PERANG DINGIN BARU ANTARA AS-TIONGKOK? SIAPA YANG MENJADI AGRESOR? Artikel dalam MANIFEST, NCPN (Partai Komunis Baru Belanda) Terjemahan Bu Francisca Fanggidey Yang berulang tahun ke-86 pada 16-8-2011. Kiriman Bung M. Kasim.
"Pengamanan jalur-jalur perdagangan, yang berarti penguasaan atas samudera bisa menjadi taruhan suatu 'Perang Dingin' antara AS dan Tiongkok", demikian penulis Amerika Robert Kaplan dalam buku terbarunya"Moesson"("Musim") yang telah terbit tahun ini. Dengan sendirinya ia memandng masalah ini dari perspektif Amerika dan memandang berkembang majunya Tiongkok sebagai ancaman bagi hegemoni Barat. Boudewijn Deckers, ahli tentang Tiongkok dari Partai Buruh Belgia, juga memberikan gambaran di Universitas Musim Panas Marxis (Marxistische Zomeruniversiteit) Agustus 2010 tentang kepentingan antara kedua negara, tetapi dari sudut pandang Tiongkok. ---Mark Jan Smit Hegemoni Barat sedikit demi sedikit merapuh, sedangkan pengaruh Tiongkok semakin menguat. Tetapi AS tidak akan membiarkan maju berlalu tanpa perlawanan. Artikel ini pada pokoknya adalah pandangan pribadi Boudewijn Deckers. Karenanya tidak bisa dipandang sebagai satu-satunya kebenaran. Dewasa ini Tiongkok dipandang sebagai berita panas di media. Pemberitaan secara kasar dapat dibagi dalam dua kategori: Tiongkok sebagai ancaman dan Tiongkok sebagai peluang (kans). Dalam hal pertama selalu disinggung tentang diktatur komunis dan dicoba untuk menggambarkan Tiongkok seburuk-buruknya, dimana Dalai Lama dengan teratur dimunculkan. Tetapi apabila Tiongkok dianggap sebagai peluang, suatu peluang bagi modal Barat untuk memperoleh uang, maka pertumbuhan ekonomi Tiongkok dipuja setinggi langit tanpa menyinggung satu katapun tentang suatu kekuasaan komunis, dan Tiongkok merupakan bagian dari dunia Barat. Tak bisa lain, ini adalah suatu strategi yang dengan sedar dilakukan untuk memanipulasi pencitraan tentang Tiongkok.
Barat dengan ketakutan memandang negara adi daya (supermacht) dari Timur ini yang tumbuh dengan cepat. Reformasi Sudah tigapuluh tahun lebih, sejak tampilnya Deng Xiaoping, maka perubahan-perubahan di Tiongkok, yang telah menuju ke munculnya suatu ekonomi pasar yang tidak sepenuhnya (Bld.:gedeeltelijke markteconomie), yang dikontrol oleh negara. Penerus-penerusnya Jiang Zemin dan Hu Jintao telah meneruskan kebijakan tersebut. Hal ini tak lain telah membuahkan hasil. Tahun demi tahun Tiongkok telah menghasilkan suatu kemajuan ekonomi yang memberikan kesan yang mendalam yang telah tumbuh menjadi ekonomi dunia yang kedua, setelah tahun lalu berhasil melampaui Jepang. Akan tetapi mengenai kekayaan per kapita, Tiongkok masih terhitung masuk kelompok menengah (tahun lalu berada di tempat ke-99). Tiongkok masih harus menempuh suatu jalan panjang. Tiongkok telah memilih untuk memperbolehkan masuknya modal asing secara besar-besaran demi mendorong maju perkembangannya sendiri. Ini berakibat masuknya Tiongkok menjadi anggota WTO (Word Trade Organzation) pada tahun 2001. Analis-analis Barat meramalkan bahwa Tiongkok mulai saat itu akan segera dibanjiri oleh invasi kapital asing. Akan segera berakhirlah ekonomi berencana dan Tiongkok sepenuhnya akan menjadi daerah yang ditaklukan (wingewest) oleh kapital Barat. Tetapi pendapat ini sedikitpun tidak ada kebenarannya. Ekonomi Tiongkok dalam sepuluh tahun yang lalu telah mengalami kemajuan yang luar biasa dan telah berkembang dengan luar biasa kuat. Tetapi langkah definitif ke sosialisme belum ditempuh, karena Tiongkok mempunyai suatu ekonomi yang