FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA WANITA DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh: NAJAH SYAMIYAH NIM: 1110101000060
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2014
Najah Syamiyah
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI Srkipsi, Agustus 2014 Najah Syamiyah, NIM: 1110101000060 Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2014 xviii + 103 halaman, 3 bagan, 9 tabel, 3 lampiran
ABSTRAK Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia meningkat dari tahun 2007 yakni sebesar 1,1% menjadi 2,1% pada tahun 2013. Prevalensi Diabetes di Indonesia tahun 2013 lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pada laki-laki. DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2 tertinggi di Indonesia. Terjadi peningkatan jumlah kasus baru Diabetes Mellitus tipe 2 setiap tahunnya di wilayah Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain case control study. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik Purposive Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 237 wanita terdiri dari 112 kelompok kasus dan 125 kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian, faktor yang berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan adalah riwayat keluarga menderita DM dengan OR 4,784 (95% CI 2,693-8,500). Sedangkan riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram (Makrosomia) dan riwayat hipertensi bukan merupakan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014. Disarankan kepada petugas kesehatan dan puskemas untuk meningkatkan program skrining faktor risiko dan promosi kesehatan penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 kepada masyarakat. Kata Kunci: Diabetes Mellitus Tipe 2, wanita, riwayat keluarga, makrosomia, hipertensi Daftar bacaan: 81 (1995-2014)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY Epidemiology Undergraduate Thesis, August 2014 Najah Syamiyah, NIM: 1110101000060
Risk Factors of Type 2 Diabetes Mellitus Among Women in Pesanggrahan Public Health Center, South Jakarta in 2014. xviii + 103 pages, 3 charts, 9 tables, 3 attachments
ABSTRACT The prevalence of Diabetes Mellitus in Indonesia has increased from 1,1% in 2007 to 2,1% in 2013 Prevalence of Diabetes in Indonesia in 2013 was found more in women than men. Jakarta was one of the provinces with high prevalence of type 2 Diabetes Mellitus in Indonesia. Each year, there was an increasing number of new cases of Type 2 Diabetes Mellitus in Pesanggrahan Sub-district, South Jakarta. Therefore, the study was conducted to determine the risk factors of Type 2 Diabetes Meliitus among women in Pesanggrahan Public Health Center, South Jakarta in 2014. This research was analytic study which used case control study design. Purposive sampling technique was performed to recruit samples and the sample size of this study was 237 women consisted of 112 cases and 125 controls. Based on the results, the risk factors on the incident of type 2 Diabetes Mellitus among women in Pesanggrahan Public Health Center was a family history of Diabetes Mellitus with OR of 4.784 (95% CI 2.693 to 8.500). While history of giving birth more than 4,000 grams (Macrosomia) and hypertension history were not at risk of incident type 2 Diabetes Mellitus in women in this study. It is recommended for health personnel and public health centers to improve screening and health promotion program of type 2 Diabetes Mellitus related to risk factor to the community.
Keywords: Type 2 Diabetes Mellitus, woman, family history, macrosomia, hypertension Reference: 81 (1995-2014)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA WANITA DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2014
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh: NAJAH SYAMIYAH 1110101000060
Jakarta, Agustus 2014
Mengetahui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes NIP. 19750215 200901 2 003
iv
Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM NIP. 19800516 200901 2 005
PANITIA SIDANG SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Agustus 2014
Mengetahui,
Penguji I,
Narila Mutia Nasir, Ph.D 19800604 200312 2 017
Penguji II,
Hoirun Nisa, Ph.D 19790427 200501 2 005
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas Pribadi Nama
: Najah Syamiyah
Tempat, Tanggal Lahir
: Damascus, 26 Juni 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Mampang Prapatan VII Rt 002/06 No.2 Jakarta Selatan
No. telp
: 0857 1515 2925
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. 1998 - 2004
: SD Islam Pelita Pasar Minggu
2. 2004 - 2007
: MTsN Tambakberas Jombang
3. 2007 - 2010
: SMA Alma’hadul Islami Beji, Pasuruan
4. 2010 - sekarang
: S1-Peminatan Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Riwayat Organisasi 1. 2006 - 2007
: Sekretaris OSIS MTsN Tambakberas Jombang.
2. 2008 - 2010
: Staf Pendidikan ISPI YAPI Bangil.
vi
3. 2010 - 2011
: Anggota Muda Korps Sukarela (KSR) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. 2011 - 2012
: Staf Departemen Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat PAMI (Pergerakan Anggota Muda IAKMI) Jakarta Raya.
5. 2012 - 2013
: Biro Kesekretariatan PAMI (Pergerakan Anggota Muda IAKMI) Jakarta Raya.
6. 2012 - 2013
: Staf Departemen PSDM BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. 2012- sekarang
: Guru Ekstrakurikuler Sempoa RA/ TK Islam Al Hasanah
Pengalaman Penelitian
1. Hubungan Pola Konsumsi Serat Terhadap Frekuensi Defekasi pada Mahasiswa PSKM Angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Skrining Faktor Risiko PJPD di wilayah kerja Kota Bogor Juni tahun 2012. 3. Gambaran Distribusi Kasus Diare dan Faktor Risiko Diare di Wilayah 2 Rempoa Berdasarkan Pendekatan Spasial Periode Januari-Oktober 2012. 4. Survei Cepat Gambaran Pengetahuan Ibu dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 2012. 5. Gambaran Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe II Pada Guru Tk Bani Saleh 2 Kota Bekasi. 6. Gambaran Pelaksanaan Program PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission) di Puskesmas Jakarta Selatan.
vii
Pengalaman Kerja 1. Pengalaman Belajar Lapangan (PBL I) di Puskesmas Pondok Jagung Januari s/d Februari 2013. 2. Pengalaman Belajar Lapangan (PBL II) di Puskesmas Pondok Jagung Maret s/d Juni 2013. 3. Mengajar di TPA (Taman Pendidikan Al Quran) An Nur Cipete Utara tahun 2007 – 2010. 4. Mengajar di TK Islam AL Hasanah Tahun 2010 s/d sekarang.
viii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat ilmu kepada manusia agar mengenali dunia dengan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan umat. Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi karena telah memberikan kami nikmat sehat sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2014” ini tepat waktu. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir dalam rangka meraih gelar sarjana strata 1 (S1) Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Atas selesainya skripsi ini, tidak lupa ucapan terimakasih disampaikan kepada : 1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta. 2. Ibu Febrianti, SP, M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta. 3. Ibu Minsarnawati Tahangnaca, SKM, M.Kes selaku dosen penanggung jawab Peminatan Epidemiologi sekaligus pembimbing ke-1 skripsi. 4. Ibu Riastuti K.W., SKM, MKM selaku dosen pembimbing ke-2 skripsi. 5. Ibu Narila Mutia, Ph.D dan Ibu Hoirun Nisa, Ph.D selaku dosen penguji Sidang Skripsi. 6. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku dosen penasihat akademik. 7. Orang tua yang tiada henti berdoa dan berjuang untuk mendukung serta membiayai peneliti.
ix
8. Seluruh tim dosen pengajar Peminatan Epidemiologi khususnya Bapak Sholah Imari dan Ibu Meilani Anwar. 9. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 yang setia memberikan dukungan dan motivasi khususnya teman-teman Peminatan Epidemiologi. 10. Seluruh jajaran staf di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan. 11. Seluruh warga Kecamatan Pesanggrahan yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 12. Kelima saudara kandung yang menjadi penyemangat dan membantu meringankan beban penulis.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan berharap ada kritik atau saran yang membangun untuk skripsi ini.
Jakarta, Agustus 2014
Najah Syamiyah
x
LEMBAR PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah Sang Pencipta kupersembahkan tulisan sederhana ini Untuk setiap tetes keringat dan letih Abi yang tiada pernah terhitung untukku,,, Untuk setiap hembusan nafas dan kelembutan Umi yang takkan pernah terbalaskan olehku,,, Untuk Almarhumah Nenekku tercinta Hj. Romlah binti Hasan, “Terima kasihku atas kasih sayang seorang nenek yang hebat sepertimu,,,”
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i ABSTRAK .............................................................................................................. ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................ xi DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xvi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 6 1.3 Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 7 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8 1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................. 8 1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 8 1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 9 1.6 Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 11 2.1 Definisi Diabetes Mellitus ................................................................ 11 2.2 Klasifikasi Diabetes .......................................................................... 12 2.3 Gejala Klinis ..................................................................................... 16
xii
2.4 Patogenesis dan Patofisiologi ........................................................... 18 2.5 Diabetes Mellitus Pada Wanita ......................................................... 20 2.6 Faktor Risiko Diabetes Mellitus ....................................................... 22 2.6.1 Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi ............................. 23 2.6.2 Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi ....................................... 27 2.7 Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus ......................................... 40 2.8 Konsep Kejadian Penyakit Tidak Menular ....................................... 43 2.9 Kerangka Teori ................................................................................. 48 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................ 49 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 49 3.2 Definisi Operasional ......................................................................... 52 3.3 Hipotesis ........................................................................................... 54 BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 55 4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 55 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 56 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 56 4.3.1 Populasi........................................................................................... 56 4.3.2 Sampel ............................................................................................ 57 4.4 Instrumen Penelitian ......................................................................... 59 4.4.1 Data Primer..................................................................................... 60 4.4.2 Data Sekunder ................................................................................ 60 4.5 Pengolahan Data ............................................................................... 60 4.5.1 Pemeriksaan Data (Editing) ......................................................... 61 4.5.2 Pemberian Kode (Coding)............................................................ 61 4.5.3 Penyuntingan Data (Data Editing) .............................................. 61
xiii
4.5.4 Pemasukan Data (Data Entry) ..................................................... 61 4.5.5 Pembersihan Data (Data Cleaning)............................................. 62 4.6 Analisis Data .................................................................................... 62 4.6.1 Analisis Univariat .......................................................................... 62 4.6.2 Analisis Bivariat ............................................................................ 63 BAB V HASIL ..................................................................................................... 65 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 65 5.2 Analisis Univariat ............................................................................ 67 5.2.1 Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok Usia ................................................................................................. 67 5.2.2 Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Wilayah ....... 68 5.2.3 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol ............................... 69 5.2.4 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok Usia ................................................................................................. 71 5.3 Analisis Bivariat................................................................................ 72 BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 74 6.1 Keterbatasan Penelitian.................................................................... 74 6.2 Gambaran Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ......................... 74 6.3 Gambaran dan Risiko Riwayat Melahirkan Bayi Lebih dari 4.000 gram terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ......................... 79 6.4 Gambaran dan Risiko Riwayat Keluarga Mendrita DM terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ............................................ 82
xiv
6.5 Gambaran dan Risiko Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ............................................................... 85 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 90 7.1 Simpulan .......................................................................................... 90 7.2 Saran ................................................................................................ 91 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 93 Lampiran ............................................................................................................. 100
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.9.1 Kerangka Teori …………………………………………………... 48 Bagan 3.1.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………… 51 Bagan 4.1.1 Rancangan Penelitian Case Control .................................................. 56
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.6.1 Hipertensi Menurut Kelompok Usia ................................................. 33 Tabel 2.6.2 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi pe Hari untuk Kelompok Wanita Dewasa Usia 29 - >65 tahun.............................. 38 Tabel 4.3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan P2 dari Penelitian Sebelumnya ……. 59 Tabel 5.2.1
Distribusi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita Berdasarkan Usia saat Diagnosa di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ……………………………………….. 67
Tabel 5.2.2 Distribusi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita Berdasarkan Wilayah di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ………………………………………………………. 68 Tabel 5.2.3 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ………………. 69 Tabel 5.2.4 Gambaran Status Keluarga Menderita DM pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ……………..... 70 Tabel 5.2.5 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 berdasarkan Kelompok Usia pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ……………………………………….. 71 Tabel 5.3.1 Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 …………….… 72
xvii
DAFTAR ISTILAH
BBLR
: Bayi Berat Lahir Rendah
DM
: Diabetes Mellitus
DMG
: Diabetes Mellitus Gestasional
HDL
: High Density Lipoprotein
IDF
: Internasional Diabetes Federation
IMT
: Indeks Massa Tubuh
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia KIE
: Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
LDL
: Low Density Lipoprotein
PERKENI
: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Posbindu
: Pos Pembinaan Terpadu
PTM
: Penyakit Tidak Menular
Puskesmas
: Pusat Kesehatan Masyarakat
Riskesdas
: Riset Kesehatan Dasar
UKBM
: Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
WHO
: World Health Organization
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), diikuti hipertensi, Diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat PTM tidak hanya terjadi di perkotaan melainkan juga perdesaan (Kemenkes RI, 2011). Penyakit Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal tersebut juga menjadi masalah kesehatan yang cukup besar bagi masyarakat dan negara. Diabetes Mellitus sering disebut sebagai The Great Imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan (Baradero dkk, 2005). Pada tahun 2000, 3,2 juta orang meninggal akibat komplikasi yang terkait dengan Diabetes. Di negara-negara dengan prevalensi Diabetes tinggi, seperti wilayah Pacifik dan Timur Tengah, sebanyak satu dari empat kematian pada orang dewasa berusia antara 35 dan 64 tahun adalah akibat Diabetes. Diabetes telah menjadi salah satu penyebab utama penyakit dini dan kematian di sebagian besar negara, terutama melalui peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (CVD). Penyakit kardiovaskular menyebabkan
1
risiko kematian sebesar 50% dan 80% pada penderita Diabetes. Diabetes juga merupakan penyebab utama kebutaan, amputasi dan gagal ginjal (WHO dan IDF, 2004). Penyakit Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang di hasilkan oleh pankreas sehingga dapat menurunkan kadar gula darah (Adiningsih, 2011). Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang Diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang Diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang (PDPERSI, 2011). Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Mellitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan pada hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Sedangkan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Kemenkes RI, 2009). Menurut data survey NCD tahun 2008 di Indonesia, dari seluruh penyebab kematian pada semua usia 3% disebabkan oleh Diabetes (WHO, 2011). Menurut hasil Riskesdastahun 2013 , terjadi peningkatan prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia pada tahun 2007 yakni sebesar 1,1% menjadi 2,1% pada tahun 2013. Hasil analisis gambaran prevalensi
2
Diabetes Mellitus berdasarkan jenis kelamin di Indonesia pada tahun 2013 juga menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes pada wanita lebih banyak (1,7%) dibandingkan pada laki-laki (1,4%). Sedangkan berdasarkan wilayahnya, prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia tahun 2013 lebih besar di perkotaan (2%) dibandingkan dengan di pedesaan (1%). Hasil
penelitian
epidemiologi
di
Jakarta
(daerah
urban)
membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7 % pada tahun 1982 menjadi 5,7 % pada tahun 1993 (Pranoto, 2006). Sementara berdasarkan data Riskesdas2007, prevalensi penyakit Diabetes tertinggi ada pada DKI Jakarta sebesar 2,6% di atas angka nasional sebesar 1,1%. Angka tersebut masih bertahan menurut hasil Riskesdastahun 2013, dimana DKI Jakarta merupakan provinsi kedua terbanyak dengan prevalensi Diabetes Mellitus yakni sebesar 2,5% setelah Yogyakarta (2,6%). Prevalensi Diabetes di Jakarta Selatan adalah 1,9% terbanyak kedua setelah Jakarta Pusat (4,8%) (Nuryati, 2009).
