PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2001 TENTANG PERIJINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang
:
a. Bahwa pemberian perijinan usaha jasa konstruksi merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten; b. Bahwa penggunaan dan pemanfaatan prasarana dan atau sarana fisik yang merupakan keluaran akhir dari proses konstruksi dapat mengganggu atau membahayakan keselamatan umum, apabila pembangunan prasarana dan atau sarana fisik dimaksud dilaksanakn oleh badan usaha jasa konstruksi yang tidak handal; c. Bahwa untuk menjamin keterpaduan dalam pengaturan dan pembinaan usaha jasa konstruksi agar dapat dilaksanakan secara sistematis, konsisten dan efektif serta efisien dan mampu mendukung peran strategis jasa konstruksi dalam pembangunan daerah; d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, b dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Perijinan Usaha Jasa Konstruksi di Kabupaten Bantul;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Bantul dalam Lingkuangan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950); 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 7); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) jo. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3833);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3581); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-undang 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15 (Berita Negara tanggal 14 Agustus 1950); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3955); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3956); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3957); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022); 13. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Peraturan Perundang-undangan dan bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); 14. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 15); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 5 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Tahun 1987 Seri D Nomor 7); 16. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 27 Tahun 2000 tentang Penetapan Kewenangan Wajib Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Tahun 2000 Seri D Nomor 15); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 15 Tahun 2001 tentang Retribusi Ijin Gangguan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Seri B Nomor 01);
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL, Menetapkan
:
MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH TENTANG PERIJINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Gubernur adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta; 2. Daerah adalah Kabupaten Bantul; 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; 4. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Bantul; 5. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah organisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang bertujuan untuk mengembangkan kegiatan jasa konstruksi nasional; 6. Pembinaan adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bagi penyedia jasa, pengguna jasa dan masyarakat; 7. Ijin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disingkat IUJK adalah ijin untuk melakukan usaha di bidang jasa konstruksi yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul; 8. Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional adalah orang perseorangan atau badan usaha yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. 9. Sertifikat adalah : a. tanda bukti pengakuan dan penetapan klasifikasi dan kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi baik yang berbentuk orang perseorangan atau badan usaha, atau; b. tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan atau keahlian tertentu. 10. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konstruksi perencanaan, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi; 11. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing bersama kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lainnya; 12. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang dimiliki oleh badan usaha yang terdiri dari penanggungjawab teknik, tenaga kerja konstruksi dan tenaga kerja non konstruksi; 13. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi;
14. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi; 15. Instansi pelaksana adalah lembaga yang bertugas menyelenggarakan pemberian Ijin Usaha Jasa Konstruksi; 16. Surat Permohonan Ijin selanjutnya disingkat SPI adalah surat permohonan untuk mendapatkan IUJK; 17. Perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan; 18. Wajib retribusi adalah Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi; 19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang; 20. Tarif Retribusi adalah nilai rupiah yang ditetapkan besarnya retribusi terutang; 21. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah; 22. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
(1) (2)
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Perijinan usaha jasa konstruksi dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dalam usaha dan atau pekerjaan jasa konstruksi. Perijinan usaha jasa konstruksi bertujuan untuk menertibkan usaha pelayanan jasa konstruksi.
BAB III LINGKUP BIDANG USAHA JASA KONSTRUKSI Pasal 3 (1) Usaha jasa konstruksi mencakup jenis usaha, bentuk usaha, golongan usaha, dan bidang usaha jasa konstruksi.
