Indonesia Symposium On Computing 2015
ISSN :2460-3295
PERENCANAAN CORPORATE INFORMATION FACTORY PADA PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA DENGAN MENGADOPSI PENDEKATAN ARSITEKTUR INFORMASI Yanuar Firdaus Arie Wibowo1, Kusuma Ayu Laksitowening2, Amarilis Putri Yanuarifiani3 Program Studi S1 Teknik Informatika, Fakultas Informatika, Universitas Telkom
[email protected],
[email protected],
[email protected]
1
Abstrak Pengukuran tingkat capaian fungsi tridharma yang dijalankan oleh perguruan tinggi diukur dengan penjaminan mutu internal, maupun eksternal dalam bentuk akuntabilitas publik melalui akreditasi. Pemenuhan instrumen penjaminan mutu membutuhkan dukungan data pada setiap kriteria penilaian. Sejalan dengan perkembangan organisasi, kompleksitas data yang dikelola akan semakin meningkat. Pada tingkatan inilah, dibutuhkan sebuah ekosistem informasi yang tepat. Corporate Information Factory (CIF), yaitu konsep yang menggambarkan arsitektur logis intelejensia bisnis dan manajemen bisnis dari data operasional institusi secara terpadu. Penerapan CIF pada perguruan tinggi dapat menjadi solusi dalam pengelolaan data dan informasi di berbagai level. Penerapan CIF membutuhkan tinjauan strategis mengingat usaha dan sumber daya yang dikeluarkan oleh organisasi. Oleh karena itu, perguruan tinggi perlu mengadopsi pendekatan arsitektur informasi, untuk mendapatkan perspektif yang menyeluruh dan sistematis terhadap kebutuhan perguruan tinggi akan penyediaan dan pengelolaan informasi. Kata kunci: penjaminan mutu, pengelolaan informasi, arsitektur informasi, CIF. 1.
Pendahuluan
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia didedikasikan untuk melaksanakan fungsi tridharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kapada masyarakat [1]. Pencapaian fungsi perguruan tinggi tersebut membutuhkan komitmen dan upaya untuk melakukan penjaminan mutu secara berkelanjutan. Perguruan tinggi perlu menjalankan pemantauan dan evaluasi penjaminan mutu internal yang dilakukan secara berkala, untuk menilai proses bisnis tridharma yang dijalankan. Sistem penjaminan mutu yang baik mampu mengarahkan dan mengembangkan potensi perguruan tinggi menuju kualitas yang terus meningkat. Sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik dan pembuktian apakah sistem penjaminan mutu internal telah dilaksanakan dengan baik, perguruan tinggi memerlukan akreditasi, yaitu pengakuan formal yang diberikan oleh badan akreditasi atau lembaga penjaminan mutu eksternal. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) merupakan lembaga mandiri yang diberikan kewenangan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan akreditasi perguruan tinggi di Indonesia [2]. Akreditasi memerlukan aturan dan standar baku yang menjadi acuan penjaminan mutu pendidikan tinggi, sekaligus intrumen evaluasi dan penilaian secara komprehensif terhadap fungsi tridharma yang dijalankan oleh sebuah perguruan tinggi. Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi, yang merupakan satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah dengan standar nasional penelitian dan standar nasional pengabdian kepada masyarakat. Model akreditasi pendidikan tinggi yang dijalankan oleh BAN-PT meliputi akreditasi program studi dan akreditasi institusi. Keduanya akan menilai komitmen dan dimensi yang dimiliki oleh sebuah perguruan tinggi dalam menjalankan fungsi tridharma dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Instrumen akreditasi yang tertuang dalam borang akreditasi membutuhkan dukungan data pada setiap kriteria kunci yang dinilai. Data yang dimiliki oleh perguruan tinggi, dapat diolah menjadi informasi dengan peranan Sistem Informasi/Teknologi Informasi yang diterapkan oleh perguruan tinggi tersebut. Sejalan dengan penerapan SI/TI oleh perguruan tinggi, permasalahan akan muncul ketika kompleksitas data yang dimiliki terus bertambah[3]. Sehingga perguruan tinggi perlu berkonsentrasi tidak hanya sebatas menerapkan SI/TI pada operasional proses bisnis saja, namun harus dilanjutkan pada pemanfaatan SI/TI untuk peningkatan kemampuan manajemen bisnis pendidikan tinggi. Pada tingkatan inilah, dibutuhkan sebuah ekosistem informasi yang tepat sebagai solusi terhadap meningkatnya kompleksitas data dan informasi.
