Perbedaan Proporsi Asupan, Kebiasaan Sarapan, dan Faktor Lainnya pada Kejadian Overweight Siswa-Siswi SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 Leonika Aryani, Engkus Kusdinar Achmad Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Prevalensi overweight pada remaja semakin meningkat setiap tahunnya baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia dan telah menjadi masalah kesehatan yang serius. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian menggunakan desain studi cross-sectional mengenai perbedaan asupan (energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat), kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, durasi tidur, dan pengetahuan gizi pada kejadian overweight siswa-siswi SMAK 2 PENABUR Jakarta sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Uji statistik yang digunakan yaitu Chi Square yang melibatkan 121 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 33,1% responden mengalami overweight. Variabel yang memiliki perbedaan proporsi bermakna (Pvalue ≤0,05) pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin antara lain asupan (energi, protein, lemak, dan karbohidrat), kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan durasi tidur. Oleh sebab itu, sangat diperlukan berbagai usaha baik dari pihak sekolah maupun pihak orang tua untuk lebih memperhatikan status gizi remaja salah satunya dengan mengadakan penimbangan berat badan secara rutin (minimal sekali dalam sebulan).
The Difference in Proportion between Dietary Intake, Breakfast Habits, and Other Factors to Overweight Adolescents in PENABUR 2 Christian Senior High School Jakarta Year 2014 Abstract The prevalence of overweight in adolescents keep increasing every year either in developed countries or in developing countries including Indonesia and has become a serious health problem. Therefore, research using cross-sectional study design of the difference between dietary intake, breakfast habit, and other factors to overweight adolescents in PENABUR 2 Christian Senior High School Jakarta before and after controlled by sex. The statistical test used is the Chi Square involving 121 respondents. The results showed that as many as 33.1% overweight adolescents. Variables that have significant differences in proportions (Pvalue ≤0.05) in the incidence of overweight before and after controlled by sex were dietary intake (energy, protein, fat, and carbohydrate), breakfast habits, physical activity, and sleep duration. Therefore, it is necessary for both the school and the parents to pay more attention about adolescents’ nutritional status by at least conduct weighing program regularly at least once a month. Keyword: Adolescent, breakfast habits, intake, overweight, physical activity.
Pendahuluan Overweight atau gizi lebih (termasuk juga obesitas) merupakan suatu keadaan di mana terjadi kelebihan berat badan/kegemukan yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan (Sandjaja dan Sudikno, 2005; Aycan, Z, 2009; WHO, 2013). Dewasa ini, kasus overweight 1
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
tidak hanya ditemui pada orang dewasa, tetapi juga pada remaja (Rohilla et al., 2013). Overweight pada usia remaja telah terbukti menyebabkan peningkatan angka kematian serta secara spesifik meningkatkan risiko penyakit jantung koroner pada usia dewasa (Daniels et al., 2005). Selain itu, overweight pada remaja dapat dijadikan prediktor status gizi ketika memasuki usia dewasa (Wang et al., 2008).
Kasus overweight pada remaja menunjukkan prevalensi yang tinggi baik di negara maju maupun di negara berkembang. Lebih dari sepertiga anak dan remaja di Amerika mengalami overweight (Odgen et al., 2012). Penelitian lain di Eropa menunjukkan bahwa 25,5% remaja di Jerman mengalami overweight (Kurth, 2007). Di Asia, prevalensi remaja yang mengalami overweight di India mencapai 32,7% (Nandi dan Gopal, 2012). Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Februari 2014 menunjukkan bahwa 30% dari siswa-siswi SMAK 2 PENABUR Jakarta mengalami overweight (Aryani, 2014). Prevalensi tersebut melampaui prevalensi overweight pada remaja di penelitian sebelumnya di SMPN 68 Jakarta yaitu 20% (Oktaviany, 2013). Prevalensi tersebut bahkan sangat jauh melampaui prevalensi nasional overweight remaja yaitu 7,3% (RISKESDAS, 2013).
Tujuan penelitian ini antara lain terbuktinya persentase siswa-siswi yang mengalami overweight, memiliki asupan (energi, protein, lemak, dan karbohidrat) berlebih, memiliki asupan serat kurang, tidak memiliki kebiasaan sarapan, memiliki aktivitas fisik rendah, memiliki durasi tidur kurang, memiliki pengetahuan gizi kurang, serta terbuktinya perbedaan proporsi asupan (energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat), kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, durasi tidur, dan pengetahuan gizi pada kejadian overweight siswa-siswi SMAK 2 PENABUR Jakarta.
