HUBUNGAN ANTARA ASUPAN GIZI, POLA KONSUMSI, DAN FAKTOR LAINNYA DENGAN OVERWEIGHT PADA REMAJA DI SMA MARSUDIRINI BEKASI TAHUN 2013 Yasashi I Evelyn dan Diah Mulyawati Utari1
1.
Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai hubungan antara pola konsumsi (konsumsi fast food, konsumsi soft drink, kebiasaan sarapan), karakteristik remaja (berat lahir, jenis kelamin, pengetahuan gizi), karakteristik orang tua (durasi menyusui, IMT ayah, IMT ibu) dan asupan gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, serat) dengan overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Penelitian menggunakan studi deskriptif dengan disain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan total populasi setelah memenuhi krtiteia inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 117 orang. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan chi square, dan multivariat dengan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi overweight pada remaja sebesar 39,3%. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara IMT ayah, IMT ibu dan asupan lemak dengan overweight. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap overweight ialah asupan lemak. Saran yang dapat diberikan yaitu remaja rutin mengecek status gizinya dan menerapkan pola makan yang sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang serta melakukan peer group discussion agar termotivasi untuk menjaga pola hidup sehat dan asupan gizi seimbang. Kata kunci: Overweight; remaja; asupan gizi; pola konsumsi
Abstract
This thesis discusses relation between nutrient intake (energy, carbohydrate, protein, fat, fiber), consumption patterns (fast food consumption, soft drink consumption, breakfast habit), adolescents characteristic (birth weight, gender, nutrition knowledge) and parents characteristic (breastfeeding duration, father’s Body Mass Index, mother’s Body Mass Index) in adolescents at Marsudirini Bekasi Senior High School in 2013. The research uses a desciptive study with cross-sectional research design. Sampling using total population after fulfilling the inclusion and exclusion criteria were 117 people. Data analysis includes univariate, bivariate with chi square and multivariate with logistic regression analysis. The result showed that the prevalence of overweight on adolescents as much as 39,3%. Bivariate analysis result indicate a relation between father’s Body Mass Index, mother’s Body Mass Index, and fat intake with overweight in adolescents, whereas there was no relation between consumption pattern, birth weight, gender, nutrition knowledge, breastfeeding duration and nutrient intake (energy, carbohydrate, protein, fiber) with overweight in adolescents. Multivariate analysis
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
showed that the variables that have the most dominant influence on overweight is fat intake. Advice can be given that adolescents routinely check their nutritional status and diet apply in accordance with general guidelines balanced diet and doing peer group discussion for mantaining healthy life style and balance nutrient intake. Keywords: Overweight; adolescents; nutrient intake; consumption patterns
Pendahuluan Gizi lebih atau overweight merupakan satu dari sekian masalah kesehatan yang kini menjadi perhatian di lingkungan masyarakat, terutama yang terjadi pada kelompok usia remaja (Hayati, 2010). Seseorang yang mengalami overweight memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit degeneratif (Imtihani, 2012). Diperkirakan sebanyak 60% anak-anak dan remaja yang mengalami overweight akan memiliki setidaknya satu faktor risiko dari penyakit kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi, hiperlimidemia atau hiperinsulinemia, sementara itu 25% memiliki dua faktor atau lebih (Dietz, 2004). Data statistik AHA (2011) menunjukkan 1 dari 3 anak dan remaja berumur 2-19 tahun mengalami overweight dan obesitas (IMT/U ≥ 85 persentil pada CDC growth charts 2000) di mana persentasi laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 32,1% dan 31,3%. Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES 1999-2000) menunjukkan bahwa ada sekitar 30% remaja yang berisiko mengalami overweight dan 14 % di antaranya mengalami overweight. Prevalensi remaja overweight usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun di Indonesia masing-masing sebesar 2,5% dan 1,4% (Riskesdas, 2010). Menurut penelitian Marta et al. (2000), remaja yang mengalami overweight memiliki asupan energi lebih tinggi dibanding rekan-rekan mereka yang memiliki berat badan normal. Marta et. al. (2000) juga menyatakan bahwa remaja perempuan dan laki-laki overweight memiliki asupan karbohidrat lebih rendah dibanding remaja lainnya dengan berat badan normal. Maffeis (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa asupan lemak memiliki hubungan dengan terjadinya overweight pada anak-anak dan remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hanley et al. (2000), remaja yang berisiko overweight dan juga overweight memiliki asupan serat yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja dengan berat badan normal. Mereka yang mengonsumsi fast food lebih dari 3 kali per minggu mempunyai risiko 3,28 kali lebih besar menjadi gizi lebih dibandingkan dengan yang jarang atau 1-2 kali per
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
minggu mengonsumsi fast food (Badjeber dkk., 2009). Szajewska dan Ruszczynski (2010) juga melakukan penelitian pada anak-anak dan remaja di Eropa dan menemukan bahwa kebiasaan sarapan berhubungan dengan penurunan risiko overweight dan penurunan Indeks Massa Tubuh. Seidman et al. (1991) dan Dietz (2004) melalui penelitiannya menemukan bahwa berat lahir yang lebih tinggi memiliki hubungan yang kuat dengan terjadinya overweight pada tahapan hidup selanjutnya, termasuk pada masa remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hanley et al. (2000) dan Dietz (2004), remaja perempuan cenderung memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) atau kelebihan berat badan lebih tinggi dibanding remaja laki-laki. Oktavia dkk. (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengetahuan gizi berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada remaja. Ramli (2011) yang menemukan bahwa durasi menyusui dapat menurunkan kejadian overweight pada remaja. Penelitian yang dilakukan oleh dan Khader et al. (2009) dan Rizka (2012) juga menemukan bahwa ada hubungan antara status gizi overweight orang tua dengan status gizi lebih pada remaja. Dari survey awal yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa prevalensi overweight pada remaja di SMA Marsudirini sebesar 32,5%. Lokasi penelitian juga mendukung akses kemudahan memperoleh beragam makanan cepat saji dan siap saji bagi siswa. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran serta hubungan antara overweight dengan pola konsumsi, karakteristik remaja, karakteristik orang tua, dan asupan gizi, serta faktor dominan penyebab overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Tinjauan Teoritis Remaja adalah mereka yang berusia antara 10-19 tahun (WHO, 2000 dalam Arisman, 2007). Dhamayanti (2009) kemudian menjelaskan bahwa masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu masa remaja awal (10-14 tahun), menengah (15-16 tahun), dan akhir (17-20 tahun), di mana masa remaja awal ditandai dengan peningkatan pertumbuhan dan pematangan fisik secara cepat. Faktor-faktor termasuk tingginya kebutuhan energi dan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan, membuat remaja menjadi periode yang rentan akan pemenuhan nutrisi dalam siklus hidupnya (Spear, 2002). Apabila kandungan gizi pada konsumsi makanan seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan gizi (Supariasa, 2001).