sangat bercampur, yaitu di samping sektor sosialis yang kuat, juga ada suatu sektor kapitalis yang tidak kalah pentingnya. Partai Komunis Tiongkok menganggap bahwa ini satu-satunya cara untuk mengembangkan dengan cukup cepat tenaga produktif dan mengambil langkah ke suatu masyarakat industri yang modern Tiongkok telah mempersiapkannya dengan baik dan memimpinnya menurut rencana (plan) semua perkembangannya. Apakah semua perkembangan ini tetap dapat dikontrol, hari depanlah yang akan membuktikannya. Semua itu akan tergantung dari pertanyaan apakah partai dan
pemerintah dapat mengatur tepat pada waktunya seluruh perkembangan kapitalis dan tepat pada waktunya dapat menasionalisasi (Bld.: tenationaliseren) seluruh ekonomi. Herorientasi Sering sekali dipertanyakan apakah Tiongkok tidak terlampau jauh melangkah melampaui pelaksanaan suatu ekonomi pasar? Apakah masih bisa ditempatkan di bawah pengontrolan? Masih adakah jalan kembali? Pertanyaan-pertanyaan ini juga terus mengganggu pemerintah dan Partai Komunis. Dan jawaban yang tegas pada mereka pun tidak ada. Yang ada ialah dilakukannya diskusi yang luas di berbagai tingkat. Di dalam partai banyak orang akhir-akhir ini sibuk dengan herorientasi. Marxisme dipelajari kembali dengan luas di berbagai tingkat. Belum lama ini semua 80 juta anggota Partai telah menjalani pembaharuan kembali studi Marxisme. Juga ada dua juta anggota partai - karena berbagai sebab - dikeluarkan dari partai, tidak diragukan lagi korupsi adalah sebab yang terpenting. Adalah jelas bahwa perkembangan tak terkendali ekonomi pasar telah melampaui titik puncaknya. Ia berada di tahun-tahun 90-an abad yang lalu. Modal asing masih tetap ditarik, tetapi para penguasa jelas lebih ketat dan selektif. Hanya investasi-investasi yang penting bagi pembangunan negeri masih diperbolehkan. Tahun-tahun terakhir tampak kecenderungan penasionalisasian kembali. Kepada investor-investor asing dikenakan tuntutan-tuntutan keras. Hampir semua ketentuan dipakukan dalam kontrak-kontrak yang dilakukan dengan investor-investor misalnya mengenai pemasukan tehnologi paling modern, jumlah yang boleh diekspor, jumlah buruh Tiongkok yang boleh dipekerjakan, jumlah orang Tionghoa di dalam management dan lain-lain sebagainya. Di samping itu sering juga masih dimuat suatu ketentuan yang sangat penting, yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan boleh menetap di Tiongkok selama waktu tertentu, misalnya 15 atau 20 tahun. Sesudah itu secara otomatis menjadi milik negara Tiongkok. Investor-investor dengan demikian dirangsang bekerja untuk dengan cepat mendapatkan keuntungan melalui inovasi dan dengan membawa
serta tehnologi termodern, karena mereka harus dapat dalam waktu singkat mendapatkan kembali investasi-investasi mereka. Apakah hal ini tidak menakutkan para investor? Tidak, Tiongkok memiliki sejumlah ciri yang sangat postif dibandingkan dengan negeri-negeri berkembang lainnya: stabilitas, fasilitas-fasilitas yang baik sekali dan pintu masuk ke pasar yang sangat luas yang berpenduduk 1,3 milyar jiwa. Dunia Berdiri di Atas Kepalanya Sendiri Suatu konsekwensi dari diberlakukannya ekonmi pasar yang tidak sepenuhnya (Bld.:gedeel- telijke markteconomie), adalah terjadinya penghisapan kapitalis. Yang terkenal buruk adalah misalnya daerah-daerah di mana barang-barang ekspor kita dikerjakan menjadi pakaian bermerk (merkkleding) di dalam pabrik-pabrik massa tanpa nama. Pabrik-pabrik demikian juga terdapat di Tiongkok. Dan juga di sini ada kalanya terjadi penghisapan kasar. Ini adalah sisi lain dari reformasi dan pemerintah Tiongkok sedar akan hal ini. Satu segi yang menguntungkan dari ekonomi pasar dan penghisapan yang menjadi bagian dari padanya adalah bahwa kaum buruh Tiongkok mendapat pengalaman tentang apa dan bagaimana penghisapan kapitalis dan dapat mempersenjatai diri melawannya. Tampaknya, dunia berdiri di atas kepalanya! Kaum buruh di negara sosialis belajar apa penghisapan kapitalis itu! Tetapi di masa lampau perkembangan-perkembangan di Tiongkok yang seharusnya menuju ke suatu sistem produksi sosialis dengan semangat kerja kolektif yang menjadi bagiannya, telah terlalu cepat berjalan. Kaum buruh tidak mengerti dan tidak bisa mengikuti gunanya nasionalisasi dan kolektivisasi. Banyak kaum buruh berasal dari pedesaan dan belum pernah melihat suatu pabrik atau kota besar. Bagi mereka revolusi adalah terlalu jauh dari kenyataan hidupnya. Serekat buruh-serikat buruh pada periode itu merupakan organisasi-organisasi yang tidak berdaya. Tetapi kini kaum buruh mulai mengerti gunanya dan keharusan adanya suatu semangat-buruh kolektif dan perjuangan serikat buruh karena mereka mengalami secara badaniah penghisapan kapitalis. Dan mereka mulai bersatu. Beberapa tahun terahir ini terdapat semakin banyak pemogokan di pabrik-pabrik Tiongkok. Kadang-kadang pemogokan-pemogokan itu didorong oleh Partai Komunis,
antara lain kalau menyangkut tunduk-tidaknya pada undang-undang perburuhan. Pemerintah juga tidak duduk berdiam dan telah merancang perundangan yang memaksa perusahaan-perusahaan mengizinkan bergeraknya suatu serikat buruh. Demikianlah dalam hal rantai perusahaan Amerika Wall Mart, suatu perusahaan terkenal keji karena sikap yang sangat bermusuhan terhadap serikat buruh. Perusahaan itu diperingatkan oleh pemerintah Tiongkok bahwa mereka harus mengizinkan serikat buruh beroperasi, kalau tidak, mereka boleh angkat kaki. Dengan demikian perusahaan-perusahaan Wall Mart Tiongkok merupakan satu-satunya di dunia yang mempunyai suatu serikat buruh di dalam tembok-tembok perusahaan. Tidak Lucu Negeri-negeri Barat, yang pasti sesudah Tiongkok menjadi anggota WTO telah mencoba mengambil hati negeri ini di bidang ekonomi, tetapi mereka amat dikecewakan. Tiongkok telah bermain dengan luar biasa cerdik. Keluar ia memberikan kesan seolah-olah menuju ke suatu ekonomi pasar lengkap, sehingga investasi-investasi yang sangat diperlukan membanjiri negeri, tetapi sementara itu kembali kemudi dibantingkan kearah suatu ekonomi berencana. Tiongkok dalam sepuluh tahun terakhir ini telah berkembang menjadi suatu negara adi daya dan bukan suatu negeri di bawah telapak kaki orang. Dan akhir dari perkembangan ini masih jauh dari kenyataanya. Sudah dengan sendirinya AS dan sekutu-sekutunya "tidak senang" melihat perkembangan ini. Karenya muncul pertanyaan apakah suatu ketika bisa terjadi satu konfrontasi militer dengan Tiongkok. Tampaknya buat sementara sangat tidak mungkin dan sudah pasti tidak akan terjadi dalam kurun waktu lima atau sepuluh tahun mendatang. Tetapi terdapat banyak tanda-tanda bahwa AS sedang mengepung Tiongkok dan membendung jalan masuk ke sumber-sumber bahan mentah. Keluar para pemimpin tidak memberikan kesan tentang suatu sikap bermusuhan terhadap satu lainnya, malah sebaliknya. Waktu kunjungan kenegaraan Presiden Hu Jintao ke AS pada bulan Januari tahun ini, kata-kata persahabatan saling dipertukarkan antara kedua tokoh. Sudah tentu masalah HAM menjadi suatu topik pembicaraan, tetapi masalah ini sudah menjadi kebiasaan yang dibicarakan.