Tinjauan Teoritis Overweight pada remaja dipengaruhi oleh asupan, di antaranya asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak (Swinburn, 2004; Kemenkes, 2011). Selain itu, pola makan yang tidak sehat seperti kurang konsumsi serat juga menjadi salah satu faktor risiko utama terjadinya overweight pada remaja (Ventura et al., 2009; Clemens et al., 2012). Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan sarapan dengan kejadian overweight pada remaja (Croezen et al., 2009; Huang et al., 2010; Priya et al., 2010). Penelitian lain 2
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
menunjukkan bahwa overweight pada remaja juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik (McNeely dan Blanchard, 2009; Maples, 2009; WHO, 2013). Beberapa tahun belakangan ini, pengaruh durasi tidur terhadap kejadian overweight pada remaja menjadi perhatian khusus bagi dunia. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan prevalensi overweight yang sejalan dengan terjadinya penurunan durasi tidur (Yi et al., 2013). Penelitian membuktikan bahwa durasi tidur yang kurang dapat meningkatkan risiko overweight pada anak dan remaja (Ozturk et al., 2009; Garaulet et al., 2011; Mitchell et al., 2013; Wendt et al., 2013; Ohkuma et al., 2013; Fu et al., 2013). Karakteristik individu, salah satunya jenis kelamin, juga turut mempengaruhi kejadian overweight pada remaja (Jones et al., 2007; Thibault et al., 2009). Asupan Energi Asupan energi dapat diperoleh dari bahan-bahan makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, atau protein. Dengan adanya pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein, maka energi yang dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi. Asupan energi yang melebihi pengeluarannya akan menyebabkan sisa energi disimpan dalam bentuk trigliserida yang terkandung dalam jaringan adiposa (Clement dan Ferre, 2003). Apabila berlangsung lama, kelebihan asupan energi yang tidak diimbangi dengan pengeluarannya akan menyebabkan overweight. Asupan Protein Protein sangat berperan penting dalam tubuh sebagai zat pembangun. Tingkat kecukupan protein dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Kelebihan protein akan menyebabkan protein mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon diubah menjadi lemak lalu disimpan dalam tubuh. Oleh sebab itulah, asupan protein yang berlebihan dapat menyebabkan overweight (Almatsier, 2004). Asupan Lemak Lemak merupakan zat gizi yang tiap gramnya menghasilkan kalori dua kali lebih banyak dari kalori per gram yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein. Jika persediaan energi dari karbohidrat tidak mencukupi, asam lemak akan dioksidasi, baik asam lemak dari makanan maupun cadangan trigliserida. Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan asetil KoA. Selanjutnya, asetil KoA dari jalur ini akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan energi. Jika kebutuhan energi sudah mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida (Boyle, 2008). Diet yang tinggi lemak akan tinggi pula kalorinya dan tidak akan menyebabkan oksidasi lemak, sehingga disimpan sebagai lemak tubuh yang bila terjadi terusmenerus akan menyebabkan overweight (Hampl, 2010). Asupan Karbohidrat 3
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh manusia (Brown, 2005). Karbohidrat digunakan sebagai sumber bahan bakar utama berbagai sistem dalam tubuh seperti sistem syaraf dan otak. Ketika seseorang mengonsumsi karbohidrat secara berlebihan, saluran pencernaan akan mengirim karbohidrat yang telah dipecah menjadi glukosa ke hati. Kemudian, energi yang berlebih tersebut akan diubah menjadi senyawa yang lebih kecil lalu disimpan dalam bentuk senyawa penyimpanan energi yang lebih permanen yaitu lemak. Lemak tersebut kemudian dilepaskan dari hati, dibawa menuju jaringan lemak tubuh dan disimpan di sana. Jika hal ini terjadi dalam jangka panjang, maka akan terjadi penimbunan lemak dalam tubuh dan menyebabkan overweight (Boyle, 2010). Asupan Serat Asupan serat dapat menurunkan risiko overweight (Liu et al., 1999; Steffen et al., 2003; Whelton et al., 2005; Montonen et al., 2003; Lairon et al., 2005; Petruzziello et al., 2006). Sebuah penelitian tentang hubungan overweight dengan asupan serat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (p <0,005) antara kejadian overweight dengan kebiasaan konsumsi serat. Responden yang jarang mengonsumsi serat berpeluang 3,050 kali mengalami overweight dibanding subyek yang sering mengonsumsi serat (Utami, 2009). Penelitian lain menunjukkan bahwa subyek yang tingkat asupan seratnya kurang dari kebutuhan mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk mengalami overweight (Kharismawati, 2010). Kebiasaan Sarapan Sarapan didefinisikan sebagai makanan yang dikonsumsi pada pagi hari sebelum beraktivitas (Wahyuni et al., 2010). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa remaja yang melewatkan sarapan memiliki risiko 2,17 kali untuk menjadi overweight dibanding remaja yang sarapan (Croezen et al., 2009). Penelitian lain di Texas menunjukkan bahwa kalori yang dimakan pertama kali di pagi hari ternyata lebih mengenyangkan dibandingkan kalori yang dikonsumsi di waktu–waktu berikutnya. Ini menunjukkan bahwa orang-orang makan pagi cenderung mengkonsumsi lebih sedikit kalori dibandingkan orang-orang yang mengurangi kalori dengan cara melewatkan makan pagi (Foster, 2007). Aktivitas Fisik Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerak tubuh yang dilakukan oleh otot-otot skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi (WHO, 2014). Aktivitas fisik akan membakar energi dalam tubuh. Sebuah penelitian tentang hubungan aktivitas fisik dengan kejadian overweight menunjukkan bahwa persentase overweight pada responden dengan aktivitas fisik kurang sebesar 4 kali lebih tinggi dibandingkan pada responden dengan aktivitas fisik cukup (Mujur, 2011). 4
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Durasi Tidur Durasi tidur merupakan salah satu faktor penentu bagi kesehatan terutama remaja (Garaulet et al., 2011). Pada kelompok remaja, durasi tidur dapat mempengaruhi baik fisik maupun kestabilan emosi, termasuk perkembangan otak, biologis, dan psikologis pada masa pubertas. Ketika durasi tidur tidak adekuat, maka keseimbangan hormon akan terganggu, terutama hormon leptin, grehlin, dan orexin yang merupakan hormon pengatur nafsu makan dan pengeluaran energi sehingga meningkatkan risiko makan berlebihan dan berdampak pada kenaikan berat badan (Turek et al., 2005; Cauter dan Knutson, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa durasi tidur <8 jam merupakan salah satu faktor risiko dari overweight (Ozturk et al., 2009). Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi merupakan landasan penting yang mendasari terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan pada umumnya akan bertahan lebih lama. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti sekolah, media cetak, atau media elektronik (Amelia, 2008). Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin diperhitungkan pemilihan jenis dan kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga berpengaruh pada status gizi (Notoatmodjo, 2007). Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin kemungkinan berpengaruh pada kejadian overweight oleh karena jenis kelamin menentukan distribusi lemak dan laju metabolisme. Secara nasional, angka kegemukan pada perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki-laki yaitu 32,9% pada perempuan dan 19,7% pada laki-laki (RISKESDAS, 2013). Berdasarkan penelitian pada usia remaja, khususnya pada perempuan, jumlah dari jaringan adiposa meningkat selama periode pubertas. Selain itu, aktivitas fisik cenderung rendah pada remaja perempuan sehingga terjadi keseimbangan energi positif (Stang, 2005). Penelitian di India menunjukkan adanya risiko kejadian overweight yang lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki (Sidhu et al., 2006).
