PERBEDAAN TINGKAT KELELAHAN KERJA AKIBAT TERPAPAR PANAS ANTARA TENAGA KERJA BAGIAN OVEN (PENGERINGAN) DAN BAGIAN PACKING DI UD. WREKSA RAHAYU, BOYOLALI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan
Oleh: Wilis Puspita Bintarwati R0206057
PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Akibat Terpapar Panas Antara Tenaga Kerja Bagian Oven (Pengeringan) Dan Bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali Wilis Puspita Bintarwati, R0206057, Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada hari :
, Tanggal
2010
Pembimbing Utama Hari Wujoso,dr.MM.Sp.F NIP. 19621022 199503 1 001
..................................................
Pembimbing Pendamping Susilowati,S.Sos NIP. 19701216 198903 2 001
..................................................
Penguji Yeremia Rante Ada’,S.Sos.,M.Kes
..................................................
Surakarta,....................................... Tim Skripsi
Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja FK UNS
Sumardiyono, SKM., M.Kes NIP. 1965 0706 198803 1 002
Putu Suriyasa, dr, MS, PKK, Sp.Ok. NIP. 19481105 198111 1 001
ii
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.
Surakarta,
Juli 2010
Wilis Puspita Bintarwati NIM. R0206057
iii
ABSTRAK Wilis Puspita Bintarwati, 2010. PERBEDAAN TINGKAT KELELAHAN KERJA AKIBAT TERPAPAR PANAS ANTARA TENAGA KERJA BAGIAN OVEN (PENGERINGAN) DAN BAGIAN PACKING DI UD. WREKSA RAHAYU, BOYOLALI. Skripsi. Program D.IV Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pukul 14.00 WIB di empat titik, bagian Oven (Pengeringan) memiliki ISBB rata-rata 34,1°C dan di bagian Packing memiliki ISBB rata-rata 25,13°C. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan metode pendekatan cross sectional. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 40 orang dan sampel yang digunakan adalah 30 orang, diperoleh dengan purposive sampling. Data diperoleh dari data primer. Analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square Test. Dari hasil penelitian menunjukkan rata-rata tekanan panas di bagian Oven (pengeringan) memiliki nilai ISBB rata-rata 33,37 0 C, sedangkan di bagian Packing memiliki nilai ISBB rata-rata 25,49 0C. Hasil pengukuran kelelahan kerja didapatkan bahwa waktu reaksi rata-rata di bagian Oven (pengeringan) adalah 489,93 mili detik (lelah sedang atau mengalami kelelahan), sedangkan di bagian Packing adalah 216,93 mili detik (normal atau tidak mengalami kelelahan). Setelah dilakukan uji statistik dengan Chi Square Test menggunakan program komputer SPSS versi 16.0 diperoleh hasil p = 0,000. Hasil uji statistik chi square tersebut menunjukkan bahwa p ≤ 0,01 dan dinyatakan sangat signifikan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas antara tenaga kerja bagian oven (pengeringan) dan bagian packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali.
Kata kunci : Tekanan Panas, Kelelahan Kerja
iv
ABSTRACT Wilis Puspita Bintarwati, 2010. LEVEL DIFFERENCES DUE HEAT AFFECTED FATIGUE BETWEEN LABOR OVEN SECTION (DRYING) AND PACKING SECTION IN UD. WREKSA RAHAYU, BOYOLALI. Thesis. D.IV Occupational Health Program, Faculty of Medicine, of Sebelas Maret University, Surakarta. Based on a preliminary survey conducted at 2 pm at four points, the ovens section (drying) have an average ISBB 34.1 ° C and at the Packing section has ISBB average of 25.13 ° C. This study aims to find the differences in the level of exposure to heat exhaustion. Type of research is observational analytic with cross sectional method. Total population in this study were about 40 people and the sample was 30 people, was obtained by purposive sampling. Data obtained from primary file. Statistical analysis using Chi Square Test. from the result showed average heat stress in the Oven section (drying) has an average value of 33.37 ISBB 0C, while at the packing has an average value of 25.49 WBGT 0C. Fatigue measurement results showed that the average reaction time in the ovens section (drying) is 489.93 milli seconds (being tired or experience fatigue), while at the Packing is 216.93 milli seconds (normal or not experiencing fatigue). Having performed a statistical test with the Chi square test using SPSS version 16.0 computer program obtained results p = 0.000. Chi square test results showed that p ≤ 0.01 and otherwise very significant. From this research we can conclude that there are differences in levels of fatigue due to heat exposure between workers of the oven section (drying) and the packing section in the UD. Wreksa Rahayu, Boyolali
Keywords: Heat Pressure , work fatigue
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Akibat Terpapar Panas Antara Tenaga Kerja Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing di UD.Wreksa Rahayu, Boyolali”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sadar sepenuhnya tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. A.A Subiyanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Bapak dr. Putu Suriyasa, MS, PKK, Sp.Ok selaku Ketua Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Hari Wujoso,dr., MM. Sp.F, selaku pembimbing I selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Susilowati,S.Sos selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
vi
5.
Ibu Yeremia Rante Ada’,S.Sos.,M.Kes selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.
6.
Bapak Teguh selaku pemilik UD. Wreksa Rahayu, Boyolali.
7.
Bapak, Ibu, adik dan orang-orang terdekat yang aku cintai. Terima kasih atas doa, dorongan dan semua kasih sayang yang selama ini kalian berikan. Tidak ada kata yang bisa kuucapkan, tidak ada perbuatan yang sanggup kuberikan untuk membalas segala cinta dan pengorbanan yang mereka berikan.
8.
Seluruh dosen dan karyawan/karyawati program D.IV Kesehatan Kerja yang telah membantu penulis dalam pembuatan laporan ini.
9.
Semua teman-teman angkatan 2006 Program Diploma IV Kesehatan Kerja. Trima kasih atas suka duka selama 4 tahun ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penulis senantiasa mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
Surakarta,
Juli 2010
Wilis Puspita Bintarwati
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
ii
PERNYATAAN ........................................................................................... iii ABSTRAK ................................................................................................... iv ABSTRACT .................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi DAFTAR ISI ................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii BAB I.
PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Perumusan Masalah ...............................................................
4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .................................................................
4
BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................
6
A. Tinjauan Pustaka ....................................................................
6
B. Kerangka Pemikiran ............................................................... 20 C. Hipotesis ................................................................................ 21 BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 22 A. Jenis Penelitian....................................................................... 22 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 22 C. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................. 22 D. Subjek Penelitian.................................................................... 23 E. Teknik Sampling .................................................................... 24 F. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................. 24 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................ 25
viii
H. Desain Penelitian.................................................................... 28 I.
Cara Pengukuran .................................................................... 28
J.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................... 31
BAB IV. HASIL .......................................................................................... 33 A. Gambaran Umum Perusahaan ................................................ 33 B. Karakteristik Subjek Penelitian .............................................. 35 C. Hasil Pengukuran Tekanan Panas ........................................... 38 D. Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja ......................................... 39 E. Hasil Analisis Statistik ........................................................... 40 BAB V. PEMBAHASAN ........................................................................... 42 A. Karakteristik Tenaga Kerja ..................................................... 42 B. Tekanan Panas ....................................................................... 44 C. Kelelahan Kerja ..................................................................... 44 D. Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Terhadap Tekanan Panas 45 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 47 A. Kesimpulan ............................................................................ 47 B. Saran ...................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 49 LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep 51/MEN/1999 Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) ............................................. 12 Tabel 4.2 Data Distribusi Berdasarkan Usia ................................................. 35 Tabel 4.3 Data Distribusi Berdasarkan Masa kerja........................................ 36 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi/IMT ..... 37 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berdasarkan Denyut Nadi ................................................................................. 38 Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Rata-rata Tekanan Panas .................................. 39 Tabel 4.7 Data Kelelahan Rata-rata Tenaga Kerja ........................................ 39 Tabel 4.8 Data Distribusi Berdasarkan Tingkat Kelelahan Kerja................... 40 Tabel 4.9 Hasil uji statistik chi square test.................................................... 41
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ......................................................
