PERBEDAAN SELF-EFFICACY AKADEMIK SISWA SMA YANG MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR DAN TIDAK MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR DI KOTA SALATIGA
OLEH CHRISTINA CHANDRA DEWI 802008005
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
PERBEDAAN SELF-EFFICACY AKADEMIK SISWA SMA YANG MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR DAN TIDAK MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR DI KOTA SALATIGA
Oleh: Christina Chandra Dewi Sutriyono Berta Esti A.P
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar di Kota Salatiga. Sampel dalam penelitian ini adalah 40 responden siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan 40 responden siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan angket Self-efficacy Akademik. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji t-test. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh nilai t hitung = 6,013 dengan p = 0,000 (p < 0,05), artinya ada perbedaan signifikan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar di Kota Salatiga. Dalam penelitian ini rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar lebih tinggi daripada rata-rata skor Selfefficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar.
Kata kunci: self-efficacy akademik, bimbingan belajar, siswa SMA.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine differences academic self-efficacy between high school students who follow tutoring and high school students who not follow tutoring in Salatiga City. In this study, sample consisted of 40 respondents high school students who follow tutoring and 40 respondents high school students who not follow tutoring. Data collection techniques in this study conducted by distributing academic self-efficacy questionnaires. Data analysis techniques in this study using ttest. Based on the research results, obtained t count amounting 6,013 and significance level at p = 0,000 (p < 0,05) which means that there is a difference academic selfefficacy between high school students who follow tutoring and high school students who not follow tutoring in Salatiga City. In this research, the average value of academic self-efficacy high school students who follow tutoring higher than high school students who not follow tutoring.
Keywords: academic self-efficacy, tutoring, high school students.
1
PENDAHULUAN Fenomena menjamurnya lembaga bimbingan belajar (bimbel) di Indonesia, merupakan salah satu fenomena menarik, karena siswa-siswi yang mengambil pendidikan tambahan di luar sekolah bisa ditafsirkan sebagai cermin ketidakyakinan terhadap materi pelajaran yang selama ini mereka peroleh di sekolah. Berdasarkan hasil survey tahun 2007 yang diadakan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Ditjen Pendidikan Nonformal dan Informal Kemendiknas terdapat 13.446 lembaga kursus yang tersebar di seluruh Indonesia, 11.207 lembaga (83,35%) telah memiliki izin operasi. Dari data jumlah lembaga kursus yang memiliki izin tersebut dapat diketahui bahwa jumlah Bimbel adalah sebesar 10,13%, jumlah Bimbel seluruhnya diperkirakan sebanyak 1.362 lembaga (Bank Indonesia, 2010). Di Kota Salatiga, beberapa Lembaga Bimbingan Belajar juga bermunculan dengan menawarkan berbagai macam program unggulan, seperti: Neutron, Ganesha Operation, Primagama, SSC, dan IPIEMS (Widyaningrum, 2012). Penulis memilih kajian Bimbel di Salatiga, karena fenomena menjamurnya lembaga bimbingan belajar (bimbel) di Salatiga merupakan salah satu fenomena menarik, sebab siswa yang mengambil pendidikan tambahan di luar sekolah bisa ditafsirkan sebagai cermin ketidakyakinan terhadap pengajaran yang selama ini mereka peroleh di sekolah. Bimbingan belajar menurut Hamalik (2004) adalah bimbingan yang ditujukan kepada siswa untuk mendapat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, kemampuannya dan membantu siswa untuk menentukan cara-cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa. Melalui bimbingan belajar, diharapkan self-efficacy akademik siswa akan mengalami peningkatan
2
(Matthews, 2001). Di dunia pendidikan self-efficacy akademik mempunyai peranan penting dalam mencapai prestasi belajar. Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi akan memperlihatkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki self-efficacy rendah (Zimmerman, 2000). McQuiggan dan Lester (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bimbingan belajar dapat meningkatkan self-efficacy siswa. Menurut Bandura (1995) efikasi diri menentukan apakah seseorang mampu menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa seseorang dapat bertahan saat menghadapi kesulitan atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan mempengaruhi perilaku seseorang di masa depan. Efikasi diri terbentuk dari pengalaman-pengalaman terdahulu yang diperoleh seseorang (Britner & Pajares, 2006). Bila seorang siswa mengikuti bimbingan belajar, maka siswa akan memliki pengalaman dan terbentuk self-efficacy akademik yang tinggi. Ia akan merasa mampu dalam memecahkan masalah-masalah pada mata pelajaran. Pada penelitian sebelumnya, Matthews (2001) menemukan bahwa bimbingan belajar bahasa asing meningkatkan self-efficacy akademik 258 siswa FL (Foreign Language) di Southeastern United States. Penelitian So dan Kim (2011), membandingkan perbedaan bimbingan rekan sebaya dengan lembaga bimbingan belajar di Korea (KORI), hasil penelitiannya menemukan bahwa siswa yang melakukan bimbingan belajar di lembaga bimbingan belajar (KORI) memiliki skor self-efficacy akademik lebih tinggi daripada siswa yang bimbingan belajar dengan rekan sebaya. Namun dalam penelitian Hidayati (1998) menunjukkan hasil yang berbeda, ia meneliti perbedaan self-efficacy (bidang IPA) antara siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar di SMU Negeri 28 Jakarta, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam self-
3
efficacy antara siswa yang mengikuti dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar di SMU Negeri 28 Jakarta. Meskipun sudah ada penelitian sebelumnya mengenai self-efficacy berkaitan dengan bimbingan belajar, tetapi penulis tetap tertarik untuk meneliti kembali. Hal ini dikarenakan, pertama, siswa yang mengambil pendidikan tambahan di luar sekolah bisa ditafsirkan sebagai cermin ketidakyakinan terhadap pengajaran yang selama ini mereka peroleh di sekolah. Kedua, adanya perbedaan hasil dari penelitian sebelumnya. Sehingga peneliti ingin memastikan perbedaan yang signifikan dalam self-efficacy antara siswa yang mengikuti dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Ketiga, penulis ingin meneliti kembali karena adanya perbedaan tempat penelitian, serta subjek yang akan diteliti. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, maka penulis ingin melihat perbedaan self-efficacy akademik siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan tidak mengikuti bimbingan belajar di Kota Salatiga.
