PERBEDAAN TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN INFUSUM BELIMBING WULUH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DUSUN BLUNGKAN DESA SENDANGREJO KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN
Angga Fridian Hari Pradana *, Farida Juanita** …………......……….…… ……
. .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .….
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena sifatnya asimtomatik sehingga hipertensi menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis. Masalah penelitian ini adalah masih tingginya angka penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian infusum belimbing wuluh pada penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendabgrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan. Desain penelitian menggunakan pra-experiment one group pretest-posttest design. Populasi adalah seluruh penderita hipertensi usia 41-50 tahun di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan pada bulan Februari 2014. Besar sampel sebanyak 23 responden. Teknik sampling menggunakan Accidental Sampling. Variabel penelitian tekanan darah, perlakuan dengan pemberian 3 buah belimbing wuluh dicampur dengan 1 sendok makan gula pasir. Data dikumpulkan melalui wawancara dan lembar observasi dan dianalisa menggunakan uji Paired t-test dengan taraf signifikansi α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum pemberian infusum belimbing wuluh adalah 171 mmHg, rata-rata tekanan darah sistolik sesudah pemberian infusum belimbing wuluh adalah 152 mmHg, terdapat perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah mengkonsumsi infusum belimbing wuluh. Hasil uji Paired t-test didapatkan nilai p = 0,000. Melihat hasil penelitian, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang belimbing wuluh untuk dapat lebih bermanfaat bagi penderita hipertensi. Kata Kunci : Hipertensi, Tekanan Darah, Belimbing Wuluh. PENDAHULUAN. …… .
… ….
tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi dibagi menjadi dua tipe yaitu hipertensi esensial atau primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial paling sering terjadi pada masyarakat dan tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi esensial biasanya dimulai secara berangsur- angsur tanpa keluhan dan gejala sebagai penyakit benigna yang secara perlahan- lahan berlanjut sebagai maligna. Sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab lain yang dapat diidentifikasi (Kowalak Jenifer P, 2011). Menurut WHO dan the Internasional Society of Hypertension atau ISH, saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta diantaranya
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena sifatnya asimtomatik sehingga hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis. Hipertensi bahkan sering terabaikan karena tidak ada keluhan dan bila sudah mengeluh biasanya terlambat. Hipertensi merupakan faktor resiko primer yang menyebabkan penyakit jantung dan stroke. Pada umumnya penderita hipertensi hampir tidak merasa dirinya sakit, namun hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya karena organ tubuh terganggu di satu bidang yang amat penting yaitu peredaran darah (Dekker, 2005). Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik, yaitu
SURYA
51
Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng Ekowati, 2009). Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor resikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalansi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025 (Amiruddin Ridwan, 2007). Pada tahun 2010 data jumlah penderita hipertensi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur terdapat 275.000 jiwa penderita hipertensi. Berdasarkan hasil survei awal di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan pada tanggal 06 November 2013, dari 10 orang yang dilakukan pemeriksaan tekanan darah terdapat 4 orang atau 40% yang mengalami hipertensi. Rata-rata tekanan darah mereka berkisar antara : tekanan sistolik 140-180 mmHg dan tekanan diastolik 90-100 mmHg dengan usia rata- rata yaitu 40- 55 tahun dan kebanyakan dari mereka mengalami kekambuhan dari penyakit hipertensinya. Dari data tersebut, masalah penelitian ini adalah penderita hipertensi yang masih tergolong tinggi. Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan atau faktor mayor dan faktor resiko yang dapat dikendalikan atau faktor minor. Faktor resiko
SURYA
yang tidak dapat dikendalikan atau faktor mayor seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan atau faktor minor yaitu obesitas sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik, kurang gerak, merokok, sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme, stress (Yulianti Sufrida, 2006). Dampak dari hipertensi meliputi krisis hipertensi, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta dissecting, PJK, angina, infark miokard, gagal jantung, aritmia, kematian mendadak, serangan iskemik sepintas atau transient ischemic attack, stroke, retinopati, ansefalopati hipertensi, serta gagal ginjal (Kowalak Jenifer P, 2011). Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis meliputi diuretika, beta blocker, calsium channel blocker atau calsium antagonis, angiotensin converting enzyme inhibitor, angiotensin II receptor bloker atau AT, reseptor antagonist atau blocker atau ARB. Obat antihipertensi untuk terapi nonfarmakogis meliputi menghentikan merokok, menurunkan berat badan berlebih, menurunkan konsumsi alkohol berlebih, latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur, menurunkan asupan lemak, serta dapat menggunakan pengobatan herbal (Sudoyo Aru W, 2006). Beberapa tanaman herbal yang dapat digunakan untuk menurunkan hipertensi meliputi buah kesemek, alpukat, pisang, semangka, mentimun, kiwi, serta buah belimbing wuluh (Novik Kurnianti, 2013). Dari banyaknya terapi tersebut, maka peneliti membatasi pada faktor belimbing wuluh. Belimbing wuluh merupakan salah satu tumbuhan yang mengandung kalium sitrat yaitu, yang mana mineral kalium sitrat dapat berfungsi sebagai diuretik sehingga pengeluaran natrium cairan meningkat, hal tersebut dapat membantu menurunkan tekanan darah.
