIKPAPAN
BANJARMASIN
PALANG-KARAYA
PONTIANAK
Ket: Hijau Merah Polos
= = =
Wilayah yang ada perda, yang berpengaruh ke penurunan omzet Wilayah yang perda (belum aktif) tetapi omzetnya bisa ditingkatkan Wilayah yang tidak ada perda minuman beralkohol atau dalam proses
Sumber: Data primer diolah Produk Substitusi (Product Substitution) Produk substitusi untuk spirit adalah bir. Untuk saat ini, ada dua pemain bir besar yaitu PT. Multi Bintang Indonesia, Tbk dan PT. Delta Djakarta, Tbk. Hubungan kedua produsen tersebut sangat dekat dengan pemerintah. Hal yang menarik adalah ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
salah satu pemegang saham PT. Delta Djakarta adalah pemerintah propinsi DKI. Persaingan ketat terutama terjadi di daerah prostitusi. Peminum jika tidak ada wine atau spirit akan mengkonsumsi bir. Selain bir, produk substitusi yang perlu diperhatikan adalah flavored alcoholic beverage (FABs). FABs dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu: alcoholic carbonates, alcoholic ready to drink, beer mixer, cider mixer dan wine cooler. Di Eropa, FABs masih terus mendominasi pengembangan produk baru sedangkan di Asia mulai berkembang dan menjadi pendorong pertumbuhan minuman beralkohol di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Philipina. Di Indonesia, FABs impor mulai masuk tahun 2003. Produk substitusi lainnya yang bersifat lokal adalah Tuak dan Brem. Tuak merupakan destilasi dari kelapa. Tuak sangat populer di daerah Madiun, Tuban dan Banyuwangi. Tuak dan pinaraci banyak tersebar di luar pulau Jawa seperti Batak, Manado, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Pada umumnya, minuman tradisional tersebut banyak digunakan dalam acara perkawinan yang dimeriahkan dengan tayuban. Brem merupakan hasil fermentasi dari anggur beras yang dibuat dari glutinous rice dan coconut milk. Brem banyak dijumpai di Bali. Penjualan minuman beralkohol tradisional akan meningkat bila daya beli masyarakat turun. Namun apabila daya beli masyarakat meningkat mereka akan lebih menyukai untuk membeli produk bermerek. Tampak bahwa pendatang baru, pembeli, pemasok, produk substitusi dan produk kompetitor merupakan kekuatan yang mempengaruhi struktur industri minuman beralkohol. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi, perusahaan perlu merancang dengan tepat matrik TOWS sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Matrik TOWS IFAS
EFAS
STRENGTH (S) Inovasi produk Merek yang kuat Harga sesuai dengan kualitas Coverage nasional Customer gathering rutin
WEAKNESS (W) Biaya distribusi tinggi
OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO Konsumen sadar akan kualitas Melakukan market penetration dan Konsumsi MB per kapita naik product development.
STRATEGI WO Melakukan cost re-engineering
TREATH (T) Banyak peraturan pemerintah Sorotan aparat dan ormas
STRATEGI WT Melakukan matrix profitability per area distribusi.
STRATEGI ST Government and NGO approach
Sumber: Data primer diolah
Untuk mempertahankan sustainable competitive advantage, strategi yang digunakan adalah strategi SO dan strategi ST. Artinya perusahaan mempunyai keunggulan-keunggulan untuk memanfaatkan kesempatan dan meminimalisasi kendalakendala. Kedua strategi ini harus dijalankan sebagai satu ke satuan dan tidak dapat dipisah-pisahkan karena strategi ST akan memperkuat strategi SO dan tanpa strategi ST maka strategi SO tidak dapat berjalan dengan baik. Strategi Market Penetration untuk Old Drinker dan Young Drinker Strategi market penetration ditujukan untuk melayani segmen peminum muda yang usianya antara 21 – 40 tahun (young drinker) dan peminum tua yang usianya di atas 40 tahun (old drinker) (Tabel 4). Strategi market penetration untuk segmen old drinker dan young drinker disusun dengan menggunakan pendekatan maintaining the ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
brand. Strategi market penetration untuk kedua segmen adalah sama karena kebiasaan minum dari golongan tua diturunkan ke golongan muda pada saat minum bersama. Tabel 4. Segmentasi Produk Minuman Beralkohol (Spirit) di Indonesia Keterangan
Item
USIA Muda
Tua
Peminum, muda
Peminum, tua
Non peminum, muda
Non peminum, tua
Terbuka
Terbuka, muda
Terbuka, Tua
Tertutup Sumber: Data primer diolah
Tertutup, muda
Tertutup, Tua
Kebiasaan daerah
Peminum Non peminum
Gaya hidup
Pendekatan maintaining the brand paling cocok untuk produk-produk yang telah menikmati brand equity yang cukup tinggi. Produk minuman beralkohol hampir sama dengan rokok, konsumen yang sudah terlanjur menyukai produk dengan merek tertentu akan sangat fanatik dan sulit berpindah ke merek lain. Sehingga tugas yang terberat di sini adalah memilih suatu strategi pemasaran yang bertujuan untuk menjaga brand equity produk tersebut (terutama perceived quality) sebagai syarat mutlak. Upaya menyusun positioning yang tepat harus mengikutkan pendekatan romancing the brand atau meyakinkan konsumen bahwa produk ini tidak akan kehilangan kualitas sekecil apapun bahkan mengalami improvement terus-menerus. Dengan kebijakan ini, perceived quality suatu produk harus dijaga secara tetap atau bahkan ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan context suatu produk dengan memberikan jaminan penggantian sitaan. Targeting harus dilakukan hati-hati dengan memperhatikan ukuran pasar, pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif di antara pesaing, dan yang tidak kalah pentingnya adalah situasi persaingan. Berkenaan dengan taktik pemasaran, penjualan harus difokuskan pada pemberian solusi terhadap masalah dan kebutuhan konsumen. Dalam kondisi perekonomian saat ini, sangatlah sulit untuk mencegah kenaikan harga, karena biaya produksi minuman beralkohol juga meningkat terus-menerus. Namun, kenaikan harga ini janganlah membuat diferensiasi minuman beralkohol berkurang, tetapi dapat lebih menonjolkan diferensiasi. Ini dilakukan dengan mempertahankan komponen-komponen yang menyatakan diferensiasi yaitu content (kinerja produk, kualitas, keandalan, delivery time, jaminan penggantian sitaan dan membantu proses perijinan) dan context (kemasan, tempat penjualan, citra dan sebagainya) atau bahkan dengan memperkuat keduanya. Upaya untuk mempertahankan dan memperkuat diferensiasi difokuskan kepada produk itu sendiri, servis, para karyawan atau citra. Hanya dengan menjaga atau meningkatkan content dan context lah konsumen akan terus menghargai produk ini, dan dengan demikian menjamin bahwa perceived quality-nya tetap tinggi. Komponen terakhir dari taktik pemasaran adalah marketing mix, yaitu: produk, harga, tempat dan promosi. Dari penjelasan di atas secara jelas dapat dilihat bahwa konsumen lebih memperhatikan isi dari suatu produk dan cenderung untuk mengabaikan kemasannya. Meskipun demikian, melalui pendekatan maintaining the brand perusahaan perlu menawarkan paket hemat, misalnya beli 2 botol produk volume 1.000 ml mendapat 1 botol produk volume 250 ml. Ini adalah bagian yang penting dari strategi pricing, yang akan menjamin bahwa harga yang ditawarkan kepada konsumen mencerminkan good value yang dimiliki. ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-11
