PERBEDAAN KADAR F2-ISOPROSTAN SERUM IBU PADA PERSALINAN PRETERM DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN PRETERM YANG TIDAK INPARTU
dr. Made Suyasa Jaya, Sp.OG(K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH DENPASAR 2013
RINGKASAN Persalinan pretermadalah persalinan yang menjadi kelahiran pada umur kehamilan kurang 37 minggu, dengan berat bayi baru lahir dapat rendah atau lebih besar dari usia kehamilan namun tetap memenuhi kriteria definisi preterm (Cunningham, 2010). Definisi lain mengenai persalinan preterm yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi servik sebelum memasuki usia gestasi yang matang (antara 20 sampai 37 minggu). Sedangkan menurut WHO, pretermdidefinisikan sebagai usia kehamilan yang kurang dari 37 minggu lengkap (259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Dalam sebagian besar kasus, etiologi persalinan pretermtidak terdiagnosis dan umumnya multifaktor. Kurang lebih 30% persalinan pretermtidak diketahui penyebabnya (Guaschino, 2006). Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh beberapa faktor seperti kehamilan ganda (30% kasus), infeksi genitalia, ketuban pecah dini, perdarahan antepartum, inkompetensia serviks, dan kelainan kongenital uterus (20-25% kasus). Sisanya 15-20% sebagai akibat hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan penyakit-penyakit lain selama kehamilan. Kerangka konsep penelitian ini adalah pada korioamnionitis terjadi proses fagosit yang bermigrasi, mengelilingi, dan mencerna bakteri yang tujuannya adalah untuk melindungi ibu dan janin dari infeksi bakteri. Dimana fagosit NADPH oksidase memproduksi ROS yang sangat kuat seperti superoxide, hidrogen peroksida, dan hidroksi radikal yang memiliki kemampuan untuk merusak komponen membran lipid, yang berdampak dengan terjadinya persalinan preterm, dimana ROS dapat diukur dengan F2-Isoprostan Penelitian ini merupakancross sectional analitik, di IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar dari Januari sampai Agustus 2012, dikumpulkan 72 sampel darah terdiri atas 36 orang sampel hamil preterm tidak inpartu dan 36 orang sampel persalinan preterm pada umur kehamilan 28-37 minggu yang diambil secara consecutive sampling. Dari data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data Shapiro Wilk Test, kemudian dilakukan analisa data dengan t-independent sample test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 Dari hasil penelitian didapatkan hasil rerata kadar serum F2-Isoprostan pada kelompok hamil preterm tidak inpartu sebesar 0,01667+0,017869 pg/ml. Sedangkan rerata kadar serum F2 Isoprostan kelompok persalinan preterm sebesar 0,31478+0,291855 pg/ml. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna kadar F2-Isoprostan serum pada kelompok persalinan preterm lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok hamil preterm tidak inpartu (p < 0,05).
ABSTRAK Latar Belakang : Persalinan pretermadalah persalinan yang menjadi kelahiran pada umur kehamilan kurang 37 minggu, dengan berat bayi baru lahir dapat rendah atau lebih besar dari usia kehamilan. F2-Isoprostan berperan untuk mengukur ROS yang memiliki kemampuan untuk merusak komponen membran lipid, yang dapat berdampak pada terjadinya persalinan. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui perbedaan antara kadar F2 isoprostan dalam serum pada persalinan preterm dibandingkan dengan pada kehamilan preterm yang tidak inpartu. Metode penelitian :Penelitian ini merupakancross sectional analitik, di IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar dari Januari sampai Agustus 2012, dikumpulkan 72 sampel darah terdiri atas 36 orang sampel hamil preterm tidak inpartu dan 36 orang sampel persalinan preterm pada umur kehamilan 28-37 minggu. Pengambilan darah pada vena cubiti sebanyak 3 cc, lalu diperiksa kadar F2-Isoprostan pada Laboratorium Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Dari data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data denganShapiro Wilk Test, kemudian dilakukan analisa data dengan t-independent sample test dengan tingkat kemaknaan α= 0,05 Hasil :Rerata kadar serum F2-Isoprostan pada kelompok hamil preterm tidak inpartu sebesar 0,01667+0,017869 pg/ml. Sedangkan rerata kadar serum F2 Isoprostan kelompok persalinan preterm sebesar 0,31478+0,291855 pg/ml. Simpulan : Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna kadar F2-Isoprostan serum pada kelompok persalinan preterm lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok hamil preterm tidak inpartu (p < 0,05). Kata kunci :hamil preterm tidak inpartu, persalinan preterm, kadar F2-Isoprostan.
ABSTRACT Background : preterm labor is a labor, less than 37 weeks of gestation age with fetal weight could be lower or more than the gestational age. F2-Isoprostane plays a role for measuring ROS which has the ability to destroy lipid membranes, that could induce preterm labor. Objective : To determine there was a difference between levels of F2-Isoprostan serum in women with preterm labor compared with women in preterm pregnancy Method : This is an analytic cross sectional with 72 samples devided into two groups. Thirtysix cases of preterm labor 28-37 gestational age and 36 preterm normal pregnancies of 28-37 wks gestational age. We took 3 cc of blood samples from the cubiti veins and than its F2-Isoprostane quantities were than examined at the Biology Molecular Laboratory, Faculty of Medicine Udayana, Denpasar. Datas were then analysed using the Shapiro Wilk Test, and the t-independent test with alfa 0.05. Result : The average F2-Isoprostane for preterm labor and preterm normal pregnancies were 0,31478 + 0,291855pg/ml and0,01667+0,017869 pg/ml. Conclusion : We may conclude from this study that there were differences between F2Isoprostane serum in preterm labor and preterm normal pregnancies Keywords :Preterm labor, Preterm normal pregnancies, F2-Isoprostane.
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Persalinan preterm membawa beban tersendiri baik secara medis,
psikologis, dan ekonomi bagi keluarga. Persalinan preterm sendiri didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada umur kelahiran kurang dari 37 minggu atau 259 hari. Persalinan preterm jugamerupakan penyebab utama 75% kematian perinatal, dimanaangka kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 1999 sebesar 71/1000 kelahiran hidup. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional masih belum ada (Wijayanegara, 2009), sedangkanpada negara maju seperti di Eropa berkisar 5-9%, di Amerika Serikat sebesar 12,7 % (Goldenberg,2008). Anak yang lahir preterm seringkali disertai dengan kelainan, baik kelainan jangka pendek maupun kelainan jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi Respiratory Distress Syndrome , Necrotizing Entero Colitis, perdarahan intra/periventrikular, displasi bronchopulmonar, sepsis, sementara kelainan jangka panjang berupa kelainan neurologis seperti serebral palsi, retinopati, retardasi mental, disfungsi neurobehavioral dan berkurangnya prestasi sekolah (Mochtar, 2008, Cunningham, 2010). Oleh karena itu,merupakan suatu masalah mendesak untuk dapat mengidentifikasi wanita hamil yang memiliki resiko tingi terjadinya persalinan preterm dan mengembangkan alat ukur pencegahan yang akurat utuk mengetahui
bahwa persalinan preterm akan terjadi. Diagnosis dan prediksi persalinan preterm pada wanita hamil adalah penting terutama bagi pemberi layanan kesehatan agar dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat, efektif, dan diharapkan dapat terjadi penurunan mortalitas perinatal, biaya perawatan neonatus, kecacatan fisik, dan neurologis yang biasanya menyertai bayi prematur. Seiring berkembangnya ilmu kedokteran banyak penelitian yang memberikan perhatian pada faktor-faktor yang dapat memprediksi persalinan preterm. Salah satu teori yang berkembang saat ini adalah produksi Reactive Oxygen Species (ROS), prostaglandin, proinflamasi sitokin dan protease sebagai inisiasi persalinan aterm dan preterm, dimana infeksi bakteri ditemukan pada 10% dari pasien dengan persalinan preterm, dan 38% pasien dengan ketuban pecah dini. Stress Oksidatif turut berperan pada etiologi khorioamnionitis, dan seperti yang telah diketahui khorioamnionitis merupakan penyebab persalinan preterm dan menyebabkan regulasi enzim di plasenta cyclooxsygenase-2 (COX-2) dan sentesis prostaglandin meningkat. Ada suatu penelitian yang menyatakan 4hydroxy-2-nonenal
(suatu
marker
stres
oksidatif)
diasosiasikan
dengan
peningkatan ekspresi COX-2 dan prostaglandin E2 di plasenta. (Temma dkk, 2004) Ada beberapa marker untuk stres oksidatif, namun saat ini F2Isoprostanmerupakan marker stres oksidatif atau lipid peroksidasi in vivoyang tergolong baru, paling baik, sangat stabil, dan secara signifikan lebih akurat daripada marker lainnya (Liu dkk, 1999; Patrignani dan Tacconelli, 2005; DalleDonne dkk, 2006).F2-Isoprostan telah ditemukan hampir di seluruh cairan
biologis,namun darah (plasma ataupun serum) dan urin merupakan sampel penelitian yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan, paling tidak invasif, dan memberikan hasil yang sama akurat dan presisi dari indeks stres oksidatif
(Dalle-Donne
dkk,
2006).Isomer
8-isoprostandari
F2-
Isoprostan,merupakan isomer F2-Isoprostan yang paling banyak dihasilkan dan paling sering diteliti (Dalle-Donne, 2006). Penelitian menunjukkan bahwa kadar total F2-Isoprostan (kadar F2-Isoprostanbebas dan yang terikat dengan fosfolipid) diperkirakan dapat menggambarkan keadaan stres oksidatif yang sebenarnya (Barden dkk, 2001). Walaupun berbagaipenelitian terhadap hubungan lipid peroksidasi dengan persalinan pretermmenggunakan berbagai marker telah banyak dilakukan, namun penelitian yang menggunakan marker F2-Isoprostan sebagai marker lipid peroksidasi terpilih saat inidengan persalinan preterm masih jarangdilakukan. Pengukuran marker dari stres oksidatif yang dapat menyebabkan disfungsi vaskular ini masih merupakan penelitian yang menarik karena berhubungan dengan prediksi, risiko,etiologi, dan intervensi dari persalinan preterm.Walaupun F2-Isoprostan saat ini telah diakui sebagai marker lipid peroksidasi yang paling baik, namun peran F2-Isoprostan dalam kehamilan normal sendiri belum banyak diketahui dan penelitian pada persalinan pretermyang mengunakan kadar total serumF2-Isoprostan sebagai marker lipid peroksidasi pun masih terbilang baru dan sedikit dibandingkan marker lainnya. Padahal pada beberapa bidang kedokteran lain, F2-Isoprostantelah mulai digunakan sebagai marker klinis dan
alat ukur keberhasilan intervensi.Penelitian ini perlu dilakukan dengan harapan dapat menjawab hasil penelitian yang selama ini masih kontradiktif. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat di rumuskan suatu masalah
penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat perbedaan antara kadar F2Isoprostan
serum
ibupada
persalinan
pretermdibandingkan
dengan
kehamilan preterm yang tidak inpartu?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum : Mengetahui kadarF2-Isoprostanpada kehamilan preterm.