52
Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan METODOLOGI .PENELITIAN Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pra- experiment one group pretest- postest design, yaitu dengan mengobservasi suatu kelompok kemudian memberinya perlakuan, dan hasilnya diobservasi agar diketahui keakuratan perlakuan (Sugiyono, 2010). Populasi adalah seluruh penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan pada bulan Februari 2014 sebesar 23 penderita. Sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah sebagian penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan pada bulan Februari 2014 yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 23 penderita. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan Accidental Sampling. Yaitu dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia (Soekidjo Notoatmodjo, 2002). Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah : 1. Kelompok usia 40-50 tahun dan yang bersedia menjadi responden 2. Menandatangani lembar informed consent. Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah : 1. Penderita dengan gastritis karena merupakan kontraindikasi 2. Penderita yang mengkonsumsi obat penurun hipertensi lainnya Data diolah menggunakan uji statistik Paired t-test HASIL .PENELITIAN
Berdasarkan tabel 1 tersebut di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia antara 46-50 tahun yaitu sebanyak 14 responden atau 60,9%. Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 2 tersebut di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 13 responden atau 56,5%. Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 3 tersebut di atas menunjukkan bahwa hampir setengah responden sebagai petani yaitu sebanyak 9 responden atau 39,1%, dan sebagian kecil responden sebagai PNS dan wiraswasta masing-masing sebanyak 4 responden atau 17,4%.
…
1. Data Umum Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Tahun 2014
SURYA
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Tahun 2014.
53
Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
Berdasarkan tabel 4 tersebut di atas menunjukkan bahwa hampir setengah responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 11 responden atau 47,8%, dan sebagian kecil responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 2 responden atau 8,7%.
Berdasarkan tabel 6 tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hampir setengah responden bertekanan darah sistolik 160 mmHg yaitu sebanyak 8 responden atau 34,8% dan sebagian kecil responden bertekanan darah sistolik 155 mmHg yaitu sebanyak 1 responden atau 4,3%.
2. Data Khusus 1) Tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum pemberian infusum belimbing wuluh atau Averhoa bilimbi L. Tabel 5 Tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum pemberian infusum belimbing wuluh di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan tahun 2014
3) Perbedaan tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah pemberian infusum belimbing wuluh atau Averhoa bilimbi L.
Gambar 1 Tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah pemberian infusum belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L.
Berdasarkan tabel 5 tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hampir setengah responden bertekanan darah sistolik 160 mmHg yaitu sebanyak 7 responden atau 30,4% dan sebagian kecil responden bertekanan darah sistolik 165 mmHg dan 175 mmHg yaitu masing-masing sebanyak 2 responden atau 8,7%.
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi yang diberikan infusum belimbing wuluh lebih rendah daripada sebelum diberikan belimbing wuluh. Kesimpulannya terdapat perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan infusum belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L.
2) Tekanan darah pada penderita hipertensi sesudah pemberian infusum belimbing wuluh atau Averhoa bilimbi L. Tabel 6 Tekanan darah pada penderita hipertensi sesudah pemberian infusum belimbing wuluh di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan tahun 2014.