TINJAUAN PUSTAKA Self-Efficacy Akademik Bandura (1995) mendefinisikan self-efficacy sebagai penilaian individu terhadap keyakinan diri akan kemampuannya dalam melaksanakan tugas sehingga memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan, atau penilaian individu akan kemampuan dan kompetensinya untuk melakukan suatu tugas dalam mencapai tujuan. Strecher (dalam Noer, 2012) mengatakan bahwa self-efficacy mempengaruhi pilihan seseorang dalam pengaturan perilaku, banyaknya usaha mereka untuk menyelesaikan tugas, dan lamanya waktu mereka bertahan dalam menghadapi hambatan.
4
Oettingen (dalam Bandura, 1995) mendefinisikan self-efficacy sebagai kepercayaan seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam menghadapi keadaan tertentu. Dalam hubungannya dengan proses belajar di sekolah, Zimmerman (dalam Bandura, 1995) mendefinisikan self-efficacy akademik sebagai tingkat dimana siswa yakin bahwa mereka dapat mengontrol hasil belajarnya. Menurut Zimmerman (2000), self-efficacy akademik akan membuat siswa termotivasi untuk belajar melalui penggunaan pengaturan diri sebagai proses penetapan tujuan, self-monitoring, evaluasi diri, dan strategi yang digunakan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa self-efficacy akademik merupakan keyakinan atau harapan siswa akan kemampuannya sehingga dapat mempengaruhi dan mengatur fungsi kemampuan siswa melalui cara berpikir, memotivasi diri sendiri, merasakan, dan proses pengambilan keputusan dalam mengontrol hasil belajarnya. Menurut Bandura (dalam Zimmerman, 2000; Chen, Gully & Eden, 2001) selfefficacy memiliki tiga dimensi sebagai berikut: a. Level or magnitude, berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu (Chen, Gully & Eden, 2001). Dimensi ini mengacu pada kesulitan tugas tertentu, seperti misalnya meningkatnya tingkat kesulitan pada ejaan kata (Zimmerman, 2000). b. Strength, yaitu dimensi yang berkaitan kepastian keberhasilan melakukan tingkat kesulitan tugas (Chen, Gully & Eden, 2001). Keberhasilan yang dirasakan diukur dengan jumlah kepastian seseorang mampu melakukan tugas yang diberikan (Zimmerman, 2000). c. Generality, yaitu dimensi yang berkaitan sejauh mana besarnya kekuatan keyakinan menggeneralisasi seluruh tugas dan situasi (Chen, Gully & Eden,
5
2001). Dimensi ini berkaitan dengan pengalihan keyakinan self-efficacy pada seluruh kegiatan, seperti misalnya dari aljabar ke statistik (Zimmerman, 2000). Proses yang diaktifkan oleh self-efficacy menurut Bandura (1995) adalah sebagai berikut : a. Proses Kognitif Self-efficacy mengaktifkan proses kognitif, misalnya adalah cita-cita (Bandura, 1995). b. Proses Motivasi Self-efficacy memainkan peran kunci dalam pengaturan motivasi diri. Individu memotivasi diri dan membimbing tindakan mereka melalui latihan pemikiran (Bandura, 1995). c. Proses Afeksi Persepsi self-efficacy memiliki kontrol atas stres memainkan peran sentral dalam mengatasi kecemasan (Bandura, 1995). d. Proses Seleksi Pilihan karir dan pengembangan adalah salah satu contoh dari kekuatan keyakinan self-efficacy untuk mempengaruhi jalan hidup melalui proses pilihan yang terkait (Bandura, 1995). Menurut Bandura (dalam Britner & Pajares, 2006) ada 4 sumber penting yang digunakan dalam membentuk efikasi diri: a.
Mastery Experience (Pengalaman keberhasilan) Pengalaman umumnya dapat meningkatkan kepercayaan, Untuk mendapatkan self-efficacy, individu harus mempunyai pengalaman untuk mengatasi hambatan
6
dengan usaha yang tekun. Dalam hal ini bimbingan belajar dapat menjadi sumbangsih bagi mastery experience (pengalaman keberhasilan) siswa. b.