212
Indonesia Symposium On Computing 2015
ISSN :2460-3295
Perguruan tinggi harus mulai menyadari pentingnya pengelolaan informasi yang digunakan untuk pencapaian standar nasional pendidikan tinggi. Informasi yang dikelola dengan benar dapat menyajikan sistem pelaporan yang komprehensif bagi perguruan tinggi. Dalam kontrol mutu pendidikan tinggi, pelaporan dibutuhkan secara rutin oleh manajemen serta menjadi sumber informasi saat akreditasi dan pelaporan ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-DIKTI). Bagi perguruan tinggi, pengelolaan informasi selain mendukung pelaporan, juga menjadi media untuk pendukung pengambilan keputusan, mengoptimalkan sumber daya dan mengembangkan daya saing. Dalam pengelolaan informasi, dibutuhkan alat bantu untuk menjadikannya sebuah proses yang terpadu. Salah satunya menggunakan Corporate Information Factory (CIF), yaitu konsep yang menggambarkan arsitektur logis intelejensia bisnis dan manajemen bisnis dari data operasional institusi[4]. Penerapan CIF pada perguruan tinggi membutuhkan perencanaan yang matang, terstruktur dan sejalan dengan perencanaan strategis sistem informasi jangka panjang. Kompleksitas implementasi CIF perlu mengadopsi pendekatan arsitektur informasi untuk menganalisa kebutuhan perguruan tinggi. Kerangka kerja Enterprise Architecture (EA) dinilai cocok untuk diadopsi dalam implementasi CIF, dengan memodelkan tahapan perencanaan CIF pada perguruan tinggi. Penelitian ini mengulas pendekatan perencanaan CIF pada perguruan tinggi dengan mengadopsi konsep arsitektur informasi. 2. Dasar Teori 2.1 Standar Nasional Pendidikan Tinggi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi mengatur tentang kriteria minimal pembelajaran, penelitian dan sistem pengabdian kepada masyarakat, pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Ketiga kriteria tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan tridharma perguruan tinggi[2]. Standar nasional pendidikan tinggi menjelaskan tentang ruang lingkup dari setiap standar dan penjelasan secara rinci dari setiap kriteria yang minimal harus disiapkan oleh perguruan tinggi. Standarisasi pendidikan tinggi memberikan jaminan bahwa institusi dan program studi yang dimiliki perguruan tinggi, telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan, sehingga memberikan perlindungan bagi publik pengguna luaran dari perguruan tinggi. Standar ini digunakan sebagai acuan akreditasi, bentuk pengakuan publik, atas penjaminan mutu dan kualitas dari sebuah perguruan tinggi, ditinjau dari institusinya atau program studi yang dimiliki. Akreditasi tidak hanya sebatas meraih predikat tertentu terhadap fungsi tridharma, namun juga upaya perguruan tinggi untuk menjaga kestabilan dan peningkatan mutu proses yang dijalankan. 2.2 Peran SI/TI bagi Perguruan Tinggi Informasi sering kali disebut sebagai sumber daya strategis, namun di saat yang sama informasi dianggap tidak lebih berharga dibandingkan peralatan fisik[5]. Kenyataan ini sering terjadi pada perguruan tinggi di Indonesia, karena ketidak pahaman manajemen yang masih beranggapan bahwa aset harus merupakan sesuatu yang tampak secara fisik, serta memiliki nilai ekonomi secara langsung. Paradigma tersebut akan berubah jika perguruan tinggi menyadari besarnya nilai dan biaya yang harus dikeluarkan apabila kehilangan informasi dibandingkan kehilangan aset fisik[6]. Sistem informasi/teknologi informasi (SI/TI) membutuhkan evolusi yang panjang sebelum ditempatkan pada posisi strategis dalam sebuah perencanaan perguruan tinggi. Evolusi ini akan sempurna, ketika manajemen perguruan tinggi menerapkan dan menjalankan pengelolaan informasi berbasiskan SI/TI sebagai solusi pengambilan keputusan, dan menempatkannya dalam perencanaan strategis sistem informasi jangka panjang[7]. Pengembangan SI/TI yang tidak terencana secara sistematis akan mengakibatkan perguruan tinggi tidak memiliki skala prioritas proyek pengembangan SI/TI dan terkesan tambal sulam, terpisah-pisah dan tidak terintegrasi. Cara seperti ini akan berdampak pada penurunan produktivitas organisasi[8]. Sebaliknya, apabila peran SI/TI ditempatkan pada level strategis dengan perencanaan matang, SI/TI menjadi jaminan mutu terhadap tercapainya kualitas fungsi tridharma perguruan tinggi, dan mendorong perguruan tinggi untuk terus berkembang. 2.3 Corporate Information Factory (CIF) Corporate Information Factory (CIF) merupakan arsitektur logis yang bertujuan memberikan kemampuan intelejensia bisnis dan manajemen bisnis yang bersumber dari operasional bisnis organisasi atau perusahaan. CIF telah diimplementasikan menjadi arsitektur bisnis yang relatif stabil guna mendukung Decision Support System (DSS)[9].