Metode Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah siswa-siswi SMAK 2 PENABUR Jakarta yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu siswa-siswi kelas 11. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg, 5
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, formulir food recall 2x24 jam lengkap dengan food model, serta kuesioner kebiasaan sarapan, kuesioner aktivitas fisik yang mengadaptasi Physical Activity Questionnaire for Adolescent (PAQ-A) dari Kowalski et al (2004), kuesioner durasi tidur, dan kuesioner pengetahuan gizi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan total populasi. Variabel dependen yang diteliti adalah kejadian overweight pada remaja, sedangkan variabel independennya adalah asupan (energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat), kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, durasi tidur, dan pengetahuan gizi. Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner mandiri, dan wawancara. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat, dan stratifikasi. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan adalah uji Chi Square oleh karena seluruh variabel yang diteliti bersifat kategorik. Batas kemaknaan (α = 0,05) digunakan pada uji ini, yang artinya jika p value ≤0.05, maka ada perbedaan proporsi yang bermakna dan sebaliknya jika p value >0,05, maka tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna. Analisis stratifikasi digunakan untuk mengontrol variabel confounder dengan cara mengevaluasi pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen secara terpisah pada masing-masing tingkat confounder (Murti, 1997).
6
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Hasil Penelitian Berikut ini merupakan tabel distribusi responden berdasarkan seluruh variabel yang diteliti. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel yang Diteliti di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n=121) No
Variabel
1.
Status Gizi Overweight Tidak Overweight Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Asupan Energi Lebih Cukup Asupan Protein Lebih Cukup Asupan Lemak Lebih Cukup Asupan Karbohidrat Lebih Cukup Asupan serat Kurang Cukup Kebiasaan Sarapan Tidak Setiap Hari Setiap Hari Aktivitas Fisik Kurang Cukup Durasi Tidur Kurang Cukup Pengetahuan Gizi Kurang Baik
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Jumlah n (%) 40 81
33,1 66,9
57 64
47,1 52,9
47 74
38,8 61,2
60 61
49,6 50,4
54 67
44,6 55,4
17 104
14,0 86,0
118 3
97,5 2,5
64 57
52,9 47,1
55 66
45,5 54,5
57 64
47,1 52,9
50 71
41,3 58,7
Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa lebih dari sepertiga responden memiliki status gizi overweight (33,1%), lebih dari sepertiga responden (38,8%) mengonsumsi energi dalam jumlah yang berlebih, hampir separuh responden (49,6%) mengonsumsi protein dalam jumlah yang berlebih, hampir separuh responden (44,6%) mengonsumsi lemak dalam jumlah yang berlebih, sedikit responden (14%) mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang berlebih, hampir seluruh responden (97,5%) kurang mengonsumsi serat, lebih dari separuh responden (52,9%) tidak sarapan setiap hari, hampir separuh responden (45,5%) memiliki aktivitas fisik 7
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
kurang, hampir separuh responden (47,1%) memiliki durasi tidur kurang, serta lebih dari sepertiga responden (41,3%) memiliki pengetahuan gizi kurang.
Perbedaan Proporsi Asupan Energi pada Kejadian Overweight Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n=121) Variabel
Overweight
Asupan Energi Lebih Cukup P value ≤0,05
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
29 (61,7) 11 (14,9)
18 (38,3) 63 (85,1)
0,001
9,227
3,868 – 22,014
Tabel 2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan asupan energi dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan energi yang bermakna pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value <0,05 dengan OR sebesar 9,227 dan 95% CI. Artinya, responden dengan asupan energi berlebih memiliki risiko 9,2 kali lebih besar untuk menjadi overweight dibanding responden dengan asupan energi cukup. Oleh karena adanya perbedaan proporsi asupan energi yang bermakna, analisis bivariat dilanjutkan ke analisis stratifikasi. Tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan analisis stratifikasi. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Stratifikasi Asupan Energi dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 Variabel Asupan Energi Perempuan Laki-laki
P Value
OR
95%CI
0,0001 0,001
11,194 8,127
2,919 – 42,928 2,559 – 25,814
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa terdapat kemaknaan yang berbeda (perbedaan kemaknaan >10%) yaitu lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki sehingga jenis kelamin dianggap sebagai confounder.
Perbedaan Proporsi Asupan Protein pada Kejadian Overweight Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Protein dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n = 121) Variabel
Asupan Protein Lebih Cukup P value ≤0,05
Overweight
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
32 (53,3) 8 (13,1)
28 (46,7) 53 (86,9)
0,0001
7,571
3,078 – 18,622
8
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Tabel 4 menunjukkan distribusi responden berdasarkan asupan protein dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan protein yang bermakna pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value <0,05 dengan OR sebesar 7,571 dan 95% CI. Artinya, responden dengan asupan protein berlebih memiliki risiko 7,5 kali lebih besar untuk menjadi overweight dibanding responden dengan asupan protein cukup. Oleh karena adanya perbedaan proporsi asupan protein yang bermakna, analisis bivariat dilanjutkan ke analisis stratifikasi. Tabel 5 menunjukkan distribusi responden berdasarkan analisis stratifikasi. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Stratifikasi Asupan Protein dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 Variabel Asupan Protein Perempuan Laki-laki
P Value
OR
95%CI
0,003 0,002
8,667 6,943
2,124 – 35,359 2,128 – 22,652
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa terdapat kemaknaan yang berbeda (perbedaan kemaknaan >10%) yaitu lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki sehingga jenis kelamin dianggap sebagai confounder.
Perbedaan Proporsi Asupan Lemak pada Kejadian Overweight Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Lemak dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n = 121) Variabel
Asupan Lemak Lebih Cukup P value ≤0,05
Overweight
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
31 (57,4) 9 (13,4)
23 (42,6) 58 (86,6)
0,0001
8,686
3,583 – 21,055
Tabel 6 menunjukkan distribusi responden berdasarkan asupan lemak dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan lemak yang bermakna pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value <0,05 dengan OR sebesar 8,686 dan 95% CI. Artinya, responden dengan asupan lemak berlebih memiliki risiko 8,6 kali lebih besar untuk menjadi overweight dibanding responden dengan asupan lemak cukup. Oleh karena adanya perbedaan proporsi asupan lemak yang bermakna, analisis bivariat dilanjutkan ke analisis stratifikasi. Tabel 7 menunjukkan distribusi responden berdasarkan analisis stratifikasi.
9
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Stratifikasi Asupan Lemak dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 Variabel Asupan Lemak Perempuan Laki-laki
P Value
OR
95%CI
0,026 0,0001
4,875 17,486
1,346 – 17,654 4,852 – 63,014
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa terdapat kemaknaan yang berbeda (perbedaan kemaknaan >10%) yaitu lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan sehingga jenis kelamin dianggap sebagai confounder.
Perbedaan Proporsi Asupan Karbohidrat pada Kejadian Overweight Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Karbohidrat dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n = 121) Variabel
Overweight
Asupan Karbohidrat Lebih Cukup P value ≤0,05
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
13 (76,5) 27 (26)
4 (23,5) 77 (74)
0,0001
9,269
2,782 – 30,876
Tabel 8 menunjukkan distribusi responden berdasarkan asupan karbohidrat dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan karbohidrat yang bermakna pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value <0,05 dengan OR sebesar 9,269 dan 95% CI. Artinya, responden dengan asupan karbohidrat berlebih memiliki risiko 9,3 kali lebih besar untuk menjadi overweight dibanding responden dengan asupan karbohidrat cukup. Oleh karena adanya perbedaan proporsi asupan karbohidrat yang bermakna, analisis bivariat dilanjutkan ke analisis stratifikasi. Tabel 9 menunjukkan distribusi responden berdasarkan analisis stratifikasi. Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Stratifikasi Asupan Karbohidrat dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 Variabel Asupan Karbohidrat Perempuan Laki-laki
P Value
OR
95%CI
0,0001 0,201
34,667 3,519
3,835 – 313,363 0,756 – 16,368
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui setelah dikontrol oleh jenis kelamin, perbedaan proporsi asupan karbohidrat pada kejadian overweight responden laki-laki menjadi tidak bermakna. Sebaliknya, perbedaan pada responden perempuan menjadi sangat bermakna. Berdasarkan hasil analisis stratifikasi di atas jenis kelamin dianggap sebagai confounder.
10
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Perbedaan Proporsi Asupan Serat pada Kejadian Overweight Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Serat dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n = 121) Variabel
Overweight
Asupan serat Kurang Cukup
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
39 (33,1) 1 (33,3)
79 (66,9) 2 (66,7)
0,992
0,987
0,087 – 11,225
P value ≤0,05
Tabel 10 menunjukkan distribusi responden berdasarkan asupan serat dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi asupan serat yang bermakna pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value ≥0,05 dengan OR sebesar 0,987 dan 95% CI. Oleh karena tidak adanya perbedaan proporsi asupan serat yang bermakna, analisis bivariat tidak dilanjutkan ke analisis stratifikasi.
Perbedaan Proporsi Kebiasaan Sarapan pada Kejadian Overweight Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Sarapan dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n = 121) Variabel
Overweight
Kebiasaan Sarapan Tidak Setiap Hari Setiap Hari P value ≤0,05
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
30 (46,9) 10 (17,5)
34 (53,1) 47 (82,5)
0,001
4,147
1,789 – 9,614
Tabel 11 menunjukkan distribusi responden berdasarkan kebiasaan sarapan dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kebiasaan sarapan yang bermakna pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value <0,05 dengan OR sebesar 4,147 dan 95% CI. Artinya, responden yang tidak terbiasa sarapan setiap hari memiliki risiko 4,1 kali lebih besar untuk menjadi overweight dibanding responden yang terbiasa sarapan. Oleh karena adanya perbedaan proporsi kebiasaan sarapan yang bermakna, analisis bivariat dilanjutkan ke analisis stratifikasi. Tabel 12 menunjukkan distribusi responden berdasarkan analisis stratifikasi. Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Stratifikasi Kebiasaan Sarapan dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 Variabel Kebiasaan Sarapan Perempuan Laki-laki
P Value
OR
95%CI
0,059 0,016
3,972 4,427
1,102 – 14,317 1,441 – 13,602
11
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa terdapat kemaknaan yang berbeda (perbedaan kemaknaan >10%) yaitu lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan sehingga jenis kelamin dianggap sebagai confounder.
Perbedaan Proporsi Aktivitas Fisik pada Kejadian Overweight Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n = 121) Variabel
Overweight
Aktivitas Fisik Kurang Cukup P value ≤0,05
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
30 (54,5) 10 (15,2)
25 (45,5) 56 (84,8)
0,0001
6,720
2,852 – 15,833
Tabel 13 menunjukkan distribusi responden berdasarkan aktivitas fisik dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi aktivitas fisik yang bermakna pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value <0,05 dengan OR sebesar 6,720 dan 95% CI. Artinya, responden dengan aktivitas fisik rendah memiliki risiko 6,7 kali lebih besar untuk menjadi overweight dibanding responden dengan aktivitas fisik cukup. Oleh karena adanya perbedaan proporsi aktivitas fisik yang bermakna, analisis bivariat dilanjutkan ke analisis stratifikasi. Tabel 14 menunjukkan distribusi responden berdasarkan analisis stratifikasi. Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Stratifikasi Aktivitas Fisik dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 Variabel Aktivitas Fisik Perempuan Laki-laki
P Value
OR
95%CI
0,156 0,0001
2,750 16,889
0,846 – 8,939 4,569 – 62,434
Berdasarkan tabel 14 dapat diketahui setelah dikontrol oleh jenis kelamin, perbedaan proporsi aktivitas fisik pada kejadian overweight responden perempuan menjadi tidak bermakna. Sebaliknya, perbedaan pada responden laki-laki menjadi sangat bermakna. Berdasarkan hasil analisis stratifikasi di atas jenis kelamin dianggap sebagai confounder.
12
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Perbedaan Proporsi Durasi Tidur pada Kejadian Overweight Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Durasi Tidur dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n = 121) Variabel
Overweight
Durasi Tidur Kurang Cukup P value ≤0,05
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
30 (52,6) 10 (15,6)
27 (47,4) 54 (84,4)
0,0001
6,000
2,560 – 14,064
Tabel 15 menunjukkan distribusi responden berdasarkan durasi tidur dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi durasi tidur yang bermakna pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value <0,05 dengan OR sebesar 6,000 dan 95% CI. Artinya, responden dengan durasi tidur kurang memiliki risiko 6 kali lebih besar untuk menjadi overweight dibanding responden dengan durasi tidur cukup. Oleh karena adanya perbedaan proporsi durasi tidur yang bermakna, analisis bivariat dilanjutkan ke analisis stratifikasi. Tabel 16 menunjukkan distribusi responden berdasarkan analisis stratifikasi. Tabel 16. Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Stratifikasi Durasi Tidur dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 Variabel Durasi Tidur Perempuan Laki-laki
P Value
OR
95%CI
0,016 0,001
5,417 6,847
1,490 – 19,689 2,172 – 21,590
Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui bahwa terdapat kemaknaan yang berbeda (perbedaan kemaknaan >10%) yaitu lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan sehingga jenis kelamin dianggap sebagai confounder.