1.3.2
Tujuan khusus : 1. Mengetahuikadar F2-Isoprostan serum pada persalinan preterm. 2. Mengetahuikadar F2-Isoprostanserum pada kehamilan preterm yang tidak inpartu. 3. Mengetahui perbedaan antara kadar F2-Isoprostan serum ibu pada persalinan preterm dibandingkan dengan kehamilan preterm yang tidak inpartu.
1.4
Manfaat Penelitian :
1.4.1
Manfaat akademik Untuk mengetahui bahwa kadar F2-Isoprostan yang tinggi pada kehamilan
dapat menyebabkan persalinan preterm.
1.4.2
Manfaat praktis Bila terbukti kadar F2-Isoprostan yang tinggi pada kehamilan dapat
menyebabkan persalinan preterm, diharapkan kadar F2-Isoprostan yang tinggi dapat digunakan sebagai faktor prediksi terjadinya persalinan preterm.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Persalinan Preterm
2.1.1
Definisi persalinan preterm Persalinan pretermadalahpersalinan yang menjadi kelahiran pada umur
kehamilan kurang 37 minggu, dengan berat bayi baru lahir dapat rendah atau lebih besar dari usia kehamilan namun tetap memenuhi kriteria definisi preterm (Cunningham, 2010). Definisi lain mengenai persalinan preterm yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi servik sebelum memasuki usia gestasi yang matang (antara 20 sampai 37 minggu). Sedangkan menurut WHO, pretermdidefinisikan sebagai usia kehamilan yang kurang dari 37 minggu lengkap (259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Pada penelitian ini, diagnosis persalinan preterm berdasarkan prosedur tetap SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar tahun 2003, dengan indikator yang sering dipakai untuk terjadinya persalinan adalah kontraksi uterus dengan frekuensi minimal 2 kali setiap 10 menit dan lamanya kontraksi 30 detik atau lebih, disertai perubahan pada servik yang progresif seperti: dilatasi servik > 2 cm, dan penipisan >80%.
2.1.2
Insidensi persalinan preterm Insidensi persalinan preterm tiap negara sangat bervariasi, secara umum
adalah sebesar 10% dari semua kehamilan. Di Amerika Serikat persalinan preterm kurang lebih sebesar 12,7% dari seluruh persalinan., sementara negara Eropa memiliki insiden sebesar 5-9% ( Goldenberg, 2008 ). Di Indonesia sendiri angka kejadian prematuritas nasionalbelum ada (Wijayanegara,2009).
Namun
berdasarkan
data
Riset
Kesehatan
Dasar
(Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian persalinan preterm ( BPPK depkes RI, 2007). Lima provinsi yang mempunyai persentase BBLR tertinggi adalah Provinsi Papua (27,0%), Papua Barat (23,8%), Nusa Tenggara Timur (20,3%), Sumatera Selatan (19,5%), dan Kalimantan Barat (16,6%). Sedangkan 5 provinsi dengan persentase BBLR terendah adalah Bali (5,8%), Sulawesi Barat (7,2%), Jambi (7,5%), Riau (7,6%), dan Sulawesi Utara (7,9%). Dari penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993, didapatkan angka kejadian persalinan preterm20,4% dan berat lahir rendah sebesar 9,3%. Selain itu terdapat sejumlah morbiditas yang turut berperan dalam terjadinya persalinan dan kelahiran preterm, misalnya anemia, di mana prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 51% ( Depkes RI, 2001).
2.1.3
Faktor risiko Dalam sebagian besar kasus, etiologi persalinan pretermtidak terdiagnosis
dan umumnya multifaktor. Kurang lebih 30% persalinan pretermtidak diketahui penyebabnya (Guaschino, 2006). Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh beberapa faktor seperti kehamilan ganda (30% kasus), infeksi genitalia, ketuban pecah dini, perdarahan antepartum, inkompetensia serviks, dan kelainan kongenital uterus (20-25% kasus). Sisanya 15-20% sebagai akibat hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan penyakit-penyakit lain selama kehamilan. Beberapa faktor risiko di atas yang diketahui meningkatkan persalinan preterm dapat digolongkan menjadi dua kriteria (Hole, 2001) : 1. Kriteria Mayor a. Kehamilan Ganda b. Hidramnion c. Anomali Uterus d. Pembukan Servik > 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu e. Panjang Servik < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu ( dengan TVS) f. Riwayat abortus pada trimester 2 > 1x g. Riwayat persalinan preterm sebelumnya h. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
i. Riwayat konisasi j. Penggunaan kokain atau amfetamin 2. Kriteria Minor a. Riwayat perdarahan pervaginam setelah usia kehamilan 12 minggu b. Riwayat pielonefritis c. Merokok lebih dari 10 batang per hari d. Riwayat abortus pada trimester 2 e. Riwayat abortus pada trimester 1 lebih dari 2 x Dari kriteria tersebut jika ditemukan :
Satu atau lebih faktor risiko mayor,
Dua atau lebih faktor risiko minor,
maka wanita hamil itu akan berisiko untuk terjadi persalinan preterm.
2.1.4
Patogenesis persalinan preterm Persalinan adalah suatu proses yang kompleks, dimana kemajuannya
tergatung dari faktor maternal, janin dan plasenta seperti : prostaglandin, kortisol, progesteron, dan oksitosin. Persalinan
preterm
lebih
menunjukkan
sebagai
suatu
sindrom
dibandingkan dengan suatu diagnostik oleh karena penyebabnya yang bervariasi. Hal ini dapat juga menunjukkan ketidaksesuaian pada mekanisme yang berfungsi untuk mempertahankan ketenangan uterus. Enzim 15 prostaglandin dehidrogenase (PDGH) dihasilkan oleh jaringan korionik dan trofoblas untuk mendegradasi prostaglandin-E2 yang dihasilkan oleh amnion sehingga dapat mencegah
prostaglandin mencapai miometrium. Hasilnya adalah tidak adanya kontraksi. Infeksi dapat menyebabkan penurunan enzim ini yang diikuti dengan peningkatan dari prostaglandin yang dapat mencapai miometrium dan menyebabkan terjadinya kontraksi. Pada wanita hamil dengan infeksi, kadar produk lipooxygenase, dan cyclooxygenase meningkat, demikian juga dengan kadar sitokin seperti IL-1, IL-6, dan IL-8 yang diproduksi oleh plasenta. Pada studi terbaru ditemukan pula NADPH oxidase, suatu enzim yang memproduksi reaktif oksigen spesies (ROS) diaktifkan pada korioamnionitis. Dimana terjadi suatu hipotesa oksidatif stres pada korioamnionitis menginduksi persalinan preterm. Dilain pihak komplikasi seperti pecah ketuban preterm saat kehamilan juga diasosiasikan dengan ROS (Woods, 2001) dimana sumber ROS kemungkinan dilepas oleh sel imun saat membunuh bakteri.