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Secara umum, overweight didefinisikan sebagai berat yang melebihi ambang standar kriteria atau nilai referensi (Kuczmarski and Flegal, 2000). Overweight dan obesitas dapat diartikan sebagai keberadaan lemak tubuh dalam jumlah besar bila dibandingkan dengan jumlah optimal dan kenaikan jumlah lemak tubuh ini dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan seseorang (Yousefi, 2011). Overweight pada anak-anak dan remaja, diartikan sebagai indeks-massa tubuh (berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi dalam meter) ≥ 95 persentil pada usia dan jenis kelamin yang sama (Dietz, 2004). Overweight pada remaja perlu mendapat perhatian, sebab overweight yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia (Oktaviani dkk., 2012). Peningkatan kemakmuran, kemajuan teknologi dan westernisasi dapat mengakibatkan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi di masyarakat, khususnya remaja yang cenderung menyukai makanan cepat saji (fast food) yang dapat meningkatkan terjadinya overweight (Oktaviani dkk., 2012). Fast food adalah makanan cepat saji yang diperoleh dari makanan luar rumah yang disajikan dengan sedikit waktu dan tidak perlu menunggu waktu lagi semenjak makanan dipesan sampai dengan disajikan (Soraya dan Indriawati, 2008). Proporsi lemak sebagai penyedia kalori lebih dari 50% total kalori yang terkandung dalam fast food (Almatsier, 2006). Tingginya konsumsi soft drink and minuman manis lainnya berhubungan dengan beberapa masalah kesehatan seperti overweight dan obesitas, diabetes tipe 2, osteoporosis dan karies gigi (Rangan et al., 2009). IDAI (2009) menuliskan bahwa di Amerika Serikat, konsumsi minuman ringan (soft drinks) memasok lebih dari 12% kalori yang berasal dari karbohidrat. Vartanian et al. (2007) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan antara konsumsi soft drink dengan meningkatnya asupan energi dan berat badan. Selain meningkatnya asupan energi dan berat badan, konsumsi soft drink juga berhubungan dengan asupan karbohidrat lebih tinggi dan asupan serat lebih rendah, serta asupan zat makronutrien yang lebih rendah. Efek dari kebiasaan sarapan terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah adanya peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) jika melewatkan sarapan (Szajewska dan Ruszczynski, 2010). Beberapa studi menunjukkan bahwa anak, remaja, dan orang dewasa yang mengalami overweight dan obesitas sering melewatkan waktu sarapan setiap paginya dibandingkan dengan teman seusia yang lebih kurus, dan orang yang tidak sarapan cenderung
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
makan lebih banyak dibanding biasanya di waktu makan berikutnya atau mengonsumsi snack berkalori tinggi untuk menghilangkan rasa lapar (Zelman, 2012). Berat badan ketika lahir dapat dibagi menjadi tiga, yaitu berat badan lahir kurang, berat badan lahir normal dan berat badan lahir lebih. Untuk bayi dengan berat badan lahir lebih, ada beberapa risiko yang harus diwaspadai, di antaranya rendah kadar gula darah, obesitas dan keterlambatan kemampuan bergerak. Untuk risiko overweight/ obesitas ini nantinya akan sangat bergantung pada pola makan dan banyaknya aktivitas yang dijalani (Dhanasari, 2011). Dietz (2004) juga mengungkapkan bahwa bayi dengan berat lahir tinggi cenderung memiliki peningkatan risiko overweight pada tahap kehidupan berikutnya. Perempuan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengalami overweight (IMT lebih tinggi). Remaja perempuan lebih banyak menyimpan kelebihan energinya sebagai lemak simpanan, sedangkan laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein. Pada saat terjadi kematangan fisik, biasanya jumlah lemak tubuh remaja perempuan dua kali lebih banyak daripada laki-laki (Oktaviani dkk., 2012). Sebagian besar kejadian masalah gizi lebih atau kurang dapat dihindari apabila remaja mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup tentang memelihara gizi dan mengatur makan (Suryaputra dan Nadhiroh, 2012). Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga kenyataan, yaitu: status gizi yang cukup penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan dan energi; dan ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo, 1996 dalam Heryanti, 2009) Yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan dan makanan padat lainnya sampai bayi berumur 6 bulan (Roesli, 2000). Durasi menyusui dapat mencegah overweight pada remaja dengan menyusui bayi sampai berusia 2 tahun; meskipun begitu, durasi menyusui bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi terjadinya overweight pada remaja. Faktor genetik dan lingkungan termasuk perilaku makan juga menjadi faktor penting yang berkontribusi pada terjadinya overweight pada remaja (Ramli, 2011).