Namun, informasi terkait prevalensi
Diabetes Mellitus di setiap wilayah Kota di DKI Jakarta tahun 2013 belum bisa diketahui. Kejadian Diabetes Mellitus seringkali lebih banyak ditemukan pada daerah perkotaan dibandingkan pada daerah pedesaan. Salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus adalah kurangnya aktivitas fisik. Ternyata berdasarkan hasil Riskesdas2007 didapatkan bahwa masyarakat yang kurang melakukan aktivitas fisik didaerah
3
pedesaan sebesar 42,4% sementara didaerah urban lebih banyak yakni mencapai 57,6% (Kemenkes RI, 2011). Faktor sosial ekonomi, serta adanya perubahan gaya hidup diduga telah menyebabkan peningkatan besaran kasus-kasus penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk dalam hal ini Diabetes Mellitus pada wanita. Perilaku makan yang tidak sehat seperti tinggi lemak, kurang sayur dan buah, makanan asin, makanan manis, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres, serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor risiko penyakit degeneratif, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin dan keturunan (Nuryati dkk, 2009). Penyakit Diabetes Mellitus seringkali dapat dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki, dan juga terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes Mellitus (Gusti & Erna, 2014). Wanita lebih berisiko mengidap Diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses
4
hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita Diabetes Mellitus tipe2 (Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013). Hubungan gaya hidup dan status gizi dengan kejadian Diabetes Mellitus pada wanita dewasa di DKI Jakarta diteliti oleh Siti dan temantemannya pada tahun 2009. Dari sekian variabel yang diteliti berdasarkan analisis multivariat, variabel yang paling berkaitan dengan kejdian DM pada wanita di DKI Jakarta adalah usia ≥45 tahun dan konsumsi makanan atau minuman manis. Sama halnya dengan hasil Riskesdastahun 2013 yang menggambarkan prevalensi Diabetes Mellitus paling banyak di derita oleh penduduk berusia di atas 45 tahun. Hasil pemantauan oleh Direktorat BGM (Bina Gizi Masyarakat) pada tahun 1996-1997 menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan lebih banyak pada kelompok perempuan yakni sebesar 20% sedangkan pada laki-laki sebesar12,8% (Almatsier, 2006). Sebagaimana diketahui dalam berbagai penelitian, bahwa kegemukan atau obesitas merupakan faktor risiko kejadian diabates Mellitus tipe 2 yang cukup besar. Dengan demikian perempuan memiliki risiko yang cukup besar terhadap Diabates Mellitus tipe 2. Selain itu, ada faktor risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 yang sangat melekat pada wanita yakni riwayat Diabetes Gestasional atau riwayat pernah melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram. Masih perlu dilakukan sebuah penelitian untuk membuktikan bahwa variabel tersebut merupakan salah satu faktor risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada wanita.
5
Meskipun telah banyak dilakukan penelitian tentang faktor risiko yang mempengaruhi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2, namun faktor risiko yang ditemukan pada wilayah yang berbeda belum tentu sama. Sehingga masih perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 pada salah satu wilayah tertentu yang belum diketahui. Menurut data dari Sudinkes Jakarta Selatan, kasus baru Diabetes Mellitus di Kecamatan Pesanggrahan meningkat dari 178 kasus pada tahun 2011 menjadi 357 kasus baru pada tahun 2012 (Erviana dkk, 2013). Kemudian pada tahun 2013 berdasarkan laporan puskesmas pesanggrahan, kasus baru Diabetes yang tercatat meningkat menjadi 421 kasus. Jumlah kasus baru Diabetes Mellitus di puskesmas Pesanggrahan semakin meningkat, meskipun Program Pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2 juga sudah dijalankan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan sejak tahun 2008. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta
Selatan.
1.2 Rumusan Masalah Diabetes Mellitus merupakan masalah penyakit tidak menular yang membebani masyarakat karena dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan serta komplikasi. Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia juga terbukti meningkat sejak tahun 2007 hingga sekarang. Dimana prevalensi Diabetes Mellitus selalu lebih tinggi di
6
wilayah perkotaan dari pada di pedesaan. Selain itu, prevalensi Diabetes Mellitus menurut hasil Riskesdastahun 2013 lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan laki-laki. Sebagaimana tercatat dalam data Riskesdastahun 2013, bahwa DKI Jakarta memiliki prevalensi penyakit Diabetes tertinggi kedua diantara provinsi lainnya yakni sebesar 2,5% diatas angka nasional. Sedangkan diantara wilayah Kotamadya di DKI Jakarta, Jakarta Selatan merupakan wilayah kotamadya dengan prevalensi kasus Diabetes Mellitus sebesar 1,9%. Jumlah kasus baru dari tahun 2011 dan 2012 di Puskesmas Pesanggrahan berturut-berturut meningkat mulai dari 178 menjadi 357 kasus. Jumlah tersebut tetap meningkat menjadi 421 kasus baru pada tahun 2013. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta
Selatan tahun 2014.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014 berdasarkan distribusi orang, tempat, dan waktu?
7
2. Bagaimana gambaran faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita (riwayat melahirkan bayi ≥4.000 gr, riwayat keluarga menderita DM, dan riwayat hipertensi) di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan tahun 2014 berdasarkan distribusi
orang, tempat, dan waktu? 3. Apakah riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram, riwayat keluarga menderita DM, dan riwayat hipertensi merupakan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta
Selatan tahun 2014. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014 berdasarkan distribusi orang, tempat, dan waktu. 2. Mengetahui gambaran faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita (riwayat melahirkan bayi ≥4.000 gr, riwayat keluarga menderita DM, dan riwayat hipertensi) di Puskesmas Kecamatan
8
Pesanggrahan
Jakarta Selatan tahun 2014 berdasarkan distribusi
orang, tempat, dan waktu. 3. Mengetahui risiko riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014. 4. Mengetahui risiko riwayat keluarga menderita DM terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014. 5. Mengetahui risiko riwayat hipertensi terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan yang diperoleh peneliti tentang metodologi penelitian, epidemiologi penyakit tidak menular khususnya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2.
b. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan khususnya di perpustakaan besar Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Jakarta, yang
diharapkan bermanfaat sebagai data awal dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
9
c. Bagi Puskesmas dan Masyarakat 1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko apa saja yang mempengaruhi kejadian Diabetes Mellitus khususnya pada penderita Diabetes di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan 2. Menambah pengetahuan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Mellitus. 3. Membantu dalam perencanaan dan pengembangan program pengendalian penyakit Diabetes .
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan pada bulan April-Juni 2014. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
tahun 2014. Yang melakukan
penelitian ini adalah mahasiswi kesehatan masyarakat angkatan 2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Disain penelitian yang digunakan adalah disain case control study dengan Purposive
Sampling sebagai tehnik
pengambilan sampel. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat berdasarkan distribusi orang, tempat, dan waktu serta analisis bivariat terhadap beberapa variabel faktor risiko dengan menggunakan uji OR.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diabetes Mellitus Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Mellitus
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes Mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebih nilai normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006). Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hiperlipidemia. Gejala yang timbul disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin atau ada insulin yang cukup tetapi tidak efektif. Diabetes Mellitus seringkali
11
dikaitkan dengan gangguan sistem mikrovaskular dan makrovaskular, gangguan neuropatik, dan lesi dermopatik (Baradero dkk, 2005). Diabetes adalah suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat menghasilkan insulin (hormon pengatur gula darah) atau insulin yang dihasilkan tidak mencukupi atau insulin tidak bekerja dengan baik. Oleh karena itu akan menyebabkan gula darah meningkat saat diperiksa. Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nepropati, gangren, dan lainnya (Mihardja, 2009). Seseorang dinyatakan menderita Diabetes Mellitus apabila pada pemeriksaan laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah dalam keadaan puasa pagi hari ≥126 mg/dL atau 2 jam sesudah makan ≥200 mg/dL atau bila sewaktu/sesaat diperiksa >200mg/dL. Diabetes merupakan suatu penyakit atau kelainan yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengubah makanan menjadi energy (Soegondo, 2008).
2.2 Klasifikasi Diabetes Penyakit Diabetes diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis diantaranya adalah:
12
1) `Diabetes Mellitus Tipe 1 DM tipe 1 sering dikatakan sebagai Diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “Juvenile Onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun. Sedangkan istilah “Insulin dependent” diberikan karena penderita Diabetes Mellitus sangat bergantung dengan tambahan insulin dari luar. Ketergantungan insulin tersebut terjadi karena terjadi kelainan pada sel beta pankreas sehingga penderita mengalami defisiensi insulin. Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin (Omar dalam Poretsky, 2010).
Diabetes tipe ini ditandai dengan insulinopenia berat dan ketergantungan pada insulin eksogen untuk mencegah ketosis dan agar tetap hidup. Diabetes tipe 1 juga bisa disebut IDDM (Diabetes Mellitus tergantung insulin) (Behrman, 2000).
13
2) Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes Tipe 2 disebabkan oleh gabungan resistensi perifer terhadap kerja insulin dengan respons kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat oleh sel-sel beta pankreas. Tipe ini disebut juga Diabetes Mellitus Tidak Bergantung Insulin (DMTTI) atau non insulin dependent (Robins and Cotran, 2006). Peningkatan prevalensi DM Tipe 2 dipengaruhi oleh faktor resiko Diabetes Mellitus. Faktor yang tidak dapat di modifikasi diantaranya usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, sedangkan faktor yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola makan yang sehat, aktifitas fisik, dan merokok (Adiningsih, 2011).
Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2, produksi insulin masih dapat dilakukan, tetapi tidak cukup untuk mengontrol kadar gula darah. Ketidakmampuan insulin dalam bekerja dengan baik tersebut disebut dengan resistensi insulin. Diabetes Mellitus Tipe 2 biasanya terjadi pada orang yang lanjut usia dan mereka hanya mengalami gejala yang ringan. Diabetes Mellitus Tipe 2 juga pada umumnya disebabkan oleh obesitas (Charles & Anne, 2010).
Orang yang gemuk dan memiliki riwayat keluarga dengan riwayat DM berisiko tinggi untuk terkena Diabetes Melitus tipe 2. Obesitas bisa juga dikaitkan dengan pola makan dan pola hidup yang monoton. Resistensi insulin dapat menghalangi absorpsi glukosa ke
14
dalam otot dan sel lemak sehingga glukosa dalam darah meningkat. Hiperglikemia ini dapat meningkatkan perlawanan terhadap insulin dan memperberat hiperglikemia. Begitu juga dengan resistensi insulin yang meningkat dengan adanya obesitas (Baradero dkk, 2005).
Apabila otot dan sel lemak menjadi resisten terhadap insulin, maka akan menimbulkan lingkaran setan. Kompensasi terhadap perlawanan ini akan timbul. Pulau Langerhans dari pankreas akan menghasilkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan gula darah dalam kadar yang normal. Akan tetapi akhirnya, pankreas tidak dapat lagi meneruskan kompensasi dan berhenti menghasilkan insulin. Selain itu, masih ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resistensi insulin
seperti
lansia
karena
berkurangnya
massa
otot
dan
meningkatnya sel lemak (Baradero dkk, 2005).
3) Diabetes Gestasional Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung. Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan dan sebagian penderita akan kembali normal pada setelah melahirkan (Kemenkes RI, 2008). Patofisiologi Diabetes Mellitus Gestasional mirip dengan Diabetes Mellitus tipe 2. Dimungkinkan bahwa 30-50% penderita Diabetes Mellitus Gestasional
15
data berkembang menjadi Diabetes Mellitus tipe 2 dalam kurun waktu 10 tahun (Davey, 2005). Kehamilan berhubungan erat dengan Diabetes. Kontrol gula darah yang buruk dapat menyebabkan komplikasi terhadap ibu dan anak yang dilahirkan. Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian kesehatan ibu dan anak CEMACH, bahwa meskipun peningkatan kontrol Diabetes sudah dilakukan oleh sang ibu, bayi yang dilahirkan masih berisiko terkena komplikasi. Bayi yang dilahirkan oleh ibu enderita Diabetes bersiko (Charles & Anne, 2010): a. Meninggal 5 kali lebih besar b. Cacat 2 kali lebih besar c. Dilahirkan dengan bobot >4 kg atau 2 kali lebih besar
2.3 Gejala Klinis Berikut ini merupakan gejala yang umumnya dirasakan oleh penderita Diabetes Mellitus (Tobing dkk, 2008): 1) Sering buang air kecil. Tingginya kadar gula dalam darah yang dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau cairan tubuh maka buang air kecil menjadi lebih banyak. Bahkan tidur di malam hari kerap terganggu karena ingin buang air kecil. 2) Haus dan banyak minum. Banyaknya urin yang keluar menyebabkan cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan akan air minum meningkat.
16
3) Fatigue/ lelah , muncul karena energy menurun akibat berkurangnya glukosa dalam jaringan dan sel. Kadar gula dalam darah yang tinggi tidak bisa optimal masuk dalam sel disebabkan oleh menurunnya fungsi insulin sehingga orang yang menderita Diabetes kekurangan energi. 4) Pusing dan berkeringat serta tidak dapat berkonsentrasi. Hal tersebut disebabkan
oleh
mengkonsumsi
menurunnya
gula,
reaksi
kadar pankreas
gula.
Setelah
meningkat
seseorang
menimbulkan
hipoglikemik. 5) Meningkatnya berat badan disebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat karena hormone lainnya juga terganggu. 6) Gatal disebabkan oleh mengeringnya kulit akibat gangguan regulasi cairan tubuh. 7) Gangguan imunitas. Meningkatnya kadar glukosa dalam darah menyebabkan penderita Diabetes rentan terhadap infeksi. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel darah putih. 8) Gangguan mata. Penglihatan berkurang disebabkan oleh perubahan cairan dalam lensa mata. Pandangan akan tampak berbayang karena kelumpuhan pada otot mata. 9) Polyneuropathy atau gangguan sensorik pada saraf peripheral di kaki dan tangan.
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbgai
17
macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai ketika seseorang pergi ke pelayanan kesehatan dan diperiksa kadar glukosa darahnya. Terkadang gambaran klinik dari Diabetes Mellitus tidak jelas dan baru ditemukan pada saat pemeriksaan skrining atau pemeriksaan untuk penyakit lain (Misnadiarly, 2006).
2.4 Patogenesis dan Patofisiologi Apabila jumlah atau dalam fungsi insulin mengalami defisiensi, hiperglikemia akan timbul sehingga menyebabkan Diabetes. Kekurangan insulin bisa absolut apabila pancreas tidak menghasilkan sama sekali insulin atau menghasilkan insulin, tetapi dalam jumlah yang tidak cukup, misalnya yang terjadi pada DM tipe 1. Kekurangan insulin dikatakan relatif apabila pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah yang normal, tetapi insulinnya tidak bekerja secara efektif. Hal ini terjadi pada penderita DM tipe 2, dimana telah terjadi resistensi insulin. Baik kekurangan insulin absolut maupun relatif akan mengakibatkan gangguan metabolism bahan bakar, untuk melangsungkan fungsinya, membangun jaringan baru, dan memperbaiki jaringan (Baradero dkk, 2005). Hormon insulin adalah hormon anabolik yang mendorong penyimpanan zat gizi: penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasigliserol di hati dan penyimpanannya
18
di jaringan adipose, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot rangka. Hormon ini juga meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh hati. Insulin meningkatkn penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang transport glukosa ke dalam otot dan jaringan adipose. Pada saat yang sama, insulin bekerja menghambat mobilisasi bahan bakar . Hormon insulin merupakan hormon polipeptida yang disintesis oleh sel beta pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin (Marks dkk, 2000). Insulin bekerja pada hidratarang, lemak, serta protein, dan kerja insulin ini pada dasarnya bertujuan untuk mengubah arah lintasan metabolik sehingga gula, lemak, dan asam amino dapat disimpan serta tidak terbakar habis. Jika tidak ada insulin, lemak, gula, dan asam-asam amino tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga unsur-unsur gizi tersebut tetap berada di dalam plasma. Sebagai akibatnya, sel-sel tubuh mengalami starvasi dan terjadi peningkatan kadar glukosa, kolesterol, serta lemak (Jordan, 2002). Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat
berbeda-beda.