Vicarious Experience (Meniru) Vicarious experience merupakan pengalaman orang lain yang seolah-olah dialami sendiri dengan mengamati prestasi sukses yang dialami orang lain.
c. Social Persuasion (Persuasi sosial) Persuasi sosial menunjuk pada suatu aktivitas di mana individu dipimpin mendapat dorongan untuk menimbulkan kepercayaan bahwa individu dapat mengalami kesuksesan dengan tugas-tugas yang spesifik, pelatihan dan pemberian umpan balik yang evaluatif. d.
Physiological States (Kondisi fisiologis) Kondisi fisiologis seperti kecemasan, stres, gairah, dan kondisi suasana hati dapat mempengaruhi keyakinan akan self-efficacy. Reaksi emosi yang negatif seperti kecemasan, akan membawa individu pada penilaian negatif mengenai kemampuannya untuk menyelesaikan tugas.
Keikutsertaan Dalam Bimbingan Belajar Bimbingan belajar menurut Hamalik (2004) adalah bimbingan yang ditujukkan kepada siswa untuk mendapat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, kemampuannya dan membantu siswa untuk menentukan cara-cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa. Menurut Paidi (dalam Hilma, 2010), bimbingan belajar adalah jalur pendidikan non formal, yang diselenggarakan di luar sekolah, melalui proses kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
7
Menurut Suherman (2008), bimbingan belajar adalah suatu proses pemberian bantuan dari guru/guru pembimbing kepada siswa dengan cara mengembangkan suasana belajar yang kondusif dan menumbuhkan kemampuan agar siswa terhindar dari dan atau dapat mengatasi kesulitan belajar yang mungkin dihadapinya sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Santoso (1988) menjelaskan bahwa bimbingan belajar dirasakan perlu atau dibutuhkan dalam keseluruhan proses pendidikan karena kegiatan belajar merupakan kegiatan inti dalam keseluruhan proses pendidikan, karena suatu bimbingan bertujuan untuk mengarahkan individu yang sesuai dengan potensinya secara optimal. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar merupakan jalur pendidikan non formal yang diselenggarakan di luar sekolah ditujukkan kepada siswa untuk mendapat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, kemampuannya dan membantu siswa untuk menentukan cara-cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Secara lebih spesifik lagi, sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka definisi keikutsertaan dalam bimbingan belajar adalah keikutsertaan dalam jalur pendidikan non formal yang diselenggarakan di luar sekolah untuk mendapat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, kemampuannya dan membantu siswa untuk menentukan cara-cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut Suherman (2008) bimbingan belajar mempunyai fungsi sebagai berikut :
8
a. Fungsi Pencegahan (Preventive Function) Bimbingan belajar berupaya untuk mencegah atau mereduksi kemungkinan timbulnya masalah-masalah dalam kegiatan belajar siswa. b. Fungsi Penyaluran (Distributive Function) Fungsi penyaluran berarti menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan bakat dan minat sehingga mencapai hasil belajar yang sesuai dengan kemampuannya. c. Fungsi Penyesuaian (Adjustive Function) Salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dalam studinya adalah faktor kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Guru pembimbing berupaya membantu siswa menyerasikan program pengajaran dengan kondisi obyektif mereka agar dapat menyesuaikan diri, memahami diri dengan tuntutan program pengajaran yang sedang dijalaninya. d. Fungsi Perbaikan (Remedial Function) Kenyataan di sekolah menunjukan bahwa sering ditemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar. Dalam hal ini betapa pentingnya fungsi perbaikan dalam kegiatan pengajaran. Tugas guru pembimbing adalah upaya untuk memahami kesulitan belajar, mengetahui faktor penyebab, dan bersama siswa menggali solusinya. e. Fungsi Pemeliharaan (Maintencance and Development Function) Belajar dipandang positif harus tetap dipertahankan, atau bahkan harus ditingkatkan agar tidak mengalami kesulitan lagi, contohnya adalah mengoreksi dan memberi informasi tentang cara-cara belajar kepada siswa.
9
Tujuan bimbingan belajar bagi siswa adalah tercapainya penyesuaian akademis secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya (Suherman, 2008). Menurut Suherman (2008), secara lebih khusus tujuan bimbingan belajar, di antaranya ialah agar siswa: a. Mengenal, memahami, menerima, mengarahkan dan mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal sesuai dengan program pengajaran. b. Mampu mengembangkan berbagai keterampilan belajar. c. Mampu memecahkan masalah belajar. d. Mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif. e. Memahami lingkungan pendidikan. Pengkondisian layanan bimbingan belajar berbeda antara kelas X, XI dan XII. Layanan bimbingan belajar bagi kelas X, terutama diarahkan untuk: a) mengembangkan rencana untuk mengatur waktu belajar; b) mengembangkan motivasi yang mendorong agar terciptanya konsentrasi sebaik mungkin; c) mempelajari cara-cara lain belajar secara efektif; c) menggambarkan cara-cara belajar menghadapi ujian (Suherman, 2008). Layanan bimbingan belajar bagi kelas X, terutama diarahkan untuk: a) mengatur keseimbangan antara waktu belajar dengan kegiatan ekstrakurikurer; b) merencanakan pendidikan lanjutan setelah tamat, sesuai bakat, minat dan kemampuannya; c) memahami teknik-teknik belajar dengan menggunakan sumber-sumber belajar baik di dalam maupun di luar sekolah; d) mengembangkan keterampilan belajar untuk memperkirakan bahan yang mungkin ditanyakan dalam ulangan (Suherman, 2008). Layanan bimbingan belajar bagi kelas XII, terutama diarahkan untuk: a) mengevaluasi kebiasaan belajar dan merencanakan perubahan bila diperlukan; b) mengenal dan mencari informasi di luar sekolah yang menunjang pencapaian tujuan belajar; c)
10
mempelajari cara-cara belajar yang praktis; d) menelaah hasil ulangan dan merencanakan upaya perbaikan (Suherman, 2008).
