UNIVERSITAS INDONESIA
PERANCANGAN ULANG MANUFACTURING LINE MENJADI ONEPIECE-FLOW PADA INDUSTRI MAINAN DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING
MAKALAH NON SEMINAR
RIO PRAYOGO 1006703156
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI 2014
1 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
2 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
3 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
PERANCANGAN ULANG MANUFACTURING LINE MENJADI ONEPIECE-FLOW PADA INDUSTRI MAINAN DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING
Rio Prayogo, Inaki Maulida Hakim
1. 2.
Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
E-mail :
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas perancangan ulang manufacturing line yang tepat untuk memproduksi tas boneka di bagian painting dan torso assembly PT. XYZ. Lini produksi bagian painting dan torso assembly tidak terkoneksi langsung dan dipisahkan oleh jarak yang jauh. Tidak terkoneksinya lini produksi ini juga berkaitan erat dengan masalah penumpukan work-in-process (WIP). Hal ini dikarenakan setelah part diproses di bagian painting, part tersebut harus dikemas dahulu untuk ditumpuk di area WIP sebelum dikirim ke proses selanjutnya. Proses perpindahan WIP ini juga memakan biaya yang besar, selain biaya penyimpanan seperti packaging dan space, ada pula biaya material handling yang meliputi operator dan peralatannya. Selain itu, produktifitas operator juga tidak maksimal. Banyak gerakan-gerakan yang tidak memberikan nilai tambah (non-value added ) dilakukan oleh operator. Eliminasi waste berupa transportasi dan penumpukan inventori berupa work-in-process dapat dilakukan dengan metode ranked positional weigth (RPW). Dengan metode tersebut, akumulasi jarak transportasi berkurang secara signifikan dan jumlah work-in-process berhasil dieliminasi 100%. Selanjutnya, untuk menambah produktifitas manufacturing line maka dilakukan eliminasi waste yang berupa gerakan yang tidak perlu. Eliminasi waste ini berupa improvement terhadap metode kerja dengan menggunakan Methods-Time Measurement (MTM-1). Hasil dari penelitian ini adalah sebuah rancangan one-piece-flow manufacturing line yang berbentuk simulasi. Kata kunci : Lini Produksi; Lean Manufacturing;Time Study; Ranked Positional Weigh; Methods-Time Measurement.
RE-DESIGN THE MANUFACTURING LINE INTO ONE-PIECE-FLOW MANUFACTURING LINE IN TOY INDUSTRY WITH LEAN MANUFACTURING APPROACH
1 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Abstract
This study is discusses the re-design process to obtain a right design of manufacturing line to produce doll’s bag at the painting and torso assembly area at PT. XYZ. Production line at painting and torso area is independent each other. This condition is aligning with work-in-process (WIP) problem. Beacause of that, after part has been proceed at painting area, that part has to packaged and stored before go to next process. That process need a lot of cost, such as packaging cost, space cost, and also material handling cost. Furthermore, the productivity of the operator is not high. There are a lot of unnecessary motion that operator do. Elimination of waste in the form of transportation and inventory buildup in the form of work-in-process can be carried out by ranked positional weigthed ( RPW ) method. With this method, the accumulated distance transport is significantly reduced and the amount of work-in-process 100% successfully eliminated. Furthermore, to increase the productivity of manufacturing line, elimination of waste in the form of unnecessary movement is necessary. Elimination of unnecessary motion is to improve the working methods using the Methods - Time Measurement (MTM - 1). The result of this study is a design of one-piece-flow manufacturing line in form of simulation.
Keywords : Manufacturing Line; Lean Manufacturing; Time Study; Ranked Positional Weight; Methods-Time Measurement.
1. Pendahuluan
Pertumbuhan industri mainan anak di Indonesia, khususnya boneka, menunjukan trend positif. Pada gambar 1.1 menunjukan data ekspor hasil industri boneka dan peralatannya pada tahun 2007 sampai dengan 2011. Gambar 1.1 menunjukan hasil ekspor pada tahun 2011 memang lebih kecil dari tahun 2010, namun peramalan dalam beberapa tahun kedepan akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dengan besaran ada diatas seratus juta dollar Amerika, ekspor boneka dan perlengkapannya berperan sebesar 16,66 % terhadap total ekspor untuk kategori “Alat olah raga, musik, pendidikan, dan mainan”. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti permasalahan pada lini produksi painting dan torso assembly di salah satu perusahaan manufaktur boneka di Indonesia. Pada bagian painting terdapat beberapa proses kerja, diantaranya yaitu proses spray lalu dilanjutkan dengan proses wash. Proses spray yaitu proses pewarnaan bagian part dengan menggunakan gun spray. Sedangkan proses wash yaitu membersihkan dan melapisi part dengan cairan kimia. Setelah proses painting, part akan dikirim ke bagian torso assembly untuk dirakit. Namun lini produksi bagian painting dan torso assembly tidak terkoneksi langsung dan dipisahkan oleh 2 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
jarak yang jauh. Tidak terkoneksinya lini produksi ini juga berkaitan erat dengan masalah penumpukan work-in-process (WIP). Hal ini dikarenakan setelah part diproses di bagian painting, part tersebut harus dikemas dahulu untuk ditumpuk di area WIP sebelum dikirim ke proses selanjutnya. Proses perpindahan WIP ini juga memakan biaya yang besar, selain biaya penyimpanan seperti packaging dan space, ada pula biaya material handling yang meliputi operator dan peralatannya. Selain itu, produktifitas operator juga tidak maksimal. Banyak gerakan-gerakan yang tidak memberikan nilai tambah (non-value added) dilakukan oleh operator. Beban kerja setiap operator juga tidak merata. Oleh karena itu, perlu dilakukan perancangan ulang lini produksi untuk memperoleh rancangan one-piece-flow manufacturing line yang tepatuntuk memproduksi peralatan boneka di bagian painting dan torso assembly PT. XYZ.
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Lean Manufacturing Lean manufacturing adalah suatu konsep produksi dimana semua orang bekerja sama untuk menghilangkan pemborosan (waste) (Meyers dan Stewart, 2002). Waste adalah aktifitas yang tidak bernilai tambah, waste atau muda (dalam bahasa Jepang) adalah setiap aktifitas yang tidak bernilai tambah yang pelanggan tidak mau membayarnya (Dennis, 2002). Misalnya pada proses painting yang merupakan nilai tambah adalah proses pengecatan dan pencucian. Pelanggan keberatan apabila dibebani oleh biaya waktu tunggu, gerakan-gerakan operator yang tidak perlu, serta barang-barang belum jadi yang ditumpuk yang merupakan waste. Waste dibagi kedalam tujuh kategori yang bisa disingkat menjadi T-W-O-D-I-M-E, yaitu transportasi yang tidak perlu (T), waktu tunggu (W), produksi yang berlebihan (O), cacat produksi (D), inventori (I), gerakan atau perpindahan yang tidak perlu (M), dan proses yang berlebihan (E). Liker (2004) menambahkan waste yang kedelapan yaitu Unused employee activity, hilangnya waktu ide, keahlian, kesempatan, perbaikan karena tidak mendengarkan usulan karyawan.
3 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Lean manufacturing sering dikaitkan dengan Toyota Production System (TPS) yang perkembangannya dimulai setelah perang dunia kedua ketika banyak industri di Jepang menghadapi tantangan untuk memproduksi barang dengan resources yang terbatas (Pavnaskar dkk., 2003).
2.2 Ranked Positional Weight (RPW) Metode ini dikemukakan oleh Helgeson dan Birnie. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut (Elsayed dan Thomas, 1994) : 1. Buatlah diagram precedence. 2. Tentukan posisi peringkat untuk setiap elemen kerja. 3. Urutkan elemen-elemen kerja berdasarkan posisi peringkat pada langkah nomor dua dan urutan paling tinggi ditempatkan pada posisi paling pertama. 4. Proses penempatan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja, dimana elemen kerja dengan posisi peringkat dan urutan paling tinggi diurutkan paling pertama. 5. Jika pada stasiun kerja ada sisa waktu setelah menempatkan sebuah operasi, tempatkan operasi dengan urutan selanjutnya pada stasiun kerja, sepanjang operasi tidak melanggar hubungan precedence, waktu kerja tidak melebihi waktu siklus. 6. Ulangi langkah empat dan lima sampai semua elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja. Seperti dikemukakan oleh Hamza dan Al-Manaa (2013), metode ini cocok digunakan untuk merancang assembly line berbentuk lurus straight line. 2.3 Methods-Time Measurement (MTM) MTM, dikembangkan oleh Maynard, Stagemarten, dan Schwab pada tahun 1948, yang merupakan predetermined system yang paling terkenal digunakan saat ini (Meyers dan Stewart, 2002). MTM merupakan metode predetrmined system untuk mengukur waktu kerja normal bagi suatu proses produksi dengan mempertimbangkan kondisi dari suatu workstation. Dalam metode MTM-1 terdapat sepuluh elemen gerakan dasar dan satu jenis penggunaan tekanan dalam pergerakan (Yudiantyo, 1994) : 1. Reach (R) 2. Move (M) 4 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
3. Apply pressure (AP) 4. Turn (T) 5. Grasp (G) 6. Release (RL) 7. Position (P) 8. Disengage (D) 9. Eye time yang terdiri dari eye travel (ET) dan eye focus (EF) 10. Crank (C) 11. Body, leg, and foot motion
3. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, proses pengumpulan dan pengolahan data dibagi kedalam tiga tahapan. Pada tahap pertama penulis mengumpulkan dan mengolah data waktu kerja dengan konsep Time Study. Setelah data waktu kerja diolah, penulis membuat model existing flow dengan menggunakan Software Technomatrix Plant Simulation. Selanjutnya berlanjut ketahapan yang kedua, pada tahap ini penulis merancang konfigurasi one-piece-flow manufacturing dengan menggunakan metode Ranked Positional Weight (RPW). Setelah rancangan berupa urutan workstation didapatkan, penulis membuat model line balancing dengan menggunakan software technomatrix plant simulation untuk melihat output produksi yang dihasilkan. Apabila output yang dihasilkan tidak memenuhi kebutuhan, maka proses pengumpulan dan pengolahan data masuk ke tahap ketiga. Pada tahap ini, penulis melakukan improvement terhadap proses kerja dengan menggunakan konsep Methods-Time Measurement (MTM). Setelah itu dilanjutkan dengan membuat model lean flow dengan menggunakan software Technomatrix Plant Simulation.
3.1 Tahap Pertama 3.1.1 Pengukuran Waktu Elemen Kerja dan Faktor-Faktor Penyesuaian Pengukuran waktu elemen kerja menggunakan tool berupa stop watch untuk setiap elemen kerja selama kegiatan produksi berlangsung pada lini produksi painting aksesoris berupa tas 5 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
boneka. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga puluh kali untuk setiap elemen kerja. Waktu rata-rata operasi tidak dapat digunakan sebagai acuan waktu normal operasi, sehingga diperlukan penghitungan waktu normal. Untuk menghitung waktu normal, diperlukan faktorfaktor penyesuaian yang dihitung dengan menggunakan metode Westinghouse. Formula yang digunakan untuk menghitung waktu normal seperti yang ditulis pada persamaan (1). ̅
dimana NT adalah waktu normal,
(1)
adalah waktu rata-rata observasi, dan R adalah rating
factor.
Setelah waktu normal didapatkan, tahap selanjutnya yaitu menghitung waktu standar operasi yang akan dijadikan sebagai acuan untuk pembuatan model simulasi. Waktu standar ini didapatkan melalui persamaan (2). PT. X memberikan allowance kepada operatornya sebesar 11,2%. ̅
(2)
dimana ST adalah waktu standar dan A adalah faktor kelonggaran (allowance).
Untuk melakukan verifikasi data yang dikumpulkan, penulis melakukan pengujian keseragaman dan kecukupan data. Uji keseragaman data dilakukan dengan menetukan batas kontrol atas dan kontrol bawah serta menggunakan control chart yang memuat batas kontrol atas dan batas kontrol bawah untuk setiap elemen kerja yang diukur untuk mempermudah pengamatan keseragaman data. Penghitungan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dapat menggunakan persamaan (3) dan (4). Pada penelitian ini, tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95%.
dimana
bawah
̅
(3) ̅
(4)
adalah nilai rata-rata, BKA adalah batas kontrol atas, BKB adalah batas kontrol
adalah standar deviasi dan k tingkat keyakinan (95 %
.
6 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Setelah melakukan pengujian keseragaman data, tahapan selanjutnya yaitu melakukan pengujian kecukupan data. Dengan jumlah pengamatan sebanyak tiga puluh kali untuk setiap elemen kerja, dan menggunakan persamaan (5) untuk menguji kecukupan data, didapatkan hasil bahwa jumlah pengamatan untuk setiap elemen kerja lebih besar dari jumlah yang diharapkan. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah pengamatan cukup.
[
dimana
√ ∑
∑ ∑
]
(5)
adalah jumlah observasi yang diperlukan, N adalah jumlah observasi aktual yang
dilakukan, k adalah tingkat keyakinan (95% = 2), dan s adalah derajat ketelitian. Jika didapatkan
3.1.2 Pembuatan Model Existing Flow dengan Software Technomatrix Plant Simulation Setelah mendapatkan waktu standar, selanjutnya membuat layout model pada software technomatrix plant simulation. Waktu standar yang telah didapatkan dimasukan kedalam software untuk disimulasikan.
Gambar 1. Tampilan Layout Model Kondisi Existing Flow pada Software Technomatrix Plant Simulation
3.1.3 Verifikasi dan Validasi Model
7 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Verifikasi dilakukan untuk memastikan model berjalan dan merepresentasikan keadaan yang sebenarnya. Pada proses verifikasi ini, penulis memastikan data waktu yang didapat dari observasi di lapangan dengan data yang diinput pada software sama. Selain itu, urutan-urutan proses pengerjaan sesuai dengan kondisi aslinya.
3.2 Tahap Kedua 3.2.1 Merancang Konfigurasi One-Piece-Flow Manufacturing Line Dalam merancang konfigurasi One-Piece-Flow Manufacturing Line, penulis menggunakan metode Ranked Positional Weight (RPW). Metode ini dipilih karena tepat digunakan untuk merancang manufacturing line berbentuk lurus. Tahap pertama penggunaan metode ini yaitu dengan mendeskripsikan setiap elemen kerja. Perhitungan cycle time dan penetuan predecessor untuk setiap elemen kerja juga diperlukan untuk melengkapi deskripsi tersebut. Tabel 1. Deskripsi Elemen Kerja
Elemen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Deskripsi Spray back-bag Wash back-bag Spray front-bag Wash front-bag Tampo front-bag Spray belt Wash belt Spray top-bag Wash top-bag Assembly back & frontbag Assembly back-front-belt Final assembly
Cycle Time (sekon) 5.03 9.11 3.4 7.6 5.87 15.37 46.3 6.41 7.57
Predecessor 1 3 4 6 8
5.62 5.82 4.02
2.5 7,10 9.11
Setelah semua elemen kerja selesai dideskripsikan, tahap selanjutnya yaitu membuat precedence diagram sesuai dengan predecessor dari masing-masing elemen kerja. Cycle time untuk setiap elemen kerja perlu dituliskan diatas symbol operasi untuk mempermudah penghitungan ranking dengan metode RPW.
8 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Gambar 2. Precedence Diagram Proses Painting dan Perakitan Tas Boneka
Penghitungan ranking dilakukan dengan cara menjumlahkan elemen kerja yang saling terkait dengan masing-masing predecessornya dan nilai ranking terbesar diletakan pada urutan pertama. Pada penelitian ini, nilai ranking terbesar adalah elemen kerja nomor enam yaitu proses spray belt, lalu nilai ranking terkecil adalah elemen kerja nomor dua belas yaitu proses final assembly. Langkah selanjutnya yaitu membuat rancangan konfigurasi one-piece-flow manufacturing line dan dimodelkan kedalam software technomatrix plant simulation untuk melakukan simulasi kerja.
Gambar 3. Tampilan Layout Model Kondisi One-Piece-Flow pada Software Technomatrix Plant Simulation
9 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
3.3 Tahap Ketiga Tahap terakhir yaitu melakukan improvement terhadap metode kerja. Untuk melakukan improvement terhadap proses kerja, penulis melakukan pendekatan konsep ergonomi yaitu dengan melakukan motion study. Metode yang digunakan yaitu methods-time measurement (MTM-1). Improvement yang dilakukan untuk memperbaiki metode kerja yang dilakukan oleh operator yaitu dengan memperpendek jarak jangkauan lengan operator ketika mengambil tools atau parts untuk proses produksi. Pemangkasan jarak berhasil dilakukan dengan cara melakukan desain ulang terhadap mejakerja operator menjadi lebih kecil. Setelah improvement dilakukan, uji coba dilakukan terhadap desain meja kerja baru. Setelah perhitungan dengan MTM-1 dilakukan, maka langkah selanjutnya yaitu mengganti waktu proses yang ada pada software technomatrix plant simulation pada layout dengan konfigurasi one-piece-flow untuk melihat peningkatan produktifitas.
4. Hasil Penelitian
Simulasi dilakukan dengan pengukuran waktu yang diatur selama tujuh jam (satu shift kerja) pada software, maka dihasilkan output sebesar 5.008 untuk work-in-proccess back bag part, 4.291 untuk work-in-proccess front bag part, 3.930 untuk work-in-proccess top bag part, dan 3.275 untuk work-in-proccess belt part pada kondisi existing flow.
10 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Gambar 4. Tampilan Statistik Output Data WIP Existing Flow pada Software Technomatrix Plant Simulation
Hasil yang ditunjukan pada model one-piece-flow manufacturing line yang dimodelkan kedalam software technomatrix plant simulation menunjukan output sebesar 3.278 untuk finish goods selama tujuh jam (satu shift kerja). Sementara itu, setelah improvement dilakukan terhadap proses kerja, waktu kerja untuk setiap elemen kerja yang mengalami improvement berkurang menjadi lebih singkat. Hal ini berdampak pada produktifitas manufacturing line bertambah menjadi sebesar 4.496 jika dilakukan simulasi dengan software technomatrix plant simulation selama tujuh jam (satu shift kerja) sehingga bisa mencukupi kebutuhan perusahaan.
11 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Gambar 5. Output Sebelum dan Setelah Improvement pada Layout One-Piece-Flow Manufacturing Line
5. Pembahasan
5.1 Kondisi Existing Flow Proses produksi yang terpisah antara satu proses dengan yang lain mengakibatkan tingginya proses transportasi material (material handling) yang mengakibatkan waste transportation. Hanya lini produksi yang memroses part 1 (back bag) yang dikerjakan oleh tiga orang operator dan part 3 (top bag) dengan jumlah operator yang sama saja yang menyatu, sementara itu lini produksi untuk memroses part 1 terpisah sejauh lima belas meter dengan lini produksi untuk memroses part 2 yang juga dikerjakan oleh tiga orang operator yaitu bagian front bag. Padahal ketiga part tersebut dikerjakan dalam satu conveyor yang sama. Terpisahnya proses produksi pada part-part tersebut diakibatkan oleh conveyor diselingi oleh proses produksi produk lain. Selanjutnya, part 4 (belt) yang dikerjakan oleh operator sebanyak tiga orang diproduksi pada conveyor yang berbeda dan terpisah sejauh lima belas meter dengan conveyor yang pertama. Padahal part 4 (belt) masih bisa diproduksi dengan menggunakan conveyor yang sama karena satu mesin conveyor mampu menampung sebanyak
12 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
lima belas orang. Sementara itu, untuk melakukan perakitan, keempat part tersebut harus dipindahkan menuju meja perakitan yang terpisah jauh. Tabel 2. Analisa Kondisi Awal
Conveyor 1 Part
Conveyor 2
yang Back bag, front bag, Belt
diproduksi
top bag
Akumulasi
13.229
Meja Assembly Semua part
3.275
0
15 meter
50 meter
WIP Jarak
dari 0
Conveyor 1
5.2 Kondisi One-Piece-Flow Manufacturing Line Perancangan manufacturing line menjadi one-piece-flow dapat menggunakan metode ranked positional weight (RPW). Dengan one-piece-flow manufacturing line, maka waste berupa transportasi dengan akumulasi jarak sebesar 98 meter dapat dieliminasi. Pemindahan proses pengerjaan part 4 (belt) dapat langsung dilakukan mengingat tidak diperlukan tambahan alat produksi pada conveyor. Selain itu, kapasitas mesin conveyor masih dapat menampung semua operator yang mengerjakan proses pengerjaan part 4 (belt). Lebih dari itu, dengan one-pieceflow manufacturing line, waste berupa penumpukan work-in-proccess dapat dieliminasi 100%. Hal ini dikarenakan setiap part yang telah selesai dikerjakan pada satu proses makan akan langsung diproses pada workstation selanjutnya sampai menjadi finish good. Akan tetapi pemindahan proses pengerjaan perakitan tas boneka tidak dapat langsung dilakukan. Hal ini dikarenakan meja yang dijadikan tempat proses perakitan berukuran besar. Sehingga diperlukan sebuah meja kerja dengan bentuk kecil agar bisa diletakan diatas mesin conveyor. Perancangan meja kerja yang baru tidak menghilangkan fungsi-fungsi yang ada pada meja kerja lama.
13 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Tabel 3. Perbandingan Kondisi Awal dan Setelah Penerapan RPW
Kondisi
RPW
Awal
Akumulasi WIP
0
16.504
Akumulasi Jarak Perpindahan Part
15 meter
98 meter
Jumlah Output Produksi
3.278
4.000
Jumlah Output yang Dibutuhkan
3.760
3.760
Akan tetapi, setelah disimulasikan dengan menggunakan software Technomatrix Plant Simulation dengan pengukuran waktu yang diatur selama tujuh jam (satu shift kerja) pada software, output yang dihasilkan berupa finish goods sebesar 3.278. Sementara itu, kebutuhan perusahaan untuk satu shift kerja ternyata sebesar 3.760. Masih terdapat kekurangan sebesar 482.
5.3 Kondisi Setelah Melakukan Improvement Terhadap One-Piece-Flow Manufacturing Line Pemenuhan kebutuhan perusahaan untuk produk tas boneka sebesar 3.760 tidak dapat ditangguhkan karena akan mengakibatkan terhambatnya pengerjaan produk yang lain. Perancangan one-piece-flow manufacturing line hanya dengan memindahkan operator kedalam satu conveyor saja tidak cukup. Perbaikan atau improvement perlu dilakukan untuk meningkatkan produktifitas. Improvement yang dilakukan yaitu dengan melakukan rekayasa terhadap metoda kerja, penulis melakukan pendekatan konsep ergonomi yaitu dengan melakukan motion study. Metode yang digunakan yaitu methods-time measurement (MTM1). Improvement yang dilakukan untuk memperbaiki metode kerja yang dilakukan oleh operator yaitu dengan memperpendek jarak jangkauan lengan operator ketika mengambil tools atau parts untuk proses produksi. Pemangkasan jarak berhasil dilakukan dengan cara melakukan desain ulang terhadap meja kerja operator menjadi lebih kecil dan meletakan posisi spray gun yang dibuat fixed position. Setelah improvement dilakukan, ujicoba dilakukan terhadap desain meja kerja baru. Dengan melakukan improvement terhadap metoda kerja menggunakan methods-time measurement (MTM-1), proses-prose pengerjaan memerlukan waktu yang lebih singkat 14 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
sehingga produktifitas aan menjadi lebih tinggi. Proses spray back bag dari 5,03 sekon berkurang menjadi 4,37 sekon, wash front bag dari 7,6 sekon menjadi 4,45 sekon, spray belt dari 15,37 sekon menjadi 4,43 sekon. wash back bag dari 9,11 sekon menjadi 4,45 sekon, spray top bag dari 6,41 sekon menjadi 4,14 sekon, dan seterusnya seperti dapat dilihat pada hasil MTM-1 dibagian lampiran.
Perbandingan Waktu Proses Sebelum dan Setelah Penerapan MTM 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Spray Back Wash Front Wash Back Spray Top Spray Belt Bag Bag Bag Bag Before MTM 5,03 9,11 15,37 9,11 6,41 After MTM 4,43 4,45 4,43 4,45 4,14
Gambar 6. Perbandingan Waktu Proses Sebelum dan Setelah Penerapan MTM
Dengan melakukan improvement terhadap metoda kerja, efek yang terjadi bukan hanya berkurangnya waktu proses tetapi juga standarisasi metode kerja yang berakibat processing time menjadi standar dengan rentang antara empat sampai lima sekon. Terstandarnya waktu kerja ini akan mengurangi waktu yang terbuang akibat starving dan blocking pada manufacturing line. Aliran barang antara workstation satu dengan workstation yang lain menjadi lebih lancer. Selain itu, penurunan waktu pada proses yang mengalami improvement dengan MTM-1 juga cukup signifikan. Spray back bag turun sebesar 11,9%, wash front bag turun sebesar 51,15%, spray belt turun sebesar 71,18%, wash back bag turun sebesar 51,15%, dan spray top bag turun sebesar 35,41%.
6. Kesimpulan
15 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Dari seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa hasil perancangan ulang manufacturing line menjadi one-pice-flow pada bagian painting dan torso assembly di PT. XYZ secara tepat dengan menggunakan ranked positional weight (RPW) dapat menurunkan akumulasi jarak tempuh sebesar 84,7% dari 98 meter menjadi lima belas meter. Selain itu, work-in-proccess berhasil dieliminasi sebesar 100% dari 16.504 menjadi nol. Sementara itu peningkatan output produksi pada one-pice-flow manufacturing line digunakan
metode Methods-Time Measurement (MTM) membuat output produksi
meningkat sebesar 37,16% dari 3.278 menjadi 4.496 setelah eliminasi waste tersebut.
7. Saran
Penelitian ini hanya dilakukan pada area painting dan torso assembly dengan fokus utama pada lini produksi yang membuat tas boneka di PT. XYZ. Penulis menyarankan untuk melakukan perancangan ulang untuk lini produksi lain baik di departemen primary yang memproduksi boneka dan perlengkapannya, maupun di departemen secondary yang melakukan pengemasan boneka di PT. XYZ pada berbagai produk. Penelitian ini hanya mengambil tiga waste utama yang dijadikan parameter yaitu transportasi (T), work-in-process (I), dan juga gerakan-gerakan yang tidak perlu (M). Penulis menyarankan penelitian ini dilanjutkan dengan menambahkan empat waste utama yang lain yaitu defect (D), wait-time (W), over-production (O), dan juga excess-processing (E) kedalam parameter untuk penelitian selanjutnya dan disimulasikan dengan berbagai skenario.
DAFTAR REFERENSI
Dennis, Pascal. 2002. Lean Production Simplified. Productivity Press. Gurumurthy, A. dan Kodali, R. (2010). Design of Lean Manufacturing Systems using Value Stream Mapping with Simulation : A Case Study. Journal of Manufacturing Technology Management Vol. 22 No. 4, 2011 pp. 444-473. 16 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
Hamza, R. M. A. dan Al-Manaa, J.Y. (2013). Selection of Balancing Method for Manual Assembly Line of Two Stages Gearbox. Global Perspectives on Engineering Management-May 2013, Vol. 2 Iss. 2, PP. 70-81. Haq, Ainul. 2014. Basic Methods Time Measurement (MTM-1). Penjelasan MTM Halaman 2-5. Hardiningtyas, Dewi. 2012. #11_predetermined motion time systems (pmts). Slide Presentasi Analisa dan Pengukuran Kerja. Hasad, Andi. 2011. Verifikasi dan Validasi dalam Simulasi Model. Jurnal Sekolah Pascasarjana IPB. Herjanto, E. dan Rahmi, D. (2010). Kajian Kesiapan Pemberlakuan Secara Wajib Standar Mainan Anak-Anak. Jurnal Riset Industri Vol. IV No. 1. 2010 : 1-16. Hoover, Perry. 1989. Simulation A Problem-Solving Approach. Addison-Wesley., USA. Http://www.leanmanufacturingtools.org, tanggal akses : 2 Juni 2014. Liker, Jeffrey K. (2004). The Toyota Way: 14 Management Principles from the Greatest Manufacturer. McGraw-Hill.
World's
Meyers, Fred E., Stewart, James R. 2002. Motion and Time Study for Lean Manufacturing, Third Edition. Prentice Hall. Ohno, T. (1996). Toyota Ruhu- Toyota Üretim Sisteminin Doğuşu ve Evrimi. C. Feyyat ), Scala Yayıncılık.
(Çeviren:
Pavnaskar, S. J., Gershenson, J. K., & Jambekar, A. B. (2003). Classification scheme for lean manufacturing tools. International Journal of Production Research, 41(13), 16. Pusat Data dan Informasi Kementrian Perindustrian. 2012. Laporan Impor Hasil Industri Pengolahan. Periode Januari – September 2012. Pusat Data dan Informasi Kementrian Perindustrian. 2012. Rincian Ekspor Hasil Industri Menurut Kelompok Komoditi. Tahun 2007 – 2011. Shah, R., & Ward, P. T. (2003). Lean manufacturing: context, practice bundles, and performance. Journal of operations management, 21(2), 22. Singh, H. dan Singh, A. (2013). Application of Lean Manufacturing using Value Stream Mapping in An Auto-Parts Manufacturing Unit. Journal of Advances in Management Research Vol. 10 No. 1, 2013 pp. 72-84. Spear, S. and H. K. Bowen. 1999. Decoding the DNA of the Toyota production Harvard Business Review (September-October): 97-106.
17 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014
system.
Wignjosoebroto, S. 2008. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya : Penerbit Guna Widya Womack, J. & Jones, D. (2007). Bütünü Görmek. (Çeviren: A. Okur, U. Kulac, & B. Kılınç), Yalın Enstitü Derneği.
18 Perancangan ulan..., Rio Prayogo, FT UI, 2014