1
PERBEDAAN PENGENDALIAN EMOSI MARAH ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MASA DEWASA AWAL Tania Hardiyani (
[email protected]) Universitas Brawijaya Malang ABSTRACT Anger is one of negative emotions which are the hardest to manage. Uncontrolled anger may generate aggressive behaviors verbally as well as non verbally, and this behavior may damage one’s relationship with others and harm oneself. The purpose of this study is to see the difference of anger management level between male and female in early adulthood. This study used quantitative approach with comparative method. The subjects of the study are 31 male and 51 female of which all are undergraduates, receivers of Bidik Misi Scholarship Program of Brawijaya University year of 2010 with active status in the age’s range of 20 – 22 years old. This study used Proportional Stratified Random Samplings its sampling technique. Hypothesis test technique used in this study is t-test or average contrast test (Independent Sample Test). The result of this study points out that there is no difference in anger management level between male and female in early adulthood with significant mark (p) of 0,734 (p>0,05). Conclusion of the study is that the anger management owned by male and female in early adulthood is good and equal. Keyword: Anger Management, Men, Women, Early adulthood. ABSTRAK Emosi marah merupakan salah satu jenis emosi negatif yang paling sulit dikendalikan. Kemarahan yang tidak terkendali dapat menimbulkan perilaku-perilaku yang agresif baik secara verbal maupun non verbal, hal ini dapat merusak relasi dengan orang lain dan merugikan bagi diri sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan tingkat pengendalian emosi marah laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode komparasi. Subjek penelitian adalah 31 mahasiswa laki-laki dan 51 mahasiswa perempuan yang merupakan mahasiswa S-1 penerima bidik misi Universitas Brawijaya angkatan tahun 2010 yang berstatus aktif dengan batasan usia 20-22 tahun. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan Proportional Stratified Random Sampling. Teknik uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t atau uji perbedaan ratarata (Independent Sample Test). Hasil dari penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pengendalian emosi marah antara laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0,734 (p>0,05). Kesimpulan yang diperoleh adalah pengendalian emosi marah yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal adalah baik dan setara. Kata kunci: Pengendalian emosi marah, Laki-laki, Perempuan, Dewasa awal.
2 LATAR BELAKANG Saat ini banyak dijumpai kejadian-kejadian anak muda yang berkata kasar, menyumpah, memukul, bahkan membunuh saat mereka sedang marah. Sering juga dijumpai kasus-kasus tawuran antar sekolah maupun kampus yang dikarenakan oleh kemarahan dari salah satu pihak yang bersangkutan. Banyak kejadian-kejadian buruk yang bermula dari rasa marah, kebanyakan korban dari kejadian-kejadian tersebut adalah perempuan. Perempuan sering dianggap sebagai makhluk yang lemah. Dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang sering muncul dalam tindak kekerasan di Indonesia, perempuanlah yang sering menjadi korban terutama pada tindak kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Data pada tahun 2011 menyatakan bahwa terjadi 113.878 kasus kekerasan seksual dan sebanyak 119.107 kasus KDRT di Indonesia (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 2011). Pelaku dari tindak kekerasan seksual dan KDRT tersebut kebanyakan adalah laki-laki (Fachrina & Anggraini, 2007). Korban dari aksi kemarahan tidak hanya perempuan namun juga laki-laki. Perempuan juga tidak selalu menjadi korban melainkan menjadi pelaku dari sebuah tindakan pelampiasan marah. Sebagai contoh KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) yang terjadi di Jakarta Selatan membuat seorang suami mengalami luka memar di bagian pipi, bibir dan hidung, dimana si istri marah karena cekcok masalah ekonomi dan akhirnya mengamuk (Kurniawan, 2013). Ada pula Kemarahan yang ditanggapi dengan hal positif seperti penyanyi Taylor Swift yang menyalurkan rasa marahnya dengan menciptakan lagu (Dary, 2012). Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa dalam melakukan tindak kejahatan dan kekerasan tidak hanya laki-laki saja yang bisa melakukannya, kaum perempuan juga bisa melakukannya, namun dalam taraf yang berbeda dan lebih rendah daripada laki-laki. Dalam kehidupan kita sehari-hari dapat kita amati bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang jelas, baik dari segi fisik maupun segi emosionalnya. Dari periode