Fungsi
metabolisme
utama
insulin
untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
19
2.5 Diabetes Mellitus Pada Wanita Wanita lebih rentan menderita penyakit kronis, seperti Diabetes, dan menderita cacat dibandingkan dengan laki-laki. Diperkirakan tahun 2015-2050 bahwa mayoritas kasus Diabetes Mellitus terjadi pada wanita. Menurut Dinas Kesehatan Task Force Amerika Serikat, masalah Diabetes pada wanita merupakan masalah yang sangat penting, karena terdapat kaitan antara kehamilan dengan kejadian Diabetes Mellitus (CDC, 2011). Diabetes kemungkinan menjadi sangat berat bagi perempuan. Beban Diabetes pada wanita adalah unik karena penyakit ini dapat mempengaruhi baik ibu dan anak-anak mereka yang belum lahir. Diabetes dapat menyebabkan kesulitan selama kehamilan seperti keguguran atau bayi lahir dengan cacat lahir. Wanita dengan Diabetes juga lebih mungkin untuk memiliki serangan jantung, dan pada usia yang lebih muda, daripada wanita tanpa Diabetes (American Diabetes Association). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa banyak faktor risiko untuk Diabetes seperti berat badan, obesitas, kurangnya aktivitas fisik yang lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dalam semua sub kelompok populasi (CDC, 2001). Salah satu contohnya adalah sebuah penelitian deskriptif tentang faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 yang dilakukan di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada Mei-Oktober 2011. Didapatkan bahwa 57% dari 138 kasus baru Diabetes Mellitus tipe 2 di rumah sakit tersebut adalah perempuan.
20
Riskesdastahun 2007 menyatakan bahwa 48.2 persen penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik, dimana kelompok perempuan yang kurang melakukan aktivitas fisik (54.5 persen) lebih tinggi dari pada kelompok laki-laki (41,4 persen). Selain itu kurang melakukan aktivitas fisik didaerah rural sebesar 42,4 persen sementara didaerah urban kurang melakukan aktivitas fisik telah mencapai 57,6 persen (Kemenkes RI, 2011). Selain Diabetes Mellitus tipe 2, wanita bisa mengalami jenis Diabetes Mellitus gestasional yakni Diabetes yang terjadi saat hamil. Sebuah penelitian dilakukan oleh Ifan dan dua orang temannya pada tahun 2012 untuk mengetahui faktor risiko kejadian preDiabetes/ Diabetes Mellitus gestasional di RSIA Sitti Khadijah I Kota Makassar. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa usia ibu hamil dan riwayat overweight merupakan faktor risiko kejadian preDiabetes/ Diabetes melitus gestasional. Dampak yang ditimbulkan oleh ibu penderita Diabetes melitus gestasional adalah ibu berisiko tinggi terjadi penambahan berat badan berlebih, terjadinya preklamsia, eklamsia, bedah sesar, dan komplikasi kardiovaskuler hingga kematian ibu. Setelah persalinan terjadi, maka penderita berisiko berlanjut terkena Diabetes tipe 2 atau terjadi Diabetes gestasional yang berulang pada masa yang akan datang. Sedangkan bayi yang lahir dari ibu yang mengalami Diabetes gestasional berisiko tinggi untuk terkena makrosomia, trauma kelahiran (Pratama dkk, 2012) . 21
Menjaga kesehatan wanita sangatlah penting. Dengan mengetahui risiko kejadian penyakit pada wanita, berguna untuk menentukan upayaupaya pencegahan penyakit pada wanita termasuk Diabetes Mellitus. Jika perkembangan Diabetes Mellitus pada wanita tidak segera dikendalikan dan dicegah, tentu akan mepengaruhi status kesehatan masyarakat, dimana wanita memilki tugas penting dalam status reproduksi seperti melahirkan keturunan. Menjaga kesehatan wanita bukan hanya berharga bagi keluarga, tetapi juga untuk masyarakat dan negara.
2.6 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Risiko adalah probabilitas atau kemungkinan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan. Sedangkan Faktor risiko atau Risk Factor merupakan salah satu istilah dari risiko berupa penjabaran dari faktorfaktor determinan epidemiologi suatu penyakit yang menentukan kemungkinan terjadinya suatu penyakit. Faktor risiko bisa berupa karakteristik, perilaku, gejala, atau keluhan dari seseorang yang tidak menderita yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insiden sebuah penyakit (Bustan, 2008). Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit multifaktoral dengan komponen genetik dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian faktor dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian lainnya
22
tidak dapat diubah. Faktor risiko Diabetes Mellitus antara laian adalah kadar glukosa darah yang tinggi, riwayat keluarga menderita DM, obesitas, kurang aktivitas fisik, usia, hipertensi, riwayat DM saat hamil, dan Sindrom Polikistik pada wanita (Michael dkk, 2005). Pengukuran faktor risiko DM dilakukan terhadap masyarakat yang berusia 20 tahun ke atas sesuai dengan jenis faktor risiko yang disebutkan pada consensus PERKENI 2006 (Kemenkes RI, 2008). Ruang Lingkup Faktor Risiko DM dibagi atas dua faktor yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
2.6.1 Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi Faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi (unmodifiable risk factor), Faktor risiko yang sudah melekat pada seseorang sepanjang hidupnya. Sehingga faktor risiko tersebut tidak dapat dikendalikan. Faktor risiko DM yang tidak dapat di modifikasi antara lain: 1) Ras dan Etnik Ras atau etnik yang dimaksud adalah seperti suku atau kebudayaan setempat dimana suku atau budaya dapat menjadi salah satu faktor risiko DM yang berasal dari lingkungan. Biasanya, penyakit yang berhubungan dengan ras atau etnik pada umumnya berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan (Masriadi, 2012).
23
2) Usia Usia merupakan salah satu karakteristik yang melekat pada host atau penderita penyakit. Usia mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya fisik, serta sifat resistensi tertentu. Usia juga berhubungan erat dengan sikap dan perilaku, juga karakteristik tempat dan waktu. Perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut usia sangat berhubungan dengan perbedaan tingkat keterpaparan dan proses patogenesis (Masriadi, 2012). Hasil analisis multivariat pada penelitian ” Gaya Hidup dan Status Gizi Serta Hubungannya Dengan Diabetes Mellitus Pada Wanita Dewasa di DKI Jakarta ” menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko
Diabetes Mellitus pada perempuan dewasa antara lain usia > 45 tahun baik pada wanita obes maupun tidak obes. Dalam penelitian Radio Putro tentang “Studi Kasus di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi” bahwa salah satu faktor risiko yang terbukti berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 adalah usia≥ 45 tahun. Diabetes seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia tua karena pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis menurun dan terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga
24
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal (Gusti & Erna, 2014)
3) Riwayat Keluarga Menderita DM Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan DM (Ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan). Risiko seorang anak mendapat DM tipe 2 adalah 15% bila salah seorang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% bilamana kedua-duanya menderita DM. Pada umumnya apabila seseorang menderita DM
maka saudara kandungnya mempunyai risiko
DM sebanyak 10% (Kemenkes RI, 2008).
Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu (Trisnawati & Soedijono, 2013).
4) Pernah melahirkan Bayi dengan Berat Badan ≥4.000 gram. Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram dianggap berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus baik tipe 2 maupun gestasional. Wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg (4.000
25
gram/ 9 pounds) biasanya dianggap sebagai praDiabetes (Lanywati, 2001).
5) Riwayat lahir dengan berat badan <2500 gram. Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ialah apabila seseorang ketika lahir dengan berat badan <2500 gram. Seseorang yang lahir dengan BBLR dimungkinkan memiliki kerusakan pankreas sehingga kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu. Hal tersebut menjadi dasar mengapa riwayat BBLR seseorang dapat berisiko terhadap kejadian BBLR (Kemenks, 2008).
Sebuah penelitian cross sectional di Cina dilakukan tehadap 973 orang dewasa dari tahun 2002-2004 untuk mengetahui hubungan berat badan saat lahir dengan risiko penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Didapatkan bahwa responden dengan kadar gula darah tinggi lebih banyak ditemukan pada kelompok subjek dengan BBLR (<2500 gram). Sehingga disimpulkan bahwa status BBLR sebagai variabel independen berhubungan dengan risiko penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 (Tian dkk, 2006).
26
2.6.2 Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat di modifikasi (Modifiable risk factor) artinya faktor risiko ini akan bisa di hindari dengan memodifikasi atau di siasati dengan tindakan tertentu sehingga faktor risiko itu menjadi tidak ada lagi. Faktor risiko yang bisa di modifikasi : 1) Obesitas (IMT lebih dari 25kg/m2)
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan (Gusti & Erna, 2014). Indeks masa tubuh orang dewasa normalnya ialah antara 18,5-25 kg/m2. JIka lebih dari 25 kg/m2 maka dapat dikatakan seseorang tersebut mengalami obesitas.
Sebuah penelitian dilakukan oleh Shara dan Soedijono pada tahun 2012 untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Dengan disai studi cross sectional didapatkan bahwa usia, riwayat keluarga, aktfivitas fisik, tekanan darah, stres dan kadar kolestrol berhubungan dengan kejaidan DM Tipe 2. Variabel yang sangat memiliki
27
hubungan dengan kejadian DM Tipe 2 adalah Indekx Massa Tubuh.
Pada pasien Diabetes tipe 2, pankreas yang memproduksi insulin sebagian rusak. Sehingga insulin tidak dapat dihasilkan dalam jumlah yang cukup. Kegemukan melambangkan seperti seakanakan lubang kunci pada sel-sel berubah bentuk sehingga diperlukan lebih banyak insulin. Namun peningkatan kebutuhan insulin tersebut tidak dapat dipenuhi. Sebagai akibatnya, konsentrasi glukosa darah menjadi tinggi (Soegondo, 2008).
Ambilan (uptake) glukosa oleh sel yang meliputi sel otak, sel darah merah, sel mukosa usus, tubulus renalis, dan plasenta. Di bawah pengaruh insulin, sel-sel tersebut menggunakan glukosa sebagai bahan bakar dan bukan lemak atau protein. Efek samping utama yang ditimbulkan oleh insulin adalh hipoglikemia. Pada saat melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik, akan terjadi mekanisme lain yang digunakan oleh otot yang sedang melakukan exercise (latihan fisik) untuk mengambil glukosa tanpa bergantung pada insulin (Jordan, 2002).
2) Obesitas abdominal
Kelebihan lemak di sekitar otot perut berkaitan dengan gangguan metabolik, sehingga mengukur lingkar perut merupakan salah
28
satu cara untuk mengukur lemak perut (Balkau, 2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dkk pada tahun 2013 di Puskesmas Kecamatan Denpasar Selatan menunjukkan bahwa orang yang mengalami obesitas abdominal (Lingkar perut pria >90 cm dan wanita >80 cm) berisiko 5,19 kali menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (95% CI 2,31-11,68).Hal ini dapat dijelaskan bahwa obesitas sentral khususnya di perut yang digambarkan oleh lingkar pinggang lebih sensitif dalam memprediksi gangguanm akibat resistensi insulin pada DM tipe 2 (Trisnawati dkk, 2013).
Pada orang yang obes, terjadi peningkatan pelepasan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) dari lemak visceral (lemak pada rongga perut) yang lebih resisten terhadap efek metabolik insulin dan lebih sensitif terhadap hormon lipolitik. Peningkatan FFA menyebabkan hambatan kerja insulin sehingga terjadi kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan produksi glukosa hepatik melalui proses glukoneosis (Kemenkes RI, 2008).
Peningkatan jumlah lemak abdominal mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas insulin (Kemenkes RI, 2008). Itulah sebabnya mengapa obesitas abdominal menjadi berisiko terhadap kejadian
29
Diabetes Mellitus. Untuk megukur obesitas abdominal ialah dengan cara mengukur lingkar perutnya. Obesitas abdominal ialah jika lingkar perut pada laki-laki >90 cm, sedangkan pada wanita >80 cm.
3) Kurangnya aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik dan obesitas merupakan faktor yang paling penting dalam peningkatan kejadian Diebets Mellitus tipe 2 di seluruh dunia (Rios, 2010). Menurut WHO yang dimaksud dengan aktifitas fisik adalah kegiatan paling sedikit 10 menit tanpa henti dengan melakukan kegiatan fisik ringan, sedang dan berat.
Aktifitas
berat
adalah
pergerakan
tubuh
yang
menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya. Contohnya mengangkat air, mendaki, berjalan cepat, mengangkat beban, tenis tunggal, badminton tunggal, marathon, mencangkul dan menebang pohon. Aktivitas sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar atau dengan kata lain adalah bergerak yang menyebabkan nafas lebih sedikit lebih cepat dari biasanya. Contohnya pekerjaan rumah tangga (mencuci baju dengan tangan, mengepel, menimba air), tenis ganda, badminton ganda, berenang dan berjalan membawa beban. Sedangkan contoh aktifitas ringan adalah berjalan dan
30
pekerjaan kantor seperti mengetik. Dengan kata lain, aktivitas fisik
adalah
setiap
gerakan
tubuh
yang
meningkatkan
pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu (Kemenkes RI, 2011). Latihan olah raga secara teratur dapat membantu meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, yang membantu menjaga kadar gula darah dalam kisaran normal. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada pria yang diikuti selama 10 tahun, untuk setiap 500 kkal yang dibakar per minggu melalui latihan, ada penurunan 6% risiko relatif untuk pengembangan Diabetes. Penelitian itu juga mencatat manfaat yang lebih besar pada pria yang lebih gemuk. Penggolongan aktivitas fisik menurut WHO yang sesuai dengan pengendalian faktor risiko DM adalah dengan melakukan latihan fisik sedang sampai berat selama 30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan seminggu tiga kali merupakan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani (Kemenkes RI, 2008).
Kegiatan fisik dan olahraga teratur sangatlah penting selain untuk menghidari kegemukan, juga untuk mencegah terjadinya diabete Mellitus tipe 2. Pada waktu bergerak, otot-otot memakai
31
lebih banyak glukosa daripada pada waktu tidak bergerak. Dengan demikian kosentrasi glukosa darah akan turun. Melalui olahraga/kegiatan jasmani, insulin akan bekerja lebih baik, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel otot untuk dibakar (Soegondo, 2008).
Hasil penelitian Fitriyani di Kota Cilegon padatahun 2012 menunjukkan bahwa orang yang aktivitas sehari-harinya ringan memiliki risiko 2,68 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktivitas fisik sehari-harinya sedang dan berat.
4) Hipertensi (lebih dari 140/90 mmHg)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik yang tingginya tergantung usia individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, usiadan tingkat stres yang di alami. Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistol tanpa disertai eningkatan diastol lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastol tanpa disertai peningkatan tekanan sistol lebih sering terdapat pada dewasa muda. (Tambayong, 1999).
