PERBEDAAN TEKANAN DARAH INTRADIALISIS SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN TERAPI PIJAT EKSTREMITAS PADA PASIEN CHRONIK RENAL DISEASE DI RUANG HEMODIALISA RSUD TUGUREJO SEMARANG Ukik Sulistiyo*), Priyanto**), Fitria Primi Astuti***) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Staf Pengajar Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ***) Staf Pengajar Program Studi Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK Hemodialisis terbukti efektif mengeluarkan cairan, elektrolit dan sisa metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung dapat memperpanjang umur pasien. Namun, hemodialisis memiliki efek samping atau komplikasi, diantaranya adalah hipertensi. Oleh karena itu, komplikasi ini perlu diantisipasi, dikendalikan, serta diatasi agar kualitas hidup pasien tetap optimal dan kondisi yang lebih buruk tidak terjadi. Salah satu tindakan non farmakologis untuk mengantisipasi hipertensi adalah terapi pijat ektremitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tekanan darah intradialisis sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas pada pasien chronic renal disease di RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian pre-eksperimen dengan rancangan one group pre test and post test design. Populasinya adalah seluruh pasien hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang. Sampel yang diambil sebanyak 15 responden dengan menggunakan teknik Consecutive sampling. Analisis data meliputi dua tahap, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah intradialisis baik sistole maupun diastole sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas pada pasien chronic renal disease di RSUD Tugurejo Semarang dengan p-value sebesar 0,048 untuk TD sistole dan 0,049 untuk TD diastole. Disarankan bagi pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang komplikasi hemodialisis, sehingga timbulnya komplikasi intradialisis dapat diminimalkan dan dapat dicegah sedini mungkin. Kata Kunci : Tekanan Darah, Hemodialisis, terapi pijat ekstremitas
ABSTRACT Haemodialysis is proven effective to release dilution, electrolyte, and body metabolism residue, so that indirectly it can lengthen patient’s age. But, haemodialysis has bad effect or complication, for example hypertension. Therefore, this complication needs to be anticipated, controlled, and overcome, so that patient’s life quality keeps optimal and does not happen worst life. One of non pharmacological treatments to anticipate hypertension is extremity massage therapy. Objective of this research is to identify the difference of intradialysis blood pressure before and after done extremity massage therapy at renal chronic disease patient at Tugurejo Local Hospital, Semarang. This research was pre-experimental research of with one group pre test and post test design. Its population was all haemodialysis patients at RSUD Tugurejo Semarang. Sample was taken 15 respondents used consecutive sampling technique. Data analysis covers two phases, analysis univariate and bivariate analysis. Result of the research indicates that there is significant difference between intradialysis blood pressures both of systole and diastole before and after done extremity massage therapy at renal chronic patient of disease in RSUD Tugurejo Semarang with p-value 0,048 for systole and 0,049 for diastole. It is suggested for patient to increase knowledge about haemodialysis complication, so that incidence of intradialysis complication can be minimized and can be prevented early as possible. Keywords : Blood pressure, haemodialysis, extremity massage therapy
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease/CKD) adalah masalah kesehatan yang tumbuh dengan cepat (Black & Hawks, 2009). Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease/CKD) tidak dapat dikembalikan atau dipulihkan dan terjadi penurunan progesif jaringan fungsi ginjal. Ketika massa ginjal yang tersisa tidak dapat lagi menjaga lingkungan internal tubuh,maka akibatnya adalah gagal ginjal. Penyakit ini disebut CKD (chronic kidney disease) stadium 5 dan disebut juga penyakit ginjal stadium akhir (ERSD). Gejala ERSD atau CKD (chronic kidney disease) stadium 5 sangat beragam bergantung keadaan dan negara. Di Amerika serikat insidenya adalah 338 kasus baru persatu juta orang. Pasien dengan ERSD yang tidak menjalani pengobatan maka dapat mengalami uremia dan kematian, sehingga banyak pasien yang menjalani transplantasi dan hemodialisis (Black & Hawks, 2009).
