PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN ANTROPOMETRI KEPALA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI IMAGE PROCESSING DENGAN METODE EKSTRAKSI FITUR WAJAH Sritomo Wignjosoebroto, Adithya Sudiarno, Bright Brennan Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja Jurusan Teknik Industri - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111,E-mail:
[email protected] ABSTRAK Untuk mewujudkan kondisi yang ergonomis dalam berbagai perancangan produk dan stasiun kerja, diperlukan ukuran antropometri tubuh manusia. Dalam melakukan pengukuran biasanya digunakan alat-alat ukur manual seperti mistar, kaliper, meteran, kursi antropometri, dll. Pengukuran manual akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan memungkinkan terjadinya error akibat standar pengukuran yang tidak seragam. Untuk mengatasi permasalahan yang ditemui dalam pengukuran manual tersebut, maka perlu rancang sebuah alat atau sistem pengukuran otomatis yang lebih efisien.Kepala adalah bagian tubuh yang sangat vital. Oleh karena itu, pengukuran antropometri kepala sangat penting. Ada 14 dimensi penting yang biasa diukur di kepala manusia. Pada penelitian ini akan dirancang sebuah sistem pengukuran dimensi kepala yang terdiri dari kamera digital yang terhubung dengan komputer dengan perangkat lunak yang diprogram untuk pengolahan citra digital. Citra wajah diekstraksi menjadi fitur mata, mulut, telinga, dan batas wajah pada citra diam. Antara tiap komponen dan titik diukur jaraknya untuk mendapatkan dimensi antropometri. Untuk menguji keakuratannya, hasil pengukuran alat ini akan dibandingkan dengan pengukuran manual menggunakan uji-t berpasangan. Pengukuran dengan sistem ini terbukti menghasilkan ukuran dimensi tubuh yang akurat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara pengukuran manual dengan pengukuran menggunakan sistem ini. Data yang dihasilkan dari pengukuran tersebut diaplikasikan untuk perancangan produk untuk kepala. Sebagai studi kasus pada penelitian ini, data antropometri yang dihasilkan ini kemudian digunakan untuk perancangan safety google. Dengan dihasilkannya alat ukur ini , data antropometri dapat diperoleh dan diperbaharui dengan lebih efisien dan mudah. Kata Kunci : Antropometri Kepala, Image Processing, Facial Feature Extraction.
1. PENDAHULUAN Manusia sering menggunakan mesin, peralatan, fasilitas, dan berbagai produk dalam melakukan pekerjaan dan kegiatan sehariharinya. Agar kondisi yang ergonomis, yaitu membuat pekerjaan agar sesuai dengan keterbatasan dan kemampuan manusianya dapat diwujudkan, maka fasilitas kerja dan produk yang digunakan ini seharusnya dirancang sesuai dengan ukuran tubuh manusia. Sebuah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia adalah Antropometri (Wignjosoebroto, 2003). Kepala adalah bagian tubuh yang sangat vital, maka sudah seharusnya produk untuk kepala dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan dan kenyamanan penggunanya. Oleh karena itu, data antropometri kepala akan sangat penting dan bermanfaat dalam perancangan produk
untuk kepala. Beberapa produk yang memerlukan antropometri kepala dalam perancangannya antara lain adalah helem, masker, safety google, kacamata, head-set, dan berbagai macam rancangan produk lainnya yang berhubungan dengan kepala. Di Indonesia sampai saat penelitian ini dilakukan belum memiliki tabel antropometri yang mempresentasikan ukuran tubuh penduduk Indonesia. Perancangan produk untuk pengguna orang Indonesia hingga kini terkadang masih menggunakan ukuran antropometri penduduk luar negeri yang belum tentu sesuai dengan karakteristik fisik orang Indonesia. Perlu dibuat rancangan safety google yang sesuai dengan antropometri pekerja di Indonesia. Menurut Roebuck (1995), data antropometri yang sudah ada juga memerlukan 1
pembaharuan secara berkala karena sifatnya yang selalu mengalami perubahan. Karena itulah data antropometri penting untuk didapatkan dan diketahui nilainya. Untuk mendapatkan data antropometri pada sebuah populasi, diperlukan banyak sampel. Jika pengukuran ini dilakukan secara manual dengan alat seperti meteran, mistar, dan jangka sorong, akan menghabiskan waktu yang cukup lama. Selain itu sejumlah error akibat standar pengukuran dan pembacaan ukuran dan skala yang tidak sama dapat terjadi dalam pengukuran secara manual. Untuk mempermudah pengukuran dan meningkatkan efisiensi, perlu dibuat sebuah sistem pengukuran antropometri dengan teknologi yang otomatis. Teknologi image processing dapat digunakan untuk mendapatkan antropometri tubuh manusia. Sebagai studi kasus dalam penelitian ini, data antropometri yang diambil dari sejumlah sampel yang diukur menggunakan sistem ini akan digunakan untuk perancangan produk safety google. Dengan dirancangnya sistem pengukuran digital yang otomatis ini, pengukuran akan menjadi lebih mudah, cepat, dan menghasilkan data yang standar dan akurat, kebutuhan tanaga spesialis untuk mengukur dapat digantikan, dan biaya untuk pengambilan data antropometri akan menjadi relatif lebih murah. 2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan lima fase, yaitu; identifikasi awal penelitian, fase perancangan sistem, pengujian rancangan, aplikasi hasil pengkuran, dan analisis dan penetapan kesimpulan. Pada fase identifikasi awal ditetapkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, yaitu pengukuran dimensi kepala. Pada fase perancangan sistem dibuat rancangan sistem pengukuran yang terdiri dari hardware dan Software. Setelah sistem pengukuran dibuat , kemudian masuk ke fase pengujian rancangan. Hasil pengukuran dengan sistem yang telah dibuat dibandingkan dengan hasil pengukuran manual untuk menguji kesamaan dan keakuratan hasil pengukuran. Fase Selanjutnya setelah hasil pengukuran diuji, adalah aplikasi hasil pengukuran. Pada fase ini dibuat table antropometri kepala, kemudian table ini digunakan untuk mengevaluasi
rancangan dimensi produk safety google. Setelah semua tahap selesai, pada fase terakhir dilakukan penarikan simpulan dari penelitian ini. 3. PERANCANGAN SISTEM Sistem pengukuran yang dirancang terdiri dari software dan hardware. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahap-tahap dalam perancangan software dan hardware tersebut. 3.1. Dimensi Kepala Yang Akan Diukur Jumlah dimensi kepala yang akan diukur menggunakan sistem ini berjumlah 14 macam. Dimensi kepala yang akan diukur dapat dilihat pada Tabel 3.1. Detail gambar dimensi kepala dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tabel 3.1 Dimensi Kepala Yang Akan Diukur. Kode
Keterangan
H1
Panjang kepala.
H2
Lebar kepala.
H3
Diameter maksimum dari dagu.
H4
Dagu ke puncak kepala.
H5
Telinga ke puncak kepala.
H6
Telinga ke belakang kepala.
H7
Antara dua telinga.
H8
Mata ke puncak kepala.
H9
Mata ke belakang kepala.
H10
Antara dua pupil mata.
H11
Hidung ke puncak kepala.
H12
Hidung ke belakang kepala.
H13
Mulut ke puncak kepala.
H14
Lebar mulut.
Gambar 3.1. Dimensi Kepala Yang Diukur. 3.1. Perancangan Hardware Perancangan hardware dimulai dengan pemilihan capture device, dari alternatif yang ada, yaitu webcam dan kamera digital, dipilih kamera digital karena kualitas foto yang dihasilkan kamera digital lebih baik. 2
Kemudian dibuat rancangan fisik perangkat keras. Kamera yang digunakan adalah Canon EOS 450D dangan lensa Canon 50mm f1.8. a. Menentukan penampang lokasi capture. Ukuran penampang lokasi capture disesuaikan dengan resolusi dari kamera yang digunakan, dengan pengaturan picture quality sebesar 6.3 mpx atau seukuran 3308 x 2056. Dari nilai tersebut diketahui perbandingan panjang dan lebar bidang capture adalah 4 : 2,49. Objek kepala manusia akan di-capture pada dua posisi, yaitu menghadap ke depan dan menghadap ke samping. Oleh karena itu, untuk memberikan kelonggaran pada pergeseran posisi kepala kesisi kiri atau kanan, orientasi kamera diletakkan pada posisi landscape. Untuk menentukan ukuran area capture, awalnya ditentukan ukuran untuk sisi terkecil dengan melihat dimensi kepala H4 ( jarak dari dagu ke puncak kepala) yang terbesar pada persentil 95 dari tabel antropometri kepala orang Indonesia. Tabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Antropometri Kepala Pria (cm). Persentil Dimensi
5%
50%
95%
SD
Dagu ke puncak kepala [H4]
20.97
22.7
25.11
1.45
Sumber : Data Praktikan Mahsiswa TI ITS Tahun 2009.
Dari tabel didapatkan jarak dagu kepuncak kepala pada persentil 95 sebesar 25,11cm. yang akan digunakan sebagai sisi Y atau tinggi gambar. Untuk memberikan kelonggaran bagi ruang latar belakang foto diatas kepala, maka tinggi gambar dibuat menjadi 30 cm. Dilakukan perhitungan untuk mencari nilai X pada bidang capture. Tabel perhitungan dimensi area capture dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Perhitungan Dimensi Area Capture. Keterangan
Dengan menggunakan perbandingan 4:2,49 didapatkan nilai 48,27 cm untuk ukuran X. Maka skala gambar untuk setiap 1 pixel adalah sebesar 0.0145914 cm. Wilayah kepala yang diambil meliputi dagu sampai kepuncak kepala. Posisi obyek yang akan diambil gambarnya dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Area capture. b. Menentukan jarak dari kamera ke lokasi capture. Jarak kamera ke lokasi capture ditentukan dengan cara melakukan kalibrasi terhadap area pengambilan foto dengan foto yang diambil agar didapatkan tinggi dan lebar yang sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya. Berikut ini adalah langkahlangkah dalam melakukan kalibrasi kamera dengan tinggi objek sebenarnya: 1. Bidang capture seukuran 30 x 48.27 cm diletakkan tepat didepan kamera. Kamera dipasang pada tripod untuk mendapatkan hasil yang presisi. 2. Kamera diposisikan agar dapat menangkap seluruh sisi bidang tersebut dengan mengatur jaraknya terhadap bidang capture. 3. Setelah posisi objek tepat pada area tangkapan kamera, dilakukan pengukuran jarak dari kamera ke bidang tersebut. Dari hasil pengukuran dengan metode kalibrasi ini, didapatkan jarak kamera ke objek sebesar 115 cm untuk mendapatkan tinggi objek sesungguhnya sebesar 30 cm seperti yang terlihat pada Gambar 3.3.
Dimensi Area Capture X
Y
Perbandingan
4
2.5
Resolusi
3308 px
2056 px
Perhitungan nilai Y
3308/2056 = X/30 X = 48.27
Dimensi sebenarnya
48.27 cm 30 cm
Skala Gambar
30/2056 = 0.145914 cm/px
Gambar 3.3 Kalibrasi Jarak Webcam ke Lokasi Capture. 3
Keterangan : s = Jarak kamera kebidang capture. M = Perbesaran benda = 0.0145914 s hasil pengukuran = 115 cm. c. Alat-alat penunjang Alat-alat penunjang adalah beberapa lampu yang digunakan untuk mendapatkan kualitas gambar yang lebih baik. Digunakan 2 buah lampu yang diletakkan didepan obyek. Berdasarkan hasil uji coba, tingkat pencahayaan yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil gambar yang baik adalah sebesar ±300lux. Untuk mendapatkan intensitas cahaya tersebut digunakan dua buah lampu 5 watt yang diletakkan 45 derajat dari depan objek dengan jarak masing-masing 50cm dari objek. Jarak latar belakang ke objek adalah sejauh 50cm. Desain perangkat keras untuk penempatan obyek, kamera, dan lampu dapat dilihat pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5
Gambar 3.4 Tampak Atas Rancangan Perangkat Keras .
(interface) dan pemrograman komputer untuk menjalankan software ini 3.2.1 Perancangan Flowchart Untuk desain alur kerja software dibuatkan flowchart, yaitu diagram alir yang menjelaskan tahapan proses yang dilalui pada saat penggunaan software. Penjelasan langkahlangkah dalam menggunakan software ini adalah sebagai berikut: 1. Memilih dan memasukkan foto dari file. Foto yang dimasukkan adalah foto kepala mengahadap depan dan kepala menghadap kesamping kiri. 2. Memasukkan nilai tinggi area capture yang sebenarnya. Pengaturan standar telah ditetapkan sebesar 300mm, jadi tahap ini hanya dilakukan jika tinggi area capture dirubah. 3. Melakukan pengaturan threshold value secara otomatis untuk mengubah foto menjadi grayscale. 4. Mengubah threshold value secara manual apabila diperlukan. 5. Melakukan deteksi pada foto yang telah diubah menjadi grayscale. 6. Memasukkan data identitas sampel yang telah diukur. 7. Apabila seluruh deteksi telah selesai, data yang dihasilkan dapat di-export ke format Microsoft Excel. Apabila deteksi untuk sampel yang lain masih diinginkan, kembali ke langkah pertama. 8. Deteksi selesai, keluar dari software dengan menekan tombol exit. Alur kerja software ini dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.5 Rancangan Perangkat Keras Dalam Bentuk 3 Dimensi. 3.2. Perancangan Software Software ini diberi nama Headthropometry. Tahap dalam perancangan software adalah peracangan metode pengukuran dan diagram alir (flowchart). Setelah itu dilakukan perancangan antar muka
4
4. Form rekap data (Data). Pada form ini ditampilkan hasil deteksi seluruh dimensi kepala yang telah dilakukan. Pada bagian bawah tedapat tombol exit untuk keluar dari software yang sedang dijalankan setelah semua tahap dilakukan. Terdapat satu buah form tambahan , yaitu About, yang menampilkan keterangan singkat tentang perancang software. Peta navigasi menu dan tombol-tombol yang terdapat pada software ini dapat dilihat pada diagram yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Start
Input foto dari file. Memasukkan tinggi bidang capture yang sebenarnya Set Image : Pengaturan threshold value dan resize foto secara otomatis Tidak Threshold value sesuai? Ya
Tidak Mengatur theshold secara manual
Ya
Open Image File Front Mode
Deteksi seluruh dimensi kepala
A A
Input Image Side Mode
A
Front Mode 1/2
B
Front Mode 2/2
B
IMG Height Real Size (input from keyboard) Set Image
Deteksi disetujui
Ya
Delete Detections
Submit Isi data diri
Lakukan deteksi lainnya?
TH (Sliding bar & threshold value Input) B
Side Mode 2/2
B
Side Mode 2/2
B
Detect
ID Headthopometry
Submit Name
Tidak
Tidak Gender Age
Data disetujui
Delete
Ya
Data Delete All
Eksport data
Export to Excel
Selesai
Gambar 3.6 Flowchart Software.
About Exit
3.2.2Perancangan Interface. Interface untuk perangkat lunak sistem ini terdiri dari empat form utama, yaitu form preview foto, form pemrosesan foto, form submit data, dan form rekap data. Fungsi dari masing-masing form tersebut adalah: 1. Form Preview foto ( Input Image). Form ini digunakan untuk memperlihatkan gambar dari kamera yang sudah di simpan dalam memori komputer dan melakukan pemrosesan awal untuk merubah gambar menjadi grayscale. 2. Form pemrosesan foto (Detections). Terbagi atas empat macam tipe deteksi, yaitu dua macam pada wajah bagian depan dan dua macam pada wajah bagian samping. Berguna untuk menampilkan nilai dimensi wajah yang telah dideteksi. 3. Form submit data (Submit). Ketika proses pengambilan data telah selesai, form ini digunakan untuk melengkapi data identifikasi diri responden.
Gambar 3.7 Peta Navigasi Tombol Pada Software Headthropometry. 3.2.2.1 Input Image Langkah pertama yang dilakukan sebelum masuk ke menu Detections, adalah memasukkan data foto yang akan diolah. Urutan langkah pada proses Input Image adalah sebagai berikut: 1. Memilih foto dari file yang telah disimpan menggunakan tombol open image file. 2. Tinggi area capture sebenarnya dibuat dengan standar 300mm, namun apabila diinginkan untuk merubahnya dapat dilakukan dengan memasukkan nilai angka yang diinginkan pada opsi IMG Height Real Size seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.8.
5
Gambar 3.8 Form Pengaturan Tinggi Area Capture Sebenarnya. 3.
Melakukan pengaturan awal foto dengan menggunakan tombol set image. Pada proses set image ini, ukuran foto di resize secara otomatis menjadi 480x319 pixel untuk mempermudah proses pengolahan. Format foto diubah menjadi grayscale dengan merubah nilai komponen warna RGB (red green blue) menjadi hitam putih yang bernilai antara 0-255. Berikut adalah persamaan untuk mencari nilai grayscale:
RG B c 3
Tampilan software setelah dilakukan Set Image datunjukkan pada Gambar 3.9
Gambar 3.9 Form Input Foto Pada Front Mode. Gambar grafik merah disebelah kiri bawah software merupakan visualisasi level threshold untuk merubah foto menjadi grayscale. Setelah proses Set Image dilakukan, pada kolom disebelah kanan bawah akan muncul informasi sebagai berikut: 1. Original Image Size : Ukuran foto asli dalam satuan pixel. 2. Original Pixel Scale : Skala dari perbandingan tinggi area capture sebenarnya dibagi jumlah pixel pada asli. 3. Resized Image Size : Ukuran foto setelah dilakukan resize. 4. Resize Scale : Perbandingan ukuran dimensi foto yang telah di-resize dengan foto asli .
5. Current Pixel Scale : Skala dari perbandingan tinggi area capture sebenarnya dibagi jumlah pixel pada foto yang telah di-resize. 6. Histogram Threshold : Nilai threshold foto antara 0-255 setelah diubah menjadi grayscale. 3.2.3 Metode Pendeteksian Dimensi Untuk mendapatkan dimensi dalam bentuk garis, dimulai dengan mencari dua titik pada area yang diinginkan. Kedua titik ini dihubungkan untuk menghasilkan sebuah garis dimensi kepala. Langkah pertama yang dilakukan sebelum mendapatkan semua dimensi adalah mendeteksi kotak pembatas wilayah kepala. Pendeteksian ini dilakukan dengan cara mendeteksi titik-titik terluar kepala. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam medeteksi kotak pembatas area kepala: 1. Nilai ”0” menandakan pixel berwarna hitam, nilai ”1” menandakan pixel berwarna putih. 2. Dilakukan iterasi dari sisi atas, bawah, kiri dan kanan foto untuk mendapatkan titik pertama yang berwarna hitam (0)dari tepi yang membedakan objek dengan latar belakang yang berwarna putih (1). 3. Setelah keempat titik dari semua sisi ditemukan, selanjutnya dibuat kotak pembatas (bounding box) baru yang membatasi area kepala. 4. Jika kotak pembatas kepala telah terdeteksi, wilayah wajah kemudian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu mata kanan, mata kiri, dan mulut. Penentuan Agushinta et al (2007) yang telah dijelaskan pada bab II. Wilayah mata diperkirakan berada pada area tengah wajah, dan wilayah mulut diperkirakan berada di bawah hidung dan sejajar dengan kedua mata. Hasil pembagian ditunjukkan pada Gambar 3.10
Gambar 3.10 Pembagian Wilayah Wajah. 6
Untuk dimensi yang kedua titik penghubungnya terdapat dibagian terluar kepala, seperti pada Gambar 3.11 dan Gambar 3.12, pendeteksian titik dapat dilakukan dengan metode deteksi batas tepi dari kotak pembatas area kepala.
Gambar 3.11 Titik Deteksi Terdapat Pada Batas Terluar (Front Mode).
Gambar 3.12 Titik Deteksi Terdapat Pada Batas Terluar (Side Mode). Sejalan dengan didapatkannya kotak pembatas wilayah kepala, maka garis H4 (dagu kepuncak kepala) dan H12 (hidung kebelakang kepala) dapat diketahui, karena tinggi kotak dapat mewakili H12, dan lebar kotak dapat mewakili H4. Untuk mencari titik-titik yang menentukan dimensi H1, H2, H9 dan H11, dilakukan iterasi dari batas kotak kepala dengan mencari nilai pixel yang berwarna hitam (0) dimulai dari sisi paling luar kotak. Pencarian titik ini dilakukan dengan cara mengecek apakah nilai semua titik dalam satu baris horizontal atau vertikal bernilai 1 (putih), apabila tidak, maka titik tersebut ditetapkan sebagai batas tepi. Jika batas-batas ini telah diketahui, dibuat garis penghubung antara 2 titik yang menandakan panjang dimensi yang dicari. Fungsi untuk mengecek apakah semua data pada satu baris bernilai 1 (putih) dapat dilihat pada Tabel 3.4
Tabel 3.4 Script Pengecekan Nilai Pixel Pada Baris Private bool 1 IsWhiteHorisontal(int y) 2 { for (int i = 0; i < 3 m_pBilevelImage.Width; i++) 4 { if (m_pBilevelImage.Data[i, y] 5 == 0) 6 return false; 7 } 8 return true; 9 } Keterangan : Private bool IsWhiteHorisontal(int y) menandakan
bahwa fungsi class ini digunakan untuk mengecek apakah seluruh pixel pada garis horizontal bernilai putih dengan kondisi boolean yang mempunyai dua variabel true dan false. Terdapat kode “for”, yang menandakan perulangan fungsi pengecekan nilai putih, dilakukan dari tepi kotak pembatas image sampai menemukan kondisi i = 0, yaitu terdapat titik yang berwarna hitam.. Kondisi false berlaku bila nilai i ≠ 0, dan kondisi true berlaku apabila nilai i = 0. Fungsi untuk mengecek apakah semua data pada satu kolom bernilai 1 (putih) dapat dilihat pada Tabel 3.5 Tabel 3.5 Script Pengecekan Nilai Pixel Pada Kolom Private bool 1 IsWhiteVertical(int x) 2 { for (int i = 0; i < 3 m_pBilevelImage.Height; i++) 4 { if (m_pBilevelImage.Data[x, i] 5 == 0) 6 return false; 7 } 8 return true; 9 }
Langkah-langkah ntuk mendapatkan dimensi H3, yaitu diameter maksimum kepala dari dagu, adalah sebagai berikut: 1. dilakukan iterasi dari pojok kiri atas dan pojok kanan bawah gambar dengan menarik bujur sangkar sampai 7
menemukan nilai 0 (hitam) pada salah satu sudutnya. 2. Kedua titik dari sudut atas dan bawah kepala ini kemudian dihubungkan agar didapatkan garis H3 seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.13.
Gambar 3.13 Deteksi Dimensi H3 Jika dimensi yang dicari mempunyai titik yang teletak di area dalam kepala, yaitu mata, mulut, dan telinga, maka perlu dilakukan deteksi fitur tersebut terlebih dahulu. Dimensi H8 dan H10 memerlukan fitur mata untuk mendapatkan ukuran dan posisinya. Berikut ini adalah langkah-langkah untuk mendeteksi dimensi H8 dan H10: 1. Untuk mendapatkan fitur mata, iterasi dilakukan dari batas wilayah mata yang sudah dibuat kotak pembatasnya sebelumnya. Prinsipnya sama dengan pendeteksian kotak pembatas wilayah kepala, yaitu melakukan iterasi dari batas kotak untuk mendapatkan titik terluar objek. 2. Setelah ditemukan titik-titik terluar dari fitur mata yang memiliki warna hitam (0), dibuat kotak pembatas baru yang menandai fitur mata. Iterasi ini dilakukan pada mata kanan dan kiri, sehingga didapatkan dua buah kotak fitur mata. 3. Titik yang berada ditengah-tengah kedua kotak ini digunakan untuk mendapatkan dimensi H10 (jarak antar mata) 4. Dimensi H8 (mata kepuncak kepala) didapatkan dengan cara menghubungkan titik tengah kotak mata dengan titik terluar pada puncak kepala. Untuk mendapatkan fitur mulut, dilakukan hal yang sama seperti deteksi fitur mata, berikut ini adalah penjelasan langkahlangkah untuk mendeteksi dimensi H13 dan H14: 1. Iterasi untuk mendapatkan kotak fitur mulut dilakukan dari batas atas, bawah, kiri, dan kanan dari wilayah mulut yang telah ditetapkan pada proses sebelumnya.
2.
Jika kotak fitur mulut sudah terdeteksi, maka dapat ditentukan dimensi H14 (lebar mulut) dari lebar kotak tersebut, dan H13 (mulut kepuncak kepala) dengan menghubungkannya ketitik terluar pada puncak kepala. Hasil deteksi fitur mata dan mulut dapat dilihat pada Gambar 3.14.
Gambar 3.14. Deteksi Fitur Mata dan Mulut Langkah-langkah untuk dimensi H7, yaitu jarak antar telinga adalah sebagai berikut: 1. Membuat batas wilayah telinga. Wilayah telinga diperkirakan berada dibawah dari setengah tinggi kepala, seperti yang di tunjukkan pada garis batas hijau pada Gambar 3.15 2. Mendeteksi titik-titik pembentuk batas telinga yang diambil pada batas wilayah telinga. Sisi-sisi terluar dari garis yang dibentuk oleh daun telinga ini kemudian digunakan untuk membentuk sebuah kotak biru seperti yang terlihat pada Gambar 3.15 3. Titik titik yang terdeteksi pada bagian bawah dari daun telinga ditarik garis lurus sampai ke tengah kotak untuk medapatkan posisi titik tengah telinga. 4. Bagian tengah dari kotak yang dimiliki telinga kanan dan kiri ini kemudian dihubungkan untuk mendapatkan dimensi H7. Contoh hasil deteksi dapat dilihat pada Gambar 3.15
Gambar 3.15 Deteksi Fitur Telinga Bagian Depan. Untuk dimensi H5 dan H6, perlu diketahui titik tengah telinga dari sisi samping 8
dan menghubungkannya ke tepi luar kepala untuk mendapatkan garis dimensinya. Langkah-langkah untuk mendapatkan dimensi H5 dan H6 adalah sebagai berikut: 1. Menentukan batas wilayah telinga. Batas wilayah telinga yang digunakan sama dengan cara menentukan batas wilayah telinga pada dimensi H7. 2. Mendeteksi titik-titik pembentuk telinga pada sisi belakang telinga, kemudian sisisisi terluarnya dijadikan sebagai kotak pembatas wilayah telinga. 3. Untuk mendapatkan titik pada lubang telinga, kotak tersebut diperpanjang sebesar setengah dari lebarnya, maka didapatkan titik tengah telinga. 4. Dimensi H5 dapat dicari dengan menghubungkannya dengan titik terluar kepala kearah vertikal. 5. Dimensi H6 dapat dicari dengan menghubungkannya pada titik terluar kepala kearah horizontal. Contoh Hasil deteksi dapat dilihat pada Gambar 3.16
Gambar 3.17 Metode Perhitungan Jarak Dengan Menentukan Kooerdinat dan Sudut α Yang Dibentuk Oleh 2 Titik. Garis yang diukur tidak selalu tepat horizontal atau vertikal. Untuk perhitungan jarak yang memiliki sudut, contoh perhitungannya adalah pada dimensi H10 (jarak antar kedua mata) dan H3 (jarak diagonal kepala), digunakan rumus phitagoras. Gambar 3.18 ditunjukkan contoh perhitungannya.
Gambar 3.18 Perhitungan Jarak Dua Titik Dengan Phitagoras. x 2 10 2 2 2 x 2 100 4 x 2 104
Gambar 3.16 Deteksi Fitur Telinga Bagian Samping. 3.2.4 Metode Perhitungan Jarak. Untuk melakukan perhitungan jarak (length) dilakukan dengan cara menghitung jumlah selisih antara 2 koordinat titik apabila garis yang didapatkan lurus α = 0. Apabila garis yang ditarik dari kedua titik memiliki sudut atau α ≠ 0 maka akan dihitung dengan menggunakan rumus phitagoras. Sebagai contoh untuk pengukuran tinggi kepala seperti yang terlihat pada Gambar 3.17. Pengukuran dilakukan dengan cara mengurangi nilai sumbu Y terbesar dengan nilai sumbu Y terkecil. Jadi tinggi kepala adalah 20-0 = 20 pixel. Kemudian jumlah pixel ini dikalikan dengan skala yang sudah ditentukan, sehingga didapatkan ukuran sebenarnya dalam satuan millimeter.
x 104 x 10.2 pixel
Dengan perhitungan tersebut didapatkan nilai x sebesar 10.2 pixel. Pada Tabel 3.6 dapat dilihat Script fungsi matematis yang dilakukan untuk melakukan perhitungan jarak pixel yang memiliki sudut α≠0.
9
Tabel 3.6 Script Fungsi Perhitungan Jarak Pixel Dengan α≠0. 1
public static class Functions
2
{
3 4
public static LineLength(Line ln) {
5
return LineLength(ln.p1, ln.p2);
6
}
7 8
public static double LineLength(Point p1, Point p2) {
9
double dx = p2.X - p1.X;
10
double dy = p2.Y - p1.Y;
11 12
return Math.Sqrt((dx * dx) + (dy * dy)); }
13
}
double
Keterangan script fungsi perhitungan jarak: public LineLength(Line
static double ln) melambangkan
bahwa fungsi perhitungan panjang garis ini bernilai desimal dan dapat dipakai oleh seluruh class yang ada. p1 melambangkan titik 1, dan p2 melambangkan titik 2. dx = p2.X - p1.X melambangkan panjang garis x yang dihasilkan dari koordinat selisih koordinat sumbu x dari kedua titik. dy = p2.y - p1.y melambangkan panjang garis y yang dihasilkan dari koordinat selisih koordinat sumbu y dari kedua titik. Untuk mendapatkan panjang garis yang dibentuk dari kedua titik tersebut, digunakan rumus phitagoras yang dujabarkan dengan kode
Keterangan: Task.ResultsMM.D1= menjelaskan
bahwa fungsi ini digunakan untuk mengeluarkan hasil perhitungan dimensi D1. Math.Round(Task.ResultsPX.D1 scale, 2); merepresentasikan
*
fungsi matematis, yaitu jumlah pixel pada garis D1 dikalikan dengan skala gambar yang dibulatkan sebanyak dua desimal. 3.2.5 Hasil Deteksi Software. Proses deteksi dilakukan dalam menu Detections. Menu Detections yang bersungsi untuk proses deteksi dimensi kepala, dibagi menjadi empat mode deteksi, dua mode untuk wajah menghadap kedepan dan dua mode untuk wajah menghadap kesamping kiri. Pada software Headthropometry, keempat mode itu diberi label Front Mode 1/2, Front Mode 2/2, Side Mode 1/2, dan Side Mode 2/2. Sebelum melakukan deteksi, nilai threshold dapat diubah sesuai tingkat kecerahan foto, karena foto yang dihasilkan tidah selalu dibuat pada lingkungan dengan tingkat pencahayaan yang sama. Theshold poiter untuk pengaturan nilai threshold mulai dari 0 sampai 255. Cara lain untuk merubah nilai threshold adalah dengan memasikkan nilai angka antara 0 sampai 255 pada kolom yang terdapat disebelahnya. Gambar form pengaturan threshold seperti yang terlihat pada Gambar 3.19
return Math.Sqrt((dx * dx) + (dy * dy));
Setelah didapatkan jumlah pixel yang ada didalam satu garis, maka nilai dimensi yang sebenarnya dalam satuan milimeter dapat diketahui dengan mengalikan jumlah pixel tersebut dengan skala yang sudah ditektukan sebelumnya dengan pembulatan 2 tempat desimal. Contoh Script untuk melakukan operasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.7 Tabel 3.7 Potongan Dimensi Sebenarnya.
Script
Perhitungan
Task.ResultsMM.D1 Math.Round(Task.ResultsPX.D1 1 scale, 2); Task.ResultsMM.D2 Math.Round(Task.ResultsPX.D3 2 scale, 2);
Gambar 3.19 Form Pengaturan Nilai Threshold. Dimensi kepala yang dideteksi pada menu Front Mode 1/2 adalah dimensi panjang kepala H2, jarak mata kepuncak kepala H8, jarak anatara kedua mata H10, jarak mulut ke puncak kepala H13, dan lebar mulut H14. Contoh hasil deteksi dapat dilihat pada Gambar 3.20
= * = *
10
Gambar 3.20 Deteksi Front Mode 1/2. Dikolom sebelah kiri bawah terdapat gambar foto asli yang telah dirubah menjadi grayscale. Foto ini berguna untuk melihat posisi dimensi yang berhasil dideteksi pada obyek yang diukur. Pada kolom sebelah hanan bawah terdapat keterangan nilai dimensidimensi yang telah berhasil diukur dalam satuan millimeter.
Gambar 3.22 Deteksi Side Mode 1/2. Dimensi yang dideteksi pada menu Side Mode 2/2 adalah jarak telinga kepuncak kepala H5 dan jarak telinga kebelakang kepala H6. Contoh hasil deteksi dapat dilihat pada Gambar 3.24
Dimensi yang dideteksi pada menu Front Mode 2/2 adalah dimensi H7, yaitu jarak antara kedua telinga. Contoh hasil deteksi dapat dilihat pada Gambar 3.21
Gambar 3.24 Deteksi Side Mode 2/2.
Gambar 3.21 Deteksi Front Mode 2/2. Dimensi yang dideteksi pada menu Side Mode 1/2 adalah lebar kepala H1, panjang kepala maksimum H3, tinggi kepala H4, jarak mata kebelakang kepala H9, jarak hidung kepuncak kepala H11, dan jarak hidung kebelakang kepala H12. Contoh hasil deteksi dapat dilihat pada Gambar 3.22
Setelah Seluruh proses deteksi dilakukan, tahap selanjutnya adalah proses memasukkan identitas sampel yang diukur. Form pengisian data dapat diakses melalui tombol Submit. Pada tahap ini informasi mengenai nomor identitas, nama, jenis kelamin, dan umur dimasukkan untuk proses selanjutnya. Tampilan submit dialog dapat dilihat pada Gambar 3.25
Gambar 3.25 Memasukkan Identitas Setelah Dimensi Terdeteksi. Apabila proses submit data telah dilakukan, selanjutnya kasil rekaplitulasi data ditampilkan dan dapat dilihat melalui menu Data.
11
4. PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem dilakukan dengan membandingkan anatara hasil pengukuran manual dengan mengukuran menggunakan Software Headthropometry. Untuk pengukuran manual dilakukan denga menggunakan jangka sorong. Responden yang diambil datanya berjumlah 30 orang pria dan 30 orang wanita. Hasil pengolahan data dengan membandingkan kedua hasil pengukuran dengan metode uji-t berpasangan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara hasil pengukuran manual dengan pengukuran Headthropometry.
A = 6.65 cm B = 15.43 cm C = (14.32 - 5.20) cm = 9.12 cm. Pada Gambar 4.31ditunjukkan gambar rancangan ulang dimensi safety google yang baru.
5 APLIKASI DATA ANTROPOMETRI DALAM PERANCANGAN PRODUK Setelah didapatkan tabel antropometri 14 dimensi kepala, pada bab ini data tersebut dipakai untuk perancangan produk. Studi kasus yang digunakan untuk tahap perancangan produk ini adalah safety google. Ada tiga buah dimensi utama yang diperlukan untuk merancang sebuah safety google yang sesuai dengan ukuran tubuh sampel yang diamati. Ketiga macam ukuran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.30.
Gambar 5.1Dimensi Yang Diperlukan Untuk Perancangan Safety Google. Dimensi awal safety google yang diamati adalah sebagai berikut: A = 7 cm B = 15.9 cm C = 9.7 cm Ketiga dimensi tersebut dapat diketahui dengan keterangan sebagai berikut: A = Jarak antara kedua mata (H10) B = Lebar kepala (H2) C = Jarak mata ke telinga (H9 - H6) Untuk seluruh dimensi, digunakan ukuran tubuh rata-rata dari populasi, yaitu 50 persentil. Tabel antropometri yang digunakan adalah antropometri tubuh pria. Maka, nilai yang sesuai untuk masing- masing dimensi adalah sebagai berikut:
Gambar 5.2 Rancangan Ulang Dimensi Safety Google. 6. PEMBAHASAN Rancangan hardware dapat mempengaruhi hasil deteksi pada software. Pada saat pengerjaan hardware yang telah dibahas di bab sebelumnya, ditemukan beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab error dalam tahap deteksi. Penyebab tersebut antara lain adalah: 1. Latar belakang yang terlalu dekat dengan objek. Apabila objek ditempatkan terlalu dekat dengan latar belakangnya, bayangan akan jatuh di belakang objek. Bayangan ini dapat menggangu ketelitian pengukuran, karena akan terdeteksi sebagai area hitam yang masuk kedalam area deteksi. 2. Penempatan lampu. Penempatan lampu dapat mempengaruhi intensitas cahaya dan arah bayangan. Pada awalnya hanya digunakan satu buah lampu tepat di depan objek. Namun gambar yang dihasilkan kurang maksimal karena menyebabkan timbulnya bayangan di sisi kiri dan kanan objek. Dari hasil percobaan tersebut dibuat rancangan hardware yang sesuai, yaitu dengan penempatan latar belakang dengan jarak minimal 50cm dari belakang objek dan penempatan dua buah lampu 5 watt disisi kiri dan kanan objek dengan jarak masing –masing 50 cm dari objek agar didapatkan hasil capture yang maksimal. Lampu juga berguna untuk menghidari bayangan yang terjadi
12
karena adanya sumber cahaya yang datang dari arah atas, atau samping. Untuk mendapatkan skala yang sesuai, sebelum dilakukan pengambilan foto diperlukan kalibrasi. Karena jarak objek ke kamera akan mempengaruhi ukuran objek pada foto tang dihasilkan. Kalibrasi dilakukan untuk mendapatkan tinggi objek sesungguhnya sebesar 30cm. Beberapa aturan dan prosedur yang harus dilakukan agar didapatkan hasil yang sesuai dalam menggunakan software ini dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Prosedur Awal Penggunaan Software Headthropometry. No 1 2 3
4 5
Prosedur Tidak menggunakan Aksesoris kepala (topi, jilbab, kacamata, dll) Rambut tidak menutupi daerah telinga dan wajah Pada posisi wajah kedepan, rambut tidak melebihi batas terluar daun telinga Pada posisi wajah kesamping, rambut yang panjang tidak boleh diikat, sedapat mungkin menempel kekepala
6
Posisi kepala selalu tegak/ tidak miring. Dilakukan kalibrasi agar tinggi foto yang dihasilkan sama dengan 30cm pada tinggi sesungguhnya
7
Cahaya didalam ruangan cukup (± 300 lux)
Selama dilakukan pengujian, hardware dan software dapat berfungsi dengan baik. Namun satu masalah yang belum terpecahkan dalam penelitian ini adalah pengintegrasian kamera digital dengan interface perangkat lunak. Software yang telah dirancang belum bisa melakukan proses capture secara realtime. Gambar yang akan ditangkap oleh kamera tidak dapat dilihat langsung dari komputer pada saat akan melakukan proses capture. Sehingga dalam proses memasukkan datanya diperlukan transfer data dari kamera digital ke harddisk komputer terlebih dahulu. Faktor lain yang berpengaruh adalah warna kulit dan rambut. Warna mempengaruhi hasil deteksi, warna kulit gelap akan menghasilkan objek yang dominan hitam. Pengaturan threshold otomatis pada software ini dirancang sesuai dengan karakteristik warna kulit orang Indonesia pada umumnya, yaitu warna kuning langsat. Akan ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam pendeteksian apabila software ini dipakai untuk sampel dengan warna kulit yang lebih
gelap atau lebih terang. Namun, untuk mengantisipasi hal tersebut dapat dilakukan pengaturan nilai threshold secara manual agar didapatkan nilai threshold yang sesuai untuk dideteksi. Kendala lain adalah jenis rambut. Rambut yang terlalu panjang dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Jika rambut menutupi bagian wajah dan telinga memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pengukuran. Kondisi pencahayaan yang tersedia dalam ruangan juga sangat mempengaruhi hasil penangkapan gambar dan deteksi yang dilakukan oleh software. Jika cahaya didalam ruangan sudah cukup terang atau memenuhi kebutuhan cahaya sebesar ±300lux, maka tidak diperlukan cahaya tambahan dari lampu. Namun apabila cahaya dalam ruangan kurang terang akan menghasilkan bayangan gelap pada objek yang difoto, sehingga akan sulit untuk mendeteksi fitur wajah. Rangkuman mengenai kelebihan dan kekurangan sistem pengukuran menggunakan alat pengukuran ini dapat dilihat pada Tabel 6.2 Tabel 6.2 Kelebihan dan Kekurangan Sistem. Sistem Pengukuran Antropometri menggunakan Headthropometry No
Kelebihan
1
Tingkat ketelitian tinggi dan akurat
2
3
4
5
Waktu pengukuran lebih cepat daripada cara manual Menggantikan kebutuhan akan tenaga ahli untuk pengukuran tubuh. Mudah dan praktis dalam menjalankan software Motode pembacaan skala seragam, sehingga error sedikit.
Kekurangan Tidak dapat mengukur dimensi jika kepala ditutup Membutuhkan waktu untuk pengaturan, kalibrasi, dan pencahayaan. Warna kulit mempengaruhi hasil pengukuran Kamera belum terintegrasi dengan software, perlu proses pemindahan data. Rambut dapat memperngaruhi hasil pengukuran.
7. SIMPULAN Berdasarkan perancangan, pengujian sistem, serta analisa dalam penelitian ini, dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Sistem pengukuran dimensi kepala manusia, yang terdiri dari hardware dan software Headthropometry telah berhasil 13
dirancang dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian, sistem ini terbukti memiliki hasil pengukuran yang akurat dan tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran yang dilakukan secara manual. Pengukuran dengan sistem ini terbukti lebih cepat daripada pengukuran secara manual. Pengukuran antropometri secara manual dapat digantikan oleh sistem pengukuran ini. Secara umum, pengukuran dengan sistem ini lebih efisien dibandingkan dengan pengukuran manual. 2. Pada penelitian ini, hasil pengukuran dengan software Headthropometry diolah menjadi tabel antropometri kepala orang indonesia. Rancangan produk safety google untuk orang indonesia telah berhasil diciptakan pada penelitian ini. Berdasarkan perbandingan, hasil rancangan dengan menggunakan data antropometri yang diperoleh dari pengukuran memiliki sedikit selisih perbedaan dimensi dengan rancangan produk safety google yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA Agushinta R, Dewi., Suhendra, Adang., & Hendra. 2007. Ekstraksi Fitur dan Segmentasi Wajah Sebagai Semantik Pada Sistem Pengenalan Wajah. National converence on computer science and technology VII.
and Measurement: a Review of Photogrammetry and Cephalometry. Computerized Medical Imaging and Graphics, 28 (6), h.401-409. Grobbelaar, R. & Douglas, T.S., 2006. Stereo Image Matching for Facial Feature Measurement to Aid in Fetal Alcohol Syndrome Screening. Medical Engineering & Physics, 29 (22), h.459-464. Kristanto, T., 2002. Validasi Uang Kertas Rupiah dengan Teknologi Image Processing. Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Elektro. Surabaya : Universitas Kristen Petra. Meunier, P. dan Mertens, R., 2005. Validation of an Image-based Body Measurement Sistem for Sitting Postur. Final Report. Canada: Defence Research and Development. Nurmianto, E., 2003. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : Gunawidya. Riski, M.A ., 2008. Perancangan Sistem Pengukuran Digital Untuk Anthropometri Tangan Menggunakan Teknologi Image Processing. Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Industri. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Ekavienamukti, A. R. 2009. Perancangan Antropometer Dinamis dengan Menggunakan Deteksi Obyek yang Mengambil Karakteristik Warna Hue Kulit Pada Teknik Pengolahan Citra Digital. Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Industri. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Roebuck, J., 1995. Anthropometric Methods: Designing to Fit the Human Body. USA: Human factors and Ergonomics Society.
Douglas, T.S., 2004. Image Processing for Craniofacial Landmark Identification
Www.ineddeni.wordpress.com/2007/10/11/ttest/ , 21 juli 2009
Wignjosoebroto, S., 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Jakarta : Gunawidya.
14