Meylita Zahra Rezilia Elindra & Agustyas Tjiptaningrum| Perbedaan Uji Tuberkulin dan Uji BCG pada Tuberkulosis
Perbedaan Uji Tuberkulin dan Uji BCG pada Tuberkulosis Meylita Zahra Rezilia Elindra, Agustyas Tjiptaningrum 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Abstrak Sampai sekarang tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia, terutama di Indonesia. Prevalensi TB paru dengan basil tahan asam (BTA) positif di Indonesia masih tinggi yaitu, 0,3%. Hal ini berarti terdapat 3 penderita penyakit TB paru yang menular pada setiap 1.000 penduduk. Ini diperlukan untuk meningkatkan mutu program pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia. Namun kendala yang dihadapi saat ini adalah masih rendahnya penemuan kasus TB dengan BTA positif. Hal ini disebabkan karena sulitnya melakukan pemeriksaan BTA secara langsung di lapangan, terutama pada anak-anak. Uji tuberkulin telah digunakan secara luas untuk periode yang lama,namun Uji Tuberkulin masih memiliki kelemahan, yaitu akan menjadi negatif untuk sementara pada penderita TB. Tetapi sebagian besar menggunakan uji BCG untuk mendiagnosis TB.Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk membuktikan proporsi yang lebih tinggi,antara hasil positif dan keunggulan uji BCG. Kata kunci:BCG, skrining,tuberculin.
Differences Tuberculin Skin Test and BCG Tuberculosis Test Abstract Tuberculosis (TB) remains a major health problem in the world, especially in Indonesia. The prevalence of pulmonary tuberculosis with positive acid-fast bacilli (AFB) in Indonesia is still high, about 0.3%. It means that there are three patients with pulmonary TB disease are contagious in every 1,000 population. It is necessary to improve the quality of pulmonary tuberculosis eradication program in Indonesia. However, the constraints faced today is the low tuberculosis case with smear positive. This is due to the difficulty of doing both smear directly in the field, especially in children. Tuberculin test has been widely used for a prolonged period, but the tuberculin skin test still has a weakness, which would be negative for a while in patients with TB. But most use BCG test to diagnose TB. Further research is still needed to prove a higher proportion, between positive results and advantages of BCG test. Keywords: BCG, screening,tuberculin.
Pendahuluan Tuberkulosismasih merupakanmasalah kesehatan di dunia.Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terkena penyakit ini. Pada tahun2009, terdapat sekitar 9,4 juta insiden kasus TB secara global. Prevalensi di duniamencapai 14 juta kasus atau sama dengan 200 kasus per 100.000 penduduk.1Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992 TB paru di Indonesiamenduduki urutan kedua penyebab kematian terbanyak (11,4%).1 Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina.Perkiraan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari seluruhpasien TB di dunia. Survei Kesehatan RumahTangga (SKRT)tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan saluran pernapasan pada semua kelompok usia danpenyebab pertama darigolongan penyakit infeksi. Hasil surveyprevalens TB tahun 2004
menunjukkan angka prevalens TBBTApositif secara nasi onal 110/100.000 penduduk.Berdasarkan data di atas TB masih merupakan masalah utamakesehatan 2 masyarakat Indonesia. Uji tuberkulin (Mantoux) telah digunakan secara luas untuk mengetahui adanya infeksi TB sejak lebih dari enam dekade. Namun demikian, uji tuberkulin memiliki kelemahan, yaitu akan menjadi negatif untuk sementara pada penderita TB (anergi) dengan malnutrisi energi protein, TB berat, morbili, varisela, pertusis, difteria, Tifus abdominalis,pemberian kortikosteroid yang lama,vaksin virus dan penyakit keganasan.3 Uji BCG diberikan secara langsung di Indonesia tanpa didahului uji tuberkulin. Anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan, ia harus dicurigai adanya tuberkulosis dan diperiksa lebih lanjut kearah tuberkulosis.4
