Perbedaan Konstitusi Tubuh antara Subras Protomalayid dan Deutromalayid Esti Muji Pratiwi
[email protected] Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstrak Di Indonesia terdapat tiga kelompok ras yaitu Protomalayid, Deutromalayid dan Dayakid. Penelitian populasi di Indonesia masih sedikit yang membahas tentang ras dari aspek konstitusi tubuh, oleh sebab itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana variasi konstitusi tubuh pada subras Protomalayid yang diwakili oleh populasi Tengger dan subras Deutromalayid yang diwakili oleh populasi Jawa dan adakah perbedaan variasi konstitusi tubuh di antara kedua populasi. Sampel terdiri dari 60 orang Tengger dan 60 orang Jawa dengan pembagian kategori 30 laki-laki dan 30 perempuan. Variabel yang diukur adalah tinggi badan, berat badan, lingkar dada dan lebar sudut subkostal. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif crosstabs dan Chi-Square. Hasil pengukuran pada populasi Tengger dan populasi Jawa menunjukkan adanya tiga variasi konstitusi tubuh yaitu leptosom, atletik dan piknik. Hasil uji statistik Chi-Square berdasarkan Indeks Rohrer dan klasifikasi lebar sudut subkostal menunjukkan tidak adanya perbedaan konstitusi tubuh antara populasi Tengger dan populasi Jawa. Tidak adanya perbedaan konstitusi tubuh antara populasi Tengger dan populasi Jawa kemungkinan disebabkan adanya gene flow. Hasil simpulan ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan konstitusi tubuh antara populasi Tengger dan populasi Jawa. Kata Kunci: Variasi Biologis, adaptasi, konstitusi tubuh Abstract In Indonesia, there were three races namely Protomalayid, Deutromalayid, and Dayakid. Research regarding the population in Indonesia which discussed races by the aspects of body constitution was still slight, hence the objective of this research was to find out how the body constitution variation on Protomalayid sub race represented by Tengger population and Deutromalayid sub race represented Javanese population and to discover whether there were differences in body constitution variations between both populations. The samples consisted of 60 people from Tengger and 60 people from Java and they were categorized into 30 men and 30 women. The variables which would be measured were height, weight, chest size, and subcostal wide angle. The data were analyzed by using descriptive statistics crosstabs and Chi-Square. The measurement results for Tengger population and Javanese population indicated that there were three body constitution variations namely leptosom, athletic, and picnic. The result of ChiSquare based on Rohrer Index and subcostal wide angle classification demonstrated that there were no body constitution differences between Tengger population and Javanese population. The lack of differences in body constitution between Tengger population and Javanese population were probably caused by gene flow. The conclusion presented that there was no significant difference towards body constitution between Tengger population and Javanese population. Keywords: Biological variation, adaptation, body constitution. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 64
Indonesia dengan perbedaan morfologi lebih
Pendahuluan Radiopoetro (1981) mengemukakan
dari 75 %. Subras Protomalayid umumnya
bahwa konstitusi tubuh atau somatotipe
tersebar di Indonesia bagian Timur terutama
merupakan bentuk fisik atau somatis yang
bagian selatan, seperti misalnya: NTT,
dimiliki manusia sebagai hasil dari interaksi
Siberut, Kisar, Negrito (Malaka), Nias
antara faktor genetika dan lingkungan.
Selatan dan Tengger sedangkan subras
Metode klasifikasi bentuk tubuh manusia
Deutromalayid
telah dilakukan sejak sekitar tahun 400 SM
Indonesia bagian Barat, seperti misalnya:
oleh Hipocrates (Withers, 1986). Sheldon
Flores Timur, Nias Timur, Lombok Timur,
kemudian
metode
Madura, Bawean, Mentawai, Jawa, Sunda,
klasifikasi bentuk tubuh ini dan selama dua
dan Batak (Glinka, Artaria, & Koesbardiati,
dekade terakhir klasifikasi tubuh Sheldon
2010).
banyak
mengembangkan
digunakan
dalam
penelitian
umumnya
tersebar
di
Menurut pengklasifikasian populasi-
(Radiopoetro, 1981) (Montagu, 1960). Saat
populasi
ini banyak ahli yang mengembangkan
Glinka, Artaria, & Koesbardiati (2010) di
metode klasifikasi bentuk tubuh manusia
wilayah Indonesia bagian Barat yaitu Pulau
seperti Kretschmer dan Heath and Carter.
