PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZIN BAGI TENAGA KEPERAWATAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang :
a. Bahwa upaya pemerataan pelayanan kesehatan sejalan dengan upaya pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan, sehingga perlu diatur pemberian perizinan bagi tenaga keperawatan; b. Bahwa Pemerintah dan organisasi profesi sebagai pembina tenaga keperawatan perlu dioptimalkan peran dan fungsinya agar tercapai peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara optimal; c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Perizin bagi Tenaga Keperawatan di Kabupaten Bantul;
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Bantul Dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Tahun 3495); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) jo. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
:
5. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbanagn Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, korupsi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-undang 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15 (Berita Negara tanggal 14 Agustus 1950); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1988 tentang Masa Bakti dan Praktik Dokter dan Dokter Gigi (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3366); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4239); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1019/MENKES/SK/VII/2000 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi; 12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat; 13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan; 14. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul Nomor 5 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul (Lembaran Daerah Tahun 1987 Seri D Nomor 7); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 27 Tahun 2000 tentang Penetapan Kewenangan Wajib Kabupaten Bantul (Lembaran Tahun 2000 Daerah Seri D Nomor 14); 16. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 43 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Tahun 2000 Seri D Nomor 36); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Tahun 2001 Seri D Nomor 42);
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL, Menetapkan :
MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH TENTANG PERIZINAN KEPERAWATAN DI KABUPATEN BANTUL
BAGI
TENAGA
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bantul; 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul sebagai Badan Legislatif Daerah; 3. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Bantul; 4. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah otonom lainbya sebagai Badan Eksekutif Daerah; 5. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul; 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul; 7. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis; 8. Sarana Kesehatan adalahh tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan; 9. Tenaga keperawatan adalah bidan, perawat dan perawat gigi; 10. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 11. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui Pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku; 12. Perawat Gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan perawat gigi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 13. Surat Izin Bidan yang selanjutnya disebut SIB adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Republik Indonesia; 14. Praktik bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya; 15. Surat Izin Perawat yang selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberianan kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia; 16. Surat Izin Perawat Gigi yang selanjutnya disebut SIPG adalah bukti tertulis pemberianan kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan gigi
di seluruh wilayah Indonesia yang diberikan oleh Departemen Kesehatan kepada tenaga perawat gigi; 17. Izin Praktik bagi Tenaga Keperawatan yang selanjutnya disebut Izin Peraktik adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah bagi tenaga keperawatan untuk melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan profesinya; 18. Surat Izin Kerja yang selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk melakukan peraktik keperawatan di sarana kesehatan atau kepada perawat gigi untuk melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulutdi sarana kesehatan; 19. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan untuk menjalankan peraktik bidan; 20. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan peraktik perawat perorangan /berkelompok; 21. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik; 22. Organisasi Profesi adalah organisasi profesi bidan dan perawat yang ada di Daerah; 23. Retribusi Perizinan bagi Tenaga Keperawatan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemberian perizinan bagi tenaga keperawatan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah; 24. Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan perizinan tenaga keperawatan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah; 25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang atau jumlah retribusi yang harus dibayar oleh wajib retribusi; 26. Unit Pelayanan Terpadu Satu atap yang selanjutnya disebut UPTSA adalah Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Kabupaten Bantul yang merupakan unit kerja non struktural yang menyelenggarakan pelayanan umum kepada masyarakat. BAB II PERIZINAN Pasal 2 (1) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan atau perorangan. (2) Bidan yang akan menjalankan praktik terlebih dahulu harus memiliki SIPB dari Kepala Dinas, kecuali bagi bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti. (3) SIPB berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui. (4) SiPB sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diperoleh setelah bidan yang bersangkutan (pemohon) mengajukan kepada Kepala Dinas dengan mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan syarat-syarat sebagai berikut :
a. b. c.
Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); Foto kopi ijazah bidan; Foto kopi SIB; d. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter Pemerintah; e. Rekomendasi dari organisasi profesi; f. Surat izin dari atasan langsung bagi yang memiliki atasan langsung; g. Foto kopi hasil pemeriksaan kualitas air yang masih berlaku; h. Denah lokasi dan denah bangunan bagi yang akan menjalankan praktik perorangan; i. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar.
