PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016 Gede Bagus Brahma Putra (Universitas Mahasaraswati Denpasar) Abstrak Penelitian ini bermaksud mengkaji apakah penundaan penyaluran sebagian Dana Alokasi Umum memberikan dampak terhadap perekonomian Bali di Tahun 2016. Penundaan Dana Alokasi Umum adalah suatu bentuk pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal Negara melalui Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Dalam hal ini Bendahara Umum Negara memiliki kewenangan untuk melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran Negara melalui penyesuaian belanja, karena realisasi pendapatan Negara tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan Negara. Salah satu langkah yang ditempuh adalah penundaan transfer Dana Alokasi Umum (DAU) ke daerah – daerah, termasuk Bali. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan sumber data sekunder berupa dokumen, publikasi ilmiah, informasi online dan referensi pendukung lainnya. Adanya penundaan Dana Alokasi Umum di beberapa daerah di Bali bukan berarti akan mengurangi kinerja pemerintah daerah, baik provinsi maupun di masing-masing kabupaten/kota. Kondisi ini mengingat Dana Alokasi Umum hanya dipakai untuk Belanja Modal oleh pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pun juga masih menunjukkan trend yang meningkat dari tahun 2012 sampai dengan 2016. Kondisi ini bisa ditunjukkan dengan peningkatan Nilai Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali Menurut Pengeluaran saat Semester I pada tahun-tahun bersangkutan. Langkah – langkah yang dilakukan pemerintah daerah untuk menyikapi penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum adalah dengan melakukan rasionalisasi terhadap anggaran induk dan anggaran perubahan tahun 2016. Kata Kunci : Dana Alokasi Umum, Pemerintah Daerah, Anggaran Daerah, Rasionalisasi I.
PENDAHULUAN Dalam setiap penyelenggaraan Negara, pemerintah menetapkan suatu keputusan atau kebijakan yang salah satunya bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Pelaksanaan suatu keputusan tersebut tidaklah selalu mudah, karena akan menemui berbagai kendala yang harus terselesaikan terlebih dahulu. Kondisi ini harus kembali diselesaikan melalui peranan pemerintah. Peranan ini dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan besar yang meliputi peranan alokasi, peranan distribusi dan peranan stabilisasi. Penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) ke beberapa daerah adalah salah Vol.7 No.1,Februari 2017
satu peranan distribusi dari pemerintah pusat kepada daerah. Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditujukan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah atau mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah. Sejalan dengan konsep dari Sudirman (2011), yang mengemukakan bahwa intervensi pemerintah bertujuan untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan. Mekanisme penggunaan DAU sepenuhnya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Jurnal Riset Akuntansi
JUARA
103
Penundaan Dana Alokasi Umum adalah suatu bentuk pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal Negara melalui Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Dalam hal ini Bendahara Umum Negara memiliki kewenangan untuk melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran Negara melalui penyesuaian belanja, karena realisasi pendapatan Negara tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan Negara. Salah satu langkah yang ditempuh adalah penundaan transfer Dana Alokasi Umum (DAU) ke daerah – daerah, termasuk Bali. Penelitian ini bermaksud mengkaji apakah penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum memberikan dampak terhadap perekonomian Bali di Tahun 2016. II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 APBN dan APBD Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi. Halim dan Kusufi (2014) mengemukakan bahwa sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemertaaan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. APBN merupakan inti pengurusan umum dan anggaran Negara. Anggaran Negara adalah rencana pengeluaran/belanja dan pendapatan/pembiayaan belanja suatu Negara selama periode tertentu. Dalam arti luas, anggaran Negara berarti jangka waktu perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Sedangkan dalam arti sempit, anggaran berarti rencana pengeluaran dan pendapatan hanya dalam kurun waktu satu tahun. Pemerintah daerah memiliki APBD dalam pengurusan umum dan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus. APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah. Salah satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya untuk membiayai ke-
104
