Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013 ISSN: 2086-0390 PERBEDAAN ANTARA ENTREPRNEUR DAN NON-ENTREPRENEUR DARI ASPEK PENGAMBILAN RISIKO, BERSAING AGRESIF, PRROAKTIF, INOVATIF, DAN KEMANDIRIAN MEREKA BUSTANUL ARIFIN NOER Program Studi Manajemen Bisnis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya ABSTRAK Sudah banyak diyakini bahwa entrepreneur merupakan salah satu tonggak kokohnya pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara, karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja. Pengambilan sampel ditujukan pada alumni Jurusan Teknik Industri – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Dari 5 variabel utama penelitian dimunculkan 58 variabel manifes. Jumlah kuesioner yang sah diolah lanjut sebanyak 76 eksemplar. Data diolah dengan analisis deskriptif, analisis faktor konfirmatori, dan analisis regresi logistik Hasil yang diperoleh tentang uji hipotesis terbukti bahwa hanya 3 aspek yang berpengaruh secara signifikan terhadap pilihan karier entrepreneur, yaitu: pengambilan risiko, bersaing agresif, dan proaktif. Dari analisis diskriminan dan regresi logistik terbukti bahwa ketiga variabel tersebut berpengaruh besar terhadap pilihan karier sebagai entrepreneur. Aspek inovatif dan kemandirian dibutuhkan sama baiknya dalam bekerja, apakah dia memilih karier sebagai entrepreneur atau non-entrepreneur. Kata kunci: pilihan karier, entrepreneur, non-entrepreneur, pengambilan risiko, bersaing agresif, proaktif, inovatif, kemandirian
PENDAHULUAN Sudah banyak diyakini bahwa entrepreneur merupakan salah satu tonggak kokohnya pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara, karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja. Karier alumni Teknik Industri ITS masih lebih banyak yang memilih sebagai orang bekerja untuk orang/pihak lain (non-entrepreneur) daripada sebagai entrepreneur. Noer (2010a dan 2010b) menemukan bahwa dari 68 alumni Teknik Industri ITS hanya 8 orang (11,6%) yang memilih karier sebagai entrerepeneur. Tremblay, Wils, dan Poulx (2002) menemukan bahwa dari sekitar 900 orang insinyur di Kanada lebih banyak yang memilih karier manajerial daripada entrepreneurial, teknikal, hibrid, atau proyek. DeMartino dan Barbato (2003) menemukan hanya 16,2% entrepeneur perempuan dan 11,5% laki-laki dari 1.763 alumni program MBA (Master of Business Administration) 10 universitas di Amerika Serikat. Burke, FitzRoy, dan Nolan (2003) memunculkan 3 kelompok karier, yaitu (1) selfemployment (pekerja mandiri), (2) wage-employment (pekerja yang mendapatkan upah atau gaji), dan (3) entrepreneur (wirausahawan). Hirsky dan Tuunanen (tanpa tahun) memunculkan istilah entrepreneur dan non-entrepreneur. Verheul, Wennekers, Audrestch, dan Thurik (2001) membagi 3 kelompok entrepreneur dengan mengacu kepada kemampuan entrepreneurial atau manajerial serta apakah bekerja mandiri atau bekerja untuk pihak lain, seperti yang tampak pada Gambar 1.
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Gambar 1. Tiga Jenis Entrepreneur Sumber: Verheul, Wennekers, Audrestch, dan Thurik (2001) dimodifikasi Mereka yang memiliki kemampuan entrepreneurial yang tinggi dan bekerja mandiri disebut entrepreneur Schumpeterian atau cukup sebagai entrepreneur. Intrapreneur adalah sebutan bagi mereka yang memiliki kemampuan entrepreneurial yang tinggi, namun tetap bekerja untuk orang atau pihak lain sebagai karyawan. Mereka yang memiliki kemampuan manajerial yang tinggi dan bekerja mandiri disebut pemilik bisnis manajerial (managerial business owners). Mereka yang memiliki kemampuan manajerial yang tinggi dan bekerja untuk orang atau pihak lain disebut manajer eksekutif (executive managers). Selanjutnya digunakan istilah entrepreneur (dari Schupeterian entrepreneurs atau managerial business owners) dan non-entrepreneur (dari intrapreneurs atau executive managers). Ravasi dan Turati (2005) meyebutkan bahwa entrepreneur adalah pemegang kunci utama untuk pertumbuhan ekonomi dunia. Para mahasiswa merupakan sosok yang unik dan potensial untuk menjadi entrepreneur, bila memang itu yang menjadi pilihan karier mereka setelah lulus nantinya. Demikian juga halnya alumni dari perguruan tinggi merupakan sosok unggul yang berpotensi sukses lebih besar untuk menjadi entrepreneur, bila memang itu yang menjadi pilihan karier mereka. Lühtje dan Franke (tanpa tahun) telah membuktikan adanya intensitas entrepreneurial dan penciptaan entrepreneur yang terus meningkat di kalangan mahasiswa teknik di MIT (Massachusetts Institute of Technology), Amerika Serikat. Para alumni Teknik Industri ITS (dan alumni universitas lainnya) dapat saja memilih karier sebagai entrepreneur atau non-entrepreneur tergantung kepada pilihan masing-masing. Bekerja mandiri (entrepreneur) atau bekerja pada orang/pihak lain (non-entrepreneur) tetap membutuhkan kemampuan entrepreneurial dan manajerial dengan beragam tingkatannya pada diri setiap orang. Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya sudah menjalankan 3 jenjang pendidikan (sarjana S1 sejak tahun 1985, magister S2 sejak tahun 1994, dan doktor S3 sejak tahun 2009). Persoalan yang masih harus dijawab adalah mengapa tidak banyak dari alumni Teknik Industri ITS Surabaya yang memilih karier sebagai entrepreneur, demikian dari lulusan perguruan tinggi lainnya. Apakah ada variabel yang dapat menjelaskan perbedaan antara mereka yang memilih karier sebagai entrepreneur dengan non-entrepreneur dari 5 variabel utama (pengambilan risiko, bersaing agresif, proaktif, inovatif, dan kemandirian).