213
Indonesia Symposium On Computing 2015
ISSN :2460-3295
CIF terdiri dari produsen data dan konsumen data. Produsen data dalam CIF menangkap data (integrasi dan transformasi) dari sistem operational untuk kemudian dikelola (data management) dan dikonsumsi oleh business user melalui data warehouse atau Operational Data Store (ODS). Konsumen data dapat memanipulasi data sesuai kebutuhan pada lingkungan sistem yang terpisah (data mart atau DSS). Produsen data atau getting data in (GDI) berfokus pada pengelolaan data mentah dari basis data operasional perguruan tinggi. Pengguna memberikan peranan penting dalam GDI, yaitu melakukan verifikasi sumber data, validasi model data, analisa kualitas data hingga evaluasi business rule. Sedangkan konsumen data atau getting data out (GDO) berfokus penyampaian data, visualisasi data dan pengolahan data sesuai kebutuhan perguruan tinggi. 2.4 Enterprise Architecture (EA) Enterprise Architecture (EA) merupakan proses yang didefinisikan untuk melakukan enterprise analysis, desain, perencanaan dan implementasi dengan menerapkan prinsip dan pendekatan untuk memandu organisasi melalui bisnis, informasi, proses, serta perubahan teknologi yang mungkin diperlukan. Proses ini mempertimbangkan berbagai perusahaan untuk mengidentifikasi, memotivasi dan mencapai perubahan sesuai yang direncanakan[10]. Beberapa kerangka kerja EA ditinjau untuk menilai kecocokan penerapannya pada perguruan tinggi di Indonesia. Zachman mengusulkan ada 6 fokus deskriptif (data, fungsi, jaringan, orang, waktu dan motivasi) dan 6 fokus perspektif pemain (perencana, pemilik, perancang, pembangun, subkontraktor dan perusahaan).
Gambar 1. Zachman Framework Zachman memisahkan dengan jelas pada fokus manakah kita melihat dan siapa pemainnya. Sebuah fokus, misal data, dapat dipandang dalam berbagai perspektif yang berbeda tergantung aktornya. Hal ini sangat membantu komunikasi yang baik antara masing-masing stakeholder atau pemangku kepentingan untuk mendefinisikan kebutuhannya[11][12][13]. TOGAF sendiri menyertakan Architecture Development Method (ADM) untuk mendefinisikan proses pembuatan arsitektur. ADM mencakup proses awal pengembangan arsitektur (dari sisi bisnis, informasi dan teknoligi), proses migrasi, implementasi sampai dengan manajemen perubahan. TOGAF dapat dikatakan sebagai pelengkap Zachman Framework di mana pada Zachman tidak dijelaskan dengan detil proses pembuatan arsitekturnya[14]. Sedangkan Gartner, bukanlah sebuah kerangka kerja arsitektur informasi, Gartner merupakan best practice yang dapat diadopsi dalam penyusunan arsitektur informasi. Gartner memberikan pemahaman bahwa implementasi EA
214
Indonesia Symposium On Computing 2015
ISSN :2460-3295
tidak sama untuk setiap organisasi. Dimulai dari arah bisnis organisasi, memastikan semua pemangku keputusan paham dan mencapai kesepakatan. Setelah semua terdefinisi dengan baik, baru kemudian proses dapat dirancang. 3.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengusulkan tahapan dan sudut pandang yang tepat dalam perencanaan CIF pada perguruan tinggi di Indonesia. Penelitian ini melalui serangkaian proses sebagai berikut: a. Analisa pendekatan perencanaan strategis dalam pengembangan CIF. b. Analisa adopsi arsitektur informasi dalam pengembangan CIF. c. Analisa dan penyusunan model pengembangan CIF pada perguruan tinggi di Indonesia, yang mengadopsi pendekatan arsitektur informasi, yang meliputi CIF best practice dan EA best practice. 4. Model Usulan 4.1 Model Perencanaan CIF di Perguruan Tinggi Bagi sebuah perguruan tinggi, akreditasi dan standar nasional pendidikan tinggi menjadi acuan untuk penentuan model bisnis perguruan tinggi dalam melaksanakan tridharma. Model bisnis yang dijalankan dengan visi dan misi perguruan tinggi, memerlukan penjabaran strategi bisnis mulai dari perencanaan bisnis dalam jangka pendek, jangka menengah hingga strategi jangka panjang. Strategi bisnis perguruan tinggi merupakan serangkaian kebijakan dan regulasi yang disepakati oleh perguruan tinggi tersebut, yang digunakan untuk mencapai tujuan tridharma. Strategi bisnis mengatur optimasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perguruan tinggi dalam menjalankan proses bisnis dan fungsi tridharma. Strategi bisnis membutuhkan dukungan strategi SI/TI yang terpetakan pada periode yang sama, sejalan dengan strategi bisnis perguruan tinggi. Strategi SI/TI perguruan tinggi mengatur pola penerapan SI/TI pada perguruan tinggi, menentukan apakah sebuah sistem atau aplikasi harus dibuat dari awal, dikembangkan dari sistem atau aplikasi yang sudah ada, maupun harus dibangun ulang. Strategi SI/TI menentukan prioritas waktu implementasi yang tepat, berdasarkan strategi bisnis perguruan tinggi, dengan memperhatikan kemampuan sumber daya. Berdasarkan strategi SI/TI inilah perguruan tinggi dapat melakukan perencanaan CIF, yang mengadopsi pendekatan arsitektur informasi dengan memperhatikan CIF best practice dan EA best practice. Model usulan perencanaan CIF pada perguruan tinggi ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Model perencanaan CIF pada perguruan tinggi
215
Indonesia Symposium On Computing 2015
ISSN :2460-3295
CIF best practice yang dibutuhkan oleh perguruan tinggi ketika akan menerapkan CIF adalah memastikan kesiapan produsen data dan konsumen data dari CIF perguruan tinggi. Dua fokus dalam CIF ini harus disiapkan dalam membentuk sebuah repository tunggal bagi data perguruan tinggi. Pertama, fokus pada produsen data yang melibatkan pengguna layanan operasional sistem informasi. Produsen data atau GDI akan mengolah data mentah, basis data operasional dan traksaksional dari proses bisnis perguruan tinggi. Keterlibatan pengguna dibutuhkan pada proses menjaminan ketersediaan sumber data, melakukan verifikasi sumber data, melakukan validasi model data, analisa kualitas data sampai dengan evaluasi pelaksanaan proses bisnis yang dijalankan. Dari operasional sistem informasi akan dilakukan proses integrasi dan transformasi data ke dalam data warehouse, operation data store (ODS) dan data management. Kedua, fokus pada konsumen data atau GDO, yang melibatkan pihak manajemen perguruan tinggi sebagai pengguna informasi. Keterlibatan pengguna dibutuhkan pada proses validasi hasil pengolahan data dan visualisasi informasi. GDO meliputi data delivery, data mart, decision support interface (DSI), transaction interface dan proses data meaning. 4.2 Penjaminan Mutu dan Lingkup Proses Bisnis Pendidikan Tinggi Penjaminan mutu perguruan tinggi dan pengakuan publik terhadap kualitas perguruan tinggi melalui akreditasi akan memotret performansi pelaksanaan proses bisnis tridharma yang dijalankan. Gambar 3 menunjukkan lingkup proses bisnis yang dijalankan oleh perguruan tinggi di Indonesia. Secara generik, model bisnis perguruan tinggi dibagi menjadi: a. Input proses berupa ketetapan terkait arah dan tujuan pendidikan tinggi yang dijalankan, dijabarkan pada visi dan misi perguruan tinggi, yang meliputi tiga kriteria inti dalam standar nasional pendidikan tinggi. b. Proses utama yang mencakup seluruh subproses pendidikan dan pengajaran yang dijalankan perguruan tinggi. Kegiatan pendidikan dan pengajaran yang berhubungan langsung dengan mahasiswa sebagai stakeholder perguruan tinggi. Subproses mulai dari perencanaan sampai dengan review/evaluasi seluruh subproses yang telah dijalankan. c. Proses utama yang mencakup seluruh subproses penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, memetakan urutan subproses riset sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada masyarakat sebagai bagian dari kontribusi insitusi. d. Proses pendukung yang meliputi subproses lain di luar proses utama, yang dibutuhkan oleh perguruan tinggi dan terlibat dalam memberikan dukungan terhadap berjalannya proses utama. e.
