PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN RETRIBUSI DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang
: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 170 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pemeriksaan Retribusi;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3236) sebagaimana telah diubah untuk ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674); 6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 368) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 1298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987); 7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 8. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893); 9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180); 10.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 11.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 12.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 13.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
14.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 15.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 16.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 17.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 18.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 19.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 20.Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 249, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4051); 21.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 22.Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur Nomor 12); 23.Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Aceh Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur Nomor 40); 24.Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 Nomor 9);
MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN RETRIBUSI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Aceh Timur. 2. Pemerintah Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara Pemerintah Kabupaten Aceh Timur yang terdiri atas Bupati dan perangkat daerah Kabupaten Aceh Timur. 3. Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Bupati adalah Bupati Aceh Timur. 4. Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah pejabat yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan. 5. Satuan Kerja Perangkat Kabupaten yang selanjutnya disingkat SKPK adalah perangkat daerah pada Pemerintah Kabupaten selaku pengguna anggaran/barang. 6. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 7. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban di bidang daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang retribusi daerah. 8. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Retribusi, atau tempat lain yang ditentukan oleh Bupati. 9. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor SKPK. 10.Pemeriksa Retribusi adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan. 11.Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban di bidang retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang retribusi.
12.Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun retribusi tersebut. 13.Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disc, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya. 14.Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, atau sumber penghasilan Wajib Retribusi yang diperiksa. 15.Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi tentang hasil Pemeriksaan yang meliputi pospos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara jumlah pokok pajak, dan pemberian hak kepada Wajib Retribusi untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. 16.Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference) adalah pembahasan antara Wajib Retribusi dan Pemeriksa Retribusi atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui. 17.Tim Pembahas adalah tim yang dibentuk oleh Bupati atau Kepala SKPK yang bertugas untuk membahas perbedaan antara pendapat Wajib Retribusi dan Pemeriksa Retribusi pada saat dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. 18.Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Retribusi mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan. 19.Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Retribusi secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan. 20.Pemeriksaan ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Retribusi untuk jenis retribusi dan masa/tahun retribusi yang telah diperiksa pada Pemeriksaan sebelumnya.
21.Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah jangka waktu yang diberikan kepada Pemeriksa Retribusi untuk melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Retribusi yang dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Retribusi sampai dengan tanggal penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. 22.Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan. 23.Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang retribusi. BAB II DASAR PEMERIKSAAN Bagian Kesatu Dasar Pemeriksaan Terhadap Wajib Retribusi Pasal 2 (1) Atas permintaan Kepala SKPK, SKPK yang berwenang melakukan pemeriksaan dapat melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Retribusi. (2) Permintaan Kepala SKPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan: a. hasil pemantauan SKPK terhadap Wajib Retribusi yang bersangkutan; b. laporan dari pihak ketiga; atau c. permintaan Wajib Retribusi atas kelebihan pembayaran retribusi. Pasal 3 (1) PPKD dapat melakukan koordinasi dengan SKPK dalam rangka pemeriksaan retribusi. (2) Apabila dari hasil koordinasi perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan, hasil koordinasi digunakan sebagai rekomendasi bagi SKPK untuk meminta SKPK yang berwenang melakukan pemeriksaan melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Retribusi. Bagian Kedua Dasar Pemeriksaan Terhadap Instansi Pemerintah Pasal 4 Atas permintaan PPKD, SKPK yang berwenang melakukan pemeriksaan dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap SKPK yang ditunjuk.
BAB III TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN Bagian Kesatu Pemeriksaan Terhadap Wajib Retribusi Pasal 5 (1) Pemeriksaan terhadap Wajib Retribusi bertujuan untuk: a. menguji kepatuhan atas pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang retribusi; dan b. melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan retribusi. (2) Ruang Lingkup pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyelenggaraan catatan akuntansi yang berkaitan dengan objek pemeriksaan retribusi; b. laporan keuangan beserta dokumen pendukung yang berkaitan dengan objek pemeriksaan retribusi; c. transaksi keuangan yang berkaitan dengan pembayaran dan penyetoran objek pemeriksaan retribusi. Bagian Kedua Pemeriksaan Terhadap SKPK Pasal 6 (1) Pemeriksaan terhadap Instansi Pemerintah bertujuan untuk: a. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan retribusi; b. menguji kepatuhan atas pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang retribusi; dan c. melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan retribusi. (2) Ruang Lingkup pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengendalian dan pertanggungjawaban pemungutan dan penyetoran retribusi; b. penyelenggaraan pencatatan akuntansi; c. laporan rencana dan realisasi retribusi; d. penggunaan sarana yang tersedia berkaitan dengan retribusi yang dikelola SKPK.
BAB IV PELAKSANAAN PEMERIKSAAN Bagian Kesatu Pemeriksaan Terhadap Wajib Retribusi Pasal 7 Dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Retribusi, Pemeriksa berpedoman pada standar dan norma pemeriksaan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 8 (1) Pemeriksa mempunyai kewajiban sebagai berikut: a. menyerahkan surat tugas kepada Wajib Retribusi yang akan diperiksa; b. menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Retribusi yang diperiksa; c. memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Retribusi yang diperiksa tentang temuan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi oleh Wajib Retribusi yang diperiksa; d. membuat laporan hasil pemeriksaan; e. memberikan petunjuk kepada Wajib Retribusi yang diperiksa mengenai pemenuhan atas kewajiban retribusi dengan tujuan agar pemenuhan atas kewajiban retribusi dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; f. mengembalikan buku, catatan, bukti, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Retribusi yang diperiksa dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak selesainya pemeriksaan; dan g. merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepada Pemeriksa mengenai data Wajib Retribusi yang diperiksa, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. (2) Pemeriksa mempunyai kewenangan sebagai berikut: a. memeriksa dan atau meminjam buku, catatan, bukti dan dokumen pendukung lainnya; b. meminta keterangan dan atau bukti yang diperlukan dari Wajib Retribusi yang diperiksa; c. meminta keterangan dan atau bukti yang diperlukan dari pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Wajib Retribusi yang diperiksa; dan d. memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Retribusi yang diperiksa dan atau tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut.
Pasal 9 Wajib Retribusi yang diperiksa mempunyai kewajiban sebagai berikut: a. memenuhi permintaan peminjaman buku, catatan, bukti dan dokumen pendukung lainnya yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat permintaan; b. memberikan kesempatan kepada Pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan membantu kelancaran pemeriksaan; c. memberikan keterangan yang diperlukan; dan d. menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan. Pasal 10 (1) Pemeriksaan dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih Pemeriksa. (2) Pemeriksaan dilaksanakan di kantor Wajib Retribusi yang diperiksa, di kantor lainnya, dipabrik, di tempat usaha, di tempat tinggal, atau di tempat lain sepanjang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan Wajib Retribusi yang diperiksa. (3) Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan dalam hal tertentu dapat dilanjutkan di luar jam kerja. (4) Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan, Wajib Retribusi yang diperiksa tidak ada di tempat, pemeriksaan tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang mewakili atau kuasanya. (5) Dalam hal Wajib Retribusi yang diperiksa atau yang mewakili atau kuasanya menolak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, b, dan c, Wajib Retribusi atau wakil atau kuasanya harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan. (6) Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan dapat dijadikan dasar untuk menyusun laporan hasil pemeriksaan. Pasal 11 (1) Wajib Retribusi yang menghindar atau menolak diperiksa wajib menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan. (2) Wajib Retribusi yang menghindar atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi dengan penetapan Retribusi yang Terutang secara jabatan dan atau sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12 (1) Apabila Wajib Retribusi tidak bersedia menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pemeriksa membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh 2 (dua) Pemeriksa dengan terlebih dahulu menyampaikan Surat Peringatan kepada Wajib Retribusi. (2) Surat Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 5 (lima) hari kerja. (3) Wajib Retribusi yang tidak bersedia menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi dengan penetapan Retribusi yang Terutang secara jabatan dan atau sanksi lain berdasarkan peraturan perundangundangan. Bagian Kedua Pemeriksaan Terhadap SKPK Pasal 13 Dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap SKPK, Pemeriksa berpedoman pada standar dan norma pemeriksaan serta ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Ketiga Permintaan Keterangan dari Pihak Lain Pasal 14 Dalam hal diperlukan keterangan atau bukti dari pihak lain dalam rangka pemeriksaan, pihak lain yang bersangkutan wajib memberikan keterangan atau seluruh bukti yang diminta atas dasar permintaan Pemeriksa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Temuan Hasil Pemeriksaan Pasal 15 (1) Temuan Hasil Pemeriksaan Wajib Retribusi wajib disampaikan oleh Pemeriksa kepada Wajib Retribusi yang diperiksa secara tertulis dengan tembusan kepada Kepala SKPK. (2) Temuan Hasil Pemeriksaan SKPK wajib disampaikan oleh Pemeriksa kepada Kepala SKPK yang diperiksa secara tertulis dengan tembusan kepada PPKD.
