PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN JASA KEPELABUHANAN MILIK PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Pelalawan mempunyai Wilayah Perairan yang cukup luas serta terdapatnya sarana dan prasarana Pelabuhan termasuk diantaranya dermaga sebagai penunjang dalam melayani masyarakat yang membutuhkan dibidang jasa perairan; b. bahwa atas dasar dan prinsip untuk menutupi sebagian biaya operasional pemberian izin, maka perlu mengatur tentang Retribusi Pemakaian Jasa Kepelabuhanan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pemakaian Jasa Kepelabuhanan Milik Pemerintah Kabupaten Pelalawan; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 25); 2. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang – undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493); 4. Undang – undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686); 5. Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 3902), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13
Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3968); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 187 ); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4145); 10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PELALAWAN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN JASA KEPELABUHANAN MILIK PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud : 1. Daerah adalah Kabupaten Pelalawan. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Kabupaten Pelalawan. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Pelalawan. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pelalawan adalah Badan Legislatif Daerah Kabupaten Pelalawan. 5. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Pelalawan. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pelalawan. 7. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenisnya, lembaga, dana pensiun , bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. 8. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan ekonomi
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. 9. Kepelabuhan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan Pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi Pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan atau barang, keselamatan berlayar serta tempat perpindahan intra dan atau antar moda. 10. Pelabuhan Umum adalah Pelabuhan Milik Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum. 11. Pelabuhan Khusus Lokal yang selanjutnya disebut Pelabuhan Khusus adalah Pelabuhan yang dibangun dan dioperasikan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. 12. Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri yang selanjutnya disebut DUKS adalah Dermaga Milik Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan fasilitas pendukungnya yang dibangun, dioperasikan dan digunakan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. 13. Angkutan laut adalah setiap kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan dalam satu perjalanan atau lebih dari satu Pelabuhan ke Pelabuhan lain, yang diselenggarakan oleh Perusahaan angkutan laut. 14. Usaha Penunjang Angkutan Laut adalah kegiatan usaha yang bersifat menunjang kelancaran proses kegiatan angkutan laut. 15. Usaha Penyewaan Peralatan Angkutan Laut atau Alat Apung adalah kegiatan usaha untuk menyediakan atau menyewakan peralatan penunjang angkutan laut dan atau alat-alat apung untuk pelayanan kapal. 16. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan yang selanjutnya disebut DLKR adalah wilayah perairan dan daratan pada Pelabuhan Umum yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan Pelabuhan. 17. Daerah Kepentingan Pelabuhan yang selanjutnya disebut DLKP adalah wilayah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan Pelabuhan Umum yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 18. Pendapatan Daerah adalah seluruh penerimaan Daerah yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan penerimaan lain-lain. 19. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin yang disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. 20. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan tanah Pelabuhan dan atau kawasan pantai dan laut. 21. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
22. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai dasar untuk menetapkan besarnya retribusi yang terutang. 23. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Pelalawan. 24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya di singkat SKRD adalah Surat yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang. 25. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 26. Syarat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan. 27. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar dan selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 28. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi. 29. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti dengan bukti itu membuat titik terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangka. BAB II KEWENANGAN KELAUTAN Pasal 2 Daerah mempunyai Kewenangan di Wilayah Laut sejauh 1/3 (sepertiga) dari batas Kewenagan Daerah Propinsi yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan.
BAB III KAWASAN KEPELABUHANAN Pasal 3 1. Kewenangan di Wilayah Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, perlu dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak. 2. Salah satu kewenangan Daerah di Wilayah Laut adalah Penyelenggaraan Pemerintahan di kawasan Pelabuhan. 3. Dalam rangka penyelenggaraan Pelabuhan, perlu ditetapkan Kawasan Pelabuhan yang mengacu kepada Tata Ruang Daerah.
Pasal 4
Kawasan Pelabuhan ditata, guna mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, dan mampu menunjang pelaksanaan Pembangunan Daerah.
