PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DI KOTA SELATPANJANG, KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI, PROVINSI RIAU
GAGAN HANGGA WIJAYA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DI KOTA SELATPANJANG, KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI, PROVINSI RIAU
GAGAN HANGGA WIJAYA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN GAGAN HANGGA WIJAYA. Perencanaan Pembangunan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Dibimbing oleh ENDES N DAHLAN dan EDJE DJAMHURI. Kota Selatpanjang memiliki lokasi yang sangat strategis berdekatan dengan Batam, Malaysia, dan Singapura. Kota ini memiliki ekosistem mangrove yang rentan terhadap abrasi, memiliki kondisi lahan yang bergambut dan sebagian digenangi air gambut, serta belum memiliki lokasi rekreasi dan wisata alam. Pembangunan hutan kota menjadi penting di Kota Selatpanjang karena hutan kota sebagai salah satu solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan Kota Selatpanjang. Perencanaan dan masterplan hutan kota yang ada perlu dikaji dan disempurnakan agar pembangunan hutan kota nantinya dapat memberikan manfaat maksimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan lokasi dan luasan hutan kota di Kota Selatpanjang, menentukan fungsi dan manfaat hutan kota tersebut, dan menentukan bentuk dan tipe hutan kota tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan dan rekomendasi bagi pemerintah setempat utuk melengkapi masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Hutan Kota di Kota Selatpanjang. Perencanaan hutan kota dalam penelitian ini hanya mencakup perencanaan luasan hutan kota, fungsi dan manfaat hutan kota, tipe hutan kota dan bentuk hutan kota. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4-10 Desember 2011 yang bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Data yang diambil yaitu lokasi RTH, luasan RTH, kepemilikan lahan, penggunaan lahan dan luas keseluruhan wilayah kota, kondisi dan potensi biofisik lokasi, infrastruktur lokasi, aksesibilitas serta posisi lokasi. Metode pengambilan data yaitu survey lapangan, dan studi pustaka. Data kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan pertimbangan luasan, kepemilikan lahan, penggunaan lahan, fungsi dan manfaat hutan kota, permasalahan dan kebutuhan kota Selatpanjang, serta tipe dan bentuk hutan kota diperoleh 8 lokasi hutan kota yang telah memenuhi luasan minimal yaitu sebesar 10% dari luas kota. Fungsi yang dapat dipenuhi hutan kota Selatpanjang mencakup fungsi memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Manfaat yang dapat diberikan hutan Kota Selatpanjang meliputi pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga, penelitian dan pengembangan, pendidikan, pelestarian plasma nutfah, dan budidaya hasil hutan bukan kayu. Tipe hutan kota di Kota Selatpanjang mencakup tipe pelestarian plasma nutfah, tipe perlindungan, tipe pengamanan, tipe rekreasi, tipe kawasan permukiman, dan tipe kawasan industri. Bentuk hutan kotanya terdiri dari bentuk mengelompok dan jalur.
Kata kunci: hutan kota, perencanaan, Kota Selatpanjang, lokasi hutan kota.
SUMMARY GAGAN HANGGA WIJAYA. Urban Forest Development Plan in Selatpanjang City, Meranti Islands Regency, Riau Province. Under supervision of ENDES N DAHLAN and EDJE DJAMHURI. Selatpanjang City has a very strategic location adjacent to Batam City, Malaysia, and Singapore. The city has mangrove ecosystems that are vulnerable to abrasion, has a peatland and partly flooded peat soils, and do not have a location for recreation and nature tourism. Development of the urban forest is important because the Selatpanjang Urban Forest as one solution to address problems Selatpanjang City. The recent masterplan are need to be reviewed and refined to the development of the urban forest will be able to provide the maximum benefit. The purpose of this study was to determine the location and extent of the urban forest in the Selatpanjang City, define the functions and benefits of the urban forest, and determine the shape and type of the urban forest. The study is expected to be additive and recommendations to the local authorities weeks to complete the green open space (RTH) masterplan and urban forest in Selatpanjang City. Urban forest plan in the study area covers only urban forest planning, functions and benefits of the urban forest, urban forest type and form of the urban forest. The study was conducted on 4 to 10 December 2011 which was held in the Selatpanjang City, Meranti Islands Regency, Riau Province. The data that is taken in the study are RTH location, extent of RTH, land ownership, land use, extent of Selatpanjang City, site conditions and potential biophysical, infrastructure location, accessibility and position location. The method of data collection are field surveys, and literature. The data was then analyzed by descriptive qualitative. Based on consideration of the extent, land ownership, land use, functionality and benefits of the urban forest, problems and needs Selatpanjang City, and the type and form of urban forests, gained 8 urban forest locations that have met the minimum extent of 10% of the area of the city. Functions that can be met the Selatpanjang Urban Forest covers the repair and maintain the microclimate and aesthetics, absorb water, creating balance and harmony of the physical environment of the city, and supporting biodiversity conservation in Indonesia. The benefits that can be provided by Selatpanjang Urban Forest cover nature tourism, recreation or sport, research and development, education, preservation of germplasm, and cultivation of non-timber forest products. The Selatpanjang Urban Forest type include germplasm conservation type, protection type, security type, recreational type, type of residential area, and the type of industry. The Selatpanjang Urban Forest form consists of cluster shapes and lines.
Keywords: urban forest, plan, Selatpanjang City, urban forest location.
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perencanaan Pembangunan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing. Skripsi ini belum pernah digunakan serta dipublikasikan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain dan disebutkan dalam teks telah tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2012
Gagan Hangga Wijaya E34080033
Judul Skripsi
: Perencanaan Pembangunan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau
Nama
: Gagan Hangga Wijaya
NIM
: E 34080033
Menyetujui: Komisi Pembimbing Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Endes N. Dahlan, M.Si. NIP. 19501226 198003 1 002
Ir. Edje Djamhuri NIP. 19500215 197412 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal lulus:
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul “Perencanaan Pembangunan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau” ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dalam Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian yang dilakukan dengan bantuan pembiayaan dari tim proyek penyusunan Masterplan RTH dan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Provinsi Riau 2011 yang dipimpin oleh Bapak Dr. Ir. Endes N Dahlan, M.Si sekaligus sebagai dosen pembimbing I. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh anggota tim yaitu Bapak Ir. Edje Djamhuri sekaligus sebagai dosen pembimbing II, Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS., Bapak Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc. Monika Turana, S.Hut, Laswi Irmayanti, S.Hut, dan Ir. Sigit Santosa, M.Sc. atas bantuan dalam pengambilan data serta dukungan moril yang telah diberikan. Selain itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Roni Samudera, SH., Bang Putera, Bang Andi dan kawan-kawan yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data dan informasi berkaitan dengan penelitian ini. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada keluarga besar DKSHE, Himakova, dan “Edelweis 45” atas segala dukungan, kritik dan saran yang telah diberikan selama ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari segala kekurangan. Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2012 Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bantul, Yogyakarta pada tanggal 26 Februari 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis merupakan anak dari Bapak Keman, S.Pd. dan Ibu Suratin, S.Pd. Penulis saat ini bertempat tinggal di Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo, Propinsi Jambi. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri No 96 Sumber Agung, Jambi pada 1996-2002. Kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 12 Kabupaten Tebo, Jambi pada tahun 2002-2005. Penulis menempuh pendidikan atas di SMA Negeri 2 Kabupaten Tebo, Jambi pada tahun 2005-2008. Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Profesi yaitu Himpunan Mahasiswa Konservasi SDH dan Ekowisata (Himakova), dan Kelompok Pemerhati Herpetofauna. Penulis melakukan beberapa praktek lapangan diantaranya Praktek Kerja Lapang Profesi (PKL) di Taman Nasional Baluran Jawa Timur pada Februari-Maret 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) 2011, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) Cagar Alam PangandaranGunung Sawal 2010. Penulis juga aktif di berbagai ekspedisi antara lain Eksplorasi Flora Fauna Indonesia (Rafflesia Himakova) Cagar Alam Gunung Burangrang Purwakarta tahun 2009, Eksplorasi Flora Fauna Indonesia (Rafflesia Himakova) TN Halimun Salak Jawa Barat tahun 2010, serta Studi Konservasi Lingkungan (Surili Himakova) TN Kerinci Seblat Jambi tahun 2011. Dalam pembuatan tulisan ini penulis juga mengikuti penyusunan Masterplan RTH dan hutan kota di Kota Selatpanjang Propinsi Riau. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut
Pertanian Bogor,
penulis
menyelesaikan
skripsi
“Perencanaan
Pembangunan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Endes N Dahlan, M.Si. dan Ir. Edje Djamhuri.
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................
1
1.2 Tujuan...................................................................................
2
1.3 Batasan Penelitian .................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota ..........................................
3
2.2 Penentuan Lokasi Hutan Kota ...............................................
3
2.3 Luasan Hutan Kota................................................................
3
2.4 Fungsi dan Manfaat Hutan Kota ............................................
4
2.5 Tipe Hutan Kota....................................................................
5
2.6 Bentuk Hutan Kota................................................................
7
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi .................................................................
9
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................
9
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ...............................................
9
3.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................
9
3.5 Metode Analisis Data ............................................................ 3.5.1 Lokasi dan luasan hutan kota ....................................... 3.5.2 Fungsi dan manfaat hutan kota .................................... 3.5.2 Bentuk dan tipe hutan kota ..........................................
10 10 11 13
3.6 Tahapan Perencanaan Hutan Kota Selatpanjang ....................
13
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis ...........................
15
4.2 Kondisi Fisik Kota Selatpanjang ........................................... 4.2.1 Topografi..................................................................... 4.2.2 Geologi ....................................................................... 4.2.3 Klimatologi .................................................................
15 15 15 16
iv
BAB V
4.2.4 Hidrologi ..................................................................... 4.2.5 Oceanografi .................................................................
17 17
4.3 Kondisi Biologis Kota Selatpanjang ...................................... 4.3.1 Flora ............................................................................ 4.3.2 Fauna .......................................................................... 4.3.3 Ekosistem pesisir dan rawa gambut .............................
18 18 20 21
4.4 Penggunaa Lahan .................................................................. 4.4.1 Kawasan lindung ......................................................... 4.4.2 Kawasan budidaya .......................................................
21 21 23
4.5 Kedudukan Strategis Kota Selatpanjang ................................
28
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kebijakan Pemerintah Kota Selatpanjang tentang Tata Ruang ................................................................................... 5.1.1 Rencana pola ruang Kota Selatpanjang ........................ 5.1.2 Ruang terbuka hijau .....................................................
29 29 30
5.2 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Luasan Minimal ..................
30
5.3 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Status Kepemilikan dan Penggunaan Lahan ................................................................
32
5.4 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Fungsi dan Manfaat Hutan Kota...................................................................................... 5.4.1 Berbagai permasalahan Kota Selatpanjang ................... 5.4.2 Kebutuhan Kota Selatpanjang .....................................
33 35 38
5.5 Lokasi Hutan Kota dan Persentase Luasannya .......................
40
5.6 Tipe dan Bentuk Hutan Kota Selatpanjang ............................
45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...........................................................................
47
6.2 Saran .....................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
48
LAMPIRAN .............................................................................................
50
v
DAFTAR TABEL No 1.
Halaman Analisis data untuk menentukan fungsi dan manfaat hutan kota Selatpanjang.........................................................................................
12
2.
Analisis data untuk menentukan tipe hutan kota Selatpanjang ..............
13
3.
Analisis data untuk menentukan bentuk hutan kota Selatpanjang..........
13
4.
Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di Kota Selatpanjang....................
18
5.
Rencana pola ruang Kota Selatpanjang .................................................
29
6.
Lokasi calon hutan kota berdasarkan luasan minimal ...........................
32
7.
Lokasi-lokasi calon hutan kota berdasarkan kepemilikan lahan dan penggunaan lahan.................................................................................
33
Luasan hutan kota dan persentasenya dari luas wilayah Kota Selatpanjang.........................................................................................
43
Tipe dan bentuk hutan kota berdasarkan kondisi dan potensi dari lokasi yang telah direkomendasikan sebagai hutan kota ........................
46
8. 9.
vi
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Tahapan perencanaan hutan kota Selatpanjang .....................................
14
2.
Letak lokasi-lokasi RTH Kota Selatpanjang sebagai calon hutan kota ..
31
3.
Letak lokasi-lokasi hutan kota Selatpanjang .........................................
44
vii
DAFTAR LAMPIRAN No 1.
Halaman Peta posisi strategis Kota Selatpanjang diantara jalur perdagangan internasional.........................................................................................
51
2.
Jadwal kegiatan penelitian ....................................................................
52
3.
Peta wilayah administrasi Kota Selatpanjang ........................................
53
4.
Deskripsi ruang terbuka hijau Kota Selatpanjang ..................................
54
5.
Fungsi dan manfaat hutan kota berdasarkan potensi lokasinya ..............