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Dengan adanya kenaikan biaya produksi, perusahaan dapat menaikkan harga jualnya namun harus disertai jaminan bahwa perusahaan memberikan value yang baik.Sepanjang promosi diarahkan ke program customer loyalty untuk menjamin bahwa pelanggan tidak akan lari ke para pesaing yang membidik segmen pasar yang lebih rendah misalnya dengan melakukan frequent buyer reward program dan memberi kesempatan konsumen mencoba sebelum mereka membeli. Saluran distribusi dan pemasaran yang ada harus dioptimalkan. Elemen berikutnya berkaitan dengan marketing value yang mencakup: merek, servis dan proses. Peningkatan servis dilakukan dengan: (1) more for more yaitu meningkatkan servis dan menaikkan harga secara simultan, (2) more for the same yaitu meningkatkan servis dengan menjaga harga konstan dan (3) more for less yaitu meningkatkan servis dan secara simultan mengurangi harga. Untuk proses, perusahaan tetap menfokuskan diri pada kualitas dan melakukan pendekatan dengan aparat dan ormas. Dalam kaitannya dengan hal ini upaya reengineering, merger secara internal atau eksternal, inovasi atau bahkan aliansi strategis dengan para pesaing jika dibutuhkan perlu dipertimbangkan sebagai cara untuk mencapai suatu proses strategis agar perusahaan mampu mempertahankan kualitas produknya. Untuk merek, salah satu tujuan utama perusahaan yaitu secara terus-menerus melindungi perceived quality dan brand image produk. Strategi Product Development untuk Young dan Old Open Market Tujuan utama dari strategi product development untuk young dan old open market adalah melakukan penetrasi pada segmen pasar yang terbuka terhadap perubahan atau mengikuti gaya hidup baik untuk usia muda ataupun tua. Hal ini diraih melalui pendekatan other product and branding. Produk baru dibuat dengan merek baru dengan harga sama atau lebih rendah yang merepresentasikan sebuah target market alternatif berdasarkan gaya hidup. Strategi ini diimplementasikan lewat penciptaan produk yang sepenuhnya baru. Hal ini akan mengurangi risiko pada penurunan perceived quality produk yang sudah ada. Tidak ada kaitan antara citra produk atau produk-produk orisinal (parent brand) dan produk baru. Namun, strategi ini memiliki kekurangan utama, yaitu membutuhkan sumber daya yang besar untuk menciptakan sebuah brand image yang sama sekali baru. Dalam strategi ini positioning bertujuan untuk menanamkan pesan dalam benak konsumen bahwa produk tersebut mengikuti trend (misalnya: flavored alcoholic beverage dan minuman beralkohol dengan kadar alkohol dibawah 5 persen) tetapi tetap dengan harga yang terjangkau. Untuk diferensiasi, content dan context harus mengikuti gaya hidup dan trendi. Berkaitan dengan selling, feature selling adalah tawaran yang cukup memadai untuk menonjolkan gaya hidup karena konsumen jenis ini umumnya banyak menuntut. Elemen penting dari marketing mix ini adalah produk karena konsumen ingin dianggap tahu mode atau dapat mengikuti perkembangan jaman. Untuk itu, rantai distribusi harus menggunakan saluran distribusi moderen yaitu mini market, supermarket, hypermarket dan special shop minuman beralkohol. Sehingga strategi harga yang digunakan adalah value oriented yaitu konsumen yang mencari produk dengan kualitas sama dengan harga lebih murah. Pada sisi promosi satu alternatif yang dapat digunakan adalah memanfaatkan kekuatan promosi dari mulut ke mulut (word of mouth). Trade promo perlu dilakukan agar produk bisa masuk ke toko dan perlu pula dilakukan konsumen promo agar barang yang sudah ada di toko dapat terjual. Akhirnya dari aspek servis, pelayanan harus menimbulkan experience dengan memberikan more for more dan more for the same. Untuk proses perusahaan tetap memfokuskan pada value dan tetap melakukan pendekatan dengan aparat dan ormas.
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-12
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
KESIMPULAN Industri minuman beralkohol adalah gray area industry, artinya ada peraturan pemerintah yang mengijinkan produksi dan distribusi minuman beralkohol namun di sisi lain banyak aturan yang membatasi produksi dan distribusinya. Hal yang cukup menarik meskipun banyak mendapat tekanan dari masyarakat dan pemerintah, industri minuman beralkohol tetap mampu bertahan bahkan menunjukkan perkembangannya. Hal yang perlu diperhatikan perusahaan minuman beralkohol untuk mempertahankan bisnis dalam jangka panjang yaitu dengan menyelaraskan sumber daya yang dimiliki dengan target market dan kondisi lingkungannya (Johnson dan Scholes, 2003). Perusahaan pun harus mampu mentranformasi dirinya menjadi marketing company. Dengan matrix TWOS disarankan perusahaan perlu menerapkan: (1) strategi market penetrasi melalui penetrasi pasar untuk segmen young drinker dan old drinker dan (2) strategi product development untuk segmen young and old open market sehingga mampu menciptakan sustainable competitive advantage. Tabel 5. Strategi Generik Keterangan
Elemen-Elemen
Market Penetration
Strategy
Segmentation Targeting Positioning
Age, life style and habitual Young and old drinker Romancing the Brand
Tactic
Differentiation
Content: delivery time, jaminan penggantian sitaan dan membantu proses perijinan. Context: Image and point of sales.