32
Tabel 2.6.1 Hipertensi Menurut Kelompok Usia Keompok Usia
Normal (mm Hg)
Hipertensi (mm Hg)
Bayi
80/40
90/60
Anak 7-11 tahun
100/60
120/80
Remaja 12-17 tahun
115/70
130/80
Dewasa 20-45 tahun
120-125/75-80
135/90
135-140/85
140/90-160/95
159/85
160/95
45-65 tahun >65 tahun
Sumber: (Tambayong, 1999)
Hubungan antara hipertensi dengan Diabetes Mellitus sangat kuat karena beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi
yaitu
peningkatan
tekanan
darah,
obesitas,
dislipidemia dan peningkatan glukosa darah . Hipertensi adalah suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati. Prevalensi populasi hipertensi pada Diabetes adalah 1,5-3 kali lebih tinggi daripada kelompok pada non Diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi sangat penting untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada individu dengan Diabetes. Pada Diabetes tipe 1, adanya hipertensi sering diindikasikan adanya Diabetes nefropati.
33
Selain menjadi faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2, hipertensi juga merupakan kondisi umum yang biasanya berdampingan dengan DM dan memperburuk komplikasi DM dan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Mangesha, 2007). Berdasarkan penelitian kohort yang dilakukan oleh David Conen dkk (2007) pada wanita yang sehat menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi (selama 10 tahun masa pengamatan) bisa berkembang menjadi Diabetes Mellitus tipe 2. Disimpulkan bahwa wanita yang memiliki tekanan darah tinggi memiliki risiko yang tinggi terkena Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan wanita yang tekanan darahnya normal.
Disfungsi endotel bisa menjadi salah satu patofisiologi umum yang menjelaskan hubungan kuat antara tekanan darah dan Kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penanda disfungsi endotel berhubungan dengan omset Diabetes dan disfungsi endotel berkaitan erat dengan tekanan darah dan hipertensi (Conen dkk, 2007).
Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes melitus disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam
34
darah menjadi terganggu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiardani dkk tahun 2010, membuktikan bahwa orang yang hipertensi berisiko 2,3 kali untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2.
5) Dislipidemia(HDL < 35mg/dl dan atau trigliserida >250mg/dl)
Dislipidemia adalah suatu perubahan kadar normal komponen lipid darah, dapat meningkat (misalnya kolesterol, trigliserid, LDL dan lainnya) atau menurun (misalnya HDL) (Tapan, 2005).
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah salah satu komponen dalam trias sindrom metabolik selain Diabetes dan hipertensi (Pramono, 2009).
6) Pola Konsumsi tidak sehat (unhealthy diet)
Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna makanan, usia, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil, menyusui. Untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral) dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Di samping itu,
35
manusia memerlukan air dan serat untuk memperlancar berbagai proses faali dalam tubuh (Kemenkes RI, 2002).
Peningkatan asupan buah-buahan dan sayuran telah disahkan sebagai kebijakan kesehatan masyarakat untuk indikator pola hidup sehat. Pengurangan asupan lemak dan peningkatan serat telah dilihat sebagai alasan umumuntuk peningkatan konsumsi buah dan sayuran. Peningkatan asupan serat dapat memperbaiki kontrol glikemik pada Diabetes (Jenkins, 2003).
Diet sehat yang berkaitan dengan penyakit Diabetes adalah konsumsi sayur dan buah sebagai asupan serat untuk membantu metabolisme. Sedangkan konsumsi gula atau makanan yang terlalu manis dengan jumlah yang sangat berlebihan dapat menimbulkan risiko Diabetes Mellitus. Penelitian yang dilakukan oleh Sufiati dan Erma pada tahun 2012, membuktikan bahwa asupan serat berhubungan erat dengan kadar gula darah, kolesterol total dan status gizi pada penderita Diabetes Mellitus.
Serat pangan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi glukosa post-prandial dan respon insulin. Efek dari berbagai komponen serat makanan berperan dalam pencegahan dan manajemen dari berbagai penyakit, termasuk Diabetes tipe 2, sejak tahun tujuh puluhan. Serat bisa meningkatkan sensitivitas insulin. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa asupan
36
serat
makanan
yang
relatif
rendah
secara
signifikan
meningkatkan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 (Steyn, 2004).
Hanya karbohidrat yang akan mengakibatkan glukosa darah meningkat. Karbohidrat sendiri terdiri dari karbohidrat kompleks dan sederhana. Karbohidrat kompleks misalnya terdapat dalam nasi, kentang, mie, ubi. Sedangkan contoh karbohidrat sederhana seperti gula pasir, glukosa, maltose, dan laktosa. Karbohidrat kompleks diubah dalam usus melalui proses pencernaan menjadi bagian lebih kecil seperti glukosa. Kedua macam karbohidrat ini mempunyai dampak yang sama terhadap konsentrasi glukosa dalam darah (Soegondo, 2008).
Penyakit kronik seperti Diabetes Mellitus tipe 2 muncul sebagai akibat dari perubahan gaya hidup. Kebiasaan dan rutinitas yang merugikan memiliki kekuatan untuk merusak kesehatan. Gaya hidup sedentarial (banyak duduk), kebiasaan merokok, minum alkohol, diet tinggi lemak dan kurang serat, obesitas, stress serta mengkonsumsi narkoba dan bahan kimia pengawet bisa menjadi faktor penyebab terjadinya penyakit kronik termasuk Diabetes Mellitus (Suharjo & Cahyono, 2008).
Makan-makanan manis yang berlebihan tidak akan menyebabkan penyakit DM, tetapi jika konsumsinya sangat berlebihan akan menyebabkan kegemukan dan menderita DM (Erik, 2005).
37
Konsumsi gula yang berlebihan akan menyebabkan konsumsi energi yang berlebih dan disimpan dalam jaringan tubuh/lemak. Apabila hal ini berlangsung lama dapat mengakibatkan kegemukan (Kemenkes RI, 2002).
Tabel 2.6.2 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi pe Hari untuk Kelompok Wanita Dewasa Usia 29 - >65 tahun Bahan Makanan
Ukuran Porsi
Nasi
4 porsi
Sayuran dan Buah Tempe (Protein Nabati) Daging (Protein Hewani) Susu Minyak
3-5 porsi (1 p buah = 1 buah /50 gr pisang) (1 p sayur = 100 gram sayur) 3 porsi (1 p = 2 potong sedang) 3 porsi (1 p = 1 potong sedang/ 50 gr) 1 porsi (1 p = 1 gls/ 200 gr) 3-4 porsi (1 p = 1 sdm)
Gula
2 porsi (1p = 1 sdm)
Sumber: (Kemenkes RI, 2002)
7) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko terkenal dalam banyak penyakit, termasuk berbagai
jenis kanker dan penyakit
kardiovaskular termasuk Diabetes Mellitus. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko untuk Diabetes Mellitus tipe 2. Merokok telah diidentifikasi sebagai
38
faktor risiko yang memungkinkan untuk terjadinya resistensi insulin. Merokok juga telah terbukti menurunkan metabolisme glukosa yang dapat menyebabkan timbulnya Diabetes Mellitus tipe 2. Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko Diabetes melalui mekanisme indeks massa tubuh. Merokok juga telah dikaitkan dengan risiko pankreatitis kronis dan kanker pankreas, menunjukkan bahwa asap rokok dapat menjadi racun bagi pancreas (ASH, 2012).
Merokok meningkatkan kejadian Diabetes dan memperburuk homeostasis glukosa dan komplikasi Diabetes kronis. Dalam komplikasi mikrovaskuler, onset dan perkembangan nefropati Diabetes sangat berhubungan dengan merokok. Merokok dikaitkan
dengan
dyslipidemia. Dalam
resistensi
insulin,
komplikasi
peradangan
dan
makrovaskuler, merokok
dikaitkan dengan kejadian 2 sampai 3 kali lebih tinggi PJK dan kematian. Namun, pencegahan merokok dan berhenti merokok mungkin tidak cukup ditekankan dalam Diabetes klinik (Chang, 2012).
Pada penelitian dengan disain studi case control di daerah pedesaan Kancheepuram District of Tamil Nadu ditemukan bahwa orang yang merokok> 10 batang / hari berisiko lebih tinggi (OR = 7.15) bila dibandingkan dengan perokok ringan.
39
Ditemukan pula bahwa ada 5 kali peningkatan risiko Diabetes pada perokok lebih dari 20 tahun (Venkatachalam, 2012).
Sebuah
tinjauan
sistematis
dilakukan
terhadap
25
studi
menemukan bahwa ada hubungan antara merokok aktif dan peningkatan risiko Diabetes. Risiko yang berhubungan dengan merokok Diabetes meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap. The Cancer Prevention Study 1, sebuah studi kohort menemukan bahwa wanita yang merokok lebih dari 40 batang sehari memiliki 74% peningkatan risiko Diabetes, sedangkan risiko pada laki-laki meningkat 45% . Ada juga beberapa bukti, termasuk sebuah studi kohort tahun 2011 lebih dari 10.000 orang, yang menunjukkan bahwa paparan asap rokok dapat menjadi faktor risiko untuk pengembangan Diabetes Mellitus tipe 2 (ASH, 2012).
2.7 Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus Masalah Diabetes Mellitus di Indonesia cukup besar sehingga, Kementerian Kesehatan RI memprioritaskan pengendalian DM diantara gangguan penyakit metabolik lainnya selain penyakit penyerta seperti hipertensi, jantung korononer dan stroke. Kementerian Kesehatan saat ini fokus pada pengendalian faktor risiko DM melaui upaya promotif dan preventif dengan tidak mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Saat ini pelayanan DM sudah dilaksanakan di Puskesmas dengan pemberian
obat
sesuai
kemampuan
40
daerah
masing-masing,
Pada
penyandang DM rujuk balik dari Rumah Sakit yang merupakan peserta askes dapat diberikan obat oral maupun suntikan selama 30 hari atau sesuai rekomendasi dokter RS (Kemenkes RI, 2013). Upaya pencegahan Diabetes Mellitus di Indonesia terdiri dari upaya pencegahan prmer, sekunder dan tersier. Upaya tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Pencegahan Primer Sasaran dari program pencegahan primer penyakit Diabetes Mellitus adalah kelompok masyarakat sehat. Kegiatan pokoknya berupa penggerakan peran serta masyarakat dalam PHBS (mencakup perilaku
tidak
merokok,
meningkatkan
aktivitas
fisik,
serta
menerapkan pola konsumsi yang sehat). Selain itu dilakukan deteksi dini faktor risiko DM tipe 2 secara rutin melalui UKBM seperti Posbindu, serta peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi faktor risiko DM (Kemenkes RI, 2008).
b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dilakukan terhadap populasi berisiko dan penderita DM. Kegiatan pengendalian meliputi penatalaksanaan faktor risiko bagi populasi berisiko melalui pelayanan kesehatan dasar dan UKBM. Sedangkan untuk penatalaksanaan kasus DM secara efektif leh petugas kesehatan. KIE juga diberikan kepada pasien dan keluarganya untuk perawatan dan pencegahan komplikasi akiat DM.
41
pencegahan sekunder bagi pasien DM bertujuan untuk melindungi pasien dari komplikasi (Kemenkes RI, 2008).
Penderita Diabetes Mellitus tidak bisa sembuh secara total, sehingga diperlukan upaya perubahan gaya hidup seperti pola makan, aktivitas fisik, serta mengkonsumsi obat secara rutin. Pengaturan pola makan dilakukan untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah (David dan Linda, 2010).
c. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dilakukan kepada pasien DM yang telah mengalami komplikasi. Pencegahan berupa perawatan luka dan gangguan fungsi organ tubuh lainnya akibat komplikasi DM. Pencegahan tersier pada pasien DM dilakukan untuk mencegah kecacatan dan kematian (Kemenkes RI, 2008). Biasanya komplikasi yang paling sering dialami penderita DM adalah infeksi pada kaki yang bahkan bisa menyebabkan amputasi pada kaki bila sudah memburuk. Oleh karena itu perawatan kaki bagi penderita DM sangat diperlukan.
42
2.8 Konsep Kejadian Penyakit Tidak Menular Setelah teori kejadian penyakit menular mulai berkembang sehingga masalah kesehatan dapat teratsi, timbul pula masalah berbagai penyakit menahun/tidak menular yang unsur dan faktor penyebabnya sangat berkaitan erat dengan faal/fungsi tubuh, mutasi dan sifat resistensi tubuh, dan pada umumnya terdiri dari berbagai faktor yang saling kait mengait. Keadaan ini sangat erat hubungannya dengan berbagai pengamatan epidemiologi terhadap gangguan kesehatan. Dan pada saat ini, teori tentang faktor penyebab penyakit tidak dapat dipisahkan dengan berbagai faktor yang berperan dalam proses kejadian penyakit (Timmreck, 2001). Terjadinya suatu penyakit tidak hanya ditentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat dipengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya. Oleh sebab itu, perlu dipahami bahwa dalam setiap proses terjadinya penyakit terdapat
penyebab majemuk (multiple causation)
(Timmreck, 2001). Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular atau bisa juga disebut dengan penyakit kronis. Penyakit kronis adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap, dan sering kambuh. Dr.Robert Koch mengembangkan beberapa panduan untuk faktor etiologi dan faktor
43
kausalitas penyakit kronis (Timmreck, 2001). Adapun postulat kausalitas penyakit kronis adalah sebagai berikut: 1) Karakteristik penyakit kronis yang dicurigai harus lebih sering ditemukan pada orang yang menderita penyakit yang tengah diteliti dibandingkan pada orang yang tanpa penyakit tersebut. 2) Individu yang memperlihatkan karakteristik penyakit kronis harus lebih sering mengalami penyakit ini daripada orang yang tidak memperlihatkan karakteristik tersebut. 3) Setiap asosiasi yang teramati antara suatu karakteristik faktor risiko dan penyakit kronis harus memiliki hubungan antara karakteristik faktor risiko dan penyakit yang diteliti, demikian pula dengan setiap karakteristik faktor risiko terkait serupa yang dapat menyebabkan penyakit selama penelitian. 4) Insidensi penyakit kronis harus meningkat dalam hal durasi dan intensitas faktor risiko. 5) Distribusi suatu faktor risiko harus sebanding dengan faktor risiko penyakit kronis dalam semua faktor. 6) Semua
aspek
pada
kesakitan
akibat
penyakit
kronis
harus
dihubungkan dengan tingkat pemajanan terhadap faktor risiko. 7) Pengurangan atau pemindahan pajanan faktor risiko harus dapat mengurangi atau menghentikan penyakit.
44
8) Populasi penduduk yang terpajan faktor risiko dalam penelitian yang dikontrol harus lebih sering terkena penyakit kronis daripada mereka yang tidak terpajan. Delapan elemen yang menghubungkan asosiasi antara penyebab yang diduga dengan terjadinya suatu penyakit kronis juga telah dikembangkan dari teori kausalitas oleh Hill (Bustan, 2008): a. Kekuatan dari asosiasi sebab akibat. Analisis hubungan didasarkan dari besarnya nilai-nilai statistik yang bermakna dari hasil uji statistik. b. Bersifat temporal Hubungan antara penyakit dengan paparan bersifat temporal, dimana kejadian penyakit muncul didahului dengan paparan. c. Dosis Respon Respon dosis menunjukkan adanya peningkatan dosis keterpaparan dengan peningkatan kejadian penyakit. d. Biological Plausibility Hubungan kejadian penyakit dengan paparan bisa dijelaskan secara biologis. e. Bersifat konsisten Konsistensi dari hasil penelitian mengenai masalah yang diteliti, berkontribusi terhadap hubungan paparan dan kejadian penyakit. f. Bersifat reversibel
45
Eliminasi paparan dapat menghilangkan atau menurunkan kejadian penyakit. g. Bersifat Khusus (Spesifik) Spesifisitas ditujukan dengan suatu faktor risiko menyebabkan suatu akibat tersendiri dan tidak terjadi pada faktor lain. h. Analogi Jika suatu faktor lain yang serupa dengan faktor yang diamati mempunyai dampak yang serupa.