Jawa
Di
Indonesia,
penelitian
variasi
di
Indonesia
terdapat
karakter
suatu
yang dilakukan
populasi
dengan
yaitu
populasi
Protomalayid
biologis tentang ras dari aspek konstitusi
Tengger. Hal ini menarik perhatian peneliti
tubuh
Pada
karena umumnya populasi Protomalayid
umumnya penelitian tentang ras banyak
terletak di wilayah Indonesia bagian Timur,
dilakukan berdasarkan aspek dental traits,
sehingga peneliti memilih populasi Tengger
somatoskopi dan ukuran kefalometri, oleh
untuk mewakili Protomalayid dan populasi
sebab itu penelitian ini memfokuskan pada
Jawa untuk mewakili Deutromalayid.
masih
jarang
dilakukan.
variasi konstitusi tubuh dari aspek ras.
Populasi Tengger tinggal di wilayah
Menurut Glinka (dalam Glinka et al.,
dataran tinggi sedangkan populasi Jawa
2008) (Glinka & Koesbardiati, 2007) di
tinggal di dataran rendah. Populasi manusia
Indonesia terdapat tiga kelompok ras yaitu
pada daerah beriklim
Protomalayid, Deutromalayid dan Dayakid.
memiliki bentuk tubuh pendek dengan masa
Populasi Protomalayid dan Deutromalayid
tubuh
merupakan
lingkungan
dua
populasi
terbesar
di
berat
dingin
sedangkan beriklim
umumya
populasi
panas
di
umumnya
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 65
memiliki bentuk tubuh langsing dengan
(leptosome, atletik dan piknik) karena
masa tubuh ringan (Frisanco, 1993) (Glinka
metode yang lama (klasifikasi Sheldon)
dalam Glinka et al., 2008). Berdasarkan
memiliki
mekanisme adaptasi tersebut seharusnya
mengklasifikasikan menggunakan Indeks
antara populasi Tengger dan populasi Jawa
Rohrer
memiliki variasi konstitusi tubuh yang
badan dan berat badan. Berat badan sangat
berbeda.
sensitif
Pada
penelitian
ini
peneliti
kelemahan.
dengan
dan
Sheldon
dalam
menghubungkan
cenderung
tinggi
berubah-ubah
sehingga hasil klasifikasi tidak stabil dan
membedakan jenis kelamin pada masing-
tidak
masing populasi karena berdasarkan hasil
Kretschmer selain menggunakan Indeks
penelitian
Rohrer
sebelumnya
konstitusi
tubuh
akurat,
juga
sedangkan
klasifikasi
klasifikasi
lebar
sudut
dipengaruhi oleh jenis kelamin (Widiyani,
subkostal. Sudut subkostal cenderung lebih
2011; Rahmawati, 2008). Antara laki-laki
stabil karena hanya satu kali terbentuk dan
dan perempuan memiliki perbedaan pada
tidak
variabel lebar dan volume yang disebabkan
pengklasifikasian cenderung lebih stabil dan
dimorfisme seksual (Glinka, 1992).
akurat (Glinka, 1992).
Berdasarkan
uraian
diatas
tujuan
berubah-ubah
sehingga
hasil
Subjek dalam penelitian ini adalah
penelitian ini adalah untuk mengetahui
populasi
Tengger
dan
bagaimana variasi konstitusi tubuh antara
Populasi
Tengger
yang dipilih
laki-laki dan perempuan populasi Tengger
populasi yang tinggal di Desa Ngadirejo,
dan populasi Jawa berdasarkan klasifikasi
Kecamatan Sukapura, Probolinggo. Desa
Indeks Rohrer dan klasifikasi lebar sudut
Ngadirejo memiliki luas wilayah seluas
subkostal
adaptasi
561.777 ha/m2. Desa Ngadirejo terletak
lingkungan dan adakah perbedaan konstitusi
tepat di bawah kaki Gunung Bromo dengan
tubuh yang signifikan di antara kedua
jarak ± 6 km dari Gunung Bromo (Buku
populasi.
Rencana
terkait
mekanisme
Pembangunan
populasi
Desa
Jawa. adalah
Jangka
Menengah Desa Ngadirejo Tahun 20152020). Populasi Jawa yang dipilih adalah
Bahan dan Metode Pada penelitian ini dalam menentukan variasi
konstitusi
klasifikasi
tubuh
konstitusi
tubuh
menggunakan
mahasiswa Antropologi FISIP
UNAIR.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Kretschmer AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 66
Universitas Airlangga terletak di Kampus B
Klasifikasi lebar sudut subkostal
Dharmawangsa Dalam, Surabaya.
Kategori (Kretschmer): (Malinowskiego,
Data dikumpulkan dari 60 sampel
A.M.F., 1960)
Tengger dan 60 sampel Jawa dengan
Leptosom
X < 90º
pembagian kategori 30 laki-laki dan 30
Atletik
X ± 90º
perempuan berusia 19 – 25 tahun. Pada
Piknik
X > 90º
semua sampel dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar dada dan lebar
Alat-alat
yang
digunakan
dalam
sudut subkostal, selanjutnya dihitung Indeks
pengukuran
Rohrer, indeks lingkar dada dan klasifikasi
mengukur tinggi badan, timbangan badan
lebar sudut subkostal Kretschmer untuk
untuk mengukur berat badan dan pita
mengelompokkan variasi tendensi konstitusi
meteran untuk mengukur lingkar dada.
tubuh. Berikut ini adalah indeks yang digunakan:
yaitu stature meter untuk
Variasi konstitusi tubuh yang telah diketahui kemudian seluruh data di buat statistik
IR = Berat Badan (kg) x 100000 (tinggi badan dalam cm)3
mengetahui
deskriptif distribusi
crosstabs
untuk
frekuensi
variasi
konstitusi tubuh pada masing-masing sampel dan melakukan analisis uji statistik Chi-
Kategori: (Glinka, J., Artaria, D.M. &
Square untuk mengetahui ada atau tidak
Koesbardiati, T., 2008)
adanya perbedaan konstitusi tubuh pada
Leptosom
X-1,19
kedua sampel berdasarkan jenis kelamin.
Atletik
X-1,19
Semua analisis dilakukan dengan komputer
Piknik
1,61-X
menggunakan analisis SPSS versi 16.
Indeks Dada= (LingkarDada) x 100 (Ba-v)
Hasil Penelitian Pengambilan data sampel Tengger
Kategori: (Glinka, J., Artaria, D.M. &
dilakukan pada tanggal 13-15 Agustus 2014
Koesbardiati, T., 2008)
di desa Ngadirejo sedangkan pengambilan
Dada sempit X – 50.9
data sampel Jawa dilakukan pada tanggal 9-
Dada sedang 51.0 – 55.9
18 September 2014 di FISIP UNAIR. Hasil
Dada Lebar
rata-rata semua variabel ukuran sampel laki-
56.0-X
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 67
laki dan perempuan populasi Tengger dan
tabel 1 bahwa nilai rata-rata semua variabel
populasi Jawa disajikan pada Tabel 1.
antara kedua populasi tidak jauh berbeda.
Tabel 1 menunjukkan bahwa populasi
Hasil klasifikasi lebar sudut subkostal
Jawa memiliki nilai rata-rata lebih tinggi
menunjukkan bahwa pada laki-laki Tengger
pada variabel tinggi badan dan berat badan
dan Jawa bentuk tubuh paling banyak adalah
daripada populasi Tengger. Pada populasi
piknik sedangkan pada perempuan Tengger
Tengger nilai rata-rata variabel lingkar dada,
bentuk tubuh paling banyak adalah piknik
indeks lingkar dada dan Indeks Rohrer lebih
dan pada perempuan Jawa bentuk tubuh
tinggi daripada populasi Jawa. Tampak pada
paling
banyak
adalah
leptosom.
Tabel 1. Nilai rata-rata semua variabel ukuran Variabel
Tengger L P Tinggi badan (cm) 162.4 150 Berat badan (kg) 59.1 48.7 Lingkar dada (cm) 85.3 81.4 Indeks dada 52.5 54.2 Indeks Rohrer 1.37 1.44 Lebar sudut subkostal 3 (Piknik) 3 (Piknik) Sumber: Pengelolahan data statistik deskriptif pribadi peneliti
Jawa L 168.8 62.7 84.6 49.6 1.30 3 (Piknik)
P 155.4 49.6 80.5 51.8 1.36 1 (Leptosom)
Tabel 2. Distribusi frekuensi konstitusi tubuh sampel laki-laki populasi Tengger dan populasi Jawa berdasarkan Indeks Rohrer Tendensi Konstitusi Tubuh Tengger Jawa N % N % Leptosom 3 5 10 16.7 Atletik 22 36.7 14 23.3 Piknik 5 8.3 6 10 Total 30 50 30 50 Sumber: Pengelolahan data statistik deskriptif pribadi peneliti
Distribusi
frekuensi
tendensi
Tengger maupun laki-laki Jawa memiliki
konstitusi
tubuh
sampel
laki-laki
tendensi variasi konstitusi tubuh dominan
berdasarkan
Indeks
Rohrer
dirangkum
yang sama dengan jumlah presentase yang
dalam Tabel 2. Hasil analisis statistik
berbeda.
Presentase
tendensi
variasi
deskriptif menunjukkan antara laki-laki
konstitusi tubuh paling banyak adalah atletik AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 68
dan presentase tendensi variasi konstitusi
leptosom sedangkan pada laki-laki Jawa
tubuh terkecil pada laki-laki Tengger adalah
adalah piknik.
Tabel 3. Distribusi frekuensi konstitusi tubuh sampel perempuan populasi Tengger dan populasi Jawa berdasarkan Indeks Rohrer Tendensi Konstitusi Tubuh
`
Tengger
Jawa
N
%
N
%
Leptosom
3
5
10
16.7
Atletik
22
36.7
14
23.3
Piknik
5
8.3
6
10
Total
30
50
30
50
Sumber: Pengelolahan data statistik deskriptif pribadi peneliti
Distribusi
frekuensi
tendensi
yang sama dengan jumlah presentase yang
sampel
perempuan
tidak jauh berbeda. Presentase tendensi
dirangkum
variasi konstitusi tubuh paling banyak
dalam Tabel 3. Hasil analisis statistik
adalah atletik dan presentase tendensi variasi
deskriptif menunjukkan antara perempuan
konstitusi tubuh terkecil pada perempuan
Tengger maupun perempuan Jawa memiliki
Tengger adalah leptosom sedangkan pada
tendensi variasi konstitusi tubuh dominan
perempuan Jawa adalah piknik.
konstitusi berdasarkan
tubuh Indeks
Rohrer
Tabel 4. Distribusi frekuensi konstitusi tubuh sampel laki-laki populasi Tengger dan populasi Jawa klasifikasi lebar sudut subkostal Tendensi Konstitusi Tubuh Tengger Jawa N % N % Leptosom 10 16.7 10 16.7 Atletik 7 11.7 9 15 Piknik 13 21.7 11 18.3 Total 30 50 30 50 Sumber: Pengelolahan data statistik deskriptif pribadi peneliti
Distribusi konstitusi
tubuh
frekuensi sampel
tendensi
berdasarkan klasifikasi lebar sudut subkostal
laki-laki
menurut
Kretschmer
dirangkum
dalam
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 69
Tabel 4. Hasil analisis statistik deskriptif
Presentase tendensi variasi konstitusi tubuh
menunjukkan
Tengger
paling banyak adalah piknik dan presentase
maupun laki-laki Jawa memiliki tendensi
tendensi variasi konstitusi tubuh terkecil
variasi konstitusi tubuh yang sama dengan
adalah atletik.
antara
laki-laki
jumlah presentase yang tidak jauh berbeda.
Tabel 5. Distribusi frekuensi konstitusi tubuh sampel perempuan populasi Tengger dan populasi Jawa klasifikasi lebar sudut subkostal Tendensi Konstitusi Tubuh Tengger Jawa N % N % Leptosom 6 10 12 20 Atletik 11 18.3 7 11.7 Piknik 13 21.7 11 18.3 Total 30 50 30 50 Sumber: Pengelolahan data statistik deskriptif pribadi peneliti Distribusi konstitusi berdasarkan
tubuh Indeks
frekuensi
tendensi
sampel Rohrer
berbeda.
Presentase
perempuan
konstitusi
tubuh
dirangkum
perempuan
tendensi
paling
Tengger
variasi
banyak adalah
pada piknik
dalam Tabel 5. Hasil analisis statistik
sedangkan pada populasi Jawa adalah
deskriptif menunjukkan antara perempuan
leptosom.
Tengger maupun perempuan Jawa memiliki
perempuan Tengger adalah leptosom dan
tendensi variasi konstitusi tubuh yang
pada perempuan Jawa adalah atletik.
Presentasi
terkecil
pada
Tabel 6. Uji statistik Chi-Square dua sampel independen (sampel Tengger dan sampel Jawa) Tendensi Konstitusi Tubuh
df
Asymp Sig (2 arah)
Laki-laki Tengger dan Jawa berdasarkan Indeks Rohrer
2
0.053
Perempuan Tengger dan Jawa berdasarkan Indeks Rohrer
2
0.299
Laki-laki Tengger dan Jawa berdasarkan lebar sudut subkostal
2
0.812
Perempuan Tengger dan Jawa berdasarkan lebar sudut subkostal
2
0.212
Sumber: Pengelolahan data uji statistik Chi-Square
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 70
Hasil uji statistik Chi Square variasi
pada variasi konstitusi tubuh antara laki-laki
konstitusi tubuh kedua populasi seperti
maupun perempuan populasi Tengger dan
ditampilkan pada Tabel 6. menunjukkan
populasi
bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan
perbedaan
Jawa.
Dinyatakan
apabila
Fhi
<
terdapat α
(0.05).
bersih tidak mencapai ke setiap rumah Pembahasan
penduduk. Kedua aktivitas dengan beban
Tinggi Badan
kerja tinggi ini rutin dilakukan oleh sebagian
Populasi Jawa dalam penelitian ini
besar populasi Tengger sedangkan populasi
memiliki rata-rata tinggi badan lebih tinggi
Jawa yang dipilih dalam penelitian ini
dibandingkan dengan populasi Tengger baik
merupakan mahasiswa dengan aktivitas
pada sampel laki-laki maupun perempuan.
sehari-hari lebih banyak terkait dengan
Populasi dataran tinggi umumya mengalami
kegiatan perkuliahan. Beban kerja yang
pertumbuhan yang lebih lambat karena
diterima oleh sampel Jawa tidak terlalu
pemenuhan nutrisi yang terbatas (Hastuti,
tinggi atau berat seperti sampel Tengger.
2007). Populasi di dataran tinggi memiliki akses yang sulit untuk memperoleh bahan makanan karena umumnya pusat daerah berada di bagaian kaki gunung.
Berat Badan Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa populasi Jawa memiliki rata-rata
Tinggi badan juga dipengaruhi oleh
berat badan lebih tinggi dibandingkan
beban kerja karena energi yang dihasilkan
dengan populasi Tengger baik pada sampel
oleh makanan sebagian besar terbakar.
laki-laki maupun perempuan. Populasi di
Populasi Tengger yang dipilih menjadi
dataran tinggi umumnya memiliki berat
sampel mayoritas laki-lakinya merupakan
badan yang lebih tinggi daripada populasi di
petani ladang yang masih berladang secara
dataran
tradisional
tubuhnya
yaitu menggunakan cangkul
rendah tetapi
untuk dalam
menjaga
panas
penelitian
ini
sedangkan sampel perempuan juga banyak
populasi Jawa yang tinggal di dataran
membantu diladang saat masa panen dan
rendah memiliki berat badan yang lebih
pemenuhan kebutuhan diladang sehari-hari.
tinggi daripada populasi Tengger yang
Setiap pagi dan atau sore laki-laki
tinggal di dataran tinggi.
Tengger harus memanggul air dari sumber
Ukuran berat badan mudah mengalami
air untuk mendapatkan air bersih karena air
perubahan terkait makanan dan minuman AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 71
yang dikonsumsi, proses ekskresi, dan
Jawa dan berat badan cenderung sedikit
aktivitas
Populasi
lebih rendah (hampir sama) dibandingkan
Tengger yang memiliki aktivitas dan beban
dengan populasi Jawa di dataran rendah
kerja tinggi menyebabkan energi makanan
sehingga ketika dihitung hasil Indeks Rohrer
yang dikonsumsi sebagian besar terbakar
tentu saja jika populasi Tengger memiliki
sehingga tidak menumpuk menjadi lemak
rata-rata yang lebih tinggi.
(Supariasa,
2001).
jenuh yang dapat menyebabkan kegemukan. Populasi Jawa memiliki beban kerja
Lingkar Dada
yang tidak terlalu tinggi, selain itu di
Tubuh manusia yang dilihat secara dua
Surabaya banyak tersedia penjual makanan
dimensi (2D) memiliki tinggi badan dan
cepat saji. Beberapa makanan cepat saji
berat badan. Bentuk tubuh manusia selain
diseluruh dunia memiliki variasi gizi yang
memiliki tinggi dan lebar juga memiliki
mengandung presentase lemak jenuh yang
lingkar (dilihat secara 3 dimensi). Lingkar
tinggi, (George, Marlene, Jennifer, Stephen
yang dimaksud disini adalah lingkar dada.
& Steven, 2007), oleh sebab itu sering
Lingkar dada berfungsi untuk melihat
mengkonsumsi makanan cepat saji akan
volume
menyebabkan
dan
pengukuran lingkar dada diketahui bahwa
menyebabkan kegemukan apabila tidak
populasi Tengger di dataran tinggi memiliki
diimbangi dengan olahraga (Jeffery &
rata-rata lingkar dada yang lebih besar
French, 1998).
daripada populasi Jawa di dataran rendah.
penimbunan
lemak
badan.
Berdasarkan
hasil
Hal ini merupakan proses adaptasi terkait Indeks Rohrer
proses respirasi dan fungsi paru-paru.
Hasil penelitian ini menunjukkan rata-
Penduduk
dataran
tinggi
beradaptasi
rata Indeks Rohrer populasi Tengger lebih
terhadap udara pegunungan yang tipis.
tinggi daripada populasi Jawa. Hasil Indeks
Perkembangan
Rohrer kedua sampel menunjukkan variasi
menyebabkan akomodasi paru-paru lebih
konstitusi tubuh keduanya rata-rata adalah
besar sehingga kapasitas vital paru-paru
atletik
menjadi lebih besar (Hastuti, 2007).
berdasarkan
klasifikasi
Indeks
Rohrer. Hasil penelitian ini menunjukkan
Hasil
dada
pengukuran
yang
lingkar
besar
dada
tinggi badan populasi Tengger di dataran
kemudian digunakan untuk mementukan
tinggi lebih pendek dibandingkan populasi
indeks lingkar dada. Berdasarkan hasil AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 72
penghitungan indeks lingkar dada diketahui
berdasarkan klasifikasi Indeks Rohrer dan
populasi Tengger memiliki rata-rata indeks
klasifikasi lebar sudut subkostal karena
dada lebih besar daripada populasi Jawa.
Indeks Rohrer untuk menentukan bentuk
Menurut klasifikasi indeks lingkar dada
tubuh seseorang dengan menghubungkan
Martin kedua populasi tergolong kedalam
tinggi badan dan berat badan (Glinka, 1992).
kategori dada sedang.
Berat badan sangat sensitif mengalami perubahan terkait dengan pemenuhan gizi,
Lebar Sudut Subkostal
aktivitas, kesehatan dan proses ekskresi
Lingkar dada memiliki korelasi positif
(Supariasa, 2001), oleh sebab itu hasil
terhadap lebar sudut subkostal, jika indeks
penentuan konstitusi tubuh menggunakan
lingkar dada besar maka memiliki sudut
Indeks Rohrer tidak stabil atau tidak akurat.
subkostal yang lebar, begitupula sebaliknya.
Penentuan konstitusi tubuh menggunakan
Rata-rata
indeks
populasi
Tengger
lingkar
dada
antara
klasifikasi lebar sudut subkostal lebih stabil
populasi
Jawa
dan akurat karena lebar sudut subkostal satu
memiliki rata-rata yang tidak terlalu besar
kali terbentuk dan tidak berubah-ubah.
perbedaannya, mengingat lingkar dada yang
ketidakstabilan berat badan yang cenderung
memiliki korelasi positif terhadap lebar
berubah-ubah
sudut subkostal sehingga dapat diketahui
terdapat ketidakcocokan hasil distribusi
variasi lebar sudut subkostal antara kedua
frekuensi
populasi kurang lebih sama sehingga jika
berdasarkan klasifikasi Indeks Rohrer dan
dihitung menggunakan Chi-Square pada
klasifikasi lebar sudut subkostal menurut
sampel laki-laki dan perempuan populasi
Kretschmer.
dan
menjelaskan
variasi
mengapa
konstitusi
tubuh
Tengger dan populasi Jawa tidak memiliki perbedaan variasi konstitusi tubuh yang
Perbedaan Konstitusi Tubuh antara
signifikan.
Subras Protomalayid dan Deutromalayid Penduduk
Tengger
dahulu
hidup
Perbedaan Hasil Klasifikasi Indeks Rohrer
terisolat di wilayah pegunungan Bromo-
dan Klasifikasi Lebar Sudut Subkostal
Tengger-Semeru Kondisi ini menyebabkan
Ketidakcocokan
distribusi
gen-gen diluar (Mongoloid) tidak cukup
frekuensi variasi konstitusi tubuh pada
mampu mempengaruhi populasi Tengger.
populasi
Isolat yang berkepanjangan menyebabkan
Tengger
hasil
dan
populasi
Jawa
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 73
terjadinya
endogami
endogami
lokal
lokal.
secara
Pernikahan
karena
daerah
pegunungan
Tengger
berkepanjangan
mengalami kekurangan penduduk sehingga
menyebabkan gene pool tidak bervariasi
menarik masyarakat di sekitarnya untuk
sehingga lama-lama akan menyebabkan
bermigrasi dan membuka pemukiman baru
kepunahan
Tidak
(Jabbar, 2010). Terbukanya isolat populasi
bervariasinya gene pool terkadang secara
Tengger dan masuknya populasi baru yang
kebetulan menyebabkan terjadinya kejadian
kemungkinan adalah populasi Jawa karena
acak
perubahan
letak populasi Tengger yang berada dalam
frekuensi alel suatu populasi “gene drift”.
tengah-tengah lingkup wilayah populasi
Perubahan secara gradual dari generasi ke
Jawa menyebabkan terjadinya aliran gen
generasi pada akhirnya terbentuk populasi
“gene
baru dengan karakteristik morfologi yang
Tengger dengan populasi Jawa di sekitarnya
berbeda. Glinka (dalam Glinka et al., 2008)
menyebabkan perubahan variasi gene pool
menjelaskan adanya isolat dan gen drift pada
populasi Tengger dan munculnya variasi gen
populasi Tengger kemungkinan menjadi
populasi Jawa.
pada
yang
populasi.
menimbulkan
penyebab populasi Tengger termasuk ke dalam
subras
Terpengaruhnya
Percampuran
gen
pada
populasi
generasi-
dengan
generasi sebelumnya yang mungkin tidak
karakteristik morfologi yang berbeda dengan
diketahui peneliti karena peneliti hanya
populasi Jawa di sekitarnya yang termasuk
melihat keturunan Tengger selama tiga
subras Deutromalayid (Glinka dalam Glinka
generasi
et al., 2008).
menghasilkan hasil penelitian tidak ada
Seiring perkembangan
Protomalayid
flow”.
berkembangnya Ilmu
zaman,
Pengetahuan
dan
sehingga
pada
akhirnya
perbedaan konstitusi tubuh antara populasi Tengger dan populasi Jawa.
Teknologi (IPTEK) dan didukung berbagai sarana dan prasarana transportasi semakin mempermudah
populasi
Tengger
Simpulan
dan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
populasi luar untuk berbaur, baik melalui
perbedaan konstitusi tubuh antara subras
perdagangan maupun pernikahan (Sutarto,
Protomalayid dan Deutromalayid dengan
2006).
membandingkan ukuran tinggi badan, berat
Pada abad ke 19 wilayah Tengger banyak di datangi oleh para pendatang
badan,
lingkar
dada
dan
lebar
sudut
subkostal pada laki-laki dan perempuan AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 74
populasi Tengger dan populasi diketahui bahwa laki-laki dan perempuan populasi
Daftar Pustaka
Tengger dan populasi Jawa memiliki tiga
Anonim,
2014,
Buku
Rencana
variasi konstitusi tubuh yaitu leptosom,
Pembangunan
Desa
Jangka
atletik, dan piknik. Variasi konstitusi tubuh
Menengah Desa Ngadirejo Tahun
diketahui dengan menggunakan klasifikasi
2015-2020.
Indeks Rohrer dan klasifikasi lebar sudut
George, A.B., Marlene, M., Jennifer, R.,
subkostal tetapi hasil distribusi frekuensi
Stephen, R., & Steven, R.S., 2007,
klasifikasi Indeks Rohrer dan klasifikasi
„Hormonal Responses to a Fast-Food
lebar
Meal Compared with Nutritionally
sudut
subkostal
memiliki
ketidakcocokan, hal ini karena Indeks
Comparable
Rohrer menggunakan variabel berat badan
Composition‟,
yang cenderung berubah-ubah sedangkan
vol.51, pp.163–171
lebar sudut subkostal lebih stabil.
Meals
of
Ann Nutr
Different Metab,
Glinka, J., 1992, Arcus Subcostalis sebagai
Hasil uji statistik Chi-Square dalam
Indikator
Tipe
Konstitusional,
penelitian ini menunjukkan tidak terdapat
Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah
perbedaan konstitusi tubuh antara sampel
Nasioanal
laki-laki dan sampel perempuan
Anatomi Indonesia, pp. 233-244,
populasi
Tengger dan populasi Jawa berdasarkan
Perhimpunan
Ahli
Malang.
klasifikasi Indeks Rohrer dan klasifikasi
Glinka, J. & Koesbardiati, T., 2007,
lebar sudut subkostal. Tidak ada perbedaan
„Morfotipe Wajah dan Kepala di
populasi
Jawa
Indonesia: Suatu Usaha Identivikasi
kemungkinan karena terjadinya gene flow
Variasi Populasi‟, Jurnal Anatomi
antara kedua populasi akibat terbukanya
Indonesia, vol. 02, no.1, pp. 41-46.
Tengger
dan
populasi
isolat di wilayah Tengger.
Glinka, J., Artaria, D.M. & Koesbardiati, T., 2008, Metode Pengukuran Manusia, Airlangga
Saran Pada
penelitian
selanjutnya
agar
University
Press,
Surabaya.
jumlah sampel diperbesar karena jumlah
Glinka, J. et al., 2008, Manusia Makhluk
sampel yang besar akan memberikan hasil
Sosial Biologis, Airlangga University
analisis yang akurat.
Press, Surabaya. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 75
Glinka J., Artaria, D.M. & Koesbardiati, T., 2010,
„The
Morphotypes
Three in
Indonesian
Human Indonesia‟,
Journal
of
Social
Sciences, vol. 2, no. 2, pp. 70-76.
Radiopoetro,1981,
Anatomi
Erlangga, Yogyakarta. Rahmawati, T. R., 2008, „Age-Related Variation
on
Javanese
Hastuti, J,. 2007, „Ukuran dan Bentuk Dada Penduduk
di
Dataran
Tinggi
Samigaluh
dan
Dataran
Rendah
in
of
Yogyakarta
Province‟, Berkala Ilmu Kedokteran, vol. 40, no. 4, pp. 181-188. Supariasa,
2001,
Masyarakat,
Jurnal Anatomi Indonesia, vol. 02,
Jakarta. Sutarto,
Jabbar, A., 2010, Makna Teologis Upacara
Somatotypes
People
Galur Kulon Progo Yogyakarta‟,
no. 1, pp. 47-56.
Klinik,
A.,
Status PT.
2006,
Masyarakat
Gizi Elex
Media,
Sekilas
Tengger,
dalam
Tentang Makalah,
Karo Masyarakat Suku Tengger
disampaikan pada acara pembekalan
(Studi Kasus di Desa Mororejo Kec.
Jelajah
Tosari Kab. Pasuruan Jawa Timur,
diselenggarakan oleh Balai Kajian
Skripsi, Fakultas Ushuluddin dan
Sejarah
Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah,
Yogyakarta, tanggal 7 – 10 Agustus
Jakarta.
2006.
Jeffery, R.W. & French, S.A., 1998,
Budaya
dan
2006
Nilai
yang
Tradisional
Widiyani, T., 2011, „The Growth of Body
„Epidemic Obesity in The United
Size
States:
and
Children Age 4 to 20 Years‟, Journal
Television Viewing Contributing‟,
of Biosciences, vol. 18, no.4, pp.182-
American Journal of Public Health,
192.
Are
Fast
Foods
vol. 88, no.2, pp. 277-80.
Somatotype
Javanese
Withres, T.R., Graig, P.N., & Norton, I.R.,
Malinowskiego, A. & Strzalko, J. I., 1989, Antropologia,
and
Panstwowe
Wydawnictwo Naukowe: Poznan.
1986,
„Somatotypes
of
South
Australian Male Athletes‟, Human Biology, vol.58, no.3, pp.337-356.
Montagu, A.M.F., 1960, An Introduction to Physical
Anthropology,
3rd
edn,
Charles C Thomas Publisher, U.S.A.
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 76