PERBEDAAN DISIPLIN KERJA PADA POLISI LALU UNTAS DAN SAMAPTA DITINJAU DARI LOCUS OF CONTROL (Studi Penelitian di Polwil ta bes Semarang) Sugiyarta SL* Agita Nuriskha*
ABSTRACT Indonesian Police Force is fa ced with the challenge to improve professionalism, following a change in status and became an independent institution and the various criticisms and complaints regarding its performance. One o f the things that have been the spotlight is the discipline o f police officers working traffic and Samapta Samples are Samapta traffic police and police in Semarang that was both men and women, the rank o f sergeant and has undergone years o f service between 10-15 years. Determination o f samples was done by purposive sampling technique. The number o f subjects in this study 26 personnel and 32 personnel traffic Samapta, but based on the results o f die study only 19 traffic personnel have the locus o f control internal and external which consists o f 10 personnel who have internal locus o f control and nine personnel who have the locus o f external control. While Samapta personnel who have die locus o f control internal and external as many as 21 personnel, daintaranya 9 personnel who have internal locus o f control and 12 personnel who have an external locus o f control. Data collection techniques using a psychological scale o f locus o f control scale were 24 items and scale o f work discipline totaling 80 items. On a scale o f work discipline resulting reliability coefficient o f 0.957 and from 80 items obtained 70 valid items. Results o f data analysis shows a) there is a difference between police work discipline with Samapta traffic, 2) there are differences in the woric discipline and Samapta traffic police who have internal locus o f control with an external locus o f control, 3) reviewed die interaction o f locus o f control and types o f traffic police work and Samapta showed no differences due to the interaction o f work discipline o f both factors. Keywords: work discipline, locus o f control, traffic police, police Samapta.
PENDAHULUAN Polri merupakan suatu lembaga yang mendapatkan tugas dan wewenangnya berdasarkan sistem ketatanegaraan Indonesia untuk menjaga keamanan negara dan menegakkan hukum yang berlaku dalam wilayah Indonesia (Markum dan Iswara, 2001:69). Hampir setiap saat media massa menyajikan liputan kegiatan polri, semuanya menjeladtan kepada publik tentang tugas, pekerjaan dan eksistensi polri. Ada yang mencemooh cara ketja polisi dan tidak sedikit pula yang memuji berbagai prestasi dan keberhasilan polisi dalam menegakkan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat). Dilihat dari sudut pembagian kerja dalam polri, masing-masing unit fungsi memiliki tugas yang berbeda-beda. Begitu pula dengan polisi lalu lintas dan samapta Polisi lalu lintas bertugas
menyelenggarakan tugas kepolisian yang mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lirtas. Sedangkan polisi samapta bertugas menyelenggarakan atau membina fiingsi kesamaptaan kepolisian atau tugas polisi umum, dan pengamanan obyek khusus, termasuk pengambilan tindakan pertama di tempat kejadian perkara dan penanganan tindak pidana ringan, pengendalian massa dan pemberdayaan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa masyarakat dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Sumber; Kepolisian Negara Republik Negara Republik Indonesia Polwiltabes Semarang).
•Universitas Negeri Semarang
Intuisi
133
Polisi lalu lintas dan samapta mempunyai peranan penting bagi masyarakat. Kedudukan polisi lalu lintas dalam fungsinya, berperan dalam penegakan hukum di bidang lalu lintas. Masalah lalu lintas tak pernah berheiti menjadi perhatian nasional maupun irtemasional seperti tajadinya pelanggaran lalu lintas, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas (Syafrika dan Suyasa, 2004: 174). Sedangkan polisi samapta mempunyai peranan yang senantiasa siap siaga untuk bertindak dan mencegah terjadinya gangguan kamtibmas dalam upaya mewujudkan keamanan dan ketertiban, seperti mengendalikan kerusuhan atau amuk massa, menghadapi demonstran, menjaga obyek khusus dari hal-hal yang menimbulkan keresahan warga dan melakukan tindakan pertama di tempat perkara kejadian. Kesamaan dalam tugas keduanya adalah mendisiplinkan masyarakat untuk mencegah tetjadinya gangguan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat). Dalam hal ini, polisi lalu lintas dan samapta dituntut urtuk profesional dan mandiri dalam menjalankan tugasnya tersebut. Anoraga (2001: 21) menyebutkan bahwa makna professional mengandung pengertian kecakapan keahlian dan disiplin. Jadi, bahwa polisi lalu lintas dan samapta tidak hanya mendisiplinkan masyarakat saja, melainkan mendisiplinkan dirinya juga di mana harus mampu mentaati segala peraturan dan kode etik dalam kepolisian. Kedisiplinan oleh Hasibuan (2007: 193194) diartikan sebagai kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan dan normanorma sosial yang berlaku. Helmi (1996) mengungkapkan bahwa disiplin di tempat ketja tidak hanya semata-mata patuh dan taat terhadap sesuatu yang kasat mata, tetapi juga patuh dan taat terhadap sesuatu yang tidak kasat mata tetapi juga melibatkan komitmen, baik dengan diri sendiri ataupun komitmen dengan organisasi Organisasi yang baik dan kuat adalah organisasi yang punya aturan tata tertib itlem yang baik dan kuat pula Aturan tersebut dapat berbentuk peraturan disiplin, kode etik maupun kode jabatan. Dalam lembaga kepolisian, mempunyai Peraturan Disiplin bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No.2 Tahun 2003, mengenai serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan pemerintah ini, diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin (Umbara, 2007: 84). Meskipun telah disusun peraturan disiplin untuk anggota kepolisian, namun prakteknya di lapangan, masih saja ada pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh beberapa segelintir oknum polisi, diantaranya oleh polisi lalu lintas dan samapta Menurut Kadi v Propam Mabes Polri Itjen Alariin Simanjutak, menyatakan bahwa jumlah kasus pelanggaran yang dilakukan anggota polisi secara keseluruhan tahun 2008 adalah sebesar 6.610, naik 17% dibandingkan dengan tahun 2007 yang beijumlah 5.436 kasus. Pelanggaran itu dimulai dari kasus pelanggaran disiplin, seperti penyalahgunaan wewenang hingga meninggalkan wilayah tugas tanpa izin (wwwJtompas.com). Menurut data Indonesian Police Watch (Polwatch) menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2008 tercatat lebih dari 5.000 anggota Kepolisian Jateng melakukan pelanggaran disiplin, kode etik hingga tindak pidana. Kapolda Jateng Irjen Polisi Alex Bambang Riatmojo dalam evaluasi kinerja jajarannya mengatakan dari 5.006 pelanggaran yang dilakukan polisi diwilayahnya terbanyak adalah pelanggaran disiplin sebesar 2.517 kasus, pelanggaran kode etik sebesar 36 kasus dan tindak pidana sebesar 34 kasus (www .vhrmedia.com). Adapun bentuk pelanggaran disiplin antara lain, tidak merlaati perintah, meninggalkan wilayah tugas tanpa izin (disersi), tidak mengikuti apel hadir tidak tepat waktu, masalah kerapihan pakaian, bolos kerja, dan meninggalkan keluarga. Bentuk pelanggaran tindak pidana adalah kasus narkoba, kasus perjudian, penganiayaan, perzinahan, pencurian, penipuan, dan penyalahgunaan senjata api Bentuk pelanggaran kode etik yaitu yang termasuk dalam kasus pidana yang dalam hal ini sudah termasuk dalam pelanggaran yang sudah tidak bisa ditolerir lagi oleh pihak kepolisian. Berdasarkan data prasurwy yang didapat di Polwiltabes Semarang m erebutkan bahwa pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota polisi secara keseluruhan pada tahun 2008 cenderung menurun dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu sebesar 9%.