SURYA
54
Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Tabel 7 Tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah pemberian infusum belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L.
karena hormon estrogen juga bisa mengatur sebagian pembuluh darah bagian tubuh. Teori diatas juga berhubungan dengan teori Yulianti Sufrida (2006), bahwa penambahan usia dapat meningkatkan resiko terjangkitnya penyakit hipertensi. Walaupun penyakit hipertensi biasa terjadi pada segala usia, tetapi paling sering menyerang orang dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih. Meningkatnya tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia memang sangat wajar. Hal ini disebabkan adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon. Namun, jika perubahan ini disertai dengan faktor resiko lain bisa memicu terjadinya hipertensi. Jika dilihat dari segi pekerjaan, sebagian besar atau 39,1 % penderita hipertensi di Dusun Blungkan adalah petani, kemungkinan disebabkan oleh tingkat beban kerja yang berat. Bertani adalah pekerjaan musiman yang hasil alamnya terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga penghasilan yang didapatkan tidak menentu. Hal tersebut akan memberikan dampak yang negatif terhadap pikiran penderita sehingga akan mengalami stress dan kecemasan yang akan mencetuskan salah satu faktor munculnya hipertensi. Menurut Susalit (2001), stress yang tinggi akan merangsang adrenalin sehingga katekolamin akan maningkat dan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi sebelum diberikan perlakuan infusum belimbing wuluh adalah 171 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi sesudah diberikan perlakuan infusum belimbing wuluh adalah 152 mmHg dengan rata-rata penurunan 19,5 mmHg. Kesimpulannya terdapat perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan infusum belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L. PEMBAHASAN .…
.…
Tekanan Darah Sebelum Pemberian Infusum Belimbing Wuluh pada Penderita Hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Berdasarkan tabel 7, rata-rata penderita hipertensi bertekanan darah sistolik 171 mmHg. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin dan pekerjaan. Dari fakta diatas, sebagian besar dari penderita hipertensi berusia 46-50 tahun. Dan dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 13 responden atau 56,5%. Perempuan yang usianya menuju pada menopause, resiko terjadinya hipertensi meningkat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor hormonal. Pada wanita premenopause cenderung sensitif akibat perubahan bentuk pola tubuh dan penurunan hormon estrogen. Menurut Wexler (2002), penurunan estrogen pada perempuan akan mengalami peningkatan tekanan darah,
SURYA
Tekanan Darah Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh pada Penderita Hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Berdasarkan tabel 7, rata-rata penderita hipertensi bertekanan darah sistolik 152 mmHg. Hal tersebut kemungkinan dapat dipengaruhi oleh pendidikan. Dari fakta di atas, jika dilihat dari segi pendidikan, sebagian besar penderita hipertensi berpendidikan SMA yaitu 47,8% penderita, hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai wawasan pengetahuan dan cara berfikir yang matang sehingga lebih mudah untuk menerima informasi dan mencari 55
Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan alternatif dalam penanganan hipertensi secara cepat dan tepat, dikarenakan hipertensi akan mengganggu aktifitas sehari-hari. Menurut Wahid Iqbal (2007), pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
multiguna yang memiliki sifat kimiawi dan efek farmakologis. Kandungan kimia yang terdapat dalam buah belimbing wuluh yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah yaitu kalium sitrat, yang mana mineral kalium sitrat dapat berfungsi sebagai diuretik sehingga pengeluaran natrium cairan meningkat, hal tersebut dapat membantu menurunkan tekanan darah. Maka, 3 buah belimbing wuluh ditambah dengan 1 sendok makan gula pasir yang direbus dapat menurunkan tekanan darah. Dari penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Lukman Efendi (2013), dengan menggunakan rebusan daun alpukat atau Persea Americana Mill menunjukkan terjadinya penurunan tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi, dimana daun alpukat memiliki kandungan kimia yaitu Senyawa flavonoid yang bersifat diuretik, salah satu kerjanya yaitu dengan mengeluarkan sejumlah cairan dan elektrolit maupun zat-zat yang bersifat toksik. Dengan berkurangnya jumlah air dan garam dalam tubuh maka pembuluh darah akan longgar sehingga tekanan darah perlahan-lahan mengalami penurunan. Kesimpulannya, walaupun keberadaan belimbing wuluh tergantung pada musimnya, akan tetapi belimbing wuluh sangat bermanfaat untuk terapi herbal yang dapat dijadikan alternatif pengobatan hipertensi terutama dalam menurunkan tekanan darah dengan kandungan kalium sitrat yang terdapat di dalamnya, tanpa perlu dikhawatirkan keracunan atau toksikasi asalkan tidak dikonsumsi secara berlebihan walaupun tubuh masih mempunyai batas kadar toksikasi tertentu.