(1) (2)
(3) (4)
(5) (6)
Bagian Kedua SIK dan SIPP Pasal 3 Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan pada sarana kesehatan, praktik perorangan dan atau kelompok. Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan pada sarana kesehatan harus memiliki SIK dari Kepala Dinas. Perawat yang melaksanakan praktik perorangan dan atau kelompok terlebih dahulu harus memiliki SIPP dari Kepala Dinas. SIK sebagaimana dimaksud ayat (2) diajukan oleh pimpinan sarana kesehatan yang mempekerjakan perawat yang bersangkutan kepada Kepala Dinas dengan mengisi formulir yang telah disediakan dan dilampiri persyaratan sebagai berikut : a. Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); b. Foto kopi ijazah; c. Foto kopi SIP yang masih berlaku; d. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter Pemerintah; e. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja; f. Surat rekomendasi dari organisasi profesi yang bersangkutan di Daerah; g. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar. SIK sebagaimana dimaksud ayat (2) hanya berlaku untuk 1 (satu) sarana kesehatan dan harus diajukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah perawat diterima bekerja; SIPP sebagaimana dimaksud ayat (3) dapat diperoleh setelah perawat yang bersangkutan (pemohon) mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas dengan mengisi formulir yang telah disediakan dan dilampiri persyaratan sebagai berikut : a. Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); b. Foto kopi ijazah ahli madya keperawatan atau ijazah dengan kompetensi lebih tinggi yang diakui Pemerintah; c. Foto kopi SIP yang masih berlaku; d. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter Pemerintah;
(7) (8)
(1)
(2) (3)
(4)
(5)
(1) (2)
e. Surat keterangan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dari pimpinan sarana kesehatan yang bersangkutan; f. Surat rekomendasi dari organisasi profesi yang bersangkutan di Daerah; g. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar. SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan serendahrendahnya ahli madya keperawatan (D III). SIK dan SIPP berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui. Bagian Ketiga SIK bagi Perawat Gigi Pasal 4 Perawat Gigi dapat melaksanakan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut pada sarana kesehatan. Perawat Gigi yang melaksanakan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut pada sarana kesehatan wajib memiliki SIK dari Kepala Dinas. SIK sebagaimana dimaksud ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) sarana kesehatan dan harus diajukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Perawat Gigi diterima bekerja. SIK Perawat Gigi sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan oleh pimpinan sarana kesehatan yang mempekerjakan perawat gigi yang bersangkutan kepada Kepala Dinas dengan mengisi formulir yang telah disediakan dan dilampiri persyaratan sebagai berikut : a. Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); b. Foto kopi ijazah; c. Foto kopi SIPG yang masih berlaku; d. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter Pemerintah; e. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja; f. Surat rekomendasi dari organisasi profesi yang bersangkutan di Daerah; g. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar. SIK sebagaimana dimaksud ayat (2) berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui. BAB III PEJABAT YANG BERWENANG MEMBERIKAN DAN MENCABUT SIPB, SIK, SIPP DAN SIK Perawat Gigi Pasal 5 Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut mencabut SIPB, SIK, SIPP dan SIK Perawat Gigi adalah Kepala Dinas. Dalam hal ini pejabat sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak ada, Bupati dapat menunjuk pejabat lain. Pasal 6
(1)
(2)
Pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 5 wajib menerbitkan SIPB, SIK, SIPP dan atau SIK Perawat Gigi dalam waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap dan benar, apabila permohonan dinyatakan memenuhi syarat. Apabila permohonan SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi ditolak, Kepala Dinas wajib memberikan alasan-alasan penolakan secara tertulis.
BAB IV PEKERJAAN KEPERAWATAN Bagian Kesatu Pekerjaan Bidan Pasal 7 Bidan yang menjalankan praktiknya berwenang memberikan pelayanan yang sebagiai berikut: a. Pelayanan kebidanan yang meliputi: 1. pelayanan kebidanan kepada ibu yang diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval), terdiri atas: a) penyuluhan dan konseling; b) pemeriksaan fisik; c) pelayanan antenal pada kehamilan normal; d) pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, pre eklamasi ringan dan anemi ringan; e) pertolongan persalinan normal; f) pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasae panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, pendarahan post partum, laserisasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term; g) pelayanan ibu nifas normal; h) pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio placenta, renjatan dan infeksi ringan; i) pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid. 2. pelayanan kebidanan kepada anak yang diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah, terdiri atas: a) pemeriksaan bayi baru lahir; b) perawatan tali pusat; c) perawatan bayi; d) resusitasi pada bayi baru lahir; e) pemantauan tumbuh kembang anak; f) pemberian imunisasi; g) pemberian penyuluhan.
b. c.