Perbedaan Self-efficacy Akademik Siswa Yang Mengikuti Bimbingan Belajar dengan Siswa yang Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar Santoso (1988) menjelaskan bahwa bimbingan belajar dirasakan perlu atau dibutuhkan dalam keseluruhan proses pendidikan karena kegiatan belajar merupakan kegiatan inti dalam keseluruhan proses pendidikan, karena suatu bimbingan bertujuan untuk mengarahkan individu yang sesuai dengan potensinya secara optimal. Menurut Suherman (2008) bimbingan belajar mempunyai lima fungsi, yaitu fungsi pencegahan (preventive function), fungsi penyaluran (distributive function), fungsi penyesuaian (adjustive function), fungsi perbaikan (remedial function) dan fungsi pemeliharaan (maintencance and development function). Melalui
fungsi
penyaluran
(distributive
function),
bimbingan
belajar
menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan bakat dan minat sehingga mencapai hasil belajar yang sesuai dengan kemampuannya (Suherman, 2008). Melalui fungsi penyesuaian (adjustive function), guru bimbingan belajar berupaya membantu siswa menyerasikan program pengajaran dengan kondisi obyektif mereka agar dapat menyesuaikan diri, memahami diri dengan tuntutan program pengajaran yang sedang dijalaninya (Suherman, 2008). Melalui fungsi perbaikan (remedial function), guru bimbingan belajar berupaya untuk memahami kesulitan belajar, mengetahui faktor penyebab, dan bersama siswa menggali solusinya (Suherman, 2008). Fungsi dari bimbingan belajar tersebut tentunya dapat meningkatkan self-efficacy akademik siswa
11
yang mengikuti bimbingan belajar dibandingkan dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Selanjutnya self-efficacy terbentuk dari pengalaman-pengalaman terdahulu yang diperoleh seseorang. Mastery experience (pengalaman keberhasilan) dan vicarious Experience (meniru) merupakan sumber dari self-efficacy (Bandura, dalam Britner & Pajares, 2006). Bila seorang siswa mengikuti bimbingan belajar, maka akan terbentuk self-efficacy akademik yang tinggi melalui proses sumber mastery experience (pengalaman keberhasilan) dan vicarious experience (meniru). Siswa akan merasa jadi mampu dalam memecahkan masalah-masalah pada mata pelajaran di sekolah. Melalui bimbingan belajar, diharapkan self-efficacy akademik siswa akan mengalami peningkatan (Matthews, 2001). McQuiggan dan Lester (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bimbingan belajar dapat meningkatkan self-efficacy siswa. Pada penelitian sebelumnya, Matthews (2001) menemukan bahwa bimbingan belajar bahasa asing meningkatkan self-efficacy akademik 258 siswa FL (Foreign Language) di Southeastern United States. Penelitian So dan Kim (2011), membandingkan perbedaan bimbingan rekan sebaya dengan lembaga bimbingan belajar di Korea (KORI), hasil penelitiannya menemukan bahwa siswa yang melakukan bimbingan belajar di lembaga bimbingan belajar (KORI) memiliki skor self-efficacy akademik lebih tinggi daripada siswa yang bimbingan belajar dengan rekan sebaya. Berdasarkan paparan di atas dan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa siswa yang mengikuti lembaga bimbingan belajar akan memiliki self-efficacy akademik yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang yang tidak mengikuti lembaga bimbingan belajar.
12
Hipotesis Berdasarkan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Ho
:
Jika µ = µo, maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan self-efficacy akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar di Kota Salatiga.
H1
: Jika μ ≠ μo, maka terdapat perbedaan yang signifikan self-efficacy akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar di Kota Salatiga.
METODE PENELITIAN Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA di Kota Salatiga.
Prosedur Sampling Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling insidental yaitu teknik
penentuan
sampel
berdasarkan
kebetulan,
yaitu
siapa
saja
yang
kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok sampel, yaitu kelompok sampel pertama (kelompok 1) merupakan siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dengan jumlah 40 siswa, kelompok sampel kedua (kelompok 2) merupakan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar dengan jumlah 40 siswa. Adapun cara mencari siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan tidak mengikuti bimbingan belajar di
13
kota Salatiga dengan mengunjungi SMA yang ada di kota Salatiga (SMA 1, SMA 2 dan SMA 3).
Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Self-efficacy Akademik. Skala Self-efficacy Akademik berdasarkan dimensi-dimensi self-efficacy menurut Bandura (dalam Zimmerman, 2000; Chen, Gully & Eden, 2001) yaitu : level or magnitude, strength, dan generality. Skala pengukuran ini diadaptasi oleh penulis berdasarkan NGSE scale (New General Self-Efficacy scale) milik Chen, Gully & Eden (2001) yang telah dimodifikasi oleh penulis sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan NGSE scale (New General Self-Efficacy scale) milik Chen, Gully & Eden (2001) yang berisi 8 item menjadi 18 item. Angket Self-efficacy Akademik terdiri atas 18 item yang terbagi menjadi 9 item favourable dan 9 item unfavourable. Adapun skoring Self-efficacy Akademik untuk favourable adalah: satu (1) untuk Sangat Tidak Setuju (STS), dua (2) Tidak Setuju (TS), tiga (3) untuk Setuju (S), dan empat (4) untuk Sangat Setuju (SS). Sebaliknya untuk unfavourable adalah empat (4) untuk Sangat Tidak Setuju (STS), tiga (3) untuk Tidak Setuju (TS), dua (2) untuk Setuju (S), dan satu (1) untuk Sangat Setuju (SS). Artinya semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi tingkat self-efficacy akademik dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah tingkat self efficacy akademik. Azwar (2012) menyatakan bahwa semua korelasi item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan, sedangkan item yang kurang dari 0,30 diinterprestasikan sebagai item yang memiliki daya beda rendah. Jadi kalau
14
korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3, maka butir pernyataan dalam instrumen penelitian ini dinyatakan gugur. Pada uji daya diskriminasi item Angket Self-efficacy Akademik, dari 18 item terdapat 16 item yang memiliki daya beda lebih dari 0,30 dan 2 item yang memiliki daya beda rendah yaitu kurang dari 0,30. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Sebaran Item Self-efficacy Akademik No Aspek Nomor Item Favourable Unfavourable 1 1, 3, 5. 2, 4, 6. Level or magnitude 2 7, 9, 11*. 8, 10, 12. Strength 3 13, 15, 17. 14, 16, 18*. Generality
Total Item Lolos Uji 6 5 5
Total Item
16
Keterangan: Tanda (*) menunjukkan nomor item yang gugur
Syarat minimum reliabilitas berdasar pada pernyataan Azwar (2012) yang mengatakan bahwa minimal koefisien konsistensi internal paling tidak setinggi 0,80. Hasil perhitungan reliabilitas dari 16 item Skala Self-efficacy Akademik yang lolos uji daya diskriminasi item dengan menggunakan bantuan program SPSS 17.0 dapat dilihat pada tabel 2, Angket Self-efficacy Akademik adalah reliabel dengan koefisien konsistensi internal sebesar 0,865. Tabel 2 Hasil Uji Realibilitas Cronbach's Alpha
N of Items .865
16
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data secara interfensial digunakan untuk pengujian hipotesis atau penarikan kesimpulan. Sebelum analisis uji beda dilakukan, peneliti akan melakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah data yang telah memenuhi asumsi analisis sebagai
15
syarat untuk melakukan uji hipotesa data. Metode analisis data menggunakan uji-t dengan bantuan software SPSS versi 17.0.
HASIL PENELITIAN Hasil Uji Normalitas Uji normalitas menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang dihitung dengan bantuan program SPSS 17.0. Data berdistribusi normal, jika signifikansi (Sig) > 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Siswa SMA Yang Mengikuti Bimbel N a Normal Parameters Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
40 53.10 5.768 .117 .080 -.117 .743 .639
Siswa SMA Yang Tidak Mengikuti Bimbel 40 45.60 5.382 .083 .083 -.081 .524 .947
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada Tabel 3, variabel Self-efficacy Akademik siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar memiliki koefisien sebesar 0,743 dengan signifikansi sebesar 0,639 (p > 0,05), sedangkan Self-efficacy Akademik siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar memiliki koefisien sebesar 0,524 dengan signifikansi sebesar 0,947 (p > 0,05). Oleh karena nilai signifikansi > 0,05, maka data Self-efficacy Akademik siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar maupun siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar berdistribusi normal.
16
Hasil Uji Homogenitas Dalam penelitian ini uji homogenitas menggunakan Levene’s test yang dihitung dengan bantuan program SPSS 17.0. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua kelompok data adalah homogen. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Hasil Uji Homogenitas Levene Statistic .509
df1
df2 1
Sig. 78
.478
Hasil pengujian dengan menggunakan Levene’s test, diperoleh nilai Levene’s Test sebesar 0,509 dengan signifikasi sebesar 0,478 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa varian dari dua kelompok yang diteliti adalah homogen. Dengan demikian analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi varian sama (equal variance assumed).
Hasil Deskriptif Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel Self-efficacy Akademik mempunyai 16 item valid dengan penilaian pada setiap item diberikan angka berjenjang dari nilai 1 hingga 4 menurut jenis itemnya. Jumlah subjek (N) sebanyak 80 yang terdiri dari 40 siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan 40 siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Hasil statistik deskriptif masing-masing variabel disajikan pada tabel 5, sedangkan hasil kategorisasi Skala Self-efficacy Akademik dapat dilihat pada tabel 6.