58
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota yang mewajibkan suatu kota memiliki kawasan hutan kota seluas minimal 10% dari luas kota menjadi dasar hukum pembangunan hutan kota. Hutan kota yang dibangun hendaknya sesuai dengan fungsi dan manfaat yang maksimal serta letak dan luasannya ideal agar memiliki pengaruh nyata bagi kota. Pembangunan hutan kota seharusnya melihat manfaat jangka panjang dan pengaruhnya bagi keberlangsungan kemajuan kota. Di negara-negara maju, hutan kota telah tertata dengan baik dan dibangun untuk mencukupi kebutuhan estetika kota, kenyamanan, mengatasi polusi, dan untuk kelestarian lingkungan dalam jangka panjang. Hutan kota hanya akan tercipta dengan baik jika didukung sepenuhnya oleh seluruh komponen kota tersebut karena hutan kota bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi telah menjadi sebuah kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan hidup masyarakatnya. Warga kota tidak akan hidup dengan nyaman tanpa adanya hutan kota yang tertata dengan baik. Kota Selatpanjang merupakan ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkalis pada tanggal 16 Januari 2009 (BPS Kab. Bengkalis 2010b). Pembangunan hutan kota menjadi penting di kota Selatpanjang karena sebagai ibukota kabupaten yang baru, berbagai jenis perencanaan dan masterplan kota belum sempurna dan belum dikaji lebih lanjut. Perencanaan hutan kota yang ada harus dilengkapi dengan penelitianpenelitian lainnya agar dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan masterplan hutan kota. Faktor yang menyebabkan perlunya dibangun hutan kota di Selatpanjang yaitu letaknya yang sangat strategis, yaitu pada jalur pelayaran internasional tersibuk di dunia di Selat Malaka, berbatasan langsung dengan Malaysia. Berada pada dua segitiga pertumbuhan ekonomi yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan segitiga pertumbuhan Indonesia, Malaysia dan Thailand (Lampiran 1). Kota ini
2
juga memiliki ekosistem mangrove yang sangat penting bagi kota melihat pesisir kota ini rentan terhadap abrasi (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010a). Air bersih juga sulit diperoleh masyarakat kota terutama di tepi sungai dan pantai, karena air dipengaruhi oleh sifat masam dan payau. Kota ini juga belum memiliki lokasi rekreasi dan wisata alam yang penting bagi masyarakat dan pengunjung. Untuk itu, hutan kota menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan Kota Selatpanjang. Hutan kota dapat berperan sebagai kawasan lindung, kawasan konservasi, sarana rekreasi, dan banyak fungsi serta manfaat lainnya yang dapat dipenuhi yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan ini. Penelitian ini dilakukan untuk menjadi bahan tambahan dan rekomendasi bagi pemerintah setempat utuk melengkapi masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Hutan Kota di Kota Selatpanjang. Berbagai data dan informasi yang terdapat dalam karya ilmiah ini dapat menjadi bahan acuan dalam menentukan lokasi hutan kota dan tipe hutan kota yang ingin dibangun. Dengan terciptanya perencanaan hutan kota yang baik, diharapkan dapat terlaksana pembangunan hutan kota di Kota Selatpanjang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dan semua kriteria pengelolaannya. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini yaitu: a. Menentukan lokasi dan luasan hutan kota di Kota Selatpanjang b. Menentukan fungsi dan manfaat hutan kota tersebut, dan c. Menentukan bentuk dan tipe hutan kota tersebut. 1.3 Batasan Penelitian Perencanaan hutan kota dalam penelitian ini hanya mencakup perencanaan luasan hutan kota, fungsi dan manfaat hutan kota, tipe hutan kota dan bentuk hutan kota.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer
UI
2008)
adalah
proses,
perbuatan,
cara
merencanakan
(merancangkan). Sedangkan perencanaan kota yaitu upaya pemikiran dan perencanaan pengembangan kota agar dicapai pertumbuhan yang efisien dan teratur. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Arti kata kota menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ([Fak. Ilmu Komputer UI] 2008) adalah daerah permukiman yg terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat atau daerah yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 2.2 Penentuan Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, lokasi yang direncanakan untuk pembuatan tanaman hutan kota yaitu: a. Merupakan
bagian
dari
RTH
sesuai
peruntukan
dalam
RTRW
Kabupaten/Kota. b. Luas minimal hutan kota adalah 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu) agar tanaman dapat menciptakan iklim mikro. c. Berada pada tanah negara atau tanah hak. 2.3 Luasan Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, penentuan lokasi dan luas didasarkan pada :
4
a. Luas wilayah. b. Jumlah penduduk. c. Tingkat polusi. d. Kondisi fisik kota. Penentuan lokasi dan luas hutan kota dalam penelitian ini didasarkan pada luas wilayah Kota Selatpanjang. Luasan hutan kota dihitung seluas 10% dari luas Kota Selatpanjang. 2.4 Fungsi dan Manfaat Hutan Kota Fungsi dan manfaat hutan kota yang akan dibangun harus diketahui dalam perencanaan hutan kota yang dilakukan di Kota Selatpanjang. Hal tersebut bermanfaat guna menarik simpati dan dukungan berbagai pihak serta secara tidak langsung dapat mengukur keuntungan yang diperoleh dari hutan kota tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, fungsi hutan kota meliputi: a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika. b. Meresapkan air. c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota. d. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Menurut Dahlan (2004), hutan kota memiliki 6 fungsi yaitu: a. Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap partikel logam industri dan transportasi, penyerap dan penjerap debu, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap gas beracun, dan penyerap gas karbondioksida). b. Fungsi pengawetan (pelestarian plasma nutfah dan habitat satwaliar). c. Fungsi estetika (meningkatkan citra dan menutupi bagian kota yang kurang baik). d. Fungsi perlindungan (peredam kebisingan, ameliorasi iklim mikro, penapis cahaya silau, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intruisi air laut, mengamankan pantai dan membentuk daratan, mengatasi penggurunan). e. Fungsi produksi (air tanah, kayu, kulit, getah, bunga, buah, madu). f. Fungsi lainnya (identitas wilayah, pengelolaan sampah, pendidikan dan penelitian, mengurangi stress, penunjang rekreasi dan pariwisata, hobi dan
5
pengisi waktu luang, pertahanan dan keamanan, kekuatan magis, tempat berjualan, tempat pesta). Sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut, perencanaan hutan kota di Kota Selat Panjang diharapkan dapat memenuhi semua fungsi sehingga pembangunannya dapat memberikan hasil yang maksimal dan bermanfaat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan: a. Pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga. b. Penelitian dan pengembangan. c. Pendidikan. d. Pelestarian plasma nutfah. e. Budidaya hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan kota dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota. 2.5 Tipe Hutan Kota Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, rencana pembangunan hutan kota yang memuat penentuan tipe dan bentuk hutan kota disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial dan budaya
setempat.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kehutanan
Nomor:
P.71/Menhut-II/2009, kajian tersebut meliputi: a. Aspek teknis, yaitu memperhatikan kesiapan lahan, jenis tanaman, bibit, dan teknologi. b. Aspek ekologis, yaitu memperhatikan keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota. c. Aspek ekonomis, yaitu berkaitan dengan biaya dan manfaat yang dihasilkan. d. Aspek sosial dan budaya setempat yaitu memperhatikan nilai dan norma sosial serta budaya setempat. Menurut Fakultas Kehutanan IPB (1987), tipe hutan kota ditentukan berdasarkan pada obyek yang dilindungi, hasil yang ingin dicapai dari obyek tersebut, atau lokasi yang dibuat untuk tujuan tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, tipe hutan kota yaitu:
6
a. Tipe kawasan permukiman Tipe kawasan permukiman adalah hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon dengan perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur, serta pohon-pohon penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis. b. Tipe kawasan industri Tipe kawasan industri adalah hutan kota yang dibangun di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan industri. Karakteristik pepohonannya yaitu pohonpohon berdaun lebar dan rindang, berbulu dan yang mempunyai permukaan kasar/berlekuk, bertajuk tebal, tanaman yang menghasilkan bau harum. c. Tipe rekreasi Tipe rekreasi adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon yang indah dan atau penghasil bunga/buah (vektor) yang digemari oleh satwa, seperti burung, kupu-kupu dan sebagainya. d. Tipe pelestarian plasma nutfah Tipe pelestarian plasma nutfah adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu: 1. Sebagai konservasi plasma nutfah khususnya vegetasi secara insitu. 2. Sebagai habitat khususnya untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan. Karateristik pepohonannya yaitu pohon-pohon langka dan atau unggulan setempat. Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota yang memenuhi kriteria ini antara lain kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. Ada dua sasaran pembangunan hutan kota untuk pelestarian plasma nutfah yaitu
7
sebagai tempat koleksi plasma nutfah khususnya vegetasi secara ex-situ dan sebagai habitat khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau dikembangkan. e. Tipe perlindungan Tipe perlindungan adalah hutan kota yang berfungsi untuk : 1. Mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor pada daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah. 2. Melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi). 3. Melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air tanah dan atau masalah intrusi air laut. Karakteristik pepohonannya yaitu: 1. Pohon-pohon yang memiliki daya evapotranspirasi yang rendah. 2. Pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi bahaya abrasi pantai seperti mangrove dan pohon-pohon yang berakar kuat. f. Tipe pengamanan Tipe pengamanan adalah hutan kota yang berfungsi untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon yang berakar kuat dengan ranting yang tidak mudah patah, yang dilapisi dengan perdu yang liat, dilengkapi jalur pisang-pisangan dan atau tanaman merambat dari legum secara berlapis-lapis. 2.6 Bentuk Hutan Kota Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, penentuan bentuk hutan kota disesuaikan dengan karakteristik lahan. Menurut Irwan (2007) bentuk hutan kota tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan kota. Bentuk penghijauan kota disesuaikan dengan karakteristik lahan
dan
diprioritaskan pada bentuk kompak dalam satu hamparan. Namun demikian dapat dibuat dalam bentuk jalur (tanaman dibangun memanjang 3-5 baris tanaman) antara lain berupa jalur peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan kereta api, sempadan sungai dan sempadan pantai. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, bentuk hutan kota yaitu:
8
a. Jalur Bentuk jalur adalah hutan kota yang dibangun memanjang antara lain berupa jalur peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan kereta api, sempadan sungai, sempadan pantai dengan memperhatikan zona pengaman fasilitas/instalasi yang sudah ada, antara lain ruang bebas SUTT dan SUTET. Menurut Irwan (2007), bentuk hutan kota jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lainnya. Booth (1979) mengemukakan bahwa jalur hijau dengan lebar 183 m dapat mengurangi pencemaran udara sampai 75%. b. Mengelompok Bentuk mengelompok adalah hutan kota yang dibangun dalam satu kesatuan lahan yang kompak. Menurut Irwan (2007), bentuk hutan kota bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuhtumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah
tumbuh-
tumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan. c. Menyebar Bentuk menyebar adalah hutan kota yang dibangun dalam kelompokkelompok yang dapat berbentuk jalur dan atau kelompok yang terpisah dan merupakan satu kesatuan pengelolaan. Menurut Irwan (2007), bentuk hutan kota menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.
9
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4-10 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Lokasi penelitian mencakup lokasi Ruang Terbuka Hijau yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Selatpanjang, Kantor Bappeda Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kantor Dinas Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Meranti. 3.2 Bahan dan Alat Objek yang menjadi bahan penelitian ini yaitu lokasi calon hutan kota, sarana dan prasarana, serta dokumen yang berhubungan dengan penelitian. Alat yang digunakan yaitu alat tulis, kamera, dan Global Positioning System (GPS). 3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang diperlukan dalam penentuan lokasi dan luas hutan kota yaitu lokasi RTH (yang telah ditetapkan berdasarkan RTRW Kota Selatpanjang), luasan RTH, kepemilikan lahan, dan luas keseluruhan wilayah Kota Selatpanjang. Data yang diambil dalam penentuan fungsi, manfaat, tipe, bentuk hutan kota serta perumusan permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang yaitu kondisi dan potensi biofisik lokasi (tutupan lahan, jenis vegetasi, kondisi air, tanah, dan bentang alam), infrastruktur lokasi, aksesibilitas serta posisi lokasi. Data lain yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan lingkungan, dokumen perencanaan wilayah kabupaten,
dan
Kabupaten Kepulauan Meranti dalam angka 2010. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengambilan data yaitu survey lapangan, dan studi pustaka. Kegiatan survey dilakukan dengan observasi lapangan dan pengamatan visual serta pengukuran luas menggunakan GPS. Studi pustaka meliputi pengumpulan data dari Bappeda dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti. Data yang diambil melalui studi pustaka yaitu lokasi RTH, kepemilikan lahan, luas keseluruhan wilayah Kota Selatpanjang, kondisi dan potensi biofisik
10
lokasi, infrastruktur lokasi, aksesibilitas serta posisi lokasi. Data yang diambil melalui survey yaitu luas lokasi (menggunakan GPS), infrastruktur lokasi serta posisi lokasi. Data yang diambil melalui survey dari hasil studi pustaka yaitu kondisi dan potensi biofisik lokasi, penggunaan lahan dan aksesibilitas lokasi. 3.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Lokasi dan luasan hutan kota Penentuan lokasi hutan kota memperhatikan kriteria yaitu: merupakan bagian dari RTH sesuai peruntukan dalam RTRW Kabupaten/Kota, luas minimal hutan kota adalah 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu), dan berada pada tanah negara atau tanah hak, jika berada di tanah hak harus merupakan ruang terbuka hijau yang didominasi pepohonan (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009). Selain memenuhi kriteria tersebut, dalam penelitian ini penentuan lokasi hutan kota juga dikaitkan dengan status kepemilikan lahan, fungsi dan manfaat hutan kota, permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang, serta tipe dan bentuk hutan kota yang akan direncanakan, yang metodenya dijelaskan dalam subbab berikutnya. Status kepemilikan lahan digunakan sebagai salah satu kriteria penentuan lokasi hutan kota dalam penelitian ini karena dalam pelaksanaan pengelolaannya, hutan kota pada tanah milik masyarakat akan menemui banyak kendala diantaranya pemberian insentif yang harus dibayar pada pemilik lahan dan resiko jangka panjang terhadap penggunaan lahan. Untuk itu pada penelitian ini lokasi hutan kota dipilih pada tanah Negara meskipun menurut peraturan perundangundangan lokasi hutan kota dapat berada pada tanah Negara maupun tanah hak. Lahan dengan fungsi ganda juga tidak dipilih menjadi lokasi hutan kota, seperti lahan yang berfungsi produksi (perkebunan, pertanian, tambak dan sebagainya) karena lokasi dengan kondisi tersebut akan menimbulkan permasalahan jangka panjang jika fungsinya digandakan menjadi hutan kota. Lahan produksi akan sering mengalami perubahan baik perubahan vegetasi, tanah, maupun topografi lahan karena perubahan akan dilakukan dalam rangka meningkatkan fungsi produksi atau untuk mengganti jenis komoditas yang dikembangkan.
11
Penentuan lokasi hutan kota dalam penelitian ini juga memperhatikan fungsi dan manfaat maksimal yang dapat dicapai tiap-tiap lokasi calon hutan kota. Lokasi yang memiliki fungsi dan manfaat yang relatif lebih tinggi dibandingkan lokasi lain akan dipilih menjadi lokasi hutan kota. Hal tersebut disebabkan pembangunan hutan kota harus memberikan fungsi dan manfaat yang maksimal bagi kota. Selain itu lokasi hutan kota juga harus dapat mengatasi berbagai permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang. Lokasi hutan kota secara total harus memenuhi luasan minimal 10% dari luas Kota Selatpanjang. 3.5.2 Fungsi dan manfaat hutan kota Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk menentukan fungsi dan manfaat mana yang dapat dipenuhi hutan kota tersebut. Menurut Nazir (2003), analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Data yang telah dirangkum menjadi bentuk kondisi dan potensi lokasi, kemudian dirumuskan fungsi hutan kota berdasarkan fungsi hutan kota dalam Dahlan 2004 dan manfaatnya sesuai PP No. 63 Tahun 2002 (Tabel 1). Fungsi hutan kota yaitu memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesi. Manfaat hutan kota yaitu pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga; penelitian dan pengembangan; pendidikan; pelestarian plasma nutfah; dan atau budidaya hasil hutan bukan kayu.
12
Tabel 1 Analisis data untuk menentukan fungsi dan manfaat Hutan Kota Selatpanjang Kondisi dan Potensi lokasi
Fungsi hutan kota (Dahlan 2004)
Vegetasi hutan mangrove yang rapat (habitat bagi berbagai ikan dan udang)
→
Fungsi pengawetan (pelestarian mangrove dan kehidupannya) Fungsi lain: Pendidikan dan penelitian, penunjang rekreasi dan pariwisata
Rentan terkena abrasi air laut
→
Fungsi perlindungan (melindungi dari abrasi, membentuk daratan)
Berdekatan dengan Industri atau pabrik
→
Kondisi lahan yang terbuka
→
Lahan tergenang air gambut
→
Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap partikel polutan, penyerap gas beracun, penyerap CO2) Fungsi perlindungan (peredam kebisingan, ameliorasi iklim mikro dan penapis bau) Fungsi perlindungan (menjaga iklim mikro dan mencegah suhu udara yang panas) Fungsi estetika (menutupi bagian kota yang tidak produktif/kurang baik) Fungsi perlindungan (mengatasi penggenangan air gambut)
Kondisi ekonomi masih rendah
→
Fungsi produksi (HHBK)
Terletak di area perkantoran atau pusat pendidikan
→
Fungsi estetika (memperindah lokasi perkantoran)
Berpotensi sebagai sarana olahraga bagi masyarakat
→
Fungsi lainnya: sarana olahraga
Merupakan jalan utama kota
→
Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap polutan transportasi) Fungsi estetika Fungsi perlindungan (peredam kebisingan transportasi)
→
Manfaat hutan kota (PP No. 63 Tahun 2002) Pariwisata alam dan rekreasi (wisata mangrove) Penelitian dan pengembangan Pendidikan Pelestarian plasma nutfah -
-
-
-
→
Budidaya hasil hutan bukan kayu -
→
Sarana rekreasi dan olahraga -
13
3.5.3 Bentuk dan tipe hutan kota Berdasarkan analisis data secara deskriptif kualitatif yang telah dirangkum dalam kondisi dan potensi lokasi, ditentukan tipe hutan kota yang tepat dan sesuai (Tabel 2). Bentuk hutan kota ditentukan berdasarkan bentuk/karakteristik lahan (Tabel 3). Tabel 2 Analisis data untuk menentukan tipe hutan kota Selatpanjang
Vegetasi mangrove rapat (habitat ikan dan udang)
Tipe hutan kota (PP No. 63 Th. 2002) Tipe pelestarian plasma nutfah Tipe rekreasi
Rawan penebangan dan konversi lahan
Tipe pelestarian plasma nutfah
Rentan abrasi
Tipe perlindungan
Tanah tergenang air gambut
Tipe perlindungan
Terletak di tepi jalan
Tipe pengamanan
Digunakan sebagai sarana olahraga, rekreasi, pramuka, wisata, dll.