(5)
(2) Jenis usaha jasa konstruksi meliputi perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, pengawasan konstruksi dan gabungan dari ketiganya. (3) Bentuk usaha jasa konstruksi meliputi orang perseorangan atau Badan. (4) Golongan usaha jas konstruksi meliputi golongan usaa kecil, menengah dan besar. Bidang usaha jasa konstruksi meliputi pekerjaan arsitektur dan atau sipil san atau mekanikal dan atau elektrikal dan atau tata lingkungan. BAB 1V PEMBINAAN Pasal 4 Pemerintah Daerah menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi dalam rangka pembinaan otonomi daerah dengan cara : a. Pelaksanaan kebijakan pembinaan jasa konstruksi; b. Menyebarluaskan peraturan perundang-undangan jasa konstruksi; c. Melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan; d. Menerbitkan perijinan usaha jasa konstruksi; e. Melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenagannya untuk terpenuhinya tertib penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi. Pasal 5 Pembinaan terhadap penyedia jasa dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajibannya. Pasal 6 (1) Pembinaan terhadap pengguna jasa dilakukan untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerja konstruksi. (2) Pembinaan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pasal 7 Pembinaan terhadap masyarakat dilakukan untuk menumbuhkan pemahaman akan lahan strategis jasa konstruksi dalam pembangunan daerah, kesadaran akan hak dan kewajiban guna mewujudkan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan. Pasal 8 Pembinaan jasa konstruksi terhadap penyedia jasa, pengguna jasa dan masyarakat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat dilakukan bersama-sama dengan lembaga. BAB V IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI (IUJK) Pasal 9
(1) Untuk menyaring tingkat kehandalan badan usaha jasa konstruksi, maka setiap badan usaha jasa konstruksi harus memiliki ijin usaha jassa konstruksi. (2) Badan Usaha Nasional yang berdomisili di wilayah Kabupaten Bantul yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi wajib memiliki IUJK yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. (3) Bupati dapat melimpahkan proses pemberian IUJK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada instansi pelaksana. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai instansi pelaksana pemberian IUJK diatur oleh Bupati. Pasal 10 IUJK berlaku untuk melaksanakan kegiatan usaha jasa konstruksi di seluruh wilayah baik Indonesia Pasal 11 IUJK yang diberikan pada badan usaha berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap kali habis masa berlakunya. Pasal 12 (1) Badan usaha yang telah memperoleh IUJK dapat melakukan perubahan (2) Perubahan iujk dimaksud adalah meliputi perubahan nama badan usaha, bentuk badan usaha, alamat kantor, nama pemilik badan usaha, nama penanggung jawab badan usaha, data tenaga kerja, NPWP dan bidang pekerjaan. (3) Segala perubahan IUJK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada instansi pelaksana. BAB VI TENAGA KERJA KONSTRUKSI Pasal 13 (1) Penanggung jawab teknik badan usaha jasa perencanaan, jasa pelaksanaan dan jasa pengawasan harus memiliki sertifikat keterampilan dan atau keahlian sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja konstruksi. (2) Tenaga teknik dan atau tenaga ahli yang berstatus tenaga tetap pada suatu badan usaha, dilarang merangkap sebagai tenaga tetap pada usaha orang perseorangan atau badan usaha lainnya. (3) Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh asosiasi profesi yang telah mendapat akreditasi dari Lembaga. (4) Dalam hal asosiasi belum terakreditasi, pelaksanaan sertifikasi keterampilan dan atau keahlian dilakukan oleh Lembaga. BAB VII SYARAT-SYARAT PEMBERIAN IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI Pasal 14
(1) Pelaksanaan pemberian Ijin Usaha Jasa Konstruksi berpegang pada prinsipprinsip sebahgai berikut : a. IUJK harus mencerminkan kehandalan badan usaha; b. IUJK harus terkait secara baik dengan kegiatan sertifikasi. (2) IUJK merupakan salah satu sarana pembinaan dunia usaha jasa konstruksi. Pasal 15 Badan usaha nasionakl yang ingin memperoleh IUJK harus mengajukan SPI kepada Bupati dengan mengisi formulir yang telah disediakan dan dilampiri dengan : a. Rekaman tanda bukti pembayaran pendaftaran; b. Rekaman sertifikat badan usaha yang telah diregistrasi oleh Lembaga; c. Rekaman sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja yang telah diregristrasi oleh Lembaga; d. Rekaman keanggotaan asosiasi profesi yang masih berlaku atau surat keterangan yang dapat dipersamakan; e. Rekaman ijin gangguan atau ijin tempat usaha atau ijin yang dipersamakan yang masih berlaku; f. Rekaman tanda daftar perusahaan yang masih berlaku; g. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya apabila ada; h. Rekaman NPWP dan PKP; i. Data kepemilikan saham; j. Data ketenagakerjaan; k. Data kepemilikan peralatan; l. Rekaman KTP pemilik saham, penanggung jawab badan usaha, penanggung jawab teknik dan tenaga kerja yang dilegalisasi oleh kecamatan tempat KTP dikeluarkan. BAB VIII PENUNJUKAN PEJABAT PENERBIT IUJK Pasal 16 Tindak sebagai pejabat penerbit IUJK adalah Bupati dan dapat dilimpahakan kepada pejabat uang ditunjuk. BAB IX TATA CARA PELAKSANAAN PEMBERIAN IUJK Pasal 17 (1) Badan usaha yang bermaksud mendapatkan IUJK wajib mengajukan permohonan dan mengikuti ketentuan sebagai berikut : a.Pengambilan formulir SPI; b. Pengisian formulir; c.Penyerahan dokumen SPI; d. Pemeriksaan dan penilaian dokumen SPI; e.Pemberitahuan hasil penilaian dokumen SPI; f. Pemberian IUJK; g. Pengambilan Ijin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK).