Pelayanan Keluarga Berncana; Pelayanan kesehatan masyarakat.
Pasal 8 (1) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf a, meliputi tindakan sebagai berikut: a. Memberikan imunisasi; b. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas; c. Mengeluarkan plasenta secara manual; d. Bimbingan senam hamil; e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi; f. Episiotomi; g. Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II; h. Aminiotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 (empat) cm; i. Pemberian infus; j. Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa; k. Kompresi bimanual; l. Versi ekstraksi gemeli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya; m. Vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul; n. Pengendalian anemia; o. Meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu; p. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia; q. Penanganan hipotermi; r. Pemberian minum dengan sonde/pipet; s. Pemberian obat-obatan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; t. Pemberian surat keterangan sakit, kelahiran dan kematian; u. Pemberian surat keterangan untuk mendapatkan cuti bersalin. (2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf b, meliputi tindakan sebagai berikut: a. Memberikan obat dan alat kontasepsi melalui oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom; b. Memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi; c. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim; d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit; e. Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat. (3) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf b, meliputi tindakan sebagai berikut: a. Pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak; b. Pemantauan tumbuh kembang anak; c. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
d.
Melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya. Pasal 9 Dalam rangka penyelematan jiwa yang merupakan keadaan darurat, Bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan sebagaimana dimaksud Pasal 7.
(1)
(2) (3) (4)
(1)
Pasal 10 Bidan yang menjalankan praktik perorangan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memiliki tempat dan ruangan praktik dan sejumlah tempat tidur sesuai standar pelayanan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku; b. Memiliki peralatan dan kelengkapan administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Menyediakan obat-obatan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; Bidan dalam menjalankan praktik wajib membantu program Pemerintah dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana. Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta memberikan pelayanan berdasarkan standar profesi. Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), dan (3) bidan dalam melaksanakan praktik sesuai kewenangannya wajib: a. Menghormati hak pasien; b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani; c. Menyimpan rahasia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan; e. Meminta persetujuan tindakan yang akan diberikan; f. Melakukan catatan medik (medical record) dengan baik; Bagian Kedua Pekerjaan Perawat Pasal 11 Perawat melaksanakan praktik keperawatan dengan kewenangan sebagai berikut: a. Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan; b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a, meliputi intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;
c.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi; d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. (2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) Perawat wajib: a. Menghormati hak pasien; b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani; c. Menyimpan rahasia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. Memberikan informasi; e. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan; f. Melakukan catatan keperawatan dengan baik. (3) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang atau pasien, perawat berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1). Pasal 12 Perawat dalam melakukan praktik keperawatan wajib: a. Melakukan tindakan sesuai kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta standar profesi; b. Membantu program Pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; c. Senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(1) (2) (3)
(1)
(2)
Pasal 13 Perawat yang menjalankan praktik perorangan wajib memasang papan nama di depan lokasi praktiknya dan mencantumkan SIPP di ruang praktiknya; Perawat dalam menjalankan praktik perorangan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: Perawat yang telah memiliki SIPP dapat melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah dan harus membawa perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan. Bagian Ketiga Pekerjaan Perawat Gigi Pasal 14 Perawat Gigi melaksanakan pekerjaan sebagai perawat gigi dengan kewenangan sebagai berikut: a. Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut; b. Melaksanakan tindakan medik terbatas di bidang kedokteran gigi sesuai permintaan tertulis dari dokter gigi. Kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan kemampuan berdasarkan pendidikan dan pengalaman.
(3)
(4)
Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi: a. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut; b. Upaya pencegahan penyakit gigi; c. Tindakan penyembuhan penyakit gigi; d. Pelayanan higiene kesehatan gigi. Perawat gigi dapt menolak permintaan pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b apabila tidak sesuai dengan ilmu dan pendidikannya.
Pasal 15 Perawat Gigi dalam melnjalankan asuhan gig dan mulut wajib: a. Mematuhi standar profrsi dan menhormati hak pasien; b. Melaksanakan program Pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; c. Meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 (1) Kepala Dinas dan atau Organisasi Profesi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga keperawatan yang melakukan praktik di Daerah. (2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. Kepala Dinas bersama organisasi profesi melakukan pemantauan standar pelayanan sesuai dengan izin yang dimiliki oleh tenaga keperawatan; b. Kepala Dinas dapat memberikan saran pertimbangan kepada tenaga keperawatan pemegang izin untuk kelangsungan kegiatannya; c. Organisasi profesi membimbing dan mendorongnya tenaga keperawatan untuk mencapai angka kredit yang ditentukan. (3) Kepala Dinas bersama organisasi profesi melakukan pertemuan secara periodik untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1). (4) Bentuk-bwntuk kegiatan pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas. Pasal 17 Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan tenaga keperawatan yang melakukan praktik dan yang berhenti melakukan praktik pada sarana kesehatan yang bersangkutan kepada Kepala Dinas dan organisasi profesi. BAB VI HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 18
Pemegang SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi berhak : a. Melakukan kegiatan sesuai SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi yang dimiliki; b. Mendapatkan pembinaan dari Pemerintah Daerah untuk kelangsungan kegiatannya; c. Mendapatkan jaminan hukum dari Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan kegiatannya sesuai izin yang dimiliki. Pasal 19 Pemegang SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi wajib : a. Menaati segala ketentuan sesuai SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi yang dimiliki; b. Melakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan teknis bidang kesehatan yang berlaku, sehingga kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan tidak menimbulkan gangguan kesehatan serta layak bagi masyarakat; c. Menciptakan rasa nyaman, aman dan membina hubungan harmonis dengan lingkungan tempat melakukan kegiatannya; d. Melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan sesuai SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi yang dimiliki. Pasal 20 Pemerintah Daerah berkewajiban : a. Memberikan pembinaan, pengawasan dan pengendalian bagi pemegang SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi; b. Memberikan pengakuan hukum bagi pemegang SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi dalam menyelenggarakan kegiatan sesuai izin yang dimiliki. Pasal 21 Tenaga keperawatan dilarang : a. Menjalankan praktik di luar kewenangan berdasarkan perizinan yang dimiliki; b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi. BAB VII PENCABUTAN SIPB, SIK, SIPP ATAU SIK PERAWAT GIGI Pasal 22 Pencabutan SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi oleh Kepala Dinas, dapat dilakukan berdasarkan : a. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; b. Rekomendasi dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK); c. Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan atau d. Permintaan dari yang bersangkutan. BAB VIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 23 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 10, dan atau Pasal 11 ayat (2), dan atau Pasal 12, dan atau Pasal 13, dan
atau Pasal 15, dan atau Pasal 19 dan atau Pasal 21 dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Tindak pelanggaran ringan, berupa pencabutan sementara SIP selamalamanya 3 (tiga) bulan; b. Tindak pidana sedang, berupa pencabutan sementara SIP selamalamanya 6 (enam) bulan; c. Tindak pidana berat, berupa pencabutan sementara SIP selamalamanya 1 (satu) tahun; (2) Kepala Dinas bersama organisasi profesi menetapkan kriteria jenis pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (1).
(1)
(2)
Pasal 24 Pencabutan sementara SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi sebagaimana dimaksud Pasal 23 dapat dilakukan setelah diberikan Surat Peringatan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut masing-masing dengan tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. Peringatan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat diberikan oleh Kepala Dinas atau Organisasi Profesi. BAB IX RETRIBUSI
Bagian Kesatu Nama, Objek, Subjek dan Wajib Retribusi Pasal 25 Nama retribusi adalah retribusi pelayanan izin praktik bagi tenaga keperawatan.
(1) (2)
Pasal 26 Setiap pelayanan pemberian SIPB atau SIPP dikenakan retribusi. Pelayanan pemberian SIK dan SIK Perawat Gigi tidak dipungut retribusi.
Pasal 27 Objek retribusi adalah pelayanan izin praktik bagi tenaga keperawatan yang meliputi pemberian : a. SIPB; b. SIPP. Pasal 28 Subjek dan wajib retribusi adalah setiap orang yang mendapatkan pelayanan SIPB atau SIPP. Bagian Kedua Golongan Retribusi Pasal 29
Retribusi perizinan bagi tenaga keperawatan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu. Bagian Ketiga Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 30 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan perizinan bagi tenaga keperawatan yang diberikan.
(1)
(2)
(1)
(2)
a. b.
Bagian Keempat Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 31 Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada biaya untuk menutup sebagian atau seluruh biaya operasional pelayanan perizinan tenaga keperawatan dan biaya pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. Biaya operasional; b. Biaya pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Bagian Kelima Besarnya Tarif Pasal 32 Besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut : a. Pelayanan SIPB sebesar Rp 140.000,00 (seratus empat puluh ribu rupiah); b. Pelayanan SIPP sebear Rp 140.000,00 (seratus empat puluh ribu rupiah); Retribusi penggantian SIPB atau SIPP yang hilang atau rusak ditetapkan sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Pasal 33 Seluruh hasil penerimaan retribusi pelayanan perizinan bagi tenaga Keperawatan sebagaimana dimaksud Pasal 32 disetor ke Kas Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka operasional penyelenggaraan perizinan bagi tenaga Keperawatan disediakan anggaran operasional dalam Anggaran Pendpatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bantul.
Bagian Keenam Wilayah Pemungutan Pasal 34 Retribusi yang terutang dipungut di tempat pelayanan perizinan bagi tenaga keperawatan.
Bagian Ketujuh Masa Retribusi dan Saat Reribusi Terutang Pasal 35 Masa retribusi adalah jangka waktu berlakunya SIPB atau SIPP. Pasal 36 Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(1) (2)
(1) (2)
Bagian Kedelapan Tata Cara Pemungutan Retribusi Pasal 37 Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Bagian Kesembilan Tata Cara Pembayaran Pasal 38 Retribusi terutang harus dilunasi sekaligus. Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur oleh Bupati.
Bagian Kesepuluh Keringanan, Pengurangan atau Pembebasan Retribusi Pasal 39 (1) Bupati dapat memberikan keringanan, pengurangan atau pembebasan retribusi. (2) Keringanan, pengurangan atau pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Tata cara pemberian pengurangan atau pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur oleh Bupati. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 40 (1) Barang siapa melanggar kegiatan pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIPB sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2), atau SIK sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2), atau SIPP sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (3), atau SIK sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 41 Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 40, apabila pemegang SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi melakukan tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan perundang-undangan lainnya dikenakan pidana sesuai peraturan perundangundangan yang mengaturnya.
(1) (2)
BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 42 Selain oleh Penyidik Polisi Republik Indonesia (POLRI), penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 40 dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah. Penyidik pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemerikasaan; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Polisi Republik Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XII PELAKSANAAN Pasal 43 (1) Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada Dinas kesehatan. (2) Dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah ini Dinas Kesehatan dapat bekerja sama dengan instansi dan atau lembaga terkait.
Pasal 44 Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat yang memerlukan SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi, pelayanannya dapat dilakukan melalui UPTSA, yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 45 Organisasi profesi dalam melaksanakan pemberian rekomendasi kepada tenaga keperawatan terlebih dahulu melakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 (1) SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi yang telah dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya. (2) Tenaga keperawatan yang telah melakukan kegiatan sebelum belakunya Peraturan Daerah ini dan belum memiliki SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi wajib mengajukan berdasarkan Peraturan Daerah ini. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 Ketentuan yang mengatur tentang SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 48
(1) Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Peraturan Daerah ini diatur oleh Bupati. (2) xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx (3) Bentuk-bentuk formulir yang diperlukan serta sistem dan prosedur dalam pelayanan pemberian SIPB, SIK, SIPP atau SIK Perawat Gigi ditetapkan oleh Kepala Dinas. Pasal 49 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bantul.
Ditetapkan di Bantul Pada tanggal 26 November 2002 BUPATI BANTUL,
M. IDHAM SAMAWI
Telah mendapatkan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL Dengan Keputusan DPRD, Nomor : 22/KEP/DPRD/2002 Tanggal : 26 November 2002 Diundangkan di Bantul Pada tanggal 26 November 2002 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANTUL,
Drs. ASHADI, M.Si (Pembina Utama Muda IV/C) NIP. 490018672
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL SERI B NOMOR 12 TAHUN 2 002
PENJE1LASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN BAGI TENAGA KEPERAWATAN DI KABUPATEN BANTUL I.
PENJELASAN UMUM Tenaga keperawatan yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibannya. Kompetensi dan kewenangan tersebut menunjukkan kemampuan profesional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga medis dimaksud. Tenaga medis yang melakukan profesinya sesuai standar profesi akan mendapatkan perlindungan hukum. Oleh karena itu dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi tenaga medis yang telah melaksanakan tugas profesinya diperlukan izin praktik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.