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Faktor keturunan atau genetik berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan energi. Hal tersebut dijelaskan dalam angka-angka berikut: 1) Jika ayah dan ibu tidak gemuk, kemungkinan anak menjadi gemuk adalah sebesar 9%, 2) Jika ayah atau ibu gemuk, kemungkinan anak menjadi gemuk adalah sebesar 41 - 50%, 3) Jika ayah dan ibu gemuk, kemungkinan anak menjadi gemuk adalah sebesar 66 - 80% (RS Cipto Mangunkusumo, 2003). Berkey et al. (2000) mengatakan bahwa kelebihan berat badan diakibatkan oleh berlebihnya asupan energi dibandingkan dengan pengeluaran energi. Kelebihan energi setiap hari secara rutin pada remaja dapat menimbulkan timbunan lemak (adiposit) tubuh menjadi bertambah (Suryaputra dan Nadhiroh, 2012). Semakin besar intake kalori, semakin besar kemungkinan terjadinya gizi lebih (Badjeber dkk., 2009). Fungsi dari konsumsi karbohidrat bagi tubuh adalah sebagai sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak dan membantu pengeluaran feses (Sari, 2012). Konsumsi karbohidrat yang cukup akan mencegah terjadinya pemecahan protein yang berlebihan, membantu metabolisme lemak dan protein, serta mencegah kehilangan mineral (Sandjaja dkk., 2009). Masih banyak remaja yang tidak menyukai sayur dan buah tertentu sehingga hanya mau mengonsumsi sayur dan buah yang mereka sukai (Almatsier, 2006). Padahal peran serat bagi tubuh sangat penting, yaitu membantu mengurangi penyerapan karbohidrat, protein dan lemak sehingga dapat menghindari kegemukan (Halomoan, 2004). Overweight dan obesitas menyebabkan efek merugikan pada metabolisme tekanan darah, kolesterol, trigliserida, dan resistensi insulin. (WHO, 2003). Untuk itu, penanganan yang tepat yang dapat dilakukan menurut Pamela (2011) adalah pengaturan nutrisi dan pola makan, perbanyak aktivitas fisik, dan modifikasi pola hidup dan perilaku. Metode Penelitian Penelitian ini adalah studi kuantitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengisian kuesioner oleh responden, sedangkan data sekunder diperoleh melalui pihak sekolah. Disain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, di mana keseluruhan variabel diteliti dalam waktu bersamaan pada saat penelitian berlangsung (Nursalam, 2008). Sampel dipilih menggunakan metode sampel acak
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
sederhana (simple random sampling), hingga kemudian terpilih 128 orang untuk dijadikan sampel/ responden penelitian. Setelah melalui proses cleaning, ternyata data responden yang lengkap dan dapat digunakan sebagai sampel penelitian berjumlah 117. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah microtoise, timbangan digital, kuesioner siswa dan orang tua, form food recall 2x24 hours dan form FFQ (Food Frequency Questionnaire). Data dikumpulkan melalui beberapa tahapan, diawali dengan pengukuran antropometri responden menggunakan microtoise dan timbangan digital, kemudian pengisian kuesioner dan form FFQ (Food Frequency Questionnaire), lalu responden diminta untuk melakukan wawancara food recall 2x24 hours secara bergiliran dengan peneliti dan beberapa enumerator mengenai asupan gizi. Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah status gizi responden (overweight dan non-overweight), pola konsumsi (konsumsi fast food, konsumsi soft drink, kebiasaan sarapan), karakteristik remaja (berat lahir, jenis kelamin, pengetahuan gizi), karakteristik orang tua (durasi menyusui, Indeks Massa Tubuh ayah dan ibu) serta asupan gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, serat). Khusus untuk karakteristik orang tua, kuesioner dititipkan kepada siswa dan pengisian dilakukan oleh orang tua. Dalam penelitian ini ada tiga tahap analisis yang dilakukan, yaitu analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi tiap variabel independen terhadap variabel dependen yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan alinea deskriptif, sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen serta memberikan gambaran hubungan antara masing-masing variabel. Hasil uji statistik dikatakan bermakna bila derajat kemaknaan p < 0,05 dan dikatakan tidak bermakna bila derajat kemaknaan p > 0,05. Untuk mengetahui faktor dominan, perlu dilakukan analisis multivariat. Proses analisis multivariat dilakukan dengan menghubungkan beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen pada waktu yang bersamaan. Variabel independen dapat masuk ke dalam analisis multivariat jika hasil analisis bivariatnya memiliki nilai p < 0,25. Uji yang digunakan adalah uji Regresi Logistik dan uji Interaksi.