20
Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian ...........................................................
28
Gambar 3.3 Heat Stress Area merk Quesstemp 100 ......................................
30
Gambar 3.4 Reaction timer seri L.77 merk Lakassidaya ...............................
32
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Identitas Sampel Tenaga Kerja di Bagian Oven (Pengeringan).
Lampiran 2.
Identitas Sampel Tenaga Kerja di Bagian Packing.
Lampiran 3.
Identitas Status Gizi di Bagian Oven (Pengeringan)
Lampiran 4.
Identitas Status Gizi di Bagian Packing.
Lampiran 5.
Hasil Pengukuran ke I dengan Reaction Timer merk Lakassidaya seri L77 di Bagian Oven (Pengeringan).
Lampiran 6.
Hasil Pengukuran ke II dengan Reaction Timer merk Lakassidaya seri L77 di Bagian Oven (Pengeringan).
Lampiran 7.
Hasil Pengukuran ke III dengan Reaction Timer merk Lakassidaya seri L77 di Bagian Oven (Pengeringan).
Lampiran 8.
Hasil Pengukuran ke I dengan Reaction Timer merk Lakassidaya seri L77 di Bagian Packing.
Lampiran 9.
Hasil Pengukuran ke II dengan Reaction Timer merk Lakassidaya seri L77 di Bagian Packing.
Lampiran 10. Hasil Pengukuran ke III dengan Reaction Timer merk Lakassidaya seri L77 di Bagian Packing. Lampiran 11. Hasil Rata-rata Pengukuran Kelelahan Kerja di Bagian Oven (Pengeringan). Lampiran 12. Hasil Rata-rata Pengukuran Kelelahan Kerja di Bagian Packing. Lampiran 13. Hasil Pengukuran Tekanan Panas dengan Quest temp di Bagian Oven (Pengeringan).
xii
Lampiran 14. Hasil Pengukuran Tekanan Panas dengan Quest temp di Bagian Packing. Lampiran 15. Hasil Pengukuran I Denyut Nadi Kerja Lampiran 16. Hasil Pengukuran II Denyut Nadi Kerja Lampiran 17. Hasil Pengukuran III Denyut Nadi Kerja Lampiran 18. Hasil Pengukuran Chi-Square.
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan ciri utamanya adalah suhu dan kelembaban yang tinggi, kondisi awal seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian karena iklim kerja yang panas dapat mempengaruhi kondisi pekerja. Iklim kerja panas merupakan beban bagi tubuh ditambah lagi apabila pekerja harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat, dapat memperburuk kondisi kesehatan dan stamina tenaga kerja. Dalam area kerja harus ditata menurut proses kerja yang ada sehingga aliran proses dan material yang ada dapat berjalan lancar sehingga tercapai efisiensi yang tinggi, agar tidak menimbulkan udara berlebih dan ketidaknyamanan bekerja. Iklim setempat di tempat kerja diatur agar nyaman sesuai dengan sifat pekerjaan yang dilakukan (Megasari dan Anda Iviana Juniani, 2005). Tekanan panas adalah kombinasi antara iklim kerja dan proses metabolisme. Iklim kerja adalah kombinasi antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh (Suma’mur, 2009). Tenaga kerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas (Tarwaka dkk, 2004). Lingkungan kerja adalah semua keadaan yang 1 xiv
terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, gerakan mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain (Sritomo Wignjosoebroto, 2003). Jika kita perhatikan “kenyamanan suhu” suatu ruangan, selama dalam batas kenyamanan maka tidak akan menjadi masalah, namun jika sudah berada di luar batas kenyaman maka akan menjadi sebuah bahan yang menarik untuk diteliti. Ketidaknyamanan dapat menjadi sebuah gangguan atau bahkan akan menimbulkan efek-efek psikologis ataupun salah satu nyeri fisiologis
tergantung
pada
level
dari
proses
pertukaran
panasnya.
Ketidaknyamanan akan menyebabkan perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia. Menurut Grandjean (1993) kondisi panas sekeliling yang berlebihan akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja (Eko Nurmianto, 2003). Lingkungan kerja dibedakan menjadi dua, yakni lingkungan fisik dan lingkungan sosial, dan keduanya sangat berpengaruh terhadap kesehatan kerja, lingkungan fisik mencakup pencahayaan, kebersihan, kebisingan dan kegaduhan kondisi bangunan dan sebagainya. Demikian pula efek cuaca kerja kepada daya kerja, efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Suhu nikmat demikian sekitar 24-26º C bagi orangorang Indonesia. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot sedangkan suhu panas mengurangi kelincahan,
xv
memperpanjang
waktu
reaksi
dan
waktu
pengambilan
keputusan,
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009). Salah satu efek tekanan panas pada pekerjaan adalah kelelahan. Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka dkk, 2004). UD. Wreksa Rahayu merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan kayu lapis dimana terdapat mesin yang dapat menimbulkan panas. Berdasarkan hasil pengukuran awal yang dilakukan pada pukul 14.00 di empat titik, bagian Oven (Pengeringan) memiliki ISBB ratarata 34,1°C dan di bagian Packing memiliki ISBB rata-rata 25,13°C diperkirakan mempengaruhi kelelahan kerja pada tenaga kerja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
mengenai Perbedaan
Tingkat Kelelahan Kerja Akibat Terpapar Panas Antara Tenaga Kerja Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali.
xvi
B. Perumusan Masalah Apakah Ada Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Akibat Terpapar Panas Antara Tenaga Kerja Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali?
C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Untuk mengetahui Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Akibat Terpapar Panas Antara Tenaga Kerja Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali. b. Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui gambaran tentang tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas di bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali. 2) Untuk mengetahui gambaran tentang tekanan panas di bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali.
D. Manfaat Penelitian a. Teoritis Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa tekanan panas dapat menyebabkan kelelahan kerja pada tenaga kerja yang terpapar. b. Aplikatif 1) Diharapkan tenaga kerja dapat mengatur waktu kerja istirahat secara
xvii
tepat berdasarkan nilai ISBB. 2) Sebagai masukan untuk perusahaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya mengenai tekanan panas. c. Bagi Penulis Sebagai pengalaman belajar dalam menerapkan konsep ilmiah dalam kehidupan nyata serta menambah wawasan dan pengetahuan tentang perbedaan tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas pada tenaga kerja.
xviii
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Tekanan Panas Tekanan panas adalah kombinasi antara iklim kerja dan proses metabolisme. Iklim kerja adalah kombinasi antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh (Suma’mur, 2009). Tenaga kerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh (Tarwaka dkk, 2004). Lingkungan kerja adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, gerakan mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain (Sritomo Wignjosoebroto, 2003).
6 xix
2. Pengaturan Suhu Tubuh Menurut Suma’mur (1984) dan Priatna (1990) dalam Tarwaka dkk (2004)
suhu
tubuh
manusia
dipertahankan
hampir
menetap
(homoeotermis) oleh sistem pengatur suhu (thermoregulatory system). Suhu menetap ini adalah kesetimbangan diantara panas yang dihasilkan di dalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar. Produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan, pengaruh dari bahan kimiawi, dan gangguan pada sistem pengatur panas, misalnya dalam keadaan demam. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan panas a. Indoor climate (Faktor Iklim dalam Ruangan) Menurut Grandjean (1993) adalah suatu kondisi fisik sekeliling dimana kita melakukan sesuatu aktifitas tertentu yang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Temperatur udara 2) Temperatur permukaan sekeliling 3) Kelembaban udara 4) Aliran perpindahan udara (Eko Nurmianto, 1996) b. Aklimatisasi WHO (1969) memberikan definisi aklimatisasi sebagai berikut: aklimatisasi panas adalah istilah yang diberikan pada suatu keadaan penyesuaian fisiologik yang terjadi pada seseorang yang biasanya
xx
hidup di iklim dingin, kemudian berada di iklim panas (Depkes RI, 2003). Faktor yang mempengaruhi pertukaran panas (Budi, 2010) : a. Radiasi Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang panas inframerah. b. Konduksi Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh. c. Konveksi Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. d. Evaporasi Evaporasi
(penguapan
air
dari
kulit)
dapat
memfasilitasi
perpindahan panas tubuh.
3. Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Bahwa reaksi fisiologis tubuh (Heat Strain) oleh karena peningkatan temperatur udara di luar comfort zone adalah sebagai berikut : a.
Vasodilatasi
b. Denyut jantung meningkat
xxi
c.
Temperatur kulit meningkat
d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dll. Selanjutnya apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus berlanjut, maka resiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius. Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat badan. Menurut hasil penelitian bahwa tenaga kerja yang bekerja selama 8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) antara 32,02-33,01oC menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23% (Pulat, 1992 dalam Tarwaka dkk, 2004).
4. Gangguan Kesehatan Akibat Pemaparan Suhu Lingkungan Panas Menurut Tarwaka dkk (2004) beberapa gangguan kesehatan karena pengaruh tekanan panas adalah sebagai berikut : a. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian dan lain-lain. b. Dehidrasi yaitu suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut kering.
xxii
c. Heat Rash yaitu suatu keadaan seperti biang keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat. d. Heat Cramp merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minim terlalu banyak dengan sedikit garam natrium. e. Heat Syncope atau Fainting yaitu keadaan yang disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi. f. Heat Exhaustion yaitu keadaan yang terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh tenaga kerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.
5. Penilaian Lingkungan Kerja Panas Metode terbaik untuk menentukan apakah tekanan panas ditempat kerja menyebabkan gangguan kesehatan adalah dengan mengukur suhu inti tubuh tenaga kerja yang bersangkutan. Normal suhu inti tubuh adalah 37 °C, mungkin mudah dilampaui dengan akumulasi panas dari konveksi,
xxiii
konduksi, radiasi dan panas metabolisme. Apabila rerata suhu inti tubuh pekerja > 38 °C, diduga terdapat pemaparan suhu lingkungan panas yang dapat meningkatkan suhu tubuh tersebut. Selanjutnya harus dilakukan pengukuran suhu lingkungan kerja. Salah satu parameter panas pengatur suhu lingkungan panas adalah dengan menilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang terdiri dari parameter suhu udara kering, suhu udara basah dan suhu panas radiasi. Peralatan sederhana yang digunakan untuk mengukur parameter ISBB tersebut menggunakan alat Thermometer Bola, Sling Psycometer (suhu basah dan suhu kering) dan Kata Termometer. Kemudian secara manual ISBB dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a. Pekerjaan dilakukan di bawah paparan sinar matahari (outdoor) ISBB = (0,7 x suhu basah) + (0,2 x suhu radiasi) + (0,1 x suhu kering) b. Pekerjaan dilakukan di dalam ruangan (indoor) ISBB = (0,7 x suhu basah) + (0,3 x suhu radiasi) Peralatan modern yang digunakan untuk mengukur ISBB adalah Questtemp Heat Stress Monitor. Dimana alat tersebut dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan ISBB atau WBGT in dan WBGT out yang hasilnya tinggal membaca pada alat dengan menekan tombol operasional dalam satuan °C atau °F. Pada waktu pengukuran alat ditempatkan sekitar sumber panas dimana pekerja melakukan pekerjaannya (Tarwaka dkk, 2004).
xxiv
Tabel 2.1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep 51/MEN/1999, Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang diperkenankan adalah : Variasi
Kerja terus menerus Kerja 75% istirahat 25% Kerja 50% istirahat 50% Kerja 25% istirahat 75%
ISBB ºC Kerja Ringan
Kerja Sedang
Kerja Berat
30,0 30,6 31,4 32,2
26,7 28,0 29,4 31,1
25,0 25,9 27,9 30,0
6. Pengendalian Lingkungan Kerja Panas Menurut Tarwaka dkk (2004) untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan. Dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Teknik pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas sebagai berikut : a. Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi. b. Mengurangi beban panas radian dengan cara menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas, relokasi proses kerja yang menghasilkan panas, dan penggunaan tameng panas dan alat pelindung diri yang dapat memantulkan panas. c. Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi pengenceran atau pendinginan secara mekanis. d. Meningkatkan pergerakan udara melalui ventilasi buatan dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh melebihi 0,2 m/det. xxv
e. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari, penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan, dan mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB.
7. Kelelahan Kerja Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Sritomo Wignjosoebroto, 2003). Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Tarwaka dkk, 2004). Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 2009). Kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: kelelahan otot dan kelelahan umum (AM Sugeng Budiono dkk, 2003). a. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue) Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi,
xxvi
dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya
dan
meningkatnya
kesalahan
dalam
melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs (AM Sugeng Budiono dkk, 2003). b. Kelelahan Umum (General Fatigue) Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (AM Sugeng Budiono dkk, 2003). Kelelahan umum biasanya
ditandai berkurangnya
kemauan untuk bekerja
yang
disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka dkk, 2004).
8. Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja Menurut
Grandjean
(1993)
dalam
Tarwaka
dkk
(2004)
menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan dan
xxvii
efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktor-faktor penyebab kelelahan adalah : a. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental b. Lingkungan kerja : ikim kerja, penerangan, kebisingan, getaran dan lain-lain. c. Problem fisik : tanggung jawab, kekawatiran, konflik. d. Kenyerian dan kondisi kesehatan e. Nutrisi Menurut Suma’mur (1994) kelelahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut : a. Usia Pada usia meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ, sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun. Dengan menurunnya kemampuan organ, maka hal ini akan menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan. b. Jenis Kelamin Pada tenaga kerja wanita terjadi siklus setiap bulan di dalam mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi turunnya kondisi fisik maupun psikisnya, dan hal itu menyebabkan tingkat kelelahan wanita lebih besar dari pada tingkat kelelahan tenaga kerja laki-laki.
xxviii
c. Penyakit Penyakit akan menyebabkan Hipo/hipertensi suatu organ, akibatnya akan merangsang mukosa suatu jaringan sehingga merangsang syarafsyaraf tertentu. Dengan perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang. d. Kondisi Psikis Tenaga Kerja Keadaan psikis tenaga kerja yaitu suatu respon yang ditafsirkan bagian yang salah, sehingga merupakan suatu aktivitas secara primer suatu organ,
akibatnya
timbul
ketegangan-ketegangan
yang
dapat
meningkatkan tingkat kelelahan seseorang. e. Beban Kerja Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat kontraksi otot tubuh, sehingga hal ini dapat mempercepat pula kelelahan seseorang. Beban kerja meliputi : iklim kerja, penerangan, kebisingan, debu dan lain-lain. Menurut Siswanto (1989), faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan: a. Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan. b. Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.
xxix
c. Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja. d. Status kesehatan (penyakit) dan status gizi. e. Monoton (pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan) Menurut Lientje Setyawati (2007) faktor individu seperti umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan.
9. Gejala Akibat Mengalami Kelelahan Kerja Menurut Gilmer dan Cameron yang dikutip Tarwaka dkk (2004) gejala kelelahan antara lain adalah : a.
Menurun kesiagaan dan perhatian.
b. Penurunan dan hambatan persepsi. c.
Cara berpikir atau perbuatan anti social.
d. Tidak cocok dengan lingkungan. e.
Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif. Menurut A.M. Sugeng Budiono, dkk (2003) gambaran mengenai
gejala kelelahan (Fatigue Symptons) secara subyekif dan obyektif antara lain : perasaan lesu, ngantuk dan pusing, tidak / berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak
xxx
ada/berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan rohani. Menurut Suma’mur P.K. (2009) gejala-gejala atau perasaan perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu : a. Pelemahan Kegiatan ditandai dengan gejala: perasaan berat di kepala, badan merasa lelah, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil dan ingin berbaring. b. Pelemahan Motivasi ditandai dengan gejala lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, susah berfikir, cenderung untuk lupa,
tidak
tekun
dalam
pekerjaannya,
kepercayaan
berdiri
berkurang,dan sulit mengontrol sikap. c. Pelemahan Fisik ditandai dengan gejala: sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan, tremor pada anggota badan, spasme dari kelopak mata, dan merasa pening. Menurut Tarwaka dkk (2004) kelelahan dapat diatasi dengan cara : a. Menyesuaikan kapasitas kerja fisik, kapasitas kerja mental dengan pekerjaan yang kita lakukan. b. Mendesain stasiun
pekerjaan
yang ergonomi dan mendesain
lingkungan kerja yang nyaman. c. Melakukan sikap kerja yang alamiah. d. Memberikan variasi terhadap pekerjaan yang dilakukan. e. Mengorganisasi kerja yang baik.
xxxi
f. Mencukupi kebutuhan kalori yang seimbang. g. Melakukan istirahat setelah bekerja selama 2 jam dengan sedikit kudapan.
10. Pengukuran Kelelahan Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Menurut Grandjean (1993) dalam Tarwaka dkk (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu: a. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan b. Uji psikomotor (Psychomotor test) c. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test) d. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective feeling of fatigue) e. Uji mental Menurut Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga (1999) yaitu sebagai berikut : a. Normal (N)
: waktu reaksi 150,0 – 240,0 mili detik
b. Kelelahan kerja ringan
: waktu reaksi 240,0 < x < 410,0 mili detik
c. Kelelahan kerja sedang
: waktu reaksi 410,0 ≤ x < 580,0 mili detik
d. Kelelahan kerja berat
: waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik
Keterangan : x = hasil pengukuran dengan Reaction Timer Lakasidaya
xxxii
B. Kerangka Pemikiran Tekanan Panas Suhu tubuh naik Hipotalamus merangsang kelenjar keringat
Pengeluaran keringat Kehilangan cairan tubuh dan garam
Penurunan kontraksi otot Kelelahan Kerja Faktor Internal: - Usia - Jenis kelamin - Kondisi kesehatan - Status gizi - Masa dan lama kerja
Faktor Eksternal: - Penerangan - Kebisingan - Beban kerja
: Diteliti : Tidak diteliti
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
xxxiii
C. Hipotesis Ada Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Akibat Terpapar Panas Antara Tenaga Kerja Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali
xxxiv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Tipe penelitian yang digunakan pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian penjelasan (observasional analitik) mengenai pengaruh antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Menurut pendekatannya, penelitian ini adalah penelitian cross sectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel
terikat
akan
dikumpulkan
dalam
waktu
yang
bersamaan
(Mochammad Arief, 2004).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali pada bulan Februari - April 2010.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Soekidjo Notoatmojo, 2002). Sebagai populasi adalah semua tenaga kerja yang bekerja di bagian Oven (Pengeringan) di UD. Wreksa Rahayu,
22 xxxv
Boyolali yang berjumlah 20 orang dan di bagian Packing yang berjumlah 20 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmojo, 2002). Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel dengan menggunakan 30 pekerja.
D. Subjek Penelitian Subjek penelitiannya adalah tenaga kerja bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali Dengan kriteria sebagai berikut : a. Inklusi 1) Usia 20 - 45 tahun. 2) Jenis kelamin Laki-Laki. 3) Masa kerja lebih dari 2 tahun. 4) Kondisi kesehatan baik atau sehat dan tidak dalam keadaan sakit. 5) Status gizi normal. 6) Lama kerja 8 jam sehari. b. Eksklusi 1) Tenaga kerja yang tidak mengundurkan diri menjadi sampel. 2) Tenaga kerja yang tidak dalam perjalanan kerja mengalami sakit.
xxxvi
E. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang didasarkan pada pertimbangan tertentu, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004). Dalam penelitian ini ditentukan 30 tenaga kerja yang memenuhi ciri-ciri yang telah ditentukan sebelumnya. Dari 30 orang tersebut, 15 tenaga kerja yang bekerja di bagian Oven (Pengeringan) dan 15 orang yang bekerja di bagian Packing.
F. Identifikasi Variabel Penelitian a. Variabel Bebas Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah tekanan panas. b. Variabel Terikat Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan kerja. c. Variabel Pengganggu Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu : 1) Variabel Pengganggu Terkendali : usia, jenis kelamin, penyakit, lama kerja, masa kerja, status gizi. 2) Variabel Pengganggu Tidak Terkendali: kondisi psikis, lingkungan kerja (penerangan, kebisingan).
xxxvii
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Tekanan Panas Tekanan panas adalah adalah kombinasi antara iklim kerja dan proses metabolisme. Iklim kerja adalah kombinasi antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh. Alat ukur
: Area Heat Stress merk Quesstemp 100
Hasil ukur
: ≤ NAB dan ≥ NAB.
Satuan
: °C
Skala pengukuran : ordinal. b. Kelelahan Kerja Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Alat ukur
: Reaction Timer merk Lakassidaya seri L-77.
Hasil ukur
:
1) Normal (N)
: waktu reaksi 150,0 – 240,0 mili detik
2) Kelelahan kerja ringan
: waktu reaksi 240,0 < x < 410,0 mili detik
3) Kelelahan kerja sedang
: waktu reaksi 410,0 ≤ x < 580,0 mili detik
4) Kelelahan kerja berat
: waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik
Keterangan : - Normal
: tidak mengalami kelelahan
- Ringan, sedang, berat
: mengalami kelelahan
xxxviii
Satuan
: milidetik
Skala pengukuran : ordinal. c. Usia Usia adalah masa atau jangka waktu sejak tenaga kerja menjadi sampel dilahirkan sampai saat dilakukan penelitian ini. Data diperoleh dari hasil wawancara. Dalam penelitian ini yang menjadi sampling adalah tenaga kerja yang berusia 20-45 tahun dengan skala pengukuran rasio. d. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah kriteria atau ciri-ciri biologis yang dapat membedakan antara laki-laki dan perempuan. Data diperoleh dari hasil wawancara. Dalam penelitian ini yang menjadi sampling adalah tenaga kerja yang dengan jenis kelamin laki-laki dengan skala pengukuran adalah nominal. e. Kondisi kesehatan Kondisi kesehatan tenaga kerja adalah tenaga kerja yang dalam kondisi sehat dan tidak menunjukkan gejala- gejala penyakit. Data diperoleh dari hasil wawancara. Dalam penelitian ini yang menjadi sampling adalah tenaga kerja dengan kesehatan baik atau sehat dan tidak dalam keadaan sakit. Skala pengukuran adalah nominal. f.
Masa dan Lama kerja Masa kerja adalah waktu tenaga kerja tersebut mulai bekerja pada perusahaan itu sampai sekarang. Lama kerja adalah jangka waktu yang dihitung dalam 1 hari sejak awal sampel mulai bekerja dengan
xxxix
pekerjaannya sampai selesai. Data diperoleh dari hasil wawancara. Dalam penelitian ini yang menjadi sampling adalah tenaga kerja dengan lama kerja 8 jam sehari, dengan skala pengukuran rasio. g. Status gizi adalah keadaan gizi tenaga kerja yang diukur melalui Indeks Masa Tubuh (IMT). Alat ukur
: Timbangan berat badan dan meteran.
Satuan
: Kg, cm
h. Kondisi psikis. Kondisi psikis adalah kondisi kejiwaan tenaga kerja. Dalam penelitian ini kondisi psikis tidak dikendalikan dikarenakan peneliti tidak melakukan pengukuran atau mengendalikan keadaan psikis tenaga kerja.
xl
H. Desain Penelitian
Populasi Purposive Sampling
Subjek
Bagian Oven
Terpapar panas diatas NAB
Mengalami kelelahan kerja
Terpapar panas dibawah NAB
Tidak mengalami kelelahan kerja
Mengalami kelelahan kerja
Tidak mengalami kelelahan kerja
Chi square Gambar 3.2 Bagan Desain Penelitian
I.
Cara Pengukuran a. Area Heat Sterss Monitor merk Quesstemp 100 Area Heat Sterss Monitor adalah suatu termometer yang dilengkapi baterai dan alat ini di gunakan untuk mengukur kelembaban nisbi, panas, radiasi dan mengetahui lama pendinginan karena dalam satu alat ini terdapat alat ukur psychrometer, globe termometer dan kata termometer
xli
Bagian Packing
sekaligus hanya dengan menekan tombol sesuai dengan apa yang akan diukur. Cara penggunaan alat pada waktu pengukuran: 1) Menyiapkan alat dan merangkai alat pada statif. 2) Memberi air pada Wet Sensor Bar, lalu menekan tombol On dan membiarkannya ± 10 menit untuk kalibrasi. 3) Menekan tombol dan memilih ˚C atau ˚F. 4) Menekan tombol WBGT In/Out (sesuai dengan tempat yang akan diukur) 5) Menekan tombol yang akan diukur lalu memperhatikan angka pada display, kemudian mencatat hasilnya. 6) Jika sudah selesai mematikan alat dengan menekan Off.
Gambar 3.3 Heat Stress Area merk Quesstemp 100 b. Reaction timer seri L.77 merk Lakassidaya Alat ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelelahan kerja dengan menggunakan metode waktu reaksi, peralatan ini dilengkapi
xlii
dengan sensor cahaya dan sensor suara dengan penggunaan secara bergantian, dan hasilnya bisa dilihat di layar pengukuran. Cara penggunaan alat pada waktu pengukuran: 1) Alat dihubungkan dengan sumber tenaga (listrik/ baterai), lalu alat di “ON” kan 2) Pastikan angka pada display menunjukkan 000,0 jika belum tekan tombol reset. 3) Untuk menilai dengan sensor suara, maka tekan tombol untuk sensor suara 4) Operator siap menekan saklar sensor rangsang cahaya demikian juga probandus siap melihat lampu pada alat. 5) Operator menekan saklar sensor cahaya, probandus secepatnya menekan saklar OFF, untuk sensor cahaya apabila melihat cahaya lampu 6) Untuk menilai dengan suara maka tekan tombol untuk sensor suara 7) Cara pemeriksaan untuk sensor suara adalah sama dengan cara sensor cahaya, hanya saja probandus siap untuk mendengar suara pada alat. 8) Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali, dengan catatan pemeriksaan nomor 1-5 dan nomor 16-20 dihilangkan karena 1-5 adalah dalam taraf penyesuaian alat dan nomor 16-20 dianggap tingkat kejenuhan mulai muncul.
xliii
Gambar 3.4 Reaction timer seri L.77 merk Lakassidaya c. Tensoval
yaitu alat untuk mengukur denyut nadi. Tensoval yang
digunakan yaitu Tensoval dengan merk Hartmann. Adapun cara penggunaanya adalah: a.
Pasang baterai
b.
Pasang kantong karet/manset yang dapat dikembangkan pada lengan atas.
c.
Tekan tombol start
d.
Tunggu sampai terdengar bunyi tanda pengukuran selesai
e.
Hasil akan ditampilkan dilayar
J. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Chi square test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0. dalam penelitian ini ditetapkan tingkat kesalahan atau probabilitas 5% yaitu : a. Jika p value 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. b. Jika p value > 0,01 tetapi 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.
xliv
c. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Sugiyono, 2002)
xlv
BAB IV HASIL
A. Gambaran Umum Perusahaan UD. Wreksa Rahayu Boyolali merupakan industri pengolahan kayu lapis, dimana termasuk dalam kategori industri sedang yang berdiri sejak tahun 2000. Pemilik UD. Wreksa Rahayu adalah bapak Teguh dan industri ini terletak di jalan jalur lingkar utara kabupaten Boyolali. Luas lahan pengolahan kayu lapis ini adalah 10.000 m², sedangkan luas bangunan yang dipergunakan untuk pengolahan kayu lapis adalah 8000 m² . Setiap harinya pengolahan kayu lapis ini beroperasi selama 8 jam sehari dan dibagi menjadi 2 shift yaitu shift 1 dari jam 07.00-15.00 dengan istirahat 1 jam, yaitu 12.00-13.00. Sedangkan shift 2 dari jam 15.30-23.30 dengan waktu istirahat 1 jam yaitu dari jam 18.00-19.00. Pengolahan kayu lapis ini beroperasi hanya 6 hari setiap minggunya, yaitu dari hari senin hingga sabtu. Pada hari sabtu hanya masuk hingga pukul 13.00 dan tidak ada shift sore. Terdapat dua bagian di pengolahan kayu lapis ini yaitu bagian Produksi dan bagian Adminstrasi. Bagian produksi terdiri dari beberapa bagian yaitu :
33 xlvi
1. Bagian bahan baku : bagian ini mencari bahan baku berupa kayu glondongan yang biasanya adalah kayu dari pohon durian ataupun pohon mahoni. Kayu ini berasal dari daerah Boyolali dan sekitarnya. 2. Penggergajian : setelah didapat bahan baku berupa kayu glondongan maka kayu-kayu tersebut digergaji menggunakan gergaji mesin. 3. Pengovenan : dari bagian penggergajian setelah kayu tersebut terpotong maka kayu-kayu tersebut dioven. 4. Pengeringan : setelah dari ruang pengovenan maka kayu-kayu tersebut dibawa ke ruang pengeringan agar kayu tersebut tidak basah dan cepat kering. 5. Vakum : kayu-kayu tersebut kemudian divakum dengan tujuan agar tahan lama/awet dan terbebas dari ngengat. 6. Finger join : dari bagian vakum maka kayu-kayu tersebut masuk ke bagian finger join untuk dipotong-potong lagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dan kemudian disambung menurut pesanan yang disebut dengan kayu lapis . 7. Solid laminating : dari bagian finger join maka kayu tersebut masuk ke bagian solid laminating. Kayu tersebut dilaminating atau dipress untuk menghilangkan serabut-serabut kasar dan diberi lapisan lagi agar tahan lama. 8. Packing : bagian terakhir adalah pengepakan. Kayu-kayu tersebut dibungkus dahulu menggunakan plastik dan kemudian ke dalam box.
xlvii
Tiap harinya perusahaan pengolahan kayu lapis ini mampu menghasilkan 9 kubik kayu, yang dikirim ke Jepang. Jumlah tenaga kerja di perusahaan ini berjumlah 125 orang. Rata-rata tenaga kerjanya adalah lakilaki dan mereka semuanya adalah tamatan SMA atau sederajad. Tiap-tiap bagian terdapat 2 pengawas yang mengawasi pekerjaan tenaga kerja. Pergantian shift tenaga kerja dilakukan tiap 1 minggu sekali.
B. Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua bagian yaitu bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing. 1. Umur Hasil wawancara terhadap 30 sampel bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing (lampiran 1 dan 2) diperoleh sebaran umur sebagai berikut : Tabel 4.2 Data Distribusi Berdasarkan Usia di Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing. Umur (Tahun) 20-25 26-30 31-35 36-40 41-45 Jumlah
Bagian Oven (Pengeringan) Bagian Packing Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase (%) (%) 4 26,67 5 33,33 5 33,33 4 26,67 2 13,33 3 20,00 3 20,00 2 13,33 1 6,67 1 6,67 15 100 15 100
Tenaga kerja yang berada di bagian Oven (Pengeringan) pada saat penelitian umur antara 20-25 tahun ada 4 tenaga kerja (26,67%), 26-30 tahun ada 5 tenaga kerja (33,33%), 31-35 tahun ada 2 tenaga kerja xlviii
(13,33%), 36-40 tahun ada 3 tenaga kerja (20%), sementara umur yang paling sedikit antara 41-45 tahun yaitu 1 tenaga kerja (6,67%). Sedangkan tenaga kerja yang berada di bagian Packing pada saat penelitian umur antara 20-25 tahun ada 4 tenaga kerja (33,33%), 26-30 tahun ada 4 tenaga kerja (26,67%), 31-35 tahun ada 3 tenaga kerja (20%), 36-40 tahun ada 2 tenaga kerja (13,33%), sementara umur yang paling sedikit antara 41-45 tahun yaitu 1 tenaga kerja (6,67%). 2. Masa kerja Hasil wawancara terhadap 30 sampel bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing (lampiran 1 dan 2) diperoleh sebaran masa kerja sebagai berikut : Tabel 4.3 Data Distribusi Berdasarkan Masa kerja di Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing. Masa Kerja (tahun) 2-4 4-8 8-12 Jumlah
Bagian Oven (Pengeringan) Bagian Packing Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase (%) (%) 10 66,67 8 53,33 2 13,33 4 26,67 3 20,00 3 20,00 15 100 15 100
Tenaga kerja yang berada di bagian Oven (pengeringan) pada saat penelitian masa kerja 2-4 tahun ada 10 tenaga kerja (66,67%), 4-8 tahun ada 2 tenaga kerja (13,33%), 8-12 tahun ada 3 tenaga kerja (20%). Sedangkan tenaga kerja yang berada di bagian Packing pada saat penelitian masa kerja 2-4 tahun ada 8 tenaga kerja (53,33%), 4-8 tahun ada 2 tenaga kerja (26,67%), 8-12 tahun ada 3 tenaga kerja (20%).
xlix
3. Status gizi/IMT Hasil perhitungan status gizi/IMT terhadap 30 sampel bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing (lampiran 3 dan 4) diperoleh sebaran status gizi/IMT sebagai berikut : Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi/IMT Pada Tenaga Kerja Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing. IMT
< 18,5 18,5 – 22,9 23 – 27,4 27,5 > < 18,5 Jumlah
Bagian Oven (Pengeringan) Frekuensi Prosentase (%) 0 0 15 100 0 0 0 0 0 0 15 100
Bagian Packing Frekuensi Prosentase (%) 0 0 15 100 0 0 0 0 0 0 15 100
Tenaga kerja yang berada di bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing pada saat penelitian status gizinya normal semua yaitu 18,5-22,9. 4. Beban Kerja Untuk mengetahui beban kerja dilakukan pengukuran pada denyut nadi tenaga kerja dilakukan sebanyak 3 kali setelah tenaga kerja selesai bekerja pada hari yang berbeda (lampiran 15,16 dan 17). Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan alat bantu yang digunakan adalah Tensoval. Tabel 8 berikut menyajikan hasil pengukuran denyut nadi kerja di kedua bagian tersebut:
l
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Denyut Nadi Pada Tenaga Kerja Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing. Denyut Nadi 75-100 100-125 125-150 150-175 ≥ 175 Jumlah
Bagian Oven (Pengeringan) Frekuensi Prosentase (%) 0 0 15 100 0 0 0 0 0 0 15 100
Bagian Packing Frekuensi Prosentase (%) 0 0 15 100 0 0 0 0 0 0 15 100
Tenaga kerja yang berada di bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing pada saat penelitian beban kerjanya sedang semua yaitu 100-125.
C. Hasil Pengukuran Tekanan Panas Pengukuran tekanan panas dilakukan di dua area yaitu di area yang tekanan panasnya ≤ NAB dan area yang tekanan panasnya ≥ NAB. Pengukuran pada masing-masing bagian dilakukan selama 3 hari sebanyak 6 kali pengukuran dengan mengambil 2 titik pengukuran (lampiran 13 dan 14). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil pengukuran tekanan panas dengan Indeks Suhu Basah dan Bola rata-rata di kedua bagian tersebut:
li
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Rata-rata Tekanan Panas di Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing. Waktu Pengukuran 14.00 WIB 15.00 WIB 16.00 WIB 17.00 WIB 18.00 WIB 19.00 WIB Rata-rata
Rata-rata ISBB (0C) Bagian Oven (Pengeringan) 34.1 33.2 33.51 32.9 33.77 32.67 33.37
Bagian Packing 25.13 25.33 25.6 26.2 26 25 25.49
Pengukuran rata-rata tekanan panas di bagian Oven (Pengeringan) adalah 33.370C ≥ NAB sedangkan dibagian Packing adalah 25.490C ≤ NAB.
D. Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kelelahan kerja di bagian Oven (Pengeringan) dan di bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali. Pengukuran ini dilakukan pada tenaga kerja di kedua bagian tersebut, dengan rincian bagian Oven (Pengeringan) 15 orang dan bagian Packing adalah 15 orang. Pengukuran menggunakan alat ukur lelah yaitu Reaction Timer seri L77 merk Lakassidaya, pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali setelah tenaga kerja selesai bekerja pada hari yang berbeda (lampiran 5,6,7,8,9 dan 10). Dilakukan pengukuran setelah bekerja karena pada saaat itu keadaan fisik tenaga kerja mulai terjadi penurunan. Dari ketiga pengukuran tersebut kemudian dirata-rata untuk mendapatkan data kelelahan kerja. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan diperoleh hasil
pengukuran kelelahan kerja yang ditunjukan pada tabel di bawah ini :
lii
Tabel 4.7 Data Kelelahan Rata-rata Tenaga Kerja di Bagian Oven (Pengeringan) dan Bagian Packing Lokasi bagian Oven (Pengeringan) bagian Packing
Rata-rata Kelelahan Kerja (milidetik) 489,6 216,93
Tabel 4.8 Data Distribusi Berdasarkan Tingkat Kelelahan Kerja di bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing Kriteria Kelelahan (milidetik) Lelah Tidak Lelah Jumlah
Bagian Oven (Pengeringan) Frekuensi Prosentase (%) 14 93,33 1 6,67 15 100
Bagian Packing Frekuensi Prosentase (%) 2 13,33 13 86,67 15 100
Berdasarkan data diatas bagian oven (pengeringan) terdapat 14 sampel (93,33%) dalam keadaan mengalami kelelahan, 1 sampel (6,67%) dalam keadaan normal atau belum terjadi kelelahan. Sedangkan bagian packing terdapat 2 sampel (13,33%) dalam keadaan mengalami kelelahan, 13 sampel (86,67%) dalam keadaan normal atau belum terjadi kelelahan.
E. Hasil Uji Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Akibat Terpapar Panas Antara Tenaga Kerja bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali. Dari tabel 4.8 didapat sebanyak 14 orang (93,33%) termasuk kategori lelah dan sebanyak 1 orang (6,67%) kategori tidak lelah pada tekanan panas ≥ NAB atau pada bagian oven (pengeringan), sedangkan sebanyak 2 orang (13,33%) termasuk kategori lelah dan 13 orang (86,67%) termasuk kategori tidak lelah pada tekanan panas ≤ NAB atau pada bagian packing.
liii
Dari hasil pengukuran tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas antara tenaga kerja bagian oven (pengeringan) dan bagian packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali dilakukan uji statistik dengan chi square test melalui program SPSS versi 16.0 didapatkan hasil pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.9 Hasil uji statistik chi square test
Contingency Coeffienct N of Valid Cases
Value Approx.Sig .626 .000 30
Dari hasil pengujian statistik untuk perbedaan tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas antara tenaga kerja bagian oven (pengeringan) dan bagian packing di UD. Wreksa Rahayu, boyolali maka didapatkan nilai koefisien sebesar p = 0,000. Oleh karena nilai p ≤ 0,01, maka dinyatakan sangat signifikan. Berarti ada perbedaan tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas.
liv
BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Tenaga Kerja Tekanan panas dan kelelahan dipengaruhi oleh beberapa faktor dari dalam individu maupun luar individu. Dari dalam individu seperti jenis kelamin, umur, kondisi kesehatan. Sedangkan faktor dari luar diantaranya adalah beban kerja dan kondisi lingkungan kerja (A. M. Sugeng Budiono, dkk. 2003). 1. Umur Dalam penelitian ini umur yang diambil adalah usia antara 20-45 tahun, karena usia tersebut termasuk usia kerja yang produktif. Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, David, 1996). WHO menyatakan batas usia lansia adalah 60 tahun ke atas (Margatan, Arcole, 1996). Sedang di Indonesia umur 55 tahun sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan, Arcole, 1996). Berdasarkan referensi di atas dapat diketahui bahwa umur subjek penelitian masih dalam keadaan normal untuk peningkatan dan penurunan kelelahan.
42 lv
2. Masa kerja Penelitian terhadap masa kerja didapatkan hasil bahwa masa kerja tenaga kerja paling sedikit adalah 8-12 tahun dan masa kerja tenaga kerja paling banyak adalah 2-4 tahun. Rata-rata tenaga kerja sudah bekerja di atas 2 tahun, sehingga dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel masa kerja di atas 2 tahun. Masa kerja dapat mempengaruhi tubuh dalam menerima panas lingkungan kerja karena semakin lama tenaga kerja terpapar tekanan panas di lingkungan tempat kerja maka tubuh sudah beradaptasi terhadap panas (aklimatisasi). Proses aklimatisasi ini biasanya memerlukan waktu 7-10 hari. Masa kerja juga dapat mempengaruhi kelelahan kerja karena semakin lama
masa
kerja,
tenaga
kerja
semakin
berpengalaman
dalam
melaksanakan pekerjaannya, sehingga telah terbiasa dengan pekerjaannya (Suma’mur P.K, 2009). Berdasarkan referensi di atas dapat diketahui bahwa masa kerja subjek penelitian tidak mempengaruhi secara langsung terhadap kelelehan kerja. 3. Status gizi Dalam penelitian ini status gizi/IMT subjek penelitian g normal semua yaitu 18,5-22,9. Indeks Massa Tubuh yang kurang dari 18,5 termasuk dalam kategori kurus, untuk IMT antara 18,5 - 22,9 termasuk dalam kategori normal, untuk IMT 23,0 - 27,4 termasuk dalam kategori
lvi
over weight dan untuk IMT lebih dari 27,5 termasuk dalam kategori obesitas.
B. Tekanan Panas Tingkat tekanan panas dalam hal ini digunakan parameter ISBB atau WBGT diperoleh bahwa di bagian Oven (pengeringan) memiliki nilai ISBB rata-rata 33,37 0C, sedangkan di bagian Packing memiliki nilai ISBB ratarata 25,49 0C. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa kedua bagian tersebut termasuk dalam beban kerja sedang berdasarkan hasil pengukuran denyut nadi (lampiran 15,16 dan 17) dan dalam 8 jam kerja kedua bagian tersebut terdapat waktu istirahat ± 1 jam (60 menit), sehingga kedua bagian tersebut bekerja 75% dan istirahat 25% dengan beban kerja sedang. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep 51/MEN/1999, Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang diperkenankan untuk kerja 75% - istirahat 25% dengan beban kerja sedang adalah 28 0C (Keputusan Menteri Tenaga Kerja. No.51, 1999). Hal ini berarti di di bagian Oven (pengeringan) terpapar panas lebih dari Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan, sedangkan di bagian Packing terpapar panas kurang dari Nilai Ambang Batas yang diperkenankan.
C. Kelelahan Kerja Kelelahan berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh, selain itu juga menyebabkan seseorang berhenti bekerja seperti halnya kelelahan fisiologis berakibatkan tertidur. Kelelahan mudah
lvii
ditiadakan dengan beristirahat. Tetapi, jika dipaksakan terus, kelelahan akan bertambah dan mengganggu kesehatan (Suma’mur P.K, 2009). Berdasarkan hasil pengukuran kelelahan setelah kerja didapatkan bahwa waktu reaksi rata-rata di bagian Oven (pengeringan) adalah 489,93 mili detik (lelah sedang atau mengalami kelelahan), sedangkan di bagian Packing adalah 216,93 mili detik (normal atau tidak mengalami kelelahan), pada lampiran 11 dan 12. Perbedaan waktu reaksi kedua bagian tersebut adalah 273 mili detik dengan waktu reaksi di bagian Oven (pengeringan) lebih besar dari pada di bagian Packing. Oleh karena itu tenaga kerja di bagian Oven (pengeringan) lebih lelah dari pada tenaga kerja di bagian Packing. Hal ini dapat disebabkan oleh salah satunya pengaruh iklim kerja yaitu tekanan panas yang ada di bagian Oven (pengeringan) ≥ NAB (melebihi NAB) dari pada bagian Packing ≤ NAB (kurang dari NAB).
D. Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja terhadap Tekanan Panas Tekanan panas dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dikarenakan suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh akan naik. Hal itu akan menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat sehingga tubuh akan mengeluarkan keringat. Dalam keringat terkandung bermacam-macam garam natrium klorida, keluarnya garam natrium klorida bersama keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi. Hal itu akan menyebabkan penurunan kontraksi otot sehingga tubuh mengalami kelelahan (Guyton, 1994).
lviii
Dari hasil analisa statistik perbedaan tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas antara tenaga kerja bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali didapatkan nilai nilai koefisien p = 0,000. Oleh karena nilai p ≤ 0,01, maka dinyatakan sangat signifikan yang berarti Ho (tidak ada kesesuaian) ditolak dan Ha (ada hubungan) diterima (Sugiyono, 2004). Di UD. Wreksa Rahayu ini tidak menyediakan kipas angin atau alat pendingin ruangan lainnya. Pada bagian Oven (Pengeringan) terdapat proses pembakaran atau pengovenan kayu lapis sehingga tekanan panas yang dihasilkan tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di tempat kerja. Sedangkan di bagian Packing hanya proses pengepakan, dimana tempatnya berada dekat pintu masuk sehingga masih bisa terkena udara dari luar. Dalam melakukan penelitian, peneliti tidak melakukan upaya-upaya dalam pengendalian tekanan panas di bagian Oven (Pengeringan) di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali jadi peneliti hanya melakukan pengukuran kelelahan di bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing. Namun menurut Djafri (2007), untuk mengendalikan lingkungan kerja panas dapat dilakukan beberapa hal yaitu dengan mengurangi faktor beban kerja, mengurangi beban panas radian, dibuat atap agar terlindung dari sengatan panas matahari, pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dan mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB.
lix
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Hasil uji statistik chi square test menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kelelahan kerja akibat terpapar panas antara tenaga kerja bagian Oven (Pengeringan) dan bagian Packing di UD. Wreksa Rahayu, Boyolali, dengan hasil sangat signifikan, dengan nilai p sebesar 0,000.
2.
Waktu reaksi rata-rata di bagian Oven (Pengeringan) adalah 489,93 mili detik (lelah sedang atau mengalami kelelahan), sedangkan di bagian Packing adalah 216,93 mili detik (normal atau tidak mengalami kelelahan). Perbedaan waktu reaksi kedua bagian tersebut adalah 273 mili detik dengan waktu reaksi di bagian Oven (Pengeringan) lebih besar dari pada di bagian Packing.
3.
Tekanan panas rata-rata di bagian Oven (Pengeringan) 33,37 0C lebih besar dibandingkan di bagian Packing memiliki nilai ISBB rata-rata 25,49 0C. Hal ini telah disesuaikan dengan peraturan yang berlaku untuk faktor fisik di tempat kerja ternyata di bagian Oven (Pengeringan) melebihi dari NAB (Nilai Ambang Batas).
47 lx
B. Saran 1.
Sebaiknya di bagian Oven (Pengeringan) yang memiliki tekanan panas ≥ NAB di tambahkan ventilasi-ventilasi seperti general exhaust fan atau dilution ventilation (pendingin ruangan) untuk mengurangi tekanan panas, sehingga kelelahan dapat diminimalkan.
2.
Sebaiknya pemilik UD. Wreksa Rahayu, Boyolali
memberikan air
minum di bagian Oven (Pengeringan) yang memiliki tekanan panas ≥ NAB, agar dapat dikonsumsi oleh para tenaga kerja sehingga terhindar dari dehidrasi. 3. Sebaiknya
hasil
pengukuran
kelelahan
dan
tekanan
panas
disosialisasikan kepada seluruh tenaga kerja serta memberikan sosialisasi atau pengetahuan tentang dampak yang akan terjadi serta cara mengatasinya.
lxi
DAFTAR PUSTAKA
Budi. 2010. Regulasi Suhu Tubuh. http://nursingbegin.com/regulasi-suhu-tubuh/. (3 Januari 2010). Departemen Kesehatan RI. 2003. Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja, Jakarta. Djafri.
2007. Environmental Pollution and Human Health psikm.unand.ac.id/deff/ehandout/eh/EH_05.pdf. 29 April 2010.
Effect.
Eko Nurmianto. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya: Guna Widya. Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edt. Taylor & Francis Inc. London. Guyton. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7 bagian III. Penerbit Buku Kedokteran EGC Keputusan Menteri Tenaga Kerja. No.51: 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta. Lambert, David. 1996. Tubuh Manusia, Jakarta : Arcan. Margatan, Arcole. 1996. Kiat Hidup Sehat Bagi Usia Lanjut, Solo: CV Aneka. Megasari Ashitra dan Anda Iviana Juniani. 2005. Penerapan Indeks Suhu Bola Basah (Isbb) Sebagai Upaya Pencegahan Terjadinya Heat Strain Akibat Paparan Heat Stress. www.pdfqueen.com/. (3 Januari 2010). Mochammad, Arief. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Cet-2, The Community of Self Help Group Forum. Klaten Selatan. Pusat
Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2009. Ergonomi. www.depkes.go.id/downloads/Ergonomi.PDF. (3 Januari 2010).
Setyawati, Lientje. 2007. Kelelahan dan Permasalahannya. http:/www. Cermin Dunia Kedokteran.com/2004/intisari/bising.htm. (3 Januari 2010). Siswanto. 1989. Ergonomi dan Bahaan Kimia. Surabaya: Balai Hiperkes & KK Jawa Timur.
lxii
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sugeng Budiono A.M, Jusuf R.M.S, Andiana Pusparini 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, eds 2. Semarang: Universitas Diponegoro. Sugiyono. 2002. Statistika Untuk Penelitian, Bandung: CV. Alfabeta Suma’mur P.K. 1994. Higene Perusahaan Kerja, Jakarta: CV. Haji Masagung. ____________. 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit PT. Sagung Seto. Jakarta Sutrisno Hadi. 2004. Statistik 2, Yogyakarta: Andi Offset. Sritomo
Wignjosoebroto. 2003. Surabaya:Guna Widya.
Ergonomi
Studi
Gerak
dan
Waktu,
Tarwaka, Solichul HA Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.
lxiii