Perbedaan Proporsi Pengetahuan Gizi pada Kejadian Overweight Tabel 17. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi dan Status Gizi di SMAK 2 PENABUR Jakarta Tahun 2014 (n = 121) Variabel
Pengetahuan Gizi Kurang Baik P value ≤0,05
Overweight
P Value
OR
95%CI
n (%)
Tidak Overweight n (%)
17 (34) 23 (32,4)
33 (66) 48 (67,6)
1,000
1,075
0,499 – 2,317
Tabel 17 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pengetahuan gizi dan status gizi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi pengetahuan gizi yang signifikan pada kejadian overweight yang dibuktikan dengan P value ≥0,05 dengan OR
13
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
sebesar 1,075 dan 95% CI. Oleh karena tidak adanya perbedaan proporsi asupan serat yang bermakna, analisis bivariat tidak dilanjutkan ke analisis stratifikasi.
Pembahasan Kejadian Overweight pada Siswa-Siswi SMAK 2 PENABUR Jakarta Pada penelitian ini, kejadian overweight di SMAK 2 PENABUR Jakarta mencapai 33,1%, di mana 8,3% dari mereka mengalami obesitas. Dari seluruh responden overweight, diketahui bahwa 29,8% adalah responden perempuan dan 35,9% adalah responden laki-laki. Prevalensi kejadian overweight pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi overweight pada penelitian Oktaviany (2013) di SMPN 68 Jakarta yaitu sebesar 20%. Prevalensi overweight pada penelitian ini juga jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional overweight pada remaja dalam penelitian RISKESDAS (2013) yaitu sebesar 7,3%. Kemungkinan perbedaan prevalensi terjadi karena lokasi penelitian kali ini terletak di pusat kota dan latar belakang ekonomi responden pada penelitian ini masuk dalam golongan menengah ke atas. Asupan Energi Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar dari responden yang mengalami overweight (61,7%) memiliki asupan energi berlebih. Hasil uji statistik memperlihatkan adanya perbedaan proporsi asupan energi yang bermakna pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), Restiani (2012), dan Shobah (2009) yang menyatakan adanya hubungan bermakna antara asupan energi dengan kejadian overweight. Pada variabel ini, terdapat confounder yaitu jenis kelamin. Hal ini diperlihatkan pada tabel 3, di mana setelah dilakukan analisis stratifikasi terdapat kemaknaan yang berbeda (perbedaan kemaknaan >10%) yaitu lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Berdasarkan analisis stratifikasi, dapat dikatakan terdapat perbedaan proporsi asupan energi yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Asupan Protein Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar dari responden yang mengalami overweight (53,3%) memiliki asupan protein berlebih. Hasil uji statistik pada tabel 4 memperlihatkan adanya perbedaan proporsi asupan protein yang bermakna pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), 14
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Restiani (2012), dan Shobah (2009) yang menyatakan adanya hubungan bermakna antara asupan protein dengan kejadian overweight. Pada variabel ini, terdapat confounder yaitu jenis kelamin. Hal ini diperlihatkan pada tabel 5 di mana setelah dilakukan analisis stratifikasi, ada kemaknaan yang berbeda (perbedaan kemaknaan >10%) yaitu lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Berdasarkan analisis stratifikasi, dapat dikatakan terdapat perbedaan proporsi asupan protein yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Asupan Lemak Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar dari responden yang mengalami overweight (57,4%) memiliki asupan lemak berlebih. Hasil uji statistik pada tabel 6 memperlihatkan adanya perbedaan proporsi asupan lemak yang bermakna pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), Restiani (2012), dan Shobah (2009) yang menyatakan adanya hubungan bermakna antara asupan lemak dengan kejadian overweight. Pada variabel ini, terdapat confounder yaitu jenis kelamin. Hal ini diperlihatkan pada tabel 7, di mana setelah dilakukan analisis stratifikasi, ada kemaknaan yang berbeda (perbedaan kemaknaan >10%) yaitu lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Berdasarkan analisis stratifikasi, dapat dikatakan terdapat perbedaan proporsi asupan lemak yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Asupan Karbohidrat Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa hampir sepertiga dari responden yang mengalami overweight (32,5%) memiliki asupan karbohidrat berlebih. Hasil uji statistik pada tabel 8 memperlihatkan adanya perbedaan proporsi asupan karbohidrat yang bermakna pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), Restiani (2012), dan Shobah (2009) yang menyatakan adanya hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dengan kejadian overweight. Pada variabel ini, terdapat confounder yaitu jenis kelamin. Hal ini diperlihatkan pada tabel 9, di mana setelah dilakukan analisis stratifikasi, perbedaan proporsi asupan karbohidrat pada kejadian overweight menjadi sangat bermakna pada perempuan dan sebaliknya menjadi tidak bermakna pada laki-laki. Ini berarti bahwa asupan karbohidrat sangat berpengaruh terhadap risiko overweight pada perempuan dan sebaliknya tidak terlalu berpengaruh terhadap risiko overweight pada laki-laki. Berdasarkan analisis stratifikasi, dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan karbohidrat yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. 15
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Asupan Serat Berdasarkan tabel 10 diketahui bahwa hampir seluruh responden yang mengalami overweight (33,1%) kurang mengonsumsi serat. Hasil uji statistik pada tabel 10 memperlihatkan tidak adanya perbedaan proporsi konsumsi serat pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayuningtiyas (2012), Jami (2012), dan Wati (2011) yang menyatakan tidak adanya hubungan bermakna antara asupan serat dengan overweight pada responden. Tidak adanya perbedaan konsumsi serat yang bermakna kemungkinan besar karena data yang homogen, di mana hampir semua responden di SMAK 2 PENABUR, baik yang overweight maupun tidak overweight, mengonsumsi serat dalam jumlah yang kurang. Pada variabel ini tidak terdapat perbedaan proporsi konsumsi serat yang bermakna sehingga tidak dilakukan analisis stratifikasi. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan tidak ada perbedaan proporsi konsumsi serat yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Kebiasaan Sarapan Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa sebagian besar remaja yang mengalami overweight (46,9%) tidak memiliki kebiasaan sarapan. Hasil uji statistik pada tabel 5.12 memperlihatkan adanya perbedaan proporsi kebiasaan sarapan yang bermakna pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Croezen et al (2009) dan Horikawa et al (2011) yang menyatakan adanya hubungan antara kebiasaan sarapan dengan kejadian overweight pada remaja. Pada variabel ini, terdapat confounder yaitu jenis kelamin. Hal ini diperlihatkan pada tabel 12 di mana setelah dilakukan analisis stratifikasi, ada kemaknaan yang berbeda yaitu lebih bermakna pada laki-laki dibanding pada perempuan (perbedaan kemaknaan >10%). Ini sejalan dengan penelitian Haug et al (2009) yang menyatakan bahwa hubungan kebiasaan sarapan dengan kejadian overweight lebih bermakna pada remaja laki-laki dibanding remaja perempuan. Berdasarkan analisis stratifikasi, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan proporsi kebiasaan sarapan yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Aktivitas Fisik Berdasarkan tabel 13 diketahui bahwa sebagian besar remaja yang mengalami overweight (54,5%) memiliki aktivitas fisik kurang. Hasil uji statistik pada tabel 13 memperlihatkan adanya perbedaan proporsi aktivitas fisik yang bermakna pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mujur (2011) dan Suarez et al (2011) yang menyatakan adanya hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian overweight pada remaja. Pada variabel ini, terdapat confounder yaitu jenis kelamin. Hal ini diperlihatkan 16
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
pada tabel 14 di mana setelah dilakukan analisis stratifikasi, perbedaan proporsi aktivitas fisik pada kejadian overweight menjadi tidak bermakna pada perempuan dan sebaliknya menjadi sangat bermakna pada laki-laki. Hasil ini sejalan dengan penelitian Garaulet et al (2000), Ortega et al (2007), dan Ara et al (2007) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik memiliki hubungan bermakna hanya pada remaja laki-laki. Ini berarti bahwa aktivitas fisik sangat berpengaruh terhadap risiko overweight pada laki-laki dan sebaliknya tidak terlalu berpengaruh terhadap risiko overweight pada perempuan. Berdasarkan analisis stratifikasi, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan proporsi aktivitas fisik yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Durasi Tidur Berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa sebagian besar remaja yang mengalami overweight (52,6%) memiliki durasi tidur kurang. Hasil uji statistik pada tabel 15 memperlihatkan adanya perbedaan proporsi durasi tidur yang bermakna pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ozturk et al (2008), Garaulet et al (2011), Fu et al (2013) yang menyatakan adanya hubungan bermakna antara durasi tidur dengan kejadian overweight pada remaja. Pada variabel ini, terdapat confounder yaitu jenis kelamin. Hal ini diperlihatkan pada tabel 16, di mana setelah dilakukan analisis stratifikasi, ada kemaknaan yang berbeda yaitu lebih bermakna pada laki-laki dibanding pada perempuan (perbedaan kemaknaan >10%). Hal ini sejalan dengan penelitian Reilly et al (2005), Gibson, et al (2004), Knutson (2005), dan Eisenmann et al (2006) yang menyatakan bahwa hubungan durasi tidur dengan kejadian overweight lebih bermakna pada remaja laki-laki dibanding remaja perempuan. Berdasarkan analisis stratifikasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi durasi tidur yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Pengetahuan Gizi Berdasarkan tabel 17 diketahui bahwa lebih dari sepertiga remaja yang mengalami overweight (34%) memiliki pengetahuan gizi yang kurang.
Hasil uji statistik pada tabel 5.18
memperlihatkan tidak adanya perbedaan proporsi pengetahuan gizi yang bermakna pada kejadian overweight. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Shobah (2009), Utami (2012), dan Rahayuningtiyas (2012) yang menyatakan tidak adanya hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan kejadian overweight pada remaja. Ketidakbermaknaan dari perbedaan proporsi pengetahuan gizi pada kejadian overweight kemungkinan karena remaja baik yang overweight maupun tidak overweight telah memiliki pengetahuan gizi yang baik, hanya saja pengetahuan gizi tersebut tidak diaplikasikan ke dalam sikap dan perilaku seharihari. Selain itu, tidak bermaknanya perbedaan proporsi pengetahuan gizi kemungkinan karena 17
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
jumlah sampel yang kurang memenuhi untuk dapat menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang bermakna. Pada variabel ini tidak terdapat perbedaan proporsi pengetahuan gizi yang bermakna sehingga tidak dilakukan analisis stratifikasi. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan gizi yang bermakna pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan proporsi asupan, kebiasaan sarapan, dan faktor lainnya pada kejadian overweight siswa-siswi SMAK 2 PENABUR Jakarta tahun 2014, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain sebanyak 33,1% responden berstatus gizi overweight, di mana 52,9% adalah laki-laki dan 47,1% adalah perempuan. Berdasarkan data asupan, sebanyak 38,8% remaja memiliki asupan energi lebih, sebanyak 49,6% remaja memiliki asupan protein lebih, sebanyak 44,6% remaja memiliki asupan lemak lebih, sebanyak 14% remaja memiliki asupan karbohidrat lebih, dan sebanyak 97,5% remaja kurang asupan serat. Sebanyak 52,9% remaja tidak memiliki kebiasaan sarapan, sebanyak 45,5% remaja memiliki aktivitas fisik kurang, sebanyak 47,1% remaja memiliki durasi tidur kurang, dan sebanyak 41,3% remaja kurang pengetahuan gizi. Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna (P value <0,05) pada variabel asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan durasi tidur pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin. Namun, tidak terdapat perbedaan proporsi yang bermakna (P value ≥0,05) pada variabel konsumsi serat dan pengetahuan gizi pada kejadian overweight sebelum dan setelah dikontrol oleh jenis kelamin.