2
Hemodialisis adalah suatu proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semipermiabel dalam dializer (Price & Wilson, 2005). Hemodislisis merupakan penggantian ginjal modern menggunakan dialisis untuk mengeluarkan zat terlarut yang tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air,yang membawa serta zat terlarut yang tidak diinginkan (Callaghan, 2006). Angka pasien hemodialisis semakin meningkat seiring peningkatan kejadian CKD (chronic kidney disease). Di RSUD Tugurejo Semarang, angka kejadian CKD (chronic kidney disease) yang menjalani hemodialisa terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2013 menjalani hemodialisa berjumlah 83 pasien, tahun 2014 meningakat menjadi 90 pasien dan pada tahun 2015 terhitung bulan januari sampai september sudah meningkat menjadi 103 pasien. Dan diperkirakan
Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien Chronic Renal Disease di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
akan terus meningkat tiap tahunnya (RM RSUD Tugurejo semarang). Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan dinding arteri dengan memompa darah dari jantung. Darah mengalir karena adanya perubahan tekanan, di mana terjadi perpindahan dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah (Potter & Perry, 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah antara lain stres, etnik, jenis kelamin, variasi harian, obat-obatan, aktivitas, berat badan, merokok, dan usia. Tekanan darah pada orang dewasa akan meningkat sesuai usia. Lanjut usia biasanya mengalami peningkatan tekanan darah sistolik yang berhubungan dengan elastisitas pembuluh darah yang menurun (Potter & Perry, 2009). Salah satu tindakan non farmakologis yang dapat menurunkan tekanan darah adalah relaksasi. Berbagai macam tehnik relaksasi sudah banyak dikembangkan seperti relaksasi otot atau terapi pijat ekstremitas, relaksasi kesadaran indera, relaksasi yoga dan relaksasi hipnosa. Salah satu terapi relaksasi otot yang dapat dilakukan dengan mudah adalah terapi pijat ektremitas. Terapi pijat ekstremitas merupakan upaya penyembuhan yang aman, efektif dan tanpa efek samping, serta bisa dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang yang sudah ahli (AlFirdaus, 2011). Salah satu cara terbaik untuk menurunkan tekanan darah adalah terapi pijat ekstremitas. Sejumlah studi telah menunjukkan jika terapi pijat ekstremitas yang dilakukan secara teratur bisa menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, munurunkan kadar hormon stres kortisol, menurunkan sumber-sumber depresi dan kecemasan (Tarigan, 2009). Berbagai manfaat terapi pijat ekstremitas antara lain untuk relaksasi meningkatkan sirkulasi darah, mengobati sakit dan rehabilitasi terhadap penyakit (alfirdaus,2011). Terapi pijat ekstremitas juga berpengaruh pada beberapa bagian tubuh yang dapat meningkatkan sistem imun, membantu mengeluarkan zat-zat kimia
berbahaya dari dalam tubuh, serta dapat menimbulkan efek yang menenangkan, menentramkan, serta relaksasi. Selain mengurangi hormon strees pijatan yang diberikan akan meningkatkan kadar serotonim dan dopamin, yaitu senyawa neurotranmiter yang membantu mengurangi depresi dan menciptakan rasa nyaman. (al-firdaus, 2011). Beberapa study juga menunjukan bahwa terapi pijat ekstremitas yang dilakukan secara teratur bisa menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar hormon strees kortisol serta menurunkan sumbersumber depresi dan kecemasan (al-firdaus, 2011). Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan tekanan darah intradialisis sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas pada pasien CKD (chronic kidney disease) di RSUD Tugurejo Semarang.? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan tekanan darah intradialisis sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas pada pasien chronic renal disease di RSUD Tugurejo Semarang. Manfaat Penelitian Rumah sakit dapat menentukan kebijakan untuk membuat Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pasien hemodialisis terutama terkait pemantauan dan pendokumenantasian intradialisis yang terjadi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evidence based practiced dalam praktek keperawatan pasien hemodialisis dan menjadi acuan bagi perawat spesialis untuk memperbaiki protokol perawatan pasien hemodialisis. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian pre-eksperimen dengan rancangan penelitian one group
Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien Chronic Renal Disease di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
3
pre test and post test design. Penelitian hanya menggunakan satu kelompok sampel tanpa menggunakan kelompok kontrol. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 25 januari 2016 diruang hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Jumlah pasien di hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang pada bulan Januari 2016 sebanyak 84 pasien yang rutin menjalani terapi hemodialisa dua kali seminggu, Sehingga populasi dalam penelitian ini adalah rata-rata pasien perbulan, yaitu sejumlah 21 pasien. Sampel Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan mempertimbangkan aspek biaya, waktu, dan personil dalam penelitian eksperimen, sehingga jumlah responden dalam penelitian ini adalah 17 responden. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Consecutive sampling. Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data meliputi data pasien yang menjalani hemodialisa. Peneliti juga mengumpulkan data tekanan darah intradialisis dan pasca dialisis. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi yang terdiri dari lembar observasi pretest-posttest, minyak urut aroma terapi, dan tensimeter. Analisa Data Analisis Univariat Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Adapun variabel-variabel yang dianalisisa adalah karakteristik responden dan tekanan darah post hemodialisis pada pengukuran pretest dan posttest.
4
Analisis Bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah intradialisis sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas pada pasien chronic renal disease dengan melihat pretest dan posttest. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Gambaran Tekanan Darah Intradialisis Sebelum Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas Tabel 1 Deskripsi Berdasarkan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada pasien CKD (chronic kidney disease) di RSUD Tugurejo Semarang Variabel n Mean SD Min Max TD Sistole 15 178,13 16,155 153 219 TD Distole 15 103,40 13,658 84 125
Gambaran Tekanan Darah Intradialisis Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas Tabel 2 Deskripsi Berdasarkan Tekanan Darah Intradialisis Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada pasien CKD (chronic kidney disease) di RSUD Tugurejo Semarang Variabel n Mean SD Min Max TD Sistole 15 172.27 23.175 140 231 TD Distole 15 99,87 13,569 80 119
Analisis Bivariat Tabel 3 Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien Chronic Renal Disease di RSUD Tugurejo Semarang Sebelum Sesudah
pvalue 15 178,13 16,155 2,169 0,048 15 172,27 23,175
TD Sebelum Diastole Sesudah
15 103,40 13,658 2,157 0,049 15 99,87 13,569
Variabel Perlakuan N TD Sistole
Mean
SD
T
Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien Chronic Renal Disease di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
PEMBAHASAN Gambaran Tekanan Darah Intradialisis Sebelum Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien CKD (chronic kidney disease) di RSUD Tugurejo Semarang Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa semua Pasien CKD (chronic kidney disease) di RSUD Tugurejo Semarang memiliki tekanan darah tinggi baik tekanan darah sistole maupun diastole. Hal ini disebabkan hipertensi terjadi karena komplikasi dari gagal ginjal dan tindakan hemodialisa. Sebagaimana dinyatakan Black & Hawks (2009), ginjal mempunyai peranan aktif dalam pengaturan tekanan darah, terutama dengan mengatur volume plasma dan tonus vaskuler (pembuluh darah). Modifikasi tonus vaskuler oleh ginjal dapat juga mengatur tekanan darah. Hal ini dilakukan terutama oleh sistem reni-angiotensin aldosteron. (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yuni Armiyati tentang hipertensi dan hipotensi intradialisis pada pasien yang menjalani hemodialisa di RS Muhammadiyah Jogjakarta pada November 2010 menunjukkan 70% pasien yang menjalani hemodialisa mengalami hipertensi intradialisis dan 26% mengalami hipotensi intradialisis. Adapun komplikasi yang terjadi pada hemodialisa yaitu pada jam pertama hemodialisa pasien mengalami penurunan tekanan darah, hal ini disebabkan terjadi proses keluarnya cairan yang berlebih dalam tubuh kedialiser yang mengakibatkan penurunan volume cairan yang tiba-tiba. Pada jam kedua hemodialisa tekanan darah pasien cendrung fluktuatif hal ini disebabkan karena tubuh pasien masih dalam masa adaftif terhadap proses hemodialisa. Pada jam ke tiga dan empat pasien mengalami peningkatan tekanan darah atau hipertensi karena tubuh pasien sudah bisa beradaptasi dengan proses hemodialisa. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada pasien Chronic
Renal Disease karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertropi dalam proses tersebut. Seiring dengan banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut ruasak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pebentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan renin dapat meningkat, dan bersamva dengan kelebihan beban cairan, sehingga menyebabkan hipertensi (Corwin, 2009). Gambaran Tekanan Darah Intradialisis Sesudah Dilakukan Terapi Pijat ekstremitas pada Pasien CKD (chronic kidney disease ) di RSUD Tugurejo Semarang Perubahan tekanan pada pasien CKD (chronic kidney disease) yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang, sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas disebabkan karena Salah satu tindakan non farmakologis yang dapat menurunkan tekanan darah adalah relaksasi. Salah satu cara terbaik untuk menurunkan tekanan darah adalah terapi pijat ekstremitas. Terapi pijat ekstremitas juga berpengaruh pada beberapa bagian tubuh yang dapat meningkatkan sistem imun, membantu mengeluarkan zat-zat kimia berbahaya dari dalam tubuh, serta dapat menimbulkan efek yang menenangkan, menentramkan, serta relaksasi. Selain mengurangi hormon strees pijatan yang diberikan akan meningkatkan kadar serotonim dan dopamin, yaitu senyawa neurotranmiter yang membantu mengurangi depresi dan menciptakan rasa nyaman. (al-firdaus, 2011). Beberapa study juga menunjukan bahwa terapi pijat ekstremitas bisa
Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien Chronic Renal Disease di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
5
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar hormon strees kortisol serta menurunkan sumber-sumber depresi dan kecemasan (al-firdaus, 2011). Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Kaki pada Pasien CKD (chronic kidney disease) di RSUD Tugurejo Semarang Berdasarkan uji t dependen didapatkan nilai t hitung untuk TD systole sebesar 8,655 dengan p-value sebesar 0,000 dan untuk TD diastole t hitung sebesar 4,675 dengan p-value 0,000. Oleh karena kedua p-value 0,000 < (0,05), maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah intradialisis systole dan ada perbedaan tekanan darah diastole sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas pada pasien chronic renal disease di RSUD Tugurejo Semarang. Hal senada juga dikemukakian oleh (Givi, 2013) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien yang sebelum dan sesudah dilakaukan terapi pijat, yaitu tekanan darah lebih rendah setelah dilakukan terapi pijat dibandingkan sebelum dilakukan terapi pijat baik pada tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh (Monebbi, 2015) yaitu terapi pijat dapat mengurangi tekanan darah, terapi pijat merupakan cara yang sederhana, dapat diterima dan diajarkan untuk keluarga untuk mengontrol tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitianya dikemukakannya bahwa setelah dilakukan terapi pijat pada pasien hiperetensi ratarata terjadi penurunan tekanan darah sistolik 6,44 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 4,77 mmHg. Terapi pijat ekstremitas bisa menurunkan tekanan darah disebabkan karena pijatan akan melenturkan atau merelaksasikan otot- otot dan pembuluh darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Berbagai manfaat terapi pijat
6
ekstremitas antara lain untuk relaksasi meningkatkan sirkulasi darah, mengobati sakit dan rehabilitasi terhadap penyakit (alfirdaus,2011). Terapi pijat ekstremitas juga berpengaruh pada beberapa bagian tubuh yang dapat meningkatkan sistem imun, membantu mengeluarkan zat-zat kimia berbahaya dari dalam tubuh, serta dapat menimbulkan efek yang menenangkan, menentramkan, serta relaksasi. Beberapa study juga menunjukan bahwa terapi pijat ekstremitas bisa menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar hormon strees kortisol serta menurunkan sumber-sumber depresi dan kecemasan (Al-Firdaus, 2011). Menurut Tarigan (2009) salah satu cara terbaik menurunkan tekanan darah adalah dengan terapi pijat eketremitas. Penelitian dari Universitas South Florida jg menemukan pasien-pasien tekanan darah tinggi yang mendapatkan pijatan selama 10 menit, memiliki tekanan darah lebih rendah 11 poin (Al’Firdaus, 2011). Manfaat terapi pijat ekstremitas adalah memperlancar peredaran darah dan getah bening. Terapi pijat ektremitas akan membantu memperlancar metabolisme dalam tubuh. Treatment terapi pijat ekstremitas akan mempengaruhi kontraksi dinding kapiler sehingga terjadi keadaan vasodilatasi atau melebarnya pembuluh darah kapiler sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Jurch, 2009). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran laki-laki lebih banyak menderita Chronic Renal Disease daripada perempuan. Hal tersebut dikarenakan jenis kelamin laki-laki mempunyai gaya hidup yang berbeda dengan perempuan,seperti merokok. Penelitian pada hampir 8.000 orang,baik perokok ringan maupun berat, didapatkan hasil bahwa para perokok cendrung lebih memiliki albuminuria daripada yang tidak perokok. Albuminuria adalah suatu protein yang terdapat dalam urin yang menunjukkan fungsi ginjal yang buruk atau ginjal mengalami kerusakan, baik pada penderita diabetes maupun penderita
Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien Chronic Renal Disease di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
non diabetik (Retnakaran, Cull, Thorm, Adler & Holman, 2006). Data dari penelitian didapatkan rata-rata jenis kelamin dari pasien CKD yang menjalani hemodialisa 52,4% pria, lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang hanya 47,6% (Baraz, Parvardeh, Mohammadi & Braumand, 2009). Keterbatasan Penelitian Tidak ada pemantauan terhadap berat badan responden. Selain itu, juga tidak ada pengontrolan diet hipertensi terhadap resaponden dan responden. KESIMPULAN Tekanan darah pasien CKD (chronic kidney disease) yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang, sebelum dilakukan terapi pijat ekstremitas, rata-rata tekanan darah sistole sebesar 178,13 mmHg, sedangkan rata-rata tekanan diastolenya sebesar 103,40 mmHg. Tekanan darah pasien CKD (chronic kidney disease) yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang, sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas, memiliki rata-rata tekanan darah sistole sebesar 172,27 mmHg, Sedangkan ratarata tekanan diastolenya sebesar 99,87 mmHg. Ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah intradialisis baik sistole maupun diastole sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat ekstremitas dengan p-value sebesar 0,048 pada TD sistole dan untuk TD diastole dengan p-value 0,049 pada pasien chronic renal disease di RSUD Tugurejo Semarang. SARAN Hendaknya Rumah sakit dapat menentukan kebijakan untuk membuat Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pasien hemodialisis terutama terkait pemantauan dan pendokumentasian intradialisis yang terjadi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat dukungan teroritis bagi pengembangan ilmu Keperawatan Medikal Bedah, khususnya tentang perubahan tekanan darah yang dialami pasien CKD saat menjalani hemodialisis. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi evidence based practiced dalam praktek keperawatan pasien hemodialisis dan menjadi acuan bagi perawat spesialis untuk memperbaiki protokol perawatan pasien hemodialisis. DAFTAR PUSTAKA [1] Al-Firdauz, 2011. Terapi pijat untuk kesehatan, kecerdasan otak, &kekuatan daya ingat. penerbit Buku biru. Jogjakarta [2] Baradero, M., Dayrit, M.W., Siswadi, Y., 2009. Asuhan keperawatan klien gangguan ginjal. EGC. Jakarta [3] Baraz., P.S., Mohammadi,E., & Braumand, B., 2009. Dietary and Fluid Compliance : An Educational for Patients having hemodialysis, Journal of Advanced [4] Black & Hawks, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Elsevier. Singapure [5] Callaghan ,C.A, 2009. The renal systemat a glance. Erlangga. Jakarta [6] Corwin, E J, 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta [7] Givi, M, 2013. Daya Tahan Pengaruh Terapi Pijat Di Tekanan Darah. International Journal Preventive Medicine [8] Hidayat, A, 2009. Metode Penelitian keperawatan dan Tehnik Analisis Data. PT Salemba Medika. Jakarata [9] http://health.kompas.com/read/2013/0 6/26/1640186/Pasien.Cuci.Darah.Teru s.Meningkat [10] http://idiotsguide.com/static/quickguid es/healthbeautydiet/how-to-give-apain-relieving-foot-massage.html [11] http://ikaapda.com/resources/Nefro/Hi potensi-intradialisis.pdf [12] http://www.drugs.com/cg/hoe-to-givea-foot-massage.html
Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien Chronic Renal Disease di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
7
[13] http://www.researchgate.net/publicatio n/279524963 [14] http://www.sheknows.com/beautyand-style/articles/1360/how-to-give-afoot-massage [15] Jurch,S. E, 2009. Clinical MassageTterapy: Assessment and Terapy of Orthopedic Conditions. New york: Mc Cravo-Hill [16] Mansjoer,Arif, 2009. Kapita selekta Kedokteran. Edisi Kedua. Jilid kedua. Jakarta. FKUI. [17] Mehrotra, R., marsh, d., Vonesh, E., peters, V., & Nissenson, A., 2007. Patient Education and Acces of ESRD Patient to Renal Replacement Therapist beyond in Center Hemodialysis, Nephrology nursing Journal. [18] Mohebbbi, Z, 2015. Pengaruh Kembali Massage Pada Tekanan Darah Di Pasien Dengan Primary Hipertensi. [19] Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi penelitian kesehatan.PT rineka cipta. Jakarta [20] Potter. PA and Perry. AG, 2009. Fundamentals of nursing. Edisi
8
ketujuh.Buku 1. Salemba Medika. Jakarta [21] Price & Wilson , 2005, patofisiologi, EGC, Jakarta [22] Retnakaran, R., Cull,C.A., Thorn,K.I., Adler, A.I., Holman,R.R., 2006. Risk factors for renal dysfungtion in type type 2 Diabetes [23] Schoowerth, A.C. Engelgau, M.M., Hostetter, T.H., Rufo, McClelan, W.M., 2006. Chronic kidney disease a publik health problem that needs a public health action plan, prevention Chronic Disease. [24] Sherwood, L, 2001. Fisiologi manusia. Penerbit buku kedokteran edisi 2.jakarta [25] Smeltzer, 2008. Buku ajar keperawatan medikal bedah.Penerbit buku kedokteran.edisi 8.Jakarta [26] Snyder, M, 2010. Complementery Alternative Therapis in Nursing. Springer Publishing Company Hill. New york. [27] Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Jakarta [28] Tarigan, I. 2009. Manfaat Pijat Untuk Dewasa. Indonetwork.co.id
Perbedaan Tekanan Darah Intradialisis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Ekstremitas pada Pasien Chronic Renal Disease di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang