PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN TEMPERATURE PADA SUPERHEATER DENGAN METODE FUZZY LOGIC DI PLTU UNIT II PT.PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK ( Angga Setyawan , Bambang Lelono, Purwadi Agus Darwinto) Jurusan Teknik Fisika FTI ITS Surabaya Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Telp : +6231-5947188 Fax : +6231-5923626 E-mail :
[email protected]
Abstrak Superheater merupakan salah satu komponen yang terdapat pada boiler, fungsinya adalah sebagai element pemanas kedua setelah boiler. Steam yang dihasilkan oleh boiler masih memiliki kandungan air sehingga perlu dipanaskan lagi hingga steam yang dihasilkan benar-benar uap kering, oleh karena itu superheater sangat berperan untuk menghasilkan uap kering yang akan dilewatkan ke turbin. Akan tetapi steam yang dihasilkan oleh superheater seringkali memiliki temperature diatas standart yang ditetapkan yaitu 510o C. Saat ini superheater spray yang terdapat pada PLTU Unit II sangat lambat untuk mengantisipasi perubahan temperatur, karena itu metode fuzzy logic perlu diterapkan karena salah satu kelebihan metode fuzzy logic adalah respons yang cepat. Dari uji tracking setpoint respon terlihat bahwa ketika diberi input setpoint 150, initial value 450, dan final value 550 respon selalu dapat mencapai setpoint. Uji respon dilakukan semala 10 kali percobaan dan hasilnya setpoint selalu dapat dicapai.Setelah uji respon, control fuzzy logic dibandingkan dengan control PI yang saat ini digunakan dilapangan dan hasilnya grafik control dengan fuzzy logic lebih cepat dalam pencapaian setpoint dan grafiknya lebih stabil.
Kata kunci: Boiler, Superheater, Pengendalian Temperature, Fuzzy Logic temperatur dari superheater, sehingga dapat mengetahui performansi superheater tersebut melebihi set point atau tidak.
1. Pendahuluan
Pada proses pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) terdapat beberapa kompenen utama, seperti boiler, turbin, dan generator. Boiler merupakan komponen yang berfungsi menghasilkan uap yang nantinya akan digunakan untuk memutar turbin, salah satu bagian dari boiler adalah superheater. Dimana superheater berfungsi sebagai second heater setelah burner, superheater akan memanaskan uap basah hingga menjadi uap kering yang mencapai suhu hingga 510 oC. Temperatur steam pada ruang bakar sering sekali mengalami perubahan suhu, hal ini dikarenakan penggunaan bahan bakar yang berlebih sehingga akan sangat berpengaruh terhadap tempearatur steam tersebut. Temperatur yang berlebih tersebut akan diseimbangkan dengan desuperhetaer spray agar temperatur steam tetap pada set point yang dikehendaki.Jika desupehrheater tidak bekerja, maka superheater akan mengalami pemecahan metal dan mengganggu proses operasi dari boiler. Semua proses dari boiler akan melalui system control yaitu DCS (Distribute Control Sistem) ABB MOD 300 yang menggunakan PI (Propotional Integral) controller untuk mengatur masukan temperatur yang akan diproses oleh superheater. DCS juga akan memonitoring keluaran
2. Teori Penunjang 2.1 Boiler
Boiler adalah bejana tertutup yang terdiri atas sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar. Panas pembakaran dari sistem bahan bakar dialirkan ke air sampai terbentuk air panas hingga air menghasilkan uap air atau steam. Uap air atau steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan steam ke suatu proses lainnya. Air adalah media yang digunakan oleh boiler untuk melakukan proses penguapan disamping itu harganya juga murah dan steam dari boiler dapat digunakan pada proses yang lain. Oleh sebab itu boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan harus dijaga dengan baik agar tetap menghasilkan tenaga yang dibutuhkan. Bagian – bagian dari Boiler adalah Feed Water Pump, Economizer, Steam drum, Wall tube dan Super heater. 2.2 Superheater
merupakan salah satu Superheater komponen pada boiler, dimana superheater memiliki fungsi sebagai pemanas kedua setelah 1
Gambar 2.1 di atas adalah gambar diagram blok sistem pengendalian temperature pada superheater. Yang terdiri dari PI (Propotional Integral) yang bertindak sebagai controller dengan Kp = 40.6, Ti = 3, untuk pembanding antara set point dengan feedback agar temperatur sesuai dengan set point. Setelah itu temperatur yang masuk akan melalui control valve yang bertindak sebagai actuator yang berfungsi untuk mengatur laju aliran dari temperatur yang masuk. Setelah itu diporoses oleh superheater yang bertindak sebagai plan atau tempat pemrosesan, sebelum temperatur dari superheater tersebut dikeluarkan untuk pemutaran steam turbin diproses kembali oleh sensor atau transmitter yang berfungsi sebagai feedback dimana temperature tersebut akan diproses kembali sesuai dengan set point yang dibutuhkan jika belum sesuai dengan set point yang dibutuhkan untuk pemutaran turbin dari generator, maka akan diproses kembali sehingga sesuai dengan set point.
tungku boiler. Proses ini berawal dari air laut yang dipanaskan oleh burner di dalam tungku boiler, setelah air dirubah dari fasa cair ke fasa gas. Uap tersebut ditampung dalam wadah yang bernama steam drum, uap yang berada pada steam drum masih berupa uap basah. Oleh sebab itu uap tersebut dipanaskan kembali di superheater hingga menjadi uap kering. Pada umumnya uap kering berada pada suhu sekitar 500oC, oleh sebab itu set point temperatur yang diberikan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah 510 oC. Pada proses di superheater sendiri terdapat 2 kali proses pemanasan, yang pertama pada primary superheater dan yang kedua pada secondary superheater. Primary superheater memiliki satu alat kontrol temperatur, supaya temperatur steam yang dihasilkan tidak melebihi set point. Kontrol tersebut mengendalikan suatu aktuator yang berupa kontrol valve, yang berfungsi untuk menginjeksikan pendingin pada steam di primary superheater. Sistem pendingin tersebut disebut desuperheater atau superheater spray, desuperheater berfungsi untuk menurunkan temperature steam dari primary superheater ke secondary superheater. Pada superheater juga terdapat sensor yang berfungsi untuk mengukur temperature, sensor tersebut adalah thermocouple yang mengubah inputan yang berupa temperature menjadi tegangan. Pada superheater yang terdapat di lapangan terdapat 2 buah aktuator yang meninjeksikan spray pendingin karena superheater mempunyai 2 jalur. Temperatur yang dikendalikan adalah temperatur dari first superheater yang akan menuju secondary superheater, aktuator yang berupa control valve akan menembakkan spray pendingin ketika temperatur dari superheater melebihi set point yang bernilai 510 oC.
Gambar 2.2 P & ID Superheater Dapat dilihat pada gambar 2.2 yaitu P & ID dari superheater. Pada gambar tersebut terdapat desuperheater yang digunakan untuk menjaga agar temperatur dari superheater tidak melebihi set point dan tetap stabil dengan temperatur 5100C atau 998 0 F yaitu dengan menyemprotkan air atau spray dari sistem feedwater. Untuk penyemprotan air atau spray tepat mengenai sasaran maka digunakan nozzle. Nozzle akan menyemprotkan spray pada superheater dengan kekuatan tinggi jika temperatur tersebut melebihi set point, Desuperheater berada diantara 2 superheater yaitu primary superheter dan secondary superheater. Superheater tidak pernah mengalami trip, superheater hanya bisa
c Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem Pengendalian pada Superheater 2
mengalami pemecahan metal jika terjadi penambahan temperatur steam yang begitu besar. Untuk mengatur agar temperatur steam tetap stabil dan sesuai dengan set point maka main steam temperatur harus selalu dikontrol, kondisi pembakaran harus sesuai dengan kebutuhannya, thermocouple keluaran harus selalu di control dan gas temperatur masuk daerah superheater harus dibatasi selama startup sampai kondisi unit normal operasi Jika cara menjaga kesetabilan tersebut tidak bisa diatasi dengan cara tersebut maka seluruh boiler akan dinonaktifkan. Dan akan diperbaiki kembali.
1.4 Desuperheater Desuperheaterisasi adalah proses menurunkan suhu uap dengan cara menginjeksikan air pendingin ke dalamnya. Proses ini terjadi dalam sebuah wadah yang disebut desuperheater. Ini bertujuan agar suhu steam yang akan masuk ke turbin sesuai dengan temperatur desainnya yaitu sebesar 510 ◦C. Air pendingin memiliki karakteristik tetap yaitu tekanannya sebesar 192.77 bar dengan temperatur 171.93 ◦C sedangkan uap keluaran memiliki karakteristik tetap yaitu tekanan sebesar 182.10 bar dengan temperatur 425◦C untuk desuperheater first stage dan temperatur 458 ◦C untuk desuperheater second stage. Proses desuperheater sangat fluktuatif dengan tekanan dan suhu steam yang masuk desuperheater. Pengambilan data dilakukan di PT PJB UP Gersik unit 2 yang terdiri atas data tekanan(Pw) dan temperatur(tw) air pendingin (cooling water), data tekanan (Ps) dan temperatur(ts) uap yang masuk ke desuperheater dan temperatur uap yang keluar dari desuperheater (td). Dari hasil analisa diperoleh hubungan bahwa semakin tinggi besar fluktuasi tekanan dan temperaturnya maka jumlah pendingin yang diinjeksikan juga akan semakin tinggi. Demikian pun sebaliknya jika tekanan dan temperaturnya semakin kecil maka jumlah air pendingin (cw) yang diinjeksikan semakin kecil. Sedangkan suhu merupakan fungsi tekanan, semakin tinggi tekanannya maka suhunya juga akan naik demikianpun sebaliknya.
1.3 ABC (AUTOMATIC BOILER CONTROL) Automatic boiler control adalah suatu sistem yang mengontrol kinerja boiler saat sedang melakukan operas ABC (Automatic Boiler Control) sistem ini berada di dalam MOD 300 Distributed Control System (DCS) yang diperkenalkan pada tahun 1984 dengan fitur seperti Integrated Control Bahasa CCF dan TCL, Redundant Komunikasi Network (DCN), Redundant Controller, Sejarah dan Laporan, dan Bulk Data I / O. Pada tahun 1988 MOD 300 itu ditingkatkan dengan penambahan Controller SC, Taylor Ladder Logic (TLL) dan TRIO. Pada tahun 1992, MOD 300 sistem mulai itu evolusi untuk OCS advant memperkenalkan pengendali kapasitas tinggi dan I / O dengan skema redundansi diperbaiki. Juga termasuk yang modern UNIX workstation, dan pada tahun 1996 S800 I / O telah ditambahkan menyediakan modular fleksibel remot I/O.ABC (Automatic Boiler Control) sistem merupakan controller yang menggunakan sistem digital yang didalamnya mempunyai 7 peralatan yang digunakan untuk menjalankan prosesnya yang terdapat sebuah PCU (Process Control Unit). Sistem ABC (Automatic Boiler Control) memiliki tingkat keandalan yang tinggi dan mudah dalam perawatan modul kontrolnya yang berbasis mikroprosessor dan peralatan lainnya. ABC (Automatic Boiler Control) ini alat yang dipasang di work station Pada control room di pasang control station untuk operasi manual/auto.setiap pemindahan seperti set point. Proses variable dapat dilihat pasa indicator. Di dalam setiap sistem control utama terdapat load control (pengatur beban / daya) yang bekerja secara proporsional sesuai dengan lingkupnya masingmasing.
1.5 Konveksi Konveksi adalah proses berpindahnya kalor dengan gerakan partikel yang telah dipanaskan, bila perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami (natural convection) dan bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa (forced convection). Konveksi adalah salah satu modus utama perpindahan panas dan perpindahan massa Panas konvektif dan transfer massa terjadi baik melalui difusi acak gerak Brown dari partikel individu dalam cairan - dan adveksi , di mana materi atau panas diangkut oleh gerakan besar-besaran arus dalam cairan. Dalam konteks panas dan perpindahan massa, istilah "konveksi" digunakan untuk merujuk pada jumlah transfer advective dan difusif. Perhatikan bahwa penggunaan umum dari konveksi merujuk secara khusus untuk perpindahan 3
dapat digunakan untuk memodelkan berbagai sistem. 2 Logika fuzzy dianggap mampu untuk memetakan suatu input kedalam suatu output tanpa mengabaikan faktor–faktor yang ada. Logika fuzzy diyakini dapat sangat fleksibel dan memiliki toleransi terhadap data-data yang ada. Dengan berdasarkan logika fuzzy, akan dihasilkan suatu model dari suatu sistem yang mampu memperkirakan jumlah produksi. Faktor–faktor yang mempengaruhi dalam menen-tukan jumlah produksi dengan logika fuzzy antara lain jumlah permintaan dan jumlah persediaan.