(2) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima SPI yang telah diisi, instansi pelaksana menetapkan pemberian ijin atau penolakan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemberian IUJK diatur oleh Bupati. BAB X PELAPORAN Pasal 18 Instansi pelaksana menyampaikan laporan pertanggungjawaban pemberian IUJK setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Bupati dengan tembusan disampaiakan kepada Gubernur Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah. BAB XI KEWAJIBAN BADAN USAHA Pasal 19 (1) Setiap badan usaha yang telah mendapatkan IUJK wajib memasang papan nama perusahaan pada kantor perusahaan dengan ukuran sekurang-kurangnya 40 cm x 40 cm dengan mencantumkan nomor IUJK. (2) Setiap badan usaha yang telah mendapatkan IUJK wajib memberikan laporan kegiatan tahunan kepada instansi pelaksana. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan diatur oleh Bupati. BAB XII SANKSI Pasal 20 Pemegang IUJK dapat dikenai sanksi administratif dan atau pidana atas pelanggaran peraturan daerah ini. Pasal 21 (1) Setiap pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dikenakan sanksi administratif kepada badan usaha berupa : a. Peringatan tertulis, berupa teguran terhadap penyimpangan/pelanggaran yang bersifat ringan sehingga tidak menghentikan/ meniadakan hak berusaha badan usaha; b. Pembekuan IUJK, berupa pengenaan sanksi terhadap penyimpangan/pelanggaran yang bersifat agak berat sehingga menghentikan (sementara) hak berusaha badan usaha; c. Pencabutan IUJK, berupa pengenaan sanksi terhadap penyimpangan/pelanggaran yang bersifat berat sehingga meniadakan hak berusaha badan usaha. (2) Kriteria penyimpangan/pelanggaran dan tata cara pelaksanaan, a.Peringatan tertulis
1.
2.
Kriteria penyimpangan/pelanggaran : a) Badan usaha tidak memasang papan nama badan usaha; b) Badan usaha tidak melaporkan terjadinya perubahan data badan usaha sebagaimana diatur pada Pasal 19; c) Terdapat duplikasi penanggung jawab dan atau tenaga kerja konstruksi pada badan usaha lain.
Tata cara pelaksanaan : a) Instansi pelaksana menerima laporan dan atau menemukan penyimpangan/pelanggaran; b) Instansi pelaksana meneliti atas laporan penyimpangan/pelanggaran; c) Atas dasar kebenaran hasil penelitian terhadap laporan penyimpangan/pelanggaran, maka instansi pelaksana memberikan peringatan tertulis. b. Pembekuan IUJK 1. Kriteria penyimpangan/pelanggaran : a) Badan usaha yang melakukan penyimpangan/pelanggaran sebagaimana dimaksud pada butir di atas dan telah mendapatkan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan, namun tetap tidak memenuhi kewajibannya dan tidak mengindahkan peringatan yang telah disampaiakan; b) Badan usaha sedang diperikasa oleh badan peradilan karena didakwa melakukan tindak pidana ekonomi atau perubahan lain yang berkaitan dengan kegiatan usahanya. 2. Tata cara pelaksanaan : a) Instansi pelaksana menerima laporan dan atau menemukan menemukan penyimpangan/pelanggaran; b) Instansi pelaksana meneliti atas laporan penyimpangan/pelanggaran; c) Atas dasar kebenaran hasil penelitian terhadap laporan penyimpangan/pelanggaran, maka instansi pelaksana menetapkan membekukan IUJK; d) Badan usaha yang terkena sanksi pembekuan IUJK tetap bertanggung jawab atas penyelesaian pekerjaan yang sedang dilaksanakan, tetrapi tidak dibenarkan lagi untuk menyediakan layanan jasa konstruksi. c. Pencabutan IUJK 1. Kriteria penyimpangan/pelanggaran : a) Terbukti bahwa IUJK diperoleh dengan cara yang melanggar hukum; b) Badan usaha telah dijatuhi hukuman oleh badan peradilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; c) Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak dibekukannya IUJK, badan usaha tidak memenuhi kewajibannya; d) Badan usaha dinyatakan pailit;
e) Terbukti bahwa badan usaha pemegang IUJK meminjamkan namanya kepada badan usaha lain untuk menyediakan layanan jasa konstruksi; f) Terbukti bahwa badan usaha menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada badan usaha lain tanpa persetujuan dari pengguna jasa; g) Terbukti bahwa badan usaha telah secara sengaja atau membuat kekeliruan dalam pelaksanaan pekerjaan yang mengakibatkan objek pekerjaan mengandung cacat atau mengalami proses kerusajkan yang sangat cepat; h) Terbukti bahwa badan usaha yang terkena sanksi pembekuan IUJK masih mencari pekerjaan lain. 2.
Tata cara pelaksanaan : a) Instansi pelaksana menerima laporan dan atau menemukan menemukan penyimpangan/pelanggaran; b) Instansi pelaksana meneliti atas laporan penyimpangan/pelanggaran; c) Atas dasar kebenaran hasil penelitian terhadap laporan penyimpangan/pelanggaran, maka instansi pelaksana menetapkan pencabutan IUJK; d) Badan usaha yang terkena sanksi pencabutan IUJK tetap wajib menyerahkan kembali IUJK asli kepada instansi pelaksana.
BAB XIII PENCAIRAN IUJK Pasal 22 (1) Pencairan IUJK adalah pemberlakuan kembali IUJK yang yang telah dibekukan. (2) Kriteria Pencairan : a.Badan usaha telah mengindahkan peringatan/teguran dan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. Badan usaha tidak terbukti melakukan tindak pidana ekonomi sesuai dengan keputusan badan peradilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (3) Tata cara pelaksanaan : a.Dalam hal ayat (2) butir a, maka badan usaha dapat mengajukan permohonan pencairan IUJK secara tertulis kepada Bupati melalui instansi pelaksana; b. Setelah melalui penelitian dan penilaian atas dasar penyimpangan/pelanggaran dengan hasil telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka instansi pelaksana mnerbitkan pencairan IUJK. BAB XIV RETRIBUSI IUJK
Pasal 23 (1) Setiap badan usah yang mengajukan permohonan IUJK dipungut retribusi. (2) Nama retribusi adalah Retribusi Pelayanan Ijin Usaha Jasa Konstruksi. (3) Retribusi Pelayanan Ijin Usaha Jasa Konstruksi digolongkan sebagai retribusi perijinan tertentu; (4) Wajib retribusi adalah badan usaha jasa konstruksi nasional yang mengajukan SPI. (5) Subjek retribusi adalah badan usaha jasa konstruksi nasional. (6) Objek retribusi meliputi : a. Pengambilan dokumen SPI; b. Pengambilan IUJK; c. Pengambilan IUJK perubahan. Pasal 24 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa untuk pemeriksaan dan penilaian dokumen SPI, pembinaan dan evaluasi jasa konstruksi, pengelolaan informasi jasa konstruksi, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. (2) Biaya sebagaiman dimaksud ayat (1) meliputi biaya pengadaan formulirformulir, biaya cetak, biaya penelitian lokasi dan biaya pemeliharaan data. Pasal 25 Struktur dan besarnya tarif retribusi; a.Pengambilan dokumen SPI sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah); b. Pengambilan IUJK sebesar : 1. Kualifikasi kecil : K1 Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) K2 Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) 2. Kualifikasi menengah Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) 3. kualifikasi besar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) c.Pengambilan IUJK perubahan sebesar : Kualifikasi kecil, menegah dan besar sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari biaya pemrosesan IUJK baru. (2) Semua hasil pungutan retribusi disetorkan ke kas daerah sesuai peraturan perundang-unangan yang berlaku. (1)
Pasal 26 Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang disamakan. BAB XV TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN
(1) (2) (3)
Pasal 27 Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 28 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 peraturan daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (2) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terhutang. (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. BAB XVII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 29 (1) Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang : a.Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang, pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c.Meminta keterangan dan barang bukti dari orang, pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e.Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukaan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e Pasal ini; h. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganay; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana, menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XVIII PELAKSANAAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 30 (1) Pelaksanaan peraturan daerah ini ditugaskan kepada instansi berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh Bupati. (2) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian peraturan daerah ini dilaksanakan instansi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan dalam pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan instansi terkait yang yang ditunjuk dengan keputusan Bupati. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut peraturan daerah ini diatur oleh Bupati. Pasal 32 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bantul.
Ditetapkan di Bantul Pada tanggal xx. November 2001 BUPATI BANTUL,
M. IDHAM SAMAWI
Diundangkan di Bantul Pada tanggal xx November 2001 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANTUL,
Drs. Ashadi, Msi (Pembina Utama Muda IV/C) NIP. 490018672
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL SERI B NOMOR 6 TAHUN 2001
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2001 TENTANG PERIJINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL
I.
PENJELASAN UMUM 1. Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis mengingat jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama ekonomi, sosial dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain berperan mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 2. Jasa konstruksi nasional diharapkan semakin mampu mengembangkan perannya dalam pembangunan nasional melalui peningkatan keandalan yang tercermin dalam daya saing dan kemampuan menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara lebih efisien dan efektif sehingga mampu mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. 3. Dewasa ini jasa konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati oleh anggota masyarakat di berbagai tingkatan sebagaimana telihat dari makin besarnya jumlah perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi. Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia,
modal dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh karena usaha serta persyaratan keahlian dan keterampilan belum diarahkan untuk mewujudkan keandalan usaha yang profesional. Kedaran hukum dalam penyelenggaraaan pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Si sisi lain, kesadaran masyarakat akan manfaat dan arti penting jasa konstruksi masih perlu ditumbuhkembangkan agar mampu mendukung terwujudnya ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi secara optimal. Dengan segala keterbatasan dan kelamahan yang dimilikinya, dalam dua dasawarsa terakhir, jasa konstruksi nasional telah menjadi salah satu potensi pembangunan nasional dalam mendukung perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan penerimaan negara. Dengan demikian potensi jasa konstruksi nasional ini perlu ditumbuhkembangkan agar lebih mampu berperan dalam pembangunan nasional. Kedua fenomena tersebut merupakan tantanga bagi jasa konstruksi nasional untuk meningkatkan kinerjanya agar mampu bersaing secara profesional dan mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri. 4. Penngkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional memerlukan iklim usaha yang kondusif, yakni : a. Terbentuknya kepranataan usaha, meliputi : 1) Persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi; 2) Standard klasifikasi dan kualifikasi keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang bekerja pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang melakukan usaha orang perseorangan; 3) Tanggung jawb profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya; 4) Terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial; 5) Terselenggaranya proses peningkatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat; 6) Pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antar pihak dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik dan sinergis
yang memungkinkan untuk mendudukkan diri pada fungsi masingmasing secara konsisten; b. Dukungan pengembangan usaha, meliputi : 1) Tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik usaha jasa konstruksi; 2) Terpenuhinya ketentuan mengenai jaminan mutu; 3) Berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil; c. Berkembangnya partisipasi masyarakat, yaitu timbulnya kesadaran masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa konstruksi serta mampu unutk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya. d. Terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat jasa konstruksi bagi para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajibankewajiban yang diperjanjikan. Untuk mengembangkan jasa konstruksi sebagaimana telah diuraikan di atas memerlukan pengaturan jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu dan menyeluruh dalam bentuk peraturan daerah sebagai landasan hukum. Peraturan Daerah tentang Perijinan Usaha Jasa Konstruksi di Kabupaten Bantul mengatur tentang ketentuan umum, maksud dan tujuan, lingkup bidang usaha jasa konstrukssi, pembinaan, ijin usaha jasa konstruksi, tenaga kerja konstruksi, syaratsyarat pemberian iji usaha jasa konstruksi, penunjukan pejabat penerbit IUJK, tata cara pelaksanaan pemberian IUJK, pelaporan, kewajiban badan usaha, sanksi, pencairan IUJK, biaya IUJK, tata cara pemungutan dan pembayaran, ketentuan pidana, ketentuan penyidikan, pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengawasan dan ketentuan penutup. Pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kejujuran dan keadilan, menfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan serta keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan Peraturan Daerah tentang Perijinan Usaha Jasa Konstruksi di Kabupaten Bantul ini, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang dilakukan di Kabupaten Bantul oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, wajib mematuhi keseluruhan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Daerah tentang Perijinan Usaha Jasa Konstruksi di Kabupaten Bantul. II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Nomor 1 Cukup jelas Nomor 2 Cukup jelas