Di samping untuk memberikan perlindungan hukum, perizinan bagi tenaga keperawatan juga diperlukan dalam pembinaan dan pengawasan bagi tenaga medis yang bersangkutan. Usaha pembinaan dan pengawasan ini di samping tugas Pemerintah, juga merupakan kewajiban bagi organisasi profesi yang bersangkutan. Oleh karen itu setiap tindakan hukum yang akan diberlakukan bagi tenaga medis, Pemerintah Daerah diwajibkan senantiasa harus berkomunikasi dengan organisasi profesi yang bersangkutan. Di samping itu, organisasi profesi diberikan kewenangan oleh Peraturan daerah untuk mengusulkan tindakan hukum tertentu, dalam rangka pembinaan bagi tenaga medis kepada Kepala Dinas. Ditetapkannya Peraturan Daerah ini sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah di bidang kesehatan, sehingga semua tenaga medis yang ada di Daerah wajib tunduk dan melaksanakan ketentuan dalam Peraturan daerah ini. II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Nomor 1 Cukup jelas Nomor 2 Cukup jelas Nomor 3 Cukup jelas Nomor 4 Cukup jelas Nomor 5 Cukup jelas Nomor 6 Cukup jelas Nomor 7 Cukup jelas Nomor 8 Yang dimaksud dengan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat. Nomor 9 Cukup jelas Nomor 10 Cukup jelas Nomor 11 Cukup jelas Nomor 12 Cukup jelas Nomor 13 Cukup jelas
Nomor 14 Cukup jelas Nomor 15 Cukup jelas Nomor 16 Cukup jelas Nomor 17 Cukup jelas Nomor 18 Cukup jelas Nomor 19 Cukup jelas Nomor 20 Cukup jelas Nomor 21 Cukup jelas Nomor 22 Cukup jelas Nomor 23 Cukup jelas Nomor 24 Cukup jelas Nomor 25 Cukup jelas Nomor 26 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud mengajukan SIK bagi perawat adalah pimpinan sarana kesehatan yang mempekerjakan perawat yang bersangkutan, sehingga apabila terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini yang dikenakan sanksi administrative maupun sanksi pidana adalah pimpinan sarana kesehatan yang mempekerjakan perawat yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Seorang perawat dapat diberikan lebih dari 1 (satu) SIK dengan ketentuan mampu melaksanakan kegiatannya secara optimal berdasarkan penilaian dari organisasi profesi dan pimpinan sarana kesehatan yang akan mempekerjakannya. Ayat (6)
Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang diwajibkan mengajukan SIK bagi perawat gigi adalah pimpinan sarana kesehatan yang mempekerjakan perawat yang bersangkutan, sehingga apabila terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini yang dikenakan sanksi administrative maupun sanksi pidana adalah pimpinan sarana kesehatan yang mempekerjakan perawat gigi yang bersangkutan. Ayat (3) Seorang perawat gigi dapat diberikan lebih dari 1 (satu) SIK dengan ketentuan mampu melaksanakan kegiatannya secara optimal berdasarkan penilaian dari organisasi profesi dan pimpinan sarana kesehatan yang akan mempekerjakannya. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pelayanan kesehatan dalam rangka penyelematan jiwa seseorang atau pasien dapat dilakukan berdasarkan kriteria kegawatan medis sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) a. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut meliputi: 1. penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada individu, kelompok dan masyarakat; 2. pelatihan kader; 3. pembuatan dan penggunaan alat peraga penyuluhan; b. Upaya pencegahan penyakit gigi meliputi: 1. pemeriksaan plak; 2. teknik sikat gigi yang baik; 3. skaling supra gingival; 4. pencegahan karies gigi dengan fluor dengan teknik kumur-kumur, penolesan fluor pada gigi; 5. pengisian pit dan fissure gigi dengan bahan sealant; 6. pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pasien umum rawat inap. c. Tindakan penyembuhan penyakit gigi meliputi: 1. pengobatan darurat sesuai dengan standar pelayanan; 2. pencabutan gigi susu dengan atau tanpa topikal anestesi 3. penambahan gigi sulung satu bidang dengan glass lonomer dan bahan amalgam; 4. perawatan pasca tindakan.
d. Pelayanan higiene kesehatan gigi meliputi: 1. higiene petugas kesehatan gigi dan mulut; 2. sterilisasi alat-alat kesehatan gigi; 3. pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi; 4. lingkungan kerja. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Yang dimaksud retribusi perizinan tertentu adalah adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum. Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan dalam pasal ini dan pasal-pasal lain adalah semua jenis surat yang berisi penetapan besarnya retribusi terutang. Pasal 37 Cukup jelas
Pasal 38 Ayat (1) Pembayaran retribusi dilakukan setelah izin yang dimohon diterbitkan, dan tidak dapat diangsur atau dibayar sekaligus. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas