PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI
Hak Cipta © Pada: Lembaga Administrasi Negara EdisiTahun 2014
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201-06 Ext. 193, 197 Fax. (62 21) 3800188
Jakarta – LAN – 2014
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR Kebijakan pemerintah tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah menghasilkan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kategori 1 dan Kategori 2 di lingkungan pemerintah. Karakteristik utama CPNS Kategori 1 dan Kategori 2 adalah pengalaman yang telah dimiliki dalam bidang pekerjaannya selama menjadi tenaga honorer. Untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) menuntut mereka untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan sebagai bagian dari masa percobaan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas, Lembaga Administrasi Negara telah menetapkan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan CPNS Golongan I, Golongan II, dan Golongan III Yang Diangkat Dari Tenaga Honorer Kategori 1 dan/atau Kategori 2. Tujuan penyelenggaraan Diklat Prajabatan ini adalah membekali CPNS tersebut dengan pengetahuan agar dapat memahami perannya sebagai pelayan publik yang baik. Dalam rangka untuk melengkapi modul-modul Diklat Prajabatan yang ada, maka LAN telah menyempurnakan beberapa substansi yang dianggap sudah tidak relevan diganti dengan konten yang lebih relevan dengan tetap memperhatikan Undang-Undang ASN sebagai acuan. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada editor yang telah menyesuaikan isi modul ini. Dan kepada Widyaiswara, pengelola, dan peserta Diklat, kami harap dapat memanfaatkan modul ini sebaik-baiknya.
Jakarta,
September 2014
KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd AGUS DWIYANTO
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... .......................................... ..iii DAFTAR ISI... ................................................... ..v BAB I PENDAHULUAN ... .......................................... 1 A. Deskripsi Singkat ................................. 1 B. Tujuan Pembelajaran ........................... 3 C. Petunjuk Belajar ................................. 4 D. Sistematika ... .................................... 4 BAB II
PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI ... ......... 6 A. Pengertian Tindak Pidana ...................... 6 B. Unsur-Unsur Tindak Pidana ..................... 8 C. Pengertian Korupsi..............................11 D. Rangkuman... ....................................13 E. Latihan ..........................................14
BAB III PERATURAN PEMBERANTASAN KORUPSI ... .......15 BAB IV TINDAKAN/KEBIJAKAN YANG DIANGGAP TINDAK PIDANA KORUPSI ... .........................22 A. Tindak Pidana Korupsi..........................23 B. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi..........................61 C. Peran Serta Masyarakat. .......................69 D. Rangkuman .....................................71 E. Latihan ..........................................72 BAB V
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI ... ............73 A. Simpulan ... ......................................72 B. Tindak Lanjut...................................74
BAB VI
PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI ... ... ..81
DAFTAR PUSTAKA ... ............................................86 LAMPIRAN .........................................................87
v
BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Bangsa Indonesia dalam menapaki kemerdekaannya sejak tahun 1945 sampai saat ini, mengalami pasang surut dalam melaksanakan pembangunan. Dimana pembangunan itu sendiri merupakan suatu proses menuju pada perbaikan yang lebih baik. Proses pembangunan itu sendiri dapat menimbulkan kemajuan bagi peri kehidupan bangsa dan dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat dari masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern sesuai dengan perkembangan jaman. Perubahan ini membawa dampak sosial baik positif maupun negatif. Dampak negatif yang dapat meresahkan masyarakat adalah berbagai macam tindak pidana, dari tindak pidana pencurian kecil-kecilan sampai dengan tindak pidana perampokan disertai pembunuhan, termasuk didalamnya adalah tindak pidana korupsi. Tindak pidana yang satu ini sangat fenomenal dan melanda semua negara di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Dampak yang dapat ditimbulkan dari korupsi ini dapat menyentuh berbagai segi kehidupan dari suatu bangsa dan negara di dunia ini. Korupsi menjadi masalah yang sangat serius karena dapat membahayakan
1
2
Percepatan Pemberantasan Korupsi
pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak moral bangsa dan sendi-sendi kehidupan dari suatu bangsa. Namun pembangunan yang dilaksanakan pemerintah bersama-sama masyarakat belum menghasilkan perbaikan yang diharapkan bangsa Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan tingginya tindak pidana korupsi, terutama yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan baik eksekutif, judikatif maupun legislatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey Transparancy International Indonesia (TII), menunjukkan, Indonesia merupakan negara paling korup No 6 dari 133 negara. Nilai indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia saat ini 2,3 yang ternyata lebih rendah daripada negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Phillipina, Malaysia, Bangladesh dan Myanmar. Korupsi di Indonesia sudah sampai pada taraf kejahatan korupsi politik. Evi Hartanti dalam bukunya Tindak Pidana Korupsi (Hal 3), mengatakan Korupsi politik dilakukan oleh orang atau institusi yang memiliki kekuatan politik, atau konglomerat yang melakukan hubungan transaksional kolutif dengan pemegang kekuasaan. Selain korupsi politik, kultur juga mempengaruhi berkembangnya korupsi di negara Indonesia, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh B Sudarsono, dalam bukunya Korupsi di Indonesia, yang secara panjang lebar
Modul Diklat Prajabatan
3
menguraikan sejarah kultur Indonesia mulai dari jaman Multatuli, waktu itu penyalahgunaan jabatan merupakan suatu sistem. Disamping itu manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang effektif dan effisien, mempengaruhi merebaknya tindak pidana korupsi, seperti ucapan terkenal dari Prof Soemitro (Alm), sebagaimana dikutip oleh media cetak beberapa tahun yang lalu, bahwa kebocoran keuangan negara mencapai 30%. Mengingat korupsi pada umumnya dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, maka para calon pegawai negeri sipil golongan II dan III dilingkungan instansi pemerintah dituntut memahami tindakantindakan apa yang dilarang dilakukan karena hal itu merupakan tindakan yang dapat dikategorikan tindak pidana korupsi.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Tujuan pembelajaran mata pendidikan dan pelatihan Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara umum adalah, setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu memahami dan mengetahui Tindak Pidana Korupsi yang dapat terjadi di unit kerjanya.
Percepatan Pemberantasan Korupsi
4
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu: a. menguraikan pengertian dan unsur-unsur tindak pidana korupsi; b. mengidentifikasi tindakan-tindakan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang merupakan tindak korupsi; c. menjelaskan dan melaksanakan peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi; d. memberikan latihan tata cara menganalisis suatu kejadian / feit sebagai tindak pidana korupsi.
C. PETUNJUK BELAJAR Agar proses belajar peserta prajab Gol II dan III dapat mencapai tujuan belajar secara effektif dan effisien, peserta diminta mencermati hal-hal sebagai berikut: 1. Bacalah urutan materi secara perlahan-lahan; 2. Beri tanda pada butir-butir yang dianggap penting untuk disimak ulang; 3. Catat dan tulislah di kertas kosong rangkaian pokokpokok bahasa, sub pokok bahasan, unsur, sub unsur dan seterusnya.
D. SISTEMATIKA Modul percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdiri dari 6 bab yang memuat hal-hal sebagai berikut:
Modul Diklat Prajabatan
5
BAB I: Pendahuluan, yang berisi deskripsi singkat yang berhubungan dengan topik bahan ajaran serta korelasinya dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta Diklat, yang dalam hal ini adalah para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), gol II dan III. Dalam topik ini, disampaikan juga mengenai Tujuan Pembelajaran Umum dan Tujuan Pembelajaran Khusus, dan Sistematika. BAB II: Pengertian Tindak Pidana Korupsi diungkapkan secara sekilas mengenai pengertian tindak pidana dan korupsi, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia. BAB III: Peraturan-Peraturan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan menjelaskan secara singkat tentang beberapa peraturan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. BAB IV: Tindakan / kebijakan yang dianggap Tindak Pidana Korupsi, menguraikan pasal Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara mendalam. BAB V: Komisi Pemberantasan Korupsi, menguraikan tentang peran komisi pemberantasan korupsi yang pernah ada di Indonesia sejak tahun 1967 sampai saat ini. BAB VI: Percepatan Pemberantasan Korupsi, menjelaskan tentang usaha-usaha pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Modul Diklat Prajabatan
BAB II PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI Korupsi itu seperti bola salju, sekali saja menggelinding, maka akan bertambah besar. (Charles Caleb 1780-1832, penulis Inggris)
A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA Pembentuk undang-undang di Indonesia menerjemahkan “straafbaarfeit” (Belanda) sebagai tindak pidana, akan tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai straafbaarfeit itu sendiri. Straafbaarfeit dalam bahasa Belanda sebenarnya terdiri dari dua unsur pembentuk kata, yaitu straafbaar dan feit. Feit dalam bahasa Belanda mempunyai arti “sebagian dari kenyataan”, sedangkan straafbaar mempunyai arti “dapat dihukum”. Sehingga kalau diterjemahkan secara harafiah maka straafbaarfeit mempunyai arti “sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum”, padahal yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi, bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Menurut jalan pikiran penulis, sebagian kenyataan, perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum itu pasti dilakukan oleh manusia sebagai pribadi.
6
7
Pendapat beberapa pakar hukum mengenai pengertian tindakan pidana: 1. Prof Muljatno. Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejahatan. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsurunsur: a. Perbuatan manusia; b. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) c. Bersifat melawan hukum (syarat materiil) Syarat formil harus ada karena asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP. (Tindak Pidana Korupsi, Evi Hartanti, Hal 7)) 2. E. Utrecht Menerjemahkan straafbaarfeit dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik,
8
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Modul Diklat Prajabatan
karena peristiwa itu sebagai perbuatan handelen atau doen-positif atau suatu melalaikan - negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan peristiwa hukum (rechtfeit), yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. (Tindak Pidana Korupsi, Evi Hartanti, hal 6). 3. Simon “Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum” (Tindak Pidana, Evi Hartanti hal 5). 3.
B. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Unsur Subjektif 1. Setiap orang Orang perorangan atau termasuk korporasi. ( Pasal 1 angka 3 UUPTPK) 2. Penyelenggara Negara Pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau jufdikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku (Pasal 1 UU No 28 Tahun 1999
9
Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN) Penyelenggara Negara a. Pejabat Negara dalam Lembaga Negara, b. Menteri, c. Gubernur atau wakil pemerintah pusat di Daerah d. Hakim, di semua tingkat pengadilan e. Pejabat Negara yang lain : Dubes, Wk Gubenur, dan Bupati/Walikota, dan f. Pejabat yang memiliki fungsi strategis g. ( yang rawan praktek KKN) ; Direktur/Komisaris, dan pejabat struktural lainnya di BUMN/BUMD, Pimpinan BI, Pimpinan Perguruan Tinggi, Pejabat Eselon I, Jaksa, Panitera Pengadilan, dan Pimpinan, Bendaharawan Proyek (Pasal 2 UU No 28 Tahun 1999) Pegawai Negeri Meliputi : a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU Tentang Kepegawaian. Pasal 1 angka 1 UU No 8 Tahun 1974 jo UU No 43 Tahun 1999 : Setiap WNI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan , diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UU No 8 Tahun
10
4.
Percepatan Pemberantasan Korupsi
1974 jo UU No 43 Tahun 1999 : Pegawai Negeri terdiri dari : 1). PNS Pusat dan PNS Daerah 2). Anggota TNI, dan 3). Anggota POLRI b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU Hukum Pidana; c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah ; atau e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. (Pasal 1 angka 2 UUPTPK) Korporasi 1. kumpulan orang dan kekayaan yang terorganisasi baik yang berbentuk badan hukum ; 2. kumpulan orang dan kekayaan yang terorganisasi yang bukan berbentuk badan hukum; 3. kumpulan orang yang terorganisasi yang berbentuk badan hukum 4. kumpulan orang yang terorganisasi yang bukan berbentuk badan hukum 5. kumpulan kekayaan yang terorganisasi yang berbentuk badan hukum
Modul Diklat Prajabatan
11
6. kumpulan kekayaan yang terorganisasi yang bukan berbentuk badan hukum 2. Unsur Objektif a. Janji b. Kesempatan c. Kemudahan d. Kekayaan Milik Negara -. Uang -. Daftar -. Surat, Akta -. Barang
C. PENGERTIAN KORUPSI 1. Menurut Fockema Andreae kata korupsi dari bahasa Latin corruptio atau corruptus (Webster Student Dictionary, 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal dari kata asal corrumpere, yaitu suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa latin inilah diserap kedalam banyak bahasa dinegara-negara Eropa, seperti Inggris yaitu Corruption, corrupt, Perancis yaitu Corruption, dan Belanda Corruptie (korruptie). Dari bahasa Belanda inilah kita menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia “korupsi”. 2. Secara harafiah korupsi mempunyai arti kebusukan, keburukan, kebejatan, dapat disuap, tidak bermoral,
12
Percepatan Pemberantasan Korupsi
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina dan memfitnah. 3. The Lexicon Webster Dictionary “Corruption (L. Corruption (n-)): The act of corrupting, or the state of being corrupt; putrefactive decomposition, putrid matter; moral perversion; depravity, pervesion of integrity, corrupt or dishonest proceedings, bribery, pervesion from a state of purity, debasement, as of language; a debased from a word”. 4. Kamus umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwodarminto): Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. 5. Kamus Lengkap Inggris - Indonesia, Indonesia - Inggris, S. Wojowasito - W.J.S. Poerwodarminto: Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran. 6. Economic Development Institute of the World Bank, “National Integrity System Country Studies” mengatakan: “an abuse of entrused power by politicians of civil servant for personal gain”.
Modul Diklat Prajabatan
13
Malaysia mempunyai aturan tentang anti korupsi, mereka tidak memakai kata korupsi melainkan memakai istilah rusuah yang diambil dari bahasa Arab yaitu riswah. Di Indonesia, jika orang membicarakan korupsi pasti yang dipikirkan dan yang dikatakan, hanya mengenai perbuatan yang buruk, jelek, rusak, dengan macam-macam artinya menurut waktu, tempat, dan suku, demikian juga dengan bangsa-bangsa lain.
D. RANGKUMAN Tindak pidana mempunyai arti perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut atau tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Tindak pidana terdiri dari dua unsur yaitu : 1. Unsur Subjektif a. Setiap orang b. Penyelenggara negara c. Pegawai Negeri d. Korporasi
Percepatan Pemberantasan Korupsi
14 2. Unsur Objektif a. Janji b. Kesempatan c. Kemudahan d. Kekayaan milik Negara -. Uang -. Daftar -. Surat, Akta -. Barang
Korupsi mempunyai arti kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran. Malaysia mempunyai aturan tentang anti korupsi, mereka tidak memakai kata korupsi melainkan memakai istilah rusuah yang diambil dari Bahasa Arab yaitu riswah. E. LATIHAN: 1. Siapa sajakah yang dapat menjadi subjek tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam UU PTPK, uraikan dengan jelas. 2. Apakah objek dari Korupsi, jelaskan dengan singkat. 3. Apakah yang dimaksud dengan “setiap orang” dalam ketentuan UUPTPK.
BAB III PERATURAN PEMBERANTASAN KORUPSI Langkah-langkah pembentukan peraturan tentang pemberantasan korupsi di Indonesia telah dimulai beberapa tahun perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak meraih kemerdekaannya, sebagai upaya memberantas tindak pidana korupsi. Dan istilah korupsi sebagai istilah yuridis diawali pada tahun 1957 pada saat dikeluarkannya Peraturan Penguasa Militer yang berlaku di daerah kekuasaan Angkatan Darat (Peraturan Militer Nomor PRT/PM/06/1957). Peraturan pemberantasan Korupsi mengalami empat masa sejak tahun 1957 sampai saat ini sebagai berikut: 1. Masa Peraturan Militer a. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 yang dikeluarkan oleh Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat. Konsiderans peraturan ini mengatakan: “Bahwa berhubung tidak adanya kelancaran dalam usaha-usaha memberantas perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, yang oleh khalayak ramai dinamakan korupsi, perlu segera menetapkan suatu cara kerja untuk dapat menerobos kemacetan dalam usaha-usaha memberantas korupsi … dst”
15
16
Percepatan Pemberantasan Korupsi
b. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 Tentang Penilikan Harta Benda, tanggal 27 Mei 1957 yang merubah dan menyempurnakan Peraturan Penguasa Militer No PRT/PM/06/1957. c. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/011/1957 Tentang Wewenang Penguasa Militer dalam Menyita Barang-Barang, tanggal 1 Juli 1957. f. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor PRT/PEPERPU/013/1958 tanggal 16 April 1958. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu seluruh wilayah negara Republik Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang berdasar UndangUndang No 74 Tahun 1957 jo. Undang-Undang No 79 Tahun 1957, dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut. Dalam konsideran peraturan ini, khususnya pada butir a dikatakan: “Bahwa perkara-perkara pidana yang mempergunakan modal dan atau kelonggaran-kelonggaran lainnya dari masyarakat misalnya bank, koperasi, wakaf dan lainlain atau yang bersangkutan dengan kedudukan si pembuat pidana, perlu diadakan tambahan beberapa aturan pidana pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan yang dapat memberantas perbuatanperbuatan yang disebut korupsi”
Modul Diklat Prajabatan
17
g. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut No PRT/Z/I/7/1958 Tanggal 17 April 1958. 2. Masa Undang-Undang No 24/Prp/Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini melalui Undang-Undang No 1 Tahun 1961 menjadi Undang-Undang No 20 Prp Tahun 1960. Undang-undang ini dibuat mengingat peraturan Penguasa Perang Pusat tersebut hanya berlaku untuk sementara (temporer), maka Pemerintah Republik Indonesia menganggap bahwa Peraturan Penguasa Perang Pusat yang dimaksud perlu diganti dengan peraturan perundang-undangan yang berbentuk Undang-Undang. Konsiderans Undang-Undang ini mengatakan: “bahwa untuk perkara-perkara pidana yang menyangkut keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan atau kelonggarankelonggaran lainnya dari negara atau masyarakat misalnya bank, koperasi, wakaf dan lain-lain atau yang bersangkutan dengan kedudukan si pembuat pidana, perlu diadakan tambahan beberapa aturan pidana pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan yang dapat memberantas perbuatan-perbuatan yang disebut korupsi”
18
Percepatan Pemberantasan Korupsi
3. Masa Undang-Undang No 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LNRI 1971-19; TLNRI 2958). Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai upaya penyempurnaan terhadap undang-undang yang ada sebagaimana dimuat secara tegas dalam diktumnya sebagai berikut: “Bahwa Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi berhubung dengan perkembangan masyarakat kurang mencukupi untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan, dan oleh karenanya undang-undang itu perlu diganti” Setelah lebih dari dua dasawarsa berlaku ternyata Undang-Undang ini tidak lagi sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, apalagi dengan terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang melibatkan para penyelenggara negara dengan para pengusaha. 4. Masa Undang-Undang no 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam konsideransnya mengatakan:
Modul Diklat Prajabatan
19
“Bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan undangundang pemberantasan tindak pidana korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi” yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang no 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang konsiderans butir a dan b nya berbunyi: “Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa” “Bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum menghindari keragaman penafsiran hukum, dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi perlu diadakan perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”
Percepatan Pemberantasan Korupsi
20
Modul Diklat Prajabatan
21
Dari berbagai konsiderans sebagaimana tersebut, tercermin suatu proses pembuatan peraturan perundangundangan yang ditujukan agar hukum pidana khusus lebih efektif untuk menangkal korupsi. Lebih dari itu, merupakan komitmen positif dari penyelenggara negara untuk aktif berusaha memberantas korupsi. Komitmen ini diwujudkan dengan cara mengganti peraturan perundangundangan yang dianggap kurang akomodatif terhadap permasalahan penanganan tindak pidana korupsi (Yudi
tentang pencegahan tindak pidana korupsi mengalami perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Hal ini agar peraturan pemberantasan korupsi dapat memberikan kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum, dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Kristian hal 15) Undang-Undang ini diikuti dengan Undang-Undang No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan peraturan pelaksanaan lainnya seperti misalnya Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Inpres No 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
LATIHAN
RANGKUMAN Penyelesaian tindak pidana korupsi telah dirasakan sebagai masalah yang mendapatkan sorotan sejak bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya di tahun 1945, bahkan sejak itu telah dikeluarkan berbagai peraturan yang pada intinya untuk mencegah dan mengatasi terjadinya tindak pidana korupsi. Peraturan itu dimulai sejak tahun 1957 pada saat Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang. Sampai saat ini peraturan
1. Apakah yang menjadi dasar pemikiran penguasa perang di tahun 1957, mengeluarkan peraturan tentang pemberantasan korupsi 2. Undang-Undang No 31 tahun 1971 Tentang Pemberantasan Korupsi dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman dan rasa keadilan serta kepastian hukum. Apakah yang Saudara ketahui tentang hal tersebut.