Presiden Obama sementara itu juga menekankan bahwa "kita berkepentingan dengaan suksesnya masing-masing". Dan menurut Hu hubungan antara Tiongkok dan AS telah berkembang menjadi suatu hubungan dari "kepentingan strtegis yang memiliki pengaruh mendunia". Tetapi dia juga mengatakan "kedua negeri harus saling menghormati kepentingan pokok masing-masing dan pilihan-pilihan masing-masing tentang cara-cara bagaimana mereka menempuh perkembangan itu". Ini sudah merupakan suatu catatan kritis tentang sikap ikut campur tangan dan memaksa dari AS. Lima Prinsip Koeksistensi Secara Damai Suatu sumber kekuatiran AS adalah semakin pesat meningkatnya perdagangan Tiongkok dengan luar negeri, sehingga akibatnya Tiongkok semakin sering memancing di kolam yang sama dengan AS. Cara Tiongkok melaksanakan politik perdagangan luar negerinya sama sekali berbeda dengan apa yang dilakukan negara-negara Barat. Tiongkok melakukan perdagangan luar negerinya di atas dasar persamaan, sesuatu yang sepenuhnya asing buat negeri-negeri Barat yang imperialis. Dalam perdagangan Tiongkok dengan luar negeri tetap berlaku lima prinsip koeksistensi secara damai yang diciptakan oleh mantan Perdana Menteri Zhou Enlai. 1. saling menghormati, 2. saling menguntungkan, 3. tidak campur tangan urusan dalam negeri masing-masing, 4. tidak menggunakan kekerasan 5. koeksistensi secara damai. Pada bulan Maret tahun ini negara-negara Barat berteriak melengking keras-keras mengapa Tiongkok tidak memihak kepada kaum pemberontak Libia? Apakah ini bukan karena Tiongkok hanya bertolak dari kepentingan sendiri, demi melindungi kepentingan perdagangannya dengan Libia? Akhirnya Tiongkok dengan hati-hati mengambil sikap menjauhkan diri dari Kadhafi, hanya sesudah tekanan keras dari Barat. Lima prinsip koeksistensi secara damai telah dilaksanakan dalam tindakan-tindakan kongkrit seperti memberikan pinjaman dengan bunga yang sangat rendah, membantu perkembangan negeri yang menjadi partner dagangnya, mengusahakan supaya proyek-proyek cepat bisa memberikan keuntungan agar negara tuan rumah cepat mendapat untung, jaminan kwalitas yang baik, pengalihan tehnologi,
memberikan perlakuan yang sama kepada penduduk setempat seperti yang diberikan kepada orang-orang Tionghoa setempat, dan lain-lain sebaginya. Titik tolaknya adalah dalam hal proyek-proyek di luar negeri sebanyak mungkin diperhatikan keinginan-keinginan penduduk setempat. Oleh karena itu mereka sebanyak mungkin dilibatkan dalam banyak kesempatan kerja. Cara berdagang ini sangat disukai negeri-negeri berkembang. Misalnya yang tidak banyak diketahui orang ialah bahwa Tiongkok telah mengirim 15.000 dokter ke Afrika untuk mengembangkan urusan kesehatan rakyat. Mengenai usaha Kuba di bidang ini sudah terkenal, tetapi Tiongkok juga berkecimpung dalam kegiatan ini, hanya sedikit orang yang mengetahuinya. Iran Apa yang dilakukan AS untuk sebanyak mungkin menyulitkan Tiongkok? Dan apa hubungannya dengan Iran dalam hal ini? Iran bagi Tiongkok adalah penjual minyak yang sangat penting. Sikap bermusuhan AS yang menjadi-jadi terhadap Iran kemungkinan besar ada hubungan dengan hal ini Suatu perang melawan Iran adalah satu kemungkinan yang nyata. Kemungkinan perang demikian - seperti halnya di Libia - akan menjadi suatu perang udara (Bld.:luchtoorlog), karena AS setelah kampanye yang sangat berat di Irak mengetahui bahwa suatu pendudukan militer atas Iran hampir tak mungkin karena kekuatan perangnya yang jauh lebih kuat dibanding dengan Irak waktu itu dan rakyat Iran yang sangat anti Amerika. Kongkritnya agresi Amerika akan berbentuk suatu pemboman yang menghancurkan dari udara dan laut. Tujuannya ialah menghancur-luluhkan industri, yaitu industri minyak, tetapi kemungkinan juga di bidang intelek, yaitu universitas-universitas. Dan dengan sendirinya aliran minyak ke arah Tiongkok kering habis. Di samping itu AS melalui suatu blokade mengepung Iran dapat menghalangi ekspor minyak. Rencana penyerangan terhadap Iran sudah lama disiapkan dan persiapan-persiapan telah mencapai suatu tingkat yang jauh. Di basis Amerika Diego Garcia di Samudera Hindia telah ditempatkan beribu-ribu apa yang dinamaka "bunker busters". Ini adalah bom-bom yang dapat masuk jauh ke dalam tanah, khususnya ditujukan untuk menghancurkan bangunan-bangunan di bawah tanah. Juga diusahakan menggerakkan suatu kampanye-pers anti Iran yang agresif untuk menggerakkan rakyat Amerika mendukung suatu serangan demikian.
Pemotongan Jalur Minyak Tiongkok Tiongkok menyedari bahaya tersebut. Belum lama berselang Tiongkok telah membangun suatu pelabuhan-minyak di Gwadar, Pakistan. Dari pelabuhan ini minyak dapat diangkut dari negeri-negeri Asia Tengah, Kazachtan dan Tadzikistan melalui lautan ke Tiongkok, tetapi terutama melalui suatu pipa minyak menembus Pakistan terus ke Tiongkok Barat. Pengangkutan melaui lautan bukan tanpa resiko. Misalnya, harus melalui Selat Malaka yang sempit, terus ke lautan Tiongkok Selatan, melalui beberapa kelompok kepulauan yang menjadi pertikaian. Misalnya menyangkut kepulauan Paracel yang paling gencar dituntut oleh Tiongkok dan Vietnam. AS dengan penuh perhatian mengikuti masalah ini dan mencoba menarik ke pihaknya negeri-negeri, yang justru menjadi sandaran Tiongkok demi mendapatkan izin perjalanan masuk, dan kemudian mengobarkan kemarahan melawan Tiongkok. AS juga menjalin lagi hubungan dengan Vietnam. Walaupun kedua negara baik Vietnam maupun Tiongkok menyatakan berjuang sekeras-kerasnya untuk sosialisme, hubungan antara kedua negeri jauh dari bersahabat. Sudah sejak dulu mereka tidak pernah bersahabat. Tetapi hubungan ini semakin memburuk setelah AS mendapatkan izin untuk menggunakan dua basis militer di Vietnam, antara lain di Danang di mana justru agresi Amerika di mulai pada tahun-tahun 60-an! Tiongkok menganggap hal ini sebagai suatu provokasi yang serius. Pengepungan Terhadap Tiongkok AS mengerahkan tenaga untuk mengepung Tiongkok dengan basis-basis militer. Basis-basis Amerika yang sudah ada terbentang dari Tajikistan, Kirghistan, Afghanistan menuju ke Selatan, melalui Diego Garcia di Samudera Hindia ke Utara menuju Vietnam, Korea Selatan dan Okinawa di Jepang. Di samping itu Armada ke-7 di Lautan Teduh bisa yang berada di mana-mana. Latihan militer besar-besaran yang hendak dilakukan AS tahun lalu di Laut Kuning di depan pantai Tiongkok, kemudian dipindahkan ke Laut Jepang sesudah prtotes-protes keras Tiongkok. Ini membuktikan adanya tekanan militer yang makin menjadi-jadi atas Tiongkok. Di samping itu, AS tak henti-hentinya mencampuri masalah-masalah dalam negeri Tiongkok, seperti ocehan yang tak henti-hentinya tentang masalah hak asasi manusia di Tibet.
Sementara itu reaksi Tiongkok atas provokasi-provokasi tersebut bersifat defensif. Tiongkok menyedari bahwa angkatan bersenjata AS masih unggul dan tak mungkin dikalahkan, walaupun dalam jumlah personel Tentara Pembebasan Rakyat jauh lebih besar. Disamping itu Tiongkok sedang mengambil langkah untuk mengurangi kepekaan-kepekaan daerah-daerah ekonomi yang paling penting. Karena daerah-daerah tersebut justru terletak di tepi pantai, jadi paling peka bila terrjadi serangan. Tiongkok berusaha mengembangkan daerah-daerah ekonomi jauh ke pedalaman Kota besar Chongqing di provinsi Sichuan adalah yang pertama di dalam proyek ini. Jadi Siapakah Yang Menjadi Agresor? Jadi yang menjadi pertanyaan siapakah yang bisa dianggap bertanggungjawab atas pecahnya kemungkinan Perang Dingin Baru yang oleh Robert Kaplan disinggung dalam "Moesson". Itu tidaklah mungkin yang dimaksud adalah Tiongkok, yang atas dasar koeksistensi secara damai melakukan perdagangan dengan luar negeri dan tidak ada daerah di mana dia bertindak berlagak dengan memamerkan kekuatan militer? Tak dapat tidak hal ini hanya dapat dilakukan oleh AS yang di luar batas negerinya memiliki sejumlah rangkaian basis militer sehingga dari situ dapat dengan tepat membidik pada lawannya yang terpenting yaitu Tiongkok. Sekarang di mana kapitalisme Barat terlibat di dalam kesulitan-kesulian, dan kekuasaan tunggal AS terancam sirna, banyak negeri berkembang menyedari bahwa berdagang dengan Tiongkok bagi mereka jauh lebih menguntungkan dari pada dengan AS dan sekutu-sekutunya, karena perlakuan Tiongkok terhadap mereka didasarkan atas dasar persamaan hak dan saling menghormati, maka AS akan menggunakan setiap kesempatan untuk menyelamatkan imperium mereka. Tetapi seperti biasa AS mengira bahwa segala sesuatu dapat diatasi dengan bom-bom dan roket-roket dan tidak memperhitungkan kekuasaan rakyat. Suatu negeri dengan penduduk 1,3 miliar jiwa sebagai lawan tak dapat ditaklukkan, apalagi bila rakyat itu memiliki jiwa sosialisme seperti Tiongkok. Dalam hal ini ucapan terkenal Lenin akan dapat dibenarkan, yaitu "ataukah revolusi akan menghentikan perang, ataukah perang akan memicu revolusi". ***** Diterjemahkan dari MANIFEST koran dari NCPN, No. 29 , 2 Juni 2011.