panas secara konveksi, sebagai lawan konveksi pada umumnya. Besarnya konveksi tergantung pada : a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A). b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (∆T). c. koefisien konveksi (h), yang tergantung pada: # viscositas fluida # kecepatan fluida # perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida # kapasitas panas fluida # rapat massa fluida # bentuk permukaan kontak Konveksi : H = h x A x ∆T
2.7 Sistem Inferensi Fuzzy Metode Mamdani Metode mamdani sering juga dikenal dengan nama metode min–max. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan output diperlukan 4 tahapan, diantaranya : 1. Pembentukan himpunan fuzzy Pada metode mamdani baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy. 2. Aplikasi fungsi implikasi Pada Metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah min. Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan A [x], memiliki 2 kemungkinan, yaitu ( Kusumadewi, 2003: 156 ) : a. Satu (1) yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan. b. Nol (0) yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan. Pada himpunan crisp, nilai keanggotaan ada 2 kemungkinan, yaitu 0 atau 1. Sedangkan pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negative. Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Gambar 2.3 Perpindahan Panas Secara Konveksi Ada suatu perbedaan antara kalor (heat) dan energi dalam dari suatu bahan. Kalor hanya digunakan bila menjelaskan perpindahan energi dari satu tempat ke yang lain. Kalor adalah energi yang dipindahkan akibat adanya perbedaan temperatur.. Sedangkan energi dalam (termis) adalah energi karena temperaturnya. Satuan kalor adalah kalori dimana, 1 kalori adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur 1 gr air dari 14,5 C menjadi 15,5 C. Dalam sistem British, 1 Btu (British Thermal Unit) adalah kalor untuk menaikkan temperatur 1 lb air dari 63 F menjadi 64 F. 1 kal = 4,186 J = 3,968 x 10-3 Btu 1 J = 0,2389 kal = 9,478 x 10-4 Btu Btu = 1055 J = 252,0 kal 1.6 Fuzzy Logic Logika fuzzy (logika samar) itu sendiri merupakan logika yang berhadapan dengan konsep kebenaran sebagian, dimana logika klasik menyatakan bahwa segala hal dapat di ekspresikan dalam istilah binary (0 atau 1). Logika fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1. Berbagai teori didalam perkembangan logika fuzzy menunjukkan bahwa pada dasarnya logika fuzzy 4
2.9.2 Pengendali Proporsional Integral Derivatif (PID) Sistem pengendalian PID merupakan sistem yang menggunakan pengendali analog PID yang salah satu fungsi transfernya seperti berikut ini :
2.8 Sistem Pengendalian Temperature Superheater steam yang berfungsi untuk menggerakkan turbin dihasilkan oleh boiler dengan ditunjang oleh economizer sebagai tempat untuk memanaskan air sebelum air masuk ke dalam ruang bakar, steam yang didapat dari boiler masih berupa uap basah, uap basah tersebut kemudian dialirkan menuju Superheater untuk dikeringkan tetapi sebelum menuju Superheater temperaturenya dikendalikan dengan disemprotkan air sampai suhu optimal pada saat kerja normal atau terjadi kenaikan beban, setelah itu melalui Superheater agar dihasilkan uap kering agar bisa menjalankan Turbin dengan baik.
• • •
Kp Ki Kd
Kp + + KD S = = proportional gain = integral gain = derivatif gain
Untuk menguji validitas dan keterandalan dari hasil perancangan sistem pengendalian temperature dengan menggunakan metode Fuzzy dilakukan dengan prosedur simulasi. Kontroller yang dirancang adalah kontroler Fuzzy untuk pengendali temperature. Prosedur pengujian sistem dengan simulasi merupakan tahap yang paling penting sebelum menerapkan hasil perancangan tersebut secara real time. Pada sistem terdapat beberapa parameter untuk menunjukkan nilai dari performansi sistem tersebut secara kualitatif. Beberapa parameter kualitatif dari sistem tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 2.4 Sistem Pengendalian Temperatur Superheater Steam Pada gambar 2.4 suhu dikendalikan dengan memanipulasi variable tersebut dengan cara memasang spray tipe direct contact attemperatori penurunan temperature sebelum masuk heater. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi overheating pada blade turbin, oleh karena itu suhu sebelum dipanaskan oleh superheater dengan panas konstan dari furnace harus diturunkan terlebih dahulu dengan memindahkan superheater spray setelah superheater, maka dikhawatirkan akan membahayakan blade turbin karena air yang berasal dari nozzle spray tidak sempat menjadi steam sepenuhnya dan dengan specific. Volume yang besar, air akan menghantam blade turbin yang mengakibatkan keretakan bahkan terlebih lagi. 2.9.1 Pengendali Proporsional Integral (PI) Pengendali ini menambahkan sisi integral dengan mengintegrasikan error yang terjadi setiap saat dalam melakukan aksi pengendalian, yaitu :
•
Persen Maksimum Overshoot (Mp) Overshoot maksimum yang dicapai oleh sistem yaitu prosentase nilai puncak dari tanggapan terhadap nilai set point
•
Settling Time (Ts) Adalah waktu turun yaitu waktu yang diperlukan untuk respon agar tetap berada dalam kisaran nilai set point yang disederhanakan dengan prosentase mutlak harga set point (2% atau 5%).
•
Error Steady Steate (Ess) Merupakan kesalahan keadaan tunak yang didefinisikan sebagai selisih antara nilai set point dan nilai actual pada keadaan tunak.
•
Integrated Absolute Error (IAE)
(Pers 2.1) 3.1 Diagram Blok Sistem Diagram blok sistem untuk pengendalian temperature steam pada superheater boiler dapat ditunjukkan pada gambar berikut ini:
Pengendali proposal akan menghasilkan nilai steady state baru sesuai dengan nilai setpoint-nya. Tetapi kerugian model pengendali ini yaitu responnya lebih berosilasi.
5
C 0 in out ρ V
= Panas pada volume konstant (kJ/kg K) = Temperature awal (oC) = Temperature yang masuk (oC) = Temperature yang keluar (oC) = Massa jenis fluida (kg/m3) = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
Pada keadaan steady steate, dT out / dt = 0, maka persamaan menjadi : 3.4 Dimana subscrit s digunakan untuk menunjukkan proses dalam keadaan steady state. Substitusi persamaan 3.4 ke 3.3, maka :
Gambar 3.2 Diagram blok sistem pengendalian dengan fuzzy 3.3 Pemodelan Sistem Dinamik Plant Pada dasarnya temperature pada superheater harus dijaga supaya selalu mencapai setpoint, jika temperature melebihi setpoint maka sistem akan menstabilkan temperatur superheater sehingga mencapai suhu yang diinginkan. Ketika cold steam dari tungku pemanas masuk ke superheater maka coldsteam akan dinaikan temperaturnya hingga menjadi hot steam pd temperature 510oC, jika temperatur dari primary superheater diatas setpoint maka desuperheater (superheater spray) akan mengeluarkan air yang berfungsi untuk menurunkan suhu hot steam hingga mencapai setpoint. Supply air tersebut diatur oleh aksi dari control valve, control valve akan membuka dan menutup sesuai dengan kebutuhan dari plant superheater sehingga selalu mencapai setpoint.
3.5 Asumsi ώin = ώout = ώ dan To = 0 Menjadi persamaan 3.5 menjadi : 3.6 Linearisasi variable yang berubah terhadap waktu dilakukan dengan pendekatan ekspansi Taylor. Variable deviasi taylor : Ti = Ti - Tis 3.7 -Q = -(Ti – Tis) 3.8 T = T - Ts 3.9 Dimana : Maka persamaan 3.6 menjadi
3.3.1 Pemodelan Matematis Superheater Persamaan 3.10 sehingga menjadi :
Pada Proses ini terjadi pencampuran antara gas (steam Superheater) denag fluida (water spray) atau yang biasa disebut Desuperheater. Pada proses ini terjadi pencampuran temperature dari steam dan water spray, dalam proses untuk mendapatkan model matematis dan sistem pengendalian desuperheater digunakan persamaan Hukum Kesetimbangan Energi. Pemodelan matematisnya dirumuskan sebagai berikut : Hukum Kesetimbangan Energi : E in + E generate = E out + E storage 3.1 Pada desuperheater tidak ada energi yang dibangkitkan, sehingga persamaan 3.1 menjadi : E in = E out + E storage 3.2 Hukum kesetimbangan massa persamaan diatas adalah :
ditransformasikan
3.10 Laplace 3.11 3.12
3.13 Jika perubahan terjadi pada T in (t), maka Q(t) = 0, sehingga hubungan antara T out(s) dan Q (s) adalah sebagai fungsi transfer load T in (s).