Sumber dari faktor-faktor risiko pada penyakit tidak menular atau penyakit kronis adalah perilaku, fisiologis/genetik, lingkungan, dan sosial. Faktor risiko adalah pengalaman, perilaku, tindakan, atau aspek-aspek pada gaya hidup yang dapat memperbesar peluang terkena atau terbentuknya suatu penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, atau kematian. Faktor risiko dapat terbentuk akibat kondisi, karakter, atau pajanan risiko yang memperkuat. Peningkatan pajanan faktor risiko dapat memperbesar
probabilitas
terjadinya
penyakit
dan
probabilitas
terbentuknya asosiasi epidemiologi kejadian penyakit. Salah satu cara untuk menetapkan faktor-faktor risiko adalah dengan mengurangi atau memodifikasi pajanan terhadap risiko dan mengamati hasilnya. Contoh, jika merokok dikurangi, angka kasus kanker paru pun menurun (Timmreck, 2001).
46
Faktor risiko juga mengacu pada perilaku yang berisiko, kondisi penguat, atau faktor-faktor predisposisi. Perilaku berisiko adalah kegiatan yang dilakukan seseorang yang sehat, tetapi menganggap diri mereka berisiko tinggi terkena suatu penyakit, kondisi, atau gangguan tertentu. Faktor-faktor predisposisi adalah faktor atau kondisi yang ada dan dapat mempengaruhi perilaku karena memberikan suatu motivasi untuk melakukan perilaku kesehatan. Contoh, fakta bahwa orang tua anak-usiasekolah merokok merupakan faktor yang mempengaruhi kemungkinan anak untuk merokok (Timmreck, 2001).
47
2.9 Kerangka Teori Sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya tentang faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2, maka kerangka konsep tentang faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian Diabetes Melltius tipe 2 adalah sebagai berikut berikut: Bagan 2.9.1 Kerangka Teori Faktor Genetik Faktor: - Obesitas abdominal - Obesitas Sentral - Kurangaktivitas Fisik - Pola konsumsi tidak sehat - Usia - Merokok - Hipertensi - Riwayat Diabetes Gestasional/ Lahir bayi > 4.000 gr
Resistensi Insulin
Toleransi Gula Terganggu (IGT) (
Diabetes Mellitus Tipe 2
(Sumber : Steyn dkk, 2004)
48
- Gangguan nutrisi saat masa janin - Lahir dengan berat rendah (BBLR)
Riwayat Kerusakan sel Beta, Massa sel Beta terbatas, dan Glucotoxicity
Gangguan Fungsi sel Beta
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Sedangkan variabel independennya merupakan faktorfaktor yang berisiko terhadap kejadian Diabates Mellitus. Berdasarkan kerangka teori yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka ada beberapa faktor risiko yang dipilih oleh peneliti untuk diteliti sebagai variabel independen dalam penelitian ini. Variabel tersebut antara lain riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram, riwayat keluarga dengan DM, dan hipertensi. Status BBLR, usia dan ras/etnik merupkan salah satu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yang dianggap berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus. Namun variabel status BBLR tidak diteliti dalam penelitian ini dikhawatirkan menimbulkan bias karena kejadian lahir responden sudah sangat lampau dan akan sulit untuk mendapatkan data berat badan responden saat lahir. Variabel obesitas, obesitas abdominal, aktivitas fisik, pola konsumsi, serta merokok tidak dijadikan variabel penelitian karena keterbatasan ketersediaan data.
49
a. Riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus baik tipe 2 maupun gestasional. Namun belum banyak penelitian-penelitian terdahulu yang menjelaskan tetang faktor tersebut. Maka pada penelitian ini peneliti tertarik untuk menyertakan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram sebagai salah satu variabel indpenden yang berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus pada wanita.
b. Riwayat keluarga dengan DM Penyakit Diabetes Mellitus erat sekali kaitannya dengan riwayat keluarga dengan Diabetes. Baik dari ibu, ayah, maupun saudara kandung.
c. Hipertensi Hipertensi atau tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Itulah sebabnya hipertensi berkaitan erat dengan kejadian Diabetes Mellitus. Seseorang dengan tekanan darah >140/90 selama beberapa kali pemeriksaan dapat dikatakan mengalami hipertensi.
50
Bagan 3.1.1 Kerangka Konsep Penelitian
51
3.2 Definisi Operasional Variabel Status Diabetes Mellitus tipe 2
Usia Diagnosa
Wilayah domisili
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Seseorang yang didiagnosa oleh petugas kesehatan menderita DM yakni jika konsentrasi glukosa darah dalam keadaan puasa pagi hari ≥126 mg/dL atau 2 jam sesudah makan ≥200 mg/dL atau bila sewaktu/sesaat diperiksa >200mg/dL. Usia saat pertama kali didiagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe 2.
- Diagnosa oleh petugas kesehatan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan diagnosa dari petugas kesehatan
1. Iya (kasus) 2. Tidak (kontrol)
Ordinal
- Wawancara dengan kuisioner
Menanyakan langsung kepada responden .
Ordinal
Kelurahan tempat responden berdomisili
- Wawancara dengan kuisioner
Menanyakan langsung kepada responden .
1. 30-39 tahun 2. 40-49 tahun 3. 50-59 tahun 4. 60-69 tahun 5. 70-79 tahun 1. Bintaro 2. Pesanggrahan 3. P.Selatan 4. P.Utara 5. Ulu Jami
52
Nominal
Riwayat melahirkan bayi ≥4.000 gr
Pernah melahirkan bayi dengan berat badan bayi ≥4.000 gr
- Wawancara dengan kuisioner
Menanyakan langsung kepada responden .
1. Pernah 2. Tidak Pernah
Ordinal
Riwayat Keluarga Menderita DM
Adanya riwayat keluarga (ayah, ibu, saudara kandung, paman/bibi, kakek/nenek) yang menderita DM
- Wawancara dengan kuisioner
Menanyakan langsung kepada responden.
1. Ada riwayat 2. Tidak ada riwayat
Nominal
Riwayat Hipertensi
Riwayat memiliki tekanan darah tinggi oleh petugas kesehatan yakni lebih dari 140/90 mmHg.
Wawancara dengan kuisioner
Menanyakan kepada responden apakah responden pernah didiagnosa mengalami tekanan darah tinggi/hipertensi oleh petugas kesehatan
1. Ada 2. Tidak ada
Ordinal
53
3.3 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram merupakan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
pada wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014. 2. Riwayat keluarga menderita DM merupakan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
pada wanita di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014. 3. Riwayat hipertensi merupakan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Selatan tahun 2014.
54
Jakarta
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan disain studi case control. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Penelitian dengan disain studi case control merupakan penelitian yang bersifat observasional mengikuti perjalanan penyakit ke arah belakang (retrospektif) untuk menguji hipotesis spesifik tentang adanya hubungan pemaparan terhadap faktor risiko di masa lalu dengan timbulnya penyakit (Masriadi, 2012).
Sehingga dalam hal ini,
faktor-faktor di masa lampau yang berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus diteliti pada masa sekarang (saat penelitian berlangsung). Penelitian dengan disain studi case control ini dilakukan dengan cara membagi sampel penelitian ke dalam dua kelompok kasus dan kontrol. Kelompok kasus yang dimaksud adalah kelompok wanita yang menderita Diabetes Mellitus. Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok wanita yang tidak menderita Diabetes Mellitus. Dengan penelitian ini akan diketahui besar risiko dari faktor-faktor yang menyebabkan kejadian Diabetes Mellitus pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.
55
Bagan 4.1.1 Rancangan Penelitian Case Control
+ Faktor Risiko
+ Diabetes Mellitus tipe 2 (Kasus)
-- Faktor Risiko + Faktor Risiko
- Diabetes Mellitus tipe 2 (Kontrol)
-- Faktor Risiko
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tepatnya pada bulan April-Juni tahun 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Populasi adalah target dimana peneliti menghasilkan hasil penelitian (Shi, 2008 dalam Swarjana, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien wanita rawat jalan di puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2014. Adapun sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok kasus dan kontrol dimana kelompok kasus merupakan kelompok wanita yang menderita Diabetes Mellitus sedangkan kelompok kontrol adalah wanita yang tidak menderita penyakit Diabetes Mellitus.
56
4.3.2 Sampel Pada pengambilan sampel dalam penelitian ini, peneliti menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi baik untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Kriteria inklusi adalah kriteria umum subjek penelitian yang dipakai sehingga mereka yang memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan bisa dimasukkan sebagai sampel penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi adalah kriteria yang digunakan sehingga mereka yang sudah memenuhi syarat inklusi terpaksa dikeluarkan karena tidak tepat untuk diteliti lebih lanjut (Bustan, 2008). Dengan demikian, karena peneliti sudah menetapkan kriteria tersebut, maka teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik tersebut merupakan teknik pengambilan sampel dimana sampel yang dipilih melalui penetapan kriteria tertentu oleh peneliti (Swarjana, 2012).
a) Kriteria inklusi untuk kasus: 1. Pasien wanita dengan Diabetes Mellitus tipe 2 yang berobat di Puskesmas Pesanggrahan tahun 2014. 2. Berdomisili di wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
b) Kriteria eksklusi untuk kasus 1. Pernah menderita Diabetes Mellitus tipe lain. 2. Pasien meninggal
57
a. Kriteria inklusi untuk kontrol: 1. Pasien wanita yang berobat di Puskesmas Pesanggrahan tahun 2014 dan tidak menderita Diabetes Mellitus tipe 2. 2. Berdomisili di wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
b. Kriteria eksklusi untuk kontrol 1.
Pernah menderita Diabetes Mellitus tipe lain.
Untuk menghitung besar sampel dalam penelitian ini, rumus besar sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan : Z1-α/2 : Deviat baku alpha Z1-β
: Deviat baku beta
P2
: Proporsi terpapar pada kelompok kontrol
P1
:
Kesalahan tipe I dan tipe II dalam penelitian ini diwakili oleh nilai deviat baku alpha (Zα) dan deviat baku beta (Zβ). Karena hipotesis dalam penelitian ini merupakan hipotesis dua arah (two tail), maka besar nilai Z1-
58
α/2=
1,96 dan Z1-β = 0,84. Untuk mengetahui nilai P2 didapatkan dari
penelitian sebelumnnya dengan mengetahui proporsi terpapar pada kelompok kontrol (Sopiyudin, 2010). Maka berdasarkan proporsi beberapa variabel yang ada pada penelitian sebelumnya, didapatkan jumlah sampel sebagai berikut: Tabel 4.3.2 Jumlah Sampel Berdasarkan P2 dari Penelitian Sebelumnya Variabel Riwayat Keluarga menderita DM (Zahtamal, 2007) Riwayat Keluarga menderita DM (Valliyot, )
P1
P2
OR
n
39,3 %
14,7 %
3,75
37
55 %
37,5 %
2,04
120
Berdasarkan tabel di atas, jumlah sampel minimal yang seharusnya diambil adalah 120 masing-masing untuk kelompok kasus dan kontrol. Namun karena jumlah kelompok kasus yang memenuhi kriteria hanya 112, maka jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 112 kelompok kasus dan 125 kelompok kontrol (ditambah 10% untuk dropp out). Total keseluruhan sampel dalam penelitian ini berjumlah 237.
4.4 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuisioner atau pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur variabel independen seperti riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gr, riwayat keluarga DM, dan riwayat hipertensi.
59
4.5 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. 4.4.1 Data Primer Semua variabel independen seperti riwayat pernah melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram, dan riwayat hipertensi di ketahui dengan melakukan
pengukuran
serta
melakukan
wawancara
menggunakan
kuisioner. 4.4.2 Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam peneitian ini adalah data pendukung seperti data jumlah kasus Diabetes Mellitus, serta hasil pemeriksaan laboratorium pasien.
4.5 Pengolahan Data Kuesioner atau lembar hasil wawancara yang telah diisi dikumpulkan kemudian diperiksa kelengkapannya, dimasukkan dan diolah dengan sistem komputerisasi menggunakan program pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut:
60
4.5.1 Pemeriksaan Data (Editing) Memeriksa kelengkapan data baik yang telah dikumpulkan melalui daftar pertanyaan pada kuisioner maupun data yang dikumpulkan melalui pengukuran langsung.
4.5.2 Pemberian Kode (Coding) Pengkodean mengklasifikasi
data data
yaitu
memeriksa
dan memberi kode
kuesioner untuk
dengan
masing-masing
pertanyaan sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Pengkodean data dilakukan untuk memudahkan kegiatan pengolahan data selanjutnya.
4.5.3 Penyuntingan Data (Data Editing) Penyuntingan data yaitu memeriksa kelengkapan dan kejelasan jawaban responden dalam pengisian kuesioner untuk memastikan semua pertanyaan telah dijawab oleh responden. Penyuntingan data dilakukan sebelum proses pemasukan data dan dilakukan di lapangan, agar datayang salah atau meragukan masih bisa ditelusuri kembali kepada responden yang bersangkutan.
4.5.4 Pemasukan Data (Data Entry) Pemasukan data yaitu memasukan data dengan bantuan komputer dengan aplikasi tertentu untuk kemudian dianalisis.
61
4.5.5 Pembersihan Data (Data Cleaning) Pembersihan data yaitu membersihkan data dari kesalahan memasukkan data. Data-data yang tidak lengkap karena salah memasukkan data akan dilengkapi. Data-data yang aneh, janggal atau ekstrim akan dikeluarkan karena dikhawatirkan akan memberikan hasil yang tidak valid. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan melihat
distribusi
frekuensi
dari
variabel-variabel
dan
menilai
kelogisannya. Setelah dicek kembali untuk memastikan data tersebut telah bersih dari kesalahan, maka data tersebut siap untuk ditelaah lebih lanjut.
4.6 Analisis Data Setelah dilakukan editing, coding, entry dan cleaning, data yang diperoleh masing-masing dianalisis dengan menggunakan program komputer. Adapun analisa data yang dilakukan antara lain: 4.6.1 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel independen dan dependen. Variabel tersebut antara lain kejadian Diabetes Mellitus tipe 2, riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gr, riwayat keluarga menderita DM, dan riwayat hipertensi.
62
4.6.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan uji odds ratio (OR). Uji OR merupakan salah satu uji yang digunakan untuk melihat besar risiko variabel independen (Ifan dkk, 2012). Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel kontingensi 2x2. Nilai OR merupakan perbandingan antara risiko yang dialami oleh mereka yang terpapar dengan mereka yang tidak terpapar. Nilai OR dimulai dari nol (0) sampai tak terhingga. Nilai OR sama dengan satu (OR=1) berarti tidak ada hubungan. Nilai OR lebih kecil dari 1 berarti faktor tersebut bersifat protektif (OR<1). Sedangkan jika OR lebih dari 1 (>1) berarti bahwa faktor tersebut merupakan faktor risiko (Bustan, 2008). Rumus dari Odds Ratio adalah:
Keterangan : OR : Odds ratio risiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus : Rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus yang tidak terpapar. : Rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan kontrol yang tidak terpapar.