Pasal 5 1. Daerah mempunyai kewenangan atas Kawasan Pelabuhan untuk kepentingan Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Port Outhority). 2. Kawasan Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelabuhan Umum; b. Pelabuhan Khusus; c. Pelabuhan untuk Kepentingan Sendiri; d. Pelabuhan Penyeberangan; e. Pelabuhan Marina. 3. Pelabuhan Khusus sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a, kegiatannya dilarang untuk melayani kepentingan umum, kecuali izin Kepala Daerah. BAB IV NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 6 Dengan nama Retribusi Pemakaian Jasa Kepelabuhanan Milik Pemerintah Kabupaten Pelalawan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin kepada orang atau Badan yang melakukan kegiatan – kegiatan di kawasan kepelabuhanan. Pasal 7 Obyek Retribusi adalah setiap kegiatan yang memanfaatkan kawasan pelabuhan. Pasal 8 Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh jasa kepelabuhanan milik Pemerintah Kabupaten Pelalawan untuk memanfaatkan kawasan pelabuhan.
BAB V GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 9 Retribusi Izin Kepelabuhanan termasuk golongan Retribusi Perizinan Tertentu. BAB VI IZIN KEPELABUHANAN Pasal 10
1. Izin kepelabuhanan diberikan terhadap semua kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan kawasan Pelabuhan yang meliputi : a. Izin penggunaan tanah untuk bangunan Industri galangan kapal, bangunan Industri Perusahaan dan usaha penunjang Pelabuhan lainnya; b. Izin kerja keruk; c. Izin reklamasi pantai; d. Izin pengurugan; e. Izin pekerjaan bawah air (Salvage); f. Izin Pengelolaan Dermaga Untuk Kepentingan sendiri (DUKS), Pelabuhan Khusus (PELSUS) dan Pelabuhan Umum; g. Izin Pembangunan dan pengoperasian Marina untuk kepentingan wisata bahari; h. Untuk kepentingan usaha lainnya; i. Izin Bongkar Muat Barang Umum di Pelabuhan Khusus.
BAB VII KETENTUAN PERIZINAN Pasal 11 1. Setiap orang atau Badan yang memanfaatkan fasilitas kepelabuhanan harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Kepala Daerah. 2. Tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB VIII CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 12
Cara mengukur tingkat penggunaan pemakaian jasa kepelabuhanan milik Pemerintah Kabupaten Pelalawan didasarkan pada jenis kegiatan, volume pekerjaan dan jangka waktu penggunaan izin.
BAB IX PRINSIP YANG DIANUT DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 13 1. Prinsip dan sasaran dalam penetapan retribusi daerah didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin kepelabuhanan. 2. Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan biaya operasional dalam rangka pengawasan dan pengendalian.
3. Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB X STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 14 Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pemakaian Jasa Kepelabuhanan Milik Pemerintah Daerah ditetapkan sebagai berikut : NO
URAIAN
SATUAN
TARIF
1
2
3
4
Penggunaan tanah dan perairan untuk bangunan – bangunan Industri Galangan dan Dock Kapal : a. Persewaan tanah pelabuhanan. b. Penggunaan perairan untuk bangunan dan kegiatan lainnya diatas air.
Per M2 per tahun. Per M2 per tahun.
Rp. 5.000,Rp. 2.000,-
2
Penggunaan tanah untuk bangunan – bangunan Industri perusahaan – perusahaan : a. Persewaan tanah pelabuhanan. b. Penggunaan perairan untuk bangunan dan kegiatan lainnya diatas air.
Per M2 per tahun. Per M2 per tahun.
Rp. 6.000,Rp. 3.000,-
3
Bongkar Muat Barang Pelabuhanan : a. Untuk Kapal berukuran < 20.000 ton. b. Untuk Kapal berukuran > 20.000 ton.
Per ton / M2. Per ton / M2.
Rp. 550,Rp. 200,-
4
Penggunaan tanah untuk kepentingan lainnya : a. Toko, warung dan sejenisnya b. Perumahan Penduduk
Per M2 per tahun. Per M2 per tahun.
Rp. 5.000,Rp. 1.000,-
Per orang sekali masuk Per orang sekali masuk
Rp. 1.000,Rp. 3.000,-
Per unit Per bulan.
Rp. 10.000,-
5
Pengangkutan Jasa Tanda Masuk Pelabuhan. a. Tanda masuk Pelabuhan. b. Tanda Masuk Bulanan Karyawan / Buruh Pelabuhan / Perusahaan di Pelabuhan. c. Tanda masuk Bulanan Kendaraan Bermotor Roda Dua yang Beroperasi di Pelabuhan. d. Tanda Masuk Bulanan Kendaraan Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih yang Beroperasi di Pelabuhan. e. Tanda Masuk Kendaraan Roda Dua Sepeda Motor. f. Tanda Masuk Kendaraan Roda Tiga. g. Tanda Masuk Roda Empat (Sedan, Jeep, Truck, Pick Up dll). h. Tanda Masuk Kendaraan Roda Empat. i. Tanda Masuk Kendaraan Roda Empat dan lebih ( Bus, Truck, dll )..
Per unit Per bulan.
Rp. 20.000,-
Per Per Per Per
unit unit unit unit
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
1.000,2.000,3.000,4.000,5.000,-
Per Per Per Per
M3 Per etmal. ekor per etmal ekor per etmal ekor per etmal
Rp. Rp. Rp. Rp.
500,1.000,1.000,10,-
1
6
Pengguna Jasa Penumpukan Barang / Hewan. a. Setiap Ton. b. Kuda, Sapi, Kerbau. c. Kambing, Domba, Rusa. d. Ayam, Unggas.
persekali persekali persekali persekali
masuk masuk masuk masuk
Pungutan Penerbitan Pemberian Izin Jasa ke Pelabuhanan.
7
8
a. Izin Pengoperasian PELSUS Lokal b. Izin Pengoperasian Pompa Air. c. Izin Penumpukan Kayu (Log Pond). d. Izin Pengoperasian Kanal. e. Izin Perusahaan Bongkar muat, Perusahaan Pelayaran, Perusahaan Pelayaran Rakyat, EMKL, JPT (Jasa Pengurusan Transportasi) dan sejenisnya. f. Penetapan DLKr, DLKp. g. Izin Salvage. h. Izin PBA ( Izin Pekerjaan Bawah Air). Pungutan Penerbitan Perizinan Angkutan. a. Izin Operasi /Trayek Kapal Penumpang. b. Izin Operasi Kapal Motor/Penarik/Penggandeng c. Izin Operasi / Trayek Kapal Barang d. Penerbitan Pas Kapal. e. Penerbitan Sertifikat. f. Penerbitan Surat Ukur 7 GT keatas.
Per M2 Per M2 Per M2 Per M2 Berkas
per per per per
tahun. tahun. tahun. tahun.
Berkas Berkas Berkas Per Per Per Per Per Per
GT GT GT GT GT GT
Rp. 7.500,Rp. 2.000,Rp. 1.500,Rp. 10,Rp.1.000.000 Rp.3.000.000 Rp.2.000.000 Rp.2.000.000
per per per per per per
tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
2.500,50,2.500,5.000,5.000,7.500,-
g. Penerbitan Surat Izin Berlayar. h. Penerbitan Surat Daftar Awak Kapal. i. Penerbitan Surat Keterangan Kecakapan. j. Penerbitan Izin Angkutan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Per Per Per Per
Kapal. Kapal. Kapal. Liter sekali Jalan.
Rp. Rp. Rp. Rp.
2.500,2.500,25.000,10,-
Pasal 15 1. Struktur dan besarnya tarif Keselamatan Kerja : BAB XI WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 15 Wilayah pemungutan Retribusi adalah Kabupaten Pelalawan. BAB XII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG Pasal 16 Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai dasar untuk menetapkan besarnya retribusi terutang. Pasal 17 Retribusi terhutang terjadi pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XIII TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 18 1. Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. 2. Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen yang lain yang dipersamakan. 3. Hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disetor ke Kas Daerah.
BAB XIV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 19 Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan Sanksi Administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya Retribusi yang terutang, yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XV TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 20 1. Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. 2. Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang disamakan. 3. Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran Retribusi diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB XVI TATA CARA PENAGIHAN Pasal 21 1. Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. 2. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi Retribusi yang terutang. 3. Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. Pasal 22 Bentuk – bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) ditetapkan oleh Kepala Daerah. B A B XVII KADALUARSA Pasal 23 1. Penagihan Retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 ( tiga ) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali apabila wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi. 2. Kadaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran dan atau ; b. Ada pengakuan utang Retribusi dari wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XVIII KEBERATAN Pasal 24
1. Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan atas SKRD, SKRDKBT dan SKRDLB atau dokumen lain yang persamakan kepada Kepala Daerah. 2. Keberatan diajukan secara tertulis dengan disertai alasan – alasan yang jelas. 3. Dalam hal Wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan retribusi tersebut. 4. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD, SKRDKBT dan SKRDLB atau dokumen lain yang dipersamakan diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. 5. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. 6. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 25 1. Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. 2. Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. 3. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XIX PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 26 1. Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. 2. Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak diterimanya permohonan Kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) harus memberikan keputusan. 3. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan permohonan pengembalian retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan. 4. Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu retribusi tersebut. 5. Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterimannya SKRDLB.
6. Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberi imbalan bunga sebesar 2 % (dua prosen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi. Pasal 27 1. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan sekurang – kurangnya menyebutkan : a. Nama dan alamat Wajib retribusi; b. Masa retribusi; c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang singkat dan jelas. 2. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalaui pos tercatat. 3. Bukti penerimaan oleh pejabat daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah. Pasal 28 1. Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan reteribusi. 2. Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana di maksud dalam Pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara memindahkanbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. B A B XX TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUARSA Pasal 29 1. Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapus. 2. Kepala Daerah menetapkan Keputusan penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah kadaluarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). B A B XXI PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 30 1. Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi. 2. Pemberian pengurangan dan keringanan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan masyarakat. 3. Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XXII INSTANSI PEMUNGUT Pasal 31 1. Instansi pemungut Retribusi Pemakaian Jasa Kepelabuhanan Milik Pemerintah Kabupaten Pelalawan ini ditetapkan oleh Kepala Daerah. 2. Uang perangsang atas pungutan Retribusi ini ditetapkan sebesar 5 % dari jumlah pungutan. B A B XXIII PENGAWASAN Pasal 32 Kepala Daerah menunjuk pejabat tertentu untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini. BAB XXIV PENYIDIKAN Pasal 33 1. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku 2. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; j. menghentikan penyidikan ; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah menurut Hukum yang bertanggung jawab. 3. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XXV KETENTUAN PIDANA Pasal 34 1. Barang siapa yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dapat diancam dengan Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta Rupiah) dengan tidak mengurangi kewajiban untuk membayar Retribusi yang terhutang. 2. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. 3. Atau sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. BAB XXVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 1. Pelabuhan Laut yang pada saat ini telah ada didalam Kawasan Pelabuhan Izin Pembangunan dan Pengoperasiannya tetap berlaku, dengan ketentuan didaftarkan ulang kepada Dinas Perhubungan. 2. Tanah Pantai di Wilayah Daerah yang sudah memiliki Hak Pengelolaan dan Hak Guna Bangunan atas nama Badan Hukum tertentu pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini akan diusulkan untuk dicabut, dan diatas namakan HPL Pemerintah Daerah. 3. Peralihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan apabila masa berlakunya Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan Badan Hukum tertentu berakhir.
BA B XXVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah . Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pelalawan. Disahkan di Pangkalan Kerinci pada tanggal 1 Oktober 2003 BUPATI PELALAWAN, Dto. T. AZMUN JAAFAR Diundangkan di Pangkalan Kerinci pada tanggal 1 Oktobert 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PELALAWAN, MARWAN IBRAHIM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN TAHUN 2003 NOMOR 13