Bagian Kelima Tanggapan atas Temuan Hasil Pemeriksaan Pasal 16 (1) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib memberikan tanggapan tertulis atas temuan hasil pemeriksaan kepada Pemeriksa dengan tembusan kepada Kepala SKPK dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak temuan hasil pemeriksaan diterima. (2) Kepala SKPK yang diperiksa wajib memberikan tanggapan tertulis atas temuan hasil pemeriksaan kepada Pemeriksa dengan tembusan kepada PPKD dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak temuan hasil pemeriksaan diterima. (3) Dalam hal tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan tidak disampaikan sampai dengan batas jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Wajib Retribusi atau Kepala SKPK yang diperiksa dianggap telah menyetujui temuan hasil pemeriksaan dan dijadikan sebagai dasar pembahasan. Bagian Keenam Pembahasan atas Temuan Hasil Pemeriksaan Pasal 17 (1) Setelah Wajib Retribusi yang diperiksa memberikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau tidak menyampaikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Kepala SKPK yang meminta SKPK yang berwenang melakukan pemeriksaan untuk melakukan pemeriksaan retribusi menyelenggarakan pembahasan temuan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Retribusi yang diperiksa dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak tanggapan diterima atau batas waktu penyampaian tanggapan berakhir. (2) Setelah Kepala SKPK yang diperiksa memberikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) atau tidak menyampaikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), PPKD menyelenggarakan pembahasan temuan hasil pemeriksaan terhadap SKPK yang diperiksa dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak tanggapan diterima atau batas waktu penyampaian tanggapan berakhir. (3) Dalam hal Wajib Retribusi yang diperiksa tidak menghadiri pembahasan temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa memberitahukan alasan sebelumnya, Wajib Retribusi yang diperiksa dianggap menyetujui seluruh temuan hasil pemeriksaan.
(4) Dalam hal Kepala SKPK yang diperiksa tidak menghadiri pembahasan temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa memberitahukan alasan sebelumnya, Kepala SKPK yang diperiksa dianggap menyetujui seluruh temuan hasil pemeriksaan. (5) Kepala SKPK dan PPKD dapat menugaskan pejabat yang berwenang untuk menyelenggarakan pembahasan temuan hasil pemeriksaan. (6) Hasil pembahasan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) merupakan dasar penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan. Bagian Ketujuh Laporan Hasil Pemeriksaan Pasal 18 (1) Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap Wajib Retribusi disampaikan oleh Kepala SKPK Pemeriksa kepada Kepala SKPK. (2) Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan Kepala SKPK sebagai dasar penerbitan surat ketetapan jumlah Retribusi yang Terutang atau surat tagihan atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang retribusi. (3) Apabila Laporan Hasil Pemeriksaan disusun berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan, jumlah Retribusi yang Terutang ditetapkan secara jabatan. Pasal 19 (1) Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap SKPK disampaikan oleh Kepala SKPK Pemeriksa kepada Bupati dan tembusannya disampaikan kepada PPKD. (2) Bupati memberitahukan Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala SKPK yang bersangkutan guna penyelesaian lebih lanjut. Bagian Kedelapan Tindak Lanjut Pemeriksaan Pasal 20 PPKD, Kepala SKPK, dan Kepala SKPK Pemeriksa, wajib menatausahakan hasil pemeriksaan. Pasal 21 (1) Dalam hal Pemeriksa menemukan adanya dugaan tindak pidana dalam pemeriksaan terhadap Wajib Retribusi, Pemeriksa merekomendasikan kepada Kepala SKPK yang meminta pemeriksaan untuk menindaklanjuti berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal Pemeriksa menemukan adanya dugaan tindak pidana dalam pemeriksaan terhadap SKPK, Pemeriksa merekomendasikan kepada Bupati untuk menindaklanjuti berdasarkan peraturan perundangundangan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Aceh Timur. Ditetapkan di Idi pada tanggal 9 Maret 2012 M 16 Rabiul Akhir 1433 H BUPATI ACEH TIMUR, ttd MUSLIM HASBALLAH Diundangkan di Idi pada tanggal 13 Maret 2012 M 20 Rabiul Akhir 1433 H SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR, ttd SYAIFANNUR BERITA DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2012 NOMOR 9 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM SETDAKAB. ACEH TIMUR,
ISKANDAR, SH Penata Tk. I (III/d) Nip. 19720909 200212 1 009