63
Jika dalam penelitian ini dihasilkan nilai OR dengan rentang CI (confident interval) yang tidak mencakup nilai 1,0 maka bisa dinyatakan signifikan pada α 5%. Namun jika nilai lower limit dan upper limit (nilai CI) mencakup 1, 0 maka hasil penelitian dinyatakan tidak signifikan secara statistik pada nilai alpha 0,05 (Meehan, 2003).
64
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan merupakan salah satu unit pelaksana teknis pelayanan kesehatan yang berdiri di bawah naungan Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Selatan. Puskesmas tersebut dibangun di area seluas 2.566 m2 pada tahun 2002 dan mulai beroperasi mulai tahun 2003 di lokasi Jl. Cenek No.1 Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan bertanggung jawab terhadap 5 wilayah kerja termasuk membawahi masing-masing puskesmas di setiap kelurahan diantaranya: 1) Kelurahan Bintaro 2) Kelurahan Pesanggrahan
3) Kelurahan Petukangan Utara 4) Kelurahan Petukangan Selatan 5) Kelurahan Ulu Jami Pada tahun 2012 di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan telah dibangun gedung tambahan baru untuk fasilitas rawat inap, dan telah diresmikan pada bulan Mei 2001. Puskesmas tersebut saat ini memiliki 11
65
unit klinik pelayanan rawat jalan dan 3 fasilitas pelayanan rawat inap. 11 klinik rawat jalan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Klinik Umum 2) Klinik Gigi 3) Klinik Kesehatan Ibu (Ibu hamil) 4) Klinik MTBS (anak usia 0 s/d 5 th) 5) Klinik KB / IVA 6) Klinik Paru / PAL /Kusta 7) Klinik DM & Hipertensi 8) Klinik Kesehatan Jamaah Haji 9) Klinik Konsultasi Keluarga 10) Klinik Santun Lansia 11) Klinik Imunisasi
Sedangkan 3 fasilitas rawat inap diantaranya adalah Rawat Inap Rumah Bersalin, Rawat Inap Non-Rumah Bersalin Kelas III, serta TFC (Perawatan Balita dengan Masalah Gizi). Selain itu, di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti fisioterapi, radiologi, EKG, USG, apotek, laboratorium, dan ruang Laktasi. Program khusus pengendalian Diabetes Mellitus mulai diadakan oleh puskesmas Kecamatan Pesanggrahan sejak tahun 2008. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah kasus Diabetes Mellitus setiap tahunnya. Dengan adanya klinik khusus DM di puskesmas tersebut
66
meningkatkan pelayanan untuk pengendalian penyakit Diabetes Mellitus di wilayah Kecamatan
Pesanggrahan. Masyarakat bisa dengan mudah
mendapatkan layanan Diabetes Mellitus seperti skrining kadar gula darah, obat Diabetes, termasuk penyuluhan atau edukasi terkait Diabetes Mellitus yang diadakan setiap sebulan sekali. Posbindu untuk skrining penyakit tidak menular juga sudah mulai diaktifkan di masing-masing wilayah kelurahan sejak tahun 2012.
5.2 Analisis Univariat Analisis univariat menggambarkan kasus Diabetes Mellitus tipe 2 dan faktor risikonya berdasarkan distribusi orang, tempat, dan waktu. 5.2.1 Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok Usia Distribusi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan usia saat pertama kali didiagnosa menderita penyakit terdapat pada tabel 5.2.1:
Tabel 5.2.1 Distribusi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita Berdasarkan Usia saat Diagnosa di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Kelompok Usia 30 – 39 tahun 40 – 49 tahun 50 – 59 tahun 60 – 69 tahun 70 – 79 tahun Total
67
Kasus n 11 31 51 16 3 112
% 9,8 % 27,7 % 45,5 % 14,3 % 2,7 % 100 %
Berdasarkan tabel 5.2.1 diketahui bahwa sebagian besar wanita yang menjadi responden penelitian pertama kali didiagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe 2 pada usia 50-59 tahun (45,5%). Sedangkan wanita yang pertama kali didiagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe 2 pada usia 70-79 tahun hanya 2,7%.
5.2.2 Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Wilayah Distribusi kelompok kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 dan kelompok kontrol yang diteliti berdasarkan kelompok wilayah ada pada tabel 5.2.2: Tabel 5.2.2 Distribusi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita Berdasarkan Wilayah di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Kelurahan Bintaro Pesanggrahan Petukangan Selatan Petukangan Utara Ulu Jami Total
Kasus n 25 33 15 16 23 112
% 22,3 % 29,5 % 13,4 % 14,3 % 20,5 % 100 %
Kontrol n % 28 22,4 % 23 18,4 % 25 20,0 % 28 22,4 % 21 16,8 % 125 100 %
Pada tabel 5.2.2 terlihat bahwa wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe 2 paling banyak berdomisili di wilayah kelurahan pesanggrahan (29,5%). Sedangkan pada kelompok kontrol paling banyak berdomisili di wilayah kelurahan Petukangan Utara dan Bintaro (22,4%). Wanita penderita Diabetes Mellitus tipe 2 berdomisili di kelurahan Petukangan Selatan (13,4%).
68
paling sedikit
5.2.3 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol Distribusi jumlah faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada tabel 5.2.3: Tabel 5.2.3 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Kasus
Variabel
Kontrol n %
n
%
Riwayat Melahirkan Bayi ≥4000 gram Pernah Tidak Pernah
23 89
20,5 % 79,5 %
19 106
15,2 % 84,8 %
Riwayat Keluarga Menderita DM Ada Tidak Ada
61 51
54,5 % 45,5 %
25 100
20,0 % 80,0 %
Riwayat Hipertensi Ada Tidak Ada
48 64
42,9 % 57,1 %
46 79
36,8 % 63,2 %
Berdasarkan tabel 5.2.3 diketahui wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus yakni sebanyak 20,5%. Sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan sebanyak 15,2% juga pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram.
69
Diketahui sebanyak 54,5% dari kelompok wanita penderita Diabetes Mellitus tipe 2
memiliki riwayat keluarga yang juga menderita
Diabetes Mellitus. Sedangkan pada kelompok kontrol yang memiliki riwayat keluarga menderita Diabetes Mellitus tipe 2 sebanyak 20,0% . Berdasarkan tabel 5.2.3 diketahui bahwa sebanyak 42,9% dari kelompok penderita Diabetes Mellitus tipe 2
memiliki riwayat
hipertensi saat sebelum menderita Diabetes Mellitus tipe 2. Sedangkan pada kelompok kontrol yang memiliki riwayat hipertensi selama atau sejak satu hingga 20 tahun terakhir sebesar 36,8%. Dari sejumlah responden yang diketahui memiliki riwayat keluarga menderita DM, diketahui pula silsilah keluarga responden tersebut. Berikut ini akan dijelaskan gambaran status keluarga dari responden yang menderita Diabetes Mellitus:
Tabel 5.2.4 Gambaran Status Keluarga Menderita DM pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Status Riwayat Keluarga Ayah Kandung Ibu Kandung Saudara Perempuan Saudara Laki-Laki Paman/Bibi Total
Kasus n 22 17 11 10 1 61
% 36,1 % 27,9 % 18,0 % 16,4 % 1,6 % 100 %
Kontrol n % 10 40,0 % 6 24,0 % 6 24,0 % 2 8,0 % 1 4,0 % 25 100 %
Berdasarkan tabel 5.2.4 diketahui bahwa pada kelompok kasus, riwayat keluarga yang menderita DM paling banyak ditemukan dari
70
ayah (36,1%) dan ibu (27,9%). Sedangkan pada kelompok kontrol, riwayat keluarga yang menderita DM paling banyak ditemukan dari (ayah 40,0%).
5.2.4 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok Usia Berikut ini merupakan distribusi faktor risiko pada 112 wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun2014 berdasarkankelompok usia: Tabel 5.2.5 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 berdasarkan Kelompok Usia pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 <45 Tahun n %
≥45 Tahun n %
Riwayat Melahirkan Bayi ≥4000 gram Pernah Tidak Pernah
5 17
22,7 % 77,3 %
18 72
20,0 % 80,0 %
Riwayat Keluarga Menderita DM Ada Tidak Ada
14 8
63,6 % 36,4 %
47 43
52,2 % 47,8 %
Riwayat Hipertensi Ada Tidak Ada
8 14
36,4 % 63,6 %
40 50
44,4 % 55,6 %
Variabel
Berdasarkan tabel 5.2.5 diketahui bahwa 22,7% wanita penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang berusia < 45 tahun pernah
71
melahirkan bayi ≥4.000 gram. 63,6%
wanita penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 yang berusia < 45 tahun juga memiliki riwayat keluarga menderita DM. Sedangkan riwayat hipertensi paling banyak ditemukan pada wanita penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang berusia ≥45 tahun (44,4%).
5.3 Analisis Bivariat Setelah mengetahui gambaran umum dari masing-masing variabel, selanjutnya dilakukan analisis bivariat.
Hasil analisis bivariat yang
menggambarkan risiko masing-masing variabel penelitian terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 akan dijelaskan sebagai berikut berikut:
Tabel 5.3.1 Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Variabel
Odd Ratio (OR)
(95% CI)
Riwayat Melahirkan Bayi ≥4000 gram
1,442
0,738-2,817
Riwayat Keluarga Menderita DM
4,784
2,693-8,500
1,288
0,764-2,170
Riwayat Hipertensi
Berdasarkan tabel 5.3.1 diketahui bahwa dari penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 1,441 (95% CI 0,738-2,817) pada variabel riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram. Dengan demikian
72
riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014. Sedangkan pada variabel riwayat keluarga menderita DM diperoleh nilai OR sebesar 4,784 (95% CI 2,693-8,500). Hal tersebut menunjukkan bahwa wanita yang memiliki riwayat keluarga menderita DM berisiko 4,784 kali menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014. Berdasarkan Tabel 5.3.1 diketahui bahwa pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 1,288 (95% CI 0,764-2,170) pada variabel riwayat hipertensi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa riwayat hipertensi tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014.
73
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan dan kelemahan sebagai berikut: Riwayat hipertensi diukur dengan berdasarkan pengakuan dari responden tanpa didukung oleh ketersediaan data sekunder hasil pemeriksaan tekanan darah responden di masa lalu. Namun diupayakan ada tambahan informasi dari orang terdekat responden seperti anak kandung, suami, atau saudara kandung untuk memastikan riwayat hipertensi responden. Ketersediaan data sekunder yang kurang memadai terkait karakteristik populasi seperti kehamilan dan kasus Diabetes Gestasional, serta karakteristik masingmasing wilayah juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.
6.2 Gambaran Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Diabetes
adalah
suatu
penyakit
dimana
tubuh
tidak
dapat
menghasilkan insulin (hormon pengatur gula darah) atau insulin yang dihasilkan tidak mencukupi atau insulin tidak bekerja dengan baik. Oleh karena itu akan menyebabkan gula darah meningkat saat diperiksa. Seseorang dinyatakan
menderita
Diabetes
Mellitus
apabila
pada
pemeriksaan
laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah dalam keadaan puasa
74
pagi hari ≥126 mg/dL atau 2 jam sesudah makan ≥200 mg/dL atau bila sewaktu/sesaat diperiksa >200mg/dL (Sidartawan, 2008). Pada penelitian ini diketahui bahwa kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan usia pertama kali didiagnosa paling banyak ditemukan pada saat wanita berusia 50-59 tahun (45,5%). Usia pertama kali didiagnosa menjadi penting untuk mengetahui kapan biasanya penyakit mulai timbul. Konsistensi hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Nadyah dkk (2011) di RSU Prof. Dr. R.D Kandou, Manado. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pasien wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe 2 paling banyak terdapat pada kelompok usia 51-60 tahun. Usia bisa menjadi penanda bagi seseorang untuk mengantisipasi penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Gambaran penderita Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita dalam penelitian ini juga sesuai dengan hasil Riskesdas tahun 2013. Di Indonesia, dimana prevalensi Diabetes Mellitus banyak terjadi pada kelompok usia 55-64 tahun (4,8%) dan kelompok usia 65-74 tahun (4,2%). Gambaran kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan usia juga didukung oleh Hasil analisis multivariat pada penelitian yang dilakukan oleh Siti (2009) yang menemukan bahwa faktor-faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 pada perempuan dewasa salah satunya adalah usia > 45 tahun. Sebagaimana kita ketahui Diabetes Mellitus Tipe 2 biasanya memang terjadi pada orang yang lanjut usia (Charles & Anne, 2010).
75
Pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun seperti terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin yang menyebabkan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi menjadi kurang optimal (Gusti & Erna, 2014). Oleh karena itu, penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 lebih sering terjadi pada orang lanjut usia. Pada penelitian ini, penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat melahirkan bayi ≥4.000 gram dan riwayat keluarga menderita DM paling banyak ditemukan pada wanita berusia kurang dari 45 tahun. Sedangkan penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat hipertensi paling banyak ditemukan pada wanita berusia ≥45 tahun.
Hal
tersebut menandakan bahwa kemungkinan wanita yang didiagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe 2 kurang dari 45 tahun mendapat kan risiko penyakit dari kedua riwayat tersebut. Sedangkan wanita yang didiagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe 2
≥45 tahun kemungkinan mendapatkan risiko
penyakit dari riwayat hipertensi. Karakteristik penderita Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan wilayah tempat tinggi paling banyak ada di Kelurahan Pesanggrahan (29,5%). Hal tersebut
kemungkinan disebabkan oleh pengaruh jarak tempuh terhadap
lokasi pelayanan kesehatan. Meskipun Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan bertanggung jawab terhadap 5 wilayah kelurahan, namun terletak tepat di kelurahan Pesanggrahan. Sebagaimana hasil penelitian oleh Irawati (2011) yang menyimpulkan bahwa jarak tempuh mempengaruhi pemanfaatan
76
puskesmas, dimana puskesmas di manfaatkan oleh responden yang jarak tempuhnya dekat dengan rumah. Terjadi distribusi kelompok penderita dan kelompok kontrol yang merata di 5 kelurahan. Selain itu masih terdapat puskesmas kelurahan yang tersebar di setiap kelurahan, dan memungkinan masyarakat untuk tidak datang ke Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan. Penelitian ini dilakukan di wilayah perkotaan Jakarta Selatan. Sehingga karakteristik penduduk perkotaan melekat pada penderita dan bisa jadi mempengaruhi gaya hidup mereka. Sebagaimana hasil Riskesdas tahun 2013 yang menunjukkan bahwa prevalesi Diabetes Mellitus di wilayah perkotaan Indonesia dua kali lebih besar dari pada di pedesaan.
Pada
umumnya, masyarakat perkotaan menjalani gaya hidup yang ditandai dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari makanan cepat saji, makanan kaleng, makanan tinggi kalori dan pola hidup yang menetap (Ghosh, 2012). Hal tersebut yang kemungkinan menjadi penyebab lebih tingginya kasus Diabetes Mellitus di wilayah perkotaan dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Peningkatan kasus Diabetes Mellitus berkaitan dengan faktor biologis dan faktor perilaku. Faktor biologis berhubungan dengan kecenderungan genetik seperti usia, riwayat keluarga, defisiensi testosteron, dan penggunaan antipsikotik atipikal atau statins. Sedangkan faktor perilaku mencakup faktorfaktor seperti pola makan, aktivitas fisik , dan beban psikologi. Selain itu, masih terdapat hubungan kompleks antara Diabetes tipe 2 dan obesitas multifaktorial yang dapat menyulitkan pencegahan dan managemen Diabetes
77
tipe 2. Diabetes Mellitus juga terkait dengan banyak komplikasi komorbiditas lainnya, seperti hipertensi, penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan, serta terkait juga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan beban ekonomi (Hill dkk, 2013). Program pengendalian Diabetes Mellitus di Indonesia terdiri dari pencegahan primer maupun sekunder. Salah satu upaya pencegahan sekunder adalah
mencegah terjadinya komplikasi pada pasien penderita Diabetes
Mellitus tipe 2. Contohnya
seperti di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
dimana pasien diwajibkan untuk melakukan konsultasi dan mengambil obat setiap 2 minggu sekali. Selain itu mereka harus melakukan tes gula darah secara rutin setiap satu bulan sekali. Hal tersebut bisa mencegah terjadinya komplikasi pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. Jumlah kasus baru dari tahun 2011 dan 2012 di Puskesmas Pesanggrahan berturut-berturut meningkat mulai dari 178 menjadi 357 kasus. Jumlah tersebut tetap meningkat menjadi 421 kasus baru pada tahun 2013. Hal tersebut perlu diantisipasi oleh Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan, karena setiap tahunya selalu terjadi peningkatan kasus baru Diabetes Mellitus. Maka disarankan kepada puskesmas untuk meningkatkan program pengendalian penyakit Diabetes Mellitus tidak hanya untuk penderita tetapi juga kepada semua masyarakat yang sehat di wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
78
6.3 Gambaran dan Risiko Riwayat Melahirkan Bayi Lebih dari 4.000 gram terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram dianggap berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Faktor risiko tersebut merupakan faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 yang tidak bisa di modifikasi. Wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg (4.000 gram/ 9 pounds) biasanya dianggap sebagai praDiabetes (Lanywati, 2001). Penelitian ini menemukan bahwa riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014. Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak bisa membuktikan hubungan kausalitas antara kedua variabel independen dan dependen tersebut berdasarkan kriteria kekuatan hasil uji statistik. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh jumlah sampel yang belum memadai untuk meneliti variabel riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram. Meskipun secara statistik hubungan riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram tidak berhubungan dengan Diabetes Mellitus tipe 2 pada penelitian ini, jumlah wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus yakni sebanyak 20,5%. Sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan sebanyak 15,2% yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram. Sebagian besar dari wanita yang menjadi responden tidak pernah melahirkan bayi
79
makrosomia (dengan berat lebih saat lahir). Oleh karena itu, perbedaan tipis pada kedua kelompok tersebut belum bisa menjelaskan gambaran risiko riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian prospective cohort Tamarra dkk (2013) yang menemukan bahwa wanita yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 10 pounds (≥4.000 gram) berisiko 1.61 kali menderita Diabetes Mellitus tipe 2 (95% CI 1,24-2,08) dalam waktu 6-20 tahun setelah kehamilan pertama. Perbedaan penelitian ini disebabkan oleh penelitian Tamarra jelas memiliki kelebihan dimana paparan dilihat sejak pertama hingga terjadinya penyakit. Penelitian ini tidak bisa membuktikan hubungan riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 disebabkan oleh kemungkinan bias recall dan faktor risiko lain yang lebih berperan menimbulkan Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan. Hubungan bayi lahir dengan berat lebih (makrosomia) dengan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 masih belum bisa dipastikan, namun hubungan antara makrosomia dan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 selalu dikaitkan dengan Diabetes Gestasional. Diabetes gestasional dimungkinkan berperan pada hiperglikemia maternal. Ada kemungkinan makrosomia mengindikasikan hiperglikemia pada wanita, sehingga bisa berkembang menjadi Diabetes Mellitus tipe 2 (Metzger, 2008 dalam Tamarra, 2013). Peran Diabetes Gestasional dalam peningkatan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berhubungan
80
dengan kegagalan sel β (beta) untuk mengimbangi resistensi insulin yang sedang berlangsung (Ratner, 2007). Wanita dengan riwayat Diabetes Gestasional lebih mungkin berisiko terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Keturunan mereka mungkin berisiko mengalami peningkatan resistensi insulin, peningkatan makrosomia (lahir berat badan> 4.000 g), obesitas, dan kecenderungan untuk onset awal Diabetes Mellitus tipe 2 (Silverman, 1998 dalam Dyck 2002). Dalam penelitian ini, peran riwayat Diabetes Gestasional tidak dteliti karena keterbatasan peneliti untuk mengidentifikasi kelompok dengan riwayat penyakit tersebut. Kaitan antara Diabetes gestasional dengan makrosomia diperjelas dengan hasil prospective survey yang dilakukan oleh Roland dkk (2002). Dalam survey tersebut ditemukan bahwa bayi yang lahir dari wanita aborigin dan menderita Diabetes Gestasional saat hamil memiliki berat di atas rata-rata/ cenderung menjadi makrosomia (OR 2.4 95% CI 1.1–5.6). Selain itu, Diabetes Gestasional terbukti meningkatkan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita. Sebuah literatur review terhadap 28 penelitian yang dilakukan oleh Catherine dkk (2002) menemukan bahwa kejadian Diabetes tipe 2 meningkat tajam dalam 5 tahun pertama setelah melahirkan dan muncul mendatar setelah 10 tahun. Tingkat glukosa puasa tinggi selama kehamilan merupakan faktor risiko yang paling sering dikaitkan dengan risiko Diabetes Mellitus tipe 2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti kembali hubungan antara riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita. Penelitian yang dilakukan
81
sebaiknya menggunakan disain studi kohort dan khususnya dilakukan di wilayah Indonesia. Disarankan kepada penyedia pelayanan kesehatan untuk mengadakan program pencegahan Diabetes Gestasional pada wanita dengan cara melakukan promosi kesehatan dan melakukan skrining kadar gula darah bagi ibu hamil.
6.4 Gambaran dan Risiko Riwayat Keluarga Mendrita DM terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Riwayat keluarga menderita DM menjadi faktor risiko seseorang untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua yang DM (Ayah, ibu, termasuk saudara laki-laki dan saudara perempuan) (Kemenkes RI, 2008). Penelitian ini menemukan bahwa wanita yang memiliki riwayat keluarga menderita DM berisiko 4,784 kali menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014 (95% CI 2,693-8,500). Hasil penelitian ini telah memenuhi kriteria kausalitas Hill dengan menunjukkan kekuatan hubungan secara statistik. Hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian Diabetes Mllitus tipe 2 dalam penelitian ini juga tampak jelas pada proporsi masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Sebanyak 54,5% dari kelompok kasus memiliki riwayat keluarga menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dua kali lebih besar dari proporsi kelompok kontrol yang memiliki riwayat keluarga menderita Diabetes Mellitus tipe 2 yakni hanya sebanyak 20%. Sesuai dengan
82
postulat kejadian penyakit kronis Dr. Robert Koch, bahwa riwayat keluarga menderita DM yang dianggap sebagai faktor risiko kejadian penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 lebih banyak ditemukan pada kelompok penderita penyakit tersebut. Menurut WHO, faktor genetik dianggap terlibat dalam fungsi pankreas sel β, metabolisme aksi insulin atau glukosa, atau kondisi metabolik lainnya yang meningkatkan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 (misalnya, asupan energi / pengeluaran, metabolisme lipid). Risiko seorang anak mendapat DM tipe 2 adalah 15% bila salah seorang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% bilamana kedua-duanya menderita DM. Selain itu apabila seseorang menderita DM
maka saudara kandungnya mempunyai risiko DM sebanyak 10%
(Kemenkes RI, 2008). Oleh sebab itu, riwayat keluarga menderita DM menjadi faktor risiko bagi seseorang untuk menderita Diabetes Mellitus tipe 2. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal (2007) dimana ditemukan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM berisiko 3,75 kali untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Penelitian tersebut juga menggunakan disain case control study. Zahtamal mengasumsikan bahwa sekitar 73% kasus DM dapat dicegah dengan memperhatikan faktor risiko adanya riwayat keluarga menderita DM. Penelitian dengan disain studi case control yang dilakukan oleh Roro (2011) di Kota Padang Panjang juga menemukan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM berisiko 27,429 kali untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2.
83
Penelitian yang dilakukan oleh Radio (2011) yang dilakukan di Denpasar juga memperkuat bukti hubungan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Bahkan pada penelitian tersebut diperoleh nilai OR sebesar 42,25 (95% CI 9,53-187,22). Ketiga penelitian tersebut selain mendukung hasil penelitian di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan ini, juga memenuhi krtieria konsistensi hasil penelitian dalam melihat sebuah hubungan penyakit dengan paparannya. Dengan disain studi kasus kontrol (dari tiga penelitian) mampu menunjukkan bahwa seseorang akan memiliki risiko untuk menderita Diabetes Mellitus tipe 2 jika memiliki orang tua atau saudara kandung dengan riwayat Diabetes Mellitus. Berdasarkan status keluarga yang menderita DM, pada penelitian ini yang paling banyak ditemukan adalah riwayat dari ayah, ibu, dan saudara kandung. Riwayat dari ayah lebih banyak ditemukan dibandingkan dari ibu. Padahal menurut teori, risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 1030% dari pada ayah dengan DM, karena penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu (Trisnawati & Soedijono, 2013). Terdapat teori genetika yang menyatakan bahwa terdapat tiga tipe penduduk yaitu normal tidak Diabetes, pembawa sifat tanpa tanda klinik (carier) dan penderita Diabetes atau calon penderita. Bila satu kakek-nenek menderita Diabetes Mellitus tipe 2, sedang orang tuanya tidak menderita maka risiko anak menderita Diabetes Mellitus tipe 2 sebesar 14%. Bila salah satu orang tua menderita Diabetes melitus tipe 2 sedang tidak ada keluarga dekat lain menderita maka risiko anak menderita Diabetes melitus tipe 2 sebesar
84
22%. Bila satu orang tua dan satu kakek-nenek atau keluarga dekat yang lain menderita Diabetes melitus tipe 2 maka risiko anak menderita Diabetes melitus tipe 2 sebesar 60% (Ranakusuma, 1997 dalam Kaban dkk, 2007). Maka kontribusi riwayat genetik, tidak hanya dominan dari Ibu melainkan banyak faktor kompleks yang cukup berperan termasuk faktor lain selain riwayat keluarga. Meskipun riwayat keluarga menderita DM merupakan faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 yang tidak bisa dimodifikasi, bukan berarti tidak dapat dilakukan upaya pencegahan. Justru dengan mengetahui riwayat keluarga, bisa membuat seseorang menjadi lebih berhati-hati untuk mengatur gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Dengan melindungi diri dari penyakit tersebut, bukan hanya menyelamatkan diri sendiri, tetapi juga menjaga keturunan kita dari risiko terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Oleh karena itu, disarankan kepada masyarakat khususnya bagi yang memiliki riwayat keluarga menderita DM untuk senantiasa melakukan deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus, agar segera bisa dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin.
6.5
Gambaran dan Risiko Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 Selain menjadi faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2, hipertensi juga merupakan kondisi umum yang biasanya berdampingan dengan DM, memperburuk
komplikasi
DM,
termasuk
85
morbiditas
dan
mortalitas
kardiovaskular (Mangesha, 2007). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang tingginya tergantung usia individu yang terkena. Pada orang dewasa dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh (Kemenkes RI, 2013). Pada penelitian ini, diketahui bahwa riwayat hipertensi tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan. Dengan nilai OR sebesar 1,288 (95% CI 0,7642,170) riwayat hipertensi dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 tidak memiliki hubungan yag signifikan. Sebagaimana krtiteria kausalitas Hill yang menyatakan hasil uji statistik adalah salah satu bukti kekutan hubungan sebuah efek terhadap paparannya. Gambaran riwayat hipertensi pada kelompok penderita dan bukan penderita masih bisa dibandingkan, meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat hipertensi tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan. Sebanyak 42,9% dari kelompok yang menderita Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki riwayat hipertensi saat sebelum menderita sakit. Sedangkan pada kelompok kontrol yang memiliki riwayat hipertensi lebih sedikit yakni sebanyak 36,8%. Sebagaimana konsep postulat kejadian penyakit kronis oleh Dr.Robert Koch, masih ada kemungkinan hipertensi yang dianggap menjadi faktor risiko
86
Diabetes Mellitus tipe 2 menjadi lebih sering terjadi pada orang yang menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan pada orang yang tanpa penyakit tersebut. Hipertensi pada kedua kelompok kasus dan kontrol cukup banyak yakni hampir setengah dari wanita yang menjadi responden memiliki riwayat hipertensi. Sebagaimana hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia pada perempuan lebih banyak dari pada lakilaki. Berdasarkan wawancara, prevalensi hipertensi pada perempuan di Indonesia sebanyak 12,2% sedangkan pada laki-laki sebanyak 6,5%. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran adalah pada wanita sebanyak 28,8% sedangkan pada laki-laki sebanyak 22,8%. Jumlah tersebut menjadi salah satu penanda bahwa kelompok wanita harus lebih berhati-hati terhadap risiko hipertensi yang bisa berkembang menjadi penyakit kronis. Menurut konsep kausalitas Hill sebuah hubungan kausalitas juga harus bersifat temporal. Dimana paparan mendahului efek atau penyakit. Seringkali gejala hipertensi muncul di saat yang bersamaan saat seseorang menderita Diabetes Mellitus tipe 2. Sehingga untuk melihat hipertensi sebagai faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2, harus dipastikan bahwa seseorang pernah memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelum menderita penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Pada penelitian ini, riwayat hipertensi diketahui berdasarkan pengakuan dan ingatan responden. Selain itu, cukup tingginya distribusi riwayat hipertensi dari kelompok kontrol juga bisa berpengaruh terhadap hasil penelitian ini. Hal tersebut kemungkinan bisa disebabkan oleh karakteristik
87
kelompok kontrol yang diambil masih merupakan pasien rawat jalan yang berobat ke puskesmas dengan penyakit selain Diabetes Mellitus. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ma J (2001)
dimana ditemukan bahwa orang yang memiliki riwayat hipertensi
berisiko 4.833 kali menderita Diabetes Mellitus tipe 2 (95% CI: 1.966-11.703). Penelitian tersebut menggunakan disain yang sama dengan penelitian ini. Perbedaan ini kemungkinan terjadi akibat bias ingatan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian kohort yang dilakukan David dkk (2007) pada wanita sehat, yang membuktikan bahwa wanita yang memiliki tekanan darah tinggi juga berisiko tinggi untuk terkena Dabetes Mellitus tipe 2 dalam kurun waktu 10 tahun. Penelitian ini didukung oleh penelitian serupa yang dilakukan oleh Radio (2011, OR 2,00 95% CI 0,70-5,67) dan Sri Trisnawati (2013). Kedua penelitian tersebut yang juga menggunakan disain studi case control tidak menemukan risiko riwayat hipertensi terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wiardani (2010) orang yang memiliki riwayat hipertensi berisiko 2,3 kali menderita Diabetes Mellitus tipe 2 (95% CI 1,0-5,6). Namun ternyata pada penelitian Wiardani, riwayat hipertensi diketahui berdasarkan pengukuran tekanan darah tinggi bersamaan dengan pengukuran kadar gula darah. Sehingga pada penelitian Wiardani tersebut belum dapat dipastikan apakah hipertensi mendahului penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 atau justru menjadi penyakit penyerta.