TINJAUAN PUSTAKA Lyon, Lumpkin, dan Dess (2000) memunculkan 5 dimensi orientasi entrepreneurial, yaitu sikap proaktif (proactiveness), sikap inovatif (innovativeness), pengambilan risiko (risk taking), kemandirian (autonomy), dan sikap bersaing agresif (competitive aggressiveness). Orientasi entrepreneurial berbeda dengan entrepreneurship. Pengertian entrepreneurship lebih ditujukan kepada pendatang baru dalam bisnis, sedangkan orientasi entrepreneurial
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
lebih ditujukan kepada proses, yaitu bagaimana entrepreneurship tersebut dijalankan yang mencakup metode, praktek, dan gaya pengambilan keputusan untuk bertindak secara entrepreneurial. Konsep tentang orientasi entrepreneurial juga dimunculkan oleh Aloulou (2002), Sembhi (2002), Lumpkin dan Dess (2001), Wiklund dan Sheperd (2005), Brown dan Davidsson (tanpa tahun), serta Hean, Thi, dan Hwei (2007). Orientasi entreprenurial sering juga dipadankan dengan istilah corporate entrepreneurship atau intrapreneurship [Antoncic dan Hisrich (tanpa tahun); Hitt, Ireland, dan Hoskisson (2000); Jones (2010); Kuratko dan Hornsby (tanpa tahun); Srivastava dan Lee (2005); Gupta, McMillan, dan Surie (2004)]. Entrepreneurship adalah segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan, dan proses yang dilakukan oleh para entrepreneur dalam merintis, menjalankan, dan mengembangkan usaha mereka (Bruyat dan Julien, 2000). Kantis, Masahiko, dan Masahiko (2002) mendefinisikan entrepreneurship sebagai kapasitas untuk mendirikan dan mengembangkan bisnis yang baru. Pfeifer (2003) memberikan definisi entrepreneurship sebagai tindakan penciptaan nilai melalui perwujudan suatu peluang bisnis dengan pengambilan risiko serta pemanfaatan modal manusia, sosial, finansial, dan fisik. Kegiatan entrepreneurial di dalam perusahaan adalah aneka kegiatan yang disertai dengan sikap-sikap proaktif, inovatif, pengambilan risiko, kemandirian, serta bersaing agresif oleh seluruh jajaran personalia di perusahaan (Lyon, Lumpkin, dan Dess, 2000). Setiap individu bisa saja menjadi entrepreneur, baik cepat atau lambat, bila mereka memiliki keyakinan dan keinginan yang kuat ke arah sana (Odgers, tanpa tahun). Sarasvathy (2002) menyebut bahwa yang dilakukan oleh entrepreneur adalah mewujudkan sesuatu menjadi bisnis nyata yang terus berkembang. Chandra (2005) mendukung pernyataan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk menjadi entrepreneur dengan persyaratan dan langkah yang tidak mudah. Entrepreneur adalah mereka yang dapat menggabungkan dua hal penting dalam bisnis secara bersamaan, yaitu (1) pemikiran strategis dan (2) tindakan yang fokus. Nasution, Noer, dan Suef (2001 dan 2006) secara praktis dan aplikatif juga memaparkan bagaimana kerangka untuk membangun semangat entrepreneurial dan sikap menjadi seorang teknopreneur. Ubacharan et al (tanpa tahun) menyebutkan bahwa riset di bidang entrepreneurship masih tetap terbuka lebar untuk digali dan digali makin dalam lagi, baik untuk aspek teori, jenis, proses, tipe organisasi, hasil, maupun lingkungan eksternal. Sembhi (2002) menyatakan bahwa entrepreneurship menjadi bagian dari orientasi entrepreneurial (dikenal juga sebagai intrapreneurship atau corporate-entrepreneurship) dengan menambahkan aktivitas pengambilan keputusan, proses, dan praktek. Hitt, Ireland, dan Hoskisson (2000) juga menyatakan bahwa corporate-entreprenurship jauh lebih luas cakupannya daripada entrepreneurship. Noer et al (2013) menyimpulkan bahwa hanya variabel pengambilan risiko, berasing agresif, dan proaktif yang signifikan menjadi pembeda antara mereka yang memilih karier sebagai entrepreneur daripada yang non-entrepreneur, sedangkan variabel inovatif dan kemandirian secara bersamaan tetap dibutuhkan oleh entrepreneur maupun non-entrepreneur. Asosiasi Antara Pengambilan Risiko, Bersaing Agresif, Proaktif, Inovatif, dan Kemandirian Terhadap Pilihan Karier Pengambilan risiko adalah proses mengambil keputusan dan tindakan tanpa pengetahuan yang cukup terhadap kemungkinan hasilnya. Terdapat 3 jenis pengambilan risiko yang harus dihadapi oleh perusahaan dan para eksekutifnya, yaitu (1) pengambilan risiko ’bisnis’, berupa risiko berkenaan dengan masuk pasar yang baru tanpa uji coba terlebih dahulu atau menggunakan teknologi yang belum teruji, (2) pengambilan risiko ’finansial’, berupa pengeluaran biaya atau pinjaman yang besar tanpa pengetahun yang cukup terhadap peluang keberhasilannya, dan (3) pengambilan risiko ’personal’, berupa sikap para eksekutif dalam
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
penentuan tindakan strategis yang dapat berdampak terhadap perkembangan karier mereka berikutnya [Koiranen, Hyrzky, dan Tunnanen (1997); Carland, Carland, dan Stewart (1999)]. Palich dan Bagby (1995) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara entrepreneur dan manajer atau karyawan (non-entrepreneur) dalam hal pengambilan risiko. Pendapat tersebut berbeda dengan temuan Simon, Houghton, dan Aquino (1999) yang mengatakan bahwa entrepreneur adalah mereka yang memiliki persepsi yang rendah terhadap risiko, sehingga lebih mudah mengambil keputusan untuk menjalankan bisnis. Para entrepreneur memiliki nilai yang lebih tinggi dalam hal keberanian mengambil risiko dibandingkan dengan para manajer/karyawan (non-entrepreneur) didukung oleh para ahli lainnya [Stewart, Watson, Carland, dan Carland (1999); Envick dan Langford (2000); Blackman, Hurd, dan Timo (tanpa tahun); Soo dan Poh (2004); Mullins dan Forlani (2005); Wiklund dan Sheperd (2005); Ravasi dan Turati (2005)]. Semangat untuk bersaing secara agresif merupakan sikap responsif terhadap setiap ancaman sebagai bentuk perlawanan dan upaya untuk memenangkan persaingan. Stewart, Watson, Carland, dan Carland (1999) menggunakan istilah pengejaran prestasi untuk padanan kata bersaing agresif sebagai sifat utama seorang entrepreneur. Para entrepreneur memiliki nilai yang lebih tinggi dalam hal bersaing agresif (atau pengejaran prestasi) dibandingkan dengan para manajer/karyawan (non-entrepreneur) didukung oleh para ahli lainnya [Blackman, Hurd, dan Timo (tanpa tahun); Lumpkin dan Dess (2001); Leiblein dan Reuer (2004)]. Sikap proaktif dicirikan dengan kesiapan untuk mengenalkan produk atau jasa baru dalam kancah persaingan sekaligus memiliki antisipasi terhadap permintaan di masa depan. Baron (1998) menyatakan bahwa entrepreneur adalah mereka yang lebih bersikap proaktif daripada yang lainnya (non-entrepreneur) sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli lainnya [Lumpkin dan Dess (2001); Ardichvili, Cordoza, dan Ray (2003); Wiklund dan Sheperd (2005)]. Sikap inovatif merupakan keinginan untuk memberikan dukungan terhadap kreativitas dan eksperimentasi dalam mengenalkan produk baru. Kreativitas lebih kepada pengertian melahirkan banyak ide/gagasan, sedangkan inovasi merupakan implementasi dari ide/gagasan sehingga menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Orang-orang yang kreatif dapat dicirikan oleh hal-hal berikut: (1) mampu mengendalikan emosi, (2) memiliki empati, (3) luwes dalam berpikir/bertindak dan berminat dalam kegiatan kreatif, serta (4) berwawasan ke depan dan percaya kepada gagasan sendiri (Antonites, 2003). Palich dan Bagby (1995) menyatakan bahwa entrepreneur adalah mereka yang lebih melihat kesempatan daripada ancaman sehingga menjadi lebih kreatif dalam menyusun langkah dan jawaban yang tepat dibandingkan dengan yang non-entrepreneur. Kreativitas dan inovasi para entrepreneur lebih tinggi daripada non-entrepreneur [Baron (1998); Stewart, Watson, Carland, dan Carland (1999); Blackman, Hurd, dan Timo (tanpa tahun); Soo dan Poh (2004); Leiblein dan Reuer (2004); Wiklund dan Sheperd (2005); Ravasi dan Turati (2005)]. Sebaliknya, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal daya inovasi antara nascent entrepreneur dan nonentrepreneur (Carter, Gartner, Shaver, dan, Gatewood; 2003). Bersikap mandiri adalah syarat yang harus dimiliki untuk menjalankan bisnis walau tanpa dukungan dari pihak mana pun. Kemandirian serta keyakinan yang kuat atas keberhasilan usaha merupakan ciri utama para entrepreneur sukses. Palich dan Bagby (1995) menyatakan bahwa entrepreneur lebih memiliki kekuatan, sehingga mereka menjadi sosok yang lebih mandiri dibandingkan dengan yang non-entrepreneur. Entrepreneur adalah mereka yang lebih memiliki komitmen daripada pertimbangan diri, sehingga menjadi lebih mandiri dalam berpikir dan bertindak [Baron (1998); Envick dan Langford (2000); Lyon,
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Lumpkin, dan Dess (2000); Blackman, Hurd, dan Timo (tanpa tahun); Soo dan Poh (2004)]. Namun, masih ada pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti dalam hal sikap kemandirian antara nascent entrepreneur dan non-entrepreneur (Carter, Gartner, Shaver, dan, Gatewood; 2003).
KERANGKA PENELITIAN Kerangka teoritis untuk penulisan disetasi ini yang didasarkan pada hasil studi literatur yang ada. Dimulai dari konsep entrepreneurship berupa orientasi entrepreneurial dengan 5 dimensi utamanya, kemudian diturunkan bagaimana bangun teoritis yang sudah ada yang akan dikembangkan dalam penelitian disertasi ini. Konstruk pengambilan risiko (risk taking) terdiri atas 10 indikator (variabel manifes), yaitu: (X1.1) bersedia melakukan pekerjaan kasar bila memang diperlukan, (X1.2) bersedia melakukan suatu pekerjaan meskipun tanpa bantuan orang lain, dan seterusnya hingga (X1.10) siap berbuat yang salah. Konstruk bersaing agresif (competitive aggressiveness) yang banyak dipadankan juga dengan pengejaran prestasi terdiri atas 11 indikator (variabel manifes), yaitu: (X2.1) berusaha untuk berprestasi lebih baik lagi walau tanpa perangsang bonus finansial, (X2.2) menghargai prestasi kerja lebih daripada imbalan uang, dan seterusnya hingga (X2.11) agresif menyusul dan mengalahkan prestasi perusahaan pesaing. Konstruk proaktif (proactiveness) terdiri atas 9 indikator (variabel manifes), yaitu: (X3.1) merencanakan banyak hal walau kadang gagal, (X3.2) memiliki tujuan yang pasti akan karier di tempat kerja, dan seterusnya hingga (X3.9) berusaha meraih setiap kesempatan untuk karier yang lebih baik di masa depan [diolah lebih lanjut dari Hitt, Ireland, dan Hoskisson (2000), Noer dan Wirjodirdjo (2007)]. Konstruk inovatif (innovativeness)terdiri atas 15 indikator (variabel manifes), yaitu: (X4.1) memiliki imajinasi dan ide/gagasan yang baik, (X4.2) suka mencoba cara-cara baru dalam melakukan sesuatu, dan seterusnya hingga (X4.15) memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas/pekerjaan. Konstruk kemandirian (autonomy) terdiri atas 13 indikator (variabel manifes), yaitu: (X5.1) berani dan optimis dalam pengambilan keputusan serta pelaksanaannya, (X5.2) dapat melakukan sesuatu dengan baik walau tanpa bantuan orang lain, dan seterusnya hingga (X5.13) mampu menyelesaikan tugas atau pesanan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan [diolah lebih lanjut dari Hitt, Ireland, dan Hoskisson (2000), Soo dan Poh (2004), Noer dan Wirjodirdjo (2007)]. Penelitian ini sebagai bagian dari disertasi yang sudah dirampungkan oleh penulis di Program Doktor Ilmu Manajemen, Universitas Brawijaya, Malang. Fokus lebih kepada deskripsi lebih lanjut variabel-variabel maifes yang menjadi pembeda antara mereka yang entrepreneur dan non-entrepreneur dari kelima dimensi utama orientasi entrepreneurial (pengambilan risiko,bersaing agresif, proaktif, inovatif, dan kemandirian).
METODE PENELITIAN Terdapat 6 tahapan yang diperlukan, yaitu rancangan penelitian, sampel penelitian, instrumen pengukuran, pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Paper ini sebagai pelengkap dari paper sebelumnya (Noer, Idrus, Hadiwijoyo, dan Wirjodirdjo; 2013). Populasi penelitian adalah alumni Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya, baik program S1 maupun S2. Alumni jurusan Teknik Industri ITS hingga periode wisuda September 2010 adalah 1.614 sarjana dan 416 magister, sehingga jumlah total populasi alumni Teknik Industri ITS menjadi 2.030 orang. Penelitian ditujukan kepada alumni Teknik Industri ITS, baik program S1 maupun S2 yang berada di Surabaya dan sekitarnya serta via email yang dapat menjangkau daerah yang lebih luas. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari dan Februari 2008 serta Maret 2010.
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Jenis data yang digunakan adalah data primer, kecuali untuk data jumlah alumni baik dari program S1 (sarjana) serta program S2 (magister) yang diperoleh dari bagian akademik dan kemahasiswaan Jurusan Teknik Industri ITS. Data penelitian dikumpulkan secara langsung pada kedua kelompok alumni. Untuk variabel demografis responden digunakan data nominal dengan jumlah variasi jawaban yang tidak sama untuk setiap atributnya. Untuk variabel manifes pengambilan risiko, bersaing agresif, proaktif, inovatif, dan kemandirian digunakan data interval dengan skala Likert 1 hingga 5. Variabel pilihan karier termasuk pada kelompok pertama (identitas) dengan skala nominal yang bersifat kategorik. Prosedur pengumpulan data dengan beberapa langkah berikut: menghubungi wakil alumni tiap angkatan yang berdomisili di Surabaya dan sekitarnya, mendatangi dan dan memberikan kuesioner serta cara pengisiannya, melacak keberadaan alumni melalui milinglist alumni TI-ITS dan menyebarkan kuesioner, mengumpulkan materi kuesioner, menerima dan memberikan komentar balik terhadap materi kuesioner, serta mengolah data penelitian. Tahap pengolahan data dilaksanakan setelah semua data terkumpul. Ada 7 langkah dan proses yang dilaksanakan, yaitu: rekapitulasi data, pengolahan statistik deskriptif, analisis faktor konfirmatori, dan analisis regresi logistik. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari rencana pengumpulan data sebelumnya, telah terkumpul sebanyak 76 eksemplar kuesioner yang lengkap dan siap diolah. Sampel dari kelompok alumni S1 (sarjana) sebanyak 61 responden dan dari alumni S2 (magister) sebanyak 15 responden. Pekerjaan (karier untuk konteks disertasi ini) dari alumni Teknik Industri ITS untuk seluruh sampel tercatat 13,2% sebagai entrepreneur (10 dari 76 responden), dan sisanya yang 86,8% sebagai nonentrepreneur (manajer, eksekutif, atau karyawan yang bekerja untuk pihak lain, alumni S2 semuanya memilih karier sebagai non-entrepreneur). Ada asosiasi yang signifikan (pada α = 10%) antara kelompok alumni dengan pilihan karier. Pilihan karier sebagai entrepreneur hanya dilakukan oleh alumni S1 dan tidak ada yang dari alumni S2, sedangkan pilihan karier sebagai non-entrepreneur dilakukan oleh kedua kelompok alumni (Pearson Chi-Square = 2,832 dan p-value = 0,092). Pembeda ‘Pengambilan Risiko’ Entrepreneur versus non-Entrepreneur Ditemukan hanya ada 2 variabel manifes ‘pengambilan risiko’ dengan nilai rata-rata mereka yang memilih karier sebagai entrepreneur adalah lebih besar dan berbeda secara signifikan daripada nilai rata-rata mereka yang non-entrepreneur seperti yang tampak pada Gambar 2. Perbedaan utama mereka yang memilih karier entrepreneur dengan nonentrepreneur ada pada 2 variabel manifes berikut: X1.3 (bersedia menerima tugas atau pesanan yang menantang walau belum pasti berhasil) dan X1.10 (siap berbuat yang salah). Para entrepreneur adalah mereka yang bersedia menerima tugas atau pesanan yang menantang walau belum pasti berhasil. Tantangan dan pengalaman baru harus siap dihadapi bagaimana pun hasil yang diperoleh nantinya. Pilihan karier sebagai entrepreneur adalah bagi mereka yang siap berbuat yang salah, karena dari kesalahan yang dibuat dapat dijadikan pelajaran dan pengalaman yang berharga di masa depan. Mereka berani bekerja dan siap menerima kenyataan bila hal tersebut salah, guna perbaikan lanjut pada tahap berikutnya.
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Gambar 2 Pembeda ‘Pengambilan Risiko’ Entrepreneur versus non-Entrepreneur Sumber: diolah sendiri Pembeda ‘Bersaing Agresif’ Entrepreneur versus non-Entrepreneur Diagram pilihan karier yang berbeda berdasarkan variabel manifes ‘bersaing agresif’ dapat dilihat pada Gambar 3. Keempat variabel manifes dimaksud adalah: X2.1 (berusaha untuk berprestasi lebih baik lagi walau tanpa perangsang bonus finansial), X2.2 (menghargai prestasi kerja lebih daripada imbalan uang), X2.3 (responsif terhadap setiap ancaman), serta X2.11 (agresif menyusul dan mengalahkan prestasi perusahaan pesaing).
Gambar 3 Pembeda ‘Bersaing Agresif” Entrepreneur versus non-Entrepreneur Sumber: diolah sendiri Aspek bersaing agresif dari para entrepreneur yang nilai rata-ratanya lebih besar dan signifikan dibandingkan dengan mereka yang non-entrepreneur ada pada 4 hal, yaitu: usaha mereka untuk berprestasi lebih baik lagi walau tanpa perangsang bonus finansial, sikap mereka yang menghargai prestasi kerja lebih daripada imbalan uang, sikap responsif mereka terhadap setiap ancaman, serta sikap agresif mereka dalam menyusul dan mengalahkan prestasi perusahaan pesaing. Pilihan karier sebagai entrepreneur membutuhkan semangat bersaing agresif yang lebih tinggi dibandingkan dengan non-entrepreneur. Pembeda ‘Proaktif’ Entrepreneur versus non-Entrepreneur Diagram pilihan karier dari variabel manifes ‘proaktif’ yang berbeda secara signifikan dapat dilihat pada Gambar 5.6. Kelima variabel dimaksud adalah: X3.4 (mencari berbagai informasi tentang banyak hal untuk menyusun langkah ke depan), X3.2 (memiliki tujuan yang pasti atas karier di tempat kerja), X3.8 (berusaha mengenalkan produk baru ke pasaran), X3.3 (memiliki kepekaan terhadap rencana ke depan), X3.1 (merencanakan banyak hal walau kadang gagal), serta X3.6 (memiliki rencana kerja yang matang untuk tiap bulan berjalan).
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Mereka yang memilih karier sebagai entrepreneur adalah mereka yang unggul dalam 6 aspek (variabel manifes) daripada non-entrepreneur, yaitu: lebih giat berusaha mengenalkan produk baru ke pasaran, lebih sigap mencari berbagai informasi tentang banyak hal untuk menyusun langkah ke depan, lebih memiliki tujuan yang pasti atas karier di tempat kerja, lebih siap merencanakan banyak hal walau kadang gagal, lebih memiliki rencana kerja yang matang untuk tiap bulan berjalan, serta lebih memiliki kepekaan terhadap rencana ke depan.
Gambar 4 Pembeda ‘Proaktif” Entrepreneur versus non-Entrepreneur Sumber: diolah sendiri Pembeda ‘Inovatif’ Entrepreneur versus non-Entrepreneur Diagram pilihan karier yang didasarkan pada variabel manifes ‘inovatif’ yang berbeda secara signifikan dapat dilihat pada Gambar 5.7. Variabel manifes ‘inovatif’ yang nilai ratarata untuk mereka yang entrepreneur yang lebih tinggi dan berbeda secara signifikan daripada nilai rata-rata non-entrepreneur atau yang memiliki asosiasi yang signifikan terhadap pilihan karier adalah pada: variabel X4.3 (mampu mewujudkan gagasan menjadi sesuatu yang berguna). Entrepreneur memiliki kemampuan mewujudkan gagasan menjadi sesuatu yang berguna LEBIH BAIK daripada non-entrepreneur.
Gambar 5 Pembeda ‘Inovatif” Entrepreneur versus non-Entrepreneur Sumber: diolah sendiri Tiga variabel manifes inovatif lainnya yang nilai rata-rata untuk entrepreneur yang lebih rendah dan berbeda secara signifikan daripada nilai rata-rata untuk mereka yang nonentrepreneur atau yang memiliki asosiasi yang signifikan terhadap pilihan karier adalah berupa: memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas/pekerjaan, memiliki imajinasi dan ide/gagasan yang baik, serta memiliki empati kepada orang lain.
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Mereka yang memilih karier sebagai entepreneur hanya menonjol pada satu aspek saja, yaitu kemampuan mereka dalam mewujudkan gagasan menjadi sesuatu yang berguna daripada non-entrepreneur. Namun, mereka yang memilih karier sebagai non-entrepreneur justru lebih unggul walau tidak berbeda secara siginifikan dalam hal-hal berikut: memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas/pekerjaan, memiliki imajinasi dan ide/gagasan yang baik, serta memiliki empati kepada orang lain. Pembeda ‘Kemandirian’ Entrepreneur versus non-Entrepreneur Diagram pilihan karier yang didasarkan pada variabel manifes kemandirian yang berbeda secara signifikan dapat dilihat pada Gambar 5.8. Hanya ada 2 variabel manifes kemandirian yang nilai rata-rata untuk mereka yang memilih karier sebagai entrepreneur lebih tinggi dan berbeda secara signifikan daripada nilai rata-rata mereka yang memilih karier non-entrepreneur, yaitu: X5.3 (memiliki keyakinan yang kuat atas keberhasilan usaha yang dijalankan), dan X5.12 (mampu bekerja secara mandiri menjalankan bisnis). Namun, masih ada 3 variabel manifes kemandirian lainnya yang nilai rata-rata mereka yang memilih karier sebagai entrepreneur lebih rendah daripada nilai rata-rata mereka yang memilih karier non-entrepreneur dan memiliki asosiasi yang signifikan terhadap pilihan karier, yaitu: X5.7 (menghargai kesempatan untuk lebih mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri), X5.10 (mampu memanfaatkan kelebihan diri untuk menciptakan peluang sukses), dan X5.11 (berusaha untuk mengalahkan perasaan takut bila hal itu muncul).
Gambar 6 Diagram Pilihan Karier Berdasarkan Variabel Manifes ‘KEMANDIRIAN” antara Entrepreneur dan non-Entrepreneur Sumber: diolah sendiri Mereka yang memilih karier sebagai entrepreneur unggul dalam 2 aspek dari variabel manifes kemandirian daripada non-entrepreneur, yaitu: sikap mereka yang lebih memiliki keyakinan yang kuat atas keberhasilan usaha yang dijalankan serta lebih mampu bekerja secara mandiri menjalankan bisnis. Sebaliknya, mereka yang memilih karier sebagai entrepreneur ternyata kalah unggul dalam 3 variabel manifes kemandirian bila dibandingkan dengan intrapreneur, yaitu berupa: kalah dalam usaha mereka untuk mengalahkan perasaan takut bila hal itu muncul, kalah dalam menghargai kesempatan untuk lebih mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta kalah mampu dalam memanfaatkan kelebihan diri untuk menciptakan peluang sukses.
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Rekomendasi Proses Pembelajaran Pengantar Technopreneurship Kuliah Pengantar Technopreneurship adalah kuliah pilihan wajib bagi seluruh mahasiswa program S1 di ITS Surabaya. Para dosen pembina diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan nilai dan apresiasi mahasiswa terhadap variabel-variabel manifes pengambilan risiko yang kritis berikut: bersedia menerima tugas atau pesanan yang mungkin salah dalam pengerjaannya (X1.9), siap berbuat yang salah (X1.10), bersedia membuka usaha baru walau belum tentu memperoleh hasil yang pasti (X1.4), dan bersedia menerima tugas atau pesanan yang menantang walau belum pasti berhasil (X1.3). Para dosen pembina diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan nilai dan apresiasi mahasiswa terhadap variabel-variabel manifes bersaing agresif yang kritis berikut: agresif mengikuti dan mengalahkan gerak karier rekan kerja (X2.10), agresif menyusul dan mengalahkan prestasi perusahaan pesaing (X2.11), serta responsif terhadap setiap ancaman (X2.3). Para dosen pembina lebih lanjut diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan nilai dan apresiasi mahasiswa terhadap variabel-variabel manifes proaktif yang kritis berikut: berusaha mengenalkan produk baru ke pasaran (X3.8), memiliki rencana kerja yang matang untuk tiap bulan berjalan (X3.6), merencanakan banyak hal walau kadang gagal (X3.1), serta memiliki tujuan yang pasti atas karier di tempat kerja (X3.2). Satu variabel manifes inovatif yang signifikan, yaitu X4.3 (mampu mewujudkan gagasan menjadi sesuatu yang berguna). Perlu lebih diyakinkan kepada para mahasiswa bahwa kemauan dan kemampuan mewujudkan gagasan sehingga dapat menjadi sesuatu yang berguna merupakan suatu sikap positif yang perlu ditanamkan sejak dini bila ingin memilih karier sebagai entrepreneur nantinya. Para dosen pembina lebih lanjut diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan nilai dan apresiasi mahasiswa terhadap variabel-variabel manifes kemandirian yang kritis berikut: mampu bekerja secara mandiri menjalankan bisnis (X5.12), dapat mengatakan YA atau TIDAK dengan tegas terhadap setiap pengambilan keputusan yang dilakukan (X5.6), memiliki keyakinan yang kuat atas keberhasilan usaha yang dijalankan (X5.3), serta mampu meyakinkan tim kerja untuk hal-hal yang diyakini benar (X5.8). Satu variabel manifes kemandirian yang signifikan, yaitu X5.3 (memiliki keyakinan yang kuat atas keberhasilan usaha yang dijalankan). Pelaksanaan kuliah Pengantar Technopreneurship di ITS dengan menggunakan sistem kombinasi tutorial – kuliah tamu – praktek bisnis – studi lapangan - perencanaan bisnis (business plan) untuk semua jurusan yang ada diharapkan mampu membekali para calon sarjana yang memiliki pemahaman dan kemampuan entrepreneurial sekaligus manajerial yang kuat serta pengetahuan tentang proses bisnis dengan basis sains, teknologi, dan desain. Desain kuliah yang sudah dijalankan hingga saat ini masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan efektivitasnya. KESIMPULAN DAN SARAN Dari kelima variabel penelitian (pengambilan risiko, bersaing agresif, proaktif, inovatif, dan kemandirian) ditemukan bahwa hanya ada 3 variabel yang signifikan mempengaruhi pilihan karier alumni Teknik Industri ITS, yaitu: pengambilan risiko, bersaing agresif, dan proaktif. Variabel inovatif dan kemandirian tidak berpengaruh signfikan terhadap pilihan karier. Daya inovatif dan kemandirian sama-sama diperlukan dalam menjalani karier, baik sebagai entrepreneur atau non-entrepreneur. Dari sampel ditemukan hanya ada 13,2% yang memilih karier sebagai entrereneur. Probabilitas responden untuk memilih karier sebagai entrepreneur (dengan model regresi logistik) juga ditemukan hanya sebesar 8,86%. Saran dibuat untuk pelaksanaan kuliah Pengantar Technopreneurship bagi seluruh mahasiswa program S1 di ITS Surabaya.
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
DAFTAR PUSTAKA Aloulou, W. (2002), Entrepreneurial Orientation Diagnosis in SMEs: Some Conceptual and Methodological Dimensions. Entrepreneurship Research in Europe; Specificities and Prospectives. INPG-ESISAR Valence (France). September 19th – 22th 2002. Antoncic, B. dan Hisrich, R. D. (tanpa tahun). An Empirical Investigation of Impacts of Corporate Entrepreneurship - Related Contingencies on Organizational Wealth Creation. University of Ljubljana dan Case Western Reserve University. Antonites, A. J. (2003). An Action Learning Approach to Entrepreneurial Activity, Innovation, and Opportunity Finding. Faculty of Economic and Management Sciences. University of Pretoria. Johannesburg. South Africa. Ardichvili, A., Cardoza, R., dan Ray, S. (2003). A Theory of Entrepreneurial Opportunity Identification and Development. Journal of Business Venturing 18 (2003) 105 – 123. Baron, R. A. (1998). Cognitive Mechanisms in Entrepreneurship: Why and When Entrepreneurs Think Differently than Other People. Journal of Business Venturing 13 (1998) 275-294. Blackman, A., Hurd, T., dan Timo, N. (tanpa tahun), Entrepreneurs: More Honest than We Think, a Preliminary Investigation into the Characteristics and Values of Owner-Managers. Griffith University, Gold Coast. Australia. Brown, T. E. dan Davidsson, P. (tanpa tahun). Entrepreneurial Orientation versus Entrepreurial Management: Relating Miller/Covin & Slevin’s Conceptualization to Stevenson’s. Jönköping International Business School. Burke, A. E., FitzRoy, F. R., dan Nolan, M. A. (2002). Self-Employment Wealth and Job Creation: The Roles of Gender, non-Pecuniary Motivation and Entrepreneurial Ability. Small Business Economics 19(3) 255-270. Carland, J. C., Carland, J. W., dan Stewart, W. H. (1999). Risk Taking Propensity: an Attribute of Entrepreneurship?: a Comparative Analysis. Academy of Entrepreneurship Journal. Volume 5 Number 2 (1999). Carter, N.M., Gartner, W. B., Shaver, K. G., dan Gatewood, E. J. (2003). The Career Reasons of Nascent Entrepreneurs. Journal of Business Venturing 18 (2003) 13–39. Chandra, P. (2005). Who Wants To Be An Entrepreneur? (Panduan Jitu Menjadi Seorang Entrepreneur). Terjemahan oleh Ardi Gunawan. Edisi Pertama. PT Prestasi Pustakaraya. Jakarta. DeMartino, R. dan Barbato, R. (2003), Differences Between Women and Men MBA Entrepreneurs: Exploring Family Flexibility and Wealth Creation as Career Motivators. Journal of Business Venturing 18 (2003) 815-832. Envick, B. R. dan Langford, M. (2000). The Five-Factor Model for Personality: Assessing Entrepreneurs and Managers. Academy of Entrepreneurship Journal. Volume 6 Number 1 (2000). Gupta, V., McMillan, I. C., dan Surie, G. (2004), Entrepreneurial Leadership: Developing and Measuring a Cross-Cultural Construct. Journal of Business Venturing 19 (2004) 241-260. Hean, T. K., Thi, T. M. N., dan Hwei, P. N. (2007). The Effects of Entrepreneurial Orientation and Marketing Information on the Performance of SMEs. Journal of Business Venturing 22 (2007) 592–611. Hitt, M. A., Ireland, R. D., dan Hoskisson, R. E. (2000). Corporate Entrepreneurship and Innovation. Chapter 13. South-Western College Publishing. Hyrsky, K. dan Tuunanen, M. (tanpa tahun). "Jack of All Trades on Route 66" Entrepreneurs and Entrepreneurship as Expressed in Metaphors. School of Business and Economics. University of Jyväskylä. Finland.
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Kantis,. H., Masahiko, I., dan Masahiko, K. (2002). Entrepreneurship in Emerging Economic – The Creation and Development of New Firms in Latin America and East Asia. Inter-American Development Bank. Kuratko, D. F. dan Hornsby, J. S. (tanpa tahun). Corporate Entrewpreneurship and Middle Managers: a Model for Corporate Entrepreneurial Behavior. The Entrepreneurship Program College of Business. Ball State University. Muncie. IN 47306. Leiblein, M. J. dan Reuer, J. J. (2004). Building a Foreign Sales Base; The Role of Capabilities and Alliances for Entrepreneurial Firms. Journal of Business Venturing 19 (2004) 285-307. Lüthje, C. dan Franke, N. (tanpa tahun). The ’Making’ of an Entrepreneur: Testing a Model of Entrepreneurial Intent Among Engineering Students at MIT. Email:
[email protected] Technical University of Hamburg. Lumpkin, G. T. dan Dess, G. G. (2001). Lingking Two Dimensions of Entrepreneurial Orientation to Firm Performance: the Moderating Role of Environment and Industry Life Cycle. Journal of Business Venturing 16 (2001) 429-451. Lyon, D. W., Lumpkin, G. T., dan Dess, G. G. (2000). Enhancing Entrepreneurial Orientation Research: Operationalizing and Measuring a Key Strategic Decision Making Process. Journal of Management, Volume 26, No. 5, pp. 1055-1085. Mullins, J. W. dan Forlani, D. (2005), Missing the Boat or Sinking the Boat: a Study of New Venture Decision Making. Journal of Business Venturing 20 (2005) 47-69. Nasution, A. H., Noer, B. A., dan Suef, M. (2001). Membangun Spirit Entrepreneur Muda Indonesia: Suatu Pendekatan Praktis dan Analitis. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Nasution, A. H., Noer, B. A., dan Suef, M. (2006). Entrepreneurship: Membangun Spirit Teknopreneur. PT Andi Ofset. Yogyakarta. Noer, B. A. (2010a). Pilihan Karier (Entrepreneur vs Bukan-Entrepreneur) Alumni Teknik Industri ITS Surabaya Berdasarkan Aspek ESE (Entrepreneurial Self-Efficacy) Mereka. Makalah Prosiding. Seminar Nasional Teknik Industri. 23 Februari 2010. Program Studi Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jawa Timur. Surabaya. ISBN: 978-979-99117-3-5. Noer, B. A. (2010b). Pilihan Karier (Entrepreneur vs Bukan-Entrepreneur) Alumni Teknik Industri ITS Surabaya Berdasarkan 5 Dimensi Orientasi Entrepreneurial Mereka. Makalah Prosiding. 2nd National Post Graduate Conference on Business and Management. Program Doktor Ilmu Ekonomi Kekhususan Manajemen Bisnis. Universitas Padjadjaran. 12-13 April 2010. Bandung. Noer, B. A. dan Wirjodirdjo, B. (2007). Pola Asuh Orang Tua yang Membentuk Jiwa Wirausaha Anak: Sebuah Studi pada Mahasiswa Teknik Industri ITS. Jurnal Ekonomi dan Manajemen (Journal of Economics and Management). Volume 8, Nomor 2, ISSN 1411-5794. Terakreditasi SK Dirjen DIKTI No. 39/DIKTI/Kep./2004. Noer, B. A., Idrus, M. S., Hadiwijoyo, D., dan Wirjodirdjo, B. (2013). Entrepreneur as a Career Choice: Interrelationship Between Risk Taking, Competitive Aggressiveness, Proactiveness, Innovativeness, and Autonomy. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM), e-ISSN: 2278-487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume 11, Issue 5 (Jul. – August. 2013), pp 21-28. Odgers, J. F. (tanpa tahun). We Are All – or Soon Will Have to Become – Entrepreneurs. RMIT University. Melbourne. Australia. Email:
[email protected] Diakses 15 Desember 2005. Palich, L. E. dan Bagby, D. R. (1995). Using Cognitive Theory to Explain Entrepreneurial Risk-Taking: Challenging Conventional Wisdom. Journal of Business Venturing 10 (1995) 425-438.
Konferensi Nasional Riset Manajemen VII Palembang, 27 November 2013
ISSN: 2086-0390
Pfeifer, S. (2003). Modification Of Entrepreneurial Behaviour By Cultural Factors In Emerging Economy. ICSB 48th World Conference - Advancing, Entrepreneurship and Small Business. 15-18 June 2003 in Belfast (Northern Ireland). Ravasi, D. dan Turati, C. (2005). Exploring Entrepreneurial Learning: A Comparative Study of Technology Development Projects, Journal of Business Venturing 20 (2005) 137164. Sarasvathy, S. D. (2002). Making It Happen - Beyond Theories of the Firm to Theories of Firm Design. Presented at Entrepreneurial Cognition Conference at University of Victoria. July 9 (2002). Sembhi, R. A. (2002). Entrepreneurial Orientation: a Review of Selected Literature. University of Waterloo. Ontario Canada. Simon, M., Houghton, S. M., dan Aquino, K. (1999). Cognitive Biases, Risk Perception, and Venture Formation: How Individuals Decide to Start Companies. Journal of Business Venturing 15 (1999) 113-134. Soo, H. L. dan Poh, K. W. (2004). An Exploratory Study of Technopreneurial Intentions: A Career Anchor Perspective. Journal of Business Venturing 19 (2004) 7-28. Srivastava, A. dan Lee, H. (2005). Predicting Order and Timing of New Product Moves: the Role of Top Management in Corporate Entrepreneurship. Journal of Business Venturing 20 (2005) 459–481. Stewart, W. H., Watson, W. E., Carland, J. C., dan Carland, J. W. (1998). A Proclivity for Entrepreneurship; a Comparison of Entrepreneurs, Small Business Owner, and Corporate Managers. Journal of Business Venturing 14 (1998) 189-214. Tremblay, M., Wils, T., dan Proulx, C. (2002). Determinants of Career Path Preferences Among Canadian Engineers, Journal of Engineering and Technology Management 19 (2002) 1-23. Ubacharan, D. et al (tanpa tahun). The Focus of Entrepreneurial Research: Contextual and Process Issues. Institute for Enterprise and Innovation. Nottingham University Business School. Jubile Campus. Nottingham. England. Verheul, I., Wennekers, S., Audrestch, D., dan Thurik, R. (2001). An Eclectic Theory of Entrepreneurship: Policies, Institutions and Culture. Tinbergen Institute Discussion Paper. Universiteit van Amsterdam and Vrije Universiteit Amsterdam. Wiklund, J. dan Sheperd, D. (2005), Entrepreneurial Orientation and Business Performance: A Configurational Approach, Journal of Business Venturing 20 (2005) 71-91.