17
Tabel 5 Statistik Deskriptif Self-efficacy Akademik N Siswa SMA Yang Mengikuti Bimbel Siswa SMA Yang Tidak Mengikuti Bimbel Total N
No
1 2 3 4 5
Minimum Maximum Mean
Std. Deviation
40
39
62
53.10
5.768
40
35
57
45.60
5.382
80
Tabel 6 Kategorisasi Skala Self-efficacy Akademik Interval Kategori Siswa SMA Siswa SMA Yang Yang Tidak Mengikuti Mengikuti Bimbel Bimbel f (%) f (%) 54,4 ≤ x ≤ 64 Sangat Tinggi 18 45 % 2 5% 44,8 ≤ x < 54,4 Tinggi 19 47,5 % 23 57,5 % 35,2 ≤ x < 44,8 Sedang 3 7,5 % 15 37,5 % 25,6 ≤ x < 35,2 Rendah 0 0% 0 0% 16 ≤ x < 25,6 Sangat Rendah 0 0% 0 0% Total 40 100 % 40 100% SD = 5,768 SD = 5,382 Min = 39 Min = 35 Max = 62 Max = 57 Mean = 53,10 Mean = 45,60
Keterangan : x = Skor Self-efficacy Akademik; f = Jumlah Subjek, (%) = Prosentase
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa 18 siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar memiliki skor Self-efficacy Akademik yang berada pada kategori sangat tinggi dengan prosentase 45 %, 19 siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar memiliki skor Self-efficacy Akademik yang berada pada kategori tinggi dengan prosentase 47,5 % dan 3 siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar memiliki skor Self-efficacy Akademik yang berada pada kategori sedang dengan prosentase 7,5%. Tidak ada satu pun siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar memiliki skor Selfefficacy Akademik yang berada pada kategori rendah dan sangat rendah. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 39 sampai dengan skor
18
maksimum sebesar 62 dengan standar deviasi 5,768. Rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar sebesar 53,10. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa 2 siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar memiliki skor Self-efficacy Akademik yang berada pada kategori sangat tinggi dengan prosentase 5 %, 23 siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar memiliki skor Self-efficacy Akademik yang berada pada kategori tinggi dengan prosentase 57,5 % dan 15 siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar memiliki skor Self-efficacy Akademik yang berada pada kategori sedang dengan prosentase 37,5 %. Tidak ada satu pun siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar memiliki skor Self-efficacy Akademik yang berada pada kategori rendah dan sangat rendah. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 35 sampai dengan skor maksimum sebesar 57 dengan standar deviasi 5,382. Rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar sebesar 45,60.
Hasil Uji Beda t-test Dalam penelitian ini uji beda Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 17.0. Jika p > 0,05 maka Ho diterima, yang berarti bahwa tidak ada perbedaan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Jika p < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Hasil uji beda Self-efficacy Akademik antara siswa
19
SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Hasil Uji Beda Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
Self-Eficacy Equal variances .509 .478 6.013 Akademik assumed Equal variances not assumed
95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper
df 78
.000
7.500
1.247 5.017 9.983
6.013 77.628
.000
7.500
1.247 5.017 9.983
Berdasarkan tabel 7 diperoleh nilai t hitung = 6,013 dengan p = 0,000 (p < 0,05), hal ini berarti ada perbedaan signifikan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar.
PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian mengenai perbedaan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar di Kota Salatiga, maka diperoleh nilai t hitung = 6,013 dengan p = 0,000 (p < 0,05), maka dapat diartikan ada perbedaan signifikan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Hal ini sesuai dengan perkiraan pada awal penelitian ini bahwa ada perbedaan antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan tidak mengikuti bimbingan belajar. Santoso (1988) menjelaskan bahwa bimbingan belajar dirasakan perlu atau dibutuhkan dalam keseluruhan proses pendidikan karena kegiatan belajar merupakan
20
kegiatan inti dalam keseluruhan proses pendidikan, karena suatu bimbingan bertujuan untuk mengarahkan individu yang sesuai dengan potensinya secara optimal. Hasil dari penelitian ini mendukung pernyataan Matthews (2001) yang mengungkapkan bahwa melalui bimbingan belajar, diharapkan self-efficacy akademik siswa akan mengalami peningkatan. Selain itu, McQuiggan dan Lester (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bimbingan belajar dapat meningkatkan self-efficacy siswa. Ada tiga dimensi menurut Bandura (dalam Zimmerman, 2000; Chen, Gully & Eden, 2001) yang kemungkinan berperan terhadap perbedaan signifikan antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan tidak mengikuti bimbingan belajar. Dimensi yang pertama yaitu level or magnitude, berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu (Chen, Gully & Eden, 2001). Seperti yang diungkapkan oleh Suherman (2008), bimbingan belajar melalui fungsi perbaikan (remedial function), guru bimbingan belajar berupaya untuk memahami kesulitan belajar, mengetahui faktor penyebab, dan bersama siswa menggali solusinya. Kenyataan di sekolah menunjukkan bahwa sering ditemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dalam hal ini betapa pentingnya bimbingan belajar melalui fungsi perbaikan yang dapat membantu siswa berkaitan dengan derajat kesulitan tugas-tugasnya. Dalam hal ini pula yang menyebabkan lebih tingginya self-efficacy akademik siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dibanding siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Dimensi yang kedua yaitu strength, dimensi yang berkaitan kepastian keberhasilan melakukan tingkat kesulitan tugas (Chen, Gully & Eden, 2001). Keberhasilan yang dirasakan diukur dengan jumlah kepastian seseorang mampu melakukan tugas yang diberikan (Zimmerman, 2000). Menurut Bandura (dalam Britner & Pajares, 2006) pengalaman keberhasilan (mastery experience) merupakan sumber
21
dari self-efficacy. Siswa terlibat dalam tugas-tugas dan kegiatan sekolah lalu mereka menginterpretasikan hasil dari tindakan mereka, kemudian menggunakan interpretasi ini untuk mengembangkan dan menggunakan keyakinan mereka tentang kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas atau kegiatan berikutnya. Dalam hal ini dibandingkan dengan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar, siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar akan lebih memiliki pengalaman keberhasilan (mastery experience). Melalui bimbingan belajar, diharapkan self-efficacy akademik siswa akan mengalami peningkatan (Matthews, 2001). Dimensi yang ketiga yaitu generality, yaitu dimensi yang berkaitan sejauh mana besarnya kekuatan keyakinan menggeneralisasi seluruh tugas dan situasi (Chen, Gully & Eden, 2001). Dimensi ini berkaitan dengan pengalihan keyakinan self-efficacy pada seluruh kegiatan, seperti misalnya dari aljabar ke statistik (Zimmerman, 2000). Seperti yang diungkapkan Suherman (2008), bimbingan belajar melalui fungsi penyesuaian (adjustive function), guru bimbingan belajar berupaya membantu siswa menyerasikan program pengajaran dengan kondisi obyektif mereka agar dapat menyesuaikan diri, memahami diri dengan tuntutan program pengajaran yang sedang dijalaninya. Dalam hal ini bimbingan belajar melalui fungsi penyesuaian (adjustive function) dapat memberikan kekuatan keyakinan dalam menguasai tugas-tugas dan situasi serta memahami diri terhadap proses belajar mengajar yang sedang dijalani, sehingga siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar memiliki tingkat self-efficacy akademik yang lebih tinggi dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Adanya perbedaan signifikan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar dapat ditunjukkan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu rata-rata skor Self-efficacy
22
Akademik yang diperoleh siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar lebih tinggi daripada rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar sebesar 53,10, sedangkan rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar sebesar 45,60.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Ada perbedaan signifikan Self-efficacy Akademik antara siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar.
2.
Rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar lebih tinggi daripada rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Rata-rata skor Selfefficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar sebesar 53,10, sedangkan rata-rata skor Self-efficacy Akademik yang diperoleh siswa SMA yang tidak mengikuti bimbingan belajar sebesar 45,60. Saran yang dapat diajukan peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1.
Bagi pihak sekolah Sebaiknya pihak sekolah juga memberikan tambahan materi dan bimbingan belajar bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar di luar jam sekolah, sehingga Self-efficacy Akademik siswa dapat meningkat.
23
2.
Bagi pihak lembaga bimbingan belajar Hendaknya guru bimbingan belajar dapat lebih mengenali siswa dan berupaya memahami kesulitan belajar siswa, mengetahui faktor penyebab, serta bersama siswa menggali solusinya, hal ini dapat meningkatkan Self-efficacy Akademik siswa.
3.
Bagi pihak siswa Hendaknya siswa yang mengalami kesulitan belajar dan memiliki Self-efficacy Akademik yang rendah dapat mensiasati dengan memanfaatkan jasa lembaga bimbingan belajar untuk meningkatkan Self-efficacy Akademiknya.
4.
Bagi pihak orangtua Orangtua dapat mendorong anaknya yang mengalami kesulitan dalam belajar untuk mengambil bimbingan belajar di luar sekolah, melalui bimbingan belajar diharapkan Self-efficacy Akademik siswa akan mengalami peningkatan.
5.
Untuk penelitian selanjutnya Bagi peneliti lain yang tertarik dan berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang Self-efficacy Akademik siswa, maka disarankan untuk menyertakan variabel selain keikutsertaan dalam bimbingan belajar, yaitu variabel yang belum disertakan dalam penelitian ini, seperti misalnya kecemasan dan pengaruh dukungan sosial keluarga.
24
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bandura, A. (1995). Self-efficacy in changing societies. New York: Cambridge University Press. Bank Indonesia. (2010). Komoditas jasa bimbingan belajar. Jakarta: Bank Indonesia. Britner, S.L & Pajares, F. (2006). Sources of science self-efficacy beliefs of middle school students. Wiley InterScience Journal. Vol 43. http://www.weizmann.ac.il/weizsites/blonder/files/2011/02/pajares.pdf. Chen, G, Gully, S.M & Eden, D. (2001). Validation of a new general self-efficacy scale. Organizational Research Methods Journal. Vol. 4 No 1. Sage Publications, Inc. Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hidayati, U. (1998). Perbedaan self-efficacy antara siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar (suatu penelitian di SMU Negeri 28 Jakarta). Skripsi (Tidak dipublikasikan). Jakarta: Universitas Indonesia. Hilma, R.F. (2010). Pengaruh bimbingan belajar terhadap derajat kecemasan dan depresi siswa kelas III SMU N 1 Sukoharjo dalam menghadapi SNMPTN tahun 2010. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Matthews, P.H. (2001). Effects of tutoring discourse structure on motivation among university foreign language learners. A Dissertation. Georgia: The University of Georgia. Noer, S.H. (2012). Self-efficacy mahasiswa terhadap matematika. Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 10 November 2012. Yogyakarta: FMIPA UNY. Santoso, T. (1988). Bimbingan belajar di sekolah menengah. Semarang: Satya Wacana. Suherman. (2012). Bimbingan belajar. Makalah (Tidak dipublikasikan) Bandung: FIP UPI. http://file.upi.edu/.