giatan dan proyek daerah. Pihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber – sumber pendapatan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran daerah. 2.2 Dana Alokasi Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan menyebutkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi Umum dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten atau kota di Indonesia. Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang – kurangnya 26 % dari Pendapatan Dalam Negeri Neto. Mengenai proporsi Dana Alokasi Umum antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Namun proporsi penentuan Dana Alokasi Umum belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10 % dan 90 %. Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum ditetapkan dalam APBN. Mekanisme penyaluran Dana Alokasi Umum disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Besaran Dana Alokasi Umum yang ditransfer tiap bulannya masing – masing 1/12 dari alokasi Dana Alokasi Umum daerah yang bersangkutan dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. 2.3 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016
merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Anggaran Pendapatan Daerah terdiri atas (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan pendapatan lain-lain; (2) Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana ALokasi Khusus (DAK); Lain – lain pendapatan daerah yang sah, seperti dana hibah atau dana darurat. Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. Pembiayaan, yaitu setiap pendapatan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun di tahun-tahun berikutnya. 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Dalam kegiatan perekonomian yang sesungguhnya, pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari perkembangan fisik produksi barang dan jasa yang ada dalam suatu daerah atau Negara. Untuk memberikan gambaran terhadap pertumbuhan ekonomi, Sukirno (2004) menyatakan bahwa ukuran yang digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan nasional riil yang dicapai. Pertumbuhan ekonomi sering diukur dengan menggunakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau Produk Domestik Regional Bruto, terutama untuk Negara-negara yang sedang berkembang. Ada tiga jenis cara perhitungan yang umum dipakai, yaitu cara pengeluaran, cara produksi dan cara pendapatan. Cara pengeluaran dilakukan dengan menjumlahkan nilai pengeluaran atau pembelanjaan atas barang dan jasa yang diproduksikan di tingkat nasional maupun regional. Cara produksi dilakukan dengan menjumlahkan nilai produksi barang dan jasa yang tercipta dari berbagai lapangan usaha di tingVol.7 No.1,Februari 2017
kat nasional maupun regional. Cara pendapatan diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional maupun regional. Produk Domestik Regional Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di daerah, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Penyajian Produk Domestik Regional Bruto terbagi dua, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku biasanya digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan sumber data sekunder berupa dokumen, publikasi ilmiah, informasi online dan referensi pendukung lainnya. Sugiyono (2014) mengemukakan bahwa metode ini disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni atau kurang terpola, dan disebut juga sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. IV. PEMBAHASAN Pemerintahan dapat terselenggara karena adanya dukungan berbagai faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah. Faktor keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial. Keuangan di daerah merupakan suatu bentuk tatanan, perangkat, kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja daerah. Jurnal Riset Akuntansi
JUARA
105
Penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) ke beberapa daerah juga bisa dilihat sebagai salah satu bentuk nyata dari pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Kondisi ini juga diungkapkan oleh Vazquez dan McNab (2001), yang menyatakan bahwa desentralisasi fiskal merupakan kebijakan yang penting dalam negara-negara berkembang. Sebagaimana juga diungkapkan oleh Sidik dkk. (2002), transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber pendanaan utama pemerintah daerah untuk membiayai operasional utamanya sehari-hari dan dimasukkan dalam perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hal ini tentunya bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antar pemerintah daerah dan menjamin pelayanan publik agar tetap prima. Bagi beberapa daerah di Bali, adanya transfer dana dari pemerintah pusat merupakan salah satu sumber pendanaan dalam menjalankan pemerintahan. Momentum tersebut juga merupakan salah satu peranan pemerintah dalam stabilisasi ekonomi (Mangkoesoebroto, 2001). Kekurangan dari pendanaan tersebut diharapkan dapat digali dari Pendapatan Asli Daerah di Bali. Namun, pada kenyataannya pemerintah daerah di Bali cenderung mengandalkan dana dari pemerintah pusat dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Secara nasional, kondisi keuangan Negara pada APBN Perubahan Tahun 2016 cukup meyakinkan, dengan target Pendapatan Dalam Negeri melalui Pajak mencapai 1.539,2 Triliun Rupiah. Total target pendapatan Negara jika ditambah dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Hibah mencapai 1,786,2 Triliun Rupiah, yang meliputi target pendapatan pajak sebesar 1.539,2 Triliun Rupiah; target PNBP sebesar Rp. 245,1 Triliun; dan Pendapatan Hibah sebesar 2 Miliar Rupiah. Nilai – nilai tersebut jika disandingkan dengan Estimasi Belanja Negara Tahun 2016 yang mencapai 2.082,9 Triliun Ru-
