PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP KELELAHAN TENAGA KERJA DI BAGIAN PELEBURAN LOGAM KOPERASI BATUR JAYA CEPER KLATEN
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH
Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh ARI ANGGARA FAJAR NUGROHO J 410 080 009
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP KELELAHAN TENAGA KERJA DI BAGIAN PELEBURAN LOGAM KOPERASI BATUR JAYA CEPER KLATEN Oleh : Ari Anggara Fajar Nugroho 1, Tarwaka²*, Suwaji ²* ¹Alumni Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta ²Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada pada kondisi yang ekstrim panas dan dingin dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan menurut standar kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ada dan tidaknya pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan kerja pada pekerja bagian peleburan logam. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survai yang menggunakan pendekatan Cross Sectional. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian menggunakan Uji Mann-Whitney dengan SPSS versi 16. Hasil penelitian ini menunjukkan signifikan pada pos-test 0,000 < 0,005. Hal ini berarti ada perbedaan tingkat kelelahan yang signifikan antara bagian peleburan dan bagian produksi sesudah bekerja. Tingkat kelelahan di bagian peleburan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian produksi. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan tenaga kerja (p=0,000). Kata Kunci : Iklim Kerja, Kelelahan Tenaga Kerja A working-climate is one of the physical factors that potentially causes a danger potential which can cause health disorders to the workers when they are in the extremely hot or cold situation with the over degree of the threshold permitted according to the health standard. This research was aimed to find out whether there was a differentiation or not the influence of hot work climate to the workers’ fatigue in the metal smelting section. This research was a quantitative one with a survey method by using Cross Sectional Approach. The statistic test used to analyze the research data was Mann-Whitney Test with SPSS version 21. The result showed significantly at the posttest 0.000<0.005. It means that there was a significant fatigue level between the melting section and the producing section after work. The fatigue level in the melting section was higher than the fatigue level in producing section. Based on the Mann-Whitney test, it could be concluded that there was the influence of hot work climate toward the workers’ fatigue (p=0.000) Key Words
: Work Climate, Workers’ Fatigue
PENDAHULUAN Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada pada kondisi yang ekstrim panas dan dingin dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan menurut standar kesehatan (Tarwaka, 2008). Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan dingin yang berada di luar batas standar kesehatan dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran cairan tubuh melalui keringat sehingga bisa terjadi dehidrasi dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat. Persoalan tentang bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah ekstrim menjadi penting, mengingat kemampuan manusia untuk beradaptasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang ekstrim dengan menentukan rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan (Suma’mur, 2009). Dilihat dari kondisi lain adalah, masih kurangnya kesadaran dari sebagian besar masyarakat perusahaan, baik pengusaha maupun tenaga kerja akan arti pentingnya Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hambatan yang sering dihadapi dalam perusahaan. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) 2003, ditemuakan bahwa di Indonesia tingkat pencapaian penerapan kinerja K3 di perusahaan masih sangat rendah. Dari data tersebut ternyata hanya sekitar 2% (sekitar 317 buah) perusahaan yang telah menerapakan K3. Sedangkan sisanya sekitar 98% (sekitar 14.700 buah) perusahaan belum menerapakan K3 secara baik dalam Tarwaka (2008). Berdasarkan data Jamsostek, bahwa pengawasan K3 secara nasional masih belum berjalan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kecelakaan yang terjadi, dimana pada tahun 2008 terjadi kecelakaan sebanyak 58.600 kasus, tahun 2009 sebanyak 94.398 kasus, tahun 2010 terjadi sebanyak 98.000 kasus, 1.200 kasus diantaranya mengakibatkan pekerja meninggal dunia dan tahun 2011 kecelakaan kerja mencapai 99.491 kasus, namum umumnya, kecelakaan kerja yang terjadi didominasi oleh kecelakaan lalulintas sebanyak 40% kasus (Rudy, 2012). Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2010), menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya
kelelahan
di
industri
sangat bervariasi,
dan
untuk
memelihara
dan
mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan
(cancel out the tress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran penyebab kelelahan itu sendiri dapat mengakibatkan produktivitas menurun, target produksi tidak tercapai semestinya dan prilaku psikologis dalam bekerja tidak terkontrol. Berdasarkan survei pendahuluan yang di lakukan di Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten terhadap 40 karyawan, dijumpai banyak pekerja yang bekerja dilingkungan kerja panas yang tidak memenuhi (NAB). Berdasarkan hasil pengukuran iklim kerja diperoleh Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) sebesar 31,76
C pada bagian pengecoran dan 29,76
C pada
bagian produksi. Dari penelitian awal dengan menggunakan observasi dan kuesioner karyawan di tempat kerja: 1 orang jarang mengalami kelelahan kerja, 3 orang sering mengalami kelelahan kerja dan 8 orang sangat sering mengalami kelelahan kerja. Jika dibandingkan dengan standar iklim kerja di Indonesia yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-13/MEN/2011 dengan pengaturan waktu kerja 75% kerja dan 25% istirahat untuk 8 jam kerja dengan beban kerja berat yang didasarkan pada iklim kerja tersebut mempunyai (ISBB) yang telah melebihi (NAB). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: Pengaruh Iklim Kerja Panas Terhadap Kelelahan Tenaga Kerja Di Bagian Peleburan Logam Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survei yang menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu untuk mengetahui pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan tenaga kerja pada peleburan logam di Koperasi Batur Jaya Klaten. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel yang anggotanya dipilih berdasarkan kriteria tertentu yang dipandang memiliki kemiripan dengan ciri-ciri dan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Mutalazimah, 2002). Analisis data dengan menggunakan perangkat lunak komputer (SPSS 17)dilakukan dengan analisis univariat untuk melihat gambaran distribusi ferkuensi dari masing-masing variabel penelitian. Sedangkan, analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen. Tehnik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji statistik Uji Mann-Whitney, dengan menggunakan program komputer SPSS versi 21.0 dengan derajat kemaknaan 0,05.
HASIL Batur Jaya adalah
sebuah koperasi yang bergerak dibidang peleburan
logam,
berlokasi di Desa Batur, Tegalrejo, Kecamatan ceper, Kabupaten Klaten Jawa Tengah berdiri pada tanggal 23 Juli 1976 yang diresmikan oleh Menteri Perindustrian Indonesia Bapak M. Yusuf. Dalam rangka membangun perekonomian bangsa Indonesia, Koperasi Batur Jaya mempunyai tugas dan peran yang sama pentingnya dengan BUMN dan sektor swasta lainnya yang melakukan usaha demi terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja pada Bagian Peleburan dan Produksi Masa Kerja
Persentase
(tahun)
Frekuensi
(%)
<5
9
30
6-10
15
50
11-15
6
20
Jumlah
30
100
Jumlah masa kerja di koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten paling banyak pada masa kerja 6-10 tahun dengan frekuensi 15 orang pekerja (50%), sedangkan frekuensi masa kerja karyawan paling sedikit antara 11-15 tahun dengan frekuensi 6 orang pekerja (20%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada Karyawan Bagian Peleburan dan Produksi Umur
Persentase
(tahun)
Frekuensi
(%)
<25
2
6,7
25-35
8
26,7
>35
20
66,7
Jumlah
30
100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang berumur kurang dari 25 tahun ada 2 responden (6,7%), sedangkan 8 responden (26,7%) berumur 25-35 tahun, dan 20 responden (66,7%) berumur > 35 tahun.
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Beban Kerja dengan Metode Perhitungan Denyut Nadi di Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten Tahun 2013. No
Denyut Nadi/Menit
1
125
2
120
3
135
4
120
5
120
6
150
7
143
8
115
9
130
10
130
11
130
12
126
13
125
14
130
15
140
Rata-rata
Kategori Beban Kerja
130,2
Beban Kerja Berat
90,13
Beban Kerja Ringan
Bagian Produksi 1
80
2
100
3
83
4
80
5
86
6
86
7
90
8
110
9
100
10
98
11
90
12
87
13
87
14
85
15
90
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Iklim Kerja Panas di Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten Tahun 2013. ISSB
DRY
WET
IN
BULB
BULB
TITIK NO
1
2
o
PENGUKURAN
o
C
C
o
C
GLOBE
RATA-RATA
o
C
RUANG
26,4
27,4
25,8
27,9
PRODUKSI
26,4
27,8
25,8
28,3
RUANG
29,1
30
27,5
33,3
PELEBURAN
28,7
29,7
27,3
32,2
BEBAN
o
ISBB IN C
KERJA
26,4
Ringan
28,9
Berat
ANALISA
Sesuai Standart Tidak sesuai Standart
Berdasarkan tabel diatas bahwa hasil pengukuran iklim kerja panas di ruang produksi di dapatkan rata-rata iklim kerja panas sebesar 26,40C dan masih sesuai standar di bawah NAB dengan standar iklim kerja panas (30,60C) termasuk kategori beban kerja ringan, sedangkan pada ruang peleburan di dapatkan rata-rata iklim kerja panas sebesar 28,90C yang tidak sesuai standar karena melebihi NAB dengan standar iklim kerja panas 28,00C dan termasuk kategori beban kerja berat.
Tabel 4.5 Hasil pengukuran Kelelahan Kerja Dengan Kecepatan Waktu Reaksi Rangsang Cahaya Sebelum dan Sesudah Bekerja Di Bagian Peleburan No
Umur
Sebelum
Sesudah
Selisih
Responden
(tahun)
(milidetik)
(milidetik)
(milidetik)
1
47
234,72
286,12
51,40
2
55
268,75
325,88
57,13
3
57
257,97
354,40
96,43
4
41
268,50
326,37
57,87
5
32
236,69
335,77
99,08
6
30
260,37
352,82
92,45
7
43
233,43
328,26
94,83
8
53
243,06
354,06
111
9
50
231,48
296,76
65,28
10
30
249,71
335,58
85,87
11
19
255,92
327,25
71,33
12
59
237,33
335,95
98,62
13
40
247,98
342,98
95
14
50
250,71
331,66
80,95
15
35
234,88
329,72
94,84
Jumlah
3711,5
4963,6
1252,1
Rata-rata
247,43
330,91
83,472
Standart Deviasi
12,293
28,092
11
Berdasakan tabel diatas pengukuran tingkat kelelahan bagian peleburan di Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten Tahun 2013 diperoleh rata-rata kelelahan sebelum bekerja adalah 247,43 milidetikdengan standar deviasi sebesar 12,293 dan sesudah bekerja tingkat kelelahan meningkat menjadi 330,91 milidetik dengan standar deviasi 28,092 dari hasil pengukuran kelelahan ini masuk dalam kategori Kelelahan Kerja Ringan (KKR) karena waktu reaksi >240,0-410,0 milidetik dengan selisih standar deviasi 11. Tabel 4.6 Hasil pengukuran Kelelahan Kerja Dengan Kecepatan Waktu Reaksi Rangsang Cahaya Sebelum dan Sesudah Bekerja Di Bagian Produksi No
Umur
Sebelum
Sesudah
Selisih
Responden
(tahun)
(milidetik)
(milidetik)
(milidetik)
1
55
243,73
313,10
69,37
2
35
232,07
236,77
4,70
3
50
239,94
286,52
46,58
4
45
249,04
312,49
63,45
5
30
254,89
315,11
60,22
6
40
226,39
313,17
86,78
7
35
237,29
302,11
64,82
8
50
230,54
289,23
58,69
9
26
246,99
348,66
101,67
10
39
264,04
295,99
31,95
11
21
241,09
301,39
60,30
12
44
265,10
300,96
35.86
13
42
256,68
290,56
33,88
14
44
255,14
270,09
14,95
15
42
259,52
271,98
12,46
Jumlah
3702,45
4448,13
745,68
Rata-rata
246,83
296,542
49,712
Standart Deviasi
10,284
21,516
7
Berdasakan tabel diatas pengukuran tingkat kelelahan bagian produksi di Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten Tahun 2013 diperoleh rata-rata kelelahan sebelum bekerja adalah 246,83 milidetik dengan standar deviasi sebesar 10,284 dan sesudah bekerja tingkat kelelahan meningkat menjadi 296,54 milidetik dengan standar deviasi sebesar 21,516 dari hasil pengukuran kelelahan ini masuk dalam kategori Kelelahan Kerja Ringan (KKR) karena waktu reaksi >240,0-410,0 milidetik dengan selisih standar deviasi 7. Tabel 4.7 Uji Statistik Tingkat Kelelahan Sebelum dan Sesudah Bekerja Standar Variabel
Perlakuan
N
Rata – rata
Deviasi
Sebelum
15
247,430
12,293
Bagian
Sesudah
15
330,910
28,092
Peleburan
Total
30
Sebelum
15
246,830
10,284
Bagian
Sesudah
15
296,542
21,516
Produksi
Total
30
Sig
0,000
0,000
Berdasakan tabel 13 data tingkat keleahan sebelum dan sesudah bekerja di bagian peleburan dan bagian produksi dengan uji man Whitney yaitu: a. Diketahui nilai signifikan pada bagian peleburan 0,000 < 0,050. Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan tingkat kelelahan sebelum dan sesudah bekerja pada bagian peleburan. b. Diketahui nilai signifikan pada bagian produksi 0,000 < 0,050 hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan tingkat kelelahan sebelum dan sesudah bekerja pada bagian produksi.
Tabel 4.8 Uji Statistik Tingkat Kelelahan pada Bagian Peleburan dan Bagian Produksi Standart Variabel
Ruangan
N
Rata-rata
Deviasi
kerja
Peleburan
15
247,43
12,293
(pre-test)
Produksi
15
246,83
10,284
Total
30
bekerja
Peleburan
15
330,90
28,092
(post-test)
Produksi
15
296,54
21,516
Total
30
Sig
Kelelahan sebelum
0,902
Kelelahan setelah
0,000
Berdasakan tabel 14 data tingkat kelelahan sebelum kerja (pre-test) dan kelelahan setelah bekerja (pos-test) di bagian peleburan dan bagian produksi dengan Uji mannWhitney Test yaitu: a. Diketahui tidak signifikan pada pre-test 0,050 > 0,902. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara bagian peleburan dan bagian produksi sebelum bekerja b. Diketahui signifikan pada pos-test 0,000 < 0,050. Hal ini berarti ada perbedaan tingkat kelelahan yang signifikan antara bagian peleburan dan bagian produksi Sesudah bekerja. Tingkat kelelahan pada bagian peleburan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian produksi. Berdasarkan hasil uji penelitian Mann-Whitney tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan tenaga kerja (p = 0,000). PEMBAHASAN Masa Kerja Dalam penelitian ini masa kerja subjek penelitian berkisar antara >3 bulan – 15 tahun dengan rata-rata 8 tahun dengan rata-rata sebagian besar sudah bekerja antara 6-10 tahun sebanyak 15 orang (50%) dari 30 tenaga kerja. Umur
Dalam penelitian ini didapat bahwa sebagian besar umur tenaga kerja > 35 tahun sebanyak 20 orang (66,7%) dari 30 responden dan yang berumur < 25 tahun ada 2 orang (6,7%) sedangkan yang berumur antara 25-35 tahun ada 8 orang (26,%). Penelitian ini dilakukan pada karyawan di Koperasi Industri Batur Jaya Ceper Klaten sebanyak 30 responden dengan 15 responden pada karyawan bagian pegecoran dan 15 lainnya karyawan pada bagian produksi. Karakteristik responden pada penelitian ini adalah bahwa semua karyawan berjenis kelamin laki-laki dan masa kerja > 3 bulan dan memiliki umur kebanyakan adalah lebih dari 35 tahun yaitu sebanyak 66,7% dari keseluruhan responden. Beban Kerja Dari hasil pengukuran di dapat nilai rata-rata denyut nadi tenaga kerja di bagian peleburan di dapat 130,2/menit termasuk beban kerja sedang dan hasil pengukuran pada bagian produksi di dapat nilai rata-rata denyut nadi tenaga kerja di dapat 90,13/menit termasuk beban kerja ringan. Iklim Kerja Panas Hasil pengukuran iklim kerja panas di Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten pada bagian peleburan didapat hasil rata-rata ISBB 28,9 0C dengan kondisi cuaca saat itu turun hujan. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indek Suhu Basah dan Suhu Bola (ISBB) yang diperkenankan berdasarkan Permenakertrans RI Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja maka diketahui bahwa iklim kerja dibagian peleburan melebihi NAB yaitu 28,0 0C. Sedangkan hasil pengukuran iklim kerja panas di ruang produksi di dapatkan rata-rata iklim kerja panas sebesar 26,40C dan masih sesuai standar di bawah NAB dengan standar iklim kerja panas (30,60C) termasuk kategori beban kerja ringan dengan lama kerja 8 jam perhari istirahat 1 jam. Menurut Suma’mur (2009), sumber panas radiasi adalah berasal dari permukaan matahari yang panas dan memancarkan sinar dari permukaan itu sendiri. Suhu udara (iklim kerja panas) selalu dipengaruhi oleh cuaca lingkungan. Kelelahan Kerja 1. Perbandingan Tingkat Kelelahan Sebelum dan Sesudah Bekerja. Hasil pengukuran uji Mann-Whitney didapat nilai signifikasi pada bagian peleburan (sig= 0,000 < 0,050), maka hal ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan tingkat kelelahan sebelum dan sesudah bekerja pada bagian peleburan. Pada bagian produksi didapat nilai signifikansi pada bagian produksi (sig= 0,000 < 0,050), maka hal ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat kelelahan sebelum dan sesudah bekerja pada bagian produksi . Berdasarkan dari hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa iklim kerja panas dibagian peleburan maupun di bagian produksi dapat mempengaruhi tingkat kelelahan tenaga kerja. 2. Perbandingan Tingkat kelelahan pada bagian peleburan dan bagian produksi Dari hasil uji didapat nilai signifikasi tidak signifikan pada pre-test 0,050 > 0,902, maka hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada bagian peleburan dan bagian produksi sebelum bekerja. Sedangkan hasil uji didapat nilai signifikasi setelah bekerja diketahui signifikan pada pos-test 0,000 < 0,050, maka hal ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada bagian peleburan dan bagian produksi Sesudah bekerja. Berdasarkan hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara tingkat kelelahan pre-test dan post-test dibagian peleburan dan produksi. Menurut Suma’mur (2009) menuliskan bahwa iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan udara dan panas radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri disebut tekanan panas heat stress. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Anggrayani Rosita Sari (2011) dengan judul pengaruh tekanan panas terhadap kelelahan kerja pada pekerja di industri pembuatan batu bata, yang mengatakan bahwa iklim kerja panas yang tinggi (area outdoor) lebih melelahkan dari pada iklim kerja panas yang lebih rendah (area indoor) di Industri Pembuatan Batu Bata Ds. Sukorejo Sragen. Tingkat kelelahan kerja pada bagian peleburan lebih tinggi dibandingkan tingkat kelelahan kerja pada bagian produksi, hal ini disebabkan karena sumber panas berada pada bagian peleburan yaitu tungku atau kuali besar yang digunakan untuk meleburkan logam, jadi semakin tinggi tingkat iklim kerja panas semakin tinggi juga tingkat kelelahan kerjanya. Beban kerja juga mempengaruhi kelelahan kerja dari hasil pengukuran denyut nadi untuk menentukan beban kerja didapatkan hasil rata-rata denyut nadi/menit untuk bagian peleburan 130,2 denyut nadi/menit masuk dalam kategori beban kerja sedang, pada bagian produksi 90,13 denyut nadi/menit masuk dalam kategori
beban kerja ringan, jadi semakin besar beban kerja yang diterima tenaga kerja maka semakin besar pula tingkat kelelahan kerjanya. Diketahui bahwa Sum of ranks di bagian peleburan 345 dan di bagian produksi 306. Jadi tingkat kelelahan di bagian peleburan lebih tinggi dari pada tempat produksi dengan suhu dibagian produksi 26,40C dan bagian peleburan 28,90C dengan kondisi saat penelitian turun hujan, jadi semakin panas tempat bekerja semakin tinggi pula tingkat kelelahan. Simpulan 1. Ada perbedaan antara kondisi iklim kerja panas di bagian produksi sebelum dan sesudah bekerja terhadap kelelahan tenaga kerja. 2. Ada perbedaan antara kondisi iklim kerja panas di bagian peleburan sebelum dan sesudah bekerja terhadap kelelahan tenaga kerja. 3. Ada pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan tenaga kerja setelah bekerja di bagian peleburan logam. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Sebaiknya Koperasi Batur Jaya menyediakan tempat minum untuk para pekerja diusahakan tidak jauh dari tenaga kerja dan air minumnya harus mengandung garam natrium, sehingga dapat menggantikan cairan yang hilang saat berkeringat. 2. Sebaiknya pemilik Koperasi Batur Jaya hendaknya menyediakan tempat istirahat yang nyaman, letaknya terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan tenaga para pekerja. 3. Sebaiknya pada bagian peleburan yang memilki iklim kerja panas > NAB dilakukan perbaikan ventilasi dan pemasang blower agar sirkulasi udara di dalam ruangan menjadi lancar dan baik, hal itu berguna untuk mengurangi paparan panas, sehingga tingkat kelelahan tenaga kerja dapat diminimalkan.
4. Untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar suhu udara yang tinggi, pemilik Koperasi Batur Jaya hendaknya mengatur lamanya waktu kerja dan istirahat pekerja, yang harus disesuaikan dengan tingkat iklim kerja panas yang dihadapi oleh pekerja secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB yaitu, 75% kerja dan 25% istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Budiono S, dkk, 2003. Bunga Rampai Hyperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Djati, A. 2010.Perbedaan Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja antara shift siang dan Shift Malam Di Bagian CPA JOB Pertamina-Petrochia Eats Java Di Kabupaten Tuban jawa Timur (Skripsi). Surakarta : UNS. Direktur Jendral Bina Marga, 1999. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perusahaan. Surabaya : Yudistira Habsari, D. 2003. Bunga rampai hiperkes dan KK. Semarang: Badan penerbit UNDIP. HIPERKES., 2011. Praktikum Laboratorium Hiperkes Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY Balai Hiperkes dan Keselamata Kerja. Heru Gustaf, Haryono, 2008. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC. I Dewa Nyoman Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Kepmenaker dan Transmigrasi Nomor KEP. 13/MEN/X/2011 Standar Pajanan Bahaya Fisik di Tempat Kerja. Kurniawan, 2007. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta : EGC Nurmianto., 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya. Ramandhani,S. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit UNDIP Rosita Anggrayani S, 2011. Pengaruh Tekanan Panas Terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja di Industri Pembuatan Batu Bata Desa Sukorejo Sragen. http/digilib.uns.ac.id. Rudy.,
2012. Gubernur Kalsel Terima Penghargaan Kemenakertrans. http//www. Kalselprov.co.id/berita/gubernur-kalsel-terima-penghargaan: Kepmenakertrans.
Oentoro, 2004. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Setyawati. 2010. Selintas Tetang Kelelahan Kerja. Yogyakarta : Asmara Books. Suma’mur P. K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Agung.
Toko Gunung
Tarwaka, Bakri, S., dan Sudiajen, L., 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.l. Tarwaka. 2008. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan Press. Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Surakarta : Harapan Press. Umar Fahmi., 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: UI press