88
Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes Melitus disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu (Trisnawati, 2013). Hipertensi juga berkaitan erat dengan obesitas dan pola hidup tidak sehat. Penting untuk diingat bahwa hipertensi juga sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus sebagai penyakit penyerta. Sehingga akan sulit menentukan
apakah
hipertensi
pada
individu
tertentu
benar-benar
menyebabkan terjadinya Diabetes Mellitus. Terjadinya suatu penyakit tidak hanya ditentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat dipengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya (Timmreck, 2001). Masih perlu dilakukan penelitian riwayat hipertensi sebagai faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2, untuk memenuhi kriteria konsistensi hubungan
keduanya.
Sedangkan
bagi
puskesmas
disarankan
untuk
meningkatkan promosi kesehatan dan program skrining untuk mencegah kasus hipertensi pada semua kelompok masyarakat.
89
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan faktor risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014, diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Distribusi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan usia didiagnosa Diabetes Mellitus tipe 2 paling banyak ditemukan pada saat wanita berusia 50-59 tahun (45,5%). 2. Distribusi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 paling banyak ditemukan di Kelurahan Pesanggrahan (29,5%). 3. Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat melahirkan bayi ≥4.000 gram dan riwayat keluarga menderita DM paling banyak ditemukan pada wanita yang berusia < 45 tahun. Sedangkan Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat hipertensi paling banyak ditemukan pada wanita yang berusia ≥ 45 tahun. 4. Wanita yang memiliki riwayat keluarga DM berisiko 4,784 kali menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM (95% CI 2,6938,500).
90
5. Variabel riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram, dan riwayat hipertensi tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014.
7.2 Saran 1. Bagi Masyarakat a.
Memeriksakan diri untuk deteksi dini faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 ke pelayanan kesehatan agar bisa dilakukan upaya
pengendalian
terhadap
faktor
risiko
yang
bisa
dimodifikasi. b.
Bagi masyarakat yang memiliki riwayat keluarga menderita DM disarankan untuk lebih berhati-hati menjaga pola hidup agar terhindar dari penyakit Diabetes Mellitus tipe 2.
2. Bagi puskesmas dan Petugas Kesehatan a.
Meningkatkan program skrining faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2, yakni dengan menambah jumlah posbindu secara merata di seluruh wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
b.
Melakukan program skrining Diabetes Gestasional bagi ibu hamil karena penting untuk mengidentifikasi risiko Diabetes Mellitus tipe 2 di kemudian hari.
c.
Meningkatkan program promosi kesehatan tentang faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 kepada masyarakat.
91
3. Bagi Peneliti Lain a. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lanjutan
terhadap variabel riwayat melahirkan bayi
lebih dari 4.000 gram dan riwayat hipertensi sebagai risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita. b. penelitian faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita dengan disain studi cohort dan eksperimental, khususnya pada variabel variabel riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram dan riwayat hipertensi.
92
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Septian & Okti. 2010. Hubungan antara Tingkat Stres dengan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo I Kabupaten Sukoharjo. Diakses pada 1/7/2014 dari http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/3642 Adiningsih, Roro Utami. 2011. Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Orang Dewasa di Kota Padang Panjang Tahun 2011. Skripsi Universitas Andalas: Padang. Almatsier, Sunita. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umat. American Diabetes Association. _______. Women. Diakses pada 26/3/2014 dari http://www.Diabetes.org/living-with-Diabetes/treatment-and-care/women/ ASH (Action on Smoking and Health). 2012. Smoking and Diabetes. ASH Fact Sheet diakses pada 9/5/2014 dari www.ash.org.uk Balkau, Beverley. 2014. Obesity and T2DM. diakses pada 13/05/2014 dari http://www.diapedia.org/type-2-Diabetes-Mellitus/obesity-and-t2dm Baradero, Mary dkk. 2005. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan. Diterjemahkan oleh: Monica dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Bustan, Nadjib. 2008. 505 Tanya Jawab Epidemiologi. Makassar: Putra Asaad Print. CDC. 2001. Diabetes and Women’s Health Across the Life Stages: A Public Health Perspective. U.S. Department of Health and Human Services. CDC. 2011. Women at High Risk for Diabetes: Acces and Quality of Health Care, 2003-2006. U.S. Department of Health and Human Services. Chang, Sang Ah. 2012. Smoking and Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes & Metabolism Journal. Volume 36 :399-403.
93
Charles & Anne. 2010. Bersahabat dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. Diterjemahkan oleh: Joko Suranto. Depok: Penebar Plus. Conen, David dkk. 2007. Blood Pressure and Risk of Developing Type 2 Diabetes Mellitus: The Women’s Health Study. European Heart Journal 28 :2937– 2943. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Ditejemahkan oleh: Annisa Rahmalia. Jakarta: Penerbit Erlangga. David & Linda. 2010. Menaklukan Diabetes. Jakarta: BIP Kelompok Gramedia. Dyck, Roland dkk. 2002. A Comparison of Rates, Risk Factors, and Outcomes of Gestational Diabetes Between Aboriginal and Non-Aboriginal Women in the Saskatoon Health District. Diabetes Care. Volume 25. No. 3: 487-493. Erviana, Ana dkk. 2013. Surveilans Penyakit tidak Menular Diabetes Mellitus Di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Universitas Islam Negeri Jakarta. Fitriyani. 2012. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon. Skripsi UI: Depok. Ghosh, Hasu dkk. 2012. Urban Reality of Type 2 Diabetes among First Nations of Eastern Ontario: Western Science and Indigenous Perceptions. Journal of Global Citizenship & Equity Education. Volume 2 (2) : 158-181. Gusti & Erna. 2014. Hubungan Faktor Risiko Usia, Jenis Kelamin, Kegemukan dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram. Media Bina Ilmiah. Volume 8. No.1 : 39-44. Hill, Jacqueline dkk. 2013. Understanding the Social Factors That Contribute to Diabetes: A Means to Informing Health Care and Social Policies for the Chronically Ill. The Permanente Journal. Volume 17 (2) : 76-72. J, Ma dkk. 2001. A Case-Control Study of Risk Factors for Type 2 Diabetes Mellitus. Diakses pada 30/6/2014 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11769694 Jenkins, David JE dkk. 2003. Type 2 Diabetes and The Vegetarian Diet. American Journal of Clinic Nutrition. 78 :610–616.
94
Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Diterjemahkan oleh: Andry dan Monica. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kaban, Sempakata dkk. 2007. Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 40 (2) : 119-128. Kemenkes RI. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Kemenkes RI. 2007. Hasil RiskesdasTahun2007. Banlitbangkes. Kemenkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Direktorat PPTM Ditjend PP&PL. Kemenkes RI. 2008. Pedoman Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes elitus. Direktorat PPTM Ditjend PP&PL. Kemenkes RI. 2008. Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Puskesmas. Direktorat PPTM Ditjend PP&PL. Kemenkes RI. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses pada 21/5/2013 dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030prevalensi-Diabetes-Mellitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html Kemenkes RI. 2011. Penyakit Tidak Menular Penyebab Kematian Terbanyak di Indonesia. Diakses pada 21/5/2013 dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1637-penyakittidak-menular-ptm-penyebab-kematian-terbanyak-diindonesia.html.%20Diakses%2019%20Oktober%202011 Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan Dan Aktifitas Fisik Untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI. 2012. Buletin Jendela Data dan Pusat Informasi Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI. 2013. Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia: Kemenkes RI Tawarkan Solusi CERDIK Melalui Posbindu. Diakses pada 26/3/2014 dari http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2383 Kemenkes RI. 2013. Hasil RiskesdasTahun2013. Banlitbangkes.
95
Kim, Catherine dkk. 2002. Gestational Diabetes and the Incidence of Type 2 Diabetes A systematic review. Diabetes Care. Volume 25:1862–1868. Lanywati, Endang. 2001. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Marks, Dawn B dkk. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Diterjemahkan oleh: Joko dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Masriadi. 2012. Epidemiologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Meehan, Kathleen. 2003. Investigasi Dan Pengendalian Wabah Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mengesha, Addisu Y. 2007. Hypertension and related risk factors in type 2 Diabetes Mellitus (DM) patients in Gaborone City Council (GCC) clinics, Gaborone Botswana. African Health Sciences. 7(1):244-245. Michael, dkk. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mihardja, Laurentia. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol.59. No.9 : 418-424. Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Nadyah dkk. 2013. Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK-Unsrat RSU Prof. Dr. R.D Kandou Manado Periode Mei 2011- Oktober 2011. Jurnal e-Biomedik. Volume 1. No.1: 45-49. Nuryati, Siti dkk. 2009. Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Diabetes Mellitus pada Wanita Dewasa di DKI Jakarta. Gizi Indonesia. Vol.32. No. 2 : 117-127. Nuryati, Siti. 2009. Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Mellitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta. Skripsi IPB: Bogor.
96
PDPERSI (Pusat Data dan Informasi PERSI). 2011. RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia. Diakses pada 21/5/2013 dari http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&nid=618&catid=23 Poretsky, Leonid. 2010. Principles of Diabetes Mellitus. Edisi kedua. New York: Springer. Pramono.2009. Dislipidemia diakses pada 28/6/2013 dari http://www.jurnalmedika.com/component/content/article/258-dislipidemia Pranoto, Agung. 2006. Diabetes Mellitus di Indonesia, Permasalahan dan Penatalaksanaannya. Diakses pada 21/5/2013 dari http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Diabetes%20Mellitus%20di%2 0Indonesia,%20Permasalahan_3415_2449 Pratama, Ifan dkk. 2012. Faktor Risiko Kejadian PreDiabetes dan Diabetes Mellitus Gestasional di RSIA Sitti Khadijah I Kota Makassar tahun 2012. Unhas: Makassar. Putro, Radio. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2( Studi Kasus Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi). Skripsi FK Undip: Semarang. Ratner, Robert E. 2007. Prevention of Type 2 Diabetes in Women With Previous Gestational Diabetes. Diabetes Care. Volume 30: 242-245. Rios,Manuel Serrano. 2010. Type 2 Diabetes Mellitus. Barcelona: Elsevier Espana. Robins & Cotran. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Soegondo, Sidartawan. 2008. Hidup secara Mandiri dengan Diabetes Mellitus. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Steyn, NP dkk. 2004. Diet, Nutrition and The Prevention of Type 2 Diabetes. Public Health Nutrition. 7(1A ):147–165. Sudjatmiko, Andika Nur. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kemunculan Komplikasi Kronik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 RSUD Kabupaten Kudus. Sripsi Undip : Semarang.
97
Sufiati & Erma. 2012. Asupan Serat Dengan Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol Total dan Status Gizi pada Pasien Diabetus Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Roemani Semarang. LPPM Unimus: 289-297. Suharjo & Cahyono. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Swarjana, I Ketut. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Tamarra dkk. 2013. Gestasional Age, Infant Birth Weight, and Subsequent Risk of Type 2 Diabetes in Mothers: Nurses’ Health Study II. CDC. Volume 10 (19) : 1-11. Tambayong, Jan. 1999. Patofisiologi untuk Keperwatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tapan, Erik. 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Tian dkk. 2006. Birth Weight and Risk of Type 2 Diabetes, Abdominal Obesity And Hypertension Among Chinese Adults. Eur Joural Endocrinol. 155(4). 60: 1-7. Diakses pada 26/3/2014 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16990660 Timmreck, Thomas. 2001. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tobing, Ade dkk. 2008. Care Your Self : Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Plus. Trisnawati , Shara Kurnia dan Soedijono Setyorogo. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol.5 No.1 : 6-11. Trisnawati, Sri dkk. 2013. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan. Public Health and Preventive Medicine Archive. Volume1. No. 1:1-6. Valliyot, Balakrishnan. 2013. Risk Factors Of Type 2 Diabetes Mellitus In The Rural Population of North Kerala, India: A Case Control Study. Diabetologia Croatica 42-1 : 33-40
98
Venkatachalam dkk. 2012. Smoking and Diabetes: A Case Control Study in a Rural Area of Kancheepuram District of Tamil Nadu. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (JDMS). Volume 3. No. 3 : 18-21. Wahyuni, Sri. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Riskesdas2007). Skripsi UIN : Jakarta. WHO & IDF. 2004. Diabetes Action Now: An initiative of the World Health Organization and the International Diabetes Federation. WHO. ______. Genetics and Diabetes. Diakses pada 1/7/2014 dari www.who.int/genomics/about/Diabetis-fin WHO. 2011. NCD Country Profiles. Wiardani dkk. 2010. Indeks Masa Tubuh, LIngkar Pinggang, serta Tekanan Darah Penderita dan Bukan Penderita Diabetes Mellitus. JIG. Vo.1. No.1: 18-27. Yuliani, Fadma dkk. 2014. Hubungan Berbagai Faktor Risiko Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Andalas. Volume 3 (1):37-40. Zahtamal dkk. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus di RS Arifin Achmad Riau. Berita Kesehatan Masyarakat Volume 23. No. 23 : 142-147.
99
Lampiran
100
Formulir Faktor Risiko
LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN Assalamu’alaikum Wr. Wb Saya adalah mahasiswi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ingin melakukan penelitian tentang “Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2014”. Kami berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami dengan menjawab pertanyaan yang ada pada kuisioner ini serta bersedia untuk diukur tinggi, berat badan, dan lingkar perutnya. Informasi yang anda berikan akan
dijaga
kerahasiaannya.
Jika
bersedia,
kami
mohon
Bapak/Ibu
menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Data Responden 1. Nomor responden
:
2. Nama responden
:
3. Hari/tanggal penelitian : Dengan ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini.
Jakarta,
Juni 2014
Responden
Pemeriksaan
(…………………………..)
(…………………………..)
101
Kuisioner Wawancara Faktor Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Responden Identitas Pribadi
A. 1.
Nama
2.
Usia
3.
Alamat
4.
No.Telp.
C.
Status Diabetes Tahun terkena Diabetes Mellitus tipe 2
B.
1.
2.
a. Iya b. Tidak Jika iya, sudah berapa lama anda menderita penyakit Diabetes Mellitus/gula? …………… tahun
Pertanyaan Faktor Risiko Apakah anda memiliki keluarga yang pernah menderita penyakit Diabetes Mellitus/ gula? a. Ada b. Tidak ada Jika ada siapa diantara pilihan berikut yang Riwayat menderita Diabetes Mellitus/ Gula? Penderita DM 1. Ayah kandung 2. Ibu kandung 3. Saudara Perempuan 4. Saudara Laki-laki 5. Kakek/ nenek 6. Paman/bibi - Berapa kali anda melahirkan bayi? ……… kali
Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan ≥4.000 gr
- Apakah anda pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4000 gr/4 kg? a. Iya b. Tidak - Jika iya, Anak ke berapa yang dilahirkan dengan berat lebih dari 4kg? Anak ke ……….
102
Kode
3.
Status Hipertensi
Apakah anda pernah mengalami tekanan darah tinggi saat diperiksa oleh tenaga kesehatan? a. Iya b. Tidak Kapan pertama kali anda mengalami tekanan darah tinggi? …………………….
103