Tipe rekreasi
Terdapat bangunan dan dekat aktivitas masyarakat
Tipe kawasan permukiman
Berdekatan dengan pabrik/industri
Tipe kawasan industri
Kondisi dan Potensi lokasi
Tabel 3 Analisis data untuk menentukan bentuk hutan kota Selatpanjang Karakteristik lahan
Bentuk hutan kota
Lahan berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, dan lainnya. Lebar lahan atau panjangnya tidak dibatasi.
Jalur
Lahan berbentuk satu kesatuan yang kompak (tidak terpisah, dapat berbentuk persegi, lingkaran, atau tidak beraturan)
Lahan berbentuk kelompok-kelompok (atau bentuk jalurjalur) yang terpisah dan merupakan satu kesatuan pengelolaan.
Mengelompok
Menyebar
3.6 Tahapan Perencanaan Hutan Kota Selatpanjang Setelah data terkumpul dan dianalisis, dilakukan tahapan perencanaan Hutan Kota Selatpanjang. Tahapan perencanaan dimulai dengan memilih beberapa lokasi dari 20 lokasi RTH berdasarkan kriteria luasan minimal, kepemilikan lahan, dan penggunaan lahan serta dikaitkan dengan fungsi dan manfaat hutan kota, permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang, serta tipe dan bentuk hutan kota (Gambar 1).
14
20 lokasi RTH menurut RTRW Kota Kriteria luas >0,25 Ha
Calon hutan kota dengan luas >0,25 Ha Kriteria kepemilikan lahan
Penggunaan lahan
Calon hutan kota dengan luas >0,25 Ha dan berada pada tanah negara Fungsi dan manfaat hutan kota
Permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang Mencukupi 10 % dari luas kota
Calon hutan kota dengan lokasi, luas, fungsi dan manfaat yang tepat Tipe dan Bentuk hutan kota
Hutan Kota Selatpanjang
Gambar 1 Tahapan perencanaan Hutan Kota Selatpanjang.
15
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis Menurut administrasi pemerintahan, Kota Selatpanjang terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Luas wilayah Kota Selatpanjang adalah ± 4.544 ha dengan batas administrasi sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Air Hitam b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sei Suir Kanan dan Sei Suir c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Alai, Kecamatan Tebing Tinggi Barat d. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Suir. Kota Selatpanjang meliputi 4 (empat) kelurahan dan 5 (lima) desa (Lampiran 3), yaitu Kelurahan Selatpanjang Kota, Kelurahan Selatpanjang Selatan, Kelurahan Selatpanjang Barat, Kelurahan Selatpanjang Timur, Desa Alah Air Timur, Desa Alah Air, Desa Sesap, Desa Banglas, dan Desa Banglas Barat (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010b). 4.2 Kondisi Fisik Kota Selatpanjang 4.2.1 Topografi Topografi Kota Selatpanjang sebagian besar datar dengan rata-rata kemiringan lereng 0-2% serta memiliki ketinggian dari 0 hingga 5-7 m dpl. Wilayah daratan pesisir pantai Kota Selatpanjang sebagian besar terdiri dari rawa gambut dan sebagian lainnya lahan kering dengan ketinggian antara 0-25 m dpl. 4.2.2 Geologi Berdasarkan struktur dan jenis tanahnya, Kota Selatpanjang didominasi endapan permukaan tua yang terdiri dari lempung, lanal, kerikil lempungan, sisasisa tumbuhan, dan pasir granit. Beberapa daerah didominasi oleh endapan permukaan muda berbentuk rawa gambut berwarna abu-abu kecoklatan pada keadaan basah, sangat lunak, plastis, rekah kerut tinggi, mengandung bahan organik. Tanah gambut yang terdapat di Selatpanjang sebagaimana di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan jenis tanah gambut trofik yang
16
dibentuk oleh bahan-bahan sisa tanaman purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan >30 cm. Abrasi dapat terjadi di semua daerah tepian selat, sungai dan parit sebagai akibat hantaman oleh gelombang dan pasang surut. Pengikisan terutama disebabkan oleh buruknya sifat tanah yang bersifat lunak, sehingga menyebabkan garis pantai semakin landai dan mundur. Keadaan ini juga akan merusak tumbuhan bakau. Lumpur hasil pengikisan juga menyebabkan pendangkalan setempat, sehingga mengganggu jalur lalu lintas air. Jenis tanah Jenis tanah di Kota Selatpanjang terdiri atas tanah Aluvial atau dikenal dengan Fluvent, termasuk golongan Entisol dan tanah gambut atau Organosol, termasuk golongan Histosol. Tanah Aluvial dijumpai di pinggir-pinggir sungai dan laut, merupakan ekosistem hutan mangrove. Di belakang jenis tanah Aluvial mengarah ke daratan dijumpai tanah gambut, merupakan ekosistem hutan rawa gambut. Tanah Aluvial terbentuk dari aluvium berpenampang sederhana, bertekstur lempungan atau geluhan (lebih halus dari pada pasir halus geluhan), umumnya terstratifikasi dan kandungan bahan organik menurun tidak beraturan dengan bertambahnya jeluk tanah. Bahan induk tanah Aluvial adalah bahan endapan aluvium atau aluvium marin. Tanah Gambut terbentuk dari sisa-sisa bahan organik yang tidak terurai sepenuhnya dan masih berupa tumpukan berwarna coklat tua sampai kehitaman, bersifat masam dan miskin hara. Air yang menggenangi tanah gambut menjadi air gambut yang berwarna cokelat kehitaman dan masam. Gambut di Kota Selatpanjang termasuk gambut ombrogen, terbentuk karena pengaruh curah hujan dalam jumlah banyak dan airnya tergenang. 4.2.3 Klimatologi Kota Selatpanjang terletak di dataran rendah yang beriklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh sifat iklim laut dengan temperatur udara berkisar antara 26–32°C, dengan curah hujan berkisar antara 2.200-2.400 mm/tahun. Musim kemarau pada umumnya terjadi pada bulan Februari-Agustus dan musim hujan
17
terjadi pada bulan September-Januari dengan jumlah hari hujan antara 25-63 hari/tahun (Dishut Kab. Kepulauan Meranti 2011). 4.2.4 Hidrologi Wilayah Kota Selatpanjang dikelilingi oleh sungai besar yaitu Selat Air Hitam, Sei Suwir, dan Sei Suwir Kanan. Selain sungai besar terdapat pula sungaisungai kecil antara lain: Sei Mataher, Parit Kasmin, Sei Alah Air, Sei Dora, Sei Pengkat, Sei Banglas, Sei Suak, Sei Lampan, Sei Rintis, Sei Tambun, Sei Niur, Sei Temaran, Sei Sesap, dan Sei Hulu Sungai. Kualitas air tanah di daerah wilayah pesisir bersifat asam dan payau, sehingga untuk kebutuhan air sehari-hari, sebagian besar penduduk memanfaatkan air hujan yang ditampung di bak atau gentong di samping atau belakang rumah. Sungai-sungai ini banyak dilayari oleh kapal-kapal dan kegiatan penduduk seperti kegiatan perkebunan, perikanan, perkayuan, dan lain-lain. Keberadaan gambut dengan daya serap airnya sangat tinggi mendominasi lahan Kota Selatpanjang sehingga merupakan kantong-kantong penyimpanan air yang sangat besar. Adanya potensi sumberdaya air tersebut
perlu dipertimbangkan upaya
pemanfaatannya sebagai alternatif sumber air bersih setempat. 4.2.5 Oceanografi Karakteristik pantai Kondisi pantai di Selatpanjang pada umumnya landai, berlumpur, dan hanya sebagian saja yang berpasir putih halus. Karakteristik pantai berlumpur dipengaruhi oleh sedimentasi yang cukup tinggi dan sebagian besar kawasan pesisir didominasi oleh rawa gambut. Karakteristik pantai tersebut dapat menjadikan peluang untuk mengembangan pariwisata dan perikanan. Walaupun demikian, adanya ancaman abrasi pantai terjadi pada kawasan pesisir yang berhadapan langsung dengan perairan Selat Malaka karena arus gelombang yang cukup kuat dan besar perlu mendapat perhatian yang serius. Kedalaman laut Kedalaman laut Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki kedalaman 3-20 m. Pada lokasi-lokasi tertentu memiliki kedalaman 20-30 m yang dapat dijadikan pelabuhan, seperti pelabuhan Selatpanjang, Teluk Belitung dan Tanjung Samak.
18
Laut dengan kedalaman sekitar 40 meter di perairan Selat Malaka dimanfaatkan untuk pelayaran kapal tanker dan peti kemas. Kondisi air laut Kondisi air laut di Kota Selatpanjang dipengaruhi oleh proses sedimentasi, lahan rawa gambut, limbah industri, dan limbah kapal. Kondisi air dengan tingkat kekeruhan yang cukup tinggi karena sedimentasi tanah aluvial dan gambut. Oleh sebab itu, produksi sumber daya perikanan di perairan ini relatif kecil, sehingga perairan ini tidak dimanfaatkan sebagai areal tangkap. Namun pada masa mendatang, kawasan pesisir tersebut akan dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pengembangan budidaya perikanan air payau. 4.3 Kondisi Biologis Kota Selatpanjang 4.3.1 Flora Terdapat banyak jenis tumbuhan yang terdapat di Kota Selatpanjang, terdiri dari jenis tumbuhan ekosistem mangrove, ekosistem hutan pantai, ekosistem hutan gambut, ekosistem hutan dataran rendah, dan berbagai tanaman perkebunan dan pertanian hasil introduksi. Jenis flora yang menonjol terutama terdapat di hutan-hutan wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti adalah pohon karet, meranti, punak, sungkai , api-api, bakau, dan puluhan jenis lainnya. Kayukayuan ini sebagian besar merupakan jenis kayu komersial yang digunakan sebagi bahan baku industri kayu dan meubel. Hasil hutan lainnya adalah getah jelutung, disamping itu juga terdapat puluhan jenis anggrek hutan, pinang merah, dan sebagainya (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010a). Jenis-jenis tumbuhan yang sering ditemukan di Kota Selatpanjang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di Kota Selatpanjang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Lokal Bakau Bakau Pedada Buta-buta Paku Laut Sagu Nipah Cemara laut Ketapang Bintaro Kelapa Gelam
Nama Ilmiah Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Sonneratia sp. Excoecaria agallocha Acrostichum aureum Metroxylon sagu Nypa fruticans Casuarina equisetifolia Terminalia sp. Cerbera manghas Cocos nucifera Melaleuca leucadendron
19
Tabel 4 Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di Kota Selatpanjang (Lanjutan) No Nama Lokal Nama Ilmiah 13 Randu Ceiba pentandra 14 Tingi Ceriops tagal 15 Bluntas Plucea indica 16 Derris Derris eliptica 17 Nyirih Xylocarpus granatum 18 Mahoni daun besar Swietenia macrophylla 19 Mahoni daun kecil Swietenia mahagoni 20 Jati Tectona grandis 21 Mangium Acacia mangium 22 Akasia Acacia crassicarpa 23 Tanjung Mimusops elengi 24 Angsana Pterocarpus indicus 25 Waru Hibiscus tiliaceus 26 Kenanga Cannarium commune 27 Jabon Anthocephalus cadamba 28 Trembesi Samanea saman 29 Laban Vitex pubescens 30 Bunga Kupu-kupu Bauhinia sp. 31 Keluwih Arthocarpus communis 32 Karet Hevea braziliensis 33 Mengkudu Morinda sp. 34 Sirsak Annona sp. 35 Nangka Arthocarpus heterophyllus 36 Jambu air Eugenia aquaea 37 Kedondong Spondias pinnata 38 Cermai Phyllanthus acidus 39 Mangga Mangifera indica 40 Durian Durio zibethinus 41 Pakel Mangifera foetida 42 Bambu Bambusa sp. 43 Pinang Areca catechu 44 Kurma Phoenix dactylifera 45 Rumput Teki Cyperus rotundus 46 Putri malu Mimosa pudica 47 Bunga Sepatu Hibiscus syriacus 48 Singkong Manihot sp. 49 Pepaya Carica papaya 50 Pisang Musa sp. 51 Sawo Kecik Manilkara kauki Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti. 2011. Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota dan Hutan Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau.
Sektor pertanian di Kecamatan Tebing Tinggi untuk tanaman bahan makanan meliputi padi sawah, padi ladang, jagung, ketela rambat, ketela pohon, kacang tanah, talas, kedelai, dan kacang hijau. Padi sawah mempunyai luas panen yang paling besar yaitu 465 Hektar yang memproduksi 1.110 Ton. Komoditas buah-buahan yang telah dikembangkan meliputi alpukat, manga, duku, jeruk besar, jeruk siam, durian, sawo, papaya, dan pisang. Komoditas buah yang
20
memiliki luas panen yang paling besar adalah pisang sedangkan produksi yang paling banyak adalah manga (BPS Kab. Bengkalis 2010a). Sektor perkebunan di Kecamatan Tebing Tinggi cukup bervariasi. Perkebunan yang telah dikembangkan yaitu karet, kelapa sawit, kelapa, sagu, kopi, dan pinang dengan luas panen terbesar adalah tanaman sagu, 16.330 Hektar, yang memproduksi 74.268 ton (BPS Kab. Bengkalis 2010a). 4.3.2 Fauna Jenis fauna yang masih terdapat di kawasan hutan wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti diantaranya seperti lutung, kera, ayam hutan dan berbagai jenis ular, burung dan buaya (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010a). Burung pemakan ikan seperti kuntul, koak malam dan Elang Bondol (Heliastur indis) banyak terlihat terbang melayang di atas sungai untuk menangkap ikan. Biawak (Varanus salvator) juga dijumpai secara liar di hutan mangrove dan daerah basah lainnya. Di ekosistem dataran rendah dan perkebunan dapat dijumpai jenis makaka (Macaca fascicularis), babi hutan, tupai dan sebagainya. Kota Selatpanjang merupakan kota yang unik bising dengan suara alat pemanggil walet. Sarang Walet merupakan komoditas yang menjanjikan karena harganya sangat mahal. Pemerintah daerah memungut pajak sebesar 7,5% dari hasil sarang walet yang dihasilkan. Tahun 2010 terkumpul pajak sarang walet sebesar Rp. 112 juta dan pada tahun 2011 ditargetkan penerimaan dari pajak sarang walet sebesar Rp. 400 juta. Jenis ternak yang telah dikembangkan yaitu sapi, kerbau, kambing/domba, babi, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam kampong, dan itik. Populasi ternak yang paling banyak di Kecamatan Tebing Tinggi adalah kambing dan populasi unggas yang terbesar adalah ayam ras pedaging (BPS Kab. Bengkalis 2010a). Sektor perikanan di kecamatan ini pada umumnya adalah perairan tangkap di laut luas, hampir di semua desa/kelurahan ada rumah tangga yang mengusahakannya. Ikan mujair, nila, dan udang merupakan hasil produksi tambak. Masyarakat membuat tambak di tepi sungai/muara. Di sekeliling tambak ditanami dengan Rhizophora apiculata dan Ceriops tagal.
21
4.3.3 Ekosistem pesisir dan rawa gambut Ekosistem pesisir di Kota Selatpanjang adalah berupa hutan mangrove. Pada umumnya di hutan mangrove banyak dijumpai bakau, nipah, dan api-api. Hutan mangrove di Kota Selatpanjang telah mengalami kerusakan. Pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkendali dapat merusak habitat perikanan yang berdampak negatif terhadap produksi perikanan. Produksi perikanan dan biota lainnya akan mengalami penurunan, sedimentasi akan meningkat, abrasi pantai dan terjadinya intrusi air laut yang akan mempengaruhi proses produksi kegiatan budidaya di wilayah daratan. Pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk kepentingan pembudidayaan seperti jenis-jenis ikan, udang, kerang, dan sebagainya memerlukan pengetahuan terhadap jenis ekosistem di sekitarnya seperti ekosistem mangrove. Dalam rantai makanan luruhan daun mangrove biasa dimakan oleh kepiting sebagai scavenger. Daun kemudian akan berubah menjadi detritus yang akan dimakan oleh ikan pemakan detritus yang selanjutnya dimakan oleh trophi yang lebih tinggi sampai ke manusia. Berbagai ekosistem tersebut menyediakan fungsi yang sangat besar untuk kehidupan di wilayah pesisir dan laut. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kegiatan pembangunan di daerah tersebut perlu memperhatikan kondisi ekosistem, agar menjadi pembangunan yang ramah lingkungan. Ekosistem rawa gambut adalah berupa hutan rawa gambut, di hutan ini menghasilkan sagu berkualitas sangat baik dengan jumlah produksi yang besar, sehingga ditetapkan sebagai produk komoditi unggulan dan menjadi basis kegiatan ekonomi masyarakat setempat. Upaya pemanfatan lahan rawa gambut sebagai lahan pengembangan tanaman sagu yang cenderung semakin meningkat perlu mendapat perhatian secara serius, agar tidak merusak ekosistemnya yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerusakan terhadap lahan dan penurunan produktivitas tanaman sagu. 4.4 Penggunaan Lahan 4.4.1 Kawasan lindung Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan. Kawasan lindung yang ada antara lain:
22
a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya 1. Kawasan hutan lindung Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun di bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Kawasan tersebut meliputi kawasan lindung yang terletak di bagian selatan Kota Selatpanjang, yang saat ini masih berupa lahan hijau. 2. Kawasan bergambut Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama. Lahan gambut di Kota Selatpanjang terdapat di bagian selatan. b. Kawasan perlindungan setempat 1. Kawasan sempadan pantai Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Di Kota Selatpanjang terdapat pantai atau selat yang mengelilingi kota atau Pulau Tebingtinggi. Kawasan sempadan pantai berada di bagian utara Kota Selatpanjang. 2. Kawasan sempadan sungai Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai termasuk buatan/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Di Kota Selatpanjang terdapat beberapa sungai diantaranya Sei Suak, Sei Banglas, Sei Pangkat dan Sei Dorak. Pada kawasan sekitar sungai garis sempadan yang diberlakukan yaitu sekitar 50 meter dari tepi sungai sehingga pada daerah tersebut tidak diperbolehkan adanya bangunan. 3. Kawasan sekitar mata air Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mepertahankan kelestarian fungsi mata air. Sumber mata air khusus di Kota Selatpanjang meliputi kawasan di sekitar sungai yang terdapat di bagian selatan kota Selatpanjang. Mata air biasanya muncul pada bagian ujung ataupun muara sungai.
23
4.4.2 Kawasan budidaya Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. a. Permukiman Permukiman di Kota Selatpanjang belum tertata dengan maksimal, walaupun dari kondisi jalan eksisting sudah berpola grid, namun masih perlu penataan dan penertiban terhadap tata letak perumahan, agar lebih tertata dan terkendali. Permukiman tersebar tidak merata, kondisi permukiman lebih banyak di pusat kota yang bersatu dengan perdagangan dan jasa. Permukiman penduduk lebih banyak terkonsentrasi di bagian utara dan sebagian besar permukiman berlokasi di sisi sepanjang jaringan jalan dengan pola linier mengikuti jaringan jalan. Hanya terdapat beberapa lapis rumah pada jaringan jalan tertentu. Rumah yang berlokasi di pusat kota cenderung memiliki kondisi baik. Sebagian besar ketinggian rumah penduduk hanya satu lantai, sedangkan rumah dengan ketinggian dua lantai atau lebih masih jarang dan cenderung terdapat di pusat kota yang peruntukannya untuk toko dan atau rumah walet. Selain permukiman yang terdapat di bagian tengah/daratan, juga terdapat permukiman yang berlokasi di tepian sungai yang memiliki karakter tersendiri. Dilihat dari segi tata letak, permukiman di sepanjang tepian sungai kurang tertata dengan baik, sehingga menimbulkan kesan kumuh. Kondisi permukiman di sepanjang tepian sungai sebagian besar dengan konstruksi rumah terbuat dari kayu, dengan pola rumah panggung. Sebagian besar rumah penduduk yang berlokasi di sepanjang tepian sungai memiliki dermaga dan perahu pribadi. Terdapat beberapa ruas di tepian sungai memiliki kondisi cukup baik dengan penggunaan lahan bukan permukiman yaitu perdagangan dan dermaga, dengan kondisi bangunan permanen dengan perkerasan. b. Perdagangan dan jasa Kota Selatpanjang sebagai pusat perkembangan jasa perdagangan dan transportasi, ditunjang juga oleh tersedianya prasarana pelabuhan laut yang cukup memadai. Kota Selatpanjang sebagai kota perdagangan dan jasa terlihat jelas di pusat kota, dimana terdapat bangunan-bangunan lama berupa ruko-ruko di
24
sepanjang ruas jalan kota. Jenis perdagangan yang ada berupa perdagangan modern dan perdagangan tradisional. Perdagangan modern berbentuk bangunan ruko dan pertokoan yang berlokasi di sisi jalan pusat kota, sedangkan perdagangan tradisional berbentuk bangunan pasar basah. Lokasi perdagangan selain berada di tengah-tengah kota terdapat pula perdagangan yang berlokasi di tepian sungai, yang memiliki akses langsung terhadap dermaga sebagai sarana pemberhentian perahu dan akses pergerakan pengangkutan orang dan barang. c. Pemerintahan Kota Selatpanjang sebagai ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki kawasan pemerintahan yang berlokasi di sekitar Jalan Dorak. Selain kawasan pemerintahan tingkat kabupaten dan kecamatan juga terdapat fasilitas pemerintahan skala kelurahan yang terdiri dari kantor lurah, pos keamanan, pos pemadam kebakaran, dan kantor pos pembantu. Selain fasilitas pemerintahan skala kelurahan, di Kota Selatpanjang juga terdapat fasilitas pemerintahan lainnya, kantor pelayanan umum, dipo kebersihan, kosekta, koramil, pemadam kebakaran, KUA/BP7/Balai Nikah, dan gardu listrik. Fasilitas pemerintahan di Kota Selatpanjang mengikuti struktur pemerintahan sesuai standar yang digunakan, yaitu pemerintahan skala kabupaten dan skala kecamatan. d. Industri Industri yang terdapat di Kota Selatpanjang antara lain industri kecil berupa produksi sagu dan pemanfaatannya, serta proses pengolahan getah karet, sedangkan industri besar dan industri sedang tidak terdapat di Kota Selatpanjang. e. Ruang terbuka hijau Kondisi ruang terbuka hijau di Kota Selatpanjang masih belum tertata atau dikelola dengan baik. Kota Selatpanjang memiliki ruang terbuka hijau dalam bentuk lapangan yang lokasinya menyebar, keberadaan lapangan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berolahraga serta bersantai. Adapun lahan terbuka lainnya belum dimanfaatkan untuk Ruang Terbuka Hijau. f. Ruang terbuka non hijau Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah ruang yang secara fisik bukan berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun
25
permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu lainnya. Tipe-tipe RTNH yang ada di Kota Selatpanjang antara lain: 1. Lahan parkir 2. Pembatas. g. Sektor informal Di jalan utama Kota Selatpanjang lambat laun akan bermunculan berbagai kegiatan sektor informal yang lebih bernilai komersial, seperti pedagang kaki lima yang berlokasi di sepanjang jalan pusat kota, pangkalan ojeg di setiap pertigaan atau perempatan jalan. h. Fasilitas pelayanan umum 1. Fasilitas pendidikan Fasilitas pendidikan di Kota Selatpanjang masih belum menyebar secara merata pada jenjang SLTP, SMU maupun SMK, sedangkan fasilitas pendidikan di jenjang TK dan SD sudah menyebar merata melayani semua kelurahan. 2. Fasilitas kesehatan Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kota Selatpanjang dapat dikatakan masih minim, belum lengkap dan belum menyebar secara merata dimana terdapat kelurahan yang tidak dilayani oleh fasilitas kesehatan di tingkat puskesmas ataupun puskesmas pembantu, hanya dilayani oleh praktek dokter dan poliklinik. 3. Fasilitas peribadatan Keberadaan fasilitas peribadatan di suatu daerah akan sangat bergantung pada jumlah pemeluk agama di daerah tersebut. Mayoritas penduduk di Kota Selatpanjang adalah beragama Islam akan tetapi jumlah penduduk yang memeluk agama di luar Islam juga cukup banyak. 4. Fasilitas olahraga Fasilitas olah raga di Kota Selatpanjang umumnya dapat ditemukan hampir di setiap kelurahan/desa, diantaranya lapangan sepakbola, lapangan volley, lapangan badminton serta lapangan tenis. i. Transportasi 1. Transportasi darat Kota
Selatpanjang
sudah
dilayani
oleh
jaringan
jalan
guna
menghubungkan satu tempat ke tempat yang lain. Jaringan jalan sebagian besar
26
memiliki jenis perkerasan didominasi oleh perkerasan aspal dan beton. Selain itu terdapat pula beberapa ruas jalan dengan jenis perkerasan tanah. Masalah di Kota Selatpanjang terkait aspek transportasi antara lain: a. Kemacetan Kemacetan terjadi pada jam-jam tertentu khususnya pada jam pagi hari terjadi di ruas-ruas jalan tertentu, dimana semua kalangan melakukan aktivitas secara bersamaan. Selain pada ruas jalan tertentu, terjadi pula kemacetan di lokasi pasar, hal ini terjadi karena ruang yang dialokasikan untuk pasar tidak mencukupi atau menampung para pedagang,
sehingga
para pedagang
menjajakan
dagangannya di sisi jalan sepanjang lokasi pasar. Aktivitas ini menggunakan badan jalan, sehingga ruang untuk sirkulasi kendaraan terganggu dan kemacetan tidak dapat dihindari. b. Kurangnya kelengkapan aksesoris jalan Jaringan jalan yang ada sering kali tidak dilengkapi oleh aksesoris pelengkap jalan, yang bertujuan untuk keselamatan pengguna jalan baik kendaraan bermotor ataupun manusia, untuk kenyamanan, untuk keindahan. 2. Transportasi air Selain transportasi darat Kota Selat panjang dilayani oleh transportasi air, mengingat kondisi geografis Kota Selatpanjang dilalui oleh sungai. Guna memperlancar pergerakan, masyarakat tepi sungai memanfaatkan sarana transportasi penyeberangan baik orang maupun barang. Transportasi air (sungai/laut) di Kota Selatpanjang cukup berperan dalam pengangkutan barang dan penumpang untuk keluar masuk Kota Selatpanjang, terutama yang belum terjangkau prasarana jalan. Kelancaran sistem transportasi lewat sungai sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Pada musim kemarau umumnya debit dan tinggi permukaan air menurun, sehingga kapasitas sungai sebagai jalur transportasi menjadi menurun. j. Jaringan prasarana 1. Sistem jaringan air bersih Kebutuhan air bersih penduduk di Kota Selatpanjang dipenuhi dengan jaringan air minum kota maupun sumur-sumur dangkal dengan kedalaman permukaan air sekitar 70 cm. Peningkatan pelayanan sistem jaringan air minum
27
kota dilakukan dengan membangun instalasi pengolahan air bersih berikut pendistribusiannya melalui jaringan pipa air. Bila dilihat dari segi kesehatan, air tanah dangkal pada umumnya mempunyai kualitas yang kurang baik yaitu berwarna gambut dan asam. 2. Sistem pengelolaan air limbah Pengolahan air limbah di Kota Selatpanjang masih menggunakan sistem setempat (on-site), yakni melalui septic tank, baik septic tank individual maupun septic tank komunal. Selain itu, pada kawasan yang berbatasan langsung dengan saluran air (saluran drainase/sungai) masih banyak masyarakat yang menyalurkan air pembuangan limbahnya ke sungai secara langsung tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. 3. Sistem drainase Pada sektor jaringan drainase, Kota Selatpanjang memiliki beberapa saluran primer yang telah dibangun terutama di bagian kota lama. Saluran tersebut berupa saluran terbuka yang dialirkan menuju Selat Air Hitam. Selain itu, pada ruas jalan di Kota Selatpanjang pada umumnya memiliki saluran drainase di sepanjang jalan yang terletak pada bahu jalan baik salah satu sisi ataupun keduanya. Di beberapa ruas jalan, terutama di pusat kota sering terjadi genangan banjir. Genangan banjir dapat diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan juga kapasitas saluran drainase yang tidak dapat menampung debit air yang terlalu tinggi. 4. Sistem pengelolaan persampahan Jenis persampahan di Kota Selatpanjang berupa sampah rumah tangga, sampah komersial dan sampah jalan/institusi. Pola pembuangan sampah mengikuti tiga tahap yaitu pengumpulan sampah ke tong sampah, pengumpulan sampah dari tong sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS), pengangkutan sampah dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sistem penanggulangan sampah saat ini adalah Sanitary Landfill dan pembakaran oleh masyarakat. Di perumahan dan permukiman sudah disediakan bak sampah sebagai tempat pembuangan sementara untuk kemudian diangkut ke TPS dan kemudian ke TPA. Lokasi TPA terletak di pinggiran kota.
28
5. Sistem jaringan telekomunikasi Pada saat ini, pelayanan telekomunikasi di Kota Selatpanjang di kelola oleh PT. Telkom dan beberapa operator telepon atau provider seperti PT. Indosat, Telkomsel dan Satelindo. 6. Sistem jaringan listrik Pembangkit tenaga listrik yang mensupply daya listrik di Kota Selatpanjang berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dikelola PLN. Di Kota Selatpanjang masih terjadi pemadaman secara bergilir, hal ini terjadi karena kemampuan produksi listrik lebih kecil dari kebutuhan kota yang berkembang pesat,dengan berkembangnya pembangunan ruko serta fasilitas dan utilitas baru membuat kebutuhan listrik meningkat dan adanya kerusakan dari diesel genset yang terpasang. 4.5 Kedudukan Strategis Kota Selatpanjang Kota Selatpanjang mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena berada pada jalur pelayaran internasional, berbatasan dengan 2 negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura serta berbatasan dengan Batam, Bintan dan Karimun. Kota Selatpanjang juga merupakan penghubung antara Kota Dumai (154 km), Bengkalis (81 km), Muar (110 km), Batu Pahat (95 km), Johor Baru (128 km), Tanjung Pelepas (105 km), Singapura (117 km), Batam (106 km), Siak (76 km) dan Pekanbaru (150 km). Kota Selatpanjang mendatang akan lebih berkembang dengan dibukanya jalur Roro Tajung Padang, Roro Lukit, Roro Meranti Bunting, Roro Kampung Balak, Terminal tipe C, Pelabuhan Dorak dan Bandar Udara Perintis. Hal ini sesuai dengan misi pembangunan Kabupaten Kepulauan Meranti, yaitu mewujudkan Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai kawasan niaga dan investasi berskala regional yang maju, unggul dan berkelanjutan, didukung oleh sektor industri, maritim, pertambangan, perikanan dan pertanian.
29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kebijakan Pemerintah Kota Selatpanjang tentang Tata Ruang 5.1.1 Rencana pola ruang Kota Selatpanjang Rencana pola ruang di Kota Selatpanjang yang telah disusun dalam masterplan Kota Selatpanjang meliputi rencana kawasan lindung dan rencana kawasan budidaya. Luas rencana pola ruang di Kota Selatpanjang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Rencana pola ruang Kota Selatpanjang No. A. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Kawasan Luas (ha) % Kawasan Lindung Hutan Mangrove 203,54 4,48 Sempadan Pantai 117,91 2,59 Sempadan Sungai 61,02 1,34 Sempadan Danau 21,99 0,48 Situ/Danau Buatan 19,45 0,43 Total Kawasan Lindung 423,94 9,33 B. Kawasan Budidaya 1. Kawasan Non Terbangun a. Taman Kota 72,11 1,59 b. TPU 11,26 0,25 c. Pertanian, perkebunan dan peternakan 602,19 13,25 d. Perikanan 42,25 0,93 2. Kawasan Terbangun a. Permukiman 2.624,32 57,75 b. Perdagangan dan Jasa 300,67 6,62 c. Perkantoran 116,52 2,56 d. Industri dan Pergudangan 73,31 1,61 e. Pelabuhan 107,75 2,37 f. Pariwisata 143,66 3,16 g. Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial 25,97 0,57 Total Kawasan Budidaya 4.120,06 90,67 Total 4.544,00 100,00 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti. 2011. Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota dan Hutan Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau.
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa kawasan lindung di Kota Selatpanjang mencapai luasan 9,33% dari luas wilayah Kota Selatpanjang. Lokasi-lokasi tersebut jika ditetapkan menjadi hutan kota belum mencukupi luasan 10% bahkan kondisi sebenarnya dari lokasi-lokasi tersebut telah mengalami kerusakan vegetasi sehingga luasan kawasan hutan di Kota Selatpanjang perlu diperluas dengan penetapan sebagai hutan kota dan penanaman kembali.
30
Hutan mangrove merupakan kawasan lindung yang terluas. Karena hutan mangrove banyak dijumpai di sepanjang sungai dan pantai, maka letaknya tidak terpisah dengan hutan lindung sempadan sungai dan sempadan pantai itu sendiri. Bahkan hutan lindung sempadan sungai dan sempadan pantai dapat dimasukkan ke dalam kategori hutan mangrove itu sendiri. Dari kondisi di lapangan, ditemukan bahwa kondisi hutan mangrove sudah mengalami banyak gangguan. Hutan mangrove di Jalan Pemuda setia misalnya, hutan mangrove ini merupakan hutan sekunder yaitu bekas dilakukannya pembukaan lahan oleh masyarakat. Beberapa lokasi juga sengaja ditebang oleh masyarakat untuk diambil kayunya, kemudian ditanami bakau kembali. 5.1.2 Ruang terbuka hijau Ruang
Terbuka
Hijau
telah
direncanakan
dalam
RTRW
Kota
Selatpanjang. Dalam RTRW tersebut terdapat 20 lokasi Ruang Terbuka Hijau yang kepemilikan lahannya terdiri dari milik Negara (RTH publik) dan milik masyarakat (RTH privat). Lokasi hutan kota di Kota Selatpanjang dipilih dari lokasi Ruang Terbuka Hijau yang telah direncanakan. Pemilihan lokasi RTH di Kota Selatpanjang untuk dijadikan hutan kota dalam penelitian ini memperhatikan beberapa faktor pendukung diantaranya mencukupi luasan 10% dari luas kota, memenuhi fungsi dan manfaatnya sesuai Peraturan Perundang-undangan, dan memiliki bentuk dan tipe hutan kota sesuai Peraturan Perundang-undangan yang dalam hal ini digunakan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota. Lokasi-lokasi RTH yang akan dipilih menjadi hutan kota disajikan dalam Lampiran 4. Letak lokasi-lokasi tersebut disajikan dalam Gambar 2. 5.2 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Luasan Minimal Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002, dari 20 lokasi RTH (Lampiran 4) yang memenuhi kriteria untuk dibangun hutan kota adalah 18 lokasi dengan luas lebih dari 0,25 ha pada hamparan yang kompak (menyatu) agar dapat menciptakan iklim mikro dan berada pada tanah negara atau tanah hak. Lokasicalon hutan kota yang mencapai luasan lebih dari 0,25 ha tersebut disajikan dalam Tabel 6.
31
12 20 19
18
13 14
11
16
17
4
6
5
15 10
3 9
8
2
7
1
Keterangan Lokasi: 1 Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir 2 Perkebunan Karet 3 Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia 4 Rumah Adat Melayu 5 Stadion Dorak 6 Gedung Gerakan Pramuka 7 Tambak Milik Masyarakat 8 Tambak Milik Pemda 9 Lapangan bola Jalan Pelabuhan Sedulur 10 Lahan terbuka kosong Jalan Rintis 11 Perkebunan dan pertanian 12 Lapangan Bola Jalan Gelora 13 Tepi Jalan Dorak 14 Lapangan bola Jalan Rintis 15 Lapangan bola Gang Habib 16 Lapangan bola Jalan Pusara 17 Tempat Pemakaman Umum Jalan Pusara 18 Tempat Pemakaman Umum Jalan Kampung Baru 19 Kolam dan Taman Jl. Merdeka 20 Taman Cek Puan
Gambar 2 Letak lokasi-lokasi RTH Kota Selatpanjang sebagai calon hutan kota.
32
Tabel 6 Lokasi calon hutan kota berdasarkan luasan minimal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Lokasi Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir Perkebunan Karet Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia Rumah Adat Melayu Stadion Dorak Gedung Gerakan Pramuka Tambak Milik Masyarakat Tambak Milik Pemda Lapangan bola Jalan Pelabuhan Sedulur Lahan terbuka kosong Jalan Rintis Perkebunan dan pertanian Lapangan Bola Jalan Gelora Tepi Jalan Dorak Lapangan bola Jalan Rintis Lapangan bola Gang Habib Lapangan bola Jalan Pusara Tempat Pemakaman Umum Jalan Pusara Tempat Pemakaman Umum Jalan Kampung Baru
Luas 399,88 ha 533,60 ha 13,59 ha 6,60 ha 3,97 ha 0,65 ha 1,71 ha 1,91 ha 0.33 ha 0,66 ha 74,22 ha 1,89 ha 30 ha 1,21 ha 0,45 ha 0,68 ha 2,50 ha 6,48 ha
Kepemilikan Lahan Negara Masyarakat Negara dan Masyarakat Negara Negara Negara Masyarakat Negara Negara Negara Masyarakat Negara dan Masyarakat Negara Negara Negara Negara Negara Negara
5.3 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Status Kepemilikan dan Penggunaan Lahan Penentuan hutan kota dari lokasi-lokasi RTH harus mempertimbangkan status kepemilikan lahan yang nantinya berkaitan dengan ada atau tidaknya insentif yang perlu dibayarkan kepada pemilik lahan dalam penggunaannya sebagai hutan kota. Lokasi yang merupakan lahan milik masyarakat akan membutuhkan insentif setelah ditetapkan sebagai hutan kota. Insentif tersebut menjadi biaya tambahan dan beban tersendiri bagi pembangunan hutan kota. Untuk itu, penunjukan lokasi hutan kota diutamakan berada pada tanah Negara. Hutan kota pada tanah masyarakat juga memiliki resiko jangka panjang yang sulit diprediksi. Masyarakat cenderung meningkat kebutuhannya akan lahan. Hutan kota pada tanah masyarakat dikhawatirkan akan mengalami beberapa permasalahan seperti penjualan atau pewarisan lahan, pembuatan bangunan, dan sebagainya. Hal tersebut dikhawatirkan terjadi melihat kondisi ekonomi masyarakat Kota Selatpanjang yang masih menengah ke bawah, sehingga sedikit kemungkinannya terdapat masyarakat yang rela membangun hutan kota di lahannya sendiri. Lahan dengan fungsi ganda juga sebaiknya tidak dipilih menjadi lokasi hutan kota. Lahan berfungsi produksi seperti perkebunan, pertanian, tambak dan sebagainya dapat menimbulkan permasalahan jangka panjang jika fungsinya
33
digandakan menjadi hutan kota. Lahan produksi akan sering mengalami perubahan baik perubahan vegetasi, tanah, maupun topografi lahan karena perubahan akan dilakukan dalam rangka meningkatkan fungsi produksi atau untuk mengganti jenis komoditas yang dikembangkan. Perkebunan karet misalnya, dalam 20 tahun pohon karet sudah tidak dapat menghasilkan getah secara maksimal, maka harus diganti dengan pohon baru dengan cara menebang dan membersihkan lahan. Hutan kota dalam bentuk demikian tidak dapat berfungsi maksimal dalam menjaga iklim mikro dan menangkal polusi. Berdasarkan kriteria kepemilikan lahan dan penggunaan lahan (yang dapat dilihat pada Lampiran 4) maka dari 18 lokasi RTH diperoleh 14 lokasi yang tepat menurut kriteria tersebut. Lokasi-lokasi calon hutan kota tersebut disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Lokasi-lokasi calon hutan kota berdasarkan kepemilikan lahan dan penggunaan lahan No
Lokasi
1
Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir
2
Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia
3 4 5 6 7 8
Rumah Adat Melayu Stadion Dorak Gedung Gerakan Pramuka Lapangan bola Jalan Pelabuhan Sedulur Lahan terbuka kosong Jalan Rintis Lapangan Bola Jalan Gelora
9 10 11 12 13 14
Tepi Jalan Dorak dan Banglas Lapangan bola Jalan Rintis Lapangan bola Gang Habib Lapangan bola Jalan Pusara Tempat Pemakaman Umum Jalan Pusara Tempat Pemakaman Umum Jalan Kampung Baru
Kepemilikan Lahan Negara Negara dan Masyarakat Negara Negara Negara Negara Negara Negara dan Masyarakat Negara Negara Negara Negara Negara Negara
Penggunaan lahan Kawasan lindung: sempadan sungai Kawasan lindung: hutan mangrove Kawasan terbangun Sarana olahraga Kawasan terbangun Sarana olahraga (sepak bola) Sarana olahraga (bola voli) Sarana olahraga (sepak bola) Jalan utama Sarana olahraga (sepak bola) Sarana olahraga (sepak bola) Sarana olahraga (sepak bola) TPU TPU
5.4 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Fungsi dan Manfaat Hutan Kota Pertimbangan mengenai fungsi dan manfaat hutan kota di Kota Selatpanjang menjadi hal yang penting, karena banyaknya lokasi calon hutan kota yang harus dipilih dan ditetapkan untuk mempermudah pegelolaannya. Jumlah lokasi hutan kota yang dipilih hendaknya tidak terlalu banyak agar pengelolaan lebih mudah dilakukan dan tidak membebankan anggaran pemerintah. Dari 18
34
lokasi RTH atau calon hutan kota yang telah disebutkan sebelumnya, dapat dipilih beberapa lokasi untuk hutan kota berdasarkan fungsi dan manfaat yang mampu dipenuhinya. Lokasi yang memberikan fungsi dan manfaat hutan kota yang maksimal akan menjadi lokasi yang baik sebagai hutan kota. Selanjutnya lokasi lainnya akan tetap menjadi lokasi Ruang Terbuka Hijau yang memiliki berbagai manfaat dan fungsi tersendiri sesuai kriteria pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Lokasi hutan kota sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga harus diperhatikan kondisi dan potensinya. Lokasi hutan kota yang baik harus memiliki fungsi, manfaat, tipe dan bentuk hutan kota yang baik pula. Fungsi hutan kota harus mampu dipenuhi calon lokasi hutan kota agar penetapan hutan kota memiliki arti tersendiri, tidak hanya sekedar simbol atau hanya sekedar memenuhi formalitas kebutuhan hutan kota saja. Fungsi hutan kota seperti pengaturan iklim mikro harus dapat dipenuhi suatu calon lokasi hutan kota. Lokasi tersebut harus memiliki kondisi vegetasi yang rapat dan jenis vegetasi yang memiliki kemampuan untuk menyerap polutan dan menjaga kestabilan iklim mikro. Fungsi hutan kota sebagai penyerap air hanya dapat dipenuhi oleh hutan kota yang memiliki vegetasi pepohonan tertentu yang memiliki perakaran dalam dan mampu menyerap air pada musim penghujan. Fungsi keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, hanya dapat dipenuhi oleh hutan kota dengan jenis vegetasi yang memiliki nilai estetika dan vegetasi khas yang menjadi identitas, suatu lokasi atau daerah sehingga menyatu dengan kondisi sekitarnya. Fungsi keanekaragaman hayati hanya dapat dipenuhi oleh hutan kota yang mendukung hidup dan berkembangnya keanekaragaman hayati dari segala aspeknya, baik dari segi tanah, air, udara, vegetasi, suhu, kelembaban dan sebagainya yang kesemuanya itu harus seimbang sehingga mendukung kelestarian keanekaragaman hayati setempat. Manfaat dalam hal ini merupakan manfaat potensial jangka pendek yang dapat dinikmati oleh kota dan masyarakatnya. Fungsi dan manfaat hutan kota berdasarkan kondisi dan potensi lokasinya dapat dilihat dalam Lampiran 5. Berdasarkan tabel pada Lampiran 5, terlihat bahwa terdapat beberapa lokasi yang memiliki fungsi serta manfaat hutan kota yang lebih banyak dari lokasi lainnya. Dari fungsi dan manfaat hutan kota tersebut, lokasi calon hutan kota juga harus dipaduserasikan dengan kebutuhan Kota Selatpanjang berkaitan
35
dengan hutan kota. Hal tersebut dikarenakan hutan kota harus dapat memenuhi kebutuhan kota serta menjawab permasalahan kota disamping memiliki fungsi dan manfaat maksimal. 5.4.1 Berbagai permasalahan Kota Selatpanjang Berdasarkan hasil pengamatan dan kajian dari bahan pustaka, Kota Selatpanjang memiliki beberapa permasalahan yang dapat menjadi penyebab perlunya dibangun hutan kota, antara lain: a. Abrasi Abrasi yaitu terkikisnya daratan karena terpaan air laut. Abrasi disebabkan keadaan pesisir pantai yang tidak kuat menerpa gelombang air laut sehingga material daratan berupa tanah atau pasir terbawa air laut. Abrasi dapat mengurangi luas daratan dan membahayakan bangunan di tepi pantai. Bencana alam abrasi dapat mengakibatkan rusaknya sarana dan prasarana umum yang ada (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010b). Indikasi tingginya tingkat abrasi pantai di Kabupaten Kepulauan Meranti, disebabkan oleh tiga penyebab utama, yaitu (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010a): 1. Rusaknya ekosistem mangrove/tumbuhan pantai, 2. Besarnya energi gelombang Selat Malaka, 3. Karakteristik daratan pantai yang umumnya berupa gambut dan aluvial yang sangat rentan terhadap penggerusan oleh gelombang laut. b. Gangguan ekosistem mangrove Hutan mangrove yang ada di Kota Selatpanjang menempati luas 203,54 Ha (Dishut Kab. Kepuauan Meranti 2011). Hutan mangrove tersebut terletak di sepanjang Sungai Suir yang airnya bersifat payau. Meskipun status hutan mangrove ini adalah sebagai kawasan lindung, namun banyak kerusakan ditemui di hutan mangrove ini. Banyak masyarakat juga telah membuat kavling-kavling tanah dan ditanami kayu mangrove untuk dipanen kayunya di kemudian hari. Penyerobotan lahan ini tidak bisa dihindari karena kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap kelestarian hutan mangrove serta kondisi ekonomi masyarakat sekitar yang masih rendah. Pengambilan kayu bakau sering dilakukan masyarakat sekitar sebagai bahan baku membuat arang atau sebagai bahan
36
konstruksi bangunan atau tambak. Rusaknya ekosistem mangrove ini dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, memicu abrasi dan intruisi air laut, serta berkurangnya tangkapan ikan dan hasil laut lainnya. c. Banjir dan penggenangan air gambut Banjir dan genangan air gambut terjadi di Kota Selatpanjang. Genangan air gambut mengisi setiap saluran drainase di tepi jalan bahkan di halaman rumah penduduk. Masyarakat di pedesaan membangun rumah berbentuk panggung untuk mengatasi genangan ini. Lapangan bola dan pemakaman pun sering terrendam air gambut. Penyebab utama dari banjir dan genangan ini antara lain (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010b): 1) Topografi yang datar, sehingga aliran air relatif lambat. 2) Curah hujan cukup tinggi. 3) Kapasitas saluran drainase yang tidak memadai saat terjadi hujan deras. 4) Pasang surut air sungai. 5) Debit air sungai yang semakin besar karena aliran dari hulu sungai yang semakin banyak ketika hujan turun akibatrusaknya lingkungan di hulu sungai. 6) Sedimentasi sungai dan anak-anak sungai karena faktor alam maupun sampah. d. Polusi udara di sekitar PLTD Polusi udara menjadi masalah penting karena letak PLTD yang berdekatan dengan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Kegiatan belajar mengajar pasti akan terganggu dengan kebisingan dan asap dari pembangkit listrik tersebut. Kesehatan siswa juga akan terganggu dalam jangka panjang jika masalah tersebut tidak diatasi. Pembangunan hutan kota yang dapat mengurangi polusi udara dan meredam kebisingan akan membantu meringankan permasalahan tersebut dan memperlancar kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah tersebut. e. Belum adanya sarana rekreasi alam dan olahraga yang memadai Masyarakat Kota Selatpanjang membutuhkan sarana rekreasi melihat belum adanya lokasi rekreasi atau wisata alam. Lokasi tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat juga dapat menarik pengunjung dari luar kota dan menambah pendapatan daerah. Pemuda dan anak-anak sering
37
melakukan kegiatan olahraga sepakbola di lokasi lapangan yang sering tergenang air. Pembangunan stadion juga terbengkalai serta kondisi lapangan yang tergenang dan bangunannya roboh. Sarana olahraga yang baik perlu dibangun baik dalam bentuk lapangan olahraga atau hutan kota rekreasi dan olahraga. Pembangunan hutan kota yang dapat mengatasi penggenangan di berbagai sarana olahraga dapat membantu masyarakat yang ingin mengembangkan bakat serta membentuk atlit daerah yang potensial. f. Beberapa fasilitas umum dan area perkantoran masih dikelilingi semak belukar Estetika kota perlu dibangun untuk membangun kenyamanan dan keasrian kota. Kota yang indah dan tertata rapi juga memperkuat identitas kota. Kota Selatpanjang belum memiliki estetika kota yang baik. Beberapa bangunan publik masih dipenuhi semak belukar atau dibiarkan gersang dengan sedikit tanaman. Kondisi tersebut tidak hanya memperlemah aktivitas pemerintahan tetapi juga mengurangi produktivitas masyarakat karena kejenuhan dan ketidakteraturan bentuk kota. g. Tanaman pohon tepi jalan yang kurang terawat, bahkan banyak jalan belum ditanami pohon pelindung Tanaman pohon tepi jalan sangat penting untuk mengatasi polusi transportasi, mengurangi kebisingan transportasi dan melindungi pengendara dari terpaan angin, panas dan bahaya kecelakaan. Tanaman perdu dan kombinasi di sekitar jalan dapat memperkecil bahaya kecelakaan serta mengurangi jatuhnya korban. Tanaman tepi jalan di Kota Selatpanjang belum dikelola dengan baik terlihat dari banyaknya pepohonan tepi jalan yang tidak dirawat sehingga banyak tumbuh cabang dan pertumbuhannya yang bengkok. Pemilihan jenis tanaman juga tidak diperhatikan terlihat dari tidak teraturnya jenis tanaman yang ditanam seperti jati, trembesi, cemara, bahkan ketapang. Jenis pohon yang tidak tepat hanya akan merusak kontur jalan dan mengurangi estetika jalan. h. Masih banyaknya lahan kosong milik negara yang belum dimanfaatkan Lahan kosong milik Negara menjadi kesempatan yang baik untuk membangun Ruang Terbuka Hijau dan Hutan kota. Pada masa mendatang kebutuhan lahan untuk pembangunan akan sangat tinggi sehingga lahan harus dimanfaatkan sedini mungkin untuk kepentingan lingkungan sebelum terdesak
38
kepentingan pembangunan. Saat ini banyak lahan kosong milik pemerintah daerah yang tidak dimanfaatkan. Lahan-lahan tersebut hanya digunakan oleh masyarakat sebagai lapangan bola atau masih berupa semak belukar. Penyerobotan lahan juga dikhawatirkan terjadi jika pemanfaatan lahan tidak segera dilakukan oleh pemerintah. 5.4.2 Kebutuhan Kota Selatpanjang Berdasarkan
permasalahan-permasalahan
tersebut,
dapat
diketahui
kebutuhan Kota Selatpanjang akan hutan kota. Lokasi hutan kota nantinya diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan kota tersebut. Kebutuhan kota selatpanjang yaitu: a. Sarana dan lokasi untuk rekreasi (hutan kota rekreasi) Kota Selatpanjang belum memiliki sarana rekreasi yang dikembangkan khusus untuk rekreasi masyarakat. Sarana olahraga juga belum ditetapkan oleh pemerintah dan belum dibangun secara lengkap. Pembangunan salah satu stadion terbengkalai dan tidak dilanjutkan. Hal tersebut menyebabkan masyarakat kota selatpanjang sangat membutuhkan sarana rekreasi dan olahraga terlihat dari pemuda dan anak-anak yang melakukan lari pagi serta sepakbola setiap harinya. Lokasi yang cocok untuk dikembangkan sebagai sarana rekreasi yaitu Hutan mangrove Jalan Pemuda Setia. Lokasi yang dapat dibangun sebagai hutan kota sekaligus sarana olahraga yaitu Stadion Dorak, dan gedung gerakan pramuka. b. Kawasan pelestarian keanekaragaman hayati (hutan kota tipe pelestarian keanekaragaman hayati) Kota Selatpanjang memiliki beberapa satwa yang dapat dijumpai dengan mudah seperti elang bondol, biawak air, dan makaka. Kota Selatpanjang belum memiliki kawasan pelestarian plasma nutfah yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kawasan pelestarian plasma nutfah perlu dibangun di kota ini sebagai habitat bagi satwa-satwa dan tumbuhan agar keberadaannya tidak terganggu oleh aktivitas kota Selatpanjang. Hutan kota tipe pelestarian plasma nutfah juga dapat dijadikan sarana pendidikan dan penelitian. Kawasan yang cocok dijadikan kawasan hutan kota tipe pelestarian plasma nutfah yaitu Hutan mangrove sempadan sungai Suir dan lahan terbuka kosong Jalan Rintis. Hutan mangrove sempadan Sungai Suir sebagai tempat pelestarian satwa dan tumbuhan yang hidup
39
di ekosistem mangrove sedangkan lahan terbuka kosong Jalan Rintis digunakan sebagai pelestarian satwa dan tumbuhan yang hidup di ekosistem gambut, hutan dataran rendah maupun hutan pantai. c. Kawasan perlindungan di tepi pantai dan sungai (hutan kota tipe perlindungan) Kerusakan hutan bakau akan berlanjut pada berkurangnya hasil pencaharian penduduk di sektor perikanan. Bakau sebagai habitat berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan hewan laut lainnya menjadikan jenis habitat ini harus dijaga dengan baik agar kehidupan hewan laut tersebut terjaga. Masyarakat terkadang kurang menyadari pentingnya hutan bakau. Hutan bakau memberikan banyak keuntungan termasuk menjaga daratan dari gempuran abrasi air laut, mencegah intruisi air laut dan sebagai pelindung dari berbagai bencana seperti tsunami, angin kencang, badai, dan gelombang pasang. Selain itu, hutan bakau juga menambah estetika daerah pesisir dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. d. Penataan bangunan dan jalan sehingga estetika kota terbentuk dan menarik pengunjung (hutan kota tipe pemukiman dan pengamanan) Kota Selatpanjang memiliki beberapa ruas jalan utama. Jalan yang paling strategis untuk dibangun hutan kota bentuk jalur yaitu di tepi Jalan Dorak dan Banglas. Jalan tersebut merupakan jalan perkantoran dan menghubungkan lokasi pasar dengan pelabuhan baru yang akan dibangun. Jalan tersebut cocok untuk ditanami pepohonan yang memiliki nilai estetika dan menjadi ciri khas kota Selatpanjang. Jalan ini berpotensi dilewati pengunjung yang berkunjung ke kota Selatpanjang, karena terdapat perkantoran bupati dan kantor lembaga adat serta terhubung langsung ke pelabuhan sehingga hutan kota ini dapat menambah ketertarikan pengunjung untuk kembali berkunjung ke kota ini. Beberapa bangunan pemerintahan seperti kantor bupati dan rumah adat melayu masih terlihat dipenuhi semak belukar dan sebagian lainnya gersang. Kondisi tersebut kurang baik dari segi estetika bangunan. Perkantoran tersebut perlu ditanami berbagai jenis pepohonan selain untuk menambah estetika bangunan, dapat pula dijadikan sarana pelestarian plasma nutfah kota Selatpanjang melihat cukup luasnya lahan kosong di sekitar kantor bupati dan rumah adat melayu. Kota Selatpanjang memiliki lokasi pasar, perkantoran, dan
40
pemukiman yang relatif kurang padat dibandingkan kota-kota di sekitarnya seperti Pekanbaru, Dumai, atau Kota Siak. Kota Selatpanjang masih memiliki kondisi lingkungan yang belum terlalu tercemar meskipun ditemui beberapa kerusakan lingkungan. Permasalahan lingkungan yang dapat ditemui yaitu berupa pembuangan sampah sembarangan di beberapa tempat ekosistem mangrove. e. Penangkal polusi (hutan kota tipe industri) Asap pabrik dihasilkan oleh PLTD yang terdapat di Jalan Gelora untuk memenuhi kebutuhan listrik Kota Selatpanjang dan sekitarnya sehingga perlu dibangun hutan kota tipe kawasan industri di Lapangan Gelora. 5.5 Lokasi Hutan Kota dan Persentase Luasannya Berdasarkan kriteria-kriteria untuk menentukan lokasi hutan kota yang telah dipaparkan pada subbab-subbab sebelumnya, diperoleh 8 lokasi hutan kota yang telah memenuhi semua kriteria tersebut, yaitu memiliki luasan lebih dari 0,25 ha pada lahan yang kompak, diutamakan berada pada tanah Negara, lahan tidak memiliki fungsi ganda, memiliki fungsi dan manfaat yang maksimal, serta menjawab permasalahan dan kebutuhan kota Selatpanjang. Letak kedelapan lokasi tersebut disajikan dalam Gambar 4. Kedelapan lokasi tersebut yaitu: 1. Hutan mangrove sempadan Sungai Suir Lokasi hutan mangrove sepanjang Sungai Suir memiliki kondisi hutan mangrove yang terancam kelestariannya. Tumbuhan mangrove di lokasi ini didominasi oleh jenis Rhizopora sp. Penebangan kayu sering dilakukan oleh masyarakat tertentu yang memiliki kepentingan menebang kayu mangrove sebagai bahan bangunan, kayu bakar, bahan pembuatan arang dan untuk keperluan tambak. Pembukaan lahan mangrove sering ditemukan di lokasi tambak dan lahan milik masyarakat. Kerusakan hutan bakau tersebut perlu mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Penetapannya sebagai hutan kota akan memperkuat
status
hukum
kawasan
tersebut
dan
akan
lebih
terjaga
kelestariannnya. 2. Hutan mangrove Jalan Pemuda Setia Lokasi hutan mangrove di Jalan Pemuda Setia juga memiliki ekosistem mangrove yang juga didominasi Rhizopora sp. Sering ditemukan penebangan kayu bakau oleh masyarakat sekitar untuk kayu bakar maupun dijual sebagai
41
bahan baku arang. Di lokasi ini juga ditemukan pembibitan dan penanaman pohon di petak lahan milik masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk keperluan memanen kayu bakau ketika sudah dapat dipanen. Untuk keperluan ekologis, masyarakat sekitar memang kurang memperhatikannya karena kondisi ekonomi dan pendidikan yang masih rendah yang menyebabkan ketergantungan kehidupan mereka dari hasil hutan bakau dan perikanan. Lokasi ini juga dapat dijadikan sarana rekreasi bagi masyarakat Kota Selatpanjang tentunya dengan pembangunan dan penataan lokasi rekreasi tersebut agar menarik untuk dikunjungi. 3. Rumah adat melayu Lokasi rumah adat melayu sebagai lokasi penting yang menandai ciri khas budaya Kota Selatpanjang seharusnya didukung dengan taman-taman dan hutan kota yang memiliki nilai estetika. Saat ini kondisi rumah adat melayu tersebut dikelilingi oleh semak belukar dan terlihat panas. Pembangunan hutan kota di lokasi ini dengan vegetasi yang memiliki nilai estetika tertentu akan memberikan keindahan tersendiri bagi rumah adat melayu sehingga akan menarik wisatawan. 4. Stadion Dorak Stadion Dorak merupakan stadion olahraga yang terhenti proses pembangunannya. Lokasi ini diisi oleh puing-puing bangunan dan beton sisa pembangunan stadion. Lapangan stadion ditumbuhi rerumputan tinggi dan tergenang air gambut. Sekitar stadion hanya ditumbuhi semak belukar. Pemanfaatan lokasi ini untuk keperluan hutan kota akan memberikan banyak keuntungan terutama di bidang olahraga. Pembangunan hutan kota untuk sarana olahraga dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan masyarakat sebagai sarana menjaga kesehatan dan membangun kreatifitas. Lapangan yang telah ada ditimbun dengan pasir dan tanah. Di lokasi sekeliling lapangan ditanami pepohonan yang dapat menguapkan air dengan cepat sehingga mengurangi bahaya penggenangan lokasi olahraga. 5. Gedung Gerakan Pramuka Gedung Gerakan Pramuka saat ini hanya digunakan untuk mengadakan kegiatan kepramukaan siswa-siswa sekolah di kota Selatpanjang. Lokasi ini terlihat kurang terurus dan hanya digunakan ketika dilakukan acara-acara besar. Lokasi ini dapat dikembangkan lebih jauh dengan pembangunan hutan kota agar
42
lebih hijau dan menciptakan iklim mikro bagi lokasi sekitarnya. Selain itu adanya hutan kota akan mendorong pemuda untuk melakukan berbagai kegiatan di lokasi ini dan menarik bagi dikunjungi. 6. Lahan terbuka kosong Jalan Rintis Lokasi untuk pelestarian plasma nutfah perlu dibangun untuk keperluan pelestarian alam. Lahan kosong Jalan Rintis merupakan tanah milik Negara yang belum digunakan secara efektif. Lokasi ini ditumbuhi semak belukar dan memiliki struktur tanah yang kering. Lokasi ini cocok digunakan untuk pelestarian plasma nutfah tipe ekosistem hutan dataran rendah. Hutan kota tersebut berbentuk arboretum yang nantinya dapat digunakan untuk keperluan pendidikan dan penelitian. 7. Lapangan Gelora Lokasi lapangan Gelora merupakan lokasi yang terletak bersebelahan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Polusi yang disebabkan pembangkit listrik ini perlu mendapat perhatian dan perlu diatasi. Lapangan Gelora juga berdekatan dengan sarana sekolah dan sering digunakan untuk kegiatan olahraga. Hal tersebut menjadikan lokasi ini kurang sehat untuk dijadikan sebagai sarana olahraga. Letaknya yang berdekatan dengan sarana pendidikan menyebabkan perlu dibangunnya hutan kota di Lapangan Gelora untuk mengurangi polusi udara yang dihasilkan pembangkit listrik agar kegiatan pendidikan dan kehidupan masyarakat sekitar tidak terganggu. Pihak PLN perlu diikutsertakan dalam pembangunan hutan kota di Lapangan Gelora agar pengelolaanya memudahkan pemerintah dan lebih maksimal. 8. Tepi Jalan Dorak dan Banglas Jalan Dorak dan Banglas merupakan jalan yang penting bagi Kota Selatpanjang.
Jalan Banglas
menghubungkan pusat
ekonomi ke pusat
pemerintahan. Penanaman pepohonan telah dilakukan di sepanjang Jalan Dorak yaitu berupa penanaman mahoni, trembesi, cemara laut, jati, dan tanjung. Namun demikian, tanaman tersebut tidak tertata dengan rapi dan tidak terlihat adanya pemeliharaan tanaman. Pembangunan hutan kota bentuk jalur di sepanjang Jalan Banglas, Jalan Dorak dan Jalan lain di sekitarnya dapat menambah keindahan kota serta mengurangi polusi yang disebabkan oleh transportasi. Luasan hutan kota
43
yang dapat dibangun di sepanjang Jalan Banglas, Jalan Dorak dan Jalan lainnya dihitung dari lebar kanan kiri jalan yang dapat ditanami pohon yaitu 2x5 meter dan panjang jalan yaitu 30 Km. Menurut PP No. 63 tahun 2002, Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang ditumbuhi pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Menurut ketentuan ini luasan hutan kota minimal 10% dari luas total kota. Sampai saat ini Kota Selatpanjang belum memiliki hutan kota yang telah dikukuhkan (ditetapkan) oleh Bupati atau Walikota. Untuk itu, perlu dilaksanakannya pengukuhan dan penetapan kawasan yang berfungsi sebagai kawasan hutan kota. Delapan lokasi hutan kota yang telah memenuhi fungsi dan manfaatnya secara maksimal seperti yang telah disebutkan sebelumnya memiliki luasan yang diharapkan dapat mencapai 10% dari luas wilayah Kota Selatpanjang. Pencapaian luasan 10% tersebut bukan hanya untuk memenuhi kriteria dari Peraturan Perundang-undangan, tetapi juga agar luasan hutan kota tersebut sesuai dengan kebutuhan Kota Selatpanjang terhadap hutan kota dan lokasi hijau. Kota Selatpanjang belum memiliki industri yang berkembang pesat, juga belum dipenuhi oleh penduduk yang padat. Oleh karena itu, luasan 10% ini cukup untuk memenuhi kebutuhan hutan kota dan untuk menunjang berbagai kegiatan masyarakat Kota Selatpanjang. Tabel 8 menyajikan luasan hutan kota dan persentase luasannya dari luas Wilayah Kota Selatpanjang. Tabel 8 Luasan hutan kota dan persentasenya dari luas wilayah Kota Selatpanjang No 1 2 3 4 5 6 7 8
Lokasi Luas* Persentase Luasan (%) Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir 399,88 ha 8.80 Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia 13,59 ha 0.30 Rumah Adat Melayu 6,60 ha 0.15 Stadion Dorak 3,97 ha 0.09 Gedung Gerakan Pramuka 0,65 ha 0.01 Lahan Terbuka Kosong Jalan Rintis 0,66 ha 0.01 Lapangan bola Jalan Gelora 1,89 ha 0.04 Tepi Jalan Dorak dan Banglas 30,0 ha 0,66 Jumlah 457,24 ha 10,06 * Luasan ini merupakan hasil perhitungan GPS Navigasi dan perkiraan batas bidang tanah oleh masyarakat. Untuk luas sepanjang Jalan Dorak dan Banglas dihitung dari lebar kanan kiri jalan dikalikan panjang jalan tersebut.
44
Keterangan Lokasi:
7
8
3
5
4 6
2
1
Gambar 3 Letak lokasi-lokasi Hutan Kota Selatpanjang.
1 Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir 2 Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia 3 Rumah Adat Melayu 4 Stadion Dorak 5 Gedung Gerakan Pramuka 6 Lahan Terbuka Kosong Jalan Rintis 7 Lapangan Gelora 8 Tepi Jalan Dorak dan Banglas
45
Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa jumlah luasan hutan kota mencapai 457,24 ha atau setara dengan 10,06 % dari luas wilayah Kota Selatpanjang. Luasan tersebut telah mencapai kriteria PP Nomor 63 Tahun 2002 yaitu luas hutan kota seluas minimal 10% dari luas wilayah kota. Luasan hutan kota 10% tersebut bukan merupakan luasan ideal bagi suatu kota, namun untuk Kota Selatpanjang luasan tersebut telah cukup untuk memenuhi kota akan kebutuhan hutannya. 5.6 Tipe dan Bentuk Hutan Kota Selatpanjang Menurut Hermawan dkk. (2008), penentuan tipe dan bentuk hutan kota disusun dengan mempertimbangkan kondisi biofisik kawasan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, kondisi sarana dan prasarana, kepentingan serta kebutuhan pengembangan wilayah secara umum pada masa yang akan datang. Menurut Fakultas Kehutanan IPB (1987), tipe hutan kota ditentukan berdasarkan pada obyek yang dilindungi, hasil yang ingin dicapai dari obyek tersebut, atau lokasi yang dibuat untuk tujuan tertentu. Pertimbangan kondisi biofisik, kondisi sosial ekonomi masyarakat, kondisi sarana dan prasarana, kepentingan serta kebutuhan pengembangan wilayah secara umum pada masa yang akan datang terangkum dalam kolom tabel kondisi dan potensi lokasi. Tipe dan bentuk hutan kota dari lokasi yang telah direkomendasikan disajikan dalam Tabel 9. Tipe hutan kota pada tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing lokasi. Delapan lokasi hutan kota tersebut memiliki tipe yang beragam yang mencakup semua kebutuhan kota Selatpanjang sehingga hutan kota benar-benar memberikan manfaat yang maksimal. Bentuk hutan kota tersebut juga sesuai dengan bentuk lahan. Bentuk mengelompok diterapkan pada lokasi yang berupa lahan kompak dengan luas minimal 0,25 ha. Bentuk jalur diterapkan di lokasi sepanjang sungai dan sepanjang Jalan raya.
46
Tabel 9 Tipe dan bentuk hutan kota berdasarkan kondisi dan potensi dari lokasi yang telah direkomendasikan sebagai hutan kota No
Lokasi
1
Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir
2
Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia
3
Rumah Adat Melayu
4
Stadion Dorak
5
Gedung Gerakan Pramuka Lahan terbuka kosong Jalan Rintis Lapangan Bola Jalan Gelora
6
7
8
Tepi Jalan Dorak dan Banglas
Kondisi dan Potensi lokasi
Tipe hutan kota
Vegetasi hutan mangrove yang rapat dan memanjang sepanjang sungai Habitat bagi berbagai ikan dan udang Rentan terkena abrasi air laut sungai suir Rawan penebangan dan konversi lahan Vegetasi hutan mangrove yang rapat dan mengelompok Habitat bagi berbagai ikan dan udang Rawan pencurian kayu dan konversi lahan Lokasi berada di lahan rumah adat dan berupa semak belukar Tutupan lahan yang terbuka sehingga terkesan panas dan gersang
Tipe pelestarian plasma nutfah Tipe perlindungan Tipe pengamanan
Bentuk hutan kota Jalur
Tipe rekreasi Tipe pelestarian plasma nutfah Tipe pengamanan
Mengelompok
Tipe kawasan permukiman
Mengelompok
Berpotensi sebagai sarana olahraga bagi masyarakat Tanah tergenang air gambut Terdapat puing bekas stadion Terletak di area pusat kegiatan kepramukaan
Tipe rekreasi Tipe perlindungan
Mengelompok
Tipe rekreasi
Mengelompok
Terletak di tepi jalan Rintis
Tipe pengamanan
Mengelompok
Letaknya bersebelahan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang meyebabkan polusi udara Posisi lokasi dekat dengan pusat perdagangan kota Lokasi terletak di depan Sekolah Digunakan sebagai sarana bermain bola Sudah ada penanaman pohon di sepanjang jalan Merupakan jalan utama yang terdapat pusat perkantoran
Tipe kawasan industri Tipe rekreasi Tipe perlindungan
Mengelompok
Tipe pengamanan
Jalur
47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan pertimbangan luasan, kepemilikan lahan, penggunaan lahan, fungsi dan manfaat hutan kota, permasalahan dan kebutuhan kota Selatpanjang, serta tipe dan bentuk hutan kota diperoleh 8 lokasi hutan kota yang telah memenuhi luasan minimal yaitu sebesar 10% dari luas kota. 2. Fungsi yang dapat dipenuhi hutan kota Selatpanjang mencakup fungsi memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Manfaat yang dapat dipenuhi hutan kota Selatpanjang meliputi pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga, penelitian dan pengembangan, pendidikan, pelestarian plasma nutfah, dan budidaya hasil hutan bukan kayu. 3. Tipe hutan kota di Kota Selatpanjang mencakup tipe pelestarian plasma nutfah, tipe perlindungan, tipe pengamanan, tipe rekreasi, tipe kawasan permukiman, dan tipe kawasan industri. Bentuk hutan kotanya terdiri dari bentuk mengelompok dan jalur. 6.2 Saran 1. Hasil dari penelitian ini hendaknya dapat dijadikan bahan acuan dan pertimbangan oleh pemerintah setempat dalam pembangunan hutan kota Selatpanjang 2. Pembangunan hutan kota dan RTH harus dilakukan sesegera mungkin agar permasalahan kota tidak semakin parah dan lahan negara tidak disalahgunakan
48
DAFTAR PUSTAKA [Bappeda Kab. Kepulauan Meranti] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti 2011-2031. Selatpanjang: Bappeda Kab. Kepulauan Meranti. [Bappeda Kab. Kepulauan Meranti] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dan PT. Duta Consultant Engineering. 2010. Laporan Final Pekerjaan Penyusunan Masterplan Kota Selatpanjang. Pekanbaru: Bappeda Kab. Kepulauan Meranti dan PT. Duta Consultant Engineering. Booth KN. 1979. Basic Element of Landscape Architectural Design. Ohio: Departmen of Lanscape Architecture, The Ohio State University. [BPS Kab. Bengkalis] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis. 2010. Kecamatan Tebing Tinggi dalam Angka. Selatpanjang: Bappeda Kab. Kepulauan Meranti dan BPS Kab. Bengkalis. [BPS Kab. Bengkalis] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis. 2010. Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2010. Selatpanjang: Bappeda Kab. Kepulauan Meranti dan BPS Kab. Bengkalis. Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press. [Dishut Kab. Kepulauan Meranti] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti. 2011. Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota dan Hutan Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Riau: Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Irwan ZD. 2007. Fungsi Taman Hutan Kota. http://researchengines.com/0707 zoeraini.html. [19 Januari 2012]. [Fak. Ilmu Komputer UI] Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi /kbbi.php?keyword=rencana&varbidang=all&vardialek=all&varragam=a ll&varkelas=all&submit=kamus. [21 Januari 2012] Hermawan R, Kosmaryandi N, dan Ontarjo J. 2008. Kajian Tipe dan Bentuk Hutan Kota Kawasan Danau Raja Kota Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau (Study on Type and Shape of Urban Forest in Danau Raja Area, Rengat City, Indragiri Hulu Regency, Riau Province). Media Konservasi 13(2): 71 – 78.
49
Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia. [Pemkab Kepulauan Meranti] Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. 2011. Peta Administratif. http://www.merantikab.go.id/peta-administratif.html. [19 Januari 2012]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.71/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1 Peta posisi strategis Kota Selatpanjang diantara jalur perdagangan internasional
Sumber: Bappeda Kab. Kepulauan Meranti. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti 2011-2013
52
Lampiran 2 Jadwal kegiatan penelitian Kegiatan Perjalanan menuju Kota Selatpanjang Survey pendahuluan lokasi Kota Selatpanjang Wawancara sosek dengan masyarakat sekitar serta penandaan lokasi dengan GPS. Wawancara dengan pihak Bappeda. Analisis vegetasi hutan mangrove dan pengumpulan data dari Bappeda. Survey kawasan tambak menyusuri Sungai Suir. Pengambilan sampel air dan pengambilan foto pohon yang ditanam di tepi jalan dorak dan alahair. Survey pekarangan rumah masyarakat yang memungkinkan untuk ditanam tanaman pohon di jalan rintis dan alahair. Survey jenis pohon yang tumbuh di Hutan atau pemukiman di Kecamatan Tebing Tinggi Barat Perjalanan pulang
Tanggal (Desember 2011) 4
5
6
7
8
9
10
53
Lampiran 3 Peta wilayah administrasi Kota Selatpanjang
Sumber: Bappeda Kab. Kepulauan Meranti. 2010. Laporan Final Pekerjaan Penyusunan Masterplan Kota Selatpanjang.
54
Lampiran 4 Deskripsi ruang terbuka hijau Kota Selatpanjang Desa/Kelurahan No Desa Banglas, Banglas Barat, Sesap
Banglas, Banglas Barat, Alah Air, Alah Air Timur, Sesap
Lokasi
1 Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir
2 Perkebunan Karet
3 Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia
Kepemilikan Penggunaan Lahan lahan
Letak
Luas*
Jl. Pelabuhan Suak Banglas, Jl. Pelabuhan Sedulur, Jl. Pelabuhan Rintis. Sungai: Dora, Pengkat, Banglas, Suak, Lampan, Rintis, Tambun, Niur. Desa: Banglas, Banglas Barat, Sesap
399,8 8 Ha
Jl. Rintis Laut, Jl. Makai Sungai: Rintis, Niur, Temaran, Sesap Desa: Banglas Barat, Sesap Jl. Pemuda Setia Sungai: Banglas Desa Banglas
533,6 Masyarakat 0 Ha
Negara
Kawasan lindung: sempadan sungai
Kondisi Fisik
13,59 Negara dan Ha Masyarakat
Kawasan budidaya: perkebunan
Kawasan lindung: hutan mangrove
Banglas
Kondisi Biologis
Tanah berupa tanah endapan dan rawan terkena abrasi Aliran air Sungai Suir yang tenang tetapi volume air besar Sangat dipengaruhi pasang surut air laut Tanah telah diolah menjadi lahan pertanian hortikultura
Tanah gambut Dalam 1 tahun tergenang selama 4 kali selama beberapa jam akibat pasang laut Sering terjadi banjir
Kondisi hutan bakau yang mulai habis Populasi ikan dan udang berkurang Penangkapan hasil perikanan menggunakan zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan Vegetasi: Kayu putih Kue Napal Jambu mete Nipah Buah Tematu Pisang Serawak Mangga Sawo Kedondong Kundang Jambu biji, Jambu air Delima Pedada Sagu Pakel Randu Kelapa Rhizhophora
Kondisi Masyarakat
Infrastruktur dan Aksesibilitas
Vegetasi Rhizopora sp. Sonneratia sp. Buta-buta Kondisi hutan mangrove telah banyak yang rusak akibat penebangan Dijumpai satwa burung elang bondol, biawak, kuntul, dan koak malam
Kegiatan utama masyarakat adalah nelayan, pertanian
Merupakan wilayah pinggiran kota Hanya terdapat jalan pada akses menuju pelabuhan dan tambak.
