PERBEDAAN PENGUNGKAPAN DIRI DALAM MEDIA SOSIAL ONLINE (FACEBOOK) DITINJAU DARI JENIS KELAMIN
OLEH RATIH TRI YULININGSIH 802010107
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
Perbedaan Pengungkapan Diri Dalam Media Sosial Online (Facebook) ditinjau Dari Jenis Kelamin Ratih Tri Yuliningsih Jusuf Tjahjo Purnomo, MA. Psi dan Heru Astikasari SM., S. Psi, M. A Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri dalam media sosial online (Facebook) ditinjau dari jenis kelamin. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 200 orang. Sampel penelitian adalah anak-anak SMA yang berumur 16-18 tahun di Ambarawa. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala self disclosure dengan model skala Linkert yang terdiri dari 4 alternatif pilihan jawaban. Skala self disclosure yang digunakan diadaptasi dan diterjemahkan berdasarkan 5 aspek perilaku self disclosure menurut Leung (2001) yaitu: Depth, Accuracy, Amount, Valence, dan Intent. Metode analisis data yang digunakan adalah Accidental Sampling. Analisa data menggunakan uji beda t-test yang dilakukan dengan uji hipotesis one-tailed menunjukkan t- tes sebesar 4, 153 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 dengan kriteria penerimaan hipotesis penelitian adalah P < 0,05. Hal tersebut menunjukkan ada perbedaan pengungkapan diri dalam media sosial online (Facebook) antara laki-laki dan perempuan.
Keyword: Sefl Disclosure, Facebook, Jenis kelamin
Difference of Self-Disclosure in Online Social Media Facebook Which in Terms of Gender Ratih Tri Yuliningsih Jusuf Tjahjo Purnomo, MA. Psi dan Heru Astikasari SM., S. Psi, M. A Faculty of Psychology Satya Wacana Christian University
ABSTRACT
This Present Study was aimed to investigate the difference of self-disclosure in online social media Facebook which in terms of gender. The sample of this study are 200 senior high school children in Ambarawa with the age of 16 – 18 years old range. The data collection which was used in this study was a self-disclosure scale, Linkert scale model, which consist of four choices of alternative answer. The self-disclosure scales were adapted and translated based on five behavior aspects of self-disclosure according to Leung (2001): Depth, Accuracy, Amount, Valence, and Intent. An accidental sampling method is used to analyze the data. The data analysis used a difference test, T-test, which was conducted with the hypothesis test, one-tailed, showed T-test for 4.153 and the significance value for 0.000 with the acceptance criteria research hypothesis is P<0.005. It showed there is a difference of self-disclosure in online social media Facebook between men and women. Keyword: Sefl Disclosure, Facebook, Gender
1
PENDAHULUAN Dunia ini dijuluki sebagai the big village, yaitu sebuah dunia yang besar, dimana melalui internet masyarakat bisa saling kenal dan saling menyapa satu dengan yang lainnya (Bugin,2006). Internet menyediakan berbagai media sosial untuk memuaskan kebutuhan masyarakat dalam persahabatan dan rasa saling memiliki (Morahan-Martin & Schumacher, 2003). Di sebagian besar negaraBarat,internettelah menjadisarana pentinguntuk komunikasi antaratemanteman dekat (Lenhart, Madden, &Hitlin, 2005;Valkenburg&Peter, 2007). Remaja saat ini menghabiskan lebih banyak waktu di internet daripada kegiatan lain (Lenhart & Madden, 2007). Mereka juga sering mengungkapkan informasi pribadi dan mengembangkan hubungan melalui Internet (Peter, Valkenburg, & Schouten, 2005; Schouten et al., 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian Wartella, O'Keefe, & Scantlin (2000), anak-anak dan remaja sangat menyukai media online dan menghabiskan banyak waktu luang mereka di internet, mencari informasi, bermain game, dan berbicara dengan teman-teman setiap hari.
Mereka
menikmati
membuat
teman
online,
kemampuan
untuk
menyamarkan identitas dalam komunikasi tekstual, dan berbicara sepanjang waktu dengan beragam jenis orang (Leung, 2001). Tidak hanya anak-anak, survei mengindikasi hampir 10% dari pengguna internet orang dewasa sebagai pecandu internet (Cooper, Morahan-Martin,
Mathy, & Maheu, 2002).
Kebanyakan remaja menggunakan internet, dan pesan singkat (IM) dan situs jejaring sosial (SNSs) untuk mempertahankan persahabatan mereka, berbagi pikiran intim, perasaan, dan pengalaman dengan teman-teman (Boneva, Quinn,
2
Kraut, Kiesler, & Shklovski, 2006; Grinter & Palen, 2002; Gross, 2004; Schouten, Valkenburg, & Peter, 2007). Media-media sosial online menawarkan berbagai pilihan untuk bertemu orang baru, berkomunikasi, dan mengembangkan hubungan dekat dengan orang lain (Pornsakulvanich,2005). Facebook sebagai salah satu produkjejaring sosial, menyajikan daftar pengguna lain yang secara individu terhubung dengan mereka dan memudahkan individu menavigasi daftar koneksi mereka dengan koneksi yang dimiliki pengguna lain. Intinya, individu yang menggunakan situs jejaring sosial mampu menciptakan profil dan menghubungkan profil mereka kepada pengguna lain untuk membentuk jaringan personal (Melcombe, 2011). Secara global, facebook kini memiliki 1,28 miliar pengguna aktif setiap bulan. Jumlah pengguna facebook di Indonesia kini mencapai 69 juta orang. Indonesia diakui sebagai salah satu pasar terbesar bagi facebook. Pernyataan resmi tersebut dikeluarkan
kepala
facebook
Indonesia,
Anand
Tilak,
seperti
dikutip VentureBeat. Facebook sangat interaktif dan luas mencakup berbagi informasi dan pengalaman. Selain itu, proses menulis online merangsang seseorang untuk melakukan pengungkapan diri (McKenna & Bargh, 2000). Pengungkapan diri mengacu pada informasi tentang diri bahwa seseorang berkomunikasi kepada orang lain (Joinson, 2001a, 2001b; Joinson & Paine, 2007). Berbagi informasi pribadi dengan orang lain sangat penting untuk pembentukan hubungan dekat (Altman & Taylor, 2001). Dari beberapa penelitian (Lenhart, Madden, &Hitlin, 2005;Valkenburg&Peter, 2007, Fehr, 2004)
menunjukkan bahwa banyak pra-
remaja dan remaja menggunakan internet untuk mengungkapkan informasi
3
pribadi kepada teman-teman mereka, dan bahwa secara online dapat mendorong mereka melakukan pengungkapan diri dari waktu ke waktu. Penggunaan berkomunikasi
perangkat mengalahkan
komputer
dan
bentuk
jaringan
internet
komunikasi
untuk
tradisional
sehinggapengungkapan diri kini berkembang dalam konteks online. Barak & Suler (2008 dalam Blau, 2011) menjelaskan bahwa pengungkapan diri online mirip dengan pengungkapan diri offline dalam beberapa aspek penting yaitu mempunyai hubungan timbal-balik, pengungkapan diri yang dilakukan secara personal, sensitif dan intim. Keintiman pengungkapan diri secara langsung atau tatap muka berdampak pada pengungkapan diri online dimana interaksi yang terjadi memiliki implikasi dalam membangun hubungan antar pribadi (Valkenberg & Peter, 2009a, 2009b dalam Schiffrin & Falkenstern, 2010). Penelitian ini juga telah menunjukkan bahwa pengungkapan diri lebih dalam dan terjadi lebih cepat pada online dibandingkan dengan lingkungan offline (Barak & Bloch,
2006;
McCoyd
&
Schwaber
Kerson,
2006).Hal
tersebut
dikarenakanlingkungan mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan dirinya (Werner, Altman &Brown, 1992 dalam Greene, Derlega & Matthews 2003). Saat dalam kondisi onlineseseorang melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada kondisi tatap muka(Suler, 2004). Pengungkapan
diri
merupakan
salah
satu
bentuk
komunikasi
interpersonal yang dalam praktiknya dipengaruhi oleh jenis kelamin (Devito, 2011). Perbedaan komunikasi antara pria dan wanita telah dinyatakan (Tannnen dalam Santrock 2003), bahwa pria dan wanita diperlakukan berbeda sehingga cara berbicaranya pun menjadi berbeda dan perbedaan budaya pada pria dan
4
wanita juga mencakup perbedaan peran dalam komunikasi yang terjadi saat berhubungan dengan orang lain. RosedanRudolph(2006) menyatakan bahwa ada perbedaan pengungkapan diri yang konsisten dari jenis kelaminkepada temantemanremaja putrimengungkapkan dirilebih darianak laki-laki. Perbedaanjenis kelamindalampengungkapan diriini sesuai denganberbagai penelitian lainyang menyelidikiperbedaan
gender
dalamkeintiman
danpersahabatan(Galambos,
2004). Misalnya, telah diterima secara luasbahwa anak perempuanlebih terfokus padaintimdekatpersahabatan,
sedangkananak
laki-lakimenghabiskanlebih
banyak waktu dikelompok yang lebih besardan dasarpersahabatanmereka adalah kegiatanbersama. (Lenhart, Madden, &Hitlin, 2005;Valkenburg&Peter, 2007) Menurut Papu (2002), dengan mengungkapakan diri kepada orang lain, akan membantu seseorang memecahkan berbagai konflik dalam masalah interpersonal dan meringankan diri dari beban pikiran yang mengakibatkan ketegangan dan stres. Namun di sisi lain pengungkapan diri memiliki dampak buruk seperti Indefference. Loss of Control, Betrayal, Rejection Valerian Derlega (dalam Taylor 2000). Media sosial saat ini menjadi tempat untuk meluapkan segala macam unek-unek atau kekesalan hati. Baik kepada seseorang, maupun kepada daerah tertentu. Ketika unek-unek ini menjadi muncul dan menjadi booming serta menjadi bahan pembicaraan dikalangan masyarakat, maka unek-unek tersebut bukan lagi unek-unek pribadi. Malah menjadi sebuah tontonan yang berubah sebuah boomerang dan tentunya menjadi fenomena sosial.Contohnya saja seperti kasus Florence Sihombing marah-marah di media sosial karena tidak mau antre di SPBU.
5
Penelitian yang dilakukan oleh Savicki (dalam Huffaker & Calvert 2005) tentang 2,692 pesan dalam kelompok diskusi internet menemukan bahwa kelompok yang didominasi oleh perempuan cenderung untuk terbuka dan menghindari ataupun mengurangi konflik. Sedangkan kelompok diskusi yang didominasi oleh laki-laki cenderung kurang memperhatikan kesopanan dan berbicara secara terus terang. Dalam temuan serupa, Herring dalam Huffaker dan Calvert (2005) menemukan bahwa perempuan lebih sering berterimakasih, menghargai dan meminta maaf.Penelitian yang dilakukan Jaffe, Lee, Huang dan Oshagan (2004) mengindikasikan perempuan lebih banyak menyembunyikan identitas sebenarnya dibandingkan laki-laki. Dengan penyembunyian identitas ini, perempuan mempunyai ruang untuk mengekspresikan dirinya secara jujur dan akrab. Menurut Kramarae (dalam Griffin, 2003),internet memungkinkan perempuan berinteraksi dengan banyak orang dan membentuk komunitas global. Dari penelitian Nugroho (2013) dan Tannen (dalam Santrock, 2003,) bahwa pria dan wanita memiliki tipe pembicaraan yang berbeda. Pria lebih menguasai kemampuan verbal seperti bercerita, bercanda dan berceramah tentang informasi, sedangkan wanita lebih menyenangi percakapan pribadi. Stereotip tentang pria yang mengatakan bahwa pria harus bersikap tidak emosional, mampu menyembunyikan emosinya dan objektif membuat pria cenderung menghindari perilaku mengungkapkan diri. Hal ini bertentangan dengan penelitian (Derlega, dalam Barry, Rhonda, Karen 2011) hasilnya mengatakan bahwa pada awal perkenalan laki-laki cederung lebih terbuka. Sedangkan Penelitian Seung (2007) dan Prasetya (2010), antara laki-laki dan perempuan
tidak
ada
perbedaan
yang
signifikan
karena
perbedaan
6
pengungkapan diriantara laki-laki dan perempuan sangat tergantung kepada bidang / hal yang menjadi topik pengungkapan dirimereka.
TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengungkapan Diri Dengan Facebook Situs jejaring sosial dapat diakses dengan berbagai koneksi internet ya ng dapat meningkatkan partisipasi dalam kehidupan dunia maya (Ofcom, 200 8). Boyd dan Ellison dalam jurnalnya Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship (2007) mengatakan bahwa situs jaringan sosial mengijinkan orang untuk membangun profil dirinya untuk umum serta membuat daftar orang-orang yang menjadi temannya serta melihat profil orang
lain.
Situs
jejaring
sosial
yang
belakangan
ini paling banyak diminati adalah facebook. Dimana hampir semua orang memiliki akunnya. Saat ini, siapa yang tidak mengetahui facebook. Individu masa kini menganggap facebook sebagai santapan sehari-hari. Kecanggihan teknologi komunikasi membuat facebook dapat diakses kapan saja, dimana saja, dan melalui apa saja. Jumlah pengguna facebook di Indonesia kini mencapai 69 juta orang. Pernyataan resmi tersebut dikeluarkan kepala facebook Indonesia, Anand Tilak, seperti dikutip VentureBeat. Padahal, enam bulan sebelumnya, jumlah pengguna facebook di Indonesia hanya 65 juta orang. Ini artinya ada kenaikan sekitar 6 persen. Indonesia diakui sebagai salah satu pasar terbesar bagi facebook. Secara global, facebook kini memiliki 1,28 miliar pengguna aktif setiap bulan. Selain Indonesia, India dan Brasil juga merupakan negara
7
dengan pertumbuhan pengguna yang cukup tinggi. Dari jumlah tersebut, 34 persen di antaranya mengakses facebook dari perangkat bergerak. Menurut lembaga riset Forester Reasearch, kebanyakan pengguna facebook adalah mereka yang tergolong usia remaja (Firman, 2014). Melalui facebook, terciptalah sebuah komunikasi antar pribadi dengan para pemilik akun facebook yang telah “berteman”. Komunikasi antarpribadi
tersebut
berupa
sebuah
self
disclosure
atau
proses
mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain atau sebaliknya. Salah satu tipe komunikasi dimana informasi mengenai diri (self) yang biasanya disembunyikan diri orang lain, kini dikomunikasikan kepada orang lain (Rakhmat, 2004).Pengungkapan diri mengarahkan individu pada sebuah hubungan yang lebih intim. Proses peningkatan pengungkapan dan keintiman dalam sebuah hubungan, dimaknai sebagai sebuah penetrasi sosial. Dalam teori Penetrasi Sosial yang diungkapkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (2001), disebutkan bahwa semakin hubungan berkembang maka komunikasi bergerak dari tingkat relatif dangkal dan tidak intim sampai pada tingkat yang lebih dalam dan pribadi. Sebuah teori yang telah diterapkan pada konteks komunikasi melalui komputer (CMC) dan sangat mendukung untuk menjelaskan pengungkapan diri dan keintiman hubungan dalam situs facebook. Menurut Schouten (2007), facebook merupakan salah satu media yang dapat menstimuli terjadinya pengungkapan diri. Semakin sering seseorang membuka facebook, semakin banyak teman dalam interaksi sosialnya. Hadirnya facebook sepertinya telah membangkitkan kebutuhan
8
dasar manusia untuk dapat bersosialisasi dengan mengungkapkan diri mereka kepada orang-orang dilingkungan sekitarnya. Individu dengan mudah dan bebas mengungkapkan apa saja mengenai diri mereka melalui facebook tanpa harus bertatap muka langsung dengan orang lain. Individu seperti menjadi seorang selebriti didunia maya dimana mereka menjelaskan dirinya melaluistatus, foto, komentar tentang kegiatannya sehari-hari. 2. Pengungkapan Diri Dengan Jenis Kelamin Menurut Devito (2011), pengungkapan diri adalah jenis komunikasi dan informasi tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dan perilaku seseorang atau tentang orang lain yang sangat dekat dan yang sangat dipikirkan. Pengungkapan diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara aktif disembunyikan. Pengungkapan diri melibatkan orang lain. Menurut (Wrightsman, dalam Dayaksini 2006), pengungkapan diri adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain. Lebih lanjut menurut (Marton, dalam Dayaksini 2006) pengungkapan diri, merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang kita sukai atau hal-hal yang kita sukai atau kita benci. Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti
9
informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Menurut
Papu
(2002),
manfaat
pengungkapan
diri
seperti
meningkatkan kesadaran diri (self-awarenes), membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak, mengembangkan keterampilan berkomunikasi, mengurangi rasa malu dan meningkatkan penerimaan diri (self acceptance), memecahkan berbagai konflik dalam masalah interpersonal, memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan. Meringankan diri dari beban pikiran yang mengakibatkan ketegangan dan stres. Fungsi-fungsi pengungkapan diri menurut (Derlega dan Grzelak dalam Dayaksini 2006), ekspresi, penjernihan diri, keabsahan sosial, kendali sosial, perkembangan hubungan (relationship development). Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengungkapan
diriDevito(2011)
adalah
besar
kelompok, perasaan yang menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian, topik dan jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri. Umumnya, pria lebih kurang terbuka daripada wanita. Judy Pearson dalam Devito (2011) berpendapat bahwa peran Seks-lah (seks role) dan bukan jenis kelamin dalam arti biologis yang menyebabkan perbedaan dalam hal Pengungkapan diri. “ Wanita yang maskulin,” misalnya kurang
membuka
diri
daripada
wanita
yang
nilai
dalam
skala
maskulinitasnya lebih. Selanjutnya ,”pria feminim” membuka diri lebih besar daripada pria yang nilai dalam skala feminitasnya lebih rendah. Pria
10
dan wanita juga mengemukakan alasan yang berbeda untuk penghindaraan mereka terhadap pengungkapan diri. Jenis
kelamin
yang
dimiliki
individu
dapat
mempengaruhi
pengungkapan dirinya kepada orang lain. Pengaruh jenis kelamin terhadap pengungkapan diri bermula dari perbedaan perlakuan orang tua terhadap anak yang disebabkan karena perbedaan jenis kelaminnnya. Pola pengasuhan yang berbeda tersebut misalnya berupa perbedaan cara orang dewasa berbicara dengan anak laki-laki dan perempuan. Orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru dan orang dewasa lain berbicara kepada anak laki-laki dan perempuan dengan cara yang berbeda karena mereka memiliki harapan dan kriteria peran yang tidak sama bagi keduanya (Santrock, 2003). Peran yang dikenakan pada pria dan wanita pada akhirnya bisa menjadi sebuah stereotip gender, yaitu keyakinan mengenai sekumpulan arti yang dihubungkan dengan laki-laki dan perempuan (Hurluck, 2005). Arti tersebut berkaitan dengan penampilan, bentuk tubuh yag sesuai, cara berperilaku, caramencari nafkah dan cara berbicara yang sesuai. Perbedaan cara berkomunikasi antara pria dan wanita juga dinyatakan Tannen (dalam Santrock, 2003) bahwa pria dan wanita memiliki tipe pembicaraan yang berbeda. Pria lebih menguasai kemampuan verbal seperti bercerita, bercanda dan berceramah tentang informasi, sedangkan wanita lebih menyenangi percakapan pribadi. Stereotip gender bagi pria dan wanita yang telah terbentuk dan berkembang dalam masyarakat menjadi acuan bagi individu untuk berperilaku, seperti yang dinyatakan Hurlock (2005) bahwa stereotip gender
11
mengharapkan setiap individu mampu menerima kenyataan bahwa mereka harus menyesuaikan diri dengan stereotip peran gender yang telah disetujui bila ingin mendapatkan penerimaan sosial yang baik. Berdasarkan pendapat tersebut, maka tingkah laku termasuk perilaku mengungkapkan diri pada pria dan wanita harus disusuaikan juga dengan stereotip gendernya sehingga pengungkapan diri pria dan wanita akan menunjukkan perbedaan. Stereotip tentang pria yang mengatakan bahwa pria harus bersikap tidak emosional, mampu menyembunyikan emosinya dan objektif membuat pria cenderung menghindari perilaku mengungkapkan diri. Perbedaan pengungkapan diri pada pria dan wanita dijelaskan oleh Jourard (dalam Devito 2011), bahwa wanita telah dibiasakan untuk mengungkapkan diri. Stereotip yang menyatakan wanita lebih banyak bicara dari pria menunjukkan bahwa wanita pada dasarnya menyenangi pembicaraan dengan orang lain. Wanita dapat memanfaatkan waktu dengan bercakap-cakap bersama orang lain dan dalam percakapan tersebut juga terkandung penyampaian pendapat, perasaan, keinginan, dan ketakutan terhadap sesuatu. METODE PENELITIAN Adapun kriteria subjek dalam populasi penelitian ini adalah siswa siswi SMA dan mempunyai akun facebook dan masih aktif menggunakan jejaring sosial facebook sampai sekarang. Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling. Accidental Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan terhadap responden yang secara kebetulan ditemui pada obyek penelitian ketika observasi sedang berlangsung. (Azwar, 2012). Jumlah sampel yang
12
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 200. Terdiri dari 100 laki-laki dan 100 perempuan Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan jenis kuesioner Revised Self-disclosure Scale. Alat ukur ini dikembangkan oleh Leung (2011). Dalam penelitian Leung tersebut alat ukur ini memiliki lima dimensi yang digunakan untuk mengukur self-disclosure online yaitu depth;(contoh: Aku biasanya berbicara tentang diriku sendiri di FB untuk jangka waktu yang cukup panjang), accuracy; (contoh: Persepsi diriku tentang perasaan, emosi dan pengalaman yang aku katakan selalu benar), amount;(contoh: Aku jarang atau hanya memiliki sedikit waktu ketika aku menceritakan tentang diriku di FB), valent; (contoh: Secara umum, aku mengungkapkan tentang diriku sendiri lebih mengarah ke hal negatif daripada positif di FB)dan intent; (contoh: Ketika aku curhat/ mengungkapakan perasaan pribadiku di FB, aku selalu sadar tentang apa yang aku lakukan dan aku katakana). Dalam penelitian ini peneliti mengadaptasi alat ukur yang di buat oleh Leung dimana dimensi depth ada 12 item pertanyaan, accuracy ada 6 item, amount ada 8 item, valence 11 item dan intent 6 item.Sehingga total item pada alat ukur ini berjumlah 43 item. Diukur dengan menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban berkisar dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Pernyataan mendukung (favorable) menggunakan urutan penilaian jawaban 4 untuk Sangat sesuai, 3 untuk Sesuai, 2 untuk Tidak sesuai, dan penilaian 1 untuk pernyataan Sangat Tidak sesuai. Sebaliknya untuk pernyataan tidak mendukung (unfavorable) menggunakan urutan penilaian
13
jawaban 1 untuk pernyataan Sangat sesuai, 2 untuk Sesuai, 3 untuk Tidak sesuai, dan 4 untuk pernyataan Sangat tidak sesuai. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur menunjukan bahwa jumlah item valid dalam skala self disclosure sebanyak 30 item dengan nilai reliabilitas sebesar 0,862. 13 item dalam skala tersebut memiliki nilai validitas ≤0,25 sehingga tidak digunakan dalam penelitian ini. HASIL PENELITIAN Pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan teknik korelasi Product Moment yang diuji dengan menggunakan program SPSS for Windows 16. Pada pengujian validitas dan reliabilitas skala perilaku pengungkapan diri yang digunakan dalam penelitian ini dari total 43 item penyataan terdapat 13 item pernyataan yang tidak valid dengan koefisien korelasi ≤ 0,25 (Azwar, 2012) sehingga ke 13 item tersebut tidak dapat digunakan dalam penelitian ini. Nilai validitas skala perilaku pengungkapan diri bergerak dari angka 0,260 sampai dengan 0,635, dengan nilai reliabilitas sebesar α = 0, 862. Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas dan homogenitas data untuk mengetahui normal atau tidaknya data dalam penelitian ini, serta untuk mengetahui apakah data penelitian ini berasal dari satu variasi populasi yang homogen. Pengujian normalitas data menggunakan rumus one sample Kolmogorov-Smirnov dan diketahui memiliki koefisien normalitas sebesar 0,330 (P>0,05). Sedangkan pengujian homogenitas data diketahui memiliki koefisen korelasi sebesar 0,088 (P>0,05). Dengan
14
kriteria penerimaan >0,05 maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini berdistribusi normal dan berasal dari satu variasi populasi yang homogen. Kemungkinan
pembagian
skor
tertinggi
dan
terendah
dari
variabelperilaku pengungkapan diriadalah sebagai berikut: Skor tertinggi
: 4 x 30 = 120
Skor terendah
: 1 x 30 = 30
i
jumlah skor tertinggi jumlah skor terendah jumlah kategori
i
120 - 30 4
i = 22,5 Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat ditentukan kategori sebagai berikut: 1. Sangat Tinggi
: 97,5≤ x ≤120
2. Tinggi
: 75 ≤ x < 97,5
3. Rendah
: 52,5 ≤ x <75
4. Sangat Rendah : 30 ≤ x <52,5
15
Tabel. 1 Kategori perbedaan pengungkapan diri pada laki-laki dan perempuan No
%
Mean Frekuensi % Perempuan
4%
5
5%
2
Kategori Freku ensi Lakilaki 97,5≤x<120 Sangat 4 Tinggi 75 ≤ x< 97,5 Tinggi 27
27%
47
47%
3
52,5 ≤ x <75 Rendah
60
60% 68
47
47% 74,6
4
30 ≤ x <52,5 Sangat Rendah
9
1
Interval
9%
1
Mean
1%
Hasil dari data yang diperoleh mean atau rata-rata untuk laki-laki adalah 68. Sedangkan mean yang diperoleh untuk perempuan adalah 74,6. Hal ini menunjukkan bahwa antara laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki rata-rata pengungkapan diri yang rendah. Namun jika dilihat dari kategori tinggi, perempuan memiliki nilai presentase sebanyak 47% lebih tinggi dari pada laki-laki yang hanya memiliki nilai 27%. Tabel. 2 Mean dan Standar Deviasi Pengungkapan Diri Melalui Media Sosial Facebook Ditinjau Dari Jenis Kelamin Group Statistics Jenis Kelamin Selfdisclosur e
Wanita Laki-laki
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
100
105.42
10.822
1.082
100
98.05
14.066
1.407
16
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means Sig. (2Mean tailed Differenc F Sig. T Df ) e Lowe Lowe Lower Upper r Upper r Upper Self Equal disclosu variances 2,948 ,088 re assumed Equal variances not assumed
Lower
Upper
Lower
,000 7,370
1,775
3,870
10,870
185,7 ,000 7,370 9
1,775
3,889
10,871
4,153 198
4,153
Std. Error 95% Confidence Differenc Interval of the e Difference
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan diri melalui media sosial online facebook ditinjau dari jenis kelamin, maka digunakanlah rumus Independent Sample Test. Analisis data dengan bantuan SPSS 16 for windows, menemukan hasil perhitungan Independent Sample Test menunjukan bahwa nilai signifikansi untuk perbedaan pengungkapan diri ditinjau dari jenis kelamin,memiliki nilai t-test sebesar 4, 153 dengan signifikansi 0,000 ( p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan pengungkapan diri melalui media sosial online facebook ditinjau dari jenis kelamin meskipun dalam kategori yang rendah.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan pengungkapan diri melalui media social online facebook ditinjau dari jenis kelamin didapatkan hasil perhitungan Independent Sample Test sebesar 4,153 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian, maka hasil penelitian ini
17
sejalan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengungkapan diri ditinjau dari jenis kelamin. Hal ini menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak, artinya ada perbedaan pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan. Jika dilihat dari penggolongan kategori perilaku pengungkpan diri berdasarkan
jenis
kelamin.
Pada
siswa
laki-laki
dan
perempuan
menunjukkan perilaku pengugkapan diri dalam prosentase kategori rendah sebesar 53,5%. Perempuan memiliki kategori rendah 47 % dan laki-laki sebanyak 60 %. Hal ini bisa terjadi karena para siswa yang menggunakan facebook masih banyak yang tidak menampilkan identitas mereka yang sebenarnya seperti nama, jenis kelamin, alamat, foto, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan penelitian Penelitian yang dilakukan Jaffe, Lee, Huang dan
Oshagan
(2004)
mengindikasikan
menyembunyikan identitas sebenarnya
perempuan
lebih
banyak
dibandingkan laki-laki. Dengan
penyembunyian identitas ini, perempuan mempunyai ruang untuk mengekspresikan dirinya secara jujur dan akrab. Mereka juga tidak mengungkapkan yang sedang mereka pikirkan dan rasakan. Mereka masih menginginkan privasi. Mereka masih bisa mengontrol hal apa dan kepada siapa saja mereka mengungkapkan diri mereka. Namun dalam kategori tinggi siswa laki-laki menunjukkan perilaku pengungkapan diri sebesar 27% sedangkan perempuan menunjukkan perilaku pengungkapan diri sebesar 47%. Artinya bahwa perempuan memiliki pengungkapan diri lebih tinggi dari pada laki-laki. Perbedaan cara berkomunikasi antara pria dan wanita juga dinyatakan Tannen (dalam
18
Santrock, 2003,) bahwa pria dan wanita memiliki tipe pembicaraan yang berbeda. Perbedaan pengungkapan diripada pria dan wanita dijelaskan oleh Jourard (dalam Devito 2011) bahwa wanita telah dibiasakan untuk mengungkapkan diri. Stereotip yang menyatakan wanita lebih banyak bicara dari pria menunjukkan bahwa wanita pada dasarnya menyenangi pembicaraan dengan orang lain. Wanita dapat memanfaatkan waktu dengan bercakap-cakap bersama orang lain dan dalam percakapan tersebut juga terkandung penyampaian pendapat, perasaan, keinginan, dan ketakutan terhadap sesuatu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitianRosedanRudolph(2006) menyatakan bahwa ada perbedaan pengungkapan diri yang konsisten dari jenis kelaminkepada teman-temanremaja putrimengungkapkan dirilebih darianak laki-laki. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Nugroho (2013) dan Tannen (dalam Santrock, 2003) bahwa pria dan wanita memiliki tipe pembicaraan yang berbeda. Bahwa wanita lebih terbuka dari pada pria. Pria lebih menguasai kemampuan verbal seperti bercerita, bercanda dan berceramah tentang informasi, sedangkan wanita lebih menyenangi percakapan pribadi. Stereotip tentang pria yang mengatakan bahwa pria harus bersikap tidak emosional, mampu menyembunyikan emosinya dan objektif membuat pria cenderung menghindari perilaku mengungkapkan diri.
19
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang perbedaan perilaku asertif remaja awal ditinjau dari jenis kelamin, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengungkapan diri melalui media sosial online (facebook) ditinjau dari jenis kelamin.
SARAN 1.
Pengguna internet khususnya Facebook, sekarang ini tidak hanya pada remaja melaikan digunakan semua kalangan. Oleh sebab itu, diharapkan kepada peneliti pengungkapan diri selanjutnya tidak hanya dilakukan pada kalangan remaja SMA namun dikalangan perguruan tinggi dan kalangan pekerja.
2.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan positif bagi orang tua dan guru dalam melakukan interaksi kepada remaja karena tidak semua remaja bisa mengungkapkan secara langsung apa yang dipikirkan.
3.
Implikasi dari penelitian ini diharapkan bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian terkait dengan variable pengungkapan diri, dapat ditinjau dengan variable lain misalnya pola asuh, tipe kepribadian, dan konsep diri.
Daftar Pustaka Altman, I. & Taylor, D. (2001). Social Penetration: Development of Interpersonal Relationships. New York: Holt, Rinehart and Winston. Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset. Barak, A., & Gluck-Ofri, O. (2007). Degree and reciprocity of self-disclosure in online forums. CyberPsychology & Behavior, 10, 407-417. Berta E. A Prasetya. (2010). Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Pengungkapan diri Pada Mahasiswa di Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana. Bugin, Burhan.( 2007). Sosiologi Komunikasi Bandung : Kencana Blau, Ina. (2011). Application use, online relationship types, pengungkapan diri, and internet abuse among children and youth : implikations for education and internet safety programs. J. Educational Computing Research, University of Haifa, Vol 45 (5-116). Cooper, A., Morahan-Martin, J., Mathy, R., & Maheu, M. (2002). Toward an increased understanding of user demographics in online sexual activities. Journal of Sex andMarital Therapy, 28, 105-129. Dayakisni, Tri & Hudaniah. (2006). Psikologi sosial. Malang: UMM Press. Devito, Joseph A. (2011). Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Book Dindia, K. (2002). Self-disclosure research: Knowledge through meta-analysis. In M. Allen, R. W. Preiss, B. M. Gayle, &N. Burrell (Eds.), Interpersonal communicationresearch: Advances through meta-analysis (pp. 169-186). Mahwah, NJ: Erlbaum. Ditya Ardi Nugroho. (2013). Pengungkapan Diri Terhadap Pasangan Melalui Media Facebook Ditinjau Dari Jenis. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 02, http://ejournal.umm.ac.id Emeritus, B.R., Brandt, R., & Howie K.F. (2011). Effecive Human Relations. Interpersonal and organizational Application: South Western Galambos, N. L. (2004). Gender and gender role development in adolescence. In R. M. Lerner & L. Steinberg (Eds.), Handbook of adolescent psychology (pp. 233– 262). Hoboken, NJ: Wiley. Hoffman, A. (2008). The social media gender gap. Bloomberg Businessweek. Retrieved from http://www.businessweek.com/technology/content/ may2008/tc20080516_580743.htm, September 2012.
Huffaker,D.A., and Calvert,S.L (2005).Gender, Identity, and Language use in teenage blogs,http://jcmc.indiana.edu/vol 10/issue2/huffaker.html.Griffin, Em, 2003, A First Look at Communicatin Theory, New York: Mc.Graw-Hill. Jaffe, J.Michael et.al, Gender, Pseudonyms,and CMC: Masking Identities and Baring Souls, ,http://nembers.iworld.net/yesunny/genderps.html.tanggal akses 21 XP November 2013. Joinson, A. N. (2001a). Knowing me, knowing you: Reciprocal pengungkapan diri and Internet-based surveys. CyberPsychology & Behavior, 4, 587-591. Joinson, A. N. (2001b). Self-disclosure in computer-mediated communication: The role of self-awareness and visual anonymity. European Journal of Social Psychology, 31, 177-192. Joinson, A. N., & Paine, C. B. (2007). Self-disclosure, privacy and the Internet. In A. Joinson, K. Y. A. McKenna, T. Postmes, & U. D. Reips (Eds.), Oxfordhandbook of Internet psychology (pp. 237-252). Oxford, UK: Oxford University Press. Leung, L. (2001). College student motives for chatting on “ICQ.” New Media and Society,3, 1-19. Lenhart, A., Madden, M., Macgill, A., & Smith, A. (2007). Teens & social media. Washington, DC: Pew Internet & American Life Project. Melcombe, Melissa. (2011).Women’s perceptions of identity construction on Facebook. A Thesis. Presented to the Faculty in Communication and Leadership Studies School of Professional Studies. Gonzaga Universit. Pastika Wayan. 2013. Bahasa Media Televisi, Internet dan Surat Kabar. Denpasar Bali: Udayana University Press Patti M. Valkenburg , Sindy R. Sumter and Jochen Peter (2010). Jurnal Gender differences in online and offline self-disclosure in pre-adolescence and adolescence. Amsterdam School of Communication Research ASCoR, University of Amsterdam. Papu, J. (2002). Pengungkapan Diri. http://www.epsikologi.com/sosial/ 120702.htm. Pornsakulvanich, V. (2005). Testing a uses and gratifications model of online relationships. Doctoral dissertation. College of Communication and Information, KentState University. Rose, A. J., & Rudolph, K. D. (2006). A review of sex differences in peer relationship processes: Potential trade-offs for the emotional and behavioral development of girls and boys. PsychologicalBulletin, 132, 89–131.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence perkembangan remaja. Alih Bahasa: Adelar dan Saragih. Jakarta: Erlangga. Seung, H.C. (2007). Effects of motivations and gender in adolescents’ self-dislosure in on line chatting. Cyber Psychology& Behavior, 10, 339-359. Scwartz, M. & Scott, B. (2001). Marriages and Family: Diversity and Change. Available on line: http: cwx.prenhall?com.bookbind/pubbooks/schrz/medialib/schsc04.hatml (18 Juli 2014). Sprecher,Susan,(2004). Self-Disclosure In Intimate Relationships: Associations With Individual And Relationship Charakteristics Over Time. Journal of Social and Clinical Psychology, Vol. 23, No. 6, pp. 857-877 Suara Merdeka Rabu, 12 Februari 2014 06:04 Suler, J. (2004). The online disinhibition effect. CyberPsychology & Behavior, 7,321326. Tempo Jakarta, 29 Juni 2014 Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2007a). Preadolescents’ and adolescents’ online communication and their closeness to friends. Developmental Psychology, 43, 267–277. Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2007b). Adolescents’ online communication and their well-being:Testing the stimulation versus the displacement hypothesis. Journal of Computer mediatedcommunication, 12 (4), article 2. Retrieved from http://jcmc.indiana.edu/vol12/issue4/ valkenburg.html Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2008). Adolescents’ identity experiments on the Internet:Consequences for social competence and self-concept unity. Communication Research, 35,208–231. Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2009). Social consequences of the Internet for adolescents: A decade of research. Current Directions in Psychological Science, 18, 1–5. Valkenburg, P. M., Peter, J., & Schouten, A. (2006). Friend networking websites and their relationship to adolescents’ social self-esteem and well-being. CyberPsychology & Behavior, 9, 585–590. Wittkower , D. E. 2010. Facebook and Philosophy. Chicago and la salle illinois http://tekno.kompas.com/read/2013/10/31/1426203/Facebook.Tembus.1.19.Miliar.Peng guna.Aktif http://bebmen.com/4027/statistik-internet-sosial-media-dan-mobile-di-indonesia.html
http://www.infoskripsi.com/2013/01/accidental-sampling.html https://mhs.blog.ui.ac.id/dennie.atika/2012/01/20/pengukuran-perceived-credibilityberdasarkan-profil-facebook/ http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/4588/baca-artikel http://spssindo.blogspot.com/2014/01/uji-normalitas-kolmogorov-smirnov-spss.html http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2014/09/03/kasus-florence-sihombingmengingatkanku-akan-iip-wijayanto-kasus-keperawanan-mahasiwi-di-kota-jogja676930.html