PERBANDINGAN PENGGUNAAN UKURAN MATA JARING BAGIAN KANTONG PADA TRAWL DASAR DI PERAIRAN TANJUNG KERAWANG
YUSRIZAL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perbandingan Penggunaan Ukuran Mata Jaring Bagian Kantong Pada Trawl Dasar di Perairan Tanjung Kerawang adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
Yusrizal NRP C451090081
ABSTRACT YUSRIZAL. Comparative Use of Cod-end Mesh Size On Bottom Trawl in Tanjung Kerawang Waters. Under direction of SULAEMAN MARTASUGANDA and DARMAWAN The research was conducted to compare catch-selectivity of cod-end with different mesh size. The research had implemented experimental fishing method and outfitted the cod-end with specially designed net-cover. The experimental trawl net was designed to have replaceable cod-end whereas the wings and bodys would remain the same. There were three different bags used in the research: 1 inch, 2 inch and 3 inch. Each bag was deployed and used in fishing operation three times. Data collected through enumerated and measured fish biometrics were caught both in the bag (cod-end) and in the net-cover. This research was conducted in two phases, a preliminary study which was conducted in August 2010, and then the main research in May 2011 on board of the Motor Boat Madidihang, a training fishing boat owned by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries. The experimental fishing was conducted in the Cape Kerawang, West Java. The data was analyzed by comparing composition of the catch, diversity analysis (ANOVA) and analysis of selectivity of the catch. Main target fish observed in this study is threadfin bream (Nemipterus virgatus), sulphur goatfish (Upeneus sulphureus) and yellow striped goatfish (Upeneus vitatus). Results shows that after analyzed the data further using the least significant difference (LSD) formula, it became apparent that the usage of 2 inch and 3 inch mesh sizes gave significant effect to the escapement level of threadfin bream, sulphur goatfish and yellow striped goatfish. Therefore the research concluded that the environmental-friendly size for the cod-end in a trawl should be at or greater than 2 inch. Keywords: bottom trawl, mesh size codend, selectivity, net cover, Kerawang waters
RINGKASAN YUSRIZAL. Perbandingan Penggunaan Ukuran Mata Jaring Bagian Kantong Pada Trawl Dasar di Perairan Tanjung Kerawang. Dibimbing oleh SULAEMAN MARTASUGANDA dan DARMAWAN Nelayan memanfaatkan sumberdaya ikan demersal menggunakan beragam jenis alat tangkap, antara lain cantrang, dogol, gill net, trammel net, bubu dan pancing. Berdasarkan Keppres No. 39 Tahun 1980 penangkapan ikan dengan trawl di Indonesia dilarang, tetapi masih banyak nelayan yang mengoperasikan trawl karena merupakan alat penangkap ikan yang efektif. Pengoperasian trawl dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya ikan dan sering menimbulkan konflik dengan nelayan-nelayan yang menggunakan alat penangkap ikan lainnya seperti gill net, bubu dan pancing. Trawl merupakan alat tangkap yang tidak selektif sehingga hampir semua ikan tertangkap oleh alat ini, tidak hanya ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan, tetapi juga termasuk hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) didefinisikan oleh Saila (1983) sebagai bagian dari hasil tangkapan total yang ikut tertangkap bukan merupakan sasaran. Estimasi jumlah hasil tangkapan sampingan pada perikanan pukat udang di Laut Arafura Indonesia mencapai 332,168 ton per tahun (Purbayanto, 2004). Salah satu cara menjaga kelestarian sumberdaya ikan, khususnya pada daerah penangkapan trawl, adalah penggunaan alat penangkap ikan yang selektif. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.11 Tahun 2009 tentang ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) adalah lebih besar 5 cm. Untuk mempertahankan alat tangkap trawl tetap dapat digunakan tanpa merusak kelestarian sumber daya dan lingkungannya, perlu diketahui ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) yang sesuai dengan kaidah keberlanjutan sumberdaya ikan. Pengkajian potensi sumberdaya ikan merupakan langkah awal dalam upaya pembinaan kelestarian sumberdaya untuk mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh nelayan maupun industri perikanan serta menghindari terjadinya kesenjangan sosial. Sesuai dengan sifat-sifat sumberdaya hayati bahwa sumberdaya ikan selalu berubah sesuai dengan perubahan lingkungan perairan. Pengkajian dapat dilakukan secara optimal apabila dibuat perencanaan nasional jangka panjang secara rinci di bidang perikanan tangkap, hal ini harus dimulai dari data potensi dan keberadaan sumberdaya ikan laut Indonesia. Sehingga langkah-langkah kebijakan eksploitasi dapat dilakukan dengan tepat agar tidak membahayakan sumberdaya ikan. Keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya ikan (stock) dengan upaya penangkapan (effort) adalah aspek penting yang harus diperhatikan, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk menentukan potensi sumberdaya ikan laut di perairan laut Jawa secara tepat dan berkesinambungan. Penelitian pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 dengan ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) 1 inci diperoleh hasil sebagai berikut: proporsi ikan kurisi, kuniran dan biji nangka yang tidak layak tangkap adalah 90%, 30% dan 40%. Hal ini menunjukan bahwa ukuran mata
2
jaring kantong trawl 1 inci tidak selektif terhadap ikan layak tangkap. Untuk itu dianggap perlu mengkaji ukuran mata jaring kantong yang dapat meloloskan ikan yang tidak layak tangkap. Untuk mengkaji ukuran mata jaring kantong trawl layak tangkap dilakukan kajian dari tiga jenis ukuran mata jaring kantong trawl yang berbeda yaitu 1 inci, 2 inci dan 3 inci dikarenakan ukuran tersebut mudah didapat dipasaran. Dilakukan hanya pada bagian kantong saja karena pada bagian ini terjadi proses yang sangat menentukan pelolosan dari spesies yang diinginkan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa tiga jenis mesh size codend trawl yang dapat meloloskan ikan belum layak tangkap, mengestimasi kurva selektivitas dari tiap mesh size codend trawl dan menduga kepadatan stok dan potensi sumber daya ikan di perairan Tanjung Kerawang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan penggunakan mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci, tingkat pelolosan ikan (escapement level) (%) untuk setiap spesies ikan adalah sebagai berikut : ikan kurisi pada mesh size codend 1 inci sebesar 14,9%, 2 inci sebesar 34,5% dan 3 inci sebesar 80,8%, ikan kuniran pada mesh size codend 1 inci sebesar 19,8%, 2 inci sebesar 42,6% dan 3 inci sebesar 76,8%, ikan biji nangka pada mesh size codend 1 inci sebesar 33,9%, 2 inci sebesar 56,4% dan 3 inci sebesar 77,9%. Setelah dilakukan uji lanjutan dengan beda nyata terkecil (BNT) menunjukan bahwa pada kurisi mesh size 1 inci tidak berbeda nyata (tidak memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) dan mesh size 2 inci dan 3 inci berbeda nyata (memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) sedangkan pada kuniran dan biji nangka mesh size 1 inci dan 3 inci tidak berbeda nyata (tidak memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) dan mesh size 2 inci berbeda nyata (memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan). Pada kuniran dan biji nangka untuk mesh size 3 inci tidak berbeda nyata diduga pada kantong trawl ada yang menghalangi ikan lolos seperti tertumpuknya lumpur, kotoran bahkan ikan-ikan besar. Hasil yang diperoleh pada perhitungan statistik dapat disimpulkan ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) yang optimal adalah 2 inci sampai dengan 3 inci karena pada ukuran tersebut lebih banyak ikan yang tidak layak tangkap lolos, sehingga diharapkan sumberdaya ikan tetap terjaga kelestariannya. Kurva selektivitas trawl pada spesies kurisi untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 11,7 cm (belum layak tangkap), mesh size 2 inci L50% sebesar 11,8 cm (belum layak tangkap) dan mesh size 3 inci L50% sebesar 17,0 cm (belum layak tangkap). Kurva selektivitas trawl pada spesies kuniran untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 8,0 cm (belum layak tangkap), mesh size 2 inci L50% sebesar 10,6 cm (belum layak tangkap) dan mesh size 3 inci L50% sebesar 13,9 cm (layak tangkap). Kurva selektivitas trawl pada spesies biji nangka untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 12,3 cm (belum layak tangkap) , mesh size 2 inci L50% sebesar 13,8 cm (belum layak tangkap) dan mesh size 3 inci L50% sebesar 14,7 cm (belum layak tangkap). Terjadinya pergeseran kurva selektivitas setiap mesh size, semakin besar mesh size cod-end maka semakin bergeser kekanan, hal ini diduga karena ukuran dan bentuk morfologi ketiga spesies ikan yang berbeda. Pembukaan mulut jaring berkisar antara 16,8 m sampai dengan 20,5 m atau dengan kata lain bahwa mulut trawl membuka antara 56,1% sampai dengan 68,2% dari panjang head rope yaitu 27,5 m. Densitas ikan di daerah penelitian
3
dari 40 kali setting diperoleh rata-rata 100,17 kg per km2, hal ini menunjukan bahwa sumberdaya ikan demersal di daerah penelitian sangat rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sumiono (2000), sebesar 800 kg per km2. Penurunan ini diduga ada kaitannya dengan semakin berkembangnya alat tangkap yang digunakan nelayan. Sejak tahun 1990-an di kawasan pantai Utara Jawa bertambah banyak jumlah (unit) alat tangkap untuk ikan demersal dan udang, antara lain trammel net, jaring klitik (gill net monofilamen), dogol dan arad. Alat tangkap yang disebut terakhir penggunaanya mirip dengan trawl, yaitu menggunakan sewakan dan ditarik secara aktif dari perahu yang bergerak. Kata Kunci : trawl dasar, ukuran mata jaring kantong, selektivitas, penutup kantong, Perairan Kerawang
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERBANDINGAN PENGGUNAAN UKURAN MATA JARING BAGIAN KANTONG PADA TRAWL DASAR DI PERAIRAN TANJUNG KERAWANG
YUSRIZAL
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
2
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. M. Fedi A Sondita, M.Sc
Judul Tesis Nama Mahasiswa NRP
: Perbandingan Penggunaan Ukuran Mata Jaring Bagian Kantong Pada Trawl Dasar di Perairan Tanjung Kerawang : Yusrizal : C 451090081
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Darmawan, MAMA Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 3 Agustus 2011
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 3 Agustus 1970 dari Ayah Ali Amran dan Ibu Rosnidar.
Penulis
merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 39 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Ahli Usaha Perikanan (AUP) Jakarta dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1992 – 1995 penulis bekerja di PT. Tunggal Jaya Abadi Ambon sebagai perwira kapal perikanan dengan alat tangkap trawl. Tahun 1995 – 1998 penulis melanjutkan pendidikan alih jenjang Strata satu di Universitas Brawijaya Malang. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai PNS di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta dan ditempatkan di kapal latih.
Kesempatan untuk
melanjutkan ke program magister (S2) pada tahun 2009 di Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Beasiswa pendidikan pascasarjana di peroleh dari
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis ini telah dilaksanakan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 ini adalah kajian selektivitas alat tangkap trawl dengan judul Perbandingan Penggunaan Ukuran Mata Jaring Bagian Kantong Pada Trawl Dasar di Perairan Tanjung Kerawang. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Dr. Maimun (Ketua Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta), yang telah memberikan izin Tugas Belajar pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Pascasarjana IPB Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi dan tak terhingga juga kepada Bapak Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc dan Dr. Ir. Darmawan, MAMA, sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu serta memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari penyusunan proposal hingga selesainya tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada : 1
Dekan Sekolah Pascasarjana (Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr) dan Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc) serta Ketua Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap (Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc) Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan.
2
Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc selaku penguji luar komisi atas koreksi dan saran.
3
Nakhoda dan awak kapal latih
KM. Madidihang 02 yang telah banyak
membantu penulis selama kegiatan penelitian di lapangan. 4
Rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana Departemen PSP Program Studi TPT/SPT 2009: S.Pi, Erfind Nurdin, Erwin Tanjaya, S.Pi, Moh Amin, S.Pi, Moh Rijal, S.Pi, Irnawati Sinaga, S.Pi, Noer Kholifah, S.Pi, Gunawan Wicaksono, S.Pi, Ali Rahantan, S.Pi, Toni Kilmanun, ST, Jufri Laitupa, S.Pi, Budi Wiyono, S.Pi, Yudi Herdiana, S.Pi, Aulia Putra, S.Pi, Agustin Ross, S.Pi.
5
Orang tua tercinta, Ayahanda Ali Amran dan Ibunda Rosnidar serta mertua, Ayahanda Bustami dan Ibunda Rupminar atas segala doanya.
2
6
Istri tercinta Elvia Norita, S.Sos dan anak tersayang Muhammad Faisal Fikri yang tidak pernah berhenti mencurahkan kasih sayang dan pengorbanan yang luar biasa dan selalu setia mendampingi penulis selama mengikuti pendidikan Pascasarjana di IPB.
7
Kepada semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah diberikan. Doa yang tulus penulis panjatkan semoga segala amal baik yang telah
diberikan senantiasa mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011
Yusrizal
xiii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................
xxi
1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 1.5 Hipotesis ................................................................................................. 1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian ..............................................................
1 1 3 4 4 4 4
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 2.1 Alat Tangkap Trawl ............................................................................... 2.2 Pengoperasian Alat Tangkap Trawl ....................................................... 2.3 Alat Bantu Penangkapan ........................................................................ 2.4 Tahapan Pengoperasian Alat Tangkap .................................................. 2.5 Ikan Target ............................................................................................. 2.6 Panjang Ikan Pertama kali Matang Gonad (Length at First Maturity) .. 2.7 Hubungan Panjang dengan Berat Ikan dan Lingkar Badan Maksimum ............................................................................... 2.8 Kurva Selektivitas Alat Tangkap ........................................................... 2.9 Selektivitas Alat Tangkap Trawl ........................................................... 2.10 Pengkajian Stok ..................................................................................... 2.11 Sistem Bukaan Trawl .............................................................................
7 7 10 10 11 12 16
METODOLOGI ................................................................................................ 3.1 Tempat dan Waktu ................................................................................. 3.2 Bahan dan Alat ....................................................................................... 3.3 Metode Penelitian .................................................................................. 3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 3.5 Asumsi Penelitian .................................................................................. 3.6 Analisis Data .......................................................................................... 3.6.1 Distribusi frekuensi panjang ikan, jumlah ikan dalam kantong dan penutup kantong ........................................... 3.6.2 Hubungan panjang dengan berat dan body girth ikan ....... .......... 3.6.3 Tingkat Pelolosan Ikan ................................................................. 3.6.4 Analisis Statiska .......................................................................... 3.6.5 Selektivitas Alat Tangkap ............................................................ 3.6.6 Metode Swept Area .....................................................................
31 31 31 33 33 34 34
3
xiii
17 18 20 27 28
34 35 36 36 38 40
xiv
4 HASIL ............................................................................................................... 4.1 Tahapan Pengoperasian Trawl ................................................................ 4.1.1 Penurunan jaring (setting) ............................................................ 4.1.2 Penarikan jaring (towing) .............................................................. 4.1.3 Pengangkatan jaring (hauling) ...................................................... 4.2 Parameter Lingkungan Pada Saat Penelitian ........................................... 4.3 Hasil Tangkapan ...................................................................................... 4.4 Distribusi Ukuran Panjang Ikan Hasil Tangkapan .................................. 4.5 Kisaran Panjang, Lingkar Badan dan Berat Jenis Ikan ............................ 4.6 Hubungan Panjang dengan Berat Spesies Ikan ........................................ 4.7 Hubungan Panjang dengan Lingkar Badan Spesies Ikan (Girth) ............ 4.8 Kurva Selektivitas Trawl ......................................................................... 4.9 Pengaruh Mesh Size Terhadap Hasil Tangkapan Trawl .......................... 4.10 Hasil Pendugaan Densitas Ikan di Perairan Tanjung Kerawang .............
41 41 42 42 43 43 43 48 53 54 56 58 61 63
5
PEMBAHASAN ............................................................................................... 5.1 Komposisi hasil Tangkapan ..................................................................... 5.2 Ukuran Ikan yang Tertangkap ................................................................. 5.3 Hubungan Panjang dan Berat serta Lingkar Badan Ikan ......................... 5.4 Hasil Tangkapan yang layak Tangkap ..................................................... 5.5 Pemilihan Mesh Size Codend yang Optimal ............................................ 5.6 Selektivitas Trawl .................................................................................... 5.7 Hasil Perhitungan Densitas Ikan .............................................................. 5.8 Luas Sapuan .............................................................................................
65 65 66 67 68 69 70 72 72
6
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 6.2 Saran ........................................................................................................
75 75 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
77
LAMPIRAN ......................................................................................................
81
xv
DAFTAR TABEL Halaman Ukuran panjang ikan pertama kali matang gonad (length at first maturity) untuk setiap spesies ikan (FL) ..................................................
17
Spesies ikan yang tertangkap dalam codend dan ukuran Lm (Length at first maturity) ...........................................................................
22
3
Spesies ikan yang tertangkap dalam codend dengan ukuran L50% ..........
23
4
Spesies ikan yang tertangkap dalam codend dengan ukuran L50% dengan ukuran mesh size yang berbeda ....................................................
27
5
Jenis alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian .............................
31
6
Struktur tabel sidik ragam .........................................................................
36
7
Jumlah ikan dalam codend dan cover net ..................................................
45
8
Jumlah hasil tangkapan (ekor) yang tidak layak dan layak tangkap dari setiap spesies ikan berdasarkan ukuran mata jaring (mesh size) selama penelitian ...................................................................................................
46
Kisaran panjang, lingkar badan dan berat hasil tangkapan pada codend dan cover net 1 inci ......................................................................
53
10 Kisaran panjang, lingkar badan dan berat hasil tangkapan pada codend dan cover net 2 inci .......................................................................
54
Kisaran panjang, lingkar badan dan berat hasil tangkapan pada codend dan cover net 3 inci .............................................................
54
12 Nilai koefisien a dan b dalam hubungannya panjang berat (W = aLb) dari tiga spesies ikan dalam percobaan kantong trawl (codend) .....................................................................................................
54
13 Hubungan panjang dan lingkar badan maxsimum ikan (girth maximum) dari tiga spesies ikan dalam percobaan kantong trawl (codend) ....................................................................................................................
56
14 Hasil perhitungan parameter kurva selektivitas hasil tangkapan dari 3 jenis spesies ikan dalam penelitian .................................................
59
1
2
9
11
xv
xvii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran penelitian ............................................................
6
2
Alat Penangkap Ikan Trawl ..................................................................
7
3
Kurisi (Nemipterus virgatus) FL 12 cm – 18 cm .................................
13
4
Peta penyebaran ikan kurisi (Nemipterus virgatus) di dunia ..............
13
5
Kuniran (Upeneus sulphureus) FL 20 cm – 22 cm ..............................
14
6
Peta penyebaran ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di dunia ............
15
7
Biji nangka (Upeneus vitatus) FL 20 cm .............................................
16
8
Peta penyebaran ikan biji nangka (Upeneus vitatus) di dunia .............
16
9
Ukuran mata jarring .............................................................................
19
10 Percobaan kantong tertutup (Sparred dan Venema 1999) ...................
20
11 Gadus morhua ......................................................................................
22
12 Merluccius merluccius .........................................................................
22
13 Trisopterus minutus capelanus ............................................................
23
14 Diplodus annularis ...............................................................................
24
15 Pagellus acarne ...................................................................................
24
16 Mullus barbatus barbatus ....................................................................
25
17 Pagellus erythrinus ..............................................................................
25
18 Spicara smaris ......................................................................................
26
19 Merluccius australis .............................................................................
26
20 Desain trawl..........................................................................................
32
21 Jenis-jenis mesh size codend dan cover net ..........................................
33
22 Swept area ............................................................................................
40
xvii
xviii
23 Kantong dan penutup kantong trawl ....................................................
41
24 Ikan kurisi (Nemipterus virgatus) ........................................................
44
25 Ikan kuniran (Upeneus sulphureus) .....................................................
44
26 Ikan biji nangka (Upeneus vitatus) ......................................................
45
27 Komposisi ikan dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 1 inci ...................................................................................................
46
28 Komposisi ikan dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 2 inci ......................................................................................
47
29 Komposisi ikan dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 3 inci .....................................................................................
47
30 Distribusi ukuran panjang ikan kurisi dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 1 inci ........................................
48
31 Distribusi ukuran panjang ikan kuniran dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 1 inci ......................................
48
32 Distribusi ukuran panjang ikan biji nangka dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 1 inci .......................................
49
33 Distribusi ukuran panjang ikan kurisi dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 2 inci cm ..................................
50
34 Distribusi ukuran panjang ikan kuniran dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 2 inci .......................................
50
35 Distribusi ukuran panjang ikan biji nangka dalam codend dan covernet dengan mesh size codend 2 inci cm ...............
51
36 Distribusi ukuran panjang ikan kurisi dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 3 inci .......................................
52
37 Distribusi ukuran panjang ikan kuniran dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 3 inci........................................
52
38 Distribusi ukuran panjang ikan biji nangka dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 3 inci .........................................................
53
39 Hubungan panjang dan berat ikan kurisi (Nemipterus virgatus) .........
55
40 Hubungan panjang dan berat ikan kuniran (Upeneus sulphureus) ...........................................................................
55
xix
41 Hubungan panjang dan berat ikan biji nangka (Upeneus vitatus) ........
56
42 Hubungan panjang dan lingkar badan maximum ikan kurisi (Nemipterus virgatus) .........................................................
57
43 Hubungan panjang dan lingkar badan maximum ikan kuniran (Upeneus sulphureus) ...........................................................................
57
44 Hubungan panjang dan lingkar badan maximum ikan biji nangka (Upeneus vitatus)..................................................................................
58
45 Kurva selektivitas ikan kurisi dengan mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci ..............................................................................................
60
46 Kurva selektivitas ikan kuniran dengan mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci ..............................................................................................
60
47 Kurva selektivitas Ikan biji nangkadengan mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci .......................................................................................
61
48 Tingkat pelolosan ikan kurisi pada setiap mesh size ............................
62
49 Tingkat pelolosan ikan kuniran pada setiap mesh size .........................
62
50 Tingkat pelolosan ikan biji nangka pada setiap mesh size ...................
63
xix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Lokasi penelitian ......................................................................................... 83
2
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kurisi (Nemipterus virgatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 1 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ...............................................
84
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kurisi (Nemipterus virgatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 2 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ...............................................
85
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kurisi (Nemipterus virgatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 3 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ...............................................
86
3
4
5
6
7
8
9
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kuniran (Upeneus sulphureus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 1 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ............................................... 87 Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kuniran (Upeneus sulphureus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 2 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ............................................... 88
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kuniran (Upeneus sulphureus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 3 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ...............................................
89
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan biji nangka (Upeneus vitatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 1 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ...............................................
90
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan biji nangka (Upeneus vitatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 2 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ............................................... 91
10 Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan biji nangka (Upeneus vitatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 3 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci ............................................... 92
11 Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap jumlah ikan (ekor) berdasarkan ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) dari tiga spesies ikan yang dominan tertangkap ........................................................
93
12 Perhitungan densitas ikan dalam luasan tertentu ........................................
97
xxi
xxii
13 Hasil perhitungan lebar pembukaan mulut jaring pada saatpenelitian .......
98
14 Hasil tangkapan KM. Madidihang 02 .........................................................
99
DAFTAR ISTILAH
Codend
Kantong tempat menampung ikan pada alat tangkap trawl.
Cover net
Kantong bermata jaring lebih kecil yang menutupi kantong dengan ukuran mata jaring lebih besar berfungsi untuk menmpung ikan-ikan yang lolos dari cod-end.
Daerah Penangkapan Ikan Suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan ikan dapat dilakukan. Fish finder
Alat untuk mendeteksi keberadaan ikan/gerombolan ikan disuatu daerah penangkapan ikan.
Girth
Keliling ikan pada tinggi badan ikan maksimal.
Hanging ratio
Rasio dari panjang jaring yang terpasang pada tali ris dibagi dengan panjang jaring yang direntangkan secara sempurna.
Hauling
Pengangkatan alat tangkap untuk diambil hasil tangkapannya.
Kapal perikanan
Kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan pelatihan atau eksplorasi perikanan.
Length at first maturity
Panjang ikan ketika pertama kali matang gonad.
L50%
Ukuran ikan yang memiliki peluang tertangkap sebesar 50%.
Mesh size
Jarak antara dua simpul yang berhadapan ketika satu mata jaring direntangkan.
Anova
Analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan satu faktor berada di dalam faktor lain.
Otter board
Papan yang digunakan pada alat tangkap trawl untuk membuka mulut jaring secara vertikal.
2
PE
Polyethylene
Perikanan
Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksakan dalam suatu sistem bisnis.
Perikanan tangkap
Kegiatan untuk memperoleh
Selektivitas
Kemampuan suatu alat menangkap ikan yang sudah layak tangkap baik dari segi umur maupun ukuran dan dapat meloloskan ikan yang tidak layak tangkap, ikan yang dilindungi dan ikan yang tidak diinginkan tanpa melukai atau membunuhnya.
Setting
Penurunan alat tangkap ke perairan.
Sumberdaya ikan
Semua jenis ikan dan biotik air lainnya yang menjadi obyek kegiatan perikanan.
Sumberdaya perikanan
Terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan serta sumberdaya buatan manusia, yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan.
Towing
Penarikan alat tangkap di dasar perairan dengan kecepatan 2,5 knot sampai dengan 3,2 knot.
Trawl
Suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya.
Unit penangkapan ikan
Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan.
Warp
Tali utama yang digunakan untuk menarik jaring trawl yang terbuat dari kawat baja atau tali yang menghubungkan kapal dengan trawl.
ikan di perairan yang tidak dalam keadaan di budidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya.
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga kelestarianya. Sebagai anggota badan dunia FAO (Food and Agricultural Organization) perikanan Indonesia perlu diupayakan agar berjalan sesuai dengan ketentuan Tatalaksana Perikanan yang Bertanggungjawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) (FAO, 1995). Salah satu sumberdaya perikanan yang penting adalah perikanan demersal yang terdiri dari berbagai jenis ikan dasar dan udang.
Potensi sumberdaya
demersal umumnya berada di perairan dangkal atau perairan pantai dimana nelayan tradisional melakukan aktifitas penangkapan ikan. Nelayan memanfaatkan sumberdaya ikan demersal menggunakan beragam jenis alat tangkap, antara lain cantrang, dogol, gill net, trammel net, bubu dan pancing. Berdasarkan Keppres No. 39 Tahun 1980 penangkapan ikan dengan trawl di Indonesia dilarang, tetapi masih banyak nelayan yang mengoperasikan trawl karena merupakan alat penangkap ikan yang efektif. Pengoperasian trawl dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya ikan dan sering menimbulkan konflik dengan nelayan-nelayan yang menggunakan alat penangkap ikan lainnya seperti gill net, bubu dan pancing. Trawl merupakan alat tangkap yang tidak selektif sehingga hampir semua ikan tertangkap oleh alat ini, tidak hanya ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan, tetapi juga termasuk hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) didefinisikan oleh Saila (1983) sebagai bagian dari hasil tangkapan total yang ikut tertangkap dan bukan merupakan sasaran utama. Estimasi jumlah hasil tangkapan sampingan pada perikanan pukat udang di Laut Arafura Indonesia mencapai 332,168 ton per tahun (Purbayanto, 2004). Salah satu cara menjaga kelestarian sumberdaya ikan, khususnya pada daerah penangkapan trawl, adalah penggunaan alat penangkap ikan yang selektif. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.11 Tahun 2009 tentang ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) adalah lebih
2
besar 5 cm. Untuk mempertahankan alat tangkap trawl tetap dapat digunakan tanpa merusak kelestarian sumber daya dan lingkungannya, perlu diketahui ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) yang sesuai dengan kaidah keberlanjutan sumberdaya ikan. Dilihat dari sudut pandang ekologis, berdasarkan ukuran mata jaring yang digunakan maka trawl merupakan suatu alat penangkap ikan yang menarik untuk diteliti karena produktif dan hasil tangkapan beraneka ragam jenisnya. Daerah penangkapan trawl adalah relatif dangkal sampai kedalaman 25 meter dengan dasar laut yang landai dan rata terdiri dari pasir lumpur dan tidak berbatu atau berkarang serta bebas dari bangkai kapal karam dan bangkai benda lainnya (Usemahu dan Tosila, 2003). Pengkajian potensi sumberdaya ikan merupakan langkah awal dalam upaya pembinaan kelestarian sumberdaya untuk mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh nelayan maupun industri perikanan serta menghindari terjadinya kesenjangan sosial.
Sesuai dengan sifat-sifat sumberdaya hayati bahwa
sumberdaya ikan selalu berubah sesuai dengan perubahan lingkungan perairan. Pengkajian dapat dilakukan secara optimal apabila dibuat perencanaan nasional jangka panjang secara rinci di bidang perikanan tangkap, hal ini harus dimulai dari data potensi dan keberadaan sumberdaya ikan laut Indonesia. Sehingga langkah-langkah kebijakan eksploitasi dapat dilakukan dengan tepat agar tidak membahayakan sumberdaya ikan. Keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya ikan (stock) dengan upaya penangkapan (effort) adalah aspek penting yang harus diperhatikan, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk menentukan potensi sumberdaya ikan laut di perairan Laut Jawa secara tepat dan berkesinambungan. Faktor
oseanografi
yang
paling
sumberdaya ikan demersal adalah
berpengaruh
terhadap
keberadaan
suhu, salinitas, arah dan kecepatan arus,
kandungan oksigen terlarut dalam air, dan lain sebagainya. Dimana teknologi penginderaan jarak jauh dengan satelit dapat dipergunakan untuk mengukur beberapa parameter oseonografi.
Selain itu dapat dipergunakan peralatan
oseanografi seperti current meter, CTD, spectrophotometer, pH meter,
3
salinometer dan lain sebagainya. Sehingga diperoleh parameter oseanografi yang dapat dipergunakan untuk menilai kondisi perairan Laut Jawa.
1.2 Perumusan Masalah Mata jaring bagian kantong (cod-end) dapat menentukan selektivitas dari alat tangkap trawl. Ukuran mata jaring biasanya didefinisikan sebagai panjang dari seluruh mata jaring yang direntangkan (stretched). Jumlah ikan yang lolos dari cod-end dapat diketahui dengan menggunakan cover net yang menutupi cod-end. Cover net tersebut terbuat dari bahan jaring yang mesh sizenya yaitu 0,7 inci (1,75 cm) lebih kecil dari mesh size cod-end yaitu 1 inci (2,54 cm), 2 inci (5,08 cm) dan 3 inci (7,62 cm). Selektivitas dari alat tangkap trawl kemudian dapat ditentukan dengan cara membandingkan jumlah ikan di bagian kantong dengan ikan yang terdapat dalam penutup kantong. Ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) yang digunakan nelayan di perairan Tanjung Kerawang maupun indusri perikanan di perairan Indonesia bagian timur pada saat ini adalah kurang dari 1 inci, hal ini bertentangan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.11 Tahun 2009 tentang ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) adalah lebih besar 5 cm. Untuk itu mesh size codend trawl yang digunakan nelayan dan industri perikanan merupakan suatu masalah yang perlu dikaji dan dievaluasi. Penelitian pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 dengan ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) 1 inci diperoleh hasil sebagai berikut: proporsi ikan kurisi, kuniran dan biji nangka yang tidak layak tangkap adalah 90%, 30% dan 40%. Hal ini menunjukan bahwa ukuran mata jaring kantong trawl 1 inci tidak selektif terhadap ikan layak tangkap. Untuk itu dianggap perlu mengkaji ukuran mata jaring kantong yang dapat meloloskan ikan yang tidak layak tangkap. Untuk mengkaji ukuran mata jaring kantong trawl layak tangkap dilakukan kajian dari tiga jenis ukuran mata jaring kantong trawl yang berbeda yaitu 1 inci, 2 inci dan 3 inci dikarenakan ukuran tersebut mudah didapat dipasaran. Dilakukan hanya pada bagian kantong saja karena pada bagian ini terjadi proses yang sangat menentukan pelolosan dari spesies yang diinginkan.
4
Penelitian tiga ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl), diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang setiap ukuran mata jaring kantong yang diuji cobakan memberikan kisaran panjang atau peluang tertangkapnya ikan. Hasil penelitian yang diharapkan adalah adanya suatu kajian ilmiah tentang kesesuaian ukuran mata jaring kantong trawl yang dapat meloloskan ikan yang belum layak tangkap.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1
Menganalisis tiga jenis ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) yang dapat meloloskan ikan belum layak tangkap.
2
Mengestimasi kurva selektivitas dari tiap ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl).
3
Menduga kepadatan stok dan potensi sumber daya ikan di perairan Tanjung Kerawang.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam menentukan ukuran mata jaring kantong trawl yang dapat menangkap ikan layak tangkap.
1.5 Hipotesis Berdasarkan permasalahan dalam penelitian maka hipotesis penelitian ini adalah : ukuran mata jaring kantong trawl yang berbeda akan mendapatkan hasil tangkapan yang berbeda pula terhadap tiga spesies target yaitu kurisi (Nemipterus virgatus), kuniran (Upeneus sulphureus) dan biji nangka (Upeneus vitatus).
1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian Permasalahan yang terjadi dalam pengoperasian alat tangkap trawl adalah terjadinya kesenjangan sosial antar nelayan yang menggunakan alat tangkap lainnya seperti gill net, bubu, cantrang, dogol, dan pancing. Alat tangkap trawl bersifat aktif dan tidak selektif sehingga dapat mengganggu alat tangkap lainnya yang bersifat pasif dan sumberdaya ikan.
5
Dalam rangka penggunaan alat tangkap trawl yang selektif agar ketersediaan sumberdaya ikan dan pemanfaatan yang bertanggungjawab menjadi hal yang sangat penting. Pengetahuan tentang hal ini sangat diperlukan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan agar dapat memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan. Penelitian ini adalah membandingkan tiga jenis ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) yaitu 1 inci, 2 inci dan 3 inci. Perhitungan jumlah dan ukuran ikan yang lolos melalui mata jaring bagian kantong dapat dilakukan dengan menutupi bagian kantong (cod-end) yang lebih besar dengan kantong lain (cover net) ukuran mata jaring yang lebih kecil yaitu 0,7 inci.
Selanjutnya dari
data yang didapat akan dianalisis dan dibuat kurva selektivitas trawl.
Hasil
analisis penelitian ini merupakan informasi dasar dalam menentukan selektivitas ukuran mata jaring kantong trawl. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Trawl dasar Sumberdaya Ikan
Ikan target penangkapan (kurisi, kuniran, biji nangka)
Ukuran mata jaring kantong (1 inci, 2 inci dan 3 inci) dan Pelolosan ikan pada penutup kantong (0,7 kantong inci)
1. Selektivitas trawl 2. Analisis Statiska 3. Swept Area
Pemanfaatan SDI
Analisis data
Uji selektivitas
Selektif
ya
Ukuran mata jaring kantong trawl optimal
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
tidak
Ukuran mata jaring kantong lain
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alat Tangkap Trawl Trawl dasar merupakan pukat kantong berbentuk kerucut dengan mulut lebar yang diberi pemberat pada tali ris bawah (ground rope) dan diberi pelampung pada tali ris atas (Head rope). Pada saat dioperasikan pukat diusahakan terbuka dengan bantuan dua buah papan (otter board) yang terbuat dari kayu atau besi yang ditarik dengan tali warp yang dipasang pada pusatnya, sehingga kedua papan tersebut cenderung saling membuka waktu dioperasikan. Kedua otter board dihubungkan dengan jaring oleh bridle. Briddle ini dapat mencapai panjang 200 meter dan menyapu sejumlah luasan dasar laut. Mereka membuat takut ikan-ikan dan menggiring mereka masuk ke dalam pukat yang bergerak ke depan, dengan demikian berfungsi meningkatkan efektivitas dari pukat. Bentuk pukat dapat bervariasi menurut menurut jenis ikan yang ditangkap dan tipe dasar perairan. Tali ris bawah dapat dipasangi roller gear dan bobbin set sehingga trawl dapat dioperasikan di atas dasar berbatu tanpa menimbulkan kerusakan berarti pada jaring (Widodo, 2001). Komponen trawl dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 2) Otter board
Head rope float
warp
baiting
ground rope bobbi bridle
pendant wwing belly Lazy line
Codend
Gambar 2 Alat penangkap ikan trawl (Madidihang,2010) Menurut Subani dan Barus (1989), pada dasarnya jaring trawl terbagi atas tiga macam dilihat dari cara pembukaan mulut jaringnya yaitu : 1
Otter trawl, terbukanya mulut jaring oleh karena adanya dua buah papan atau "otter board' yang dipasang diujung muka kaki atau sayap
8
jaring yang prinsipnya menyerupai layang-layang. 2 Beam trawl, terbukanya mulut jaring dikarenakan bentangan kayu pada mulut jaring. 3
Paranzella, terbukanya mulut jaring karena ditarik oleh dua buah kapal yang jalannya sejajar dengan jarak tertentu. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2003), spesifikasi
bagian- bagian alat tangkap trawl diuraikan sebagai beikut : 1
Tali penarik (warp) Tali penarik adalah tali baja (wire rope) yang digunakan untuk menarik rangkaian jaring yang ujungnya disambung dengan winch utama dan ujung lainnya disambung dengan otter pendant yang disambung dihubungkan ke otter board.
2
Papan pembuka mulut jaring (otter board) Papan pembuka mulut jaring (oteer board )adalah terbuat dari kayu atau papan besi, alat ini dimaksudkan untuk mengatur kedudukan atau posisi jaring agar tetap berada di dasar perairan. Disamping itu juga untuk mengatur membukanya mulut jaring waktu ditarik secara horizontal. Otter board berbentuk pesegi panjang terbuat dari bahan kayu dengan diperkuat rangka besi, bagian bawahnya dipasang plat besi, plat ini berfungsi untuk melindungi papan dari gesekan dengan dasar perairan.
3
Tali lengan (hand line) Tali lengan adalah tali yang menghubungkan papan pembuka (otter board) dengan bagian ujung sayap.
4
Jaring (webbing) Jaring (webbing) adalah lembaran-lembaran jaring yang digunakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu alat penangkap ikan. a Sayap (wing) Sayap jaring adalah bagian dari alat tangkap trawl yang berada disamping kiri kanan pada bagian papan jaring. Fungsi dari sayap ini adalah mengarahkan ikan dan udang masuk kedalam jaring selain itu juga untuk memperlebar proses pembukaan jaring secara
9
vertikal. Pada bagian alas sayap terdapat head rope sedangkan pada bagian bawah terdapat ground rope agar sayap jaring lebih kuat. b Badan jaring Badan jarring adalah bagian yang merupakan kontruksi terbesar dari alat tangkap trawl yang mana terbentang dari bagian ujung belakang sayap sampai ke ujung depan dari kantong. Badan jaring dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas atau baiting dan bagian bawah belly. Ukuran perut bagian bawah lebih besar daripada bagian atasnya, hal ini dimaksudkan agar ikan yang digiring tidak mudah lolos melalui bagian atas jaring. c Kantong (Codend) Kantong adalah merupakan bagian belakang dari alat tangkap trawl yang berfungsi sebagai tempat penampung basil tangkapan yang masuk. Bagian ini memiliki ukuran mata jaring yang lebih kecil dari bagian yang lain dan dibuat tiga lapis agar kantong jaring kuat dan tahan lama apabila bergesekan dengan dasar perairan. d Tali malas (Lazy line) Tali malas adalah tali yang digunakan untuk menghubungkan bagian kantong dengan salah satu pagan pembuka mulut jaring yang nantinya berguna untuk menaikkan bagian kantong jaring pada saat hauling. 5
Tali ris atas (Head rope) Tali ris atas adalah tali panjang yang melekat pada mulut jaring bagian atas. Tali ini berfungsi untuk mengikat pelampung.
6
Tali ris bawah (Ground rope) Tali ris bawah adalah tali yang merupakan tali disepanjang sayap bagian bawah, melingkar melalui mulut jaring bagian bawah. Tali ini berfungsi untuk mengikat pemberat.
7
Pemberat (Weight) Pemberat adalah berfungsi untuk membuka mulut jaring bagian bawah secara vertikal ke bawah. Untuk membuat jaring agar dapat mencapai dasar digunakan pemberat yang terbuat dari rantai besi. Selain pemberat
10
dipasang juga rantai pengejut yang berfungsi untuk mengejutkan ikan atau udang agar dapat masuk ke badan jaring dan selanjutnya digiring ke kantong jaring. Pemasangan rantai ini harus disesuaikan dengan dasar perairan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan operasi penangkapan. 8
Pelampung (Floats) Fungsi pelampung adalah untuk membuka mulut jaring bagian atas secara vertikal ke atas. Jumlah pelampung yang digunakan pada alat tangkap trawl berjurnlah 11 buah tiap jaring (tergantung ukuran daripada head rope)
2.2 Pengoperasian Alat Tangkap Trawl Menurut Sudirman dan Mallawa (2004), berdasarkan segi operasinya dikenal tiga jenis trawl yaitu : 1
Stern trawl yaitu trawl yang ditarik pada bagian buritan kapal
2
Side trawl yaitu trawl yang pada waktu operasinya ditarik pada sisi kapal
3
Double rig trawl yaitu trawl yang ditarik melalui dua rigger yang dipasang pada kedua lambung kapal.
2.3 Alat Bantu Penangkapan Alat bantu pada alat tangkap trawl berfungsi untuk membantu kelancaran operasi penangkapan yang terdiri dari : 1
Fish finder Fish finder adalah alat yang berfungsi untuk mengetahui bentuk dasar dan kedalaman perairan sehingga dapat ditentukan panjang warp yang di area.
2
Winch Winch adalah alat yangdigunakan untuk mengarea dan menggulung warp pada waktu operasi penangkapan.
3
Tackle merupakan gabungan antara dua block atau lebih dengan tali tackle berfungsi untuk memperkecil gaya tarik sehingga beban menjadi lebih ringan.
4
Boom Boom berfungsi sebagai penarik kantong (codend)
11
5
Gallow Gallow berfungsi sebagai tempat penahan warp pada waktu diarea dan dihibob serta sebagai tempat bergantungnya otter board.
2.4 Tahapan Pengoperasian Trawl Pengoperasian trawl terdiri dari persiapan, penurunan jaring (setting), penarikan jaring (towing) dan pengangkatan jaring (hauling). 1
Persiapan Menurut
Usemahu
dan
Tomasila
(2003),
sebelum
operasi
penangkapan ikan dilakukan terlebih dahulu segala sesuatu peralatan dan perlengkapan operasional agar dipersiapkan terlebih dahulu secara teliti. Seperti penyusunan alat ditempatnya agar mudah diturukan, pemeriksaan mesinmesin (mesin induk, winch), pembersihan palka, perbekalan es (bila kapal tidak ada mesin pendingin) dan sebagainya. 2
Penurunan jaring (setting) Penurunan jaring pada operasi dengan menggunakan trawl dapat
dilakukan pada setiap saat, baik siang maupun malam hari asalkan cuaca baik dan memungkinkan untuk menurunkan jaring.
Setelah sampai di daerah
penangkapan yang dituju jaring dapat segera diturunkan. Penurunan jaring mulamula dari bagian kantong ( codend), kemudiann perut (belly), sayap (wing), lalu bridle line (apabila jaring tersebut menggimakan bridle line), otter board dan yang terakhir tali penarik (warp) (Usemahu dan Tomasila, 2003). 3
Penarikan jaring (towing) Penarikan jaring adalah suatu kegiatan, di mana alat tangkap yang ditarik di
dasar perairan kira-kira 2 - 3 jam selama operasi penangkapan berlangsung. Selama penarikan jaring, perwira jaga dek perlu memperhatikan keadaan sekeliling kapal dan dasar perairan dengan melihat pada fish finder (Usemahu dan Tomasila, 2003). 4
Pengangkatan jaring (hauling) Selama operasi jaring tersebut terus ditarik sampai kira-kira 2-3 jam,
kemudian baru dapat dinaikkan kembali ke atas kapal untuk ambil ikannya. Urutan penarikan jaring merupakan kebalikan dari urutan penurunan jaring (setting). Bila seluruh alat tangkap telah naik ke atas kapal, pengambilan ikan
12
dapat dilakukan dengan cara mengangkat pangkal-pangkal kantong dengan menggunakan
boom, kemudian tali
pada ujung kantong di buka agar
ikan yang berada dalam kantong tercurah ke atas kapal (Usemahu dan Tomasila, 2003). 2.5 Ikan Target Ikan yang menjadi tujuan penangkapan dalam penelitian ini adalah kurisi (Nemipterus virgatus), kuniran (Upeneus sulphureus) dan biji nangka (Upeneus vitatus). Menurut Subani (1990) klasifikasi, morfologi dan daerah penyebaran jenis ikan kurisi (Nemipterus virgatus), kuniran (Upeneus sulphureus) dan biji nangka (Upeneus vitatus) adalah : 1
Kurisi (Nemipterus virgatus) Kurisi tergolong ke dalam Ordo Percomorphi, sub ordo Percoidae, famili
Nemipteridae, genus Nemipterus. Ikan kurisi berbadan langsing agak gepeng. Kepala tanpa duri dan bagian depannya tidak bersisik. Sirip punggung berjari-jari keras 10 dan 9 lemah. Jari-jari keras pertama dan kedua tumbuh memenjang seperti serabut, demikian juga jari-jari teratas lembaran sirip ekornya. Sirip dubur berjari-jari keras 3 dan 7 jari-jari lemah. Warna kepala dan pinggir punggung kemerahan. Satu totol kuning terdapat pada awal garis rusuk. Cambuk pada sirip punggung maupun ekornya berwarna kuning. Sirip punggung abu-abu keunguan dengan warna kuning ditengah-tengahnya demikian juga sirip dubur. Sirip ekor sedikit kegelapan. Sirip perut dan dada putih sedikit kecoklatan. Ukuran ikan kurisi dapat mencapai panjang 25 cm, umumnya 12-18 cm. Ikan kurisi hidup di dasar, karang-karang, dasar lumpur atau lumpur pasir pada kedalaman 10-50 m. Ikan ini termasuk ikan buas, makanannya organisme dasar (cacing-cacing kecil, udang, moluska). Tergolong ikan demersal, penangkapannya terdiri dari trawl, cantrang, pukat pantai dan pancing. Daerah penyebaran Ikan Kurisi hampir terdapat diseluruh Perairan Indonesia.
13
Gambar 3
Ikan kurisi (Nemipterus virgatus) FL 12 cm – 18 cm
(www.fishbase.org).
Gambar 4 Peta penyebaran ikan kurisi (Nemipterus virgatus) di dunia (sumber : aqua maps). 2
Kuniran (Upeneus sulphureus) Kuniran tergolong ke dalam ordo Percomorphi, famili Mullidae, genus
Upeneus spesies Upeneus sulphureus.
Ikan kuniran (Upeneus sulphureus)
merupakan jenis ikan yang memiliki bentuk badan memanjang sedang, pipih samping dengan penampang melintang bagian depan punggung, serta ukurannya
14
tubuhnya yang mencapai 20 cm. Mempunyai pita gelap berwarna coklat kemerahan memanjang di atas gurat sisi mulai dari moncong melewati mata sampai ke pertengahan dasar pangkal ekor. panjang rata-rata 20-22 cm, memiliki ekor dan sebuah garis kuning horisontal sepanjang tubuhnya, serta memiliki sungut dibagian dagu untuk mencari makan di dalam pasir, hidup di daerah beriklim tropis / subtropis dan mendiami pantai yang sedikit berlumpur dengan kedalaman 100 m. Jenis ikan ini hidup di daerah dangkal berpasir di sekitar terumbu karang. Alat penangkap trawl dasar, dogol. Daerah penyebarannya dasar perairan lumpur atau lumpur berpasir, perairan pantai yang dangkal dan telukteluk. Indo-Pasifik Barat, Afrika Timur ke Asia Tenggara, utara ke Cina, selatan ke utara Australia dan Fiji.
Gambar 5 Ikan kuniran (Upeneus sulphureus) FL 20 cm – 22 cm (www.fishbase.org).
15
Gambar 6 Peta penyebaran ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di dunia (Sumber : Aqua Maps) 3
Biji nangka (Upeneus vitatus) Biji nangka tergolong ke dalam ordo Percomorphi, family Mullidae, genus
Upenerus.
Bentuk badannya memanjang dan langsing, memiliki dua sungut
pendek pada dagu.
Mempunyai sisik pada garis rusuk 30 – 32 dan sisik
transversal di atas garis rusuk 2 dan 6 di bawah. Sirip punggung pertama berjarijari keras 7 – 8 dan sirip punggung kedua dan dubur berjari-jari keras 1 dan 6 – 7 lemah. Ikan ini termasuk ikan buas, memangsa hewan yang hidup di dasar, hidupnya soliter dan bergerombol pada perairan pantai sampai dengan kedalaman 40 m. Ikan ini bisa mencapai panjang 28 cm dan umumnya tertangkap pada saat ukuran panjang badannya 20 cm, termasuk kelompok ikan demersal dan dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap trawl, cantrang, pukat pantai dan sero. Daerah penyebarannya meliputi : perairan pantai, perairan karang di seluruh Indonesia dan perairan indo Pasifik.
16
Gambar 7 Ikan biji nangka (Upeneus vitatus) FL 20 cm (www.fishbase.org).
Gambar 8 Peta penyebaran ikan biji nangka (Upeneus vitatus) di dunia (Sumber : Aqua Maps). 2.6 Panjang Ikan Pertama Kali Matang Gonad (Length at First Maturity) Untuk menjaga keberlangsungan stok sumber daya sebaiknya ikan diberikan kesempatan untuk memijah sekali (Effendi, 1979). Setelah ukuran ikan yang siap memijah diketahui maka ukuran mata jaring yang dapat meloloskannya dapat ditentukan (Sparre dan Venema, 1999). Length at first maturity merupakan hal penting untuk dapat diketahui dalam penetapan mesh size jaring suatu alat tangkap. Ikan yang belum pernah memijah sebaiknya diloloskan agar recruitment dalam suatu populasi tetap terjaga. Setiap
17
spesies ikan memiliki length at first maturity yang berbeda untuk fork length (fl) (www.fishbase.org) yang terdapat dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Ukuran panjang ikan pertama kali matang gonad (length at first maturity) untuk setiap spesies ikan (fl) Jenis ikan Kurisi (Nemipterus virgatus) Kuniran (Upeneus sulphureus) Biji nangka (Upeneus vitatus)
Kelamin
Length at first maturity (cm)
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
15,8 17,0 9,6 9,9 12,0 12,5
Martasuganda et al. (1991), menyatakan bahwa panjang biji nangka (Upeneus vitatus) saat pertama kali memijah adalah 12 – 14 cm untuk ikan jantan dan 13 – 15 cm untuk ikan betina yang tertangkap di perairan Semarang. Mardjudo (2002), mengemukakan hasil penelitiannya tentang kajian selektivitas alat tangkap pukat pantai di Teluk Palu bahwa L50% dan L75% untuk biji nangka (Upeneus vitatus) masing-masing adalah 7,8 cm dan 9,9 cm dan masih jauh lebih kecil dari dari ukuran length at first maturity dari ikan tersebut.
2.7 Hubungan Panjang dengan Berat Ikan dan Lingkar Badan Maksimum Faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan besar dapat berpengaruh terhadap kehidupan ikan adalah intensitas cahaya, suhu, salinitas, oksigen, sedimen, curah hujan, muara sungai dan aliran sungai, tingkat kekeruhan air, arus, pasang surut air, fase bulan, keadaan hari (siang atau malam), lintang, makanan, dan plankton serta luasan hutan mangrove (Juliani, 2004). Untuk mengetahui sejauh mana hubungan panjang dengan berat ikan ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi rendahnya nilai b, dimana salah satunya adalah faktor lingkungan perairan. Hubungan panjang berat dianalisis dengan menggunakan rumus (Bal & Rao, 1984) : W = a Lb dengan : W
= berat
18
L
= panjang
a dan b = konstanta 1
Nilai b digunakan sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan antara panjang dan berat dengan hukum kubik.
2
Nilai b = 3, merupakan hubungan yang isometrik (pertambahan berat seimbang dengan pertambahan panjang pangkat tiga, atau dengan kata lain mengikuti hukum kubik).
3
Nilai b > 3, merupakan hubungan allometrik positif (pertambahan berat lebih besar dari pertambahan panjang pangkat tiga)
4
Nilai b < 3, merupakan hubungan allometrik negatif (pertambahan berat lebih kecil dari pertambahan panjang pangkat tiga ). Sparre dan Venema (1999), menyatakan bahwa ukuran body girth berbanding
lurus dengan panjang ikan, sehingga selektifitas alat tangkap gill net dapat ditentukan dengan mengamati struktur ukuran panjang ikan yang tertangkap. Tertangkapnya ikan dengan gill net ditentukan ukuran body girth atau lingkar penampang ikan dan mesh parameter atau ukuran keliling mata jaring (Matsuoka 1995). 2.8 Kurva Selektivitas Alat Tangkap Bagian ujung jaring dengan ukuran mata jaring yang lebih kecil di mana hasil tangkapan dikumpulkan disebut kantong (codend). Ternyata bahwa "ukuran mata jaring" dari bagian kantong, sampai batas tertentu, menentukan selektivitas dari alat tangkap trawl (Sparred danVenema, 1999). Ukuran mata jaring biasanya didefinisikan sebagai panjang dari seluruh mata jaring yang direntangkan (stretched) atau antara dua simpul yang berhadapan ketika mata jaring direntangkan. Ukuran mata jaring yang diperlihatkan disini adalah 2*d, di mana d adalah panjang antara dua simpul.
19
d
d
Keterangan : d = jarak antara dua simpul (bar) Gambar 9 Ukuran mata jaring Kurva selektivitas secara ideal dapat dibuat dengan cara menghitung proporsi ikan yang tertangkap relatif terhadap jumlah ikan yang berada pada area penangkapan untuk setiap ukuran kelas panjang. Namun kondisi di alam sulit untuk mengetahui jumlah ikan yang berada pada area penangkapan. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka digunakan metode penutupan kantong. Untuk menentukan jumlah dan ukuran ikan yang lolos melalui mata jaring dari bagian kantong dapat dilakukan dengan menutupi bagian kantong tersebut dengan kantong lain yang lebih besar dengan ukuran mata yang lebih kecil. Ide yang mendasari percobaan seperti itu diilustrasikan dalam Gambar 10. Selektivitas dari alat kemudian dapat ditentukan dengan cara membandingkan ukuran ikan dalam bagian kantong dengan ikan-ikan dalam jaring yang menutupinya. Metode kantong yang ditutupi ini telah dideskripsikan, antara lain, oleh Pope et al. (1975), dan Jones (1976), dalam Sparre dan Venema (1999). Metode ini membandingkan antara jumlah ikan yang berada di kantong penutup (cover net) dengan jumlah ikan di kantong trawl (codend) (Gambar 10).
20
Gambar 10 Percobaan kantong tertutup (Sparre dan Venema 1999) Menurut Fridman (1986), umumnya ikan dengan ukuran besar lebih sesuai untuk ukuran mata jaring lebih besar dan untuk suatu alat tertentu ada ukuran ikan yang 50% tertangkap dan 50% lolos. Panjang iakn seperti ini adalah L50% Kurva selektivitas memberikan gambaran kisaran selektivitas a% dibandingkan efisiensi tertinggi sehingga didapat panjang selektif a% dengan notasi La (a%-selective length) misalnya L25% atau L50% dan berkaitan dengan masing-masing ukuran mata jaring (Matsuoka, 1995). Penentuan panjang ikan yang selektif sehubungan dengan pengaturan ukuran mata jaring menurut Murdiyanto (1997), ditetapkan pada kisaran antara L25% sampai L50%.
2.9 Selektivitas Alat Tangkap Trawl Alat penangkap ikan jaring insang (gill net) selektif bagi suatu kisaran panjang saja, sehingga dengan demikian tidak menangkap ikan-ikan yang sangat kecil dan juga ikan yang sangat besar. Sifat-sifat dari alat penangkapan seperti itu dinamakan selektivitas alat (Sparre dan Venema, 1999). Sifat ini harus dipertimbangkan bila kita ingin mengestimasi komposisi ukuran atau umur ikan yang sesungguhnya di daerah penangkapan. Pada saat yang sama, hal ini merupakan piranti yang penting bagi para pengelola perikanan untuk membuat regulasi tentang ukuran-ukuran mata jaring dari suatu armada perikanan, mampu menentukan ukuran minimum dari spesies target dari suatu perikanan tertentu. Selektivitas alat sangat berkaitan erat dengan estimasi mortalitas total,
21
analisis data dari survai trawl maupun dari perikanan komersial dengan prediksi produksi (yield) yang akan datang (Thompson & Bell, 1934) dalam Sparre dan Venema (1999). Selektivitas suatu alat tangkap bergantung pada prinsip penangkapan dan parameter desain alat itu sendiri seperti ukuran mata jarring (mesh size), beban benang, material, ukuran benang, hanging ratio dan kecepatan penarikan alat tangkap (Fridman, 1986). Tingkat selektivitas alat tangkap merupakan fungsi dari suatu alat tangkap untuk dapat memanfaatkan sumber daya/organisma dengan spesies terbatas dan atau kisaran ukuran tertentu diantara populasi yang terdapat di daerah penangkapan (Arimoto, 1999). Selektifitas alat adalah tingkat kemampuan suatu alat untuk dapat menangkap kisaran ukuran panjang ikan tertentu (Sparre dan Venema, 1999). Alat tangkap yang bersifat selektif akan memiliki kemampuan untuk menyeleksi spesies dan atau ukuran tertentu terhadap populasi/stok di daerah pengoperasian.
Semakin tinggi tingkat selektivitas suatu alat tangkap maka
semakin seragam baik jenis maupun ukuran hasil tangkapan (Arimoto, 1999). Penelitian mengenai penggunaan ukuran mata jaring tertentu pada kantong trawl telah banyak dilakukan. Jones (1976) dalam Sparre and Venema (1999), melakukan penelitian mengenai bagian kantong jaring trawl yang ditutup dengan jaring berukuran mata lebih kecil. Penelitian tersebut dilakukan menggunakan alat tangkap trawl dengan ukuran mata jaring 40 mm pada bagian kantong terhadap ikan kurisi (Nemipterus japonicus). Hasil dari penelitian itu diperoleh L50% ikan kurisi adalah 13,2 cm. Menurut Vesa Tschernij dan René Holst (1998), Penelitian yang dilakukan pada bulan Agustus 1998 dengan tujuan penangkapan ikan cod di sepanjang pantai Selatan Swedia. Menggunakan alat tangkap trawl dengan ukuran mata jaring kantong 120 mm didapatkan hasil L50% ikan cod (Gadus morhua) adalah 15,4 cm (Gambar 11).
22
Gambar 11 Gadus morhua. Menurut Antonello Sala (2010), bahwa peningkatan ketebalan benang dari 2,38 mm sampai 2,89 mm mengurangi selektivitas sebesar 20-31%. Oleh karena itu, ketebalan benang dari jaring codend memainkan peran penting dalam selektivitas. Menurut George dan Konstantios (1997), dengan menggunakan ukuran mata jaring kantong 20 mm dan penutup kantong 14 mm pada alat tangkap trawl diperoleh nilai Lm50 dan L50% terhadap spesies (Tabel 2) Tabel 2 Spesies ikan yang tertangkap dalam codend dan ukuran Lm (Length at first maturity) Spesies Merluccius merluccius Trisopterus minutus capelanus
Lm50 30 - 33* 14**
* Papaconstatinou et al (1989) ** Politou dan Papaconstatinou (1991)
Gambar 12 Merluccius merluccius.
Codend L50% 15.1 cm 13.7 cm
23
Gambar 13 Trisopterus minutus capelanus. Penelitian yang dilakukan oleh Eckhard Bethke (2004), menggunakan trawl dengan ukuran mata jaring pada bagian kantong 60 mm diperoleh L50% terhadap ikan Merluccius merluccius adalah 22 cm. Menurut Yeliz, Zafer dan Huseyin (2002), penelitian yang dilakukan dengan menggunakan ukuran mata jaring kantong 40 mm dan ukuran
mata jaring
penutup kantong 24 mm pada alat tangkap trawl dasar diperoleh nilai L50% terhadap spesies (Tabel 3). Tabel 3 Spesies ikan yang tertangkap dalam codend dengan ukuran L50%
Spesies
L50% (cm)
Mullus barbatus barbatus Merluccius australis Pagellus erythrinus Pagellus acarne Diplodus annularis Spicara smaris
10,6 10,6 10,8 11,6 9,4 13,5
24
Gambar 14 Diplodus annularis.
Gambar 15 Pagellus acarne.
25
Gambar 16 Mullus barbatus barbatus.
Gambar 17 Pagellus erythrinus.
26
Gambar 18 Spicara smaris.
Gambar 19 Merluccius australis.
Menurut
Tenriware
(2005),
penelitian
mengenai
hubungan
antara
mesh size bagian bunuhan (crib) dengan selektivitas alat penangkap ikan sero
didapatkan
hasil
tangkapan
(Tabel
4)
dan
menurut
Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 11/2009 bahwa ukuran mata jaring pukat ikan adalah lebih besar 5 cm
27
Tabel 4 Spesies ikan yang tertangkap dalam codend dengan ukuran L50% dengan ukuran mesh size yang berbeda
Jenis ikan
Parameter
Mesh size (cm) 3
4
6
Biji nangka
L50%
5,4
6,9
11,0
Kerong-kerong
L50%
7,0
7,3
8,1
Lencam
L50%
5,8
7,3
7,8
Salamandar
L50%
5,9
7,3
10,3
1.10
Pengkajian Stok Menurut Sparre dan Venema (1999), yang dimaksud pengkajian stok adalah
upaya pencarian tingkat pemanfaatan dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan maksimum perikanan dalam bentuk bobot.
Selanjutnya dikatakan,
tujuan dari pengkajian stok adalah memberikan saran tentang pemanfaatan yang optimum sumberdaya hayati perairan seperti ikan dan udang. Menurut Pauly (1977) dalam Sparre dan Venema (1999), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pendugaan stok sumberdaya perikanan, yaitu: 1
Metode akustik, digunakan untuk menduga stok sumberdaya ikan pelagis.
2
Metode pembiusan dan perhitungan langsung, digunakan untuk menduga stok sumberdaya ikan karang.
3
Metode swept area, digunakan untuk menduga stok sumberdaya ikan demersal. Sparre dan Venema (1999), menyatakan bahwa metode swept area
merupakan metode yang didasarkan atas hasil tangkapan persatuan area dari survey dengan trawl. Selanjutnya kepadatan ikan yang diamati (bobot ikan yang tertangkap di daerah yang disapu trawl) dapat diperoleh suatu dugaan biomassa di laut. Widodo (1998), menyatakan bahwa metode swept area merupakan metode yang dilakukan dengan menghitung jumlah/berat ikan yang terdapat dalam luasan tertentu yang disapu oleh alat tangkap (jaring trawl), untuk menentukan densitas
28
stok, kelimpahan total (dalam jumlah/biomassa) diperoleh dari hasil perkalian antara densitas dengan luas area yang dihuni oleh ikan yang bersangkutan. Menurut Losse dan Dwiponggo (1977), kepadatan stok ikan pada bulan Juni (musim timur) di utara Jawa Tengah pada kedalaman lebih dari 20 m sebesar 2,4 ton/km2, sedangkan menurut Sumiono et al. (2000), kepadatan stok ikan pada bulan Juni (musim timur) di utara Jawa Tengah pada kedalaman lebih dari 30 m 0,8 ton/km2.
sebesar 2.11
Sistem Bukaan Trawl Bukaan trawl (spread of the trawl) selama towing sangat bervariasi
tergantung kecepatan towing, kondisi cuaca, keadaan dasar perairan, arus, warp, bentuk dan angle of attack otter board, serta disain itu sendiri (Fridman, 1986). Untuk menentukan secara tepat besarnya bukaan diperlukan pengamatan langsung pada alat yang sedang dioperasikan di dasar perairan dengan menggunakan under water camera atau pengukuran pada model yang dilakukan dalam plum tank. Bukaan diatas diukur dengan menggunakan alat akustik net sounder (Nomura, 1977). Bukaan trawl adalah sebesar h x X2, disini h adalah panjang ris atas, X2 adalah koefisien. Koefisien untuk kawasan Asia Tenggara berkisar antara 0,4 - 0,66 (FAO, 1993). Pauly (1983) dalam Sparre dan Venema (1999), menyarankan nilai pendekatan X2 = 0,5.
Sparre dan Venema (1999),
menganjurkan untuk
memperkirakan besarnya bukaan trawl dengan cara mengukur bukaan warp pada gallows. Hasil percobaan di laut Baltik rasio bukaan trawl terhadap head rope berkisar antara 0,45 - 0,55. Prado (1990) dalam Sparre dan Venema (1999), menyatakan besarnya bukaan trawl dihitung dengan rumus : S=
.................................................................................................. ( 1 )
dengan : S = bukaan trawl D = bukaan otter board L1 = panjang trawl tanpa kantong LS = panjang head rope
29
Bukaan otter board ( D) diperkirakan dengan rumus pendekatan : .............................................................................. ( 2 ) dengan : B = lebar warp pada jarak satu meter dari gallows A = jarak gallows F = panjang warp
3 METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Pembuatan kantong dan penutup kantong jaring dilaksanakan di laboratorium Alat Penangkap Ikan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010. Bulan Agustus 2010 penelitian tahap 1 dan bulan Mei 2011 penelitian tahap 2.
Kapal yang digunakan dalam penelitian adalah
KM.
Madidihang 02, 163 GT. Lokasi penelitian di perairan Tanjung Kerawang Jawa Barat dengan posisi 050 45’ LS
- 050 50’ LS dan 1060 50’ BT - 1070
20’ BT. 3.2 Bahan dan Alat Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah KM. Madidihang 02 beserta peralatan lain seperti tercantum pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No
Alat dan Bahan
1 KM. Madidihang 02 trawl 2 Jaring trawl 3 Codend 4 Cover net 5 Measuring board ikan 6 Timbangan duduk 7 Salinometer 8 GPS 9 Botol Nansen 10 Kamera 11 Buku identifikasi 12 Alat tulis 13 Aquades salinometer
Jumlah
Kegunaan
1 unit
Untuk mengoperasikan
1 unit 3 buah 1 buah 3 buah
Experimental fishing Menampung ikan Menampung ikan Mengukur panjang
3 buah 1 buah 1 buah 1 unit 1 buah 1 buah 3 buah 1 botol
Menimbang ikan Mengukur salinitas Mengetahui posisi Mengambil air contoh Pengambilan gambar Mengidentifikasi ikan Mencatat data Mencuci tabung
Desain percobaan pada alat penangkap ikan trawl ini hanya pada mesh size codend yang dimodifikasi dengan cara pada bagian kantongnya dipasangi penutup
32
kantong dengan ukuran yang lebih besar dan ukuran mata jaringnya lebih kecil dari kantong yaitu 0,7 inci. Pada percobaan ini alat penangkap ikan trawl dari sayap sampai dengan badan jaring dengan menggunakan jaring yang sama, tetapi untuk bagian kantong dibedakan dengan ukuran mata jaring 1 inci, 2 inci dan 3 inci (Gambar 20 dan 21). Mat Mat Rtex mm 27.50 33.50 mm Rtex PE 1414
80
80
PE 6.0
110 150
1414
9.25
Comb
comb
110
150
110
125
70
225
Ø 16
Ø 16 6.50
110
125
2,5 0 80
200
120
80 300
80 2.0 50
PE
6,50
200 250
2109
70
300
100
PE
100 150
4233
25 250 1”
150
Gambar 20 Desain Jaring Trawl KM. Madidihang 02.
33 260 # 75 # 50 #
125 # 2” 50 # 3” 480 # 0.7”
75 # 50 #
Mesh size codend 2 inci Mesh size codend 3 inci
260 #
Mesh size cover net 0,7 inci
Gambar 21 Ukuran mata jaring kantong trawl (Mesh size codend dan cover net). 3.3
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimental fishing.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan alat tangkap trawl, pada bagian kantong dipasangi penutup kantong dengan ukuran mata jaringnya lebih kecil dari ukuran mata jaring kantong.
Ikan target dalam penelitian ini adalah kurisi
(Nemipterus virgatus), kuniran (Upeneus sulphureus) dan biji nangka (Upeneus vitatus). Pada percobaan ini alat tangkap trawl dari sayap sampai dengan badan jaring dengan menggunakan jaring yang sama, tetapi untuk bagian kantong dibedakan dengan ukuran mata jaring 1 inci, 2 inci dan 3 inci. Untuk Setiap ukuran mata jaring kantong yang berbeda dilakukan tiga kali ulangan. 3.4 Metode Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan dengan mengikuti langsung kegiatan operasi penangkapan ikan di perairan Tanjung karawang dan sekitarnya pada KM. Madidihang 02. Urutan kegiatan dalam pengambilan data di lapangan adalah sebagai berikut :
34
1
Pengoperasian alat tangkap trawl yang meliputi : data posisi dan waktu setting, posisi dan waktu hauling, kedalaman perairan, lama towing dan kecepatan kapal.
2
Hasil tangkapan dipisah yang berada di kantong (codend ) dan penutup kantong (cover net).
3
Penyotiran hasil tangkapan berdasarkan jenisnya.
4
Identifikasi jenis hasil tangkapan dari setiap ukuran jaring.
5
Penimbangan hasil tangkapan.
6
Pengukuran hasil tangkapan dominan (total length, body girth)
3.5 Asumsi Penelitian Asumsi yang digunakan dalam pengumpulan data adalah : 1
Parameter lingkungan perairan dikondisikan sama dari setiap stasiun pengamatan.
2
Ikan yang lolos dari kantong dan tertahan di penutup kantong tidak bisa keluar lagi.
3
Mata jaring bagian kantong dapat menentukan pelolosan ikan dari alat tangkap trawl, sehingga pada penelitian ini yang diuji cobakan hanya bagian kantongnya saja sedangkan pada bagian sayap dan badan jaring tidak diperhitungkan.
4
Tidak membedakan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad ikan.
5
Dikarenakan dalam literature fish base yang ada hanya FL maka TL = 1,25 FL.
3.6 Analisis Data 3.6.1
Distribusi frekuensi panjang ikan, jumlah ikan dalam kantong dan penutup kantong
Hasil tangkapan dominan yang berada di dalam codend dan cover net diambil data biometrik ikan, salah satunya data pengukuran panjang ikan (total length). Hasil pengukuran panjang ikan dikelompokkan dalam selang kelas panjang yang kemudian dibuat interval kelas. Untuk menentukan selang kelas dan interval
35
kelas dihitung dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi menurut Walpole (1995), yaitu :. K = 1 + 3.3 log n ……………………………………….....……….......... ( 3 ) I = R / K ……………………………………………………..….........…. ( 4 ) dengan : K = jumlah kelas n = banyaknya data I
= interval kelas
R = nilai terbesar – nilai terkecil 3.6.2
Hubungan panjang dengan berat dan body girth ikan
Hubungan panjang dengan berat dihitung dengan menggunakan analisis biometri (Romimohtarto dan Juwana, 2001) dengan mengacu pada persamaan eksponensial yaitu W = aLb (Teisser 1960; Carlander 1968). Kemudian dilakukan transformasi logaritma ke dalam bentuk persamaan linier, sehingga membentuk persamaan : ............................................................................... ( 5 ) dengan : W
= berat (gr)
a, b = kostanta L
= panjang total (cm)
Jika nilai b < 3, maka pertumbuhan bersifat allometrik negatif, sedangkan pola pertumbuhan bersifat allometrik dan isometrik apabila nilai b masing-masing b > 3 dan b = 3 Hubungan antara panjang dengan body girth maxsimum dihitung dengan menggunakan analisis regresi linier (Romimohtarto dan Juwana, 2001) dengan persamaan berikut : .................................................................................................. ( 6 ) dengan : Y
= nilai dugaan girth maxsimum ikan (cm)
a,b = konstanta x
= panjang total ikan (cm)
36
3.6.3
Tingkat Pelolosan Ikan
Seluruh hasil tangkapan yang berada di codend dan di cover net dikelompokkan berdasarkan spesies dan berat. Pelolosan ikan yang terdapat di dalam cover net dikalkulasikan sebagai berikut (Chokesanguan, 2003) : Escape (%) = (
) x 100% .................................. ( 7 )
dengan : W(codend) = jumlah hasil tangkapan yang berada di dalam codend (ekor) W(cover net) = jumlah hasil tangkapan yang berada di dalam cover net (ekor) 3.6.4
Analisis Statiska
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) klasifikasi satu arah yang disebut dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) (Walpole, 1995) dengan model observasi sebagai berikut : Yij = μ + τi + βj + εij ............................................................................... ( 8 ) dengan : i = 1, 2, … , t dan j = 1, 2, …, r Yij = Pengamatan pada perlakuan mesh size ke-i dan kelompok ke-j μ = Rataan umum τi = Pengaruh mesh size ke-i βj = Pengaruh stasiun ke-j εij = Pengaruh komponen acak dari mesh size Tabel 6 Struktur tabel sidik ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas (db)
Kuadrat (JK)
Tengah
Perlakuan (mesh size) Blok (stasiun) Galat Total
F-hitung
t -1
JKP
KTP
KTP / KTG
r–1
JKB
KTB
KTB / KTG
(t – 1) (r – 1) tr - 1
JKG JKT
KTG
37
Langkah-langkah perhitungannya dapat diuraikan sebagai berikut: FK
= Faktor koreksi ..................................................................................... ( 9 )
JKT
= Jumlah kuadrat total
t r 2 2 JKT = ∑ ∑ (Yij – Y..) = ∑∑ Yij – FK .................................... ( 10 ) i = 1 j = 1
JKP
= Jumlah kuadrat perlakuan (mesh size)
t r 2 2 JKP = ∑ ∑ (Yi. – Y..) = ∑ Yi. /r – FK .................................... ( 11 ) i = 1 j = 1
JKB
= Jumlah kuadrat blok (stasiun)
t r 2 2 JKB = ∑ ∑ (Y.j – Y..) = ∑ Y.j /t – FK ..................................... ( 12 ) i = 1 j = 1
JKG
= Jumlah kuadrat galat
t r 2 JKB = ∑ ∑ (Yij – Yi. - Y.j – Y..) = JKT – JKP – JKB .............. ( 13 ) i = 1 j = 1
Pengujian hipotesis: F hitung
= KTP/KTG mengikuti sebaran F dengan derajat bebas
pembilang sebesar t-1 dan derajat bebas penyebut sebesar (t- 1) (r- 1). Jika nilai Fhitung lebih besar dari Fα,dbl,db2 maka hipotesis nol ditolak dan berlaku sebaliknya. Fhitung = KTB/KTG mengikuti sebaran F dengan derajat bebas pembilang sebesar r-1 dan derajat bebas penyebut sebesar (t- 1) (r- 1). Jika nilai Fhitung lebih besar dari Fα,dbl,db2 maka hipotesis nol ditolak dan berlaku sebaliknya. Uji lanjutan yang digunakan adalah uji Beda Nyata Terkecil (BNT). BNT = t α / 2 db galat Sүı₋үı’ .............................................................................. ( 14 ) Sүı₋үı’
=
+
) .................................................................................... ( 15 )
dengan : t α / 2 : nilai t yang diperoleh dari tabel t pada taraf nyata α
38
KTG
: kuadrat tengah galat
r
: kelompok Untuk mendapatkan keputusan apakah suatu perlakuan berbeda nyata atau
tidak dengan cara membandingkan selisih nilai tengah perlakuan terhadap trawl standar (kontrol) dengan nilai BNT. Jika selisih nilai tengah perlakuan dan kontrol lebih besar dari nilai BNT berarti perlakuan berbeda nyata pada taraf α terhadap kontrol. Jika nilai tengah perlakuan lebih kecil dari nilai BNT berarti perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf α terhadap kontrol. 3.6.5 Selektivitas Alat Tangkap Analisis selektivitas dilakukan terhadap jenis ikan hasil tangkapan yang dominan. Data yang digunakan untuk keperluan analisis selektivitas meliputi data biometric dalam hal ini ukuran panjang ikan dan jumlah ikan yang ada di dalam codend dan cover net. Kurva selektivitas, dalam hal ini selektivitas mata jaring kantong (mesh size codend). Percobaan ini berkaitan dengan sebuah jaring trawl dengan bagian kantong berukuran 1 inci, 2 inci dan 3 inci dan ditutup dengan ukuran mata jaring 0,7 inci.
Hasil tangkapan setiap satu tarikan (hauling) jaring trawl
dalam bentuk dua label frekuensi panjang masing-masing untuk bagian kantong dan penutupnya. Selanjutnya bagian dari hasil tangkapan total yang terdapat dalam kantong dapat dihitung dan dinyatakan sebagai bagian kelompok panjang yang terdapat dalam bagian kantong. Kurva sigmoid ini disebut "ogif selektivitas alat" (gear selection ogive). Ogif ini menyerupai seperti suatu distribusi normal kumulatif. Ekspresi matematik yang paling mudah untuk menjelaskan ogif seleklivitas alat adalah "kurva logistik": SL dengan:
……………………….....………………............ ( 16 )
39
L merupakan interval titik tengah panjang S1 dan S2 adalah konstata (paloheimo & Cadima, 1964; Kimura, 1977 dan Hoydal et al., 1982) yang dalam oleh Sparre dan Venema (1998). Persamaan di atas (16) dapat ditulis kembali sebagai berikut : ………………………………………….........… ( 17 ) yang mewakili suatu garis lurus, di mana S1 = a dan S2 = b. Dengan demikian pengamatan terhadap bagian yang masuk ke kantong dapat digunakan untuk menentukan kurva logistik yang sesuai terhadap pengamatan-pengamatan tersebut. Hasil estimasi kurva logistik (SL est) selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung bagian-bagian yang berkaitan dengan kurva. Kisaran panjang di mana secara berturut-turut 25%, 50% dan 75 % dari seluruh ikan yang masuk dalam bagian kantong. Kisaran panjang dari L25% sampai L75% dengan bentuk simetris di sekitar L50% disebut “kisaran seleksi” Rumus-rumus untuk menghitung L25%, L50%, dan L75% adalah : L25% =
……………………………………………….……....... ( 18 )
L50% =
…………………………………………………………......... ( 19 )
L75% =
……………………………………………………......... ( 20 )
S1 dan S2 dapat diperoleh dari L75% dan L50% dengan menggunakan rumusrumus sebagai berikut : S1 = L50%
S2 =
…………………………………………....... ( 21 )
=
.......................................................... ( 22 )
SF dinamakan “Faktor seleksi” (selection factor) L50% = SF * (ukuran mata jaring) ………………………………............. ( 23 )
40
3.6.6
Metode Swept Area
Dari gambar 22 tampak bahwa jaring trawl akan menyapu suatu alur tertentu, yang luasnya adalah perkalian antara panjang alur dengan lebar mulut jaring, yang kemudian disebut swept area atau alur sapuan efektif. Luas sapuan a dapat dihitung melalui rumus Sparre dan Venema (1999) : a = D x hr x X2 ............................................................................................ ( 24 ) D = V x t ....................................................................................................... ( 25 ) dengan : D = jarak V = kecepatan hr = panjang ris atas t
= lama penarikan jaring
X2 = fraksi panjang ris atas (0.5)
C
A
B
F
D
G
E dengan : A
Jarak sapuan
G Lebar sapuan
B
Warp
H Otter board
C
Pendant
D
Luas sapuan
E
Ground rope
F
Head rope
Gambar 22 Swept area ( Martasuganda, 2010 ).
H
4 HASIL
4.1 Tahapan Pengoperasian Trawl Sebelum melakukan operasi penangkapan biasanya dilakukan persiapan, baik persiapan di darat maupun selama menuju daearah penangkapan (fishing ground) di laut. Hal ini berguna untuk menunjang keberhasilan operasi panangkapan atau mengurangi hambatan-hambatan yang mungkin terjadi pada saat pengoperasian alat tangkap. Kegiatan operasi penangkapan akan berjalan dengan baik jika ditunjang persiapan dan perencanaan yang baik, pada umumnya saat operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl terdiri dari persiapan di darat dan di laut, penurunan jaring (setting), penarikan jaring (towing) dan pengangkatan jaring (hauling). Persiapan yang terpenting dalam penelitian ini adalah pemasangan penutup kantong pada kantong trawl. Penutup kantong benar-benar diperhatikan sehingga tidak ada bagian yang terbelit agar nantinya pada waktu berada di dalam air dapat terbuka dengan sempurna sesuai yang diharapkan yaitu menampung ikan yang lolos dari kantong. Pada Gambar 23, diharapkan ikan yang lolos dari kantong akan tertampung dalam penutup kantong.
Ikan yang tertangkap dalan kantong dan penutup
kantong nantinya akan di identifikasi berdasarkan panjang dan berat. Ikan yang diidentifikasi hanya ikan-ikan yang di teliti saja yaitu kurisi, kuniran dan biji nangka.
Cover net
codend
Gambar 23 Kantong dan penutup kantong trawl.
42
4.1.1
Penurunan jaring (setting)
Setelah sampai di daerah penangkapan, maka operasi penagkapanpun siap dilaksanakan.
Pada saat awal pengoperasian alat tangkap harus benar-benar
diperhatikan terutama mengenai bukaan mulut jaring karena hal ini sangat penting dan menentukan keberhasilan operasi penangkapan. Apabila bukaan mulut jaring sempurna maka luas sapuan trawl menjadi maksimal. Kedudukan otter board terhadap air harus menunjukan posisi yang benar agar tidak mempengaruhi bukaan mulut jaring nantinya. Pada saat penurunan alat tangkap maka haluan kapal dipertahankan tetap lurus dan rpm diturunkan menjadi 450, pelampung tanda bagian kantong dan adalah yang pertama diturunkan, terus sampai seluruh alat tangkap berada di air. Apabila posisi alat tangkap dan tali cabang sudah dalam posisi yang sempurna maka selanjutnya warp diulur sampai pada pemasangan otter board. Otter board diturunkan ke dalam air secara perlahanlahan, kemudian rpm(rotation per menit)
dinaikan menjadi 600 sehingga
kecepatan kapal bertambah hal ini dimaksudkan agar otter board pada posisi yang diinginkan dan warp ditahan. Setelah otter board pada posisi yang sempurna, rpm ditambah menjadi 750 warp diulur sampai batas sesuai dengan kedalaman perairan, biasanya warp diulur sampai dengan tiga kali kedalaman. Jika warp yang diulur telah sesuai maka mesin winch trawl dikunci dan clutnya dibuka, maksudnya adalah apabila alat tangkap yang ditarik tersangkut dasar perairan atau tonggak maka dengan sendirinya warp dapat terulur, hal ini dapat cepat diketahui dan tidak menyebabkan kerusakan alat tangkap yang lebih parah.
Rpm
diturunkan, disesuaikan dengan kecepatan kapal yang biasanya antara 2,5 knot sampai dengan 3,2 knot. 4.1.2 Penarikan jaring (towing) Ketika alat tangkap sudah turun, maka kecepatan kapal dibuat stabil agar bukaan mulut jaring tetap pada posisi yang proporsional karena kecepatan kapal mempengaruhi posisi alat tangkap dan otter board.
Haluan kapal pada saat
towing tidak selamanya lurus akan tetapi disesuaikan dengan kondisi perairan setempat (banyaknya kapal yang beroperasi, kedalaman dan jenis dasar perairan). Pada penelitian ini lamanya towing sekitar 0,5 jam, hal ini dimaksudkan agar ikan yang tertangkap mudah untuk diidentifikasi.
43
4.1.3 Pengangkatan jaring (hauling) Pengangkatan jaring dilakukan dengan cara menurunkan rpm menjadi 400 sehingga kapal masih dalam keadaan berjalan.
Winch trawl dijalankan dan
dilakukan penarikan warp hingga otter board muncul ke permukaan dan menggantung pada gallow. Selanjutnya warp ditarik kembali hingga sampai pada tali cabang, sementara lazy line secara perlahan-lahan ditarik. Posisi jaring sudah tampak di permukaan maka kecepatan kapal ditambah agar ikan-ikan yang berada di sayap dan badan jaring masuk ke dalam kantong. Pada saat pengangkatan jaring, kapal dalam keadaan berhenti dan masih ada sisa laju, perlahan-lahan jaring diangkat ke atas dek kapal hingga bagian kantong. Tali pengikat kantong dibuka dan hasil tangkap tercurah di atas dek. Hasil tangkapan dimasukan ke dalam keranjang-keranjang dan dipisahkan antara yang berada di dalam kantong (codend) dengan penutup kantong (cover net) untuk selanjutnya di lakukan identifikasi. 4.2 Parameter Lingkungan Pada Saat Penelitian Pengukuran beberapa parameter lingkungan pada 18 stasiun di perairan Tanjung Kerawang meliputi : kedalaman perairan antara 20 m – 30 m, suhu dasar perairan antara 280 C – 28.50 C, salinitas antara 32‰ - 33‰ dan dasar perairan berupa campuran lumpur pasir. 4.3 Hasil Tangkapan Hasil tangkapan dalam penelitian ini terdiri dari berbagai spesies ikan, tetapi hanya jenis-jenis ikan kurisi (Nemipterus virgatus), kuniran (Upeneus sulphureus) dan biji nangka (Upeneus vitatus) yang diamati. Komposisi hasil tangkapan dari ketiga spesies ikan yang diamati tertangkap dalam berbagai mesh size codend) disajikan pada gambar, tabel dan grafik di bawah ini.
44
Gambar 24 Ikan kurisi (Nemipterus virgatus) (sumber : Yusrizal, 2010).
Gambar 25 Ikan kuniran (Upeneus sulphureus) (sumber : Yusrizal 2010).
45
Gambar 26 Ikan biji nangka (Upeneus vitatus) (sumber : Yusrizal 2010). Tabel 7 Jumlah ikan dalam codend dan cover net Speises ikan
Ukuran mata jaring (mesh size) 1 inci 2 inci 3 inci Codend Cover net Codend Cover net Codend Cover net
Jumlah (ekor)
Kurisi
1.322
233
1.483
785
148
607
4.578
Kuniran Biji nangka
1.749
388
940
932
293
939
5.241
182
84
453
210
732
1.942 11.761
281 Jumlah
46
Tabel 8 Jumlah hasil tangkapan (ekor) yang tidak layak dan layak tangkap dari setiap spesies ikan berdasarkan ukuran mata jaring (mesh size) selama penelitian
Kurisi
Mesh size 1 inci Codend Cover net Layak layak tangkap tangkap (ekor) (ekor) 122 0
Kuniran
1.738
384
940
932
293
924
99,4
182
69
276
415
209
602
59,6
Spesies ikan
Biji nangka
Mesh size 1 inci Codend Cover net Layak layak tangkap tangkap (ekor) (ekor) 115 16
Mesh size 1 inci Codend Cover net RataLayak layak rata (%) tangkap tangkap (ekor) (ekor) 9 15 6,9
Rata-rata proporsi tertangkap (%) hasil tangkapan ikan yang layak tangkap dari tiap spesies ikan yang dominan taretangkap di codend dan cover net selama penelitian yaitu kurisi 6,9 %, kuniran 99,4% dan biji nangka 59,6%. Hasil perhitungan jumlah hasil tangkapan terhadap tiga spesies ikan yang dominan tertangkap selama penelitian yaitu : 11.761
ekor,
dengan
perincian
sebagai berikut : Kurisi 4.578 ekor, Kuniran 5.241 ekor dan Biji nangka 1.942 ekor. Komposisi hasil tangkapan masing-masing ukuran mata jaring kantong terdapat dalam Gambar 27, 28 dan 29 di bawah ini.
Gambar 27 Komposisi ikan dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 1 inci.
47
Gambar 28 Komposisi ikan dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 2 inci.
Gambar 29 Komposisi ikan dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 3 inci cm.
48
4.4
Distribusi Ukuran Panjang Ikan Hasil Tangkapan
4.4.1 Distribusi ukuran panjang ikan pada codend dan cover net dengan mesh size 1 inci
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 30 Distribusi ukuran panjang ikan kurisi dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 1 inci (TL = 1,25 FL).
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 31 Distribusi ukuran panjang ikan kuniran dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 1 inci (TL = 1,25 FL).
49
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 32 Distribusi ukuran panjang ikan biji nangka dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 1 inci (TL = 1,25 FL). Berdasarkan Gambar 30, 31 dan 32 dapat diketahui bahwa ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring (mesh size codend) 1 inci dan penutup kantong (cover net), panjang ikan kurisi berkisar antara 9,05 cm – 25,05 cm, ikan kuniran berkisar antara 6,8 cm – 18,8 cm dan ikan biji nangka berkisar antara 10,55 cm – 19,55 cm.
50
4.4.2 Distribusi ukuran panjang ikan pada codend dan cover net dengan mesh size 2 inci
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 33 Distribusi ukuran panjang ikan kurisi dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 2 inci (TL = 1,25 FL).
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 34 Distribusi ukuran panjang ikan kuniran dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 2 inci (TL = 1,25 FL).
51
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 35 Distribusi ukuran panjang ikan biji nangka dalam codend dan covernet dengan mesh size codend 2 inci (TL = 1,25 FL). Berdasarkan Gambar 33, 34 dan 35 di atas dapat diketahui bahwa ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring (mesh size) codend 2 inci dan penutup kantong (cover net), panjang ikan kurisi berkisar antara 9,8 cm – 23,3 cm, ikan kuniran berkisar antara 8,8 cm – 13,8 cm dan ikan biji nangka berkisar antara 10,8 cm – 16,3 cm.
52
4.4.3 Distribusi ukuran panjang ikan pada codend dan cover net dengan mesh size 3 inci
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 36 Distribusi ukuran panjang ikan kurisi dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 3 inci (TL = 1,25 FL).
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 37 Distribusi ukuran panjang ikan kuniran dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 3 inci (TL = 1,25 FL).
53
Tidak layak tangkap
Layak tangkap
Gambar 38 Distribusi ukuran panjang ikan biji nangka dalam codend dan cover net dengan mesh size codend 3 inci.
Berdasarkan Gambar 36, 37 dan 38 dapat diketahui bahwa ikan yang tertangkap pada ukuran mata jarring (mesh size codend) 3 inci dan penutup jaring (cover net), panjang ikan kurisi berkisar antara 9,55 cm – 23,55 cm, ikan kuniran berkisar antara
6, 50 cm – 14,80 cm dan ikan biji nangka berkisar antara 9,55
cm – 16,55 cm. 4.5 Kisaran Panjang, Lingkar Badan dan Berat Jenis Ikan Kisaran panjang dari ketiga jenis spesies ikan yang tertangkap dalam codend dan cover net selama penelitian pada ukuran mata jaring kantong 2.5 cm, 5 cm dan 7.5 cm dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5 di bawah ini. Tabel 9 Kisaran panjang, lingkar badan dan berat hasil tangkapan pada codend dan cover net 1 inci
54
Tabel 10 Kisaran panjang, lingkar badan dan berat hasil tangkapan pada codend dan cover net 2 inci
Tabel 11 Kisaran panjang, lingkar badan dan berat hasil tangkapan pada codend dan cover net 3 inci
4.6 Hubungan Panjang dengan Berat Spesies Ikan Hasil analisis biometri dengan menggunakan regresi antara panjang dengan berat setelah dilakukan transformasi (log) dari ketiga spesies ikan dalam penelitian yang tertangkap menunjukan koefisien determinasinya berkisar antara 0,948 – 0.983
(Tabel 12).
Tabel 12 Nilai koefisien a dan b dalam hubungannya panjang berat (W = aLb) dari tiga spesies ikan dalam percobaan kantong trawl (codend)
Spesies ikan
Nilai a
Kurisi Kuniran Biji nangka
1,398 2,294 2,613
Nilai b 2,671 3,654 3,357
Koefisien determinasi 0,983 0,951 0,948
55
Gambar 39 Hubungan panjang dan berat ikan kurisi (Nemipterus virgatus).
Gambar 40 Hubungan panjang dan berat ikan kuniran (Upeneus sulphureus).
56
Gambar 41 Hubungan panjang dan berat ikan biji nangka (Upeneus vitatus).
4.7 Hubungan Panjang dengan Lingkar Badan Ikan (Girth) Hasil analisis regresi antara panjang dan girth maksimum ikan setelah dilakukan transformasi (log) dari ketiga spesies ikan yang dominan tertangkap dalam kantong (codend) dan penutup kantong (cover net) trawl selama penelitian menunjukan koefisien determinasi antara 0,905 – 0.974 (Tabel 13). Tabel 13 Hubungan panjang dan lingkar badan maxsimum ikan (girth maximum) dari tiga spesies ikan dalam percobaan kantong trawl (codend)
Spesies ikan
Kurisi Kuniran Biji nangka
Hubungan panjang (L) Girth max (G) y = 0,752x – 0,843 y = 0,921x – 2,900 y = 0,985x – 5,088
R2
0,905 0,972 0,974
Lm (cm)
15,8 9,6 12,0
Gm (cm)
11,0 5,9 6,7
57
Gambar 42 Hubungan panjang dan lingkar badan maximum ikan kurisi (Nemipterus virgatus).
Gambar 43 Hubungan panjang dan lingkar badan maximum ikan kuniran (Upeneus sulphureus).
58
Gambar 44 Hubungan panjang dan lingkar badan maximum ikan biji nangka (Upeneus vitatus). 4.8 Kurva Selektivitas Trawl Kurva selektivitas mesh size codend berdasarkan komposisi ukuran panjang ikan yang tertangkap dalam kantong (codend) dan sarung kantong (cover net). Ukuran kantong terdiri dari tiga ukuran mata jaring yaitu 1 inci, 2 inci dan 3 inci cm, sedangkan bagian penutup kantong berukuran 0,7 inci. Kurva selktivitas yang dibuat terdiri dari tiga jenis spesies ikan yang dominan tertangkap yaitu : Kurisi, kuniran dan biji nangka. Hasil perhitungan kurva selektivitas dengan menggunakan metode Sparre – Venema (199), dengan menutupi bagian kantong (codend) dengan penutup kantong (cover net) dapat di lihat pada Tabel 14.
59
Tabel 14 Hasil perhitungan parameter kurva selektivitas hasil tangkapan dari 3 jenis spesies ikan dalam penelitian
Kurva selektivitas dari ketiga mesh size codend yaitu 1 inci, 2 inci dan 3 inci pada tiga kali ulangan maka spesies ikan kurisi pada mesh size 1 inci L50% yaitu 11,7 cm, mesh size 2 inci L50% yaitu 11,8 cm dan mesh size 3 inci L50% yaitu 17,0 cm. Spesies ikan kuniran pada mesh size 1 inci L50% yaitu 8,0 cm, mesh size 2 inci L50% yaitu 10,6 cm dan mesh size 3 inci L50% yaitu 13,9 cm. Spesies ikan biji nangka pada mesh size 1 inci L50% yaitu 12,3 cm, mesh size 2 inci L50% yaitu 13,8 cm dan mesh size 3 inci L50% yaitu 14,7 cm. Kurva selektifitas dari ketiga spesies ikan dalam mesh size codend disajikan pada Gambar 54, 55 dan 56.
60
Gambar 45 Kurva selektivitas ikan kurisi dengan mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci.
Gambar 46 Kurva selektivitas ikan kuniran dengan mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci.
61
Gambar 47 Kurva selektivitas ikan biji nangka dengan mesh size codend inci, 2 inci dan 3 inci. 4.9
Pengaruh Mesh Size Terhadap Hasil Tangkapan Trawl Data yang dipakai dalam analisis ragam (ANOVA) adalah berdasarkan
daripada tingkat pelolosan ikan masing-masing mesh size (Gambar 57,58 dan 59). Berdasarkan hasil analisa ragam jumlah (ekor) tangkapan pada tiga ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) yang masing-masing mesh size diulang sebanyak tiga kali
tiga spesies ikan diperoleh hasil pada kurisi (Nemipterus
virgatus), kuniran (Upeneus sulphureus)
dan biji nangka (Upeneus vitatus)
bahwa F-hitung lebih besar daripada F-tabel (Lampiran 5). Adanya perbedaan dari masing-masing ukuran mata jaring kantong yang digunakan terhadap ketiga spesies ikan yang diteliti maka dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukan bahwa pada kurisi mesh size 1 inci tidak berbeda nyata dan mesh size 2 inci dan 3 inci berbeda nyata sedangkan pada kuniran dan biji nangka mesh size 1 inci dan 3 inci tidak berbeda nyata dan mesh size 2 inci berbeda nyata (Lampiran 11).
62
Gambar 48 Tingkat pelolosan ikan kurisi pada setiap mesh size.
Gambar 49 Tingkat pelolosan ikan kuniran pada setiap mesh size.
63
Gambar 50 Tingkat pelolosan ikan biji nangka pada setiap mesh size.
4.10
Hasil Pendugaan Densitas ikan di perairan Tanjung Kerawang Luas sapuan (km2) dihitung dengan mengalikan jarak sapuan trawl (km)
dengan bukaan mulut trawl (m) untuk setiap towing yang dilakukan dimasingmasing stasiun sampel. Jarak yang ditempuh selama towing dihitung dengan mengalikan kecepatan kapal (knot) dengan waktu (jam). Densitas ikan di daerah penelitian dari 40 kali setting diperoleh rata-rata 100,17 kg per km2 (Lampiran 12).
5 PEMBAHASAN
5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang tertangkap (Lampiran 14). Keragaman jenis ikan hasil tangkapan suatu alat tangkap ditentukan oleh struktur komunitas ikan dimana alat tangkap tersebut dioperasikan. Selain faktor tersebut juga disebabkan karena perairan Indonesia termasuk perairan tropis yang kaya dengan keanekaragaman jenis-jenis ikannya (Subani, 1990) dan lebih lanjut perairan pantai merupakan perairan umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi sehingga mempunyai variasi jenis ikan yang banyak (Subani, 1990). Hasil identifikasi jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap trawl di perairan Tanjung Kerawang diperoleh kurang lebih 25 spesies ikan yang tertangkap
(Lampiran 8), tetapi dalam penelitian ini hanya tiga spesies ikan
saja yang diamati yaitu : ikan kurisi (Nemipterus virgatus), kuniran (Upeneus sulphureus) dan biji nangka (Upeneus vitatus).
Ketiga spesies ikan tersebut
merupakan spsies ikan yang umum ditemukan di perairan pantai Indonesia (Nontji, 1987). Hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan tiga ukuran kantong (codend) seperti yang tertera pada Tabel 7. Pada Tabel tersebut terlihat jumlah hasil tangkapan yang terbesar adalah ikan kuniran 5.241 ekor, yang kedua ikan Kurisi 4.578 ekor dan yang terakhir ikan biji nangka 1942 ekor, sementara itu perbandingan jumlah ikan yang berada dalam kantong (codend dan cover net) adalah sebagai berikut : pada ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) 1 inci berjumlah 3.529 ekor di dalam codend dan cover net berjumlah 711 ekor, pada ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) 2 inci berjumlah 2.710 ekor di dalam codend dan cover net berjumlah 2.176 ekor, kemudian pada ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) 3 inci berjumlah 657 ekor di dalam codend dan cover net berjumlah 2.284 ekor. Banyaknya jumlah ikan kuniran dan kurisi yang tertangkap di sebabkan kerena spesies ini memang hidup lebih cocok pada daerah perairan pantai dengan
66
kedalaman mencapai 30 meter (Sumiono, 2000). Menurut Shindo (1973), jenisjenis ikan yang berukuran kecil di perairan tropis mempunyai kemampuan pulih yang tinggi dibandingkan dengan ikan-ikan yang berukuran besar. Kebanyakan ikan biji nangka hidup di dasar perairan dengan jenis subtrat berlumpur atau lumpur berpasir, namun dapat ditemukan pula adanya ikan biji nangka yang mencari makan sampai daerah karang (Burhanuddin et al., 1984). Hasil survey dengan trawl oleh Direktorat Jenderal Perikanan (Anonimus, 1987) di perairan sekitar Bengkulu, Selat Sunda dan Laut Jawa menunjukan bahwa genus Upeneus umumnya tertangkap di perairan dangkal (10 m – 39 m), meskipun tertangkap juga pada kedalaman 100 m -150 m dan 190 m – 300 m. Akan tetapi di perairan dalam hasil tangkapannya sedikit. Jumlah ikan yang tertangkap terbanyak dalam kantong adalah dengan ukuran kantong 1 inci, sedangkan ikan yang lolos terbanyak dari kantong adalah dengan ukuran kantong 2 inci dan untuk ukuran kantong 3 inci antara yang tertangkap dalam kantong dan penutup kantong hampir sama jumlahnya. Hal ini diduga karena semakin besar ukuran mata jaring kantong maka ikan akan mudah lolos dengan ansumsi tidak ada yang menghalangi.
5.2 Ukuran Ikan yang Tertangkap Ukuran length at first maturity pada ikan kurisi adalah 15,8 cm untuk jantan dan 17,0 untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 15,8 cm. Panjang ikan Kurisi dalam mesh size codend 1 inci dan cover net berkisar antara 9,05 cm – 25,05 cm dengan panjang rata-rata 17,05 cm, dalam mesh size codend 2 inci dan cover net berkisar antara 9,80 cm – 23,30 cm dengan panjang rata-rata 16,55 cm dan dalam mesh size codend 3 inci dan cover net berkisar antara 9,55 cm – 23,55 cm dengan panjang rata-rata 16,55 cm maka dapat disimpulkan bahwa ikan kurisi yang tertangkap dalam penelitian sudah layak tangkap. Ukuran length at first maturity pada ikan Kuniran adalah 9,6 cm untuk jantan dan 9,9 cm untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first
67
maturity yang digunakan adalah 9,6 cm. Panjang ikan kuniran dalam mesh size codend 1 inci dan cover net berkisar antara 6,80 cm – 18,80 cm dengan panjang rata-rata 12,80 cm, dalam mesh size codend 2 inci dan cover net berkisar antara 8,80 cm – 13,80 cm dengan panjang rata-rata 11,30 cm dan dalam mesh size codend 3 inci dan cover net berkisar antara 6,50 – 14,80 cm dengan panjang ratarata 10,65 cm maka dapat disimpulkan bahwa ikan kuniran yang tertangkap dalam ketiga ukuran mata jaring kantong selama penelitian sudah layak tangkap. Ukuran length at first maturity pada ikan biji nangka adalah 12,0 cm untuk jantan
dan
12,5
untuk
betina
(www.fishbase.org).
Karena
pada
saat
pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 12,0 cm. Panjang ikan biji nangka dalam mesh size codend 1 inci dan cover net berkisar antara 10,55 cm – 19,55 cm dengan panjang rata-rata 15.05 cm, dalam mesh size codend 2 inci dan cover net berkisar antara 10,80 cm – 16,30 cm dengan panjang rata-rata 13,50 cm dan dalam mesh size codend 3 inci dan cover net berkisar antara 9,55 cm – 16,55 cm dengan panjang rata-rata 13,05 cm, maka dapat disimpulkan bahwa ikan biji nangka yang tertangkap dalam ketiga ukuran mata jaring kantong selama penelitian sudah layak tangkap.
5.3 Hubungan Panjang dan Berat serta Lingkar Badan Ikan Hasil analisis biometri dengan menggunakan persamaan regresi antara panjang dan berat ikan dari ketiga spesies yang tertangkap dalam penelitian dengan alat tangkap trawl didapatkan untuk kurisi nilai b kurang dari 3 dan kuniran dan biji nangka nilai b lebih besar dari 3 dengan koefisien determinasi rata-rata diatas 0.90 (Tabel 12). Hal ini menunjukan pola pertumbuhan ikan kurisi allometrik negatif (pertambahan berat lebih kecil dari pertambahan panjang) dan kuniran serta biji nangka allometrik positif (pertambahan berat lebih besar dari pertambahan panjang). Bal & Rao, 1984, apabila nilai b lebih kecil dari 3 maka pertumbuhan bersifat allometrik negatif dan nilai b lebih besar dari 3 allometrik positif. Menurut Badrudin dan Wudianto (2004), manfaat dari informasi panjang berat antara lain adalah bahwa melalui persamaan matematik tersebut (W = aLb)
68
maka dapat memperkirakan berat ikan pada panjang tertentu dan sebaliknya. Pola pertumbuhan ikan Biji Nangka jantan di perairan Muara Kamal allometrik dan betina isometrik (Marzuki et al., 1987). Di perairan Semarang, Jawa Tengah bersifat isometrik (Martasuganda et al., 1991) dan di perairan off shore Laut Jawa bersifat isometrik (Badruddin, 1978). Menurut Saputra (2006), Pola pertumbuhan ikan kuniran di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Morodemak adalah allometrik negatif, sedangkan ikan kurisi yang tertangkap di perairan Selat Madura pola pertumbuhannya allometrik positif (Sahri, 1997). Hasil analisis regresi antara panjang dan girth maxsimum ikan dari ketiga spesies ikan yang tertangkap dalam penelitian dengan alat tangkap trawl menunjukan hubungan panjang dan girth maximum ikan adalah linier, dimana nilai kooefisien determinasi (R2) dari persamaan ketiga spesies ikan tersebut ratarata diatas 0.90 (Tabel 13). Hal ini dapat disimpulkan apabila panjang ikan bertambah maka ukuran girth maxsimum akan bertambah pula. Diperolehnya hasil persamaan antara panjang dengan girth maximum ikan pada masing-masing spesies ikan maka dapat diduga girth a first maturity dari ikan tersebut, seperti yang terdapat dalam Tabel 7 dengan mengacu pada lenght a first maturity (Lm) dari ketiga spesies ikan tersebut (www.fishbase.org). Hasil dugaan girth a first maturity berdasarkan persamaan antara panjang dengan girth maximum untuk setiap spesies ikan berbeda-beda, yaitu kurisi 11,0 cm, kuniran 5,9 cm dan biji nangka 6,7 cm. Sehingga untuk memberikan peluang ikan lolos yang lebih besar dari jeratan mesh size codend. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan sebaiknya mesh size codend lebih besar dari girth a first maturity (ms > Gm) yang telah dipeoleh (Matsuoka, 1955)
5.4 Hasil Tangkapan yang Layak Tangkap Berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap trawl selama penelitian yang layak tangkap dari setiap ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) yang berbeda 1 inci, 2 inci dan 3 inci, menunjukan lebih dari 60 % tangkapan ikan yang layak tangkap bila disesuaikan dengan standar girth a first maturity. Bila kondisi seperti ini perlu kiranya ikan-ikan yang masih kecil
69
tersebut untuk diloloskan karena salah satu strategi untuk melestarikan sumberdaya perikanan dapat dilakukan dengan memberi kesempatan atau meloloskan dari alat tangkap terhadap ikan yang masih kecil untuk melakukan pemijahan untuk menjaga kelangsungan stok dan sebaiknya ikan diberikan kesempatan untuk memijah sekali (Effendi, 1977). Kurisi mempunyai panjang maximum 35 cm, Kuniran 23 cm dan Biji Nangka 28 cm (www.fishbase.org), tetapi kenyataan di Perairan Tanjung Kerawang ketiga spesies ikan ini tertangkap dengan ukuran yang sangat kecil yaitu panjang rata-rata untuk kurisi 16,7 cm, kuniran 11,5 cm dan biji nangka 13,9 cm. Hal ini diduga karena kondisi Perairan Tanjung Kerawang sudah tercemar oleh berbagai limbah industri yang dialirkan ke laut. Ukuran panjang rata-rata ikan yang tertangkap selama penelitian masih kecil maka perlu adanya perhitungan mata jaring yang digunakan dari sekarang ini, agar dikemudian hari sumberdaya ikan tetap terjaga kelestariannya. 5.5 Pemilihan Mesh Size Codend yang Optimal Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) tingkat pelolosan ikan (escapement level) (%) untuk setiap mesh size menunjukan hasil perlakuan (ukuran mata jaring kantong trawl yang berbeda) berpengaruh terhadap pelolosan hasil tangkapan dan blok (perbedaan kedalaman) tidak berpengaruh, yang berarti perlakuan perlu dilakukan uji lanjutan dan blok tidak perlu. Setelah dilakukan uji lanjutan dengan beda nyata terkecil (BNT) menunjukan bahwa pada Kurisi mesh size 1 inci tidak berbeda nyata( tidak memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) dan mesh size 2 inci, 3 inci berbeda nyata (memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) sedangkan pada Kuniran dan Biji Nangka mesh size 1 inci, 3 inci tidak berbeda nyata (tidak memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) dan mesh size 2 inci berbeda nyata (memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) (Lampiran 5). Pada kuniran dan biji nangka untuk mesh size 3 inci tidak berbeda nyata diduga pada kantong trawl ada yang menghalangi ikan lolos seperti tertumpuknya lumpur, kotoran bahkan ikan-ikan besar. Hasil yang diperoleh pada perhitungan statistik dapat disimpulkan ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) yang optimal adalah 2 inci
70
sampai dengan 3 inci karena pada ukuran tersebut lebih banyak ikan yang tidak layak tangkap lolos, sehingga diharapkan sumberdaya ikan tetap terjaga kelestariannya. 5.6 Selektivitas Trawl Daerah pengoperasian alat tangkap trawl pada umumnya di wilayah paparan atau perairan pantai dengan kedalaman antara 10 m – 30 m. Habitat perairan pantai merupakan wilayah dengan tingkat keanekaragama hayati yang tinggi. Kondisi tersebut menjadikan trawl sulit untuk mendapatkan tingkat selektivitas yang tinggi baik terhadap spesies maupun ukuran ikan hasil tangkapan. Alat tangkap trawl tergolong tidak ramah lingkungan berdasarkan kriterian yang diamanatkan dalam Tatalaksana Perikanan yang Bertanggungjawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) (FAO, 1995). Upaya untuk peningkatan selektivitas trawl terus dilakukan dengan cara salah satunya adalah penentuan ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) berdasarkan Kep Men KP No.11 Tahun 2009 yaitu lebih besar 5 cm. Metode yang paling efektif untuk menduga selektivitas alat tangkap trawl metode yang telah diadopsi teori Pope et al. (1975) dan Jones (1976) dalam Sparre dan Venema (1999), dimana pada prinsipnya menutupi bagian kantong (codend) dengan bagian jaring yang lebih kecil ukuran mata jaringnya dari bagian kantong (cover net). Dikuatkan oleh Aziz, (1989) bahwa selektivitas suatu alat yang membentuk kantong atau mempunyai kantong dapat diduga dengan baik melalui cara meletakkan suatu penutup dengan ukuran mata jaring lebih kecil pada bagian kantong. Kurva selektivitas trawl berbentuk sigmoid, kurva tersebut memberikan indikasi bahwa semakin panjang ukuran ikan semakin besar pula peluang untuk tertangkap (Sparre dan Venema, 1999). Hasil analisis selektivitas trawl dengan menggunanakan metode Sparred an Venema dari satu unit alat tangkap trawl dengan menggunakan mesh size codend yang berbeda didapatkan setiap spesies ikan berbeda peluang tertangkapnya. Untuk itu nilai L50% seharusnya lebih besar dari ukuran panjang ikan pada saat memijah pertama kali ( Lm – length at first maturity), sehingga setelah ukuran
71
ikan yang siap memijah diketahui maka ukuran mata jaring kantong yang dapat meloloskannya dapat ditentukan (Sparre dan Venema, 1999). Kurva selektivitas trawl pada spesies kurisi untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 11,7 cm, mesh size 2 inci L50% sebesar 11,8 cm dan mesh size 3 inci L50% sebesar 17,0 cm. Ukuran length at first maturity pada ikan kurisi adalah 21,6 cm untuk jantan dan 21,9 untuk betina (www.fishbase.org). Dikarenakan dalam literature fish base yang ada hanya FL sementara pada penelitian panjang ikan yang diukur adalah panjang total maka TL = 1,25 FL. Pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 19,7 cm untuk panjang cagak. maka dapat disimpulkan bahwa mesh size codend 1 inci, 2 inci yang digunakan untuk menangkap ikan kurisi belum layak tangkap dan mesh size codend 3 inci sudah layak tangkap. Kurva selektivitas trawl pada spesies kuniran untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 8,0 cm, mesh size 2 inci L50% sebesar 10,6 cm dan mesh size 3 inci L50% sebesar 13,9 cm. Ukuran length at first maturity pada ikan kuniran adalah 9,6 cm untuk jantan dan 9,9 untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 12,0 cm, maka dapat disimpulkan bahwa mesh size codend 1 inci dan 2 inci pada ikan kuniran yang tertangkap belum layak tangkap sedangkan untuk mesh size codend 3 inci sudah layak tangkap. Kurva selektivitas trawl pada spesies biji nangka untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 12,3 cm, mesh size 2 inci L50% sebesar 13,8 cm dan mesh size 3 inci L50% sebesar 14,7 cm. Ukuran length at first maturity pada ikan Kuniran adalah 12,0 cm untuk jantan dan 12,5 untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 15,0 cm, maka dapat disimpulkan bahwa mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci pada ikan biji nangka yang tertangkap belum layak tangkap.
72
Pada Gambar 54, 55 dan 56 terjadi pergeseran kurva selektivitas setiap mesh size, semakin besar mesh size cod-end maka semakin bergeser kekanan, hal ini diduga karena ukuran dan bentuk morfologi ketiga spesies ikan yang berbeda. Menurut Tentriware (2005), kurva selektivitas tiga experimental crib yaitu 3 cm, 4 cm dan 5 cm dari spesies ikan biji nangka pada mata jaring 3 cm L50% yaitu 5,4 cm, 4 cm L50% yaitu 6,9 cm dan 5 cm L50% yaitu 11 cm
5.7 Hasil Perhitungan Densitas Ikan Hasil pendugaan densitas ikan (kg per km2) untuk setiap towing pada setiap stasiun penelitian diduga melalui perhitungan dengan membagi hasil tangkapan (kg) dengan luas sapuan (km2) dibagi lagi dengan escapement factor sebesar 0,5. Luas sapuan dihitung berdasarkan bukaan trawl (m) hasil perhitungan untuk masing-masing stasiun. Sedangkan densitas untuk seluruh areal penelitian di setiap daerah penelitian diperoleh dengan mengalikan rata-rata densitas ikan dengan luas daerah penelitian yang bersangkutan. Rata-rata densitas untuk setiap daerah penelitian diperoleh dengan menjumlahkan seluruh densitas masingmasing stasiun dibagi dengan jumlah stasiun. Densitas ikan di daerah penelitian dari 40 kali setting diperoleh rata-rata 100,17 kg per km2 (Lampiran 6), hal ini menunjukan bahwa sumberdaya ikan demersal di daerah penelitian sangat rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sumiono (2000), sebesar 800 kg per km2. Penurunan ini diduga ada kaitannya dengan semakin berkembangnya alat tangkap yang digunakan nelayan. Sejak tahun 1990-an di kawasan pantai Utara Jawa bertambah banyak jumlah (unit) alat tangkap untuk ikan demersal dan udang, antara lain trammel net, jaring klitik (gill net monofilamen), dogol dan arad. Alat tangkap yang disebut terakhir penggunaanya mirip dengan trawl, yaitu menggunakan sewakan dan ditarik secara aktif dari perahu yang bergerak.
5.8 Luas Sapuan Luas sapuan trawl adalah perhitungan luas area yang disapu oleh mulut trawl yang diperoleh dari hasil perkalian antara pembukaan mulut jaring dikalikan panjang trek penangkapan dengan trawl. Pembukaan mulut jaring berkisar antara
73
16,8 m sampai dengan
20,5 m, atau dengan kata lain bahwa mulut trawl
membuka antara 56,1% sampai dengan 68,2% dari panjang head rope yaitu 27,5 m. Dengan asumsi agar jaring dapat terbuka secara maksimal maka kecepatan kapal antara 2,5 knot sampai dengan 3,2 knot. Apabila kecepatan kapal di bawah 2,5 knot akan menyebabkan otter board menancap ke dasar perairan dan jika kecepatan kapal di atas 3,2 knot akan menyebabkan jaring melayang, hal inilah yang menyebabkan jaring tidak terbuka secara maksimal.
Adapun luas
pembukaan mulut jaring dan persentasi lembar pembukaan mulut jaring terhadap panjang tali ris atas dapat dilihat pada Lampiran 13.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan penggunakan mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci, tingkat pelolosan ikan (escapement level) (%) untuk setiap spesies ikan adalah sebagai berikut : Ikan kurisi pada mesh size codend 1 inci sebesar 14,9%, 2 inci sebesar 34,5% dan 3 inci sebesar 80,8%, Ikan kuniran pada mesh size codend 1 inci sebesar 19,8%, 2 inci sebesar 42,6% dan 3 inci sebesar 76,8%, Ikan biji nangka pada mesh size codend 1 inci sebesar 33,9%, 2 inci sebesar 56,4% dan 3 inci sebesar 77,9%. Setelah dilakukan uji lanjutan dengan beda nyata terkecil (BNT) menunjukan bahwa pada kurisi mesh size 1 inci tidak berbeda nyata (tidak memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) dan mesh size 2 inci dan 3 inci berbeda nyata (memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) sedangkan pada kuniran dan biji nangka mesh size 1 inci dan 3 inci tidak berbeda nyata (tidak memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) dan mesh size 2 inci berbeda nyata (memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan). Pada kuniran dan biji nangka untuk mesh size 3 inci tidak berbeda nyata diduga pada kantong trawl ada yang menghalangi ikan lolos seperti tertumpuknya lumpur, kotoran bahkan ikan-ikan besar. Hasil yang diperoleh pada perhitungan statistik dapat disimpulkan ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) yang optimal adalah 2 inci sampai dengan 3 inci karena pada ukuran tersebut lebih banyak ikan yang tidak layak tangkap lolos, sehingga diharapkan sumberdaya ikan tetap terjaga kelestariannya.
2
Kurva selektivitas trawl pada spesies kurisi untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 11,7 cm (belum layak tangkap), mesh size 2 inci L50% sebesar 11,8 cm (belum layak tangkap) dan mesh size 3 inci L50% sebesar 17,0 cm (belum layak tangkap). Kurva selektivitas trawl pada spesies kuniran untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 8,0 cm (belum layak tangkap), mesh size 2 inci L50% sebesar 10,6 cm (belum layak tangkap) dan mesh size 3 inci L50% sebesar 13,9 cm (layak tangkap). Kurva selektivitas trawl pada spesies biji nangka untuk mesh size codend 1 inci
76
diperoleh L50% sebesar 12,3 cm (belum layak tangkap), mesh size 2 inci L50% sebesar 13,8 cm (belum layak tangkap)
dan mesh size 3 inci L50%
sebesar 14,7 cm (belum layak tangkap). 3
Pembukaan mulut jaring berkisar antara 16,8 m sampai dengan 20,5 m atau dengan kata lain bahwa mulut trawl membuka antara 56,1% sampai dengan 68,2% dari panjang head rope yaitu 27,5 m.
Densitas ikan di daerah
penelitian dari 40 kali setting diperoleh rata-rata 100,17 kg per km2, hal ini menunjukan bahwa sumberdaya ikan demersal di daerah penelitian sangat rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sumiono (2000), sebesar 800 kg per km2.
6.2 Saran
Penggunaan mesh size codend yang sebaiknya pada alat tangkap trawl di
perairan Tanjung Kerawang dan sekitarnya adalah 2 inci – 3 inci, tetapi apabila melihat kepadatan stok ikan yang hanya 100,17 kg per km2 maka disarankan untuk perairan Tanjung Kerawang dan sekitarnya ditutup sampai sumberdaya ikan yang ada pulih kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1987. Penyebaran Beberapa Sumberdaya Perikanan Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta. 43p. Antonello, S. 2010. Trawl Selectivity. National Research Council (CNR) Institute of Marine Sciences (ISMAR). Arimoto, T., 1999. Fish Behaviour for Improving Fish Capture Technologi. Tokyo University of Fisheries, Japan. Aziz KA. 1989. Pendugaan Stok Populasi Ikan Tropis. Bahan Pengajaran. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi. Bogor : Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. 89 hal. Badruddin, M. 1978. Stok Ikan Kuniran (Upenues sulphureus) di Perairan laut Jawa dan Beberapa Aspek Biologinya. Simposium Modernisasi Perikanan Rakyat. LPPL. Jakarta. Badruddin dan Wudianto. 2004. Makalah Pada Workshop rencana Pengelolaan Ikan Layur. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek. Jawa Timur. Bal, D.V. and K.V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata Mc. Graw–Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Chokesanguan, B, Weerawat P, Isara C, Nopporn M. 2003. Study on Juvenile and Tras Excluder Devices (JTEDs) in The philippnes. Thailand. SEAFDEC/TD. 18 p Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Identifikasi Beberapa Alat Penangkap Ikan Yang Diperbolehkan dan Yang Dilarang Oleh Pemerintah Republik Indonesia. Departemen Kelautan dan perikanan, Jakarta. Effendi MI. 1979. Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama. 112 hal FAO, 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries, FAO, Rome. Fridman, AL. 1986. Perhitungan Dalam Merancang Alat Penangkap Ikan. [terjemahan]. Balai Pengembangan Penangkap Ikan Semarang. 304 hal George, P and Konstantinos, I, 1997. Size Selectivity of Diamond and Square Mesh Condends for Four Commercial Mediterranean Fish Species. National Centre for Marine Research Kosmas, Hellinikon, Athens 16604, Hellas.
78
Juliani. 2004. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Losse, G.F. & A. Dwiponggo. 1977. Report on the Java Sea SE Monsoon Trawl Survey. June-December 1796. Spec. Rep. Contrib. of the Dem. Fish. Project No.3 Mar. Fish. Res. Inst. Jakarta. Mardjudo A. 2002. Studi Tentang Selektivitas pukat Pantai Yang Digunakan Oleh Nelayan Di Pesisir Teluk palu-Donggala Sulawesi Tengah. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana IPB. 71 hal Martasuganda S, Purwanto J, Husein S. 1991. Fluktuasi Stok Ikan Kuniran (Upeneus vitatus) di Perairan Semarang Jawa Tengah. Jurnal Maritek. Bogor. Volume 1. Hal 68-81. Marzuki, S., Rusmadji, dan B. Gafa, 1987. Estimasi beberapa Parameter dan sediaan (stok) Ikan Biji Nangka (Upenues sulphureus) di laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut (4) : 45 - 59 Matsuoka T. 1995. Selectivity of Fishing Gerar and Its Application for Sustainable Development of Fisheries. Kagoshima : Faculty of Fisheries Kagoshima University. 15 p Mattjik, A.A dan M. Sumertajaya, 2000. Perancangan Percobaan (Dengan Aplikasi SAS dan Minitab) Jilid I. IPB Press, Bogor. 276 hal Murdiyanto B. 1997. Selectivity of Gillnet Operated in Waters Around Java Island, Indonesia. Round Table Meeting for Fisheries Technology. Japan. Nomura, M. and Yamazaki, 1977. Fishing Techniques. Vol 1 Tex Book of SEAFDEC, Japan International Cooperation Agency. Tokyo Purbayanto A, Sondita FA, Wahyu RI, Wisudo SH, Haluan J. 2004. Pedoman Umum Perencanaan dan pemanfaatan Hasil Tangkap Sampingan Udang di Laut Arapura Propinsi Papua. Dinas Perikanan dan Kelautan propinsi Papua dan PT Sucofindo. Romimohtarto R, Juwana S. 2001. Buku Biologi Laut. Tentang Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Ilmu Pengetahuan
Saila, S.B 1983. Importance and Assesment of Discards in Commercial Fisheries. FAO Fish. Circ. No. 765, 62 p Sahri, M. 1997. Dinamika Populasi Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di Selat Madura dan Alternatif Pengelolaannya. Jurnal Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang.
79
Saputra, S.W, Soedarsono, P dan Sulistyawati, G.A. 2006. Beberapa aspek Ikan Kuniran (Upeneus spp) di perairan demak. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 5 No. 1. Hal 1 – 6. Sparre, P. and S.C. Venema, 1992. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. FAO Fisheries Technical Paper Danida, FAO Rome. Subani W. 1990. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut (Jenis-jenis ikan ekonomis penting). Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. 170 hal. Subani W dan Barus RH, 1989. Alat Penangkap Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No 50 BPPP. Jakarta. 204 hal Sudirman dan Mallawa. Makasar.
2000.
Teknik Penangkapan Ikan.
Rineka Cipta.
Suharyanto dan Purnomo Agus, 2004. Petunjuk Teknis Identifikasi Sarana Perikanan Tangkap pukat Tarik ( Trawl ). Balai Pengembangan penangkapan Ikan. DKP. Semarang. Sumiono, B, Sudjianto, Soselisa Y, Murtoyo TS. 2000. Laju Tangkap dan komposisi jenis Ikan Demersal dan Udang yang tertangkap Trawl Pada Musim Timur di Perairan Utara jawa Tengah. Jurnal PenelitianPerikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP. Vol 8 No. 4. Hal 15 -19. Usemahu A.R dan Tomasila. L. 2003. Teknik penangkapan Ikan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Vesa, T and René, H, 1998. Evidence of Factors at Vessel Level Affecting Codend Selectivity in Baltic Cod Demersal Trawl Fishery. Baltic Sea Research Station, Karlskrona, Sweden ConStat, North Sea Centre, Hirtshals, Denmark.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 517 hal Widodo, J. 2001. Penuntun Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Perairan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan perikanan DKP dan Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta. www. Fishbase.org. FAO. (di up date 21-09-2010)
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lokasi penelitian
84
Lampiran 2
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kurisi (Nemipterus virgatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 1 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
85
Lampiran 3 Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kurisi (Nemipterus virgatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 2 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
86
Lampiran 4 Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kurisi (Nemipterus virgatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 3 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
87
Lampiran 5
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kuniran (Upeneus sulphureus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 1 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
88
Lampiran 6 Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kuniran (Upeneus sulphureus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 2 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
89
Lampiran 7 Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan kuniran (Upeneus sulphureus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 3 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
90
Lampiran 8
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan biji nangka (Upeneus vitatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 1 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
91
Lampiran 9
Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan biji nangka (Upeneus vitatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 2 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
92
Lampiran 10 Estimasi ogif seleksi alat untuk ikan biji nangka (Upeneus vitatus) dari suatu percobaan bagian kantong jaring trawl 3 inci yang ditutup penutup kantong dengan ukuran mata jaring 0,7 inci
93
Lampiran 11
Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap jumlah ikan (ekor) berdasarkan ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) dari tiga spesies ikan yang dominan tertangkap
a. Kurisi Perlakuan
Blok
1 inci 0.2 0.1 0.2 0.4
1 2 3 Total perlakuan FK
=
Y² / tr
=
∑ =
3
JKT
2 inci 0.3 0.4 0.3 1.0
3 inci 0.9 0.8 0.8 2.4 =
Total blok 1.3 1.2 1.3 3.9
1.696
3
∑ Yij² - FK 0.702
i=1 j=1 3
JKP
=
∑ Yi.² / r - FK
=
0.686
=
0.002
i=1 3
JKB
=
∑ Y.j² / t - FK j=1
JKG
= JKT - JKP - JKK
Anova Sumber keragaman Perlakuan Blok Galat Total
Derajat bebas (db) 2 2 4 8
=
Jumlah kuadrat (JK) 0,686 0,002 0,014 0,702
0.014
Kuadrat tengah (KT) 0,343 0,001 0,0035
F - hitung
98,00 0,29
Kesimpulan : Perlakuan
=
F-hitung > F-tabel, yang berarti tolak H0 Perlakuan berpengaruh terhadap hasil tangkapan
Blok
=
F-hitung < F-tabel, yang berarti terima H0 Blok tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan
F - tabel (5%) 6,944 6,944
94
Lampiran 11 (lanjutan) Uji BNT Galat 1/r + 1/r
0.014 0.666667
Sy1 - y2 0.009333 √0.009333 0.0966 t, 0.05, 3 3.182 BNT 0.307 0.149 0.345 0.808
0.196 < 0.307 0.659 > 0.307 0.463 > 0.307
b. Kuniran Blok 1
1 inci 0.2
2 3 Total perlakuan
0.3 0.1 0.6
FK
=
0.3 0.4 1.3
Y² / tr 3
JKT
Perlakuan 2 inci 0.6
3 inci 0.8 0.6 0.8 2.3
=
1.937
=
0.577
=
0.495
=
0.034
=
0.047
Total blok 1.6 1.2 1.3 4.2
3
= ∑
∑ Yij² - FK
i=1 j=1 3
JKP
= ∑ Yi.² / r - FK i=1 3
JKB
= ∑ Y.j² / t - FK j=1
JKG Anova Sumber keragaman Perlakuan Blok Galat Total
= JKT - JKP - JKK Derajat bebas (db)
Jumlah
2 2 4 8
Kuadrat
kuadrat (JK) tengah (KT) 0,495 0,2475 0,034 0,017 0,047 0,01175 0,576
F - hitung
21,06 1,45
F - tabel (5%) 6,944 6,944
95
Lampiran 11 lanjutan Kesimpulan Perlakuan =
Blok
F-hitung > F-tabel, yang berarti tolak H0 Perlakuan berpengaruh terhadap hasil tangkapan
=
Uji BNT Galat 1/r + 1/r
F-hitung < F-tabel, yang berarti terima H0 Blok tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan
0.047 0.667
Sy1 - y2 √0.031 t, 0.05, 3 BNT 0.198
0.031 0.177 3.182 0.563 0.228 < 0,563
0.426
0.571 > 0,563
0.768
0.342 < 0,563
c. Biji Nangka Blok 1
1 inci 0.3
2 3 Total perlakuan
0.5 0.3 1.1
FK JKT
= =
Perlakuan 2 inci 0.7
Y² / tr 3
3
∑
∑ Yij² - FK
0.4 0.6 1.7
3 inci 0.8 0.7 0.8 2.3
=
2.826
=
0.362
=
0.350
=
0.004
=
0.008
i=1 j=1 3
JKP
=
∑ Yi.² / r - FK i=1 3
JKB
=
∑ Y.j² / t - FK j=1
JKG
= JKT - JKP - JKK
Total blok 1.8 1.6 1.7 5.0
96
Lampiran 11 lanjutan Anova Sumber
Derajat bebas (db)
keragaman Perlakuan Blok Galat Total
Jumlah
2 2 4 8
Kuadrat
F - hitung
kuadrat (JK) tengah (KT) 0,350 0,175 0,004 0,002 0,008 0,002 0,362
=
Blok
=
Uji BNT Galat 1/r + 1/r Sy1 - y2 √0.005 t, 0.05, 3 BNT 0.367
F-hitung > F-tabel, yang berarti tolak H0 Perlakuan tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan F-hitung < F-tabel, yang berarti terima H0 Blok tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan
0.008 0.667 0.005 0.073 3.182 0.232 0.197 < 0.232
0.564
0.412 > 0.232
0.779
0.215 < 0.232
(5%) 6,944 6,944
87,50 1,00
Kesimpulan : Perlakuan
F - tabel
.
97
Lampiran 12 Perhitungan densitas ikan dalam luasan tertentu
98
Lampiran 13 penelitian
Hasil perhitungan lebar pembukaan mulut jaring pada saat
Keterangan : B–A =
Jarak dalam meter antar dua warp yang diukur 1 meter dari blok ke
arah jaring A–I
=
Jarak antara blok kanan dan kiri dalam meter
B – B’ =
(B – A) – (A – I) dalam meter.
C–G =
Panjang warp yang diarea + hand line + net pendant + otter
pendant dalam meter. D–E =
Panjang head rope dalam meter dibagi dua (setenggah panjang dari
head rope) D–F =
Lebar pembukaan mulut jaring dalam meter
%
Persentasi lebar pembukaan terhadap panjang tali ris atas
=
99
Lampiran 14 Hasil tangkapan KM. Madidihang 02
No
Spesies ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kurisi Kuniran Biji nangka Petek Gerot-gerot Pari kelapa Kerong kerong Swangi Kerapu Kue Semar Sebelah Cumi Bloso Selar Blakutak Kembung Udang banana Udang kipas Cobia Manyung Bawal Alu-alu Tenggiri Kakap merah Total Hasil Tangkapan
Jumlah hasil tangkapan (kg) 765,1 755,0 464,0 301,0 298,0 280,0 152,0 126,0 118,0 114,0 108,0 97,7 80,0 76,0 56,0 53,0 40,0 28,0 8,0 8,0 8,0 8,0 6,0 4,0 4,0 3957,7
Persentase (%) 19,3 19,1 11,7 7,6 7,5 7,1 3,8 3,2 3,0 2,9 2,7 2,5 2,0 1,9 1,4 1,3 1,0 0,7 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 100