Kegiatan utama masyarakat adalah dalam bidang perkebunan
Jalan raya aspal dan beberapa gang dilapisi jalan beton Merupakan wilayah pinggiran kota
Nelayan, buruh bangunan, penebang sagu Masyarakat Melayu Agama Islam Pendapatan dan pendidikan rendah Penyakit : ispa, asma, diare Kesadaran lingkungan masyarakat tinggi Pembibitan dan penanaman bakau secara swadaya oleh masyarakat Masyarakat 20% bekerja menebang mangrove Pendapatan masyarakat yang diperoleh dari penangkapan ikan, udang, rama-rama dan kayu bakau kurang mencukupi karena dihargai dengan sangat murah oleh tengkulak
Jalan beton 2 m, sudah berlubang dibeberapa ruas Listrik jarang mati Air bersih berasal dari air hujan yang ditampung oleh masing-masing rumah Lokasi strategis ditepi Sungai Suir dan tidak tidak begitu jauh dari pusat kota
Vegetasi Tanjung Ketapang Sawo kecik Terdapat kebun karet
55 Lampiran 4 Deskripsi ruang terbuka hijau Kota Selatpanjang (Lanjutan) Desa/Kelurahan No
Lokasi
Letak
Luas*
Kepemilikan Penggunaan Lahan lahan
Kondisi Fisik
4 Rumah Adat Melayu
Jl. Dorak, Jl. SMA 3, Desa Banglas
6,60 Ha
Negara
Kawasan terbangun
5 Stadion Dorak
Jl. Pramuka, Desa Banglas
3,97 Ha
Negara
Sarana olahraga
Banglas
6 Gedung Gerakan Pramuka
Jl. Pramuka, Desa Banglas
7 Tambak Milik Masyarakat
Jl. Pelabuhan Sedulur, Desa Banglas Barat
1,71 Masyarakat Ha
Kawasan budidaya: Tambak
8 Tambak Milik Pemda
Jl. Pelabuhan Sedulur, Desa Banglas Barat
1,91 Ha
Negara
Kawasan budidaya: Tambak
9 Lapangan bola Jalan Pelabuhan Sedulur
Jl. Pelabuhan Sedulur, Desa Banglas Barat
0.33 Ha
Negara
Banglas barat
0,65 Ha
Negara
Kawasan terbangun
Sarana olahraga (sepak bola)
Drainase baik Suhu di siang hari panas, karena hanya ditumbuhi semak belukar dan beberapa anakan akasia serta pepohonan lain Tanah gambut Terdapat bekas bangunan stadion Kondisi bangunan rusak dengan tiang pondasi yang turun (subsidence) Tanah banyak tergenang diluar maupun didalam stadion Kondisi drainase lebih baik Terdapat gedung pramuka dan lahan yang cukup luas
Berbentuk tambak dengan irigasi di sekitarnya Tanah alluvial Berbentuk tambak dengan irigasi di sekitarnya Tanah alluvial Tergenang air gambut
Kondisi Biologis
Kondisi Masyarakat
Infrastruktur dan Aksesibilitas
Kondisi sosial ekonomi masyarakat lebih baik karena dekat wilayah perkantoran
Infrastruktur baik dengan jalan beton Dorak yang halus Lebih dekat ke pusat kota dengan akses jalan yang lebih baik dan pilihan lebih banyak
Ditumbuhi ilalang, semak belukar Vegetasi Sirsak Nangka Cermai Kelapa Mangga Durian
Buruh bangunan, penebang sagu Masyarakat Melayu Agama Islam Pendapatan dan pendidikan rendah Kesadaran lingkungan masyarakat tinggi
Jalan beton 2 m, sudah berlubang dibeberapa ruas Listrik jarang mati Air bersih berasal dari air hujan yang ditampung oleh masing-masing rumah
Permukiman disekitar lokasi hampir tidak ada
Akses dari kota lebih dekat Jalan beton lebar 2 m
Vegetasi Akasia Pisang Pinang Jati Mahoni Sebagian semak belukar
Vegetasi Pinang Ketapang Kelapa Pedada Mangga Nangka Jati Akasia Tanjung Laban Bunga sepatu Bambu Vegetasi Ceriops tagal Rhizopora sp.
Merupakan sumber eknomi Akses jalan cukup bagi masyarakat sekitar sempit merupakan pinggiran Sungai Suir
Vegetasi Ceriops tagal Rhizopora sp.
Merupakan sumber eknomi Akses jalan cukup bagi pemda dan sempit merupakan masyarakat sekitar pinggiran Sungai Suir
Rumput lapangan dan ilalang
Kondisi sosial ekonomi perdesaan dengan kemampuan menengah ke bawah
Akses jalan relatif sempit
56 Lampiran 4 Deskripsi ruang terbuka hijau Kota Selatpanjang (Lanjutan) Desa/Kelurahan No
Banglas barat
Lokasi
Letak
10 Lahan terbuka kosong Jalan Rintis 11 Perkebunan dan pertanian
Jl. Rintis, Desa Banglas Barat
12 Lapangan Bola Jalan Gelora 13 Kolam dan Taman
Luas* 0,66 Ha
Kepemilikan Penggunaan Lahan lahan Negara
Sarana olahraga (bola voli)
Kondisi Fisik
14 Taman Cek Puan
15 Tepi Jalan Dorak dan Banglas
Lapangan bola voli
Ditumbuhi semak belukar dan rerumputan
Masyarakat sekitar berdagang dan berkebun
Terletak di ruas Jalan rintis yang merupakan jalan raya beraspal
Kegiatan utama masyarakat adalah dalam bidang perkebunan dan pertanian
Jalan raya aspal dan beberapa gang dilapisi jalan beton Merupakan wilayah pinggiran kota
Kondisi sosial ekonomi mencerminkan wilayah perkotaan
Sangat dekat dengan pusat perdagangan dan jasa kota
Lahan sedikit bergambut Jauh dari pantai, ekosistem hutan dataran rendah
Jl. Gelora, Kelurahan Selatpanjang Kota
1,89 Negara dan Ha Masyarakat
Sarana olahraga (sepak bola)
Rumput lapangan dan semak belukar
Jl. Merdeka, Kelurahan Selatpanjang Kota Jl. Merdeka, Kelurahan Selatpanjang Kota
0,14 Ha
Negara
Taman kota
Tanah keras dan kering Bersebelahan dengan PLTD Kolam dan Taman
Beberapa pepohonan dan Masyarakat merupakan tanaman bunga kelas menengah ke atas
Berada di pusat kota
0,19 Ha
Negara
Taman kota
Taman kota
Beberapa pepohonan dan Masyarakat merupakan tanaman bunga kelas menengah ke atas
Akses mudah, dekat pusat kota
Jl.Dorak, Desa Selatpanjang Timur
±30 Ha
Negara
Jalan utama
Berupa tanah berkerikil hasil pengerasan jalan Terdapat drainase jalan yang dipenuhi air gambut Lebar kanan kiri jalan yaitu 2 x 5 m, panjang jalan ± 30 Km
Berada di jalan utama Kota Selatpanjang dan wilayah perkantoran pemerintah
Selatpanjang Timur
Selatpanjang Selatan
Infrastruktur dan Aksesibilitas
Kawasan budidaya: perkebunan
16 Lapangan bola Jalan Rintis
Kondisi Masyarakat
74,22 Masyarakat Ha
Jl. Kasmin, Jl Mattaher Desa Alah Air
Alah Air
Selatpanjang Kota
Kondisi Biologis
Jl. Rintis, Kelurahan Selatpanjang Selatan
1,21 Ha
Negara
Sarana olahraga (sepak bola)
Tergenang air pada musim hujan
Vegetasi Tanjung Ketapang Sawo kecik Terdapat kebun karet dan pertanian nanas
Vegetasi Mahoni daun lebar Mahoni daun kecil Angsana Trembesi Jati Bintaro Keluwih Cemara laut Pepaya Jambu air Kedondong Waru Kenanga Dibagian tepi jalan berupa Kondisi sosial ekonomi semak belukar masyarakat lebih baik karena dekat wilayah Vegetasi perkantoran Kelapa Akasia Pisang Pinang Singkong Mengkudu Jati
Infrastruktur baik dengan jalan beton Lebih dekat ke pusat kota dengan akses jalan yang lebih baik
57 Lampiran 4 Deskripsi ruang terbuka hijau Kota Selatpanjang (Lanjutan) Desa/Kelurahan No
Selatpanjang Selatan
Lokasi
Letak
Luas*
Kepemilikan Penggunaan Lahan lahan
Kondisi Fisik
Sarana olahraga (sepak bola) Sarana olahraga (sepak bola)
17 Lapangan bola Gang Habib 18 Lapangan bola Jalan Pusara
Jl. Gang Habib, Kelurahan Selatpanjang Selatan Jl. Pusara, Kelurahan Selatpanjang Selatan
0,45 Ha
Negara
0,68 Ha
Negara
19 Tempat Pemakaman Umum Jalan Pusara 20 Tempat Pemakaman Umum Jalan Kampung Baru
Jl. Pusara, Kelurahan Selatpanjang Selatan
2,50 Ha
Negara
TPU
Pemakaman sering tergenang air gambut
Jl. Kampung Baru, Kelurahan Selatpanjang Selatan
6,48 Ha
Negara
TPU
Pemakaman Cina bersebelahan dengan Kuburan Melayu
Jumlah luas
Beberapa titik tergenang air gambut Tanah bergambut
Kondisi Biologis
Kondisi Masyarakat
Infrastruktur dan Aksesibilitas
Rumput
Akses jalan dengan sepeda motor
Vegetasi Kelapa, Akasia, Mangium, Pinang, Jati, Mengkudu Tidak ada vegetasi (sedikit rerumputan dan tumbuhan bunga)
Akses jalan dapat melalui Jalan Banglas maupun Jalan Rintis
Infrastruktur baik Lebih dekat ke pusat kota
Vegetasi Bluntas, Paku laut, Keladi/Talas, Putri malu, Kelapa, Angsana , Bunga kupu-kupu, Trembesi
Infrastruktur baik Lebih dekat ke pusat kota
1.050,65 Ha (23,12% dari luas kota)
* Luasan ini merupakan hasil perhitungan GPS Navigasi dan perkiraan batas bidang tanah oleh masyarakat Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti. 2011. Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota dan Hutan Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau.
58 58 Lampiran 5 Fungsi dan manfaat hutan kota berdasarkan potensi lokasinya No
Lokasi
Kondisi dan Potensi lokasi
Fungsi hutan kota
Manfaat hutan kota
1
Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir
Vegetasi hutan mangrove yang rapat Sebagai hutan yang melindungi air sepanjang sungai suir Habitat bagi berbagai ikan dan udang Rentan terkena abrasi air laut sungai suir Rawan penebangan dan konversi lahan
Pelestarian plasma nutfah Penelitian dan pengembangan Pariwisata alam dan rekreasi (wisata mangrove)
2
Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia
3
Rumah Adat Melayu
4
Stadion Dorak
Vegetasi hutan mangrove yang rapat Habitat bagi berbagai ikan dan udang Rawan pencurian kayu dan konversi lahan Kondisi ekonomi masyarakat sekitar masih rendah Dekat dengan sekolah dan perkantoran Terletak di area perkantoran Kondisi lahan yang terbuka sehingga terkesan panas dan gersang Terletak di Jalan Dorak yang merupakan salah satu jalan utama Berpotensi sebagai sarana olahraga bagi masyarakat Tanah tergenang air gambut Terdapat puing bekas stadion
Fungsi pengawetan (pelestarian mangrove dan kehidupannya) Fungsi estetika (memperindah pemandangan Sungai Suir Fungsi perlindungan (melindungi dari abrasi, membentuk daratan) Fungsi produksi (ikan, udang, dll) Fungsi lain: Pendidikan dan penelitian, penunjang rekreasi dan pariwisata Fungsi pengawetan (pelestarian hutan mangrove dan kehidupannya) Fungsi perlindungan (mengatasi intrusi air laut, mengamankan sungai) Fungsi produksi (ikan, udang, dan sagu) Fungsi lainnya: pendidikan dan penelitian, rekreasi dan pariwisata Fungsi estetika (memperindah lokasi perkantoran) Fungsi perlindungan (menjaga iklim mikro dan mencegah suhu udara yang panas) Identitas wilayah Fungsi perlindungan (mengatasi penggenangan air gambut) Fungsi lainnya: sarana olahraga
Sarana rekreasi dan olahraga
5
Gedung Gerakan Pramuka
Terletak di area pusat kegiatan kepramukaan Masih berupa semak belukar dan jarang dimanfaatkan
Fungsi perlindungan (mengatasi penggenangan air gambut) Fungsi lainnya: sarana olahraga
Sarana olahraga dan rekreasi Pendidikan pramuka
6
Lapangan bola Jalan Pelabuhan Sedulur
Sebagai tempat penanaman program satu milyar pohon Lahan tergenang air gambut
Fungsi perlindungan (mengatasi penggenangan air gambut)
7
Lahan terbuka kosong Jalan Rintis
Lahan tidak terpakai, hanya berupa semak belukar Terletak di tepi jalan Rintis
Fungsi estetika (menutupi bagian kota yang tidak produktif/kurang baik) Fungsi perlindungan (mengatasi penggenangan air gambut)
Budidaya hasil hutan nonkayu
8
Lapangan Bola Jalan Gelora
Bersebelahan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang meyebabkan polusi udara Posisi lokasi dekat dengan pusat perdagangan kota Lokasi terletak di depan Sekolah Digunakan sebagai lapangan
Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap partikel polutan, penyerap CO2) Fungsi perlindungan (peredam kebisingan, ameliorasi iklim mikro dan penapis bau) Fungsi lainnya (pendidikan)
Pendidikan
Pelestarian plasma nutfah Penelitian dan pengembangan Pendidikan Pariwisata alam dan rekreasi
Rekreasi adat Pendidikan budaya
-
59
59
Lampiran 5 Fungsi dan manfaat hutan kota berdasarkan potensi lokasinya (Lanjutan) No
Lokasi
Kondisi dan Potensi lokasi
Fungsi hutan kota
Manfaat hutan kota
Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap polutan transportasi) Fungsi estetika (meningkatkan keindahan jalan dan sarana transportasi) Fungsi perlindungan (peredam kebisingan transportasi) Fungsi estetika (menutupi bagian kota yang tidak produktif/kurang baik)
-
9
Tepi Jalan Dorak dan Banglas
Penanaman pohon di tepi Jalan masih kurang terrawat dan kurang diawasi Merupakan jalan utama yang terdapat pusat perkantoran Bupati
10
Lapangan bola Jalan Rintis
Hanya ditumbuhi semak belukar dan tidak produktif
11
Lapangan bola Gang Habib
Lahan terbuka dan tidak dimanfaatkan
Fungsi estetika (menutupi bagian kota yang tidak produktif/kurang baik)
Sarana olahraga dan rekreasi
12
Lapangan bola Jalan Pusara
Lahan terbuka dan tidak dimanfaatkan
Fungsi estetika (menutupi bagian kota yang tidak produktif/kurang baik)
Sarana olahraga dan rekreasi
13
Tempat Pemakaman Umum Jalan Pusara
Lahan pemakaman terasa panas dan gersang. Pemakaman sering tergenang air
Fungsi perlindungan (menjaga iklim mikro dan mengatasi penggenangan)
-
Tempat Pemakaman Umum Jalan Kampung Baru
Lahan pemakaman terlihat gersang dan panas Arsitektur pemakaman indah dan tertata rapi
Fungsi perlindungan (menjaga iklim mikro dan mengatasi penggenangan)
-
14
Sarana olahraga dan rekreasi