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 43
Meylita Zahra Rezilia Elindra & Agustyas Tjiptaningrum| Perbedaan Uji Tuberkulin dan Uji BCG pada Tuberkulosis
Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar. Karena itu BCG dapat digunakan sebagai alat diagnostik. Uji BCG tidak terdapat anergi, sehingga lebih unggul bila dibandingkandengan uji tuberkulin. 4 Dikshit dan Singh (2007) melakukan uji mantoux dan uji BCG secara bersamaan dengan hasil 93% uji BCG positif pada penderita tuberkulosis paru dan hanya 65% uji mantoux positif; 82% uji BCG positif pada meningitis tuberkulosis dan hanya 40% uji mantoux positif, disimpulkan bahwa uji BCG merupakan bentuk protein natural sehingga reaksinya lebih cepat dan sensitif terutama untuk mendiagnosistuberkulosis pada anak dengan malnutrisi dan tuberkulosis yang berat.4 Shrivastavaet al., (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa BCG mempunyai indeks hipersensitivitas tuberkular yang lebih baik serta tidak dipengaruhi oleh faktor umur dan status gizi. Uji BCG jarang sekali menimbulkan efek samping dan reaksi berat yang merupakan indikatork uat pada kontak tuberculosis.Keunggulan BCG ialah sederhana, aman, reabilitasnya tinggi dan murah sebagai alat diagnostik yang direkomendasikan untuk penggunaan rutin di lapangan, terutama di negara dengan prevalensi tinggi tuberkulosis seperti Indonesia.4 Isi Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis tipe humanus. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh melalui udara pernafasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan (bronkus) atau penyebaran langsung ke alatalat tubuh lainnya seperti otak, ginjal, usus, tulang, kulit.1 Tuberkulosis telah dikenali sebagai keadaan klinis pada awal abad ke-19 tetapi belum digolongkan sebagai suatu penyakit infeksi sampai tahun 1882 ketika Koch mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis. Penyebarantuberkulosis menjadi perhatian kesehatan masyarakat dan usaha untuk mengendalikan tuberkulosis menjadi batu
loncatan darikesehatan masyarakat yang modern.4 Mycobacteriumtuberculosismerupakan kuman yanghidup sebagai parasit intraselular dan berkembang biak didalam tubuh. Penularannya dapat terjadi daripenderita keorang lain melalui percik renik. Percik renik berdiameter 1–5¼m yang terhisap dan menginfeksi paru. Percik renik dikeluarkan oleh penderita sebagai sumber infeksi padasaatbicara atau batuk dan menular ke orang lain saat terjadi kontak dan dapat bertahan di udara selama berjam-jambahkan beberapa hari sampai akhirnya ditiup angin. Infeksiterjadi apabila orang menghirup percik renik yang mengandung Mycobacterium tuberculosis. Gejala penyakit timbul beberapa saatsetelah infeksi dan pada umumnya respons imun terbentukd alam 2–12 minggu setelah infeksi.Keadaan lingkungan, ventilasi udara di ruangan, lama pajanan, jumlah percik renik, ukuran dankonsentrasi kumanmempengaruhi proses infeksi Mycobacterium tuberculosis.5 Kondisi penderita TByang dapat menimbulkan risiko penularan antara lainterdapatnya TB paru, batuk produktif, sputum basil tahan asam (BTA) positif, tampak kavitas pada fototoraks, saatbatuk atau bersin tidak menutup hidung ataumulut.Terapi antiTB yang tidak tepat dan teratur, serta menjalani prosedur yang menginduksi batuk seperti induksi batuk, bronkoskopi dan suction. Tuberkulosis dimulai dari infeksi primer yang sering tidak