3.3 Dimana : q = Laju perpindahan panas ke fluida (kJ/s) ώin = Jumlah energi panas yang masuk (kJ) ώout = Jumlah energi panas yang keluar (kJ)
3.14
6
Jika perubahan terjadi pada Q(t) saja, maka T in (t) = 0, sehingga hubungan antara T out(s) dan Q (s) adalah sebagai fungsi transfer plant. 3.15 Dimana : Q(s) = m spray (s) CP water (Tspray – T0), Sehingga persamaan 3.15 menjadi : Gambar 3.4 Control Valve Desuperheater Fungsi transfer dari control valve dapat dinyatakan dalam orde satu sebagai berikut :
3.16 Dari data plant didapatkan nilai transfer function sebagai berikut :
3.18
3.17
Dengan, Ktot = KrKs Tev = Tv ( ∆ V + Rv)
3.3.2 Model Matematik Control Valve Pada Superheater Sistem kerja dari desuperheater adalah penginjeksian spray pendingin ke dalam proses pemanasan di superheater, jadi ketika temperature pada superheater diatas setpoint maka desuperheater akan memberikan pendingin ke hot steam yang ada pada pipa-pipa superheater. Sehingga temperatur yang sebelumnya diatas setpoint dapat di stabilkan kembali ke angka 510oC, aktuator desuperheater berupa control valve yang katubnya membuka ketika temperatur diatas setpoint dan menutup ketika temperature telah mencapai setpoint.
Dimana : m = Pergeseran valve (%) ρ = Tekanan sinyal Ktot = Gain control valve Kr = Gain Tranduser (I/P) τs = Konstanta waktu control valve Tv = Time stroke ∆v = Fraksi perubahan posisi Untuk itu didapatkan : Kv
3.19
Gain tranduser (I/P) diperoleh dengan persamaan : Kr = Gambar 3.3 Sistem Kerja Desuperheater
3.20 3.21
Dengan demikian : Ktot = Kr . Ks = (6,9375) . (0,05) = 0,35
Control Valve yang digunakan pada desuperheater atau yang biasa disebut superheater spray adalah control valve dengan tipe ball cage, control valve ini akan menginjeksikan cairan pendingin untuk menurunkan temperature pada supeheater. Control valve juga disebut elemen pengendali akhir yang merupakan bagian akhir sistem pengendalian yang berfungsi mengubah variable yang dimanipulasi sehingga diperoleh kondisi yang dikehendaki. Ada bermacam-macam elemen pengendali akhir selain control valve. Adapun yang harus diketahui dalam menentukan control valve adalah :
Sedangkan fraksi perubahan steamnya adalah : 3.22 Data dari plant diperoleh, Tv = 8 detik dan Rv = 0,03 (diafragma): 3.23 Tcv = Tv (∆ V + Rv) = 8 . (0,69 + 0,03) = 5,76 Untuk itu fungsi transfer katub pengendali (control valve) adalah : 3.24 Simulasi pada control valve digunakan untuk mengetahui nilai control valve yang digunakan pada plant, supaya respon control valve 7
Min Temperature +500 oC Max Temperature +520 oC Min Span 10 oC Span input adalah nilai kesalahan dari setting temperature yang digunakan transmitter ini pada superheater sebesar 0,04 oC. Karena output dari transmitter adalah 4-20 mA dan inputnya adalah 500 – 520 oC, maka gain temperature transmitter dapat diperoleh dengan persamaan 3. 23 sebagai berikut : Elemen ukur yang digunakan untuk mensensor temperature yang terjadi adalah elemen sensor thermocouple, dimana besar Gain untuk transmitter temperature adalah : 3.25 K=
yang ada pada plant sama seperti yang ada pada simulink control valve. Untuk simulasi diberikan display untuk membuktikan nilai output control valve apakah sesuai dengan yang ada pada plant sesungguhnya.