Selling Marketing Mix
Solution Selling Price: guaranteed pricing Product: continuous improvement Place: Existing channel Promotion: Loyalty program
Brand Process
Maintaining Quality focus and government & NGO approach More for more, more for same and more for less.
Value
Service
Product Development Age, life style and habitual Young and old open market New generation Content: Low alcohol, jaminan penggantian sitaan dan membantu proses perijinan. Context: packaging, image and point of sales. Feature Selling Price: value pricing Product: product innovation Place: modern channel Promotion: word of mouth Other branding Value focus and government & NGO approach More for more and more for same
Sumber: Data primer diolah Tabel 5 menunjukkan ringkasan strategi generik yang dilakukan untuk strategi market penetration dan product development. DAFTAR PUSTAKA Chitakasem, P, 2003. Euromonitor highlights new opportunities for growth in the global spirits market, 22 October 2003. http://www.euromonitor.com/articles.aspx? CIC. 1995. Studi Tentang Industri dan Pemasaran Minuman Beralkohol Di Indonesia 1995. Jakarta: PT. Corinthian Infopharma Corpora. Jawa Pos. 2007. Dua Polisi Polwil Berulah. Jawa Pos, 31 Januari 2007. Johnson, G., dan Scholes, K. 2003. What is strategy, http://ww.tutor2u.net/business/strategy/what is strategy.htm
available.
Kassarjian, H.H. 1997. Content analysis in consumer research, Journal of Consumer Research 4(1): 8 – 18.
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-13
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Kotler, Philip; Kartajaya, Hermawan; Huan, Hooi Den dan Liu, Sandra. 2003. Rethinking Marketing. Jakarta: PT. Prenhallindo. Kotter, John. 1996. Leading Change. Boston: Harvard Business School Press. Media Indonesia Online. 2004. Ribuan Botol Minuman Keras Disita Polisi Selama Ramadhan. 21 Oktober 2004. http://www.mediaindo.co.id Miles, MB., Huberman, AM. 1992. Analisa Data Kualitatif (edisi 1), terjemahan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Minichiello, V., Aroni, R., Timewell, E. and Alexander, L. 1990. In depth Interviewing: Researching People. Melbourne: Longman Creshire. O'Donnell, A. and Cummins, D. 1999. The Use of Qualitative Methods to Research Networking in SMEs, Qualitative Market Research, Vol. 2 No. 2 , 1999: 82 – 91. Palmerino, M.B. 1999. Take a Quality Approach o Qualitative Research, Marketing News, Vol. 33 No. 12, 1999: 35 – 36. Patton, M.Q. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods. 2nd ed. Newbury Park: CA Sage. Pikiran Rakyat. 2002. Polwiltabes Terus Lakukan Razia Miras. 27 Desember 2002. http://www.pikiran-rakyat.com Polter, Michael, E. 1996. What is Strategy?, Harvard Business Review, NovemberDecember. Polter, Michael, E. 1991. Strategi Bersaing: Teknik menganalisis industri dan pesaing, Cetakan Keempat, Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sinar Harapan. 2006. Polres Bekasi Desak Pembuatan Perda Miras. 1 September 2006. http://www.sinarharapan.co.id Tichy, Noel M. 1997. The Leadership Engine: How Winning Companies Build Leaders at Every Level. New York: HarperBusiness. Underwood, R.L. 2003. The Communicative Power of Product Packaging Creating Brand Identity Via Lived and Mediated Experience, Journal of Marketing Theory and Practice, Vol. 11, No.1, 2003: 62 – 76.
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-14
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-15
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-16
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
ISBN : 978-979-99735-3-5 A-15-17