25
Mcquiggan, S.W. & Lester, J.C. (2006). Diagnosing self-efficacy in intelligent tutoring systems: an empirical study. Proceedings of the 8 th International Conference on Intelligent Tutoring Systems. Raleigh: North Carolina State University. Schunk, D. H. (1991). Self-efficacy and academic motivation. Educational Psychologist. http://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/d_schunk_self_1991.pdf. So, Y & Kim, Y. The effects of peer tutoring and teachable agent on interest and task performance. New jersey: Cognitive Science Society, Inc. http://mindmodeling.org/cogsci2011/papers/0837/paper0837.pdf. Sugiyono. (2012). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d. Bandung : Alfabeta. Widayaningrum, I.S. (2012). Metode pembelajaran yang digunakan pada pelajaran matematika di lembaga bimbingan belajar salatiga. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Salatiga: Program Studi Pendidikan Matematika FKIP-UKSW. Zimmerman, B.J. (2000). Self-efficacy: an essential motive to learn. Contemporary Educational Psychology. Vol 25. Academic Press. http://www.idealibrary.com.
LAMPIRAN 1.
HASIL UJI DAYA DISKRIMINASI ITEM DAN RELIABILITAS
A.
Self-efficacy Akademik Sebelum Item Gugur Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.864
18
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
VAR00001
53.10
36.116
.529
.854
VAR00002
53.22
35.518
.585
.852
VAR00003
53.25
36.316
.491
.856
VAR00004
53.20
35.048
.496
.856
VAR00005
53.11
36.506
.543
.854
VAR00006
53.30
34.694
.622
.850
VAR00007
53.19
35.572
.622
.850
VAR00008
53.39
37.481
.362
.861
VAR00009
53.34
35.923
.561
.853
VAR00010
53.16
37.556
.338
.862
VAR00011
53.16
38.467
.253
.865
VAR00012
53.31
35.964
.502
.855
VAR00013
53.14
37.766
.346
.861
VAR00014
53.47
37.189
.384
.860
VAR00015
53.28
37.746
.376
.860
VAR00016
53.45
35.061
.609
.850
VAR00017
53.24
35.981
.570
.853
VAR00018
53.28
38.101
.291
.864
B.
Self-efficacy Akademik Setelah Item Gugur Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.865
16
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
VAR00001
46.76
31.753
.538
.856
VAR00002
46.89
31.266
.584
.853
VAR00003
46.91
32.081
.480
.858
VAR00004
46.86
30.981
.475
.860
VAR00005
46.78
32.379
.512
.857
VAR00006
46.96
30.340
.641
.850
VAR00007
46.85
31.167
.644
.851
VAR00008
47.05
33.213
.346
.864
VAR00009
47.00
31.519
.579
.854
VAR00010
46.82
33.159
.339
.865
VAR00012
46.97
31.772
.489
.858
VAR00013
46.80
33.554
.318
.865
VAR00014
47.14
32.601
.415
.861
VAR00015
46.94
33.249
.393
.862
VAR00016
47.11
30.835
.608
.852
VAR00017
46.90
31.610
.583
.854
LAMPIRAN 2. HASIL UJI NORMALITAS DAN HOMOGENITAS A.
Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Siswa SMA Yang Siswa SMA Yang
Tidak Mengikuti
Mengikuti Bimbel
Bimbel
N
40
40
Mean
53.10
45.60
Std. Deviation
5.768
5.382
Absolute
.117
.083
Positive
.080
.083
Negative
-.117
-.081
Kolmogorov-Smirnov Z
.743
.524
Asymp. Sig. (2-tailed)
.639
.947
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
B.
Hasil Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances SELF-EFICACY AKADEMIK Levene Statistic .509
df1
df2 1
Sig. 78
.478
LAMPIRAN 3. HASIL DESKRIPTIF DAN UJI BEDA A.
Hasil Deskriptif Descriptive Statistics N Siswa SMA Yang Mengikuti Bimbel
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
40
39
62
53.10
5.768
40
35
57
45.60
5.382
Siswa SMA Yang Tidak Mengikuti Bimbel
B.
Hasil Uji Beda Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
Self-Eficacy Equal variances .509 .478 6.013 Akademik assumed Equal variances not assumed
95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper
df 78
.000
7.500
1.247 5.017 9.983
6.013 77.628
.000
7.500
1.247 5.017 9.983
LAMPIRAN 4. SURAT IJIN PENELITIAN