Nomor 3 Cukup jelas Nomor 4 Cukup jelas Nomor 5 Cukup jelas Nomor 6 Cukup jelas Nomor 7 Cukup jelas Nomor 8 Cukup jelas Nomor 9 Pengertian orang perseorangan adalah warga negara Indonesia. Pengertian badan usaha dan bukan badan usaha, baik di Indonesia maupun asing. Badan usaha dapat berbentuk badan hukum, antara lain, Perseroan Terbatas (PT), koperasi atau bukan badan hukum, antara lain CV, firma. Badan yang bukan badab usaha berbentuk badan hukum, antara lain instansi dan lembaga-lembaga pemerintah. Nomor 10 Pengertian klasifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut bidang dan sub bidang pekerjaan atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan atau keterampilan tertentu dan atau kefungsian dan atau keahlian masing-masing. Klasifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan untuk mengukur kemampuan badan usaha dan usaha perseorangan untuk melaksanakan berbagai sub bidang pekerjaan. Pengertian kualifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha di bidang jas konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan kemampuan usaha, atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan kemampuan profesi dan keahlian. Kualifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan untuk mengukur kemampuan badan usaha usaha perseorangan untuk melaksanakan berbagai sub bidang pekerjaan berdasarkan nilai pekerjaannya. Nomor 10 Cukup jelas Nomor 11 Cukup jelas Nomor 12 Cukup jelas Nomor 13
Cukup jelas Nomor 14 Cukup jelas Nomor 15 Cukup jelas Nomor 16 Cukup jelas Nomor 17 Cukup jelas Nomor 18 Cukup jelas Nomor 19 Cukup jelas Nomor 20 Cukup jelas Nomor 21 Cukup jelas Nomor 22 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Usaha perncanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. Pekerjaan perencanaan konstruksi dapat dilakukan dalam satu paket kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi atau per bagian dari kegiatan. Studi pengembangan mencakup studi insepsion, studi fisibilitas, penyusunan kerangka usulan. Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan bagianbagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan hasil akhir pekerjaan atau per bagian kegiatan. Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. Ayat (3) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang beresiko kecil, yang berteknologi sederhana dan yang berbiaya kecil.
Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan selaku pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Pekerjaan konstruksi yang beresiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan. Pembatasan pekerjaan yang dilakukan oleh orang perseorangan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap para pihak maupun masyarakat atas resiko pekerjaan konstruksi. Ayat (4) Penggolongan diatur sebagai berikut : a. Jasa pemborongan : 1. Usaha kecil untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah’) 2. usaha menengah untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah); 3. Usaha besar dengan pengadaan di atas 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah. b. Jasa konsultasi : 1. Usaha kecil untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) 2. usaha menengah untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp 200.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); 3. Usaha besar dengan pengadaan di atas 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) IUJK perubahan tersebut tidak menambah masa berlakunya IUJK, yaitu 3 (tiga) tahun. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Larangan perangkapan ini berkaiatan dengan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, juga merupakan upaya pembinaan profesional badan usaha. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Keterkaitan pemberian IUJK dapat dipahami, disebabkan oleh karena: a. Sertifikasi yang menghasilkan pengakuan terhadap kompetensi dan kemampuan profesional di bidang jasa konstruksi, dilaksanakan oleh asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi yang telah mendapat akreditasi dari lembaga. b. Dalam hal asosiasi belum terakreditasi atau profesi belum memiliki asosiasi, klasifikasi dan kualifikasi dilakukan oleh lembaga. c. Akreditasi yang menghasilkan pengakuan terhadap kompetensi dan kinerja asosiasi untuk melakukan sertifikasi dilaksanakan oleh Lembaga. d. Pemberian Ijin Usaha Jasa Konstruksi dilakukan oleh pemerintah kabupaten tempat badan usaha tersebut berdomisili. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 15 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Data ketenagakerjaan meliputi penanggung jawawab teknik, tenaga kerja konstruksi dan tenaga kerja non konstruksi. Penanggung jawab teknik dan tenaga teknik dilampiri dengan rekaman sertifikat keahlian dan atau keterampilan yang berlaku atau surat keterangan yang dapat dipersamakan dan dikeluarkan oleh Asosiasi atau Lembaga. Huruf k Cukup jelas Huruf l Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Laporan kegiatan dimaksud berupa laporan aktifitas badan usaha dalam rangka upaya menyediakan informasi jasa konstruksi. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasl 24
Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas