Perancangan Tas Gendong Buruh Tengtengan Di Pelabuhan Penyebrangan Merak Banten Menggunakan Metode Antropometri Agus Trisardi1, Yayan Harry Yadi2, Ade Sri Mariawati3 Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 1 2 3
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected] 1, 2, 3
ABSTRAK Buruh tengtengan yang berada di pelabuhan penyebrangan Merak dalam kegiatan pekerjaannya dapat membawa beban paling ringan 10 kg, yang paling berat mencapai 50 kg dan rata-rata barang mencapai 30 kg. Pengangkatan barang tersebut memiliki resiko potensi cidera Musculoskeletal disorders (MSDs). Tujuan penelitian ini adalah merancang alat bantu tas gendong dengan memanfaatkan informasi Antropometri untuk meminimalisir potensi MSDs pada buruh tengtengan di pelabuhan penyebrangan Merak. Metode yang digunakan yaitu metode Quick Exposure Checklist (QEC). Berdasarkan pengolahan data dihasilkan nilai presentase exposure 71 % - 100 %. Potensi bahaya yang bisa terjadi yaitu iritasi pada urat/sendi , sakit pada siku, tekanan syaraf pergelangan tangan, peradangan pada jari-jari tangan, tekanan pada sistem syaraf , tekanan pada leher. Hasil perancangan tas gendong dengan memanfaatkan informasi data antropometri sebagai berikut : Gendongan belakang terdiri dari : lebar tas 42 cm, tinggi tas 43 cm, panjang penyangga alas bawah 30 cm, lebar penyangga alas bawah 42 cm, dan panjang tali 84 cm . Gendongan depan terdiri dari : panjang tali utama 65 cm, panjang penyangga depan 22 cm, lebar penyangga depan 42 cm, panjang tali penyangga 30 cm, celah leher 16 cm, panjang tali pinggang 80 cm, dan panjang jinjingan 7 cm Kata Kunci : MSDs, QEC, Antropometri PENDAHULUAN Pekerjaan yang membutuhkan penanganan material secara manual masih banyak ditemui di Indonesia, hal ini dikarenakan Indonesia termasuk negara padat karya sehingga peran serta dari manusia dalam segala jenis pekerjaan masih sangat diandalkan. Menurut Tompkins (2003), penanganan material secara manual adalah istilah yang diberikan untuk proses penanganan material yang dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia.. Di Indonesia terdapat banyak jenis kuli angkut, antara lain kuli angkut terigu, gula, maupun kuli angkut barang yang disebut porter yang banyak beroperasi di pasar dan stasiun. Mereka membawa barang dengan cara manual sehingga berpotensi mengalami gangguan otot rangka atau musculoskeletal disorders (MSDs). Keluhan atau gangguan otot rangka atau musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan fenomena yang banyak dialami oleh pekerja yang melakukan penanganan material secara manual. Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah cedera atau keluhan pada jaringan lunak (seperti otot, tendon, ligamen, sendi, dan tulang rawan) dan sistem saraf di mana keluhan ini dapat mempengaruhi hampir seluruh jaringan termasuk saraf dan sarung tendon (OSHA, 2000). Hal ini yang ditakutkan oleh buruh
tengtengan yang berada di pelabuhan penyebrangan Merak. Buruh tengtengan adalah pekerjaan buruh angkut barang yang dilakukan di pelabuhan penyebrangan Merak Banten. Buruh tengtengan mempunyai ciri-ciri yaitu berpakaian baju seragam berwarna merah. Buruh tengtengan beranggotakan 32 orang setiap groupnya dan mempunyai 2 group. Para buruh tersebut bekerja 24 jam dimulai dari jam 6 pagi dan berakhir sampai dengan jam 6 pagi kembali. Buruh tengtengan membawa beban paling ringan yaitu 10 kg, rata – rata barang bawaan penumpang kapal yaitu 30 kg, dan yang paling berat bisa mencapai 50 kg Cara mengangkat yang paling sering dilakukan yaitu dengan beban terpusat pada pundak, sehingga kepala miring menyesuaikan dengan barang yang diangkat. Jika barang bawaan dua buah maka barang yang lain akan ditengteng menggunakan tangan, dan apabila barang bawaan lebih dari dua maka barang akan diikatkan oleh seutas tali dan dikaitkan keatas pundak, sehingga pundak buruh tengtengan akan terasa sakit. Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan oleh buruh tengtengan maka dilakukan penyebaran kuesioner Noerdic Body Map. Berikut ini adalah hasil dari penyebaran kuesioner Noerdic Body Map. Dari hasil kuesioner Noerdic Body Map menunjukkan bahwa