menimbulkan gejala dan kemudian dapat sembuh sendiri sehingga uji tuberkulin berubah dari negative menjadi positif.6 Penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang tedrapat dalam paru penderita, penebaran kuman tersebut dalam udara dan yang dikeluarkan bersama dahak beruba “droplet” dan berada di udara sekitar penderita TB. Anak biasanya tertular dari sumber infeksi yang umumnya penderita TB dewasa.7 Penularan biasanya melalui udara, yaitu secara inhalasi “droplet nucleus” yang mengandung basil TB. Droplet dengan ukuran 1-5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas kemudian mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Beberapa penelitian menyebutkan 25-50% angka terjadinya infeksi pada kontak tertutup. Karena didalam tubuh pejamu belum ada kekebalan awal, hal ini
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 44
Meylita Zahra Rezilia Elindra & Agustyas Tjiptaningrum| Perbedaan Uji Tuberkulin dan Uji BCG pada Tuberkulosis
memungkinkan basil TB tersebut berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah.7 Sebagian basil TB difagositosis oleh makrofag didalam alveolus tapi belum mampu membunuh basil tersebut, sehingga basil TB dalam makrofag umumnya dapat tetap hidup dan berkembang biak. Basil TB yang menyebar melalui saluran limfe mencapai berbagai organ tubuh dan didalam organ tersebut akan terjadi proses dan transfer antigen ke limfosit.8 Basil TB hampir selalu didapatkan bersarang didalam sumsum tulang, hati, kelenjar, limfe tetapi tidak selalu dapat berkembang biak secara luas, sedangkan basil TB dilapangan atas paru, ginjal, tulang, dan otak lebih mudah berkembang biak terutama sebelum imunitas spesifik terbentuk.8 Imunitas spesifik yang terbentuk biasanya cukup kuat untuk menghambat pengembangbiakan TB lebih lanjut, sehingga lesi akibat TB kan sembuh dan tidak ada tanda dan gejala klinik.Namun, pada sebagian kasus imunitas spesifik terbentuk tidak cukup kuat sehingga penyakit TB terjadi dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan, sedangkan pada sebagian kasus penyakit baru terjadi setelah 12 bulan bahkan lebih setelah infeksi.Kurang lebih 10% individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam beberapa bulan atau tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit terutama pada balita, pubertas dan keadaan yang menyebabkan turunnya imunitas.8 Sedangkan mereka yang tidak menjadi sakit, untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka berada dalam keadaan “dormant”. Hipersensitivitas terhadap beberapa komponen basil TB dapat dilihat dengan Uji Tuberkulin yang biasanya terjadi 210 minggu setelah infeksi, dalam waktu tersebut terjadi juga “Cell Mediated Immune Response”. Setelah terjadi infeksi pertama, basil TB yang menyebar ke seluruh badan suatu saat dapat berkembang biak dan menyebabkan penyakit dalam 3-12 bulan.8 Lesi TB pada paru sering terjadi di lapangan atas paru. Selama infeksi primer basil TB bersarang di kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dapat juga di kelenjar limfe lainnya. Infeksi di kelenjar tersebut dapat langsung berkembang menjadi TB aktif, dapat aktif beberapa tahun kemudian atau tidak pernah menjadi aktif sama sekali. Lesi primer
dan kelenjar limfe regional disebut kompleks primer.Risiko terjadinya infeksi tergantung pada intensitas terpaparnya dan sistem imun individu (pejamu) yang bersangkutan.8 Dasar pemeriksaan uji tuberkulin adalah reaksi alergi terhadap tuberkuloprotein. Reaksi positif uji tuberkulin menunjukkan adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis. Pada sebagian besar anak reaktifitas tuberkulin timbul 3-6 minggu dan kadang-kadang lebih dari 3 bulan setelah infeksi.8 Reaksi positif Uji Tuberkulin menunjukan adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis. Pada sebagian besar anak reaktivitas tuberkulin timbul 3-6 minggu dan kadang-kadang lebih dari 3 bulan setelah infeksi inisial.8,9 Terdapat 2 teknik yang sering digunkana untuk Uji Tuberkulin, yaitu uji Mantoux dan Multiple Puncture Test(MPTs). Di Indonesia yang digunakan adalah Uji Mantoux. Uji mantoux telah digunakan secara luas untuk mengetahui adanya infeksi TB sejak lebih dari 6 dekade. Uji ini menggunakan anti gen standart dengan 5 unit tuberkulin derivat protein murni (PPDS 5 TU/PPD-RT23 2TU) yang disuntikkan intradermal. Tes Mantoux merupakan suatu tes sederhana, mudah dilakukan, yang membuatnya sangat bermanfaat untukmendiagnosa tuberkulosis meskipun memiliki keterbatasan.10 Tes Mantoux harus selalu dilakukan, hasilnya dapat saja negatif pada 10 – 25 % pasien dengan penyakit yang aktif. Sensitivitas dan spesifitas yang relatif rendah dari tes ini menjadikannya sangat berguna bagi orang dengan resiko tinggi terinfeksi tuberkulosis dan tidak disarankan bagi orang dengan resiko rendah terinfeksi tuberkulosis.10 Vaksinasi BCG di Indonesia diberikan secara langsung tanpa didahului Uji Tuberkulin. Bila pada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal (yang besar) dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan, maka harus dicurigai adanya tuberkulosis dan diperiksa lebih lanjut kearah tuberkulosis, sehingga dapat juga digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis.7 Diagnosis TB ditegakkan dari anamnesis, dimana keadaan umum ditemukan panas sub febris terutama malam hari yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa sebab yang jelas, sering berkeringat malam, nafsu
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 45
Meylita Zahra Rezilia Elindra & Agustyas Tjiptaningrum| Perbedaan Uji Tuberkulin dan Uji BCG pada Tuberkulosis
makan menurun, berat badan sulit naik (dalam 4 minggu terakhir). Dan pemeriksaan fisik pasien mengalami malnutrisi, konjungtivitis fliktenularis, pembesaran kelenjar limfe (leher, aksila, inguinal, nares), gibbus, spondilitis, paru: gerak nafas asimetris, palpasi dada pekak, ronki, wheezing, krepitasi.4 Uji BCG dilakukan dengan 0,1 ml vaksin BCG disuntikkan intradermal. Pembacaan dilakukan hari ketiga sampai hari ke 7 dan setelah penyuntikkan. Uji BCG dinilai positif bila didapatkan indurasi/papula berdiameter lebih dari 5 mm pada penyuntikkan.8 Prinsip dasar uji BCG adalah reaksi hipersensitivitas.Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar. Karena itu BCG dapat digunakan sebagai alat diagnostik.Disimpulkan, bahwa uji BCG merupakan bentuk protein natural sehingga reaksinya lebih cepat dan sensitif terutama untuk mendiagnosis tuberkulosis pada anak. Selain itu, uji BCG juga dapat langsung berguna sebagai profilaksis.9 Sebaran hasil uji tuberkulin (Mantoux) dan uji BCG. Berdasarkan penelitian yang ada, hasil uji tuberkulin (Mantoux) positif pada umur < 5 tahun sebagian besar negatif dibanding positif. Kelompok umur 6-10 tahun hasil uji positif dibanding negatif dengan perbandingan 1:2, sedangkan pada kelompok umur >10 tahun perbandingannya adalah 1:3 antara hasil positif dibanding negatif.10 Proporsi hasil positif uji tuberkulin paling besar didapatkan pada kelompok umur 6-10 tahun, menyusul kelompok umur >10 tahun dan paling kecil pada kelompok umur < 5 tahun.Hasil uji BCG positif pada umur < 5 tahun sebagian besar (96%) negatif dibanding positif, kelompok umur 6-10 tahun dan >10 tahun perbandingannya 100% positif.10 Sebaran Hasil uji tuberkulin dan BCG, perbaikan radiologik dan laboratorik. Sebagian besar sampel mengaiami perbaikan radiologik baik pada sampel dengan hasil uji tuberkulin positif dan negatif setelah mendapat pengobatanantituberkulosis rejimen 2HRZ 4HR. Proporsi perbaikan radiologik lebih besar pada sampel dengan hasil uji tuberkulin positif dibanding uji tuberkulin negatif, dengan pebandingan 6:5. Sebagian besar (95,6%) sampel mengalami perbaikan laboratorik baik pada responden dengan hasil uji BCG positif setelah
mendapat pengobatanantituberkulosis rejimen 2HRZ4HR. Sebagian besar sampel mengalami perbaikan radiologik baik pada sampel dengan hasil uji BCG positif dan negatif setelah mendapatpengobatan antituberkulosis rejimen 2HRZ4HR.Proporsi perbaikan radiologik lebih besar pada sampel dengan hasil uji BCG positif dibanding uji BCG negatif, dengan perbandingan 4:3.10 Ringkasan Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru, tetapi dapat menyerang organ tubuh yang lain.Reaksi positif Uji Tuberkulin menunjukan adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis. Pada sebagian besar anak reaktivitas tuberkulin timbul 3-6 minggu dan kadang-kadang lebih dari 3 bulan setelah infeksi inisial.Prinsip dasar uji BCG adalah reaksi hipersensitivitas.Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar. Karena itu BCG dapat digunakan sebagai alat diagnostik.Disimpulkan, bahwa uji BCG merupakan bentuk protein natural sehingga reaksinya lebih cepat dan sensitif terutama untuk mendiagnosis tuberkulosis pada anak.Didapatkan proporsi hasil positif uji BCG lebih besar (97%) dibanding hasil positif uji tuberkulin (24%). Simpulan Proporsi hasil positif uji BCG lebih besar dibanding dengan proporsi hasil positif uji tuberkulin (Mantoux) pada anak dengan tuberkulosis.Pada anak dengan tuberkulosis dan Kurang Energi Protein ringan proporsi hasil negatif uji tuberkulin (Mantoux) lebih besar dibanding dengan proporsi hasil negatif uji BCG, tetapi secara statistik tidak bermakna.Sebaran hasil positif uji BCG relatif sama pada semua kelompok umur. Uji BCG dapat digunakan sebagai sarana uji tapis atau diagnosis tuberkulosis pada anak. Daftar Pustaka 1. World Health Organization. Globaltuberculosis control. Geneva: World Health Organization; 2012. 2. Tulak A, Hudoyo A, Aditama TY.Pengobatan MDR-TB denganofloksasin.Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 2007;4(2):14-18
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 46
Meylita Zahra Rezilia Elindra & Agustyas Tjiptaningrum| Perbedaan Uji Tuberkulin dan Uji BCG pada Tuberkulosis
3.
4.
5. 6. 7.
DepartemenKesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional :penanggulangan tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI;2008. Aditama. Tuberkulosis diagnosis edisi V. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia; 2002. Somantri. Penanggulangan tuberkulosis. Jakarta: Salemba medika; 2007 Sugiyanto. Metode penelitian. Jakarta: EGC; 2003. Rahajoe NN. Berbagai masalah diagnosis dan tatalaksana tuberkulosis anak. Dalam: Perkembangan dan masalah pulmonologi anak saat ini. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 161-79
8.
Jensen PA, Lambert LA, Iadermarco MF, Ridzon R.Guidelines for preventing the transmission ofMycobacterium tuberculosis in healthcare setting.CDC. 2005;54(RR17):1-141. 9. Burge PS. Tuberculosis. Dalam: Hendrick DJ, Burge PS, Beckett WS, Churg A, editors. Occupational disorders of the lung. Recognition, management and prevention. London: WB Saunders;2002. Hlm. 257-63. 10. Wildan M. Perbandingan hasil positif uji bcg dan uji tuberkulin sebagai uji tapis pada anak dengan tuberkulosis[skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2000.
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 | 47