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh pada Penderita Hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan untuk mengetahui distribusi normalitas data, didapatkan hasil bahwa distribusi data adalah normal, selanjutnya data dari hasil analisa paired t-test, didapatkan nilai p adalah (0.000) dimana p < 0.05, sehingga H0 ditolak yang artinya terdapat perbedaan antara tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian infusum belimbing wuluh pada penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan. Selain kaya akan vitamin dan mineral, belimbing juga merupakan obat yang murah bagi penderita hipertensi karena buah ini mengandung zat yang dapat menurunkan tekanan darah. Buah yang menyegarkan ini juga merupakan unggulan di kota Demak, Jawa Tengah. Selain itu, buah ini juga merupakan penyedia serat yang sangat penting bagi pencernaan. Jika tiap orang memakan sebuah belimbing yang beratnya 300 gram per hari secara rutin, dijamin kesehatannya akan terpelihara (Purwaningsih Eko, 2007). Menurut Eko Purwaningsih (2007), belimbing wuluh merupakan tanaman
SURYA
PENUTUP 1. Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan pada bulan Februari hingga Maret 2014 dengan menggunakan sampel penderita hipertensi usia 41-50 tahun yang diperiksa tekanan darah sistoliknya yang berjumlah 23 56
Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan responden didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Rata-rata penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan, tekanan darah sistoliknya 171 mmHg sebelum pemberian infusum belimbing wuluh. 2. Rata-rata penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan tekanan darah sistoliknya 152 mmHg sesudah pemberian infusum belimbing wuluh. 3. Terdapat perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian infusum belimbing wuluh pada penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan.
4) Bagi Penderita Agar selalu mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam pemanfaatan tanaman yang terdapat di sekitar seperti belimbing wuluh yang hanya umum digunakan sebagai penambah rasa asam pada masakan, dan supaya tidak ragu mencoba hal baru dalam pengobatan alami yang tentunya telah dipelajari dan terbukti memiliki manfaat. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin Ridwan. 2007. Hipertensi dan Faktor Resikonya dalam Kajian Epidemiologi. http://www.ridwanamirudin.wordperss .com. Diakses tanggal 05 November 2013 jam 13.22
2. Saran Bagi Akademik Merupakan sumbangan ilmu bagi pengetahuan khususnya dalam hal manfaat pemberian infusum belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L. bagi penderita hipertensi dan sebagai sarana pembanding bagi ilmu pengetahuan dalam memperkaya solusi dan informasi masalah tersebut. Bagi Praktisi 1) Bagi Institusi Penelitian ini dapat menambah wawasan baru dan informasi tentang manfaat infusum belimbing wuluh dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. 2) Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan intervensi dan terapi alami pemberian infusum belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L. bagi penderita hipertensi. 3) Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai pengaruh pemberian infusum belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L. terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi serta menambah kemampuan penulis dalam membuat suatu karya tulis ilmiah.
SURYA
Deker. 2005. Hipertensi. http.//www.secured.Indonet.co.id. Diakses tanggal 04 Novermber 2013 jam 14.35 Kowalak, Jenifer P. 2011. Buku Ajar Patofiologi. Jakarta : EGC Lukman Efendi. 2013. Pengaruh pemberian rebusan daun alpukat (persea americana mill) terhadap penurunan tekanan darah pada penderitahipertensi usia 45-59 tahun di desa gampangsejati Kec. Laren lamongan. Skripsi Stikes Muhammadiyah Lamongan. Novik, Kurnianti. 2013. Ramuan Obat Tradisional untuk Menurunkan Hipertansi. http//www.herbal.tanijogonegoro.com. diakses tanggal 14 November 2013 jam 13.30 Purwaningsih, Eko. 2007. Multiguna Belimbing Wuluh. Jakarta : Ganeca Exact Rahajeng, Ekowati. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. http://www.repository.unhas.ac.id.
57
Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Diakses tanggal 14 November 2013 jam 13.00 Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, edisi IV. Jakarta : FKUI Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Susalit. 2001. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Wahid Iqbal. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Wexler. 2002. Hipertension Encyclopedia of Nursing and Alied Health. http://www.findarticles.com Diakses tanggal 7 Mei 2014 jam 18.00 Yulianti, Sufrida. 2006. 30 Ramuan Penakluk Hipertensi. Jakarta : Agromedia Pustaka
SURYA
58
Vol.02, No.XVIII, Juni 2014