Gambar 3. Model bisnis perguruan tinggi di Indonesia
216
Indonesia Symposium On Computing 2015
ISSN :2460-3295
4.3 Perencanaan Strategis Sistem Informasi dalam Perencanaan CIF Strategi sistem informasi (SI) dapat didefinisikan sebagai suatu proses menentukan tujuan organisasi, serta mengidentifikasi aplikasi dan sistem potensial yang perlu diimplementasikan oleh organisasi tersebut. Strategi SI bergantung kepada sejauh mana visi yang diterapkan organisasi dapat didukung oleh teknologi informasi yang akan digunakan. Selain agar SI dapat berkontribusi maksimal mendukung pencapaian visi organisasi, efektifitas dan efisiensi sumber daya menjadi faktor yang mendasari adopsi proses strategi SI. Serupa dengan implementasi SI secara keseluruhan, pengembangan CIF juga perlu dipandang dari sudut pandang strategis. Hal ini mengingat CIF dapat berkontribusi pada berbagai level, baik itu operasional, manajerial, hingga strategis. Pengembangan CIF juga membutuhkan usaha yang besar dan melibatkan semua pihak dalam organisasi. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan strategis SI dalam perencanaan CIF pada perguruan tinggi. Mengadopsi Ward and Peppard[8], strategi pengembangan CIF merupakan turunan dari strategi SI organisasi secara keseluruhan. Sedangkan, strategi SI harus selaras dengan strategi bisnis organisasi. Dengan kata lain, CIF merupakan tools bagi organisasi dalam pengelolaan informasi yang dapat mendukung tujuan organisasi. 4.4 Pendekatan Arsitektur Informasi dalam Perencanaan CIF Pembangunan CIF merupakan pekerjaan besar dan tidak mudah. Terlalu banyak masalah integrasi dan konsolidasi data diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan terhadap perspektif organisasi. Oleh karena itu, dalam membangun CIF perlu diadopsi atau dikembangkan sendiri suatu kerangka kerja arsitektur informasi sehingga dapat diperoleh suatu gambaran menyeluruh mengenai keadaan dan kebutuhan organisasi. Kerangka kerja ini akan menjadi panduan dalam menghasilkan cetak biru (blueprint) arsitektur organisasi. Dari blueprint ini kemudian akan diekstrasikan kebutuhan informasi perguruan tinggi, selanjutnya CIF dapat dibangun. Arsitektur Informasi merupakan sekumpulan rancangan artefak, representasi deskriptif (dokumen) yang relevan untuk menggambarkan organisasi saat ini dan yang akan datang, untuk digunakan dalam mencapai tujuan perguruan tinggi dan dipelihara selama diperlukan. Arsitektur informasi dapat merupakan suatu representasi roadmap untuk mencapai misi organisasi melalui kinerja optimal proses bisnisnya dalam suatu lingkungan teknologi informasi yang efisien. Dengan demikian arsitektur informasi pada dasarnya adalah suatu cetak biru yang secara sistematis dan lengkap mendefinisikan teknologi informasi yang sedang berjalan dan lingkungan teknologi informasi yang diinginkan. 5.
Kesimpulan Dalam proses penjaminan mutu, perguruan tinggi membutuhkan sistem pengelolaan informasi terpadu dengan pengembangan Corporate Information Factory (CIF). CIF merupakan arsitektur logis intelejensia bisnis dan manajemen bisnis dari data operasional organisasi. Penerapan CIF pada perguruan tinggi membutuhkan tinjauan strategi sistem informasi dan pengetahuan terhadap kondisi organisasi serta kebutuhan organisasi secara menyeluruh. Untuk membantu perguruan tinggi dalam menyusun perencanaan pengembangan CIF, perlu diadopsi pendekatan arsitektur informasi. Pendekatan arsitektur informasi digunakan dalam merepresentasikan roadmap dalam mencapai tujuan perguruan tinggi melalui pengembangan CIF. Dari roadmap ini, selanjutnya CIF dapat dikembangkan dan diimplementasikan secara komprehensif oleh perguruan tinggi. 6.
Keberlanjutan Penelitian Perencanaan CIF yang mengadopsi pendekatan arsitektur informasi harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Penelitian ini memiliki potensi untuk dikembangkan dalam memilih kerangka kerja yang tepat bagi pengembangan CIF pada perguruan tinggi, dengan mengevaluasi best practice dari CIF dan EA sebelum diterapkan. Proses evaluasi dan pemilihan kerangka kerja yang tepat dilakukan dengan menurunkan setiap fungsi dalam model bisnis perguruan tinggi serta memetakannya ke dalam domain dan faktor yang spesifik yang berpengaruh dalam pengembangan CIF pada perguruan tinggi. Peta domain dan faktor tersebut menjadi acuan kebutuhan informasi yang harus disiapkan oleh perguruan tinggi, untuk mengarahkan penjaminan mutu perguruan tinggi berdasarkan standar pendidikan tinggi, akreditasi lokal atau bahkan akreditasi internasional. Daftar Pustaka: [1] Presiden RI, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Jakarta, Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia, 2012. [2] Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta, Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia, 2014.
217
Indonesia Symposium On Computing 2015
ISSN :2460-3295
[3] K. A. Laksitowening and Y. F. A. Wibowo, “ACTIFIST: Adaptive architecture for integrated information system,” 2013 International Conference of Information and Communication Technology (ICoICT). Institut Teknologi Telkom & IEEE, Bandung, Indonesia, pp. 213–217, 2013. [4] W. H. Inmon, Data Quality in the Corporate Information Factory. Data Flux and Billmon, 2001. [5] E. D. Falkenberg, W. Hesse, and P. Lindgreen, A Framework of Information System Concepts. Leiden, The Netherlands: International Federation for Information Processing (IFIP), 1998. [6] Y. F. A. Wibowo and K. A. Laksitowening, “Arsitektur dan Model Pengembangan Sistem Informasi Terpadu Menuju Tata Kelola dan Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi,” Seminar Nasional Menuju Masyarakat Madani dan Lestari. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Indonesia, pp. 607–616, 2012. [7] Y. F. A. Wibowo and K. A. Laksitowening, “Tinjauan Sudut Pandang ARIS Framework untuk Perencaan Arsitektur Sistem Informasi Terpadu Perguruan Tinggi,” Konferensi Nasional Sistem Informasi. STMIK Bumi Gora, Makassar, Indonesia, 2013. [8] J. Ward and J. Peppard, Strategic Planning for Information Systems, Third Ed. West Sussex, England: John Wiley & Sons Ltd, 2002. [9] R. Abellera, “Data Warehouse Architectures: Overview of the Corporate Information Factory and Dimensional Modeling.” BIS3 LLC, 2010. [10] Federation of Enterprise Architecture Professional Organizations, “A Common Perspective on Enterprise Architecture,” Archit. Gov. Mag., vol. 9, no. 4, pp. 1–12, 2013. [11] J. A. Zachman, “A Framework for Information Systems Architecture,” IBM Systmes J., vol. 26, no. 3, pp. 454– 470, 1987. [12] J. F. Sowa and J. A. Zachman, “Extending and Formalizing the Framework for Information Systems Architecture,” IBM Systmes J., vol. 31, no. 3, 1992. [13] J. A. Zachman, “The Framework for Enterprise Architecture: Background, Description and Utility.” Zachman International, pp. 1–5, 1996. [14] A. Mcsweeney, “Enterprise Architecture and TOGAF (The Open Group Architecture Framework).” Alan McSweeney, 2010.
218