Pada tahun 2007 berjumlah 22 kasus sedangkan tahun 2008 hanya ditemukan 12 kasus, antara lain tindakan tidak terpuji terhadap masyarakat (pungli) sebanyak 3 kasus, tidak masuk dinas tanpa keterangan sebanyak 3 kasus, melakukan pencoblosan Cagub Wagub (Calon Gubernur dan Wakil Gubernir) sebanyak 1 kasus, tidak melaksanakan kewajiban untuk membimbing bawahannya sebanyak 1 kasus, membeli kendaraan bermotor tanpa disertai surat yang syah sebanyak 1 kasus, menelantarkan keluarga (KDRT) sebanyak 1 kasus, melakukan pemukulan (tindakan kurang terpuji terhadap masyarakat) sebanyak 1 kasus, mempunyai WIL (kasus perselingkuhan) sebanyak 1 kasus. Dalam kasus pelanggaran disiplin diatas didapati bahwa dalam fungsi lalu lintas dan samapta melakukan pelanggaran disiplin Adapun bentuk pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh personel lalu lintas sepanjang tahun 2008 adalah hanya sebanyak 1 kasus yaitu terbukti melakukan pungutan liar. Sedangkan pada personel samapta ditemukan 3 kasus yaitu tidak masuk dinas tanpa keterangan, melakukan pencoblosan Cagub Wagub dan melakukan pungutan liar. Dalam hal ini menunjukkan bahwa dari 226 personel lalu lirtas hanya ditemukan 0,44% kasus pelanggaran disiplin. Sedangkan dari 248 personel samapta ditemukan 1,20% kasus pelanggaran disalin. Berdasarkan kasus diatas bahwa kasus yang sering terjadi adalah kasus pungutan liar, yang tak hanya dilakukan oleh polisi lalu lintas saja, namun ternyata bisa juga dilakukan oleh polisi samapta. Seharusnya polisi lalu lintas dan samapta menjalankan tugas sesuai dengan fungsi mereka masing-masing, akan tetapi disalahgunakan dengan cara memanfaatkan kesempatan untuk melakukan pungutan liar terhadap masyararakat yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Sebagaimana penuturan informan berikut ini: “Pernah saya mau ditilang., tapi terus nggak jadi karena saya beri 20 ribu. Saya sangat heran sekali, sebenarnya polisi tersebut butuh uang atau sedang menjalankan tugas...” (wawancaradengan informan D) Cara-cara polisi mendapatkan uang di jalan seperti itu sudah bukan rahasia lagi di masyarakat, khususnya sering dilakukan oleh satuan lalu lintas, namun kegiatan seperti ini ternyata juga dilakukan oleh satuan polisi lainnya diantaranya satuan samapta.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di Polwiltabes Semarang, peneliti menemukan sikap personel samapta yang menunjukkan sikap kurang disiplin. Tindakan indisipliner ini antara lain terlihat pada aktivitas membaca koran, mengobrol pada saat jam kerja, dan sibuk bermain games di komputer. Terlihat aktivitas yang begitu santai yang dilakukan dengan personel samapta pada saat jam kerja berlangsung. Sedangkan aktivitas yang dilakukan oleh personel lalu lintas terlihat begitu sibuk di lapangan yaitu melakukan beberapa patroli dan operasi lalu lintas. Dari data yang diperoleh disini, diduga bahwa personel lalu lintas cenderung lebih disiplin d ibandingkan dengan personel samapta. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Provost Bripka Aris Noor Halim, Polwiltabes Semarang, bahwa yang membedakan atas sikap dan perilaku personel lalu lintas dan samapta adalah karena adanya perbedaan tugas yaitu polisi lalu lirtas yang senantiasa pekerjaannya hampir 24 jam sedangkan polisi samapta terlihat eksistensinya disaat ada kejadian-kejadian khusus. Meskipun tindakan indisipliner hanya dilakukan oleh segelintir oknum polisi lalu lirtas dan samapta, namun sikap dan perilaku yang dilakukan tersebut sungguh tidak patut untuk dicontoh oleh masyarakat. Tindakan indisipliner yang seperti ini harusnya menjadi koreksi untuk pihak kepolisian yang berwewenang dibagian tindak kedisiplinan. Dalam lembaga kepolisian bagi anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran disiplin akan dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin atau hukuman disiplin. Pejabat dari pihak kepolisian yang berwewenang menjatuhkan tindakan disiplin tersebut adalah anggota provos sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya. Adapun bertuk hukuman disiplin yang akan dikenakan adalah berupa teguran tertulis, penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 tahun, peiundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun, mutasi yang bersilat demosi, pembebasan dari jabatan, penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari (Umbara, 2007: 73). Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran disiplin. Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan (Umbara, 2007: 84).
Vol. 1 No. 3 Jurnal Ilmiah Psikologi
Intuisi
135
Menurut Prof. Awaloedin Djamin, menyatakan bahwa tantangan terbesar yang menyangkut chra dalam kepolisian adalah manajemen personelnya, karena menyangkut sumber daya manusia Seberapa bagus pun sebuah kepolisian diorganisasikan, efektifitasnya sangat tergantung kepada personel yang mampu mengelola dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepolisian yang diembannya. Dengan kata lain sebuah lembaga kepolisian yang efektif harus terdiri dari organisasi dan personel yang baik, karena kepolisian yang diorganisasikan dengan baik tidak dapat berfungsi jika personelnya tidak berkualitas, sedangkan personel yang berkualitas tidak dapat berfungsi secara efektif dalam kepolisian yang tidak terstruktir dengan baik (Harsono, 2009: 5). Perbaikan dalam manajemen personel polri tentunya bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan citra polri. Manajemen personel yang dimaksud adalah pengelolaan diri secara pribadi terhadap tugas dan tanggung jawab yang dimilikinya. Oleh karena itu, pada polisi lalu lintas dan samapta yang mempunyai manajemen personel yang baik akan bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya sehingga tidak mudah untuk melakukan pelanggaranpelanggaran disiplin. Namun sebaliknya, polisi lalu lintas dan samapta yang tidak mampu mengelola dirinya dengan baik, maka akan mudah melakukan pelanggaran-pelanggaraan disiplin. Pembentukan disiplin kerja baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh berbagai faktor, artara lain faktor lingkungan, kepemimpinan, moral dan kepuasan kerja (Suryandari dan dkk, 2005: 22). Dari banyak faktor yang mempengaruhi disiplin keija seseorang, yang turut serta mempengaruhi salah satunya adalah faktor kepribadian. Menurut Poernomo (dalam Saputro, 1994:3) ciri pribadi yang turut berperan dalam menentukan perilaku disiplin seseorang adalah locus o f control. Menurut Rotter, Locus o f control yaitu menggambarkan dimana letak keyakinan dan seberapa kuat kontrol pada individu, apakah kontrolnya menjadi dasar pembentukan serta penampilan tingkah lakunya itu bersumber dari dalam diri atau dari luar dirinya (Phares, 1976: 23). Locus ( f control dikategorikan menjadi dua yaitu, locus o f control internal dan external. Seseorang dapat dikatakan memiliki locus o f control internal jika seseorang memiliki
keyakinan bahwa segala kejadian dalam hidupnya dipengaruhi oleh tindakannya atau karakteristik dirinya yang cenderung menetap (Rotter dalam Phares, 1976: 40). Lain halnya dengan orang yang memiliki locus o f control extemal yaitu jika individu memiliki keyakinan bahwa kehidupannya dipengaruhi oleh keberuntungan, kesempatan, nasih, dibawah kontrol kemampuan yang lebih berkuasa atau hal-hal diluar dirinya yang sebagian besar mempengaruhi dirinya (Rotter, 1976: 40). Perbedaan locus o f control dan jenis pekerjaan inilah yang akan membual indikasi teijadinya tingkat kedisiplinan pada polisi lalu lintas dan samapta berbeda-beda. Guna memperjelas dan mendapatkan jawaban dari permasalahan diatas perlu diadakan penelitian ini, yang berjudul : "Perbedaan Disiplin Keija pada Polisi Lalu Lintas dan Samapta ditinjau dari Locus o f C ontrol'. TINJAUAN PUSTAKA DISIPLIN KERJA Kedisiplinan oleh Hasibuan (2007: 193194) diartikan sebagai kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan normanorma sosial yang berlaku. Menurut Rachman (1999: 168) menambahkan bahwa kedisiplinan merupakan upaya mengendalikan diri dari sikap mental dalam mengembarakan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya. Berdasarkan berbagai pendapat dan pandangan dari para tokoh tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran berperilaku sesuai dengan aturan, yang menunjukan nilai-nilai ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan pekerjaan, tanggung jawab terhadap pekerjaan dan keteraturan. Ada 2 jenis disiplin kerja menurut Helmi (1996), yaitu: 1. Disiplin d iri (se lf discipline) Disiplin diri menurut Jasin (dalam Helmi, 1996), merupakan disiplin yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri Hal ini merupakan manifestasi atau aktualisasi dari tanggung jawab pribadi, yang berarti mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada di luar dirinya.
2. Disiplin kelompok Disiplin kelompok akan tercapai jika disiplin diri telah tumbuh dalam diri pegawai Artinya, kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masing-masing anggota kelompok dapat memberikan andil yang optimal dapat memberikan andil yang sesuai dengan hak dan tanggungjawabnya Menurut Davis (dalam Mangkunegara, 2001: 129) ada dua bentuk disiplin kerja yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif. 1. Disiplin Preventif Disalin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan. 2. Disiplin korektif Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku di instansi maupun perusahaan. Aspek-aspek disiplinkeija 1. Kesadaran berperilaku sesuai dengan aturan. 2. Ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan pekerjaan. 3. Tanggung jawab terhadap pekerjaan. 4. Keteraturan. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin keija 1. Faktor Kepribadian. 2. Faktor lingkungan.
LOCUS O F CONTROL Locus o f control menggambarkan dimana letak keyakinan dan seberapa kuat kontrol pada individu, apakah kontrol yang menjadi dasar pembentukan serta penampilan tirukah lakunya bersumber dari dalam atau dari luar dirinya (Phares, 1976: 23). Levenson (dalam Robinson, 1991: 419) menggambarkan locus o f control sebagai konsep keyakinan dimana seseorang yang mengalami suatu kejadian dalam hidupnya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) faktor Internal (I) bahwa kejadian dalam hidupnya diterlukan terutama oleh kemampuan dirinya sendiri (2) faktor Powerfull Other (P. O) bahwa kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang lain atau yang lebih berkuasa, (3) faktor Chance (C) bahwa kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh nasib, peluang dan keberuntungan
Locus o f control terdiri atas locus o f control internal dan locus o f control external. Seseorang dapat dikatakan memiliki locus o f control internal jika seseorang memiliki keyakinan bahwa segala kejadian dalam hidupnya dipengaruhi oleh tindakannya atau karaktersitik dirinya yang cenderung menetap (Rotter dalam Phares, 1976:40). Orang yang memiliki locus o f control external yaitu jika individu memiliki keyakinan bahwa kehidupannya dipengaruhi oleh keberuntungan, kesempatan, nasih, dibawah kontrol kemampuan yang lebih berkuasa atau hal-hal diluar dirinya yang sebagian besar mempengaruhi dirinya (Rotter dalam Phares, 1976:40). Pengukuran Locus o f Control Levenson (1972) memperbaiki skala I-E kemudian disusun kembali dan diberi nama skala Internal, Powerfull Other, dan Chance yang biasa disebut dengan skala IPC-LOC (Azwar, 2004: 137). Levenson membagi locus o f control yang merupakan orientasi atribusi ke dalam tiga faktor, yaitu; 1. Faktor Interna! (I), adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh kemampuan dirinya sendiri. 2. Faktor Powerfull Other (P) adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang lain yang lebih berkuasa dan apabila terjadi sebuah kesalahan akan menyalahkan orang lain. 3. Faktor Chance (C) adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan oleh nasib, kesempatan dan keberuntungan. Skala Levenson meripakan skala yang sering digunakan dalam berbagai penelitian. Faktor internal untuk mengungkap locus o f control internal sedangkan faktor powerfull other dan chance untuk mengungkap locus o j control external.
Vol. 1 N o , 3 Ju rnal Ilm iah Psikologi
Intuisi
137
HIPOTESIS 1. ” Ada perbedaan disiplin kerja antara polisi lalu lintas dengan samapta”. 2. “Ada perbedaan disiplin kerja pada po lisi lalu lintas dan samapta ditinjau dari locus o f control', locus o f control internal dan locus o f control extem ar. 3. “Ada perbedaan disiplin kerja pada polisi ditinjau dari interaksi locus o f control dan jenis pekerjaan (lalu lintas dan samapta)” METODE Populasi dalam penelitian ini adalah dengan karakteristik sebagai berikut: anggota polisi lalu lintas dan samapta di Polwikabes Semarang baik pria maupun wanita, berpangkat bintara, masa keija antara 10-15 tahun. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampling dengan menggunakan teknik purposive sam pk atau sampel bertujuan yang dilakukan dengan cara mengambil subyek berdasarkan atas tujuan dan ciri-ciri tertentu (Arikunto, 2002: 126). Berdasarkan karakteristik yang sesuai dengan penelitian, maka diperoleh
jumlah sampel polisi lalu lintas sebanyak 26 personel dan polisi samapta sebanyak 32 personel Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang disusun oleh peneliti, yaitu skala locus o f control dan skala disiplin kerja. HASIL PENELITIAN Gambaran umum tentang locus o f control Dari 58 personel yang terdiri dari 26 anggota polisi lalu lintas dan 32 anggota polisi samapta tersebut hanya 19 personel anggota polisi lalu lintas dan 21 personel samapta yang memiliki locus o f control internal dan locus o f control external, yaitu terdiri atas 10 anggota polisi lalu lintas yang memiliki locus o f control internal dan 9 anggota polisi lalu lintas yang memiliki locus o f control external. Sedangkan polisi samapta yang memiliki locus c f control internal berjumlah 9 personel dan 12 anggota polisi samapta yang memiliki locus o f control external. Hasil inilah yang akan diteliti mengenai disiplin kerjanya.
Gambaran umum tentang di9pEn keija polisi lalu lintas dan samapta Rincian disiplin kerja pada polisi lalu lintas dan samapta berdasarkan aspek-aspeknya: Jenis Pekerjaan Disiplin Kerja PoEsi Lalu Lintas Polisi Samapta 1. 2. 3. 4.
Kesadaran berperilaku sesuai dengan aturan Ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan pekerjaan Tanggung jawab terhadap pekerjaan Keteraturan
Berdasarkan hasil yang didapat dari skor disiplin keija berdasarkan aspek kesadaran berperilaku sesuai dengan aturan, ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan pekeijaan, tanggung jawab terhadap pekerjaan dan keteraturan polisi lalu lintas lebih tinggi dibandingkan dengan polisi samapta balw a polisi lalu lintas lebih tinggi dibandingkan dengan po lisi samapta. Gambaran disiplin kerja polisi lalu lintas dan samapta ditinjau dari locus o f control. Dapat dijelarican bahwa polisi lalu lintas cenderung memiliki disiplin kerja lebih tinggi dibandingkan polisi samapta. Sedangkan ditinjau dari locus o f control pada polisi lalu lintas dan polisi samapta yang memiliki locus o f control internal cenderung lebih disiplin dibandingkan yang memiliki locus o f contra! external.
50,42 (Sangat Tinggi)
52,16 (Tinggi)
63,05 (Sangat Tinggi)
56,11 (Tinggi)
59,63 (Sangat Tinggi)
52,00 (Tinggi)
57,84 (Sangat Tinggi)
49,42 (Tinggi)
Uji Hipotesis Hipotesis keija pertama (Hai) yang menyatakan : “Ada perbedaan disiplin kerja antara polisi lalu lintas dengan samapta di Polwi tabes Semarang” , maka hipotesis ini diterima. Hipotesis kerja kedua (H ¡a) yang menyatakan : “ Ada perbedaan disiplin keija pada poEsi ditinjau dari locus o f control internal dan external di Polwi ha bes Semarang” , maka hipotesis ini diterima. Hipotesis kerja ketiga (H^) yang menyatakan : “Ada perbedaan disiplin kerja pada polisi ditinjau dari interaksi locus o f control dan jenis pekerjaan lalu Entas dan samapta di Pohvihabes Semarang” , maka hipotesis ini ditolak.
PENUTUP Simpulan Disiplin keija pada Polisi Lalu Lintas cenderung lebih tinggi dari Polisi Samapta. Tingkat disalin kerja Polisi Lalu Lirias rata-rata dalam kategori sangat tinggi sedangkan pada Polisi Samapta rala-rala dalam kategori tinggi. Tingkat kedisiplinan pada Polisi Lalu Lintas yang memiliki bcu s o f control internal maupun locus o f control external masuk dalam kategori sangat tinggi sedangkan pada Polisi Samapta rang memiliki locus o f control internal maupun b cu s o f control external masih dalam kategori tinggi Ada perbedaan yang signifikan antara disiplin kerja Polisi Lalu Lintas dengan Polisi Samapta di PohvOtabes Semarang. Hal ini dikarenakan tugas dan tanggungjawab pekerjaan Polisi Lalu Lintas yang lebih boat dibandingkan Polisi Samapta menjadikan polisi Lalu Lintas dituntut lebih disiplin dalam melaksanakan tugasnya Ada perbedaan yang signifikan antara disiplin kerja antara anggota dengan locus o f control internal dengan locus o f control external di Polwiltabes Semarang. Hal ini dikarenakan segala perilaku dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang terbangun dari keyakinan dalam dirinya sendiri akan lebih stabil sedangkan segala perilaku dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang terbangun dari luar cenderung tidak akan bertahan lama manakala dihadapkan pada tantangan-tantangan yang lebih berat. Tidak ada perbedaan disiplin keija pada polisi ditinjau dari interaksi locus o f control dan jenis pekerjaan (lalu lintas dan Samapta) di Polwiltabes Semarang. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa disiplin keija pada diri seseorang bukan semata-mata terbangun dari locus o f control internal secara mutlak akan tetapi dapat terbangun melalui kondisi lingkungan, walaupun seseorang memiliki locus o f control external apabila ditempatkan pada lingkungan keija yang menuntuk tingkat kedisiplinan tinggi juga akan memiliki kedisiplinan keija yang tinggi pula begitu juga dengan sebaliknya. Saran 1) Pihak instansi Kepolisian Diharapkan personel lalu lintas dan samapta di Polwiltabes Semarang untuk tetap mempertahankan disiplin kerjanya, dengan
menyadari penuh fungsi tugasnya, agar selalu berusaha menjadi cortoh yang teladan bagi rekan kerjanya dan masyarakat karena setiap tingkah lakunya mudah sekali tersoroti oleh lingkungan kerjanya maupun masyarakat. Selain itu, diharapkan agar mempertahankan keyakinan dalam diri masing-masing ketika dalam menjalankan tugasnya agar tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan luar dan juga tidak mudah terbawa arus ke dalam halhal yang mengarah kepada pelanggaran. Bagi pimpinan dan provost diharapkan untuk terus menjaga agar disiplin anggota polisi lalu lintas dan samapta tetap baik dengan cara tidak hanya menekankan pada punishment yang diberikan apabila terjadi pelanggaran, akan tetapi juga memberikan rewards kepada anggotanya yang selalu mematuhi aturan dengan baik. 2) Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang hendak melaksanakan penelitian serupa diharapkan mampu mengungkap faktor-faktor lain yang belum terungkap dalam penelitian ini yang diduga turut mempengaruhi disalin keija, seperti faktor kepemimpinan, tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Hal ini diharapkan akan mampu memberikan gambaran yang lebih luas mengenai disiplin kerja polisi. Mungkin bisa juga dengan meneliti subyek polisi lainnya seperti polisi reserse. DAFTAR PUSTAKA Anastasi, Anne. 1997. Tes Psikologi. Jilid 2. Jakarta: PT. Prehalindo. Anoraga, panji dan Ninik Widiyanti. 1993. Psikobgi dalam Perusahaan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian untuk Pendekatan Praktek, Cetakan XII. Jakarta: Rineka Cipta As’ad, Moh. 2001. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri Yogyakarta Liberty. Azwar, Saifuddin. 2003. Sikcp Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, ______________ 2005. Penyusunan Skala Psikobgi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
VoL 1 No. 3 Jurnal Ilmiah Psikologi
Intuisi
139
Coop, R.H. and White, K. (Editors). 1974. Concept in The Classroom. New York: Harper dan Row Publishers. Depdikbud. 1996. Disiplin Sekolah: Jakarta. Feist, Jeist dan Gregory J. Feist. 1998. Theories o f Personality (Fourth Edition). USA: Me Graw HUL Hasibuan, Malayu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara Hekni, Avin Fadilla 1996. Disiplin Kerja. Buletin Psikologi, Tahun IV, Nomor 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Markum&Iswara. 2001. Perbedaan Persepsi tentang Police Brutality antara Polisi dan Mahasiswa. Jurnal Psikologi Sosial, Nomor IX/Tahun VII/J uni 2001. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Martoyo, Susilo. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Monks,FJ; Koers, A .M P, Hadir» to, Siti Rahayu. 2002. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Nawawi, HadarL 2003. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian, Cetakan VI. Bogor : Ghalia Indonesia Nitisemito, A. S. 1991. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia), Cetakan IX. Jakarta Ghalia Indonesia Nawawi HadarL 2003. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Phares, E. Jerry. 1976. Locus o f Control in Personality. New Jersey : General Learning Press. Pervin, Lawrence A dan Oliver P. John. 2001. Personality Theory and Research (Eight Edition). New York: John Wiley dan Sons, Inc. Rachman, Maman. 1999. Manajemen Kelas. Jakarta Depdiknas, Proyek Pendidikan Guru SD. Robinson, John. P., Philip R. Shaver., Lawrence S. Wrightsman. 1991. Measures o f Personality and Social Psychological Attitudes. California: Academic Press.
Saputro, R. Sajarwo. 1994. Hubungan antara Kecenderungan Locus c f Control dengan Disiplin Kerja Bintara dan Tamtama Polri Di Jajaran Polwil Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta Fakultas Psikologi UGM. Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administrasi dan Operasional. Jakarta Bumi Aksara. Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Solomon, Laura J & Rothblum, E.D. 1984. Academic Procrastindion: Freguentcy and Cognitive -Be havioral Correlates. Jurnal o f Counseling Psychology. Vol. 3, No. 4, Hal 503-509. Straus, G dan Sayles, L. 1986. Personal The Human Problem o f Management. Fourth Edition New Jersey. Englewood Cliff Prentice HaD Inc. Suryabrata, SumadL 2002. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta Andi OfFset. Suryandari, Upik, dkk. 2005. Hubungan Efektivitas Komunikasi Atasan-Bawahan dengan D isiplin Kerja Bawahan pada Anggota Kepolisian di Kepolisian Resort Semarang. Suwami. 2009. Perilaku Polisi (Studi atas Budaya Organisasi dan Pola Komunikasi). Cetakan 1. Bandung: Nusa Media Syafiika&Suyasa 2004. Persepsi terhadap Lingkungan Fisik Kerja dan Dorongan Berperilaku A g resif pada Polisi Lalu Lintas. Insan Vol.6, No.3. Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara. Taylor, Shelley.E. 1995. Health Psychology. New York: Mc Grow Hill Inc. Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta Andi Offsett. HttoJ/www. membertriDod.com/random soge/partla.htm l\ www. kompas com www.vhrmedia.com