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Hasil Penelitian Tabel 1. Hasil Analisis Univariat Variabel Status Gizi Konsumsi Fast Food Konsumsi Soft Drink Kebiasaan Sarapan Berat Lahir
Kategori Overweight (> 1 SD) Non-Overweight (≤ 1 SD) Sering (≥ 2x/ minggu) Jarang (< 2x/ minggu) Sering (≥ 2x/ minggu)
n 46 71 21 96 16
% 39,3 60,7 17,9 81,2 13,7
Jarang (< 2x/ minggu) Tidak tiap hari (< 7x/ minggu) Tiap hari (7x/ minggu) Tinggi ( ≥ 4.000 gram ) Normal ( 2.500 – 3.999 gram )
101 69 48 9 104
86,3 59,0 41,0 7,7 88,9
4
3,4
63 54 11 107 45 72 61 56 38 79 19 98 61 56 35 82 106 11 114 3
53,8 46,2 9,4 90,6 38,5 61,5 52,1 47,9 32,5 67,5 16,2 83,8 52,1 47,9 29,9 70,1 90,6 9,4 97,4 2,6
Rendah ( < 2.500 gram ) Jenis Kelamin Pengetahuan Gizi Durasi Menyusui IMT Ayah IMT Ibu Asupan Energi Asupan Karbohidrat Asupan Protein Asupan Lemak Asupan Serat
Perempuan Laki-laki Kurang (skor < 80%) Baik (skor ≥ 80%) < 6 bulan ≥ 6 bulan Overweight (≥ 25) Non-overweight (< 25) Overweight (≥ 25) Non-overweight (< 25) Lebih (> 100% nilai AKG) Cukup (≤ 100% nilai AKG) Lebih (> 60% total konsumsi energi) Cukup (≤ 60% total konsumsi energi) Lebih (> 100% nilai AKG) Cukup (≤ 100% nilai AKG) Lebih (> 25% total konsumsi energi) Cukup (≤ 25% total konsumsi energi) Kurang (< 19 gram) Cukup (19 – 30 gram)
Hasil analisis menunjukkan ada sebanyak 39,3% responden dengan status gizi overweight dan 60,7% responden dengan status gizi non-overweight. Jumlah responden yang sering mengonsumsi fast food (82,1%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang jarang mengonsumsi fast food (17,9%). Jumlah responden yang sering mengonsumsi soft drink (13,7%) lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang jarang mengonsumsi soft drink (86,3%). Jumlah responden yang tidak tiap hari sarapan (59,0%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tiap hari sarapan (41,0%). Jumlah responden dengan berat lahir normal (2.500 – 3.999 gram) (88,9%), lebih banyak dibandingkan dengan responden dengan berat lahir tinggi (≥ 4.000 gram) (7,7%) dan
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
berat lahir rendah (< 2.500 gram) (3,4%). Jumlah responden dengan jenis kelamin perempuan (53,8%) lebih banyak dibandingkan dengan responden dengan jenis kelamin laki-laki (46,2%). Jumlah responden yang memiliki pengetahuan gizi kurang (9,4%) lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan gizi baik (90,6%). Jumlah responden yang durasi menyusuinya < 6 bulan (38,5%) lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang durasi menyusuinya ≥ 6 bulan (61,5%). Jumlah responden yang ayahnya overweight (52,1%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang ayah non-overweight (47,9%). Jumlah responden yang ibunya overweight (32,5%) lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang ibunya non-overweight (67,5%). Jumlah responden yang memiliki asupan energi lebih (16,2%) lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan energi cukup (83,8%). Jumlah responden yang memiliki asupan karbohidrat lebih (52,1%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan karbohidrat cukup (47,9%). Jumlah responden yang memiliki asupan protein lebih (29,9%) lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan protein cukup (70,1%). Jumlah responden yang memiliki asupan lemak lebih (90,6%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan lemak cukup (9,4%). Jumlah responden yang memiliki asupan serat kurang (97,4%) jauh lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan serat cukup (2,6%). Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Antara Variabel Independen dengan Overweight Pada Remaja di SMA Marsudirini Bekasi Tahun 2013 Variabel Independen
Status Gizi Overweight Non-Overweight n % n % Konsumsi Fast Food Sering 38 39,6 58 60,4 Jarang 8 38,1 13 61,9 Konsumsi Soft Drink Sering 7 43,8 9 56,2 Jarang 39 38,6 62 61,4 Kebiasaan Sarapan Tidak tiap 27 39,1 42 60,9 hari Tiap hari 19 39,6 29 60,4 Berat Lahir Tinggi 5 55,6 5 44,4 Normal 39 37,5 21 84,0 Rendah 2 50,0 2 50,0 Jenis Kelamin Perempuan 20 31,7 43 68,3 Laki-laki 26 48,1 28 51,9
P-value
OR
95% CI Lower Upper
1,000
1,065
0,403
2,812
0,908
1,236
0,426
3,590
1,000
0,981
0,462
2,085
0,501
0,236
1,063
0,514
0,105
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Pengetahuan Gizi Tidak baik 4 Baik 42 Durasi Menyusui < 6 bulan 18 ≥ 6 bulan 28 IMT Ayah Overweight 30 Non16 overweight IMT Ibu Overweight 24 Non22 overweight Asupan Energi Lebih 4 Cukup 42 Asupan Karbohidrat Lebih 22 Cukup 24 Asupan Protein Lebih 16 Cukup 30 Asupan Lemak Lebih 45 Cukup 1 Asupan Serat Kurang 45 Cukup 1
36,4 39,6
7 64
63,6 60,4
1,000
0,871
0,240
3,159
40,0 38,9
33 38
60,0 61,1
1,000
1,048
0,489
2,244
49,2 28,6
31 40
50,8 71,4
0,037*
2,419
1,124
5,209
63,2 27,8
14 57
36,8 72,2
0,001*
4,442
1,951
10,109
21,1 42,9
15 56
78,9 57,1
0,127
0,110
1,149
36,1 42,9
39 32
63,9 57,1
0,547
0,752
0,357
1,582
45,7 31,8
19 52
54,3 63,4
0,472
1,460
0,645
3,257
38,5 0,8
61 10
52,1 8,6
0,048*
7,377
0,911
59,726
39,5 33,3
69 2
60,5 66,7
1,000
0,356
1,304
0,115
14,811
Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara konsumsi fast food, konsumsi soft drink, dan kebiasaan sarapan dengan overweight. Jumlah responden overweight yang sering mengonsumsi fasf food (38,1%) hampir sama dengan responden overweight yang jarang mengonsumsi fast food (39,6%). Jumlah responden overweight yang sering mengonsumsi soft drink (43,8%) hampir sama dengan responden overweight yang jarang mengonsumsi soft drink (38,6%). Jumlah responden overweight yang tidak tiap hari sarapan (39,1%) hampir sama dengan responden overweight yang tiap hari sarapan (39,6%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara berat lahir, jenis kelamin, dan pengetahuan gizi dengan overweight. Jumlah responden overweight yang memiliki berat lahir tinggi sebesar 55,6%, berat lahir normal sebesar 37,5%, dan berat lahir rendah sebesar 50,0%. Terdapat kecenderungan bahwa overweight lebih banyak terjadi pada responden laki-laki (48,1%) dibandingkan dengan responden perempuan (31,7%). Jumlah responden overweight yang memiliki pengetahuan gizi kurang (36,4%) hampir sama dengan responden overweight yang memiliki pengetahuan gizi baik (39,6%).
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan (p > 0,05) antara durasi menyusui dengan overweight serta ada hubungan (p < 0,05) antara Indeks Massa Tubuh ayah dan ibu dengan overweight. Jumlah responden overweight yang durasi menyusuinya non-eksklusif (40,0%) hampir sama dengan responden overweight yang durasi menyusuinya eksklusif (38,9%). Jumlah responden overweight yang ayahnya overweight (49,2%) lebih banyak dibandingkan dengan responden overweight yang ayahnya non-overweight (28,6%). Jumlah responden overweight yang ibunya overweight (63,2%) lebih banyak dibandingkan dengan responden overweight yang ibunya non-overweight (27,8%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan (p > 0,05) antara asupan energi, karbohidrat, protein, dan serat dengan overweight dan ada hubungan (p < 0,05) antara asupan lemak dengan overweight. Terdapat kecenderungan bahwa overweight lebih banyak terjadi pada responden yang memiliki asupan energi cukup (42,9%) dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan energi lebih (21,1%). Jumlah responden overweight yang memiliki asupan karbohidrat lebih (36,1%) hampir sama dengan responden overweight yang memiliki asupan karbohidrat cukup (42,9%). Terdapat kecenderungan overweight lebih banyak terjadi pada responden yang memiliki asupan protein lebih (45,7%) dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan protein cukup (31,8%). Jumlah responden overweight yang memiliki asupan lemak lebih (38,5%) lebih banyak dibandingkan dengan responden overweight yang memiliki asupan lemak cukup (0,8%). Jumlah responden overweight yang memiliki asupan serat kurang (23,5%) hampir sama dengan responden overweight yang memiliki asupan serat cukup (33,3%). Tabel 3. Model Terakhir Hasil Analisis Multivariat Variabel Independen Jenis Kelamin Indeks Massa Tubuh Ayah Indeks Massa Tubuh Ibu Asupan Lemak
P-value 0,022* 0,065 0,000* 0,015*
OR 0,361 2,238 5,646 16,699
95% CI 0,151 – 0,864 0,951 – 5,265 2,178 – 14,637 1,711 – 162,972
Berdasarkan tabel di atas, variabel yang paling berhubungan dengan overweight adalah asupan lemak dengan OR sebesar 16,7, ini berarti remaja yang memiliki asupan lemak lebih memiliki risiko 16 kali lebih besar mengalami overweight dibandingkan dengan remaja yang memiliki asupan lemak cukup setelah dikontrol dengan variabel Indeks Massa Tubuh Ayah dan Indeks Massa Tubuh ibu.
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Pembahasan Pada penelitian kali ini ditemukan ada sebanyak 39,3% responden yang memiliki status gizi overweight di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Hasil ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan Riskesdas 2010 yang menemukan bahwa prevalensi kegemukan pada remaja usia 13-18 tahun sebesar 3,9%. Peningkatan kemakmuran, kemajuan teknologi dan westernisasi dapat mengakibatkan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi di masyarakat, khususnya remaja yang cenderung menyukai makanan cepat saji (fast food) yang dapat meningkatkan terjadinya overweight (Oktaviani dkk., 2012). Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan (p > 0,05) antara konsumsi fast food dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardatillah (2008) pada siswa SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur dan Muwakhidah dan Dian (2008) pada siswa SMU Batik I Surakarta (OR = 2,27; CI = 0,6-8,1) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi fast food dengan terjadinya overweight pada remaja. Secara biologis, kalori dari minuman manis pada dasarnya berbeda dalam tubuh dibanding yang berasal dari makanan. Pemanis ini tidak memacu produksi insulin untuk membuat tubuh memproses kalori, juga tidak memacu tubuh memproduksi leptin, hormon yang menurunkan nafsu makan, sebagaimana yang karbohidrat lain lakukan (Bray, 2006). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan (p > 0,05) antara konsumsi soft drink dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Seseorang yang melewatkan waktu sarapan justru akan cenderung mengonsumsi lebih banyak kalori selama sehari. Anak yang tidak mengonsumsi sarapan cenderung memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih tinggi, yang merupakan tanda bahwa mereka mengalami overweight (Gavin, 2010). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara kebiasaan sarapan dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Pada variabel ini hanya diketahui frekuensinya dalam satu minggu, namun tidak ada data mengenai jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Bayi lahir dari ibu dengan kelebihan berat badan (tapi tidak obesitas) dan lebih tinggi tingkat gula darahnya memiliki kemungkinan lebih besar kadar insulin lebih tinggi dan kadar gula darah yang lebih rendah. Efek ini yang kemudian dapat memicu obesitas dan diabetes
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
pada anak (Mikail, 2012). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara berat lahir dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Banyak faktor lingkungan seperti pola makan dan gaya hidup, tidak hanya genetik, yang dapat membawa perubahan dan pengaruh terhadap berat badan seseorang pada tahapan kehidupan di waktu berikutnya. Kerja hormon tubuh digerakan oleh sebuah sistem. Hormon yang satu saling bergantung, dan memengaruhi hormon yang lain. Demikian pula pengaruh estrogen terhadap hormon tubuh lainnya. Ia berpengaruh terhadap sejumlah keadaan pada tubuh perempuan, termasuk dalam hal pembentukan protein tubuh (anabolic effect). Itulah sebabnya perempuan pada umumnya lebih gampang gemuk dibanding laki-laki (Nadesul, 2012).Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara jenis kelamin dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi overweight juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Oktavia dkk. (2012) pada siswa SMA Negeri 9 Semarang dan Mardatillah (2008) pada siswa SMA Islam PB. Soedirman Jakarta Timur. Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi (Khomsan et al., 2009). Salah satu penyebab timbulnya masalah gizi dan perubahan kebiasaan makan pada remaja adalah pengetahuan gizi yang rendah terlihat pada kebiasaan makan yang salah (Emilia, 2009). Sebagian besar kejadian masalah gizi lebih atau kurang dapat dihindari apabila remaja mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup tentang memelihara gizi dan mengatur makan (Suryaputra dan Nadhiroh, 2012). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara pengetahuan gizi dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Pengetahuan gizi yang baik tidak menjamin seseorang untuk memiliki dan mau menerapkan pola makan yang sehat dalam kehidupannya sehari-hari. Semua ini bergantung pada kedisiplinan seseorang dalam menjaga pola hidup sehat. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara durasi menyusui dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Hasil ini berbeda dengan hasil analisis yang dilakukan oleh Harder et al. (2005) dan Ramli (2011) yang menemukan bahwa durasi menyusui dapat menurunkan kejadian overweight pada remaja. Durasi menyusui bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi terjadinya overweight pada remaja. Faktor genetik dan lingkungan termasuk perilaku makan juga
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
menjadi faktor penting yang berkontribusi pada terjadinya overweight pada remaja (Ramli, 2011). Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara Indeks Massa Tubuh Ayah (p > 0,05) dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Khader et al. (2009), dan Rizka (2012) juga menemukan bahwa ada hubungan antara status gizi overweight orang tua dengan status gizi lebih pada remaja. Kegemukan dapat terjadi apabila jumlah energi yang masuk kedalam tubuh (dari makanan) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah energi untuk pemeliharaan tubuh dan aktivitas seseorang (Muchtadi, 2005). Semakin besar intake kalori, semakin besar kemungkinan terjadinya gizi lebih (Badjeber dkk., 2009). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara asupan energi dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Sama halnya dengan penelitian Mardatillah (2008) pada siswa di SMA Islam PB. Soedirman Jakarta Timur yang menemukan tidak adanya hubungan antara asupan energi dengan gizi lebih pada remaja. Konsumsi karbohidrat yang cukup akan mencegah terjadinya pemecahan protein yang berlebihan, membantu metabolisme lemak dan protein, serta mencegah kehilangan mineral (Sandjaja dkk., 2009). Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh akan diubah menjadi lemak. Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan lemak dalam jumlah tidak terbatas (Lily, 2003). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara asupan karbohidrat dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Mardatillah (2008) dalam penelitiannya pada siswa di SMA Islam PB. Soedirman Jakarta Timur juga menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan gizi lebih pada remaja. Konsumsi protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga menyebabkan obesitas (Lily, 2003). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara asupan protein dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Mardatillah (2008) juga menunjukkan bahwa asupan protein tidak berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada remaja.
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Lemak memiliki nilai energi yang lebih tinggi dibandingkan karbohidrat maupun protein dan turut mengambil bagian penting dalam menentukan kandungan energi dalam makanan (Arief, 2012). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asupan lemak yang tinggi, terutama lemak jenuh adalah faktor risiko terjadinya berat badan lebih (Hardinsyah, 2011). Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan (p > 0,05) antara asupan lemak dengan status gizi overweight. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Maffeis (2000) dan Arief (2012) yang mendapati adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi lemak dengan kejadian gizi lebih pada remaja. Serat membantu mengurangi penyerapan karbohidrat, protein dan lemak sehingga dapat menghindari kegemukan (Halomoan, 2004). Konsumsi serat secara linier akan mengurangi asupan lemak dan garam yang selanjutnya akan menurunkan tekanan darah dan mencegah peningkatan berat badan (Freedman et al., 2001). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) antara asupan serat dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Hal ini mungkin disebabkan karena secara keseluruhan, tidak terdapat perbedaan yang mencolok (kecenderungan) tingkat konsumsi serat antara responden overweight dan non-overweight. Jumlah serat yang dikonsumsi juga berpengaruh terhadap kontribusinya mencegah kenaikan berat badan pada responden. Dari serangkaian analisis multivariat yang dilakukan, diketahui bahwa faktor dominan penyebab overweight pada penelitian ini adalah asupan lemak. OR dari variabel independen ini adalah 16,669. Hal ini berarti responden yang asupan lemaknya lebih memiliki risiko 16,7 kali lebih besar mengalami overweight dibandingkan dengan responden yang asupan lemaknya cukup. Kesimpulan Melalui penelitian yang dilakukan pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi pada bulan April 2013 mengenai hubungan antara asupan gizi, pola konsumsi dan faktor lainnya, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi bulan April 2013, didapatkan prevalensi overweight sebesar 39,3% dan non-overweight sebesar 60,7%.
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
3. Terdapat hubungan (p < 0,05) antara Indeks Massa Tubuh Ayah, Indeks Massa Tubuh Ibu, dan asupan lemak dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. 4. Tidak terdapat hubungan (p > 0,05) antara pola konsumsi (konsumsi fast food dan soft drink, kebiasaan sarapan), karakteristik remaja (berat lahir, jenis kelamin, pengetahuan gizi), durasi menyusui, dan asupan gizi (energi, karbohidrat, protein, serat) dengan status gizi overweight pada remaja di SMA Marsudirini Bekasi tahun ajaran 2013. Saran Dinas Kesehatan dapat bekerja sama dengan pihak sekolah mengadakan penyuluhan mengenai pola hidup sehat dan menu gizi seimbang guna menanamkan perilaku hidup sehat pada siswa sehingga kejadian gizi lebih dapat dicegah. Pihak sekolah dapat membuat progam peer group discussion di mana siswa-siswi bersama-sama berbagi pengalaman dan informasi mengenai cara menjaga tubuh tetap sehat dan ideal. Selanjutnya, agar mendukung program tersebut, pihak sekolah perlu menyediakan timbangan digital dan microtoise di ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah) agar siswa-siswi dapat mengetahui pertambahan tinggi badan serta perkembangan berat badan mereka secara rutin. Sedangkan untuk orang tua dapat menyiapkan bekal makanan sehat bagi anak untuk dibawa ke sekolah, supaya orang tua juga dapat mengontrol porsi serta mutu makanan anak dan diharapkan kebiasaan jajan anak dapat berkurang dengan dibawakan bekal dari rumah. Daftar Referensi
AHA (American Heart Association). 2011. Overweight and Obesity. Almatsier, Sunita. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Arief. 2012. Kebiasaan Makan yang Menyebabkan Terjadinya Kegemukan Pada Remaja. Skripsi FIK Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG. Badjeber, Fauzul, Kapantouw, Nova H, dan Punuh, Maureen. 2009. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gizi Lebih Pada Siswa SD Negri 11 Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Berkey et al. 2000. Activity, Dietary Intake, and Weight Changes in A Longitudinal Study of Preadolescent and Adolescent Boys and Girls. PEDIATRICS Vol. 105, No. 4: 56.
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Bray, George. 2006. Soda Causes Obesity, Researches Assert. Union-Tribune Publishing Co. Dhamayanti, Meitha. 2009. Overweight Adolescent Health Problems and Services. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. [www.idai.or.id, diakses tgl. 6 Maret 2013] Dhanasari, Ni Komang Yeni. 2011. Janin Terlalu Kurus atau Gemuk Sama Berisiko. Jakarta: RSIA Hermina Daan Mogot. [www.tabloidnova.com, diakses tgl. 1 Maret 2013] Dietz, William H. 2004. Overweight in Childhood and Adolescence. New England Journal of Medicine, 350: 9. Emilia, Esi. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Gizi Pada Remaja dan Implikasinya Pada Sosialisasi Perilaku Hidup Sehat, Media Pendidikan, Gizi, dan Kuliner. Vol. 1 No. 1. Freedman et al. 2001. Relationship of Childhood Obesity to Coronary Heart Disease Risk Factors in Adulthood: The Bogalusa Heart Study. Pediatrics, 108: 712. Gavin, Mary L et al. 2010. Ready, Set, Breakfast!. Nemours. [m.kidshealth.org, diakses tgl. 28 Februari 2013] Halomoan Hutagalung. 2004. Karbohidrat. Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. [library.usu.ac.id, diakses tgl. 26 Maret 2013] Hanley et al. 2000. Overweight Among Children and Adolescents in A Native Canadian Community: Prevalence and Associated Factors. Am J Clin Nutr, 71: 693-700. Hardinsyah. 2011. Analisis Konsumsi Lemak, Gula dan Garam Penduduk Indonesia. Gizi Indon, 34(2): 92-100. Hayati, Florida. 2010. Gambaran Pola Makan dan Persepsi Remaja Obesitas dan Overweight di SMP Negeri 2 Padang. Heryanti, Evi. 2009. Kebiasaan Makan Cepat Saji (Fast Food Modern), Aktivitas Fisik dan Faktor Lainnya dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Penghuni Asrama UI Depok Tahun 2009. Skripsi FKM UI. Depok. IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). 2009. Overweight Adolescent Health Problems and Services. [www.idai.or.id, diakses tgl. 11 Februari 2013] Imtihani, Titis Rakhma. 2012. Hubungan Pengetahuan, Uang Saku, Motivasi, Promosi dan Peer Group dengan Frekuensi Konsumsi Makanan Cepat Saji (Western Food) Pada Remaja Putri. Skripsi Universitas Diponegoro. Semarang. Khader et al. 2009. Overweight and Obesity Among School Children in Jordan: Prevalence and Associated Factors. Maternal and Children Health Journal, Vol. 13: 424-431. Khomsan, Ali, Anwar, Faisal, dan Mudjajanto, Eddy S. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Ibu Peserta Posyandu. Jurnal Gizi dan Pangan, 4(1): 33-41. Kuczmarski, Robert J and Flegal, Katherine M. 2000. Criteria for Definition of Overweight in Transition: Background and Recommendations for The United States. Am J Clin Nutr, 72: 1074-81. Lily. 2003. Nutritional Food Safety. [lily.staff.ugm.ac.id, diakses tgl. 1 Juli 2013] Maffeis, Claudio. 2000. Aetiology of Overweight and Obesity in Children and Adolescents. European Journal of Pediatrics. Vol. 159: S35-S44. Mardatillah. 2008. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Siap Saji Modern (Fast Food), Aktivitas Fisik dan Faktor Lainnya dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur Tahun 2008. Skripsi FKM UI. Depok.
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Marta, et al. 2000. Differences in Dietary Intake and Activity Level Between Normal-Weight and Overweight or Obese Adolescents. Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition, Vol. 30: 253-258. Mikail, Bramirus. 2012. Gemuk Saat Hamil, Berisiko Tinggi Komplikasi. [female.kompas.com, diakses tgl. 3 Juli 2013] Muchtadi, Deddy. 2005. Berat Badan Ideal. Department of Food Science and Technology. Institut Pertanian Bogor. Muwakhidah dan Tri H, Dian. 2008. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Obesitas Pada Remaja. Jurnal Kesehatan Vol. 1 No. 2 Universitas Muhammadiyah Surakarta. Nadesul, Handrawan. 2012. Cara Sehat Menjadi Perempuan. Kompas: Jakarta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Oktaviani, dkk. 2012. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food, Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi, Karakteristik Remaja dan Orang Tua dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Studi Kasus Pada Siswa SMA Negeri 9 Semarang Tahun 2012). Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 1, No. 2, 542-553. Pamela, Rudi Diah. 2011. Overweight dan Obesitas Sebagai Suatu Risiko Penyakit Degeneratif. Jakarta: RS Dr. Suyoto. [www.suyotohospital.com, diakses tgl. 8 Februari 2013] Rangan A, et al. 2009. Soft Drinks, Weight Status and Health: Health Professionals Update. Sydney: NSW Centre for Public Health Nutrition. Ramli, Nurlaili. 2011. Durasi Menyusui dan Kejadian Overweight Pada Remaja. Tesis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Rizka, Vania. 2012. Hubungan Faktor Keturunan, Kebiasaan Konsumsi Soft Drink dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Remaja SMP di Lumajang. Skripsi. FKM Unair Surabaya. Roesli, Utami. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT. Niaga Swadaya. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2003. Penuntun Diit Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sandjaja, dkk. 2009. Kamus Gizi. Jakarta: PT Kompas Gramedia Nusantara. Sari,
Tirta Prawita. 2012. Masyarakat Indonesia [health.kompas.com, diakses tgl. 26 Maret 2013]
Kelebihan
Konsumsi
Karbohidrat
dan
Lemak.
Seidman et al. 1991. A Longitudinal Study of Birth Weight and Being Overweight in Late Adolescence. Am J Dis Child, 145(7): 779-781. Soraya, Faerus dan Ratna Indriawati. 2008. Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) dan Tingkat Aktivitas Fisik Terhadap Obesitas Pada Kelompok Usia 11-13 Tahun. Spear BA. 2002. Adolescents Growth and Development. J Am Diet Assoc, 1021: S23-S29. Supariasa, I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Suryaputra, Kartika dan Siti Rahayu Nadhiroh. 2012. Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas dengan Non-Obesitas. Makara Kesehatan Vol. 16, No. 1: 45-50
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013
Szajewska, Hania and Ruszczynski, Marek. 2010. Systematic Review Demonstrating That Breakfast Consumption Influences Body Weight Outcomes in Children and Adolescents in Europe. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, Vol. 50: 113-119. Vartanian, Lenny R, Schwartz, Marlene B, and Brownell, Kelly D. 2007. Effects of Soft Drink Consumption on Nutrition and Health: A Systematic Review and Meta-Analysis. Am J Public Health, 97: 667-675. WHO. 2003. Obesity and Overweight. Yousefi, Parshin. 2011. Overweight/ Obesity and Lifestyle Characteristics Among Iranian Pre-School Children. Thesis Umea University. Sweden. Zelman, Kathleen M. (2012). Why Breakfast is The Most Important Meal of The Day?. Web MD.
Hubungan antara..., Yasashi I Evelyn, FKM UI, 2013