Modul Diklat Prajabatan
BAB IV TINDAKAN/KEBIJAKAN YANG DIANGGAP TINDAK PIDANA KORUPSI Definisi Korupsi secara gamblang telah diuraikan dengan jelas dalam 13 buah pasal dalam Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 (tiga puluh) bentuk / jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan dengan rinci mengenai perbuatan / tindakan / kebijakan yang bisa dikenakan pidana mati, pidana penjara, dan pidana denda karena korupsi. Ketiga puluh pasal tersebut tersebar dalam Pasal 2 sampai dengan pasal 13 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). Selain itu ada 6 (enam) jenis Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan perkara korupsi. Ketiga puluh (30) bentuk / jenis delik tindak pidana korupsi ( dua (2) jenis delik mengatur tentang perbuatan yng merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sedangkan 28 jenis lainnya mengatur tentang perilaku penyelenggara negara terkait dengan kekuasaannya), ketigapuluh delik tersebut dapat dikelompokkan dalam 7 (tujuh) kelompok, sebagai berikut: 1. Kerugian Keuangan Negara
22
2. 3. 4. 5. 6. 7.
23
Suap Menyuap Penggelapan Dalam Jabatan Pemerasan Perbuatan Curang Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan Gratifikasi
Sedangkan ke 6 (enam) tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas: 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar 3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka 4. Saksi atau akhli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu 5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu 6. Saksi yang membuka identitas pelapor
A. TINDAK PIDANA KORUPSI 1. Tindak Pidana Korupsi Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara a. Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain dan korporasi dan dapat merugikan keuangan negara. Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 jo.
24
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Modul Diklat Prajabatan
UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) 1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. 2)
dan norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” menujukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Penjelasan Pasal 2 ayat (2) mengatakan: yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan penanggulangan tindak pidana korupsi.
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan
25
No
Unsur Pidana
1. 2.
Setiap orang Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi Dengan cara melawan hukum
3.
Tindak
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
26 4.
Dapat merugikan keuangan negara Kesimpulan :
Kewenangan
untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan korporasi, dan dapat merugikan keuangan negara. Pasal 3 UU PTPK: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan /atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Unsur Pidana
1. 2.
Setiap orang Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi Menyalahgunakan kewenangan , kesempatan atau
3.
Tindak
27
sarana Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan 5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Kesimpulan : 4.
b. Menyalahgunakan
No
Modul Diklat Prajabatan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
2. Korupsi yang terkait dengan Suap-Menyuap a. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pasal 5 ayat (1) huruf a UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan /atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: 1) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. 2) ………………….. No
Unsur Pidana
1.
Setiap orang
Tindak
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
28 2.
Memberi sesuatu atau menjanji kan sesuatu 3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara 4. Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu karena jabatanya sehingga bertentangan dngn kewajibannya Kesimpulan
b. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara Pasal 5 ayat (1) huruf b: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan /atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. …………………. b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatan.
Modul Diklat Prajabatan
No
Unsur Pidana
29 Tindak
1. 2. 3.
Setiap orang Memberi sesuatu Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara 4. Karena berhubungan dgn sesuatu yg bertentangan dgn kewajiban , dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatan Kesimpulan
Fakta perbuatan Alat bukti yang dilakukan dan yang kejadian mendukung
c. Memberi hadiah kepada pegawai negeri Pasal 13 UU PTPK: Setiap orang yang memberi janji kepada pegawai negeri, dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatannya atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) No
Unsur Tindak Pidana
1. 2.
Setiap orang Memberi hadiah
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
30 atau janji Kepada pegawai negeri 4. Dengan mengingat kekuasaan ataui wewenang yg melekat pada jabatan atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tsb Kesimpulan
2.
Adapun Pasal 5 ayat (1) huruf a, mengatakan: 1)
d. Pegawai negeri dan penyelenggara negara menerima suap Pasal 5 ayat (2) UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau/ denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: (1) …………………. (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b di pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai negeri atau penyeleng -gara
31
negara Menerima pemberi an atau janji 3. Sebagaimana di maksud dlm Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Kesimpulan
3.
No
Modul Diklat Prajabatan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
2)
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatan.
e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suap Pasal 12 huruf a UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
Percepatan Pemberantasan Korupsi
32
1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut, diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. No
Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara Menerima hadiah atau janji Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dgn kewajibannya Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya
2. 3.
4.
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Modul Diklat Prajabatan
33
yang bertentangan dgn keajibannya Kesimpulan
f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suap Pasal 12 huruf b UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): 1) …………………….. 2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. No
Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara Menerima hadiah
2. 3.
Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
34 atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dgn kewajibannya. 4. Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dgn kewajibannya Kesimpulan
g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya. Pasal 11 UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Modul Diklat Prajabatan
No
Unsur Tindak Pidana
35 Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
1.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara 2. Menerima hadiah atau janji 3. Diketahuinya 4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenagan yang berhubungan dgn jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dgn jabatannya Kesimpulan
h. Menyuap Hakim Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK: (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
Percepatan Pemberantasan Korupsi
36
Modul Diklat Prajabatan
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. No 1. 2.
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang Memberi atau menjanjikan sesuatu 3. Kepada Hakim 4. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
Alat bukti yang mendukung
i. Menyuap Advokat Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PTPK: 1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) (a.) ………………………. (b.) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan
37
diadili. No
Unsur Tindak Pidana
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
1. 2.
Setiap orang Memberi atau menjanjikan sesuatu 3. Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan 4. Dengan maksud mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili Kesimpulan
j. Hakim dan advokat menerima suap Pasal 6 ayat (2) UU PTPK: Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
Percepatan Pemberantasan Korupsi
38
Modul Diklat Prajabatan
39
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). No 1. 2.
Unsur Tindak Pidana
Hakim atau advokat Yang menerima pemberian atau janji 3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
No Alat bukti yang mendukung
k. Hakim Menerima suap. Pasal 12 ayat c UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikt Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) 1) 2) Hakim yang menerima janji, padahal diketahuinya atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
1. 2.
Unsur Tindak Pidana
Hakim Menerima hadiah atau janji 3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
l. Advokat menerima suap Pasal 12 huruf d UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) 1) ………………………. 2) Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk
Percepatan Pemberantasan Korupsi
40
Modul Diklat Prajabatan
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. 3) ………………………. No 1.
Unsur Tindak Pidana
Advokat yang menghadiri sidang di pengadilan 2. Menerima hadiah atau janji 3. Diketahui atau patut diduga bhw hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat nasihat atau pendapat yg akan diberikan berhubung dgn perkara yg diserah kan kpd pengadil -an untuk diadili Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Alat bukti yang mendukung
No
Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu Dengan sengaja Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orng lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu. Uang atau surat berharga Yang disimpan
2. 3.
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan a. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan Pasal 8 UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
41
4. 5.
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
42 karena jabatannya Kesimpulan
Pasal 9 UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu Dengan sengaja Memalsu Buku-buku atau
2. 3. 4.
43
daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi Kesimpulan
b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
No
Modul Diklat Prajabatan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
c. Pegawai negeri merusakkan barang bukti Pasal 10 huruf a: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar, yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya, uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya.
Alat bukti yang mendukung
No
Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yg ditugaskan men jalankan suatu jabatan umum
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
44
2)
secara terus me nerus atau untuk sementara waktu 2. Dengan sengaja 3. Menggelapkan , menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai 4. Barang akta, surat, dan daftar yang digunakan untuk meyakin- kan atau mem buktikan di muka pejabat yang berwenang 5. Yang dikuasai karena jabatannya Kesimpulan
d. Pegawai negeri merusakkan bukti
No 1.
membiarkan
orang
lain
Pasal 10 huruf b UU PTPK: dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: 1)
Modul Diklat Prajabatan
45
Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi barang, akta, surat atau daftar tersebut.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu 2. Dengan sengaja 3. Membiarkan orang lain , menghilang kan, menghancur kan, merusak kan, atau membuat tidak dapat dipakai 4. Barang, akta, surat atau daftar sebagaimana tersebut pada pasal 10 huruf a Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
46
e. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan barang bukti Pasal 10 huruf c UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) 1) 2) Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut. No
Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yg ditugaskan men jalankan suatu jabatan umum secara terus me nerus atau untuk sementara waktu Dengan sengaja Membantu orang lain menghilang kan, menghancur kan, merusakkan atau membuat tidak
2. 3.
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Modul Diklat Prajabatan
47
dapat dipakai lagi Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut Pasal 10 huruf a. Kesimpulan 4.
4. Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras
Pasal 12 huruf e UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1) 2) Pegawai negeri / penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Alat bukti yang mendukung
No
Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai Negeri atau penyeleng -gara negara
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
48 2.
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain 3. Secara melawan hukum 4. Memaksa seseorang, memberi kan sesuatu, membayar, atau menerima pem bayaran dengan potongan, atau untuk mengerja kan sesuatu bagi dirinya Kesimpulan
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras Pasal 12 huruf g UU PTPK: dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1) …………………………….. 2) pegawai negeri / penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
Modul Diklat Prajabatan
No
Unsur Tindak Pidana
49 Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
1.
Pegawai Negeri atau penyelenggara negara 2. Pada waktu men jalankan tugas 3. Meminta atau me nerima pekerjaan , atau penyerahan barang 4. Seolah-olah me rupakan utang kepada dirinya 5. Diketahuinya bhw hal tersebut bukan merupakan utang Kesimpulan
c. Pegawai negeri atau penyelenggara memeras pegawai negeri yang lain
negara
Pasal 12 huruf f UU PTPK: dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1) ………………………….. 2) Pegawai negeri / penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
Percepatan Pemberantasan Korupsi
50
Modul Diklat Prajabatan
kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. No 1.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai Negeri atau penyeleng gara negara 2. Pada waktu men jalankan tugas 3. Meminta, me nerima, atau memotong pembayaran 4. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum mempunyai utang Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) 1) Pemborong, akhli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang
Alat bukti yang mendukung
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang a. Pemborong berbuat curang
Pasal 7 ayat (1) huruf a UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
51
No 1.
Unsur Tindak Pidana
Pemborong, akhli bangunan atau penjual bahan bangunan 2. Melakukan perbuatan curang 3. Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan 4. Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
52 b. Pengawas curang
proyek
membiarkan
perbuatan
Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) 1) …………………….. 2) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud huruf a.
No
Unsur Tindak Pidana
1.
Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan Dilakukan dengan sengaja Sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a
2.
3. 4.
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Modul Diklat Prajabatan
53
Kesimpulan
c. Rekanan TNI / POLRI berbuat curang
Pasal 7 ayat (1) huruf c UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). 1) 2) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang
Alat bukti yang mendukung No 1. 2.
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang Melakukan perbuatan curang 3. Pada waktu menyerahkan ba rang keperluan TNI dan atau POLRI 4. Dapat membahaya kan keselamatan negara dalam keadaan perang Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
54
d. Pengawas rekanan TNI / POLRI berbuat curang Pasal 7 ayat (1) huruf d UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). 1) 2) Setiap orang yang mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. No 1.
Unsur Tindak Pidana
Orang yg bertugas mengawasi pe nyerahan barang keperluan TNI dan POLRI 2. Membiarkan per buatan curang (sebagaimana di maksud Pasal 7 ayat (1) huruf c) 3. Dilakukan dengan sengaja Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Modul Diklat Prajabatan
55
e. Penerima barang TNI / POLRI membiarkan perbuatan curang. Pasal 7 ayat (2) UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). (2) Bagi orang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf c. No 1.
Unsur Tindak Pidana
Orang yg bertugas mengawasi pe nyerahan barang keperluan TNI dan POLRI 2. Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf a atau huruf c) 3. Dilakukan dengan sengaja Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
56
Modul Diklat Prajabatan
57
pakai
f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain Pasal 12 huruf h UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1) ………………….. 2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. No
Unsur Tindak Pidana
1.
Pegawai negeri atau penyeleng -gara negara Pada waktu men jalankan tugas menggunakan tanah negara yang diatasnya ada hak
2.
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
3.
Seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan 4. Telah merugikan yang berhak 5. Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan Kesimpulan
6. Korupsi yang berkaitan dengan benturan kepentingan dalam pengadaan a. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
Pasal 12 huruf i UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1) 2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsug dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Percepatan Pemberantasan Korupsi
58 No 1.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyeleng -gara negara 2. Dengan sengaja 3. Langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan 4. Pada saat dilakukan per -buatan untuk seluruh atau sebagian ditugas kan untuk mengurus atau mengawasinya Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
7. Korupsi yang terkait dengan Gratifikasi a. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK Pasal 12 B UU PTPK 1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Yang dinilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa
Modul Diklat Prajabatan
59
gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi b) Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. 2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Pasal 12 C UU PTPK: (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. (3) Komisi Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan
Percepatan Pemberantasan Korupsi
60
gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. Penjelasan Pasal 12 B mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “Gratifikasi” adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik di dalam negeri maupun diluar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. No 1.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara 2. Menerima gratifikasi 3. Yang berhubung an dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya 4. Penerimaan gritifikasi tersebut tidak dilaporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterima nya gratifikasi. Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Modul Diklat Prajabatan
61
B. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi Pasal 21 UU PTPK: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). No 1. 2. 3.
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang Dengan sengaja Mencegah, merintangi atau menggagalkan 4. Secara langsung atau tidak langsung 5. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun saksi Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Percepatan Pemberantasan Korupsi
62
2. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai harta kekayaannya. Pasal 22 UU PTPK: Setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) Pasal 28 UU PTPK: Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberi keterangan terhadap seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka. No
Unsur Tindak Pidana
1. 2. 3.
Tersangka Dengan sengaja Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu Tentang keterang an
4.
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Modul Diklat Prajabatan
63
harta benda -nya atau harta benda istri/suami -nya, atau harta benda anaknya atau harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui atau patut diduga mem -punyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka Kesimpulan
3. Bank tidak memberikan keterangan rekening tersangka Pasal 22 UU PTPK: Setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 28, Pasal 29, Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) Pasal 29 UU PTPK: (1) Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta
Percepatan Pemberantasan Korupsi
64
kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa. (2) Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (3) Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap. (4) Penyidik, penuntut umum atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil korupsi. (5) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pemblokiran No
Unsur Tindak Pidana
1.
Orang yang ditugaskan oleh bank Dengan sengaja Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
2. 3.
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Modul Diklat Prajabatan
65
tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa Kesimpulan
4. Saksi atau akhli yang tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu. Pasal 22 UU PTPK: Setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 35 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) Pasal 35 UU PTPK: (1) Setiap orang wajib memberikan keterangan sebagai saksi atau akhli kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami anak dan cucu dari terdakwa (2) Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka dikehendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa.
Percepatan Pemberantasan Korupsi
66 (3)
No 1. 2. 3.
Modul Diklat Prajabatan
Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah.
Unsur Tindak Pidana
Saksi atau akhli Dengan sengaja Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang isinya palsu Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu Pasal 22 UU PTPK: Setiap orang sebagaimana dimaksud pasal 28, pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) Pasal 36 UU PTPK : Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 35 berlaku
67
juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia. No
Unsur Tindak Pidana
1.
Orang yg karena pekerjaan harkat , martabat atau jabatannya yang diwajibkan me nyimpan rahasia 2. Dengan sengaja 3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang isinya palsu Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
6. Saksi yang membuka identitas pelapor Pasal 24 UU PTPK: Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana paling lama 3 (tiga) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
Pasal 31 UU PTPK:
Percepatan Pemberantasan Korupsi
68 (1)
(2)
No 1. 2.
Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan diketahuinya identitas pelapor. Penjelasan Pasal ini berbunyi : “ Yang dimaksud dengan “pelapor” dalam ketentuan ini adalah orang yang memberi informasi kepada penegak hukum, menegenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang No 8 Yahun 1981 Tentang Hukum Acara Perdata Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan atau orang lain tersebut.
Unsur Tindak Pidana
Saksi Menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal lain yang memungkinkan diketahuinya identitas pelapor Kesimpulan
Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat bukti yang mendukung
Modul Diklat Prajabatan
69
C. PERAN SERTA MASYARAKAT Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi dalam Bab V nya mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 41 yang pada intinya masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, peran serta tersebut dapat diwujudkan dengan: 1. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; 2. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi pada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; 3. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; 4. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 (tiga puluh) hari. 5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal: a. Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c. b. Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi
Percepatan Pemberantasan Korupsi
70
pelapor. Saksi atau saksi akhli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Modul Diklat Prajabatan
71
6. Pengakuan (dari saksi, tersangka, terdakwa, orang yang melihat, mengetahui peristiwa tersebut)
D. RANGKUMAN Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas dan ketentuan yang
Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 memberikan ketentuan subjek dan objek tindak pidana korupsi. Undang-Undang ini juga
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya.
merumuskan definisi korupsi secara gamblang yang telah
Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya
/ jenis delik tindak pidana korupsi, yang dikelompokkan dalam 7 (tujuh) kelompok.
pencegahan, pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi. Hendaknya masyarakat dalam berperan serta memberantas korupsi menyampaikan bukti-bukti adanya
dijelaskan dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 (tiga puluh) bentuk
Ke tujuh kelompok tindak pidana korupsi tersebut ialah: 1. Kerugian keuangan negara, 2. Suap menyuap, 3. Penggelapan dalam jabatan, 4. Pemerasan, 5. Perbuatan curang, 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, 7. Gratifikasi. Selain 30 (tiga puluh) jenis tindak pidana korupsi,
tindak pidana korupsi. Adapun alat bukti itu dapat berupa :
UU PTPK juga memuat 6 (enam) tindak pidana lain yang
1. 2.
Pemeriksaan setempat Surat/Akta (Surat Keputusan, Sertipikat Tanah, Disposisi, Surat Perjanjian dll)
berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Sedangkan keenam tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi ialah:
3.
Keterangan Saksi (Saksi Akhli, saksi memberatkan, dan saksi yang meringankan)
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan
4. 5.
Sumpahan Persangkaan
yang
tidak benar 3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
Percepatan Pemberantasan Korupsi
72
4. Saksi atau akhli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu 5. Orang yang memegang rahasia jabatan, tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu 6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
E. LATIHAN 1.
2. 3.
Ada berapakah delik tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UUPTPK, uraikan secara singkat. Sebutkan macam-macam gratifikasi yang dapat diterima subjek tindak pidana korupsi Bagaimanakah pendapat saudara dalam melaksanakan peran serta masyarakat, dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
BAB V KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Tindak pidana korupsi yang makin meningkat dan meluas dalam masyarakat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus maupun dari kerugian keuangan negara, dan juga dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan secara sistimatis, dan memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat, mengancam peri kehidupan dalam masyarakat dan negara. Tindak pidana korupsi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, oleh karena itu tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai tindak kejahatan biasa melainkan telah menjadi tindak kejahatan luar biasa. Usaha-usaha untuk memberantas korupsi sudah menjadi masalah dunia, masalah global, tidak hanya sekedar masalah nasional atau regional, karena sesungguhnya gejala korupsi ada pada setiap negara, terutama negara yang sedang membangun, sudah hampir menjadi condition sine qua non (Prof. Dr. Jur Andi Hamzah, Hal v - 2005). Usaha-usaha pemberantasan korupsi di beberapa negara ada yang dilaksanakan karena desakan rakyat banyak / masyarakat agar korupsi segera dihabisi, dengan kalau perlu melalui hukum darurat, pemberatan ancaman dan penjatuhan pidana, dengan sistim pembuktian terbalik, serta
73
74
Percepatan Pemberantasan Korupsi
pembebasan penanganan korupsi dari instansi normal ke suatu badan independen yang dijamin integritasnya. Sejak tahun 1957, pemerintah sudah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang maksudnya untuk pemberantasan tindak pidana korupsi yang diikuti dengan pembentukan badan-badan pemberantasan korupsi dengan berbagai nama. Badan-badan pemberantasan korupsi yang sudah ada sebelum Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut: 1. Tim Pemberantasan Korupsi Dasar Hukum: Keppres Nomor 228 Tahun 1967 Tanggal 2 Desember 1967 dan Undang-Undang No 24 Tahun 1960 Pelaksana: Ketua tim Sugiharto (Jaksa Agung) Penasihat: Menteri Kehakiman, Panglima ABRI, Kastaf Angkatan dan KAPOLRI Tugas: Membantu Pemerintah memberantas korupsi dengan tindakan preventif dan represif 2. Komite Anti Korupsi Komite ini dibentuk pada tahun 1970 Pelaksana: Angkatan 66, Akbar Tanjung, Michael Setiawan, Thoby Mutis, Jacob Kendang, Imam Waluyo, Tutu T.W., Soeriwijono, Agus Jun Batuta, M Surachman, Alwi Nurdin Lucas, Luntungan, Asmara Nababan, Sjahrir, Amir Karamoy, Pasik Vitue, Mangandang Napitupulu dan Chaidir Makarim.
Modul Diklat Prajabatan
75
3. Komite Empat Dasar Hukum: Keppres No 12 Tahun 1970 Tanggal 31 Januari 1970 Pelaksana: Wilopo, S.H. (Ketua merangkap anggota), IJ Kasimo, A. Anwar Tjokroaminoto dan Prof Johanes Tugas: a. Menghubungi pejabat, atau instansi swasta sipil, atau militer; b. Memeriksa administrasi pemerintah dan swasta c. Meminta bantuan aparatur pemerintah pusat dan daerah 4. Obstib Dasar Hukum: Inpres No 9 Tahun 1977 Pelaksana: Koordinator Pelaksana Tingkat Pusat, Men PAN, Pelaksana Operasi Tertib, Pangkopkamtib Ketua I: Kapolri Ketua II: Jaksa Agung dan Para Irjen Tingkat Daerah Pelaksana Operasional: Laksusda Ketua I: Kapolda Ketua II: Kajati dan Irwilda Tugas: a. Pada awalnya pembersihan pungutan liar di jalanjalan, penertiban uang siluman di pelabuhan, baik pungutan tidak remsi maupun resmi, tetapi tidak sah menurut hukum b. Pada tahun 1977 diperluas sasaran penertiban, beralih dari jalan-jalan ke aparat departemen dan daerah.
76
Percepatan Pemberantasan Korupsi
5. Tim Pemberantasan Korupsi Dibentuk pada tahun 1982 Dasar Hukum: menghidupkan kembali TPK tanpa diikuti Keppres atau Inpres Pelaksana: JB Sumarlin, Pangkopkamtib Sudomo, Ketua MA Mudjono, Menteri Kehakiman Ali Said, Jaksa Agung Ismail Saleh, Kapolri Jenderal Awaludin Djamin, M.P.A. 6. KPKPN Dasar Hukum: Undang-Undang No 28 Tahun 1999 dan Keppres No 27 Tahun 1998 Tentang Komisi Pemeriksaan Kekayaan Negara. Pelaksana: Adi Andojo Soetjipto, S.H. didukung oleh 25 anggota Polisi, Kejaksaan dan aktivis kemasyarakatan. Tugas: mengungkap kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani Kejaksaan Agung. Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No 20 tahun 2001 dalam Pasal 43 memerintahkan dibentuknya badan khusus yang disebut dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mempunyai tugas dan wewenang melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai mana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang no 30 Tahun 2002 sebagai berikut:
Modul Diklat Prajabatan
77
1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan tindak pidana korupsi 2. Melaksanakan supervisi terhadap instansi berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi 4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindakan pidana korupsi 5. Melakukan monitor terhadap pelanggaran pemerintahan negara Adapun wewenang dari Komisi ini: 1. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi; 2. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; 3. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait; 4. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 5. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi; dan 6. wewenang lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 12, 13, dan 14 Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
78
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. KPK dapat membentuk perwakilan di daerah. Penyelidik, penyidik dan penuntut umum adalah penyelidik, penyidik dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang: a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. b. Mendapat perhatian dan yang meresahkan masyarakat; dan / atau c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Dari uraian tersebut, dan dengan undang-undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka KPK dapat: 1. Menyusun jejaring kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang ada sebagai “counterpartner” yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien.
Modul Diklat Prajabatan
79
2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan 3. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism) 4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan kepolisian dan / atau kejaksaan. RANGKUMAN Komisi Pemberantasan Korupsi adalah institusi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksanaan dari pasal 43 UU PTPK. Komisi ini mempunyai kewenangan untuk melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan atas perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat, dan / atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp rupiah).
1.000.000.000,00 (satu miliar
80
Percepatan Pemberantasan Korupsi
LATIHAN 1. Apakah KPK berwenang menangani tindak pidana korupsi yang ada pada instansi saudara, jelaskan jawaban saudara. 2. Koordinasi yang bagaimanakah menurut saudara yang harus dilakukan oleh KPK dengan instansi dimana saudara bekerja 3. Apakah menurut saudara peran institusi KPK, menjadikan instansi pemerintah pada umumnya menjadi lebih baik dalam menangani pencegahan korupsi di instansinya.
BAB VI PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI Pemerintah era reformasi, nampak benar-benar serus menginginkan tindak pidana korupsi yang dilakukan setiap orang, pegawai negeri, penyelenggara negara atau korporasi, benar-benar diberantas dengan secepatnya. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang no 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan yang terakhir mengeluarkan Instruksi Presiden No 24 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Inpres ini ditujukan kepada: 1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu 2. Jaksa Agung Republik Indonesia 3. Panglima Tentara Nasional Indonesia 4. Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia 5. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen 6. Para Gubernur 7. Para Bupati dan Walikota
81
82
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Untuk: 1. Seluruh Pejabat Pemerintah termasuk Penyelenggara Negara menyampaikan laporan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. 2. Membantu KPK dalam rangka penyelenggaraan pelaporan, pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di lingkungannya. 3. Membuat penetapan kinerja dengan pejabat dibawahnya secara berjenjang 4. Meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat. 5. Menetapkan program dan wilayah bebas korupsi 6. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa secara konsisten untuk mencegah kebocoran dan pemborosan 7. Menerapkan kesederhanaan dalam pribadi dan kedinasan 8. Memberikan dukungan terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi (percepatan informasi yang berkaitan dengan TP Korupsi dan mempercepat pemberian ijin pemeriksaan terhadap saksi / tersangka) 9. Melakukan kerjasama dengan KPK, menelaah dan mengkaji sistem-sistem yang menimbulkan tindak pidana korupsi 10. Meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan aparatur untuk meniadakan perilaku koruptif dilingkungannya. Selanjutnya Inpres ini juga memberi instruksi khusus kepada: Menko Bidang Ekonomi, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala BAPPENAS melakukan kajian-kajian dan uji coba pelaksanaan
Modul Diklat Prajabatan
83
sistem E-Procurement yang dapat dipergunakan bersama instansi pemerintah, selain menteri-menteri tersebut juga diberikan instruksi khusus kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala BAPPENAS, Menteri Negara PAN, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Negara BUMN, Menteri Diknas, Menkominfo, Jaksa Agung RI, KAPOLRI, Gubernur, Bupati / Walikota, yang pada intinya melaksanakan upaya-upaya percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan bidang masing-masing. Secara Internasional Indonesia dalam rangka percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi, juga ikut serta dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Korupsi, Tahun 2003 (United Nation Convention Against Corruption, 2003). Materi Konvensi Internasional tersebut terdiri dari: Bab I: mengenai ketentuan umum, yang berisi maksud dan tujuan, pengertian, istilah, ruang lingkup penerapan dan perlindungan kedaulatan (Pasal 1 s/d Pasal 4) Bab II: Mengenai kebijakan dan praktek anti korupsi, badan, atau badan-badan anti korupsi preventif, sektor publik, kode etik tingkah laku pejabat publik, perolehan publik dan manajemen keuangan publik, pelaporan publik, tindakantindakan yang berkaitan dengan peradilan dan penuntutan, sektor swasta, keikutsertaan masyarakat, dan tindakantindakan untuk mencegah pencucian uang (money laundering) (Pasal 5 s/d Pasal 15)
84
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Bab III: Mengenai kriminalisasi dan penegakkan hukum (Pasal 15 s/d Pasal 42) Bab IV: Mengenai kerjasama internasional (pasal 43 s/d Pasal 50) Bab V: Mengenai penemuan (pengembalian asset) (Pasal 51 s/d Pasal 59) Bab VI: mengenai bantuan teknis dan tukar menukar informasi (Pasal 60 s/d Pasal 62) Bab VII: Mengenai mekanisme penerapan (Pasal 63 s/d Pasal 64) Bab VIII: Mengenai ketentuan akhir (Pasal 65 s/d Pasal 71) Tiga maksud dan tujuan konvensi: 1. memajukan dan memperkuat tindakan-tindakan memberantas korupsi yang lebih effektif; 2. memajukan, memfasilitasi dan mendukung kerjasama internasional dan bantuan teknis dalam mencegah dan memerangi korupsi, termasuk pengembalian asset; 3. memajukan integritas, akuntabilitas, dan manajemen yang seharusnya dalam soal-soal publik dan harta publik.
RANGKUMAN Upaya memberantas korupsi oleh Pemerintah Republik Indonesia, telah dimulai sejak tahun 1956, dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi, yang diikuti dengan badan-badan pemberantasan korupsi sejak tahun 1967 sampai dengan tahun 2002.
Modul Diklat Prajabatan
85
Bahkan pada masa pemerintahan era reformasi upaya-upaya tersebut makin ditingkatkan melalui jalur kerjasama internasional, dengan ikut serta dalam konvensi Internasional tentang pemberantasan korupsi (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Pemberantasan Korupsi - United Nations Againts Corruption, 2003). LATIHAN: 1. Apakah upaya percepatan pemberantasan korupsi di instansi saudara telah dirasakan dalam kegiatan kedinasan sehari-hari. Berikan jawaban dengan singkat dan jelas. 2. Kalau sudah ada, apa bentuk upaya percepatan pemberantasan korupsi. 3. Kalau belum ada, apa upaya-upaya saudara untuk ikut serta dalam percepatan pemberantasan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Chaerudin, S.H., MH, Syaiful Ahmad Dinar, S.H. MH, Syarif Fadilah, S.H., MH, Tindak Pidana Korupsi , Reflika Aditama, 2008. 2. Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, 2006 3. Ismantoro Dwi Yuwono, Para Pencuri Uang Rakyat, Daftar 59 Koruptor Versi KPK 2003 -2008,Pustaka Timur 2008. 4. Lilik MUlyadi, S.H. M.H. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, Penerbit Alimni, 2007. 5. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi, Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Rajawali Press, 2005 6. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Sinar Grafika 7. Pusat Info Data Indonesia, Tindakan / Kebijakan yang Dianggap Korupsi, 2007 8. Rohim, S.H. Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi , Pena Multi Media , 2008 9. R. Wiyono, S.H. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, 2006 10. Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan Dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra Aditya Bakti, 2006
LAMPIRAN Pokok Bahasan Topik Tujuan Pembelajaran Khusus Metode
Waktu Alat Bantu
Percepatan Pemberantasan TP Korupsi Mendalami TP Korupsi dan pelaporan dugaan adanya TP Korupsi Peserta Diklat dapat mendalamai TP Korupsi dan membuat Laporan dugaan adanya Korupsi 1. Diskusi kelompok tentang studi kasus yang telah disiapkan 2. Paparan dan tanggapan antar kelompok 3. Penjelasan Widyaiswara tentang hasil diskusi kelompok 135 menit - 3 jp - Spidol - Flip chart - Plak ban
Langkah 1. Jelaskan kepada peserta diklat tentang tujuan yang hendak dicapai pada sesi ini serta langkah kerja yang akan dilakukan bersama. Langkah 2. Bagi peserta ke dalam beberapa kelompok (antara 5 sampai dengan 7 peserta ) dengan instruksi agar setiap kelompok ditunjuk seorang juru bicara/presenter.
86
87
88
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Modul Diklat Prajabatan
89
Langkah 3. Bagikan kepada peserta diklat naskah studi kasus kepada seluruh peserta diklat dan segera membacanya untuk digunakan sebagai bahan diskusi. Dengan menggunakan Alat Bantu formulir / matrik dalam bahan ajaran.
Hs melaporkan hal tersebut kepada Penyidik, yang ditindak lanjuti dengan melakukan perekaman pembicaraan antara G dengan Hs, tentang proses pemberian uang yang akan dilakukan oleh Drs EM kepada Hs. Beberapa hari kemudian sesuai dengan rencana, pada saat Drs EM memberikan uang
Latihan Kasus 1
kepada Hs, di Cafe “ The Green”, Jaksa melakukan penangkapan terhadap dirinya.
Drs. EM adalah seorang pejabat Eselon III, di sebuah Departemen dan telah ditunjuk sebagai ketua panitia / penanggung jawab proyek pengadaan barang, di Kementeriannya pada tahun anggaran 2014, berdasarkan SK Menteri. Proyek tersebut senilai Rp 175 M, yang bersumber dari APBN dan bantuan luar negeri sebesar 10% nilai proyek. Pada akhir tahun anggaran, Hs selaku salah seorang pemeriksa dari instansi yang berwenang melakukan pemeriksaan keuangan ditugaskan untuk memeriksa pertanggungjawaban keuangan pengadaan barang yang telah dilakukan Drs EM. Pada saat melakukan pemeriksaan, Hs menemukan adanya sejumlah indikasi penyimpangan dalam proses pengadaan yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara, yang dinilai sebesar Rp 6 M. Drs EM yang mengetahui hal itu, lalu berusaha melakukan beberapa kali pendekatan kepada Hs, dengan cara antara lain mengajak makan di Hotel “Artharini”, dan menawarkan uang sebesar Rp 750 juta serta menyampaikan keinginannya agar Hs bersedia menghilangkan indikasi penyimpangan dalam hasil laporan pemeriksaan.
Latihan Kasus 2 Hm, S.H. seorang Panitera Pengadilan Negeri di Kabupaten Deli Serdang , Prop Sumatera Utara, dalam perkara penipuan dengan terdakwa YZ (terdakwa tidak ditahan). Pada tanggal 14 Juli 2012, pk 9.30 wib, Hm S.H. didatangi YZ diruang kerjanya, dengan mengajukan permintaan agar melobi Ketua Majelis Hakim, yaitu Hakim BS, S.H. yang menangani perkaranya agar dalam persidangan ia dinyatakan tidak terbukti bersalah dan diputus bebas, untuk itu Hm, S.H. dijanjikan akan diberi uang sebesar Rp 500 Jt. Atas permintaan tersebut Hm, S.H. menyanggupi dengan meminta agar uang tersebut diserahkan terlebih dahulu kepadanya sebelum perkaranya diputus. Pada tanggal 29 Juli 2012, sekitar pk 14.20 wib, YZ mendatangi Hm. S.H. diruang kerjanya dengan membawa sebuah tas kresek warna hitam yang didalamnya berisi uang sebanyak Rp 500 Jt dan menyerahkannya kepada Hm, S.H. dan diterima oleh Hm, S.H. yang kemudian disimpan dalam meja kerjanya.
90
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Tanggal 27 Agustus 2012, dalam sidang perkara penipuan dengan terdakwa YZ, Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan penipuan, dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 tahun . Mendengar putusan tersebut terdakwa YZ langsung marah dan berteriak bahwa ia seharusnya bebas karena ia telah memberikan uang sebesar Rp 500 Jt kepada Panitera Hm, S.H. untuk disampaiakan kepada Hakim BS yang menangani perkaranya. Atas kejadian tersebut YZ melaporkan kepada Kejaksaan Negeri setempat. Dalam pengakuannya Hm, S.H. menyatakan telah melobi Hakim BS, S.H. selaku Ketua Majelis Hakim, Namun Hakim BS, S.H. tidak bersedia membantu YZ, sementara itu uang sebesar Rp 500 jt telah habis ia pergunakan untuk membayar utang-utangnya dan membeli perabot rumah tangga. Latihan Kasus 3 Dirut BUMN “ Bakti Negari” bernama Ir KW, yang diangkat berdasarkan SK Meneg BUMN. Pada tahun 2011, ia selaku Dirut telah menjual aset BUMN, yang dipimpinnya, berupa tanah negara. Aset tersebut dijual kepada FC seluas 50 ha. Sebelum melakukan transaksi penjualan Ir KW mengadakan beberapa kali pertemuan dengan FC antara lain tanggal 24 Nopember 2008 di Restauran “Nataboan”, tanggal 5 Desember 2008 di Cafe “Rock n Roll”, dan tanggal 20 Desember 2008 di Hotel “Horaison”, dari beberapa kali pertemuan tersebut dicapai kesepakatan bahwa Ir KW akan
Modul Diklat Prajabatan
91
menurunkan NJOP tanah serta mengatur sistem pembayaran dari FC yang dilakukan secara bertahap. Ir KW juga meminta agar FC menyertakan 2 perusahaan pendamping untuk memenuhi syarat formal dalam proses lelang. Ir KW, selanjutnya mengupayakan penurunan harga NJOP sebesar 10%, sehingga harga tanah tersebut sesuai dengan kesepakatan harga yang telah dibuatnya dengan FC dan meminta perusahaan appresial untuk membuat taksiran harga sesuai dengan permintaan. Ir KW pun mengatur siasat agar penjualan seakan-akan sesuai prosedur dengan cara membentuk panitia penjualan, dengan terlebih dahulu memberi pengarahan kepada panitia penaksir harga agar menetapkan harga jual sesuai apa yang ia inginkan, dan memerintahkan panitia penjualan agar penawaran dibatasi hanya untuk FC dan 2 perusahaan yang diajukan FC serta sistem pembayaran dalam RKS dilakukan secara bertahap. Perbuatan Ir KW ini pada dasarnya bertentangan dengan SK Men Keuangan tentang penjualan aset negara dengan prosedur lelang dimuka umum. Tanggal 16 Januari 2011 terjadi transaksi jual beli aset BUMN berupa tanah, antara BUMN dengan FC di hadapan Notaris LB dengan harga Rp 125 M, pada hal menurut SK Meneg BUMN penjualan tanah aset BUMN harus sesuai dengan NJOP dan harga pasar, sehingga menurut perhitungan, aset BUMN tersebut, harga sebetulnya adalah Rp 200 M. Dalam proses penjualan aset tersebut FC mentrasfer uang sebesar Rp 15 M kerekening milik Ir KW di bank “Rindu Bunga”
92
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Atas perbuatan Ir KW, negara c.q. perusahaan BUMN “Bakti Negari” telah dirugikan sebesar Rp 75 M. Latihan Kasus 4 Seorang anggota DPR-RI bernama JN, mendatangi pejabat departemen mitranya yang bernama QZ, dan menginformasikan bahwa di departemennya untuk tahun anggaran 2005, ada proyek pengadaan barang berupa 40 buah lokomotif dan 400 gerbong kereta api penumpang, dan 200 gerbong kereta barang, dan 200 gerbong kereta pengangkut batubara, yang secara keseluruhan bernilai Rp 5 Trilyun. Untuk itu yang terhormat tersebut telah meminta kepada pejabat QZ agar dalam pembelian barang-barang tersebut, menentukan spesifikasi barang-barang, dan ia menujuk PT “ Angin Ribut” sebagai pemenang tender pengadaan barang, serta mengatur perusahaan-perusahaan yang pendamping tender. Untuk informasi tersebut yang terhormat JN, dalam beberapa kali pertemuan dengan QZ mengisyaratkan agar ia diberikan imbalan uang sebesar 1% dari nilai proyek, disertai ancaman apabila itu tidak dipenuhi maka proyek pengadaan barang tersebut dibatalkan atau diberi bintang, selain itu JN juga minta kepada PT “Angin Ribut” agar memberikan dana sebesar 2,5% dari nilai proyek dengan alasan untuk dibagibagikan kepada rekan-rekan satu komisi di DPR QZ sebagai pejabat Eselon II, memerintahkan anak buahnya yang bertanggung jawab di bidang pengadaan barang
Modul Diklat Prajabatan
93
tersebut, untuk melaksanakan segala perintahnya, sejak mulai pembentukan panitia pengadaan sampai dengan pelaksanaan penjualan dan penyerahan barang. Dari hasil pemeriksaan instansi yang berwenang memeriksa keuangan Departemen tersebut diperoleh temuan adanya kerugian negara sebesar Rp 55 M. Latihan Kasus 5 GK seorang wiraswasta yang memiliki berbagai usaha antara lain di bidang perkebunan, dibawah bendera PT “Lahan Hijau Lestari”. Pada tahun 2005 ia memperoleh kredit sebesar Rp 98,5 M dari bank DS, sebuah bank yang sebagian sahamnya (45%) dimiliki oleh pemerintah. Kredit tersebut akan digunakan untuk mendanai replanting perkebunan karet seluas 35 ribu ha ( sesuai dengan proposal yang diajukan ke Bank) di Kabupaten VF, Propinsi QB. Pada pelaksanaannya dana tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk kegiatan replanting (yaitu hanya 30% ). Sisanya dana tersebbut digunakan untuk kepentingan pribadinya yaitu membangun rumah mewah seluas 1200 m2, membeli 3 buah mobil mewah, perhiasan, jam tangan dan jalan-jalan ke luar negeri. Akibat dari perbuatan tersebut ia diajukan ke Pengadilan Negeri sebagai terdakwa. Vonis Hakim Pengadilan Negeri menghukum yang bersangkutan dengan pidana penjara 3 (tiga) tahun. Melalui pengacaranya ia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, dengan harapan ia dapat bebas dari jeratan penjara. Untuk maksud itu ia menemui hakim Wt,
94
Percepatan Pemberantasan Korupsi
S.H. yang menangani kasusnya sebanyak 3 kali (tgl 12 Juli 2006 di Hotel Peninsula, tgl 9 Agustus 2006 di Hotel Sadewa, dan tgl 18 Agustus 2006 di Plaza Ombak ). Pada pertemuan yang terakhir itu ia menyerahkan uang sebanyak Rp 750 Jt kepada hakim Wt,S.H. Pada saat yang bersamaan ia ditangkap oleh pihak yang berwajib. Yang selanjutnya ia disidik, diperiksa, perkaranya diberkas, dan diajukan ke Pengadilan untuk kedua kalinya dengan kasus yang berbeda dengan kasusnya yang pertama Latihan Kasus 6 Ds seorang pegawai negeri di Kabupaten HG, Propinsi Jp, diberi kepercayaan oleh pimpinan SKPD nya untuk mengurusi dan mengawasi proyek pembangunan gedung kantor SKPD, dengan biaya sebesar Rp 3.67 M, dana proyek tersebut diperoleh dari APBD 75% dan APBN 25% tahun 2007. Proyek tersebut harus sudah selesai pada akhir tahun anggaran 2007. Untuk melaksanakan proyek tersebut Ds dengan seksama mempelajari ketentuan-ketentuan dari peraturan yang berkaitan dengan tugasnya tersebut. Selain itu Ds juga mendirikan perusahaan dalam bentuk PT yang diberi nama “Bangun Perkasa”, dengan Istrinya sebagai Dirut, dan seorang anaknya sebagai Direktur Operasional, dan menantunya sebagai tenaga akuntansi, serta dibantu oleh 4 orang karyawan. Selain mendirikan perusahaan ia juga menujuk 3 (tiga) perusahaan lainnya sebagai pendamping tender.