leher bagian atas mendapatkan prosentase paling banyak yaitu sebesar 19,2 %. Hal ini menunjukkan buruh angkut tengtengan pada saat mengangkat barang memiliki resiko potensi cidera yang paling banyak terjadi yaitu pada bagian leher bagian atas. Oleh karena itu, untuk mengetahui potensi resiko cidera kerja apa saja yang mungkin dialami buruh tengtengan maka digunakanlah metode Quick Exposure Checklist (QEC), dan untuk mengurangi potensi resiko kerja maka dibutuhkan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan yang bisa digunakan dengan praktis dan efisien saat buruh tengtengan membawa barang bawaan penumpang dengan menggunakan metode Antropometri. METODOLOGI PENELITIAN Langkah yang dilakuakan pada penelitian ini adalah melakukan study literature dan penelitian pendahuluan menggunakan kuesioner nordi body map. Peneliti perlu melakukan untuk mengetahui gambar permasalahan yang akan ditelti, dan mempelajari objek yang diteliti sudah menerapkan prinsip ergonomi, dalam arti sudah disesuaikan dengan postur tubuh manusia. Ergonomi Istilah “Ergonomi” berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon (Kerja) dan Nomos (Hukum Alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Quick Exposure Checklist (QEC) QEC merupakan suatu metode untuk penilaian terhadap risiko kerja yang berhubungan dengan gangguan otot di tempat kerja. Metode ini menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. QEC membantu untuk mencegah terjadinya WMSDs seperti gerak repetitive, gaya tekan, postur yang salah, dan durasi kerja. (Stanton, 2004) .Penilaian pada QEC dilakukan pada tubuh statis (body static) dan kerja dinamis (dynamic task) untuk memperkirakan tingkat risiko dari postur tubuh dengan melibatkan unsur pengulangan gerakan, tenaga/beban dan lama tugas untuk area tubuh yang berbeda (Li dan Buckle, 1999). Konsep dasar dari metode ini sebenarnya adalah mengetahui seberapa besar exposure score untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. A. Fungsi utama Quick Exposure Check (QEC) Alat ini mempunyai fungsi utama sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi faktor risiko untuk WMDS 2. Mengevaluasi gangguan risiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda-beda. 3. Menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi gangguan risiko yang ada. 4. Mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi ergonomi di tempat kerja.
5.
Mendidik para pemakai tentang musculoskeletal di tempat kerja.
risiko
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko cidera Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko cedera yaitu: 1. Punggung a. Berat beban b. Durasi c. Frekuensi gerakan d. Postur 2. Bahu/ Lengan a. Berat beban b. Durasi c. Ketinggian tugas d. Frekuensi gerakan 3. Pergelangan tangan/lengan a. Kekuatan b. Durasi c. Frekuensi gerakan d. Postur 4. Leher a. Durasi b. Postur c. Aspek visua C. Langkah-langkah penilaian QEC Penilaian postur kerja dengan metode QEC dilakukan dari dua sisi. Penilaian pertama didasarkan kepada penilaian pengamat (Observer’s Assesment) dengan mengisi Observer’s Assessment Checklist dan penilaian kedua didasarkan kepada penilaian pekerja (Worker’s Assessment) dengan mengisi Worker’s Assessment Checklist. Selanjutnya menghitung skor penilaian untuk masingmasing bagian tubuh yang dinilai dengan tabel skor penilaian, dan terakhir menghitung total skor penilaian sebagai skor akhir QEC untuk dinyatakan dalam empat tingkatan/level tindakan. Dari kategori tindakan yang didapat, akan dilakukan pengevaluasian terhadap postur kerja, serta langkah-langkah yang harus diambil jika ternyata hasil penilaian menunjukkan adanya tingkat risiko yang tinggi pada postur kerja bersangkutan. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan merancang ulang stasiun dan metode kerja. Tabel 1. Penilaian Observer QEC Faktor Belakang (Back) Frekuensi pergerakan bagian belakang
Kode
Tinggi tugas Gerakan bahu/lengan Postur pergelangan tangan/lengan Pergerakan pergelangan Postur leher
1 Hampir netral
2 Berputar/bengkok sedikit
3 Cenderung berputar/bengkok
B
≤3/menit
Kira-kira 8/menit
≥12/menit
C
Pada/seting gi pinggang
Setinggi dada
Setinggi bahu
D
Sesekali
Reguler/teratur dengan jeda
Hampir kontinu
E
Hampir lurus
Bengkok/berputar
F
≤10/menit
11-20/menit
>20/menit
G
Hampir netral
Kadang-kadang bengkok/berputar
Bengkok/berputar secara berlebihan
A
B. Penilaian oleh Pekerja Setelah penilaian peneliti dibuat, langkah selanjutnya adalah pengisian kuisioner yang dilakukan oleh pekerja.
Tabel 2. Penilaian Pekerja QEC Faktor
Kode
1
2
3
4
Beban
a
<5 kg
6-10 kg
11-20 kg
>20 kg
Durasi
b
<2 jam
2-4 jam
>4 jam
Kekuatan tangan
c
<1 kg
1-4 kg
>4 kg
Tidak d ada/kecil
Sedang
Tinggi
Vibrasi Visual
e
Tidak diperlukan
Diperlukan untuk melihat detail
Langkah
f
Tidak susah
Kadangkadang susah
Lebih sering susah
Tingkat stress
g
Tidak ada
Kecil
Sedang
Tiggi
Total penilaian beban dapat dihitung dengan mengkombinasikan penilian dari peneliti (A_G) dan pekerja (H_P). Exposure level (E) dihitung berdasarkan persentase antara total skor aktual exposure (X) dengan total skor maksimum (Xmaks) yaitu (Brown dan Li, 2003):
X
E(%) =
X maks
x 100%. . . . .(1)
Dimana : X = total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur (punggung + bahu/lengan+ pergelangan tangan + leher) Xmaks = total skor maksimum untuk postur kerja (punggung + bahu/lengan + pergelangan tangan + leher) Xmaks adalah konstan untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor maksimum (Xmaks =162)apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau berdiri tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan tenaga/beban yang relatif lebih rendah. Untuk pemberian skor maksimum (Xmaks = 178) apabila dilakukan manual handling yaitu mengangkat, mendorong, menarik dan membawa beban Tabel 3. Interpretasi Skor Eksposure Level Score
Low
Moderate
High
Very high
Punggung (statis)
8-15
16-22
23-39
29-40
Punggung (Dinamis)
10-20
21-30
31-40
41-56
Lengan/Bahu
10-20
21-30
31-40
41-56
Pergelangan tangan
10-20
21-30
31-40
41-46
Leher
4-6
8-10
12-14
16-28
Mengemudi
1
4
9
-
Getaran
1
4
9
-
Kecepatan bekerja
1
4
9
-
Tingkat stres
1
4
9
16
Tabel 4. Nilai level tindakan QEC Level tindakan 1
Persentase skor 0-40%
2
41-50%
3 4
51-70% 71-100%
Tindakan Aman diperlukan beberapa waktu ke depan Tindakan dalam waktu dekat Tindakan sekarang juga
Total skor exposure 32-70 71-88 89-123 124-176
D. Keuntungan QEC Beberapa keuntungan dari QEC yaitu: a. QEC dapat menunjukkan beberapa faktor risiko. b. Metode ini dapat diaplikasikan untuk range yang besar untuk beberapa situasi kerja. c. Mempunyai sensitivitas yang tinggi dalam menganalisa postur. d. User friendly e. Mudah, praktis dan cepat digunakan Antropometri Istilah Antropometri berasal dari kata “Anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran bentuk, ukuran (tinggi, lebar) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan lainnya (Sutalaksana, 1996). Menurut (Nurmianto, 2008), antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Antropometri secara lebih luas digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perencanaan produk maupun sistem kerja yang memerlukan interaksi manusia Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk Penggunaan data anthropometri dalam penentuan ukuran produk harus mempertimbangkan prinsipprinsip di bawah ini agar produk yang dirancang bisa sesuai dengan ukuran tubuh pengguna (Wignjosoebroto, 2003) yaitu : Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim Rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk yaitu : 1. Sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim. 2. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada) Gangguan Muskuloskeletal Akibat Kerja Work related muskuloskeletal disorder (WMSDs) adalah sekelompok gangguan dari otot, tendon dan sistem saraf, contohnya antara lain carpal tunnel sindrom, tendonitis, thorac outlet syndrome dan tension neck sindrom. Aktifitas kerja seperti pekerjaan yang bersifat repetitif, atau pekerjaan dengan postur yang tidak normal adalah hal yang dapat menyebabkan munculnya gangguan ini, yang sakitnya dapat dirasakan selama bekerja atau saat tidak bekerja. Hampir semua jenis pekerjaan membutuhkan penggunaan lengan dan tangan. Oleh sebab itu WMSD lebih banyak terjadi pada tangan, pergelangan tangan, siku, pundak, leher dan bahu. Pekerjaan yang menggunakan kaki juga menyebabkan gangguan pada kaki, pergelangan kaki, betis, dan telapak kaki. Beberapa gangguan punggung juga terjadi akibat aktifitas yang bersifat repetitif. Faktor risiko terjadinya WMSDs adalah pergerakan lengan dan tangan seperti bending,
straightening, gripping, holding, twisting, clenching, reaching. Aktifitas yang dilakukan lengan dan tangan adalah aktifitas yang tidak menimbukan bahaya didalam aktifitas keseharian seorang manusia. Yang membuat aktifitas tersebut menjadi bahaya adalah apabila situasi kerja mengharuskan aktifitas tersebut dilakukan secara repetitif, terkadang dengan beban dan dilakukan secara cepat sementara waktu istirahat tidak cukup untuk memulihkan lengan dan tangan pada kondisi semula. WMSDs berhubungan dengan aktifitas kerja yang memiliki pola : a. Posisi tubuh yang tetap b. Pergerakan yang bersifat kontunyu dan repetitive c. Konsentrasi energy pada sebagian kecil dari bagian tubuh, seperti tangan dan pergelangan tangan d. Waktu istirahat yang kurang sehingga tidak memungkinkan adanya pemulihan WMSDs muncul karena adanya kombinasi dari empat hal tersebut. Kondisi panas, dingin dan getaran juga memberikan kontribusi atas kemunculan gangguan muskuloskeletal. Tabel 5. Pergerakan tubuh dan area sakit Pergerakan Tubuh Repetetif, pergerakan horizontal atau vertical dari pergelangan tangan pada jangkauan yang extreme Menggerakan jari pada saat pergelangan tangan berada pada saat posisi extreme Repeterif bending pada siku dari posisi normalnya Memutar pergelangan tangan dan lengan bawah Menggapai lebih dari level pundak Menggapai di belakang pundak Menggapai jauh didepan tubuh
Area Sakit Pergelangan dan telapak tangan Pergelangan dan telapak tangan Siku dan tangan Siku dan tangan Leher dan pundak Leher dan pundak Leher dan pundak
Memutar lengan
Leher dan pundak
Kejadian WMSDs memilik tiga tahapan, yaitu : 1. Tahap permulaan, munculnya rasa sakit dan kelelahan dari bagian tubuh tetapi hilang pada malam hari dan saat tidak bekerja. 2. Tahap intermediate, nyeri dan sakit muncul lebih awal saat melakukan pekerjaan dan dimalam hari masih terasa. 3. Tahap akhir, nyeri dan sakit muncul setiap saat baik ketika istirahat maupun saat malam hari. Tabel. 6. Gejala WMSDs Kelainan Tendonitis/tenosynovitis
Epicondylitis (elbow tendonitis)
Carpal tunnel syndrom
DeQuervain’s disease Thoracic outlet syndrom Tension neck syndrom
Faktor Resiko Pergerakan repetitif pada pergerakan tangan, pergerakan repetitif pada bahu, extensi yang berlebihan pada lengan, kelebihan beban pada bahu Pengulangan perputaran pada lengan bawah dengan beban, dan bending pada pergelangan tangan pada waktu bersamaan
Pergerakan repetetif pada pergelangan tangan
Gejala Nyeri, kelelahan, bengkak, dan terasa panas Nyeri, kelelahan, bengkak, dan terasa panas Nyeri, mati rasa, kesemutan, terasa panas, permukaan tangan yang kering
Perputaran tangan yang repetetif dan pegangan yang membutuhkan energi lebih Flexion pada bahu Membawa beban pada bahu Lengan terangkat melebihi bahu
Nyeri pada ibu jari Nyeri, mati rasa, bengkak pada tangan
Postur tidak normal pada leher
Nyeri
Tipe gangguan didalam WMSDs dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Cidera otot Kontraksi otot yang berlangsung lama akan mengurangi aliran darah, dan konsekuensinya sibtansi yang diproduksi oleh otot tidak dapat dipindahkan dengan cepat dan terakumulasi. Akumulasi dari subtansi ini membuat iritasi pada otot dan menyebabkan nyeri. 2. Cidera tendon Gambaran risiko. Saat tendon melakukan gerakan berulang, beberapa serat otot dapat menjadi putus atau terlepas. Tendon menjadi lebih tipis dan menyebabkan inflamasi. 3. Cidera saraf Pekerjaan repetitif dan postur tidak normal, menyebabkan jaringan sekitar saraf menjadi rusak dan memberikan tekanan kepada saraf. Tekanan kepada saraf menyebabkan otot melemah, kesemutan, mati rasa, kulit kering dan sirkulasi pergerakan yang tidak normal. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS Pengolahan data ini menggunakan metode QEC untuk mengetahui nilai exposure level. Berikut adalah contoh dari perhitungan QEC. Tabel 7. Exposure score Operator 1 Exposure score
Nama Pekerja : Roni
Punggung Posisi punggung (A) & Beban (H) A1 A2 A3 H1 2 4 6 H2 4 6 8 H3 6 8 10 H4 8 10 12 SCORE 1 8 Posisi punggung (A) & Durasi (I) A1 A2 A3 I1 2 4 6 I2 4 6 8 I3 6 8 10 SCORE 2 6 Durasi (I) & Beban (H) I1 I2 I3 H1 2 4 6 H2 4 6 8 H3 6 8 10 H4 8 10 12 SCORE 3 12 Untuk pekerjaan Statis gunakan scoring 4 Untuk pekerjaan manual handling gunakan scoring 5 dan 6 Posisi Statis (B) & Durasi (I) B1 B2 I1 2 4 I2 4 6 I3
6
8
SCORE 4 Frequensi (B) & Beban (H) B3 B4 B5 H1 2 4 6 H2 4 6 8 H3 6 8 10 H4
8
10
SCORE 5
12
Tanggal Pengamatan : 28/03/2014 Bahu/ Lengan Tinggi (C) & Beban (H) C1 C2 C3 H1 2 4 6 H2 4 6 8 H3 6 8 10 H4 8 10 12 SCORE 1 Tinggi (C) &Durasi (I) C1 C2 C3 I1 2 4 6 I2 4 6 8 I3 6 8 10 SCORE 2
10
Durasi (I) & Beban (H) H1 H2 H3 H4
I1 I2 2 4 4 6 6 8 8 10 SCORE 3
I3 6 8 10 12 12
Frequensi (D) & Beban (H)
H1
D1
D2
D3
2
4
6
H2 4 6 8 H3 6 8 10 H4 8 10 12 SCORE 5 Frequensi (D) & Durasi (I) D1 I1 I2 I3
10
12
D2
12
D3
2 4 6 4 6 8 6 8 10 SCORE 6 10 Total Skor Bahu/Lengan = Total skor 1 sampai 5 Total Skor Bahu/Lengan 56
Tabel 7. Exposure score Operator 1 (lanjutan)
Tabel 8. Hasil Exposure level (lanjutan)
Frequensi (B) & urasi I) B3 B4 B5 I1 2 4 6 I2 4 6 8 I3 6 8 10 SCORE 6 8 Total Skor Punggung = Total skor 1 sampai 4 atau total skor 1 sampai 3 ditambah skor 5 dan 6 Total Skor Punggung 44
Operator 5
Operator 6 Operator 7
Pergelangan Tangan
Leher
Gerakan Berulang (F) & Kekuatan (J) F1
F2
Operator 8
Posisi Leher (G) & Durasi (I)
F3
G1
G2
G3
Tindakan dalam waktu dekat
1
68,49315
2
75,79909
3
70,31963
1
78,08219
Tindakan sekarang juga
2
79,90868
Tindakan sekarang juga
1
79,90868
Tindakan sekarang juga
1
78,08219
Tindakan sekarang juga
2
74,42922
Tindakan sekarang juga
1
79,90868
Tindakan sekarang juga
2
78,08219
Tindakan sekarang juga
Tindakan sekarang juga Tindakan dalam waktu dekat
J1
2
4
6
I1
2
4
6
J2
4
6
8
I2
4
6
8
3
79,90868
Tindakan sekarang juga
J3
6
8
10
I3
6
8
10
4
76,25571
Tindakan sekarang juga
Operator 10
1
74,42922
Tindakan sekarang juga
Operator 11
1
72,60274
1
68,94977
Tindakan sekarang juga Tindakan dalam waktu dekat
2
83,56164
Tindakan sekarang juga
6
3
81,73516
Tindakan sekarang juga
8
4
79,90868
Operator 13
1
70,77626
Tindakan sekarang juga Tindakan dalam waktu dekat
Operator 14
1
82,6484
Tindakan sekarang juga
Operator 15
1
84,47489
Tindakan sekarang juga
Operator 16
1
77,16895
Tindakan sekarang juga
SCORE 1
6
Gerakan Berulang (F) & Durasi (I) I1 I2
F1
F2
F3
2
4
6
4
I3
6
6
8
10
Kebutuhan Visual (K) & Durasi (I) I1
8
I2
10
SCORE 2
SCORE 1
Operator 9
K2
2
4
4
I3
6
6
Durasi (I) & Kekuatan (J)
K1
SCORE 2
Operator 12
8
Total Skor Leher = Total Skor 1 dan 2
I1
I2
I3
Total Skor Leher
J1
2
4
6
Mengemudi (L)
J2
4
6
8
L1
L2
L3
Operator 17
1
84,47489
Tindakan sekarang juga
J3
6
8
10
1
4
9
Operator 18
1
71,6895
Tindakan sekarang juga
Operator 19
1
73,51598
Tindakan sekarang juga
Operator 20
1
82,6484
Tindakan sekarang juga
Operator 21
1
78,08219
Tindakan sekarang juga
SCORE 3
SCORE Mengemudi
10
Posisi Pergelangan Tangan (E) & Kekuatan (J) E1
E2
J1
2
J2
4
J3
6
18
1
Getaran (M) M1
M2
M3
4
1
4
9
6
SCORE Getaran
8
Kecepatan Bekerja (N)
SCORE 4
8
Posisi Pergelangan Tangan (E) & Durasi (I)
N1
N2
N3
1
4
9
SCORE Bekerja
1
E1
E2
I1
2
4
I2
4
6
O1
O2
O3
O4
I3
6
8
1
4
9
16
Stres (O)
SCORE 5
8
SCORE Stres
Total Skor Pergelangan Tangan = Total skor 1 sampai 5 Total Skor 38 Pergelangan Tangan
Berikut ini merupakan hasil Exposure level : Tabel 8. Hasil Exposure level Nama
Video
Exposure level (E)
Operator 1
1
78,08219
Tindakan sekarang juga
1
75,34247
Tindakan sekarang juga
2
74,42922
Tindakan sekarang juga
1
79,90868
Tindakan sekarang juga
1
79,90868
Tindakan sekarang juga
2
72,60274
Tindakan sekarang juga
Operator 2 Operator 3 Operator 4
4
Keterangan
9
Analisa postur kerja menggunakan metode QEC Ada lima cara buruh tengtengan mengangkat barang pada saat bekerja yaitu barang diletakkan dipundak, dijinjing, dislempang, ditarik dan digendong. Berdasarkan jenis angkatan tersebut yang paling sering dilakukan buruh tengtengan dalam mengangkat barang yaitu dengan cara diletakkan diatas pundak yaitu dengan 42 %, disusul dengan cara dislempang dengan 36 %, kemudian dijinjing 13%, ditarik 7% dan digendong dengan 2%. a. Dilihat dari postur tubuhnya cara benda diletakkan diatas pundak ini merupakan cara yang kurang baik karena beban terpusat pada pundak. Ini bisa mengakibatkan cidera pada pundak, dan pada saat membawa barang dipundak leher juga akan tertekan oleh barang yang dibawa. Sehingga dengan cara diletakkan diatas pundak bisa mengakibatkan cidera pada bagian bahu, pundak dan leher. Hal ini bisa mengakibatkan potensi cidera MSDS yaitu kelainan Tendonitis/tenosynovitis yang mempunyai gejala nyeri, kelelahan, bengkak, dan terasa panas. Bisa juga terjadi kelainan Tension neck syndrom yang disebabkan oleh postur tidak normal pada leher yang mempunyai gejala nyeri pada leher (CCOHS, 2014).
b. Untuk cara yang kedua yaitu dengan cara dislempang, cara ini sesungguhnya merupakan cara yang kurang baik karena kedua barang diikatkan dan diletakkan diatas salah satu pundak. Hal ini bisa mengakibatkan cidera pada bagian pundak dan bahu karena tali yang digunakan bukan merupakan bahan yang membuat nyaman pada saat mengangkat. Seharusnya tali yang digunakan harus tali yang nyaman dan digunakan busa untuk membuat nyaman dan sedikit menahan rasa sakit, dan supaya lebih seimbang seharusnya benda jangan diletakkan hanya pada satu buah pundak/bahu namuan kedua bahu/pundak supaya lebih seimbang dan membuat rasa nyaman sehingga terhindar dari cidera. Jika hal ini terus menerus dilakukan bisa menimbulkan gejala MSDS yaitu kelainan Thoracic outlet syndrom yaitu Flexion pada bahu Membawa beban pada bahu, lengan terangkat melebihi bahu yang mempunyai gejala nyeri, mati rasa, bengkak pada tangan (CCOHS, 2014). c. Cara ketiga yaitu dengan cara dijinjing, cara ini merupakan baik digunakan jika barang yang dibawa tidak berat dan mempunyai pegangan yang nyaman. Akan tetapi jika barang yang dibawa berat dan tidak mempunyai pegangan yang nyaman akan mengakibatkan cidera pada jari-jari tangan dan lengan/bahu karena beban akan terpusat pada lengan/bahu dan jari-jari tangan menahan barang dengan pegangan yang kurang nyaman untuk digunakan. Jika hal ini terus dilakukan dengan beban yang berat maka bisa mengakibatkan gejala MSDS yaitu kelainan Epicondylitis (elbow tendonitis) yaitu Pengulangan perputaran pada lengan bawah dengan beban, dan bending pada pergelangan tangan pada waktu bersamaan yang mempunyai gejala nyeri, kelelahan, bengkak, dan terasa panas (CCOHS, 2014). d. Sedangkan untuk cara yang keempat yaitu dengan cara ditarik, cara seperti ini merupakan cara yang paling nyaman dari semua cara mengangkat beban karena benda ditarik dengan menggunakan tangan dan biasanya terdapat roda pada bagian bawah benda/tas yang membuat nyaman pada saat membawa barang. Hal ini bisa mengurangi cidera yang bisa terjadi pada lengan/bahu dan jari-jari tangan karena terdapat roda pada bagian bawah sehingga mempermudah dalam membawa barang. Akan tetapi lintasan pelabuhan penyebrangan Merak yang kurang mendukung dengan adanya alat dorong/tarik maka buruh tengtengan harus mengangkat barang pada saat terdapat anak tangga dengan cara yang pertama yaitu diletakkan dipundak atau dijinjing. Hal ini yang membuat potensi cidera pada saat benda diletakkan dipundak atau dijinjing dan bisa terjadi gejala MSDS yaitu kelainan Carpal tunnel syndrom yang mempunyai gejala nyeri, mati rasa, kesemutan, terasa panas, permukaan tangan yang kering, dan DeQuervain’s disease yang mempunyai gejala nyeri pada ibu jari (CCOHS, 2014). e. Sedangkan cara yang terakhir yaitu dengan cara digendong. Cara digendong merupakan cara yang
paling efektif dari cara-cara sebelumnya. Akan tetapi jika cara yang digunakan salah bisa menghakibatkan cidera kerja. Seperti yang diungkapkan oleh Dian R, dkk (2011) yang menyebutkan bahwa pemakaian backpack yang tidak ergonomis (dengan beban yang tidak sesuai standar yakni maksimal 1/3 dari berat badan) bisa mengakibatkan skoliosis. Skoliosis adalah cekungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping. Ketidaknormalan ini bisa terjadi pada leher, dada, maupun pinggang. Dengan teknik mengangkat barang yang diletakkan diatas pundak bisa mengakibatkan nyeri dan tidak nyaman pada bagian leher dan dirasakan pada saat bekerja.. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Munadi (2013) yang menyebutkan bahwa nyeri dan tidak nyaman pada leher, umumnya terjadi pada waktu kerja, antara lain terjadi pada pekerjaan dengan beban yang berat, dan pekerjaan manual. Hasil QEC yang telah dilakukan, terlihat bahwa nilai Exposure level hampir semua mempunyai nilai level yang berada pada 71 % - 100 % yang artinya menunjukkan tindakan sekarang juga dan kegiatan yang mereka lakukan berbahaya harus dilakukan tindakan sekarang juga untuk menghindari resiko cidera yang dialami buruh tengtengan. Dengan Exposure level yang tinggi maka kegiatan yang dilakukan oleh buruh tengtengan tersebut berada dalam level yang berbahaya dan bisa mengalami potensi cidera yang cukup tinggi. Potensi cidera yang akan mereka alami akan terjadi jika buruh tengtengan melakukan kegiatan tersebut secara terus menerus dan dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Untuk skor punggung, skor lengan/bahu, skor pergelangan tangan dan skor leher dari hasil QEC juga berada pada level very hight. Hal ini berkaitan dengan jenis angkatan yang paling banyak dilakukan oleh buruh tengtengan yaitu dengan cara diletakkan dipunggung, dan dislempang. Cara seperti itu sangatlah beresiko cidera kerja yang cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Martaleo (2012) yang menyebutkan bahwa pekerjaan kuli angkut terigu dinilai dengan metode QEC menghasilkan skor total sebesar 137. Nilai ini dapat dikatakan sebanding dengan penilaian berdasarkan metode REBA yaitu 9. Berdasarkan metode QEC dengan nilai sebesar 137 termasuk dalam kategori pekerjaan (aktivitas) melibatkan manual handling karena peran kuli sangat diperlukan. Perancangan menggunakan metode Antropometri Karena hasil QEC menghasilkan nilai eksposure level tinggi (71%-100%) harus dilakukan tindakan sekarang juga, maka diperlukan alat bantu untuk membantu buruh tengtengan mengangkat barang yang mereka bawa dengan nyaman. Alat bantu yang cocok dengan kondisi sekarang di pelabuhan penyebrangan Merak yaitu tas gendong. Hal ini juga sejalan dengan Dian R, dkk (2011) yang menyebutkan bahwa tas gendong merupakan alat bantu pengangkat beban yang paling sehat, karena beban bertumpu pada bagian yang paling kuat yaitu
punggung. Cangklong di kedua bahu juga memberikan efek positif, yaitu membuat beban bertumpu secara merata. Dengan begitu, tas gendong menjadi alat paling efektif untuk mengangkat beban yang berat. Untuk merancang bagian-bagian dari tas gendong ini berdasarkan dari hasil QEC dan jenis angkatan yang dilakukan oleh buruh tengtengan. Dalam merancang desain juga harus nyaman dan aman supaya tidak menimbulkan cidera kerja. Hal ini sependapat dengan Dian R, dkk (2011) yang menyebutkan bahwa pemakai backpack yang tidak ergonomis (dengan beban yang tidak sesuai standar yakni 1/3 dari berat badan) dapat menimbulkan beberapa penyakit, yang salah satunya adalah skoliosis (kelainan tulang yang bengkok kearah samping). Oleh karenanya perlu dirancang suatu desain backpack yang ergonomis agar memberikan kenyamanan dan menghindari resiko cidera bagi pemakai. Cara diletakkan dipundak beban terpusat pada bahu, leher dan tangan maka beban akan dipindahkan dengan cara diletakkan dibagian belakang dan akan dibawa dengan cara digendong. Untuk desain tas dibagin belakang dilengkapi dengan penyangga bawah yang bisa ditekuk jika sedang tidak membawa barang, dilengkapi dengan tali yang bisa dipanjang pendekkan sesuai dengan besar kecilnya barang yang akan dibawa. Untuk rancangan bagian depan ini terdiri dari lebar tas yang menggunakan dimensi antropometri lebar bahu sebesar 42 cm dengan persentil 50%, karena untuk bisa menyesuaikan dengan yang mempunyai lebar bahu pendek maupun panjang. Sedangkan untuk tinggi tas menggunakan dimensi antropometri tinggi punggung. Tinggi punggung ini didapat data tinggi bahu posisi duduk 57,2 cm – tebal paha 14 cm menghasilkan 43 cm, dan menggunakan persentil 50%. Untuk ukuran panjang penyangga alas bawah menggunakan ukuran 30 cm supaya lebih menyangga beban yang besar, dan lebar alas bawah sama dengan lebar tas. Untuk panjang tali tas menggunakan 2x lebar tas supaya bisa membawa barang yang besar yaitu sebesar 84 cm.
karena buruh tengtengan bekerja selama 24 jam. Konsep ini sejalan dengan Rizani NC, dkk (2013) yang menyebutkan bahwa dengan menggabungkan konsep tali utama yang ergonomis dengan fungsi jaket dan tali pinggang. Tali utama didapat dari dimensi tinggi punggung 43 cm + tebal dada 21,2 cm menghasilkan 65 cm, dan menggunakan persentil 50%. Tali utama menyerupai jaket maka dibuatkan celah pada leher supaya bisa nyaman. Celah leher ini menggunakan dimensi lebar kepala sebesar 16 cm dengan persentil 95% supaya yang mempunyai lebar kepala besar bisa masuk. Pada rancangan ini juga diberikan tali pinggang supaya menjaga agar pada waktu membawa barang tetap kokoh dan kuat. Panjang tali pinggang ini menggunakan 2x tebal dada 42,4 cm + lebar panggul 37 cm menghasilkan 79, 4 cm, dan menggunakan persentil 95% supaya mempunyai panjang tali maksimal. Seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2. Penyangga depan
Untuk membuat rasa nyaman pada saat membawa barang pada bagian punggung dan bahu diberikan busa. Busa ini bisa membantu mengurangi resiko cidera pada saat membawa beban yang cukup berat sehingga buruh tengtengan akan terasa lebih nyaman. Hal ini juga sependapat dengan Rizani NC, dkk (2013) yang menyebutkan bahwa pada bagian alas punggung menambah bantalan dan penguat lapisan pada bagian dalam untuk menyangga punggung dan menjaga barang bawaan. Pada tas gendong ini juga diberikan tempat jinjingan untuk pegangan tas gendong pada saat membawa tas gendong. Jinjingan diberikan busa juga supaya jika digunakan untuk membawa barang yang mempunyai beban yang kecil bisa terasa nyaman. Jinjingan ini mempunyai dimensi kepalan tangan yaitu sebesar 7 cm pada persentil 95% untuk panjang pegangan maksimal, seperti gambar dibawah ini.
Gambar 1. Penyangga belakang
Buruh tengtengan membawa barang biasanya lebih dari 1, maka dibuatkan penyangga depan. Penyangga depan ini bisa dibongkar pasang dan menggunakan tali yang bisa dipanjang pendekkan supaya menyesuaikan barang yang dibawa. Panjang penyangga depan menggunakan dimensi antropometri ½ tinggi punggung karena supaya dalam mengangkat barang tidak menghalangi pandangan buruh tengtengan yaitu sebesar 22 cm, dan lebar penyangga depan menggunakan dimensi lebar bahu sebesar 42 cm. Penyangga depan ini dipasang pada bagian tali utama. Tali utama ini diberikan inovasi menyerupai jaket, sehingga dapat dijadikan sebagai pelindung tubuh pada malam hari atau melindungi tubuh dari angin laut,
Gambar 3. Pemasangan busa
Setelah semuanya terpenuhi maka desain akhir dari tas gendong buruh tengtengan seperti gambar 4. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu berbahan polyester dan dengan benang jahitan nilon.
Gambar 4. Tas gendong tentengan
KESIMPULAN Berdasarkan pengolahan data dan analisis masalah, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Potensi gangguan musculoskeletal disorders (MSDS) yang dialami oleh buruh tengtengan yaitu iritasi pada urat/sendi , sakit pada siku, tekanan syaraf pergelangan tangan, peradangan pada jari-jari tangan, tekanan pada sistem syaraf , tekanan pada leher. Hasil perancangan tas gendong dengan memanfaatkan informasi data antropometri sebagai berikut : Gendongan belakang terdiri dari : lebar tas 42 cm, tinggi tas 43 cm, panjang penyangga alas bawah 30 cm, lebar penyangga alas bawah 42 cm, dan panjang tali 84 cm . Gendongan depan terdiri dari : panjang tali utama 65 cm, panjang penyangga depan 22 cm, lebar penyangga depan 42 cm, panjang tali penyangga 30 cm, celah leher 16 cm, panjang tali pinggang 80 cm, dan panjang jinjingan 7 cm. Untuk menambah kenyamanan, alas punggung diberikan tambahan busa. Bahan utama tas menggunakan polyester yang dijahit dengan benang nilon. SARAN Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan yaitu : pada penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan uji coba kekuatan tas untuk mengetahui berat maksimal yang bisa dibawa oleh tas. DAFTAR PUSTAKA Corlett, DA. 1992. Overview of Biological, Chemical, and Physical Hazard. Didalam HACCP Principles and Applications, ed. by Pierson MD and Corlett DA Jr. New York : Chapman and Hall. Dian R, dkk. 2011. Desain backpack berdasarkan analisis biomekanika dengan pendekatan qfd dan triz untuk pendaki wanita. Proceeding. Jurusan mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanudin Makasar. Volume 5. Hal. TM11 (1-12). Karwowski, W. & Marras, W.S. 2003. Occupational Ergonomics: Principles of Work Design. Florida: CRC Press. Li, G. and Buckle, E. 1999. Further Development of The Usability and Validity of The Quick Exposure Check (QEC).
Li, G. dan Buckle, P., 1998. A Practical Method For The Assesment Of Work-Related Musculoskeletal Risks - Quick Exposure Check (QEC). In:Proceedings Of The Human Factors and Ergonomics Society 42nd Annual Meeting, October 5-9. Chicago. Martaleo, M. 2012. Perbandingan penilaian risiko ergonomi dengan metodereba dan qec. Jurnal. Jurusan Teknik Industri. Fakultas Teknologi Industri. Universitas katolik Parahyangan Bandung. Simposium Nasional RAPI XI FT UMS. Hal. I (157163). Munadi, LA. 2013. Teknik Mengangkat Beban Berat dengan Keluhan Nyeri Otot Leher pada Pekerja Kuli Angkut di Gudang Bulog Mangkubumi dan Pamalayan. Jurnal. Fakultas ilmu kesehatan. Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Rizani, NC dkk. 2013. Identifikasi Kebutuhan Pelanggan Dalam Perancangan Dan Pengembangan Konsep Tas Backpack Yang Ergonomis Dan Multifungsi. Jurnal. Jurusan Teknik Industri. Fakultas Teknik. Universitas Trisakti. Jakarta. ISSN : 1411-6340 hal. 92103 Nurmianto, E. 2008. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Edisi Kedua. Surabaya: Guna Widya. OSHA. 2000. Ergonomic :The Study of Work. U.S. Department of Labour. Stanton, N, et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomic Western Australia. Perth : International Ergonomics Association, Curtin University Technology. Sutalaksana, 1996. Materi Ergonomi, Antropometri. Tompkins J.A., dkk. 2003, Facilities Planning, 1rd edition. John Willey & Sons. Inc. California. Wignjosoebroto, S. 2003. Ergonomi: Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna Widya. CCOHS. 2014. Work related muskuloskeletal disorder (WMSDs). Canada From http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/rmir si.html#_1_3 Online acces 5 Januari 2014 Fitinline. 2012. Jenis-jenis benang. Yogyakarta. From http://fitinline.com/article/read/jenis-jenisbenang Online acces 5 Januari 2014 Government of south Australia. 2012. SafeWork SA. From www.safework.sa.gov.au, online acces 9 Agustus 2012 Refreshop. 2013. Tas. Tulungagung. From http://www.refreshop.net/pages/articles 7/tas36.html Online acces 01 Juli 2014.