3 pertumbuhan saja terlihat sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan, periode pertumbuhan laki-laki berhenti pada saat usia lebih kurang 21 tahun dan perempuan pada usia lebih kurang18 tahun (Artaria, 2010). Pada laki-laki juga terdapat gen SRY (Sex Determining Region Y) yaitu gen yang menentukan gender seorang anak, gen ini berpengaruh dalam pembentukan testis laki-laki. Gen SRY yang hanya terdapat pada lak-laki ini juga dapat mempengaruhi tingkat agresifitasnya saat berada dalam keadaan stres. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa laki-laki cenderung lebih agresif daripada perempuan (Mirani, 2009). Lakilaki yang memiliki gen SRY yang dapat membuatnya menjadi lebih agresif seharusnya memiliki tingkat pengendalian emosi marah yang lebih rendah daripada perempuan. Pengendalian emosi khususnya emosi marah adalah suatu tindakan untuk mengatur pikiran, perasaan, nafsu amarah dengan cara yang tepat dan positif serta dapat diterima secara sosial, sehingga dapat mencegah sesuatu yang buruk atau merugikan diri sendiri dan orang lain (Holloway, 2003). Pengendalian emosi marah ini seharusnya dapat dikelola dengan baik seiring dengan bertambahnya usia karena dengan bertambahnya usia kematangan emosional seseorangpun berubah ke arah yang lebih baik atau sempurna. Namun seperti yang telah disebutkan di atas, tindakan seperti unjuk rasa dan kekerasan atau penganiayaan yang terjadi dilakukan oleh orang-orang pada masa dewasa awal dimana mereka seharusnya bisa mengendalikan emosi marahnya denganm lebih baik karena mereka semestinya sudah lebih dewasa dan matang dalam bertindak. LANDASAN TEORI 1. Emosi Marah Marah menurut Lazarus (Dewi, 2005) adalah emosi yang kompleks, secara sosial penting, penuh konflik, dan paling kuat mempengaruhi diri individu karena dapat memberikan efek yang sama, baik pada individu yang mengalami marah maupun orang lain di lingkungan sosial individu tersebut. Pada saat merasa marah, individu dapat melakukan tindakan yang
4 merugikan dan merusak diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan fisik di sekitarnya. Individu dapat langsung mengekspresikan perasaan marah itu, atau menutupinya dalam bentuk munculnya emosi lain dan juga gangguan fisik tertentu. Menurut Stuart dan Laraia (2005) ekspresi marah mempunyai rentangan tersendiri, yaitu: Respon Adaptif Asertif
Respon Maladaptif
Frustrasi
Pasif Agersif
Kekerasan
Gambar 1. Rentang Ekspresi Marah a. Asertif: mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan. b. Frustrasi: gagal mencapai tujuan kepuasaan atau saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif. c. Pasif: merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan menyerah. d. Agresif: mengekspresikan marah secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman. e. Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan. Menurut Kring (Fischer, 2000) ada perbedaan dalam mengekspresikan kemarahan antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan-perbedaan ini biasanya terjadi dalam cara mengekspresikannya bukan dalam frekuensi sering atau tidaknya marah tersebut terjadi. Secara rinci, laki-laki lebih banyak melakukan serangan kepada benda atau orang lain secara fisik dan verbal, sedangkan perempuan lebih sering menangis saat mereka marah. Laki-laki juga lebih percaya diri dalam mengekspresikan kemarahan mereka kepada laki-laki yang lain daripada perempuan. Begitu pula dengan perempuan, mereka lebih percaya diri dalam mengekspresikan kemarahan mereka kepada sesama perempuan daripada laki-laki.
5 2. Pengendalian Emosi Marah (Anger Management) Pengendalian emosi marah (Anger management) adalah suatu tindakan yang mengatur pikiran, perasaan, nafsu marah dengan cara yang tepat dan positif serta dapat diterima secara sosial, sehingga dapat mencegah sesuatu yang buruk terjadi baik pada diri sendiri maupun orang lain. Seseorang tidak bisa melepaskan atau menghindari sesuatu atau orang lain yang membuat mereka marah, juga tidak bisa mengubahnya, tapi seseorang tersebut dapat belajar untuk mengontrol reaksi yang akan diberikan terhadap hal-hal tersebut (Holloway, 2003). Menurut American Psychological Association (Bast, 2011) ada beberapa cara untuk mengendalikan emosi marah pada saat berada dalam situasi yang tidak menyenangkan, yaitu: a. Relaksasi Melakukan relaksasi sederhana, bernafas dengan dalam namun santai, dapat membantu menenangkan perasaan marah. Melakukan relaksasi ini dapat dilakukan dengan menarik nafas dalam-dalam dari diafragma, bayangkan nafas datang dari dalam diri. Perlahan-lahan ulangi kata atau frase menenangkan seperti, "santai" atau "tenang saja", terus ulangi sambil mengambil nafas yang dalam. Selain itu dapat juga dilakukan dengan cara memvisualisasikan pengalaman santai dari memori atau imajinasi, yoga dan kegiatan serupa juga dapat mengendurkan otot dan menenangkan diri. Dengan mempraktekkan teknik tersebut seharihari maka jika kita berada dalam situasi tegang atau marah kita juga dapat menggunakan teknik ini. Berikut ini adalah macam-macam teknik relaksasi menurut Miltenberger (2004), yaitu, Relaksasi otot progresif (Progressive muscle relaxation), Pernafasan (Diaphragmatic Breathing), Meditasi (Attention-focusing Exercises), Relaksasi Perilaku (Behavioral relaxation Training). b. Cognitive Restructuring Sederhananya, cognitive restructuring berarti mengubah cara berpikir. Bila sedang marah, pikiran bisa terlalu dramatis. Ketika ada sesuatu yang tidak beres, seseorang mungkin
6 mengatakan pada dirinya, "Semuanya hancur!", dengan cognitive restructuring, seseorang dapat mengganti pikiran-pikiran negatif dengan yang lebih masuk akal atau positif. Mungkin seseorang dapat mengatakan kepada diri sendiri sebagai gantinya, "Ini membuat frustrasi, tapi itu bukan akhir dari dunia.". Salah satu strategi untuk melakukan cognitive restructuring adalah dengan menghindari kata-kata seperti "tidak pernah" atau "selalu" ketika berbicara tentang diri sendiri atau orang lain. c. Problem-Solving Kadang-kadang kemarahan dan frustrasi adalah hasil dari masalah yang sangat nyata dan tak terhindarkan dalam hidup kita. Kemarahan dapat menjadi respon, sehat dan alami dari kesulitan ini. Beberapa orang memiliki keyakinan budaya bahwa setiap masalah ada solusinya. Keyakinan yang menambah frustrasi mereka ketika mereka tahu bahwa hal ini tidak selalu benar. Jika anda tidak dapat menemukan solusi, fokus pada bagaimana menangani dan menghadapi masalah. Buatlah rencana dan memeriksa kemajuan anda sepanjang jalan, dengan menggunakan panduan untuk manajemen pengorganisasian atau waktu jika diperlukan. Berikan yang terbaik, tapi jangan menghukum diri sendiri jika anda tidak menemukan jawaban dengan segera. d. Komunikasi yang lebih baik Orang yang marah cenderung untuk menarik kesimpulan yang terlalu megada-ada. Jika anda berada dalam diskusi panas, sebaiknya anda mendengarkan dengan cermat apa yang dikatakan orang lain, kemudian mengambil waktu sebelum anda menjawab. Jangan mengatakan hal pertama yang muncul di kepala anda, pikirkan baik-baik tentang apa yang akan anda katakan. Menurut Uripni, dkk (2003), ada dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alat sehingga komunikasi verbal ini sama artinya dengan komunikasi kebahasaan.
7 Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang tidak meggunakan bahasa lisan maupun tulisan, tetapi menggunakan bahasa kial, bahasa gambar, dan bahasa tubuh. e. Humor Humor identik dengan segala sesuatu yang lucu, yang membuat orang tertawa. Dalam Ensiklopedia Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Setiawan (Rahmanadji, 2007), humor itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilannya atau ketidakpantasannya yang menggelikan, paduan antara rasa kelucuan yang halus di dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik. Humor dibagi menjadi dua macam, yaitu humor verbal dan humor konseptual. Humor verbal adalah humor yang memakai aspek bahasa, baik secara lisan maupun tulisan untuk memberikan efek lucu terhadap sesuatu. Sedangkan humor konseptual adalah humor yang melibatkan konsep atau ide yang dianggap lucu tanpa menggunakan aspek bahasa untuk menyampaikan kesan lucu (Jensen,2009). Ada beberapa faktor yang diidentifikasi mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi marah (Goleman, 2000), yaitu: a. Keluarga Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang sangat penting. Di dalam keluarga, anak belajar bagaimana merasakan perasaannya sendiri, bagaimana orang lain menanggapi perasaannya, bagaimana berpikir tentang perasaannya dan pilihan-pilihan apa yang ia miliki untuk bereaksi, serta bagaimana mengungkapkan perasaannya terhadap orang lain. b.
Lingkungan Sosial Lingkungan sosial mencakup lingkungan sekolah, yaitu pendidikan yang mereka dapat di
sekolah, hubungan dengan teman-temannya, serta bagaimana sikap pengajar. Lingkungan sosial, terutama teman sebaya (peers group) merupakan kumpulan orang-orang lain yang
8 cukup berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Jadi secara tidak langsung lingkungan sosial juga membantu anak untuk mencapai kematangan emosi. 3. Jenis Kelamin Jenis kelamin (sex) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir (Hungu, 2005). Jenis kelamin berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. Jenis kelamin hanya dibagi ke dalam dua macam, yaitu: a. Laki-Laki Laki-laki memiliki ciri-ciri mempunyai penis, jakun, dan memproduksi sperma, menghasilkan hormon testosteron dan periode pertumbuhan laki-laki berhenti pada saat usia sekitar 21 tahun. Pada laki-laki juga terdapat gen SRY (Sex Determining Region Y) yaitu gen yang menentukan gender seorang anak adalah laki-laki, gen ini berpengaruh dalam pembentukan testis laki-laki. Gen SRY yang hanya terdapat pada lak-laki ini juga dapat mempengaruhi tingkat agresifitasnya saat berada dalam keadaan stres. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa laki-laki cenderung lebih agresif daripada perempuan (Mirani, 2009). Hormon testoteron juga memengaruhi perkembangan mental seorang anak laki-laki. Laki-laki cenderung menjadi lebih tenang, rasional dan cuek (acuh). Oleh karena itu bila laki-laki mengalami masalah ia cenderung diam dan menyelesaikannya dengan cara yang praktis atau rasional (Priyono dkk, 2009). b. Perempuan Perempuan memiliki ciri-ciri mempunyai vagina, rahim, payudara, memproduksi sel telur, menghasilkan hormon estrogen, dan masa pertumbuhannya berhenti pada saat berumur
9 kurang lebih 18 tahun. Perkembangan pada perempuan dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron. Hormon progesteron dan estrogen juga mempengaruhi perkembangan mental perempuan. Hal ini menyebabkan perempuan lebih mengutamakan perasaan, ingin dimanja, dan penuh perhatian. Oleh sebab itu bila perempuan mengalami masalah, maka ia akan menangis, mengadu, dan menyesali diri (Priyono dkk, 2009). 4. Dewasa awal Kata adult berasal dari bahasa Latin, yang berarti tumbuh menjadi dewasa, jadi orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2004). Setiap kebudayaan memiliki perbedaan tersendiri dalam memberikan batasan usia kapan seseorang dikatakan dewasa. Pada sebagaian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ reproduksi anak sudah berkembang dan mampu bereproduksi. Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Kenniston (Santrock, 2002) mengemukakan masa muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. Periode masa muda rata-rata terjadi 2 sampai 8 tahun, tetapi dapat juga lebih lama. Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap (Santrock, 2002). Menurut Hurlock (2004) ada beberapa ciri-ciri masa dewasa awal, antara lain:
10 a.
Masa usia reproduktif, pada rentang usia ini adalah masa-masa yang cocok untuk menentukan pasangan hidup, menikah, dan berproduksi atau menghasilkan anak.
b.
Masa bermasalah, pada masa ini seseorang harus mengadakan penyesuaian dengan peran barunya (perkawinan VS pekerjaan).
c.
Masa keterasingan sosial, masa dimana seseorang mengalami krisis isolasi, ia terisolasi atau terasingkan dari kelompok sosial.
d.
Masa komitmen, pada masa ini individu mulai sadar akan pentingnya sebuah komitmen. Ia mulai membentuk pola hidup, tanggung jawab dan komitmen baru.
e.
Masa perubahan nilai, nilai sudah mulai dipandang dengan kaca mata orang dewasa. Nilainilai yang berubah ini dapat meningkatkan kesadaran positif.
f.
Masa penyesuaian diri dengan hidup baru, pada masa ini ia sudah mempunyai peran ganda (peran sebagai orang tua dan sebagai pekerja).
5. Perbedaan Pengendalian Emosi Marah Antara Laki-Laki dan Perempuan Pada laki-laki terdapat gen SRY yang menyebabkan seseorang menjadi laki-laki, gen tersebut merupakan salah satu hal yang mempengaruhi agresifitas laki-laki yang melebihi perempuan. Selain gen SRY pada laki-laki juga terdapat hormon testosteron yang mempengaruhi pertumbuhan laki-laki, dimana saat seorang laki-laki menyelesaikan masalahnya ia dapat menyelesaikannya dengan cara yang praktis dan rasional. Sedangkan pada perempuan terdapat hormon progesteron dan estrogen yang mempengaruhi pertumbuhan seorang perempuan, hormon-hormon yang meningkat saat haid ini menyebabkan perempuan menjadi lebih sensitif dan lebih cepat marah pada saat haid terjadi. Contoh pengendalian emosi marah yang dilakukan laki-laki adalah dengan tidak memukul atau melakukan agresi terhadap orang atau hal yang membuatnya marah. Sedangkan pada perempuan biasanya dengan tidak mengeluarkan kata-kata kasar saat ia marah sehingga tidak memicu pertengkaran mulut.
11 METODOLOGI Partisipan dan Desain Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S-1 penerima bidik misi Universitas Brawijaya Malang angkatan tahun 2010 yang berjumlah 258 orang mahasiswa. Populasi tersebut dipilih karena penulis merasa bahwa mahasiswa penerima beasiswa biasanya menjaga kelakuannya untuk mempertahankan beasiswa yang ia dapatkan dan penulis ingin tahu apakah hal tersebut benar adanya. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 20% dari jumlah populasi yang ada yaitu 90 orang mahasiswa, dengan 31 orang berjenis kelamin laki-laki dan 51 orang berjenis kelamin perempuan. Teknik pengambilan sampel yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah Proportional Stratified Random Sampling yaitu cara pengambilan sampel populasi yang mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional dari setiap elemen populasi yang dijadikan sampel dan pengambilan sampel dilakukan secara random (Sugiyono, 2005). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yang digunakan adalah metode komparasi yaitu penelitian yang membandingkan antara dua variabel atau lebih (Sudijono, 2000). Alat Ukur dan Prosedur Penelitian Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner, yaitu skala pengendalian emosi marah (Anger Management Scale). Skala ini digunakan untuk mengetahui apakah seseorang memiliki pengendalian emosi yang baik atau tidak. Teknik penskalaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert (metode skala rating yang dijumlahkan, yaitu skor setiap aitem dijumlahkan menjadi skor total aitem), dengan bentuk aitem favourable dan unfavourable. Skala awal terdiri dari 5 dimensi yang dibagi kedalam 100 aitem. Uji coba yang dilakukan 56 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya angkatan tahun 2010, menghasilkan 46 nomor aitem yang valid dan reliabel. Nilai Alpha’s Cronbach sebesar
12 0,892 menyatakan bahwa skala Anger Management Scale tersebut sangat reliabel. Setelah alat ukur direvisi maka dilaksanakan penelitian pada mahasiswa S-1 penerima bidik misi Universitas Brawijaya angkatan tahun 2010 yang memenuhi kriteria subjek penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu tiga minggu dari awal bulan November 2013 sampai akhir minggu ketiga bulan November 2013. HASIL Deskripsi data diketahui dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui pengendalian emosi marah pada laki-laki dan perempuan (lihat Tabel 1). Dari pengolahan data tersebut diketahui skor empirik untuk variabel pengendalian emosi marah, rata-ratanya sebesar 136,59 yang berarti bahwa subjek yang ada memiliki pengendalian emosi marah yang cukup baik. Nilai terendah sebesar 110 dari nilai terendah skor empirik adalah 46 dan nilai tertingginya sebesar 160 dari nilai empirik tertinggi 184, sedangkan standar deviasinya sebesar 10,67. Sedangkan Skor hipotetik diperoleh dari perhitungan manual pada variabel pengendalian emosi marah dengan aitem sebanyak 46 aitem. Skor terendah untuk pilihan jawaban adalah 1, dan skor tertinggi untuk pilihan jawaban adalah 4, diperoleh nilai terendah = 1 x 46 = 46 dan nilai tertingginya = 4 x 46 = 184. Untuk luas sebarannya adalah 184 – 46 = 138. Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai SD = 138/6 = 23, dan ratarata (mean) hipotetiknya adalah µ = 138 – 23 = 115. Tabel 1. Deskripsi Data Skor Pengendalian Emosi Marah Variabel Statistik Hipotetik Empirik Skor Minimum 46 110 Pengendalian Skor Maksimum 184 160 Emosi Mean 115 136,59 Marah Standar Deviasi 23 10,67 Uji Hipotesis Hasil dari uji normalitas menunjukkan bahwa variabel pengendalian emosi marah dalam penelitian ini menyebar secara normal. Hal ini dapat dilihat dari uji normalitas yang menghasilkan nilai Kolmogorov-Smirnov untuk laki-laki sebesar 0,097 dan untuk perempuan
13 sebesar 0,114. Dengan nilai signifikansi (p) untuk laki-laki sebesar 0,200 dan untuk perempuan sebesar 0,092. Kedua variabel tersebut mempunyai nilai lebih besar dari 0,05 yang berarti keduanya dikatakan menyebar secara normal di dalam variabel pengendalian emosi marah. Setelah dilakukan uji normalitas kemudian dilakukan Uji Homogenitas. Berdasarkan hasil uji homogenitas yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai p yang didapatkan sebesar 0,007. Karena nilai p < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kedua kelompok subjek pengendalian emosi marah mempunyai varian tidak sama atau heterogen. Oleh karena variabel berdistribusi normal namun memiliki variansi yang tidak sama atau heterogen maka uji beda yang dapat digunakan adalah uji-T Independent Sample T-Test dengan Equal variance not assumed. Uji beda (Uji-T) dalam penelitian adalah membandingkan variabel pengendalian emosi marah dengan kelompok independent yaitu laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal. Dari hasil uji-T diketahui bahwa nilai p = 0,734. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p > 0,05 yang berarti hipotesis nol (H0) diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengendalian emosi marah antara laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal. Kesimpulan Hipotesis nol (H0) yang menyatakan tidak adanya perbedaan pengendalian emosi marah antara laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal diterima dan hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan adanya perbedaan pengendalian emosi marah antara laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal ditolak. Nilai signifikansi (p) sebesar 0,734 > 0,05 pada laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara mahasiswa S-1 laki-laki dan perempuan penerima bidik misi
14 Universitas Brawijaya. Ini berarti bahwa mahasiswa laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal memiliki pengendalian emosi marah yang sama atau setara. Nilai rata-rata sebesar 136,59 yang diperoleh para subjek menunjukkan bahwa subjek memiliki pengendalian emosi marah yang cukup baik. Pengendalian emosi marah yang cukup baik tersebut berarti bahwa subjek dapat mengendalikan atau mengurangi rasa marah dengan melakukan relaksasi, saat menghadapi pertengkaran atau perdebatan subjek dapat mengubah cara berpikir dengan lebih baik, saat ada masalah dapat diselesaikan dengan problem solving yang baik, subjek juga memiliki komunikasi yang baik dengan orang-orang disekitarnya, juga memiliki rasa humor yang baik sehingga dapat membantu agar terbebas dari rasa marah yang sedang dihadapi. Dengan nilai pengendalian emosi marah yang cukup baik maka dapat dikatakan faktor keluarga dan lingkungan sosial memiliki pengaruh yang baik terhadap para subjek dalam penelitian ini. Sehingga laki-laki yang diasumsikan memiliki pengendalian emosi marah yang lebih rendah ternyata memiliki pengendalian emosi marah yang setara atau sama dengan perempuan. Pengendalian emosi marah yang cukup baik pada para subjek seharusnya membuat mereka dapat mengatasi rasa marah, frustrasi dan jengkel yang disebabkan oleh tekanan dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa dewasa awal dengan baik pula. DISKUSI Menurut Goleman (2000) ada dua faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat mengendaliakan emosi marah, yaitu faktor keluarga dan lingkungan sosial. Faktor-faktor tersebut diyakini oleh penulis sebagai faktor yang menyebabkan tidak adanya perbedaan pengendalian emosi marah antara laki-laki dan perempuan pada masa dewasa awal. Penulis berpendapat bahwa faktor keluarga dan lingkungkan sosial yang dimiliki oleh
15 subjek adalah baik dan subjek yang merupakan mahsiswa penerima beasiswa sehingga subjek dapat menjaga sikap dan emosi marahnya dengan baik. Hurlock (2004) dalam teorinya mengatakan bahwa kata adult berasal dari bahasa Latin, yang berarti tumbuh menjadi dewasa, jadi orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Subjek dalam penelitian ini sudah termasuk dalam kategori dewasa meskipun termasuk dalam kategori dewasa awal, mereka memiliki masalah yang harus mereka hadapi, yaitu memikirkan tentang perkuliahan dan pekerjaan serta masa depan yang akan mereka hadapi kelak. Namun, dengan memiliki pengendalian emosi marah yang baik maka dapat dikatakan bahwa subjek sudah bisa terjun ke dalam masyarakat dan tidak akan menimbulkan masalah yang dikaitkan dengan emosi marahnya. Pada penelitian ini terdapat beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut yang nantinya dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. Pertama, jumlah variabel yang sedikit, peneliti selanjutnya diharapkan untuk memperbanyak jumlah variabel dalam penelitian supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam. Kemudian tentang daerah penelitian, diharapkan untuk memperluas daerah penelitian yaitu bisa pada fakultas atau universitas lain bahkan bisa juga pada karyawan atau orang yang sudah bekerja. Untuk masalah pengendalian emosi marah, penulis mengharapkan agar subjek dan orangorang lain yang berada pada masa dewasa awal agar dapat mempertahankan dan meningkatkan pengendalian emosi marah yang dimiliki sehingga dapat mengurangi perilaku yang merugikan orang lain dan tindak kekerasan yang terjadi dalam lingkungan sekitar, juga agar dapat membuat emosi marah yang dimiliki menjadi tindakan yang berguna.
16 DAFTAR PUSTAKA Artaria, M. D. (2010). Perbedaan Antara Laki-laki dan Perempuan: Penelitian Antropometris pada Anak-Anak Umur 6-19 Tahun. Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik Volume 22, Nomor 4: 343-349. Bast, Mary R. (2011). Controlling Anger - Before It Controls You (On-Line). Diambil dari http://www.apa.org. Dary, K. Z. (2012). Taylor Swift Senang 'Menyiksa' Mantan Pacar (On-Line). Diambil dari http://www.tempo.co. Dewi Z. L. (2005). Pengalaman, Ekspresi, dan kontrol marah pada orang Batak dan orang Jawa. Jurnal Psikologi Volume 16, No. 2: 31-42. Fachrina & Anggraini, N. (2007). Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Keluarga Pada Masyarakat Minangkabau Kontemporer (On-Line). Diambil dari http://repository.unand.ac.id/3972/1/Facrina.pdf. Fischer, A. H. (2000). Gender and Emotions. Cambridge: Cambridge University Press. Goleman, D. (2000). Emotional Intelligence (Terjemahan). Jakata: PT. Gramedia Pustaka Utama. Holloway, B. W. (2003). Stat Fact: the Clinical Pocket Reference For Nurses.F.A Philadelphia: Davis Company. Hungu, F. T. (2005). Pedang Bermata Dua Bagi Perempuan. Yogyakarta: Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat Studi Kependudukan & Kebijakan UGM. Hurlock, E. B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Jensen, K. E. (2009). Humor. Denmark: Modern World. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. (2012). Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan 2011. Jakarta: Penulis. Kurniawan, B. (2013). Suami Dipukuli Istri Gara-gara Cekcok Masalah Ekonomi (On-Line). Diambil dari http://www.tribunnews.com. Miltenberger, R. G. (2004). Behavior modification principle and procedures. Wadsworth: USA. Mirani, E. (2009). Pengaruh Konseling Genetik pada Tingkat Kecemasan dan Depresi Terhadap Penentuan Gender Ambigus Genitalia. Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro. Priyono A., Amin C., & Martini K. T. (2009). Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
17
Purwanto, Y. & Mulyono, R. (2006). Psikologi Marah. Bandung: Refika Aditama. Ramadhani, S. (2008). The art of positive communicating, mengasah potensi dan kepribadian positif pada anak melalui komunikasi positif. Edisi 1. Yogyakarta: Book Marks. Rahmanadji, D. (2007). Sejarah, Teori, Jenis, Dan Fungsi Humor. Jurnal Bahasa Dan Seni Volume 35, Nomor 2: 213-221. Santrock, J. W. (2002). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga. Sudijono, A. (2000). Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono. (2005). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatatan (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Stuart & Laraia. (2005). Prinsip dan Praktek Keperawatan Psikiatri Edisi 8. Jakarta: EGC. Uripni, C. L., Sujianto, U., & Indrawati, T. (2003). Komunikasi Kebidanan. Buku Kedokteran EGC: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan RI.