Modul Diklat Prajabatan
95
PT “ Bangun Perkasa” menang tender pembangunan gedung SKPD, dan melaksanakan pekerjaan dengan tepat waktu. Pada saat diadakan pemeriksaan oleh instansi yang berwenang mengadakan pemeriksaan proyek tersebut diperoleh temuan-temuan, bahwa telah terjadi selisih harga, jumlah, dan kualitas barang-barang bangunan ( antara lain keramik lantai , bahan utk sanitary, atap baja ringan, cat tembok) yang secara keseluruhan sebanyak Rp 1.58 M. Selama dalam pemeriksaan Ds, selalu kooperatif, dan menjelaskan selisih harga tersebut tidak dia nikmati sendiri akan tetapi digunakan untuk biaya overhead antara lain , beaya pengurusan jaminan bank, beaya pengukuran lokasi oleh BPN, beaya pemeriksaan volume dan kualitas pekerjaan, beaya pengurusan termijn pembayaran di kas negara, sumbangan sosial, lingkungan dan organisasi politik, kemasyarakatan, asosiasi badan usaha dan profesi, beaya kunjungan dan intertainment pejabat, yang semuanya tercatat dengan rapi. Latihan Kasus 7 Tiba-tiba saja tanpa suatu sebab, atap gedung SD “ Anak Ceria “ di Kabupaten HL, Propinsi Nn, roboh pada sore hari, dan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Gedung SD tersebut baru 6 (enam) bulan direnovasi (sebanyak 10 unit kelas, satu ruang guru, dan satu rumah jaga, ruang olah raga), proyek ini senilai Rp 895 jt yang bersumber dari dana APBD tahun anggaran 2007, dan LSM “Peduli Anak Sekolah” sebesar 1% dari nilai proyek. Proyek dikerjakan oleh PT “
96
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Anak Negeri” sebuah BUMD. Sebagai pengawas proyek Dd, diperiksa oleh Polisi, dan dari hasil pemeriksaan tersebut, diperoleh pengakuan bahwa Dd, pada dasarnya mengetahui kalau material yang digunakan untuk merenovasi gedung SD tersebut banyak yang tidak sesuai dengan spesifikasi barang , antara lain, kualitas dan jenis kayu untuk kuda-kuda, usuk dan reng, genting, campuran semen dengan pasir. Dari hasil pemeriksaan, negara ditaksir menderita kerugian sebesar Rp 150 jt. Ketika Dd ditanya pada saat pemeriksaan “mengapa ia membiarkan saja hal tersebut” Menurut pengakuannya setiap ia selesai mengadakan pemeriksaan penerimaan barangbarang di lokasi proyek ia menerima uang rata-rata sebanyak Rp 300 ribu (sebanyak 10 kali), dan diajak makan di Warteg “mbak Sumi” dekat lokasi proyek. Uang selama ini ia terima dari Bn, orangnya toko bahan bangunan UD “ Kajengan”. Latihan Kasus 8 Pesta pernikahan Nn Cv dengan Perjaka Mx, usai sudah, bulan madu ke 5 negara Eropa (Italy, Swedia, Jerman, Perancis, dan Spanyol) segera dijalankan, beaya perjalanan bulan madu diterima dari relasi orang tua Nn Cv, Bapak Ir. Hr H yang menjabat Eselon II di suatu Departemen. Selama ini unit kerja Ir. Hr H selalu melaksanakan proyekproyek dengan nilai yang besar, untuk tahun anggaran 2006, antara lain proyek pembangunan jalan tol sepanjang 1100 km yang tersebar di 5 propinsi, pembangunan jalan provinsi sepanjang 800 km di 6 propinsi, dan peningkatan mutu jalan
Modul Diklat Prajabatan
97
raya sepanjang 600 km di 3 propinsi. Dana untuk pembangunan jalan tersebut bersumber dari anggaran APBN tahun 2006. Kepada 10 rekanan, yang melaksanakan pekerjaan tersebut Ir Hr H selalu membantu memberikan informasi mengenai harga satuan yang ada pada DIP, sehingga ke 10 rekanan itu mendapat pekerjaan proyek di unit kerjanya. Pada saat menikahkan putrinya, ia memperoleh angpao berupa cek perjalanan (travellers check), serta Voucher dari beberapa hotel di Jerman dan Perancis dari rekananrekanannya sehingga secara keseluruhan mencapai Rp 950 jt, selain dari sanak saudara dan undangan lainnya. Semua amplop dari rekan, sanak saudara dan rekanan-rekanan dibuka bersama/dihadapan petugas KPK. Pada saat diadakan pemeriksaan dari instansi yang berwenang mengadakan pemeriksaan atas proyeknya, diperoleh adanya temuan-temuan yang mengindikasikan adanya kerugian negara sejumlah Rp 2 M. Latihan 9. Perjalanan ibadah agama telah dilaksanakan oleh Ny. CZ, dan kembali ke tanah air dengan selamat. Ny CZ adalah seorang Pejabat II di salah satu instansi pemerintah daerah Kabupaten BR, di Provinsi Km. Sepulang dari perjalanan ibadah, ia diperiksa oleh Jaksa dari Kejari setempat, karena adanya laporan dan indikasi kerugian negara dari pelaksanaan proyek tersebut senilai Rp 350 jt.
98
Percepatan Pemberantasan Korupsi
Berdasarkan SK Bupati Kab BR, Ny CZ pada tahun 2006 telah ditunjuk sebagai pelaksana proyek pengadaan barang di unit kerjanya senilai Rp 995 jt, dana untuk itu bersumber dari APBD Kabupaten BR. Selama dalam penyidikan, sampai dengan dihadapan sidang, Ny CZ selalu didampingi pengacaranya, MG, S.H. dari kantor pengacara MG, FV dan rekan. Selama itu pula Ny CZ, selalu kooperatif, disamping itu dia meminta kepada advokat /pengacaranya agar mengajukan argumentasi yang dapat meringankan dirinya dan memberikan uang sebanyak Rp 50 jt sebagai biaya-biaya yang diperlukan untuk menangani perkaranya, antara lain untuk panitera pengadilan, majelis hakim, serta janji akan memberikan tambahan Rp 150 jt lagi kalau ia dinyatakan bebas murni. Vonis Hakim dijatuhkan kepada Ny CZ, adalah pidana penjara 1 (satu) tahun dan denda Rp 50 jt. Jaksa naik banding karena vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa, yang menuntut 4 (empat ) tahun penjara dan denda Rp 150 juta. Ny CZ kecewa dengan vonis Hakim, dan menyatakan bahwa ia telah memberikan sejumlah uang kepada advokatnya agar ia dapat dibebaskan dari ancaman hukuman yang menjeratnya. Latihan Kasus 10 Akhir-akhir ini Ny Atjih VX kelihatan “mengkilat” secara fisik, baik cara berpakaian maupun make upnya, yang berpengaruh
Modul Diklat Prajabatan
99
pula pada sikap dan perilakunya yang makin anggun. VX adalah seorang free lance yang mempunyai kepiawaian antara lain dalam hal penyetoran pajak ke petugas pajak. Pj adalah PNS, pejabat SKPD Dsr, di Kota JS, ia seorang bendaharawan proyek tahun anggaran 2008 yang mempunyai kewenangan sebagai WAPU (wajib pungut pajak). Adapun pajak yang biasa ia pungut antara lain PPH 21. Pada pertengahan bulan juni 2008, SKPD Dsr ybs didatangi petugas pajak yang menagih setoran pajak terutang, oleh petugas SKPD MT, ditunjukkan bukti penyetoran pajak, yang setelah diteliti ternyata bukti itu palsu. Adapun pajak yang harus disetor sebanyak Rp 23 M (sampai pertengahan tahun 2008). Pada awalnya Pj menceritakan kepada BM rekannya dari SKPD OR Kota JS, bahwa memegang uang dalam bentuk tunai yang akan disetor ke petugas pajak. BM menceritakan kepada rekan lainnya yang bernama VX bahwa BM akan menyetor pajak ke petugas pajak. VX menawarkan diri membantu mengurus penyetoran pajak, dan karena BM di “iming-iming” komisi , uang diserahkan kepada VX, dan BM menerima Rp 2 M. Selanjutnya VX menghubungi rekannya yang bernama AQ untuk membikin SPP (Surat Setoran Pajak) dan memberikan imbalan Rp 2 M kepadanya (AQ). Dengan sisa uang itu VX membuat Show room mobil, membeli tanah di daerah JT, dan 2 unit mobil mewah al Toyota Harier, serta beberapa perhiasan. Sementara itu polisi telah menetapkan Pj, Hre, bendahara SKPD Mti kota JS, dan Bb staf Bendahara Hre, yang diduga menerima Rp 700 jt
100