106
piah, tentu masih belum bisa menutupi semua kebutuhan pembelanjaan Negara. Secara global, belum pulihnya kondisi perekonomian dunia juga turut mendukung tidak tercapainya target pendapatan pajak Negara. Capaian pendapatan pajak Negara hanya sebesar 40 % dari target pendapatan pajak secara keseluruhan atau hanya sebesar 542,1 Triliun Rupiah pada awal Agustus tahun 2016. Pendapatan pajak di tahun 2015 masih lebih realistis mencapai target pendapatan, yaitu sebesar 84,7 % atau sebesar 1. 491,5 Triliun Rupiah dari target pendapatan sebesar 1. 761,6 Triliun Rupiah. Namun, tahun-tahun sebelumnya anggaran di daerah menunjukkan trend yang meningkat dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi pada tahun 2011 sebesar 2.973.589,15 Juta Rupiah, meningkat menjadi 4.102.658,27 Juta Rupiah pada tahun 2012. Selanjutnya pada tahun 2013 meningkat menjadi 4.562.576,19 Juta Rupiah, tahun 2014 sebesar 5.051.006,96 Juta Rupiah dan pada tahun 2015 tercatat sebesar 5.560.963,65 Juta Rupiah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota juga menunjukkan trend yang meningkat. Pada tahun 2011 tercatat sebesar 8.613.305,03 Juta Rupiah, kemudian meningkat menjadi 10.638.421,14 Juta Rupiah di tahun 2012. Selanjutnya di tahun 2013, 2014 dan 2015 secara berturut-turut meningkat menjadi sebesar 12.312.258,26 Juta Rupiah; 12.710.815,43 Juta Rupiah dan 15.990.253,24 Juta Rupiah. Seperti yang tersaji dalam Grafik 2.1. Kondisi ini menunjukkan gambaran mengenai anggaran daerah di masa lalu yang bersifat positif dan tentunya diharapkan akan terus meningkat pada masa mendatang. Penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125/PMK.07/2016 Tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Angga-
PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016
ran 2016. Keseluruhan nilai penundaan DAU ke 169 daerah adalah sebesar Rp. 19.418.975.064.500,-. Beberapa daerah yang terkena penundaan penyaluran DAU dari pemerintah pusat didasarkan pada perkiraan kapasitas fiskal, kebutuhan belanja, dan posisi saldo kas daerah pada tahun 2016. Persentase penundaan masing – masing daerah memiliki kategori, seperti yang disajikan dalam Tabel 2.2. Jumlah Dana Alokasi Umum di Bali sebelum tahun 2016 cenderung meningkat dari tahun 2011 sampai dengan 2015. Pada tahun 2011 jumlah Dana Alokasi Umum di Bali berjumlah 3.952.114,62 Juta Rupiah. Pada tahun 2013 jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum di Bali sebesar 4.973.686,20 Juta Rupiah, nilai tersebut lebih kecil dibandingkan tahun 2012 yang berjumlah sebesar 5.038.814,66 Juta Rupiah. Pada tahun 2015 jumlah Dana Alokasi Umum sebesar 6.081.183,19 Juta Rupiah. Jumlah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan Tahun 2014 yang berjumlah sebesar 6.034.331,73 Juta Rupiah. Kondisi ini digambarkan dalam Grafik 2.2., yang secara tidak langsung menggambarkan bahwa Bali masih tetap mengandalkan Dana Alokasi Umum yang disalurkan oleh pemerintah pusat setiap tahunnya untuk keperluan belanja di daerah. Daerah yang mengalami penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum, akan disalurkan dalam sisa Tahun Anggaran 2016. Jika hal ini tidak bisa terwujud, maka akan diperhitungkan sebagai kurang bayar untuk dianggarkan pada Tahun Anggaran 2017 dengan memperhatikan kemampuan keuangan Negara. Terdapat empat daerah di Bali yang mengalami penundaan penyaluran DAU pada Tahun Anggaran 2016, yaitu Provinsi Bali, Kabupaten Badung, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar. Masing – masing besaran DAU yang ditunda, disajikan dalam Tabel 2.3; Tabel 2.4; Tabel 2.5 dan Tabel 2.6. Penundaan Dana Alokasi Umum Provinsi Bali terhitung selama 4 bulan, Vol.7 No.1,Februari 2017
yaitu pada September, Oktober, November dan Desember. Masing – masing sebesar Rp. 38.482.678.554,- sehingga secara keseluruhan berjumlah Rp. 153.930.714.216,-. Dana Alokasi Umum Kabupaten Badung setiap bulannya ditunda sebesar Rp. 15.220.412.229,-, sehingga nilai keseluruhan penundaan sebesar Rp. 60.881.648.916,-. Selanjutnya, Kabupaten Karangasem setiap bulannya ditunda sebesar Rp.13.271.354.097,-, sehingga nilai keseluruhan penundaan sebesar Rp. 53.085.416.388,-. Kota Denpasar secara keseluruhan ditunda sebesar Rp. 119.827.360.276,- dengan masing-masing nilai penundaan per bulannya sebesar Rp. 29.956.840.069,-. Artinya, masing-masing daerah tersebut belum bisa memasukkan sekitar 33,33 % Dana Alokasi Umum dalam perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Saragih (2003) mengungkapkan bahwa tujuan penyaluran Dana Alokasi Umum adalah untuk mendukung sumber pendapatan daerah dan pemerataan kemam puan keuangan pemerintah daerah. Adanya penundaan Dana Alokasi Umum di beberapa daerah di Bali bukan berarti akan mengurangi kinerja pemerintah daerah, baik provinsi maupun di masing-masing kabupaten/kota. Dana Alokasi Umum hanya dipakai untuk Belanja Modal oleh pemerintah daerah di Bali. Kondisi ini berlawanan dengan temuan penelitian oleh Sularno (2013) di Jawa Barat yang mengungkapkan bahwa Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pun juga masih menunjukkan trend yang meningkat dari tahun 2012 sampai dengan 2016. Hal ini bisa ditunjukkan dengan peningkatan Nilai Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali Menurut Pengeluaran saat Semester I pada tahun-tahun bersangkutan. Seperti yang tersaji dalam Grafik 2.3. Mawarni dkk. (2013) dalam temuan penelitiannya di Sumatera Barat mengungJurnal Riset Akuntansi
JUARA
107
kapkan bahwa Dana Alokasi Umum memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan kondisi di Bali, namun ada sedikit perbedaan yang menjadi perhatian. Daerah di Bali yang mengalami penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum selama 4 bulan, tetap memiliki pertumbuhan ekonomi yang meyakinkan hingga memasuki penghujung Semester II di Tahun Anggaran 2016. Perbedaan temuan ini wajar terjadi dalam penelitian pada berbagai variabel dalam desentralisasi fiskal, sebagaimana dinyatakan oleh Ebel dan Yilmaz (2002). Penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum ini disikapi oleh pemerintah daerah dengan melakukan rasionalisasi terhadap anggaran induk dan anggaran perubahan tahun 2016. Rasionalisasi anggaran belanja daerah bertujuan untuk menutupi kekurangan Dana Alokasi Umum yang penyalurannya masih tertunda selama 4 bulan. Kondisi ini tentunya dengan memperhatikan prioritas belanja di masing-masing daerah, mengedepankan pelayanan publik, tidak mengganggu gaji pegawai di daerah dan memperhatikan pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk memberikan stimulasi terhadap perekonomian daerah. V. Simpulan dan Keterbatasan Penelitian 5.1 Simpulan Adanya penundaan Dana Alokasi Umum di beberapa daerah di Bali bukan berarti akan mengurangi kinerja pemerintah daerah, baik provinsi maupun di masing-masing kabupaten/kota. Kondisi ini mengingat Dana Alokasi Umum hanya dipakai untuk Belanja Modal oleh pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pun juga masih menunjukkan trend yang meningkat dari tahun 2012 sampai dengan 2016. Kondisi ini bisa ditunjukkan dengan peningkatan Nilai Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali Menurut Pengeluaran saat
108
Semester I pada tahun-tahun bersangkutan. Langkah – langkah yang dilakukan pemerintah daerah untuk menyikapi penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum adalah dengan melakukan rasionalisasi terhadap anggaran induk dan anggaran perubahan tahun 2016. 5.2 Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan dengan daerah-daerah lain di Indonesia yang mengalami penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum. 2. Penelitian ini dilakukan di penghujung Tahun Anggaran 2016 yang sekaligus merupakan masa Tahun Anggaran Perubahan 2016. Daftar Pustaka Anonim. 2016. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali. _______ . 2016. Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Bali. _______ . 2016. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Bali. Ebel, Robert D. and Serdar Yilmaz. 2002. On The Measurement and Impact of Fiscal Decentralization. Working Paper No. 2809. World Bank Policy Research. Halim, Abdul dan Muhammad Syam Kusufi. 2014. Teori, Konsep dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat : Jakarta. Mangkoesoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik. BPFE : Yogyakarta. Mawarni, Darwanis dan Syukriy Abdullah. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal Serta Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Stu-
PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016
di pada Kabupaten/Kota di Aceh). Jurnal Akuntansi. Volume 2 Nomor 2 Mei. Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Aceh. Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Ghalia Indonesia : Jakarta. Sidik, Machfud, Raksaka Mahi, Robert Simanjuntak dan Bambang Brojonegoro. 2002. Dana Alokasi Umum : Konsep, Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Kompas : Jakarta. Sudirman, I Wayan. 2011. Kebijakan Fiskal dan Moneter. Kencana : Jakarta. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung. Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. Sularno, Fitria Megawati. 2013. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Kasus pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Bandung. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125/ PMK.07/2016 Tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016. Vazquez, Jorge Martinez and Robert M. McNab. 2001. Fiscal Decentralization and Economic Growth. Working Paper 01 – 1. Georgia State Andrew Young School of Policy (ISP). Vol.7 No.1,Februari 2017
LAMPIRAN
Sumber : Kanwil DJPBN Provinsi Bali, 2016
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2016
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2016
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2016
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2016
Sumber : Bappeda Provinsi Bali (data diolah), 2016
Jurnal Riset Akuntansi
JUARA
109
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2016
110
PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2016