2.2
Stres Oksidatif
2.2.1
Radikal bebas dan stres oksidatif Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang dapat bertahan secara
independen dan memiliki elektron tidak berpasangan, sifatnya sangat reaktif dan dapat mengakibatkan terjadinya reaksi berantai dalam upaya untuk mencari pasangan elektronnya (Halliwell dkk, 1999; Noguchi dan Niki, 1999). Radikal bebas merupakan produk yang senantiasa selalu diproduksi dalam tubuh manusia. Dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, pada saat kehamilan terdapat peningkatan produksi radikal bebas, dan pada persalinan preterm dikatakan
produksinya lebih banyak lagi. Ketika produksi radikal bebas, terutama ROS,meningkat dan melebihi kemampuan sistim pertahanan antioksidan dalam tubuh, maka terjadilah suatu keadaan yang disebut stres oksidatif. Sumber radikal bebas dan stres oksidatif yang terbesar pada kehamilan dipercaya berasal dari stres oksidatif yang terjadi di plasenta, terutama mitokondria plasenta. Secara umum radikal bebas dapat berasal dari dua sumber, yaitu sumber endogen dan eksogen. Radikal bebas yang bersifat eksogen antara lain radikal bebas yang berasal dari asap rokok, polusi, radiasi, obat, pestisida, limbah industri, dan ozon. Sebagai sumber endogen yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri antara lain radikal bebas yang berasal dari mitokondria (proses fosforilasi oksidatif rantai pernapasan), proses fagositosis, inflamasi, iskemia, jalur arakhidonat, peroksisom, dan xantin oksidase. Radikal bebas endogen terpenting adalah radikal derivat oksigen atau oksi-radikal, dan sering disebut dengan istilah reactive oxygen species (ROS). Radikal-radikal tersebut terdapat dalam bentuk triplet (3O2) atau singlet (1O2), superoksida (O2.-), radikal hidroksil (OH.), nitrik oksida (NO.), peroksinitrit (ONOO-), asam hidrokloro (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoksil (LO.) dan radikal peroksil (LOO.). Sebenarnya hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen singlet (1O2) bukan termasuk radikal bebas, namun karena sifatnya yang sangat reaktif maka keduanya tetap dimasukkan dalam kelompok radikal (Halliwell dkk, 1999; Noguchi dan Niki, 1999).
Tabel 2.1 Reactive Oxygen Species (ROS) dalam Tubuh Jenis ROS Superoksida
Lambang O2
-
Keterangan Tidak terlalu merusak, sebagai bentuk intermediat dalam pembentukan hidrogen peroksida, dan sebagai reduktan logam transisi yang merupakan prekursor pembentukan hidroksil
Hidroksil
•
OH
Sangat reaktif terhadap hampir seluruh biomolekul
Peroksil
LOO•
Hasil pemecahan lipid
Hidrogen
H2O2
Bukan
peroksida Oksigen singlet
radikal
bebas,
namun
dikategorikan
sebagai ROS. 1
O2
Bukan radikal bebas, namun sering dikategorikan sebagai radikal bebas pengoksidasi yang kuat. Terbentuk dari reaksi antara H2O2 dengan hipoklorit atau peroksinitrit
dff
Nitrik oksida
NO
Radikal bebas berbentuk gas -
Peroksinitrit
ONOO
Hasil reaksi antara nitrik oksida dan superoksida
Asam hidrokloro
HOCl
Dihasilkan sel sebagai anti bakteri melalui aktivitas mieloperoksidase pada ion Cl
(Sumber : Noguchi dan Niki, 1999) Pada sel eukariot seperti halnya manusia, menggunakan oksigen untuk memproduksi ATP (Adenosin triphosphate) sebagai sumber energi. Pernafasan aerobik ini berhubungan dengan produksi radikal bebas. Radikal bebas dibentuk dari proses sitosolik dan secara prinsip merupakan derivat dari mitokondria, dimana anion superoksida terbentuk oleh kebocoran elektron dari komplek I dan III dari rantai transpor elektron (Cindrova-Davies, 2008).
Anion superoksida dibentuk dari reduksi univalen triplet-state molecular oxygen (3O2). Proses ini kemungkinan diregulasi oleh enzim nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NAD(P)H) oksidase dan xantin oksidase atau secara nonenzimatik melalui komponen reaktif redoks (seperti senyawa semi-ubiquinon). Superoksida akan didetoksifikasi oleh mangan (dalam mitokondria) atau oleh cooper/zinc (dalam sitosol) enzimsuperoxide dismutase (MnSOD atau Cu/ZnSOD). SOD mengubah superoksida menjadi hidrogen peroksida (H202), yang kemudian dikonversi menjadi air oleh enzim katalase atau glutation peroksidase. (Cindrova-Davies, 2008). Namun H202 dapat juga dikonversi menjadi bentuk radikal hidroksil yang sangat reaktif dan bersifat lebih toksik melalui reaksi Fenton dan Haber-Weiss yang melibatkan ion Fe2+ (Halliwell, 1978).
OHo
.
Gambar 2.1 Gambaran umum reaksi oksidasi dan pembersihannya
(Sumber : Cindrova-Davies, 2008)
ROS dalam jumlah yang tepat adalah peran sebagai tranduser signal fisiologis dan dikenal juga sebagai secondary messengers dalam proses signaling intraselular.
ROS
secara
fisiologis
akanmempengaruhi
fungsi
selular,
menghentikan pertumbuhan, bahkan memicu kematian sel terprogram (apoptosis) dari sel yang memang dianggap bermasalah, seperti misalnya sel yang mengandung mikroorganisme asing.Tetapi pada kadar ROS yang terlalu tinggi dapat menyebabkan proteksi antioksidan berkurang secara cepat, berkurangnya jumlah ATP, menyebabkan kerusakan membran sel, hilangnya homeostasis ion, perubahan pada reaksi oksidasi selular, oksidasi DNA, denaturasi protein, lisis sel-sel saraf, dan menginisiasi reaksi inflamasi, hingga menyebabkan kematian sel yang seharusnya tidak terjadi (Farooqui dan Horrocks, 2007). ROS yang dihasilkan dapat segera menginisiasi timbulnya respon inflamasi pada sel endotelial dengan menyebabkan produksi dari leukotrien dan platelet activating factor (PAF). ROS juga mempertahankan perlekatan antara neutrofil dengan sel endotelial yang terjadi beberapa jam kemudian setelah ROS dibentuk dengan mengaktifkan gen yang mengkode molekul-molekul adhesi seperti E-selectin (mempertahankan leukosit tetap rolling pada endotelial) dan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1; untuk mempertahankan adhesi yang lebih kuat dan emigrasi leukosit). Setelah itu, infiltrasi neutrofil yang terjadi dalam mikrovaskuler dapat mengarah cedera jaringan lokal yang lebih lanjut (Hung dan Bruton, 2006).
2.2.2
Stres oksidatif pada persalinan preterm Masih jarang adanya penelitian tentang hubungan stres oksidatif dengan
persalinan preterm, namun ada satu penelitian yang mengemukakan hubungan antara korioamnionitis, seperti yang diketahui merupakan salah satu penyebab persalinan preterm. Pada korioamnionitis terjadi proses fagosit yang bermigrasi, mengelilingi, dan mencerna bakteri yang tujuannya adalah untuk melindungi ibu dan janin dari infeksi bakteri. Fagosit NADPH oksidase memproduksi ROS yang sangat kuat seperti superoxide, hidrogen peroksida, dan hidroksi radikal.Pada korioamnionitis proporsi NADPH oksidase meningkat signifikan (Matsubara dan Sato, 2001), dimana ROS yang diproduksi memiliki kemampuan untuk merusak komponen seperti membran lipid, yang dapat diukur dengan HNE (4-hydroxy-2nonenal).
Dapat disimpulkan, bahwa kontraksi uterus mungkin diinduksi oleh stres oksidatif, yang berdampak dengan terjadinya persalinan preterm, dimana HNE, suatu marker dari lipid peroksidase, berperan pada persalinan preterm pada korioamnionitis lewat induksi COX-2, (Kumagai, 2000).
2.3
Lipid Peroksidasi Lipid peroksidasi merupakan proses yang terjadi ketika radikal bebas
berinteraksi dengan polyunsaturated fatty acids (PUFA) pada membran sel dan lipoprotein pada plasma. Peningkatan produksi ROS akan menyebabkan
peningkatan lipid peroksidasi. Proses ini dapat berlangsung secara terus-menerus, menyebabkan terbentuknya serangkaian oksidasi lipid yang merupakan faktor utama perantara terjadinya persalinan preterm (Temma, 2004). Lipid peroksidasi menghasilkan produk lipid peroksidasi primer seperti lipid hidroperoksida, dan produk sekunder seperti MDA dan lipid peroksida. Produk lipid peroksidsi ini dibentuk terutama di plasenta lalu terikat pada lipoprotein untuk kemudian disebarkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada tempat yang jauh (Gupta dkk, 2005). Peningkatan produksi lipid peroksida yang secara tipikal diinisiasi oleh spesies radikal bebas yang sangat reaktif, dapat dinilai dengan banyak metode termasuk pengukuran baik produk primer maupun sekunder dari hasil peroksidasi tersebut. Produk primer dari peroksidasi lipid termasuk conjungated dienes dan lipid
hidroperoksida,
sementara
produk
sekundernya
diantaranya
ialah
Malondialdehyde (MDA), thiobarbituric acid reactive substances (TBARS), gaseous alkanes dan kelompok prostaglandin F2-like product yang disebut F2isoprostanes. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata didapatkan bahwa beberapa biomarker yang pada umumnya telah banyak digunakan untuk menilai kadar radikal bebas dan tingkat stres oksidatif, seperti MDA dan TBARS, terbukti tidak dapat dipercaya dan memiliki banyak keterbatasannya (Gutteridge dan Halliwell, 1990).MDA memiliki sensitivitas yang rendah sebagai marker stres oksidatif. MDA ini dibentuk dari produk lipid peroksidasi dan juga merupakan produk
sampingan dari aktivitas cyclooxygenase pada platelet, yang menghasikan tromboksan. Sementara marker lain yang juga sering digunakan, yaitu TBARS, juga memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah untuk memonitor stres oksidatif. TBARS memiliki kualitas yang jauh dibawah F2-Isoprostan untuk pengukuran indeks lipid peroksidasi (Morrow dkk, 1995; Patrignani dan Tacconelli, 2005).
2.4
F2-Isoprostan Produksi isoprostan dalam tubuh manusia ini pertama kali ditemukan oleh
Morrow dkk (1990), yang melaporkan penemuan senyawa menyerupai prostaglandin F2, yang dinamakan F2-isoprostanes. F2-Isoprostan merupakan suatu metabolit hasil peroksidasi asam arakhidonat oleh radikal bebas, melalui mekanisme yang dikatalisir langsung oleh radikal bebas (free radical-calatyzed mechanism), tidak bergantung pada peranan enzim cyclooxygenase (Meagher dan FitzGerald, 1993). F2-Isoprostan memiliki struktur kimia yang stabil, dibentuk in situ pada tempat serangan dari radikal bebas, kemudian segera meninggalkan membran plasma, bersirkulasi dalam darah dan diekskresikan melalui urin (Lawson dkk, 1999; Cracowski, 2004).
Gambar 2.2 Jalur biosintesis metabolisme asam arahidonat.Terlihat isoprostan dibentuk dari asam arahidonat melalui free radical-calatyzed mechanism. (Sumber : Meagher dan FitzGerald, 1993)
Gambar 2.3 Struktur kimia F2-Isoprostan (Sumber : Dalle-Donne dkk, 2006)
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat 3 bentuk alternatif struktur cincin isoprostan, yaitu bentuk D2, E2, dan F2-isoprostan. Bentuk F2Isoprostanmerupakan yang paling banyak terdapat dalam plasma dibandingkan bentuk lainnya (Farooqui dan Horrocks, 2007). Kemudian untuk F2-
Isoprostansendiri terdapat empat isomer, yaitu seri 5, 8, 12, dan 15. Seri 8 atau yang sering disebut 8-isoprostan ini merupakan isomer F2-Isoprostan yang paling banyak dihasilkan dibandingkan isomer lainnya, dan merupakan F2-Isoprostan yang paling banyak diteliti. Karena belum terdapatnya kesepakatan sistim penamaan universal untuk isoprostan, maka 8-isoprostan dikenal juga dengan nama 8-iso-Prostaglandin F2α (8-iso-PGF2α), atau iPF2α-III, dan juga 15F2α-IsoP. Perbedaan penggunaan sistim penamaan dari kelompok isoprostan terutama klasifikasi dari nama famili prostanoid telah sering menyebabkan kebingungan. Sehingga masih diperlukan suatu sistim penamaan yang lebih baik untuk isoprostan dan berbeda dengan yang pada umumnya digunakan saat ini, misalnya dengan menggunakan sistim penamaan IUPAC (Dalle-Donne, 2006;Mueller, 2010). Hingga saat ini, Isoprostan telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada plasma atau serum, urin, cairan persendian, cairan bronkoalveolar, cairan empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis dari berbagai organ, cairan amnion, cairan perikardial dan cairan seminal. Dari sekian banyak cairan tubuh, plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasif. Data yang tersedia hingga saat ini juga menunjukkan pengukuran kadar F2-Isoprostan baik dari plasma, serum, maupun urin memberikan hasil yang sama akurat dan presisi dari indeks stres oksidatif (Dalle-Donne dkk, 2006). Di dalam darah, F2-Isoprostan terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bebas dan terikat pada fosfolipid atau lipoprotein. F2-Isoprostan yang terikat pada fosfolipid
ini dapat dilepaskan oleh aktivitas enzim fosfolipase menjadi bentuk bebas dalam plasma. Dan bentuk F2-Isoprostan bebas ini akan diekskresikan melalui urin (Dalle-Donne dkk, 2006). Perubahan kadar F2-Isoprostan bebas dalam darah dapat disebabkan oleh peningkatan lipid peroksidasi, peningkatan aktivitas fosfolipase, atau penurunan renal clearance (Myatt dan Miodovnik, 1999). Ada peneliti yang mengatakan bahwa pengukuran kadar total F2-Isoprostan (bebas dan yang terikat dengan fosfolipid) mungkin lebih menggambarkan keadaan stres oksidatif yang sebenarnya, daripada hanya menggunakan F2-Isoprostan bebas saja (Barden dkk, 2001). Sejumlah Penelitian dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini telah menunjukkan bahwa F2-Isoprostanmerupakan komponen pengukuran terhadap lipid peroksidasi yang bersifat stabil dan sangat akurat, dan telah membantu menjelaskan peranan stres oksidatif pada sejumlah penyakit (Milne dkk, 2005; Farooqui dan Horrocks, 2007).Pada bidang kardiovaskular ataupun bagian paruparu, penggunaan kadar F2-Isoprostan telah digunakan sebagai alat ukur intervensi medis, terutama dalam hal penentuan dosis dan keberhasilan pemberian terapi lipid peroksidasi inhibitor atau antioksidan (Patrignani dan Tacconelli, 2005). Hingga saat ini F2-Isoprostan, yang merupakan marker yang paling banyak diteliti dalam kelasnya, dan dianggap sebagai marker lipid peroksidasi in vivo yang paling baik, baik pada manusia maupun pada binatang, yang secara signifikan lebih akurat dan stabil daripada senyawa lainnya (Liu dkk, 1999; Morrow dkk, 1999; Fam dan Morrow 2003; Dalle-Donne dkk, 2006).Dan kini,
F2-Isoprostan telah digunakan secara luas sebagai marker klinis lipid peroksidasi (Cracowski, 2004). Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar F2Isoprostan. Diantaranya dengan metode Gas Chromatographic/negative ion chemical ionization mass spectrometric (GC/NICI-MS), dimana metode ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, dan dipertimbangkan sebagai “gold
standard”
dikembangkan
untuk
adalah
pengukuran liquid
F2-Isoprostan.
chromatographic,
Metode
tetapi
yang
juga
sensitivitas
dan
reliabilitasnya masih belum diketahui. Metode alternatif untuk pengukuran IsoPs menggunakan pendekatan immunologis (seperti radio immunoassay dan enzym immunoassay(EIA)) juga telah banyak dikembangkan. Hasil pengukuran secara immunoassay pada plasma ternyata memiliki korelasi keakuratan yang sangat baik dengan mass spectrometric. Sehingga walaupun gold standard-nya adalah menggunakan metode mass spectrometric, namun immunoassay lebih banyak digunakan dalam pelbagai penelitian karena keakuratan hasil korelasinya yang sangat baik, relatif mudah digunakan dan dengan biaya yang lebih rendah (Milne dkk, 2005; Dalle-Donne dkk, 2006). F2-Isoprostan sangat cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif karena beberapa alasan, yaitu : (1) Pembentukan isoproston meningkat sesuai dengan stres oksidatif, (2) kadarnya dapat diukur secara akurat dengan berbagai metode yang telah tersedia, (3) bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4) pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam diet, (5) merupakan produk spesifik
dari peroksidasi, (6) terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan tubuh dan cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menentukan referensi interval (Dalle-Donne dkk, 2006). Walaupun F2-Isoprostan ini telah diakui sebagai marker klinis lipid peroksidasi yang paling baik, namun peranan komponen isoprostan sendiri dalam patofisiologi kehamilan masih sedikit yang diketahui. Berbagai penelitian pada F2-Isoprostan masih dikembangkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai F2Isoprostan itu sendiri, termasuk untuk mengetahui apakah F2-Isoprostan juga merupakan suatu faktor yang terlibat dalam patogenesis persalinan preterm. Masih jarang adanya penelitian yang menggunakan F2-Isoprostan untuk meneliti hubungan antara peningkatan peroksidasi lipid dengan terjadinya persalinan preterm.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Berpikir
Persalinan preterm diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah terjadi infeksi pada plasenta yang menghasilkan radikal bebas berlebihan sehingga menimbulkan keadaan stres oksidatif yang lebih tinggi dari pada kehamilan normal. Pada keadaan stres oksidatif inimerusak membran lipid, sehingga terjadi proses lipid peroksidasi, yang menghasilkan produk sampingan berupa F2Isoprostan yang dapat diukur kadarnya dalam darah. F2-Isoprostan ini merupakan marker klinis lipid peroksidasi yang paling baik. Lipid peroksidasitadi dapat menyebabkan terjadinya disfungsi endotel yang pada akhirnya terjadipersalinan preterm. Aktivasi axis HPA ibubayi
Inflamasi
Perdarahan
Uterus
infeksi
desidua
overdistensi
stres oksidatif Korion Desidua Uterotonin
Protease Perubahan Servik
Ketuban Pecah Spontan
Persalinan Preterm
Kontraksi Uterus
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 3.2
Konsep Penelitian
Faktor yang mempengaruhi : Riwayat persalinan preterm PPROM Kehamilan ganda Riwayat abortus spontan tr 2 Kehamilan dengan penyakit sistemik Perilaku ( merokok, alkohol) Kelainan Uterus Infeksi Kelainan Fetus Plasentasi abnormal Umur Gravida
Infeksi Plasenta
Stres Oksidatif
Lipid peroksidasi
F2-Isoprostan
Disfungsi sel endotel Persalinan Preterm Sindroma Preeklamsi
Gambar 3.2 Kerangka konsep penelitian
3.3
Hipotesis Penelitian Kadar F2-Isoprostan dalam serum lebih tinggi pada persalinan preterm
dibandingkan dengan kehamilan preterm yang tidak inpartu.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional analitik.
4.2
Lokasidan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasipenelitian Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bersalin Instalasi Rawat Darurat (IRD) dan Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. Sedangkan untuk pemeriksaan kadar F2-Isoprostandalam serum dilakukan di Laboratorium Klinik Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. 4.2.2 Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai Agustus 2012.
4.3
Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi target Ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu hingga kurang dari 37 minggu. 4.3.2 Populasi terjangkau
Ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu hingga kurang dari 37 minggu, yang memeriksakan diri di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan atau melahirkan di kamar bersalin IRD RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari sampai Agustus 2012. 4.3.3
Sampel eligibel Diambil dari populasi terjangkau diatas yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. 4.3.4
Kriteria eligibilitas Untuk kriteria eligibilitas, terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.4.1 Kriteria inklusi a. Ibu hamil yang memeriksakan diri di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan atau melahirkan di kamar bersalin IRD RSUP Sanglah Denpasar, dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu hingga kurang dari 37 minggu. b. Bersedia ikut penelitian. 4.3.4.2 Kriteria eksklusi a. Ibu hamil dengan kehamilan kembar, b. Perdarahan ante partum, c. Ibu hamil dengan penyakit sistemik (Diabetes Mellitus, hipertensi, preeklamsia/eklamsia), d. Riwayat tindakan operatif pada servik, e. Pernah dirawat dengan partus prematurus imminens pada kehamilan ini dan telah diambil sampelnya, f. Ibu hamil dengan polihidramnion.
4.3.5 Penghitungan besar sampel Untuk menentukan besar sampel minimal berdasarkan rumus beda ratarata 2 kelompok independen dengan data numerik (Campbell dkk, 1997) :
n = 2 (Zα + Zβ) x SD 2 X1 – X2
Keterangan: -
n
: besar sampel penelitian
-
Zα
: 1,96 untuk tingkat kemaknaan α = 0,05
-
Zβ
: 0,84 untuk power 80%
-
SD
: 458 (Simpang baku dari kepustakaan)
- X1 -X2
: 225 (Selisih rerata kedua kelompok)
Berdasarkan rumus diatas, didapat besar sampel penelitian adalah 64,9 sampel dan ditambahkan 10% untuk menghindari adanya drop out sehingga menjadi sebesar 71,5 sampel, dibulatkan menjadi 72 sampel. 4.3.6 Teknikpengambilan sampel Dari populasi terjangkau diambil sampel penelitian secara consecutive sampling, sehingga diperoleh sampel terpilih, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar F2-Isoprostan dalam serum.
4.4
Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi variabel Variabel bebas
: Kadar F2-Isoprostan
Variabel tergantung
: Persalinan preterm
Variabel terkontrol
: Polihidramnion / kehamilan ganda, Perdarahan ante partum, Riwayat abortus / persalinan preterm sebelumnya, Penyakit sistemik pada ibu, Kelainan kongenital pada bayi, Riwayat tindakan operatif pada servik.
4.4.2 Definisi operasional variabel 1. Umur Ibu adalah umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir yang tercantum dalam KTP hingga saat pengambilan sampel dilakukan, dinyatakan dalam satuan tahun. 2. Umur Kehamilan adalah lamanya kehamilan yang dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan USG yang dilakukan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau dapat jugadari HPHT (Hari Pertama Hadi Terakhir), dinyatakan dalam satuan minggu. 3. Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban setelah ditunggu satu jam tidak ada tanda inpartu.
4. Persalinan Preterm adalah persalinan yang menjadi kelahiran pada umur kehamilan kurang 37 minggu, dengan berat bayi baru lahir dapat rendah atau lebih besar dari usia kehamilan namun tetap memenuhi kriteria definisi preterm. 5. Infeksi intra uterin ditandai dengan suhu badan ibu > 37,8oC maternal lekositosis ( WBC > 15.000), uterin tenderness, cairan vagina berbau, maternal takikardi ( nadi > 100x/menit), Fetal takikardi (DJJ > 160x/menit). 6. Riwayat persalinan preterm adalah ibu hamil yang pada kehamilan sebelumnya pernah melahirkan pada usia kehamilan 28 minggu sampai kurang dari 37 minggu. 7. Riwayat abortus adalah ibu hamil yang pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. 8. Kelaianan kongenital pada janin adalah kelainan kongenital mayor yang ditemukan dari pemeriksan USG oleh dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan atau setelah persalinan. 9. Polihidramnion adalah didapatkannya diameter vertikal kantong amnion > 8 cm pada pemeriksaan 1 kantong amnion dari pemeriksaan USG (Chamberlain, 1994) atau berdasarkan indeks cairan amnion (ICA), yaitu diameter vertikal kantong amnion terbesar pada 4 kuadran uterus > 25 cm (Phelan, 1985). 10. Kehamilan dengan penyakit sistemik adalah ibu hamil yang menderita atau dengan
riwayat
diabetes
peeklamsia/eklamsia.
mellitus,
hipertensi,
penyakit
jantung,
11. Ketuban pecah dini preterm ( Preterm Premature Rupture of Membrane / PPROM ) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda persalinan. 12. Kelainan uterus adalah segala kelainan pada uterus yang meliputi bentuk yang abnormal, adanya massa, septum, sebagai contoh : mioma uteri, inkompetensi servik, dll) yang diagnosanya ditegakkan oleh dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. 13. Plasentasi abnormal adalah suatu kelainan pada penempatan plasenta yang meliputi kelainan dalamnya invasi villi plasenta ( plasenta adhesiva : plasenta inkreta, plasenta akreta, dan plasenta perkreta ) dan kelainan letak plasenta ( plasenta previa totalis, plasenta previa parsialis, plasenta previa marginalis, dan plasenta letak rendah ), yang ditegakkkan dengan pemeriksaan USG oleh dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. 14. Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan jumlah janin lebih dari satu yang ditentukan secara klinis melalui pemeriksaan fisik, dan dibuktikan dari gambaran pemeriksaan USG atau setelah persalinan. 15. F2-Isoprostan adalah suatu metabolit hasil peroksidasi asam arakhidonat oleh radikal bebas, melalui mekanisme yang di katalisir secara langsung oleh radikal bebas (free radical-calatyzed mechanism), yang pengukuran kadarnya dapat dilakukan menggunakan metode EIA (Dalle-Donne dkk, 2006).
4.5
Bahan Penelitian
a. Larutan BHT (5mg/100mL)
b. Larutan Indometacin
4.6
Instrumen Penelitian
a. Tensimeter air raksa b. Stetoskop c. Spuit 3 cc d. Kapas alkohol 70% e. Kuisioner penelitian f. Label nama dan alat tulis g. Tabung dan alat sentrifugasi h. Cup fiser i. Lemari es (Freezer) j. Pipet yang disertai skala pengukuran (adjustable) 5 L - 1000 L k. Pemanas (Baker) dan tabung reaksi l. Kit enzym immunoassay for isoprostane dari Oxford Biomedical Research m. Plate reader untuk pengukuran panjang gelombang 450 nm
4.7
Prosedur Penelitian Ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusidan bersedia mengikuti
penelitian ini setelah mendapatkan inform consent, diminta untuk menandatangani formulir pernyataan bersedia mengikuti penelitian yang telah disediakan. Selanjutnya semua sampel penelitian tersebut dikelola sesuai dengan Pedoman
Terapi Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar. Langkah–langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
1.
Anamnesis meliputi nama, umur, paritas, HPHT.
2.
Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan darah dan pemeriksaan darah lengkap.
3.
Semua kehamilan preterm dan aterm dikelola sesuai dengan pedoman diagnosis dan terapi yang ada.
4.
Kemudian dilakukan pengambilan sampel darah vena kubiti yang telah di antisepsis sebelumnya dengan alkohol 70% menggunakan plain tube sebanyak 3 cc. Plain tube diberi label identitas pasien dan nomor urut, dan darah dibiarkan membeku selama 30 menit. Kemudian dilakukan sentrifugasi 3000 rpm selama 15 menit. Serum yang telah terbentuk dipisahkan masing-masing 1,2 cc ke dalam 2 sampel cup fiser yang telah diisi campuran BHT dan indometacin. Dilakukan penyimpanan sementara pada suhu -20 oC, yang kemudian dilanjutkan dengan -70 oC hingga serum di analisis. Serum yang terkumpul selanjutnya ditentukan kadar 8-isoprostan dengan menggunakan metode EIA, kemudian hasilnya akan dinilai dengan menggunakan microplate reader. Penyimpanan dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Klinik Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.
5.
Hasil pemeriksaan kadar serum F2-Isoprostan akan dikumpulkan dan dilakukan analisis statistik.
Ibu Hamil umur kehamilan > 28 minggu hingga < 37 minggu yang datang ke poliklinik atau IRD RSUP Sanglah
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Umum Pemeriksaan Obstetrik Pemeriksaan Laboratorium Kriteria Eksklusi
Kriteria Inklusi
Informed Consent
Persalinan Preterm
Kehamilan Preterm yang tidak inpartu
Kadar Serum F2-Isoprostan
Kadar Serum F2-Isoprostan
ANALISIS DATA
Gambar 4.1Alur penelitian.
4.8
Analisis Data
Dilakukan uji normalitas data menggunakan Shapiro Wilk Test.
Dilakukan uji homogenitas data mengunakan Levene Test.
Komparabilitas karakteristik sampel diuji dengan t-independent sample test
BAB V HASIL PENELITIAN
Subyek penelitian ini adalah ibu hamil preterm usia kehamilan 28 minggu sampai usia kehamilan kurang dari 37 minggu, yang memeriksakan diri ke Poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar. Dari bulan Januari hinggaAgustus 2012 telah terkumpul72 sampel darah, yang terdiri dari 36 orang sampel hamil preterm tidak inpartu dan 36 orang sampel persalinan preterm, untuk kemudian dilakukan pemeriksaan kadar F2-Isoprostan di laboratorium Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.
5.1Karakteristik Sampel Penelitian Data karakteristik subyek penelitian ditampilkan pada tabel berikut : Tabel 5.1 Rerata Umur Ibu, Gravida dan Riwayat Abortus pada Kelompok Persalinan Preterm dan Kelompok Hamil Preterm Tidak Inpartu Persalinan Preterm Variabel
Hamil Preterm Tidak Inpartu
(n = 36)
p
( n = 36) Umur Ibu (tahun)
26,69
29,06
0,067
Gravida (Kehamilan) Riwayat Abortus
1,75
2,03
0,191
0,08
0,14
0,514
Pada tabel 5.1 ditunjukkan bahwa umur ibu, Gravida, dan riwayat abortus antara kelompok persalinan preterm dan kelompok hamil preterm tidak inpartutidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p> 0.05).
5.2 Kadar F2-Isoprostan Serum Ibu Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar F2-Isoprostan pada penelitian ini dilakukan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Rerata Kadar Serum F2-Isoprostan pada Kelompok Persalinan Preterm dan Kelompok Hamil Preterm Tidak Inpartu Kadar F2-Isoprostan Kelompok
p Rerata
SB
Hamil Preterm tidak inpartu
0,01667
0,017869
Persalinan Preterm
0,31478
0,001 0,291855
Pada tabel 5.2 ditunjukkan bahwa rerata kadar serum F2-Isoprostan pada pada kelompok hamil preterm tidak inpartu sebesar 0,01667 (SB : 0,017869). Sedangkan rerata kadar serum F2-Isoprostan kelompok persalinan preterm sebesar 0,31478(SB : 0,291855). Dari hasil analisis, kedua kelompok ini berbeda secara bermakna (p< 0,05). Jadi rerata F2-Isoprostanpersalinan preterm dengan hamil preterm tidak inpartu terdapat perbedaan yang secara statistik bermakna.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Karakteristik Subyek Berdasarkan hasil analisis, umur subyek penelitian pada kelompok
persalinan preterm
memiliki rerata 26,69±4,689 dan rerata kelompok hamil
preterm tidak inpartu 29,06±5,985.Pada analisis kehamilan subyek penelitian pada kelompok persalinan preterm memiliki rerata 1,75±0,770 dan rerata kelompok hamil preterm tidak inpartu 2,03±1,75. Riwayat abortus subyek penelitian pada kelompok persalinan preterm memiliki rerata 0,08±0,368 dan rerata kelompok hamil preterm tidak inpartu0,14±0,351. Pada ketiga karakteristik subyek didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna yaitup > 0,05.
6.2
Kadar F2-Isoprostan Serum Ibu Uji perbandingan untuk mengetahui perbedaan kadar F2-Isoprostan serum
pada wanita yang mengalami persalinan preterm dan wanita yang hamil preterm tidak inpartu menggunakan uji t-independent. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kadar serum F2-Isoprostan kelompok persalinan preterm adalah 0,31478+0,291855, dan rerata kelompok hamil preterm tidak inpartu adalah
0,01667+0,017869. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa rerata kadar serum F2-Isoprostan pada kedua kelompok berbeda bermakna p =0,001 ( p <0,05). Kadar F2-Isoprostan serum ibu
yang mengalami persalinan preterm
meningkat sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Temma pada tahun 2004, dan Matsubara pada tahun 2001 yang menyatakan bahwa kontraksi uterus mungkin diinduksi oleh stres oksidatif, yang berdampak dengan terjadinya persalinan preterm. Gambaran karakteristiknya adalah,pada korioamnionitis terjadi proses fagosit yang bermigrasi, mengelilingi, dan mencerna bakteri yang bertujuan untuk melindungi ibu dan janin dari infeksi bakteri. Fagosit NADPH oksidase memproduksi ROS yang sangat kuat seperti superoxide, hidrogen peroksida, dan hidroksi radikal. Pada korioamnionitis proporsi NADPH oksidase meningkat signifikan, dimana ROS yang diproduksi memiliki kemampuan untuk merusak komponen seperti membran lipid, yang dapat diukur dengan suatu marker dari stres oksidatif, dalam penelitian ini diukur dengan F2-Isoprostan. Walaupun dari penelitian ini peningkatan kadar serum F2-Isoprostan cukup bermakna pada persalinan preterm, tetapi tidak dapat diketahui kapan terjadi peningkatan kadar serum F2-Isoprostan tersebut, dan berapa lama setelah peningkatan akan terjadi proses persalinan. Jadi penelitian ini masih belum dapat dipakai pedoman apakah peningkatan kadar serum F2-Isoprostan dapat dipakai sebagai petunjuk adanya korioamnionitis yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Hal ini
disebabkan oleh karena masih sedikitnya penelitian tentang F2-Isoprostan dan informasi mengenai peranan komponen isoprostan sendiri dalam patofisiologi kehamilan masih sedikit yang diketahui. Berbagai penelitian pada F2Isoprostanmasih dikembangkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai F2Isoprostan itu sendiri.
6.3.
Kelemahan Penelitian Kelemahan dari penelitian ini adalah penggunaan metode cross sectional
analitik,sehingga hanya dapat mengetahui ada tidaknya perbedaan antara 2 kelompok dan tidak dapat mengetahui kuat lemahnya perbedaan tersebut. Kelemahan berikutnya adalah, pemeriksaan hanya dilakukan satu kali kesempatan saja sehingga kurang dapat menjelaskan peran F2-Isoprostan sebagai faktor resiko terjadinya korioamnionitis, yang dapat memicu terjadinya persalinan preterm.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1
Simpulan Dari penelitian ini rerata kadar serum F2-Isoprostan kelompok persalinan
preterm adalah 0,31478+0,291855, dan rerata kelompok hamil preterm tidak inpartu adalah 0,01667+0,017869. Rerata kadar F2-Isoprostan dalam serum lebih tinggi pada persalinan preterm dibandingkan dengan kehamilan preterm yang tidak inpartu, dimana secara statistikkedua kelompok terdapat perbedaan yang bermakna p =0,001 ( p <0,05).
7.2
Saran Penelitian lanjutan sekiranya masih diperlukan, mengingat bahwa batasan
kadar F2-Isoprostan untuk masing-masing umur kehamilan belum diketahui. Batasan dalam penelitian ini nantinya dapat dipakai sebagai pedoman dalam memprediksi suatu kehamilan yang berkembang menjadi persalinan preterm.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal A, Gupta S, 2005. Role of Reactive Oxygen Species in Female Reproduction and the Effects of Antioxidant Supplementation.Anna 16No 4 Ali S, Philip N, Louise C. 2010. RPretermbirth and reduced birthweight in first
and second teenage pregnancies: a register-basedcohort study. BMC Pregnancy and Childbirth 2010, 10:36 Anonymous. Manajemen Persalinan Preterm. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, Semarang 24 – 26 Maret 2005. Beck S, Wojdyla D. The worldwide incidence of preterm birth: a systematic review of maternal mortality and morbidity. Bull 31 World Health Organ 2010;88:31–38. Barden A, Ritchie J, Walters B, Michael C, Rivera J, Mori T, dkk. 2001. Study of Plasma Factors Associated With Neutrophil Activation and Lipid Peroxidation in Preeclampsia.Hypertension, 38:803-808. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta 2008. Campbell M.J, Machine D, Fayers P.M, Pinol A.P.Y. 1997. Sample Size Tabels for Clinical Studies. Ed 2. Blackwell Science Cracowski J. 2004. Isoprostanes: An Emerging Role in Vascular Physiology and Disease?. Chemistry and Physics of Lipids, 128:75-83. Cunningham FG, Lenovo KJ. Preterm Birth. Williams Obstetrics 23 rd . McGraw-Hill Co. 2010. Ch 36: 804-31. Cindrova-Davies, T. 2009. Gabor Than Award Lecture 2008: Pre-eclampsia – from Placental Oxidative Stress to Maternal Endothelial Dysfunction. Placenta, 23: S55-65. Dalle-Donne, I., Rossi, R., Colombo, R., Giustarini, D., Milzani, A. 2006. Biomarkers of Oxidative Damage in Human Disease. Clinical Chemistry, 52(4):601-623
Departemen Kesehatan RI, 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001-2010, Jakarta. Depkes RI. 2001. Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001. Jakarta: Departement Kesehatan RI. Dey Sarkar P, Sharma T, Maheshwari RS. 2006 Oxidative Stress and Antioxidant in Preterm Labor. Biomedical Research 17(1):41-43 Fam, S.S., Morrow, J.D. 2003. The Isoprostanes: Unique Products of Arachidonic Acid Oxidation : AReview. Current Medicinal Chemistry, 10:1723-1740. Farooqui A.A, Horrocks L.A. 2007. Nonenzymic Metabolites of Arachidonate and Docosahexarnoate in Brain. In : Glycerophospholipids in Brain : Phospholipases A2 in Neurological Disorders. Springer science + Bussiness media LCC : New York. Hal 178-182. Goldenberg RL, Culhane JF, Iams JD, Romero R. 2008. Epidemiology and causes of preterm birth. Lancet 2008;371(9606):75–84 Guaschino S, De Seta F, Piccoli M, Maso G, Alberico S. Aetiology of preterm labour: bacterial vaginosis. Br J Obstet Gynecol. 2006;113 Suppl 3:46-51. Gupta S, Agarwal A, Sharma R.K. 2005. The Role of Placenta Oxidative Stress and Lipid Peroxidation in Preecampsia. Obstetrical and Gynecological Survey, 60(12):807-816. Gupta GK, Islam N, Moin S. 2007. A Study on the Levels of Antioxidant Defense Enzymes in Preterm Labor. Indian Journal of Clinical Biochemistry Gutteridge J.M. and Halliwell B. 1990. The Measurement of Free Radical Reactions in Humans. Trends Biochem Sci, 15:129–135. Halliwell, B. 1978. Superoxide-dependent formation of hyotoxyl radicals in the presence of iron chelates. Is it a mechanism for hydroxyl radical production in biological systems. FEBS Lett, 92: 321–326. Hung, T.H., Bruton, G.J. 2006. Hypoxia and Reoxygenation : A Possible Mechanism for Placental Oxidative Stress in Preeclampsia. Taiwanese J Obstet Gynecol, 43(3):189-200. Hole, JW, Tressler TB 2001. 2001. Management of Preterm Labor. JAOA, vol 101, no 2, pp.14-18 Hsiu CY. 2010 Detection of F2-isoprostane and F4-neuroprostane in Clinical Studies. J Biomed Lab Sci 2010 vol 22 no 1
Janicka M, Kot-Wasik A, Kot Jacek, Namiesnik J. 2010. Isoprostane-Biomarkers of Lipid Peroxidation : Their Utility in Evaluating Oxidative Stress and Analysis. Int J Mol. Sci 2010,11,4631-4659 Jonathan MD, Richard LA. 2010. Maturation of the Antioxidant system and the effects on preterm birth. Seminar in Fetal & Neonatal Medicine 15(2010), 191195 Kumagai T, Kawamoto Y, Nakamura Y, Hatayama I, Satoh K, Osawa T and Uchida K .2000. 4-Hydroxy-2-nonenal, the end product of lipid peroxidation, is a specific inducer of cyclooxygenase-2 gene expression.Biochem Biophys Res Commun 274,437±441 Lawson, J.A., Rokach, J., FitzGerald, G.A. 1999. Isoprostanes: Formation Analysis and Use as Indices of Lipid Peroxidation in Vivo. J Biol Chem (Minireview), 274:24441-4. Liu, T., Stern, A., Roberts, L.J. II, Morrow, J.D. 1999. The Isoprostanes: Novel Prostaglandin-like Products of The Free Radical-catalyzed Peroxidation of Arachidonic Acid. Journal of Biomedical Science, 6:226_/235. Lockwood C, Kuczynski E.2009. Markers of risk for preterm delivery. J Perinat Med 2009; 27: 5-20. Matsubara S and Sato I. 2001. NAD(P)H oxidase in human fetal membrane chorion leave trophoblasts with or without chrioamnionitis: ultrastructural enzyme histochemical study. Mol Hum Reprod 7,779±785 Meagher, E.A., FitzGerald, G.A. 1993. Disordered Eicosanoid Formation in Pregnancy-Induced Hypertension. Circulation, 88:1324-1333. Milne, G.L., Musiek, E.S., Morrow, J.D. 2005. F2-Isoprostanes as markers of oxidative stress in vivo: An overview. Biomarkers, 10(Supplement 1):S10-S23. Mochtar AB, 2008 Persalinan preterm dalam Saifuddin AB, Rachimhadi T, Winknjosastro GH., editors Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi ke 4 Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo hal 667-676 Morrow J.D, Frei B, Longmire A.W, Gaziano J.M, Lynch S.M. Shyr Y., dkk. 1995. Increase in Circulating Products of Lipid Peroxidation (F2-Isoprostanes) in Smoker. The New England Journal of Medicine, 332(18):1198-1203. Mueller M.J. 2010. Isoprostane Nomenclature : Inherent Problems May Cause Setbacks for The Development of The Isoprostanoid Field. Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids, 82(2):71-81. Noguchi, N., Niki, E. 1999. Chemistry of Active Oxygen Species and Antioxidant. In : Papas AM, editor. Antioxidant, Status, Diet, Nutrition, and Health. 1st ed. London: CRC Press, 1999. Hal 1-31.
Patrignani P, Tacconelli S. 2005. Isoprostanes and Other Markers of Peroxidation in Atherosclerosis. Biomarkers, 10(Supplement 1):S24-S29. Roberts L.J, Morrow J.D. 2000. Measurement of F2 Isoprostanes as an Index of Oxidative Stress in Vivo. Free Radical Bio Med, 28: 505-13. Samiran B, Amitava S, Dilip M, Nandini D, Kaushik B. 2006. The Effect of Maternal Age and Parity on Birth Weight AmongBengalees of Kolkata, India. Human Ecology Special Issue No. 14: 139-143 (2006) Temma K, Shimoya K, Zhang Q, Kimura T, Wasada K, dkk. 2004 Effects of 4-hydroxy2nonenal, a marker of oxidative stress, on the cyclooxygenase-2 of Human Placenta in Chorioamnionitis. Molecular Human Reproduction vol 10 no 3 pp 167-171, 2004
Toescu V, Nuttall S.L, Martin U, Kendall M.J, Dunne F. 2002. Oxidative Stress and Normal Pregnancy. Clin Endocrinol, 57:609 –13. Pregnancies Throughout Gestation. Sage Pub, 17 : 401-409 Woods JR. 2001.Reactive oxygen species and preterm premature rupture ofmembranesa review. Placenta 22(Suppl A),S38±44. Wijayanegara H. 2009. Aspek Umum Prematuritas dalam Krisnadi SR. Effendi JS, Pribadi A, editor Prematuritas edisi pertama Bandung : PT Refika Aditama hal 1-6 Yeo, H.C., Helbock, H.J., Chyu, D.W., Ames, B.N. 1994. Assay of Malondialdehyde in Biological Fluids by Gas Chromatography-mass Spectrometry. Anal Biochem, 220:391-396. Von Der Pool BA. Preterm Labor: Diagnosis and treatment. Am Fam Phys.Mei 1998
Uji Chi-Square
Usia Kehamilan * Terancam persalinan preterm Crosstabulation Count Terancam persalinan preterm Preterm tidak inpartu Usia Kehamilan
28 minggu
Persalinan preterm
Total
1
0
1
28-29 minggu
12
5
17
29-30 minggu
2
4
6
30-31 minggu
1
3
4
31 minggu
1
0
1
31-32 minggu
1
0
1
32 minggu
0
1
1
32-33 minggu
3
4
7
33 minggu
1
1
2
33-34 minggu
3
5
8
34 minggu
0
1
1
34-35 minggu
5
4
9
35-36 minggu
6
4
10
36-37 minggu
0 36
4 36
4 72
Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
14.703 18.335 2.297 72
Asymp. Sig. (2-sided) 13 13 1
a. 24 cells (85.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
.326 .145 .130
Uji t-independent
Group Statistics Terancam preterm Usia Sampel
Kehamilan
Riwayat Abortus
Kadar F2 isoprostan
persalinan N
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
Preterm tidak inpartu
36
29.06
5.985
.998
Persalinan preterm
36
26.69
4.689
.782
Preterm tidak inpartu
36
2.03
1.000
.167
Persalinan preterm
36
1.75
.770
.128
Preterm tidak inpartu
36
.14
.351
.058
Persalinan preterm
36
.08
.368
.061
Preterm tidak inpartu
36
.01667
.017869
.002978
Persalinan preterm
36
.31478
.291855
.048642
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Usia Equal Sampel assumed
variances
1.732
Sig.
variances
.371
Equal assumed
variances
Equal variances not assumed
1.381
.244
Std. Mean Error Sig. (2- Differen Differen tailed) ce ce
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
70
.067
2.361
1.267
-.166
4.889
1.863 66.208
.067
2.361
1.267
-.169
4.891
70
.191
.278
.210
-.142
.697
1.321 65.719
.191
.278
.210
-.142
.698
70
.514
.056
.085
-.114
.225
.655 69.832
.514
.056
.085
-.114
.225
.545 1.321
Equal variances not assumed Riwaya t Abortu s
t
.192 1.863
Equal variances not assumed Kehami Equal lan assumed
t-test for Equality of Means
.655
Kadar F2 isopros tan
Equal assumed
variances
Nama YOS SUA SIW UTA SRI VIN RIN RES SUA DEW MAR PUT SUG KAS PAR NGE SAD SAI SUW NUR RIT MIA SUK FIT ALI NOV SAN WIR PUR KAR NIL ARI YAN
Usia Gravida Abortus Umur Kehamilan Kelompok F2-IsoPs 18 1 0 32-33 minggu Preterm tidak inpartu 0.002 15 1 0 29-30 minggu Preterm tidak inpartu 0.003 26 3 0 33-34 minggu Persalinan preterm 0.909 22 1 0 35-36 minggu Persalinan preterm 0.051 38 3 0 35-36 minggu Persalinan preterm 0.036 23 2 0 31-32 minggu Preterm tidak inpartu 0.003 22 1 0 28-29 minggu Persalinan preterm 0.160 32 2 0 34-35 minggu Persalinan preterm 0.787 41 2 0 28-29 minggu Preterm tidak inpartu 0.004 27 4 0 33 minggu Persalinan preterm 0.671 20 1 0 33 minggu Preterm tidak inpartu 0.002 30 2 1 34-35 minggu Preterm tidak inpartu 0.003 23 1 0 36-37 minggu Persalinan preterm 0.504 29 2 0 29-30 minggu Persalinan preterm 0.119 32 2 0 36-37 minggu Persalinan preterm 0.315 25 1 0 33-34 minggu Persalinan preterm 0.332 28 3 0 29-30 minggu Persalinan preterm 0.038 24 3 2 28-29 minggu Persalinan preterm 0.119 22 1 0 34-35 minggu Persalinan preterm 0.507 23 1 0 34-35 minggu Persalinan preterm 0.020 22 1 0 30-31 minggu Persalinan preterm 0.025 35 4 0 28-29 minggu Preterm tidak inpartu 0.052 38 1 1 28-29 minggu Preterm tidak inpartu 0.013 21 1 0 28-29 minggu Preterm tidak inpartu 0.030 29 2 0 36-37 minggu Persalinan preterm 0.093 35 3 0 34-35 minggu Preterm tidak inpartu 0.077 26 2 0 28-29 minggu Preterm tidak inpartu 0.006 25 2 0 30-31 minggu Persalinan preterm 0.160 28 2 0 35-36 minggu Persalinan preterm 0.315 36 3 0 33-34 minggu Preterm tidak inpartu 0.031 28 2 0 28-29 minggu Preterm tidak inpartu 0.023 29 2 0 35-36 minggu Preterm tidak inpartu 0.032 30 2 0 33-34 minggu Preterm tidak inpartu 0.025
Equal variances not assumed
81.238
.000 -6.117
70
.000 -.298111 .048734 -.395307 -.200915
-6.117 35.262
.000 -.298111 .048734 -.397019 -.199203
SRI SIT RIS PAD SAR SUN PAR SUA SUR LUH NIT SUT ASA PUT ASI MAR LEE AYU INI SUJ PRA HAP SUR SAR MIT NUR ARN ANI TUT ATI AKS ITI SUD WAT WAR EKA RAS HEN MIN
35 23 19 33 20 29 26 30 40 21 19 22 26 30 28 25 31 28 26 33 30 35 28 28 21 31 30 28 29 32 28 25 37 28 30 34 33 27 27
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 2 4 3 5 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 3 2 3 3 2
0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
34-35 minggu 32-33 minggu 34-35 minggu 36-37 minggu 29-30 minggu 32-33 minggu 30-31 minggu 28-29 minggu 34-35 minggu 32-33 minggu 32-33 minggu 34-35 minggu 33-34 minggu 29-30 minggu 33-34 minggu 29-30 minggu 28-29 minggu 32-33 minggu 32-33 minggu 31 minggu 30-31 minggu 35-36 minggu 35-36 minggu 28-29 minggu 28-29 minggu 28-29 minggu 28-29 minggu 33-34 minggu 34 minggu 28-29 minggu 28 minggu 32 minggu 35-36 minggu 35-36 minggu 28-29 minggu 35-36 minggu 35-36 minggu 28-29 minggu 33-34 minggu
Preterm tidak inpartu Persalinan preterm Preterm tidak inpartu Persalinan preterm Persalinan preterm Persalinan preterm Persalinan preterm Persalinan preterm Persalinan preterm Persalinan preterm Persalinan preterm Preterm tidak inpartu Persalinan preterm Persalinan preterm Persalinan preterm Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Persalinan preterm Persalinan preterm Persalinan preterm Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Persalinan preterm Persalinan preterm Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Persalinan preterm Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu Preterm tidak inpartu
0.030 0.028 0.004 0.392 0.385 0.757 0.219 0.010 0.604 0.029 0.019 0.007 0.765 0.309 0.061 0.001 0.001 0.016 0.020 0.038 0.013 0.052 0.928 0.282 0.671 0.000 0.007 0.603 0.096 0.005 0.004 0.013 0.007 0.011 0.007 0.027 0.003 0.035 0.006