Saran
Berikut ini merupakan saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian: Bagi Sekolah Sekolah disarankan mengadakan pengukuran antropometri sederhana seperti penimbangan berat badan secara rutin (minimal sekali dalam sebulan) yang dimasukkan ke dalam jam pelajaran olahraga sehingga pihak sekolah dapat mengetahui dan mengontrol status gizi siswa-siswi. Jika memungkinkan, sekolah dapat memfasilitasi siswa-siswi yang overweight 18
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
dengan menyediakan kelas khusus di jam pelajaran olahraga misalnya dengan memberikan latihan yang lebih berat dan lebih membakar kalori dibandingkan dengan mereka yang status gizinya
normal/baik.
Sekolah
diharapkan
lebih
menyadarkan
siswa-siswi
untuk
memperhatikan status gizi mereka dan juga memasang berbagai media seperti poster mengenai Pedoman Gizi Seimbang (PGS), tips mengontrol berat badan, serta anjuran mengonsumsi buah dan sayur.Sekolah juga disarankan mengadakan lomba berat badan ideal khususnya bagi mereka yang oveweight sehingga mereka terpacu untuk menurunkan berat badan. Bagi Siswa-Siswi Bagi seluruh siswa-siswi disarankan untuk meningkatkan konsumsi serat dengan makan buah dan sayur setiap hari serta membiasakan diri untuk sarapan setiap hari sebelum berangkat sekolah. Selain itu, siswa-siswi diharapkan lebih sadar akan status gizinya dengan melakukan penimbangan berat badan secara rutin di rumah (minimal sekali dalam sebulan). Bagi siswi yang overweight disarankan untuk mengurangi asupan karbohidrat karena sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan risiko overweight. Sedangkan, siswa yang overweight diharapkan untuk meningkatkan aktivitas fisik. Bagi Orang Tua Bagi orang tua siswa-siswi, terutama yang overweight, diharapkan dapat menyediakan sarapan setiap hari sebelum anak-anaknya berangkat sekolah karena kebiasaan sarapan setiap hari cukup berperan dalam menentukan status gizi mereka. Selain itu, orang tua diharapkan lebih menggalakkan anak-anaknya untuk makan buah dan sayur secara rutin (buah 2-3 porsi dalam sehari dan sayur 3-5 porsi dalam sehari) sehingga kebutuhan serat mereka dapat terpenuhi. Bagi Peneliti Lain Peneliti lain diharapkan memperhatikan keberadaan confounder yaitu jenis kelamin pada beberapa variabel dalam penelitian ini di antaranya asupan (energi, protein, lemak, dan karbohidrat), kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, serta durasi tidur apabila ingin melakukan penelitian tentang overweight pada remaja di kemudian hari.
Daftar Referensi Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Amelia, F. Konsumsi Pangan, Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Pada Remaja Di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi (skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2008. 19
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Ara I, et al. (2007). Adiposity, physical activity, and physical fitness among children from Aragon, Spain.Obesity (Silver Spring, Md), 15, 1918-1924. Aycan, Zehra. (2009). Obesity in Childhood: Definition and Epidemiology. Journal of Turkish Pediatric Endocrinology and Diabetes Society, 1, 44-53. Brown, Judith E. (2005). Nutrition Through the Life Cycle 2 vols. California: Thomson Wadsworth. Clemens R, et al. (2012). Filling America’s Fiber Intake Gap: Summary of a Roundtable to Probe Realistic Solutions with a Focus on Grain-Based Foods. The Journal of Nutrition, 142, 1390-1401. Clement, Karine dan Pascal Ferre. (2003). Genetics and the Pathophysiology of Obesity. Pediatric Research, 53, 721-725. Croezen S, et al. (2009). Skipping Breakfast, Alcohol Consumption and Physical Inactivity as Risk Factors For Overweight and Obesity in Adolescents: Results of the E-MOVO Project. European Journal of Clinical Nutrition, 63, 405-412. Daniels SR, et al. (2005). Overweight in children and adolescents: pathophysiology, consequences, prevention, and treatment. Circulation, 111, 1999–2002. Eisenmann JC, et al. (2006). Sleep duration and overweight among Australian children and adolescents. Acta Paediatr, 95, 956–963. Fu JF, et al. (2013). Short Sleep Duration as a Risk Factor for Obesity in Childhood Is Associated with Increased Leptin, Ghrelin, and Orexin Levels. HK J Paediatrics, 18, 152-158. Garaulet M, et al. (2011). Short Sleep Duration is Associated with Increased Obesity Markers in European Adolescents: Effect of Physical Activity and Dietary Habits; The HELENA Study. Int J of Obesity, 35, 1308-1317. Gibson S, et al. (2004). Associations between weight status, physical activity, and consumption of biscuits, cakes and confectionery among young people in Britian. Nutr Bull, 29, 301–309. Haug, Ellen, et al. (2009). Overweight in school-aged children and its relationship with demographic and lifestyle factors: Results from the WHO-Collaborative Health Behaviour in School-aged Children (HBSC) Study. Int J Public Health, 54, 167–179. Horikawa, et al. (2011). Skipping Breakfast and Prevalence of Overweight and Obesity in Asian and Pasific Regions: A Meta-Analysis. Preventive Medicine, 53, 260–267. Huang CJ, et al. (2010). Associations of breakfast skipping with obesity and health-related quality of life: evidence from a national survey in Taiwan. International J of Obesity, 34, 720-725. Jami, Sherlin Regina. (2012). Hubungan Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Serat terhadap Status Gizi Lebih Remaja Umur 13 – 15 Tahun (skripsi). Jakarta: UEU. Jones LR, et al. (2007).Gender and ethnic differences in body image and opposite sex figure preferences of rural adolescents. Body Image, 4, 103-108. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Knutson KL. (2005). Sex differences in the association between sleep and body mass index in adolescents. J Pediatr, 147, 830–834. Kurth BM, et al. (2010). Body Mass Index Percentiles for Children and Adolescents in Germany Based on a Nationally Representative Sample (KiGGS 2003-2006). European Journal of Clinical Nutrition, 64, 341349. Lairon D, et al. (2005). Dietary fiber intake and risk factors for cardiovascular disease in French adults. Am J Clin Nutr, 82, 1185–1194. Liu S, et al. (1999). Whole-grain consumption and risk of coronary heart disease: results from the Nurses’ Health study. Am J Clin Nutr, 70, 412–419. Maples, Jill. (2009). Physical Activity, Sedentary, and Dietary Behaviors Related to Overweight/Obesity among Adolescents Involved in a Creative, Problem-Solving Program. Knoxville: University of Tennessee. McNeely C, Blanchard J. (2009). A Guide to Healthy Adolescent Development. USA: Center for Adolescent Health at the Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health. Mitchell JA, et al. (2013). Sleep Duration and Adolescent Obesity. Official J of the American Academy of Pediatrics, 131, 5. Montonen J, et al. (2003). Whole-grain and fiber intake and the incidence of type 2 diabetes. Am J Clin Nutr, 77, 622–629. Mujur, Andriardus. (2011). Hubungan Antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Berat Badan Lebih pada Remaja di SMA 4 Semarang. Semarang: FK UNDIP. Murti, Bhisma. (1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gajah Mada University Press. Nandi AM, Gopal CM. (2012). Prevalence of Overweight and Obesity Among the Urban Adolescent English Medium School Girls of Kolkata, India. Italian Journal of Public Health, 9, 3. Notoatmodjo S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
20
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014
Odgen CL, et al. (2012). Prevalence of Obesity in the United States 2009-2010. Hyattsville: National Center for Health Statistics Data Brief no 82. Ohkuma T, et al. (2013). Impact of Sleep Duration on Obesity and the Glycemic Level in Patients with Type 2 Diabetes: the Fukuoka Diabetes Registry. Diabetes Care, 36, 611-617. Ortega FB, et al. (2007). Cardiorespiratory fitness and sedentary activities are associated with adiposity in adolescents. Obesity. Silver Spring Md,15, 1589-1599. Ozturk A, et al. (2009). The Relationship Between Sleep Duration and Obesity in Turkish Children and Adolescents. Acta Pediatrica, 98, 699-702. Petruzziello L, et al. (2006). Review article: uncomplicated diverticular disease of the colon. Aliment Pharmacol Ther, 23, 1379–1391. Priya R, et al. (2010). The Relationship of Breakfast Skipping and The Breakfast Consumption with Nutrient Intake and Weight Status in Children and Adolescents: The National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2006. Journal of the American Dietetic Association, 110, 869-878. Rahayuningtiyas, Fiky. (2012). Hubungan Antara Asupan Serat dan Faktor Lainnya dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SMPN 115 Jakarta Selatan Tahun 2012 (skripsi). Depok: FKM UI. Reilly JJ, Armstrong J, Dorosty AR, et al. (2005). Avon Longitudinal Study of Parents and Children Study Team. Early life risk factors for obesity in childhood: cohort study. BMJ, 330, 1357. Restiani, Novita. (2012). Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi dan Zat Gizi Makro serta Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SMP Muhammadiyah 31 Jakarta Timur Tahun 2012 (skripsi). Depok: FKM UI Rohilla, Ravi, Jyoti Rohilla dan Madhur Verma. (2013). Adolescent Obesity: A Silent Epidemic. International Journal of Basic and Applied Medical Sciences, 3, 320-324. Sandjaja dan Sudikno. (2005). Prevalensi Gizi Lebih dan Obesitas Penduduk Dewasa di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Bogor. Shobah, Fitri Nur. (2009). Hubungan Asupan Zat Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Citra Tubuh terhadap Status Gizi Lebih pada Remaja Putri di 4 SMA Terpilih Kota Depok, tahun 2009 (Skripsi Analisis Data Sekunder). Depok: FKM UI. Sidhu S, et al. (2006). Overweight and Obesity in Affluent School Children of Punjab. Ann Hum Biol, 33, 255-9. Stang J, Story M. 2005. Guidelines for Adolescent Nutrition Services. Washington: American Obesity Association. Steffen LM, et al. (2003). Associations of whole-grain, refined grain, and fruit and vegetable consumption with risks of all-cause mortality and incident coronary artery disease and ischemic stroke: the Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study. Am J Clin Nutr, 78, 383–390. Suarez, et al. (2011). The Association of Physical Activity and Physical Fitness with Pre-Adolescent Obesity: an Observational Study in Metromanila, Philippines. Swinburn BA et al. (2004). Diet, Nutrition and the Prevention of Excess Weight Gain and Obesity. Public Health Nutrition, 7, 123-146. Thibault H, et al. (2009). Risk Factors for Overweight and Obesity in French Adolescents: Physical Activity, Sedentary Behavior, and Parental Characteristics. Elsevier Nutrition Journal, 1-9. Utami, Vera Wira. (2012). Hubungan Konsumsi Zat Gizi, Karakteristik Keluarga, dan Faktor Lainnya terhadap Remaja Gizi Lebih di SMPN 41 Jakarta Selatan tahun 2012 (skripsi). Depok: Universitas Indonesia. Utami, Wisarani Sevita. (2009). Hubungan antara Aktivitas Fisik, Kebiasaan Konsumsi Serat, dan Faktor Lain dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Islam Annajah di Jakarta Selatan, tahun 2009 (skripsi). Depok: Universitas Indonesia. Ventura E, et al. (2009). Reduction in risk factors for type 2 diabetes mellitus in response to a low-sugar, highfiber dietary intervention in overweight Latino adolescents. Arch Pediatr Adolesc Med, 163, 320–327 Wang LY, et al. (2008). The association between body mass index in adolescence and obesity in adulthood J Adolesc Health, 42, 512–518. Wati, Julianna. (2011). Hubungan Antara Aktivitas Fisik, Asupan Zat Gizi Makro, Asupan Serat dengan Obesitas PNS di Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Tahun 2011 (skripsi). Depok: FKM UI. Wendt EM, et al. (2013). Association Between Sleep Duration and Body-Mass-Index in 10- to 14-year-old Austrians. Ernaehrungs Umschau International, 60, 140-144. Whelton SP, et al. (2005). Effect of dietary fiber intake on blood pressure: E ffect of dietary fiber intake on blood pressure: a meta-analysis of randomized, controlled clinical trials. J Hypertens, 23, 475–481 Yi S, et al. (2013). Short Sleep Duration in Association with CT-Scanned Abdominal Fat Areas: The Hitachi Health Study. Int J of Obesity, 37, 129-134.
21
Perbedaan proporsi..., Leonika Aryani, FKM UI, 2014