Gambar 3.5 Simulink Control Valve Seperti pada gambar 3.5 dapat dilihat pada display nilai yang tampak 20.00 yang merupakan besarnya sinyal output control valve dalam mA, yang berarti bahwa nilai tersebut adalah batas maksimal nilai control valve. Setelah nilai keluaran control valve memenuhi standart output control valve (4-20mA), simulink control valve akan dipasangkan pada simulink plant superheater untuk proses pengujian sistem.
Secara umum transmisi sinyal arus listrik dari temperatur transmitter ke kontroller relatif jauh, maka besarnya time constant (τTT ) yang digunakan adalah 0,76 detik sehingga persamaan transfer function temperature transmitter dengan menggunakan persamaan 3.24 adalah 3.26 Maka jika dimodelkan dalam bentuk simulink akan didapatkan model simulink seperti gambar 3.8 dibawah ini :
3.3.3Model Matematik TemperatureTransmitter Superheater
Gambar 3.6 Temperature Transmitter Pada plant superheater menggunakan transmitter fisher dimana transmitter ini mengubah besaran skalar ke besaran fisis, trasmitter ini akan menginformasikan hasil dari plant kembali ke setpoint. Untuk mengukur tinggi temperature pada superheater digunakan suatu sensor yang disebut temperature transmitter, yang mengukur tingkat tingginya temperature dalam domain waktu dan mentransmisikan dalam bentuk sinyal elektrik yang besarnya 4-20mA.
Gambar 3.8 Simulink Transmitter Seperti pada control valve nilai yang dikeluarkan transfer mencapai nilai 20.00 sehingga transmitter yang digunakan dapat menjalankan fungsi secara optimal. 3.4 Sistem Fuzzy Logic Pada Pengendalian Temperatur Pada sistem didalam fuzzy logic terdapat beberapa rule base yang telah ditentukan, rule-rule tersebut digunakan untuk mengontrol dan menentukan jalannya proses pada simulasi plant superheater. Pada rule-rule yang telah dibuat terdapat 2 input dan 1 output, 2 input merupakan nilai dari temperature superheater dan volume dari superheater spray flow. Sedangkan outputnya
Gambar 3.7 Diagram blok temperature transmitter 8
Pada pengendalian temperature pada superheater dengan control fuzzy mengambil metode mamdani, dimana metode ini menggunakan pendekatan dari model matematik plant superheater itu sendiri. Sehingga untuk dapat membuat simulasi control dibutuhkan model matematik dari plant, control valve, hingga transmitter. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil simulasi yang sesuai dengan plant asli, sehingga dapat dibuktikan bahwa control fuzzy pada plant superheater lebih baik daripada control PI yang saat ini masih digunakan pada plant superheater di PJB Gresik.
berupa kecepatan pada actuator dalam menginjeksi pendingin pada proses pemanasan di superheater, kecepatan actuator dalam bekerja sangat bergantung pada tingginya temperature dan banyaknya volume pendingin yang disupply pada plant superheater. Ketika temperatur tidak terlalu tinggi aktuator akan akan membuka dan menutup dalam range waktu yang singkat, sedangkan ketika temperatur sangat tinggi aktuator akan membuka dan menginjeksi spray pendingin lebih lama agar temperature cepat kembali mencapai setpoint. Input 1 (Temperature SH): VL (Very Low) L (Low) N (Normal) H (High) VH (Very High) Input 2 (SH Spray Flow): VS (Very Slightly) S (Slightly) Egh (Enough) M (Much) VM (Very Much) Output (Kecepatan Respon Aktuator): Slw (Slow) Nrm (Normal) Fst (Fst)
Gambar 3.9 Fuzzyfikasi 3.4.2 Input Membership Function Input pada membership function merupakan nilai dari data temperatur yang didapat, kemudian dibuat suatu rule-rule yang berfungsi untuk memberi memberi aturan pada sistem fuzzy logic. Input temperature pada membersip function akan dibagi 5 yaitu, sangat dingin, dingin, sedang, panas, sangat panas. Aturan tersebut diberikan sesuai dengan tingkat tingginya temperature pada superheater, set point superheater sendiri terdapat pada batas sedang 509-511oC. Input membership function terlihat pada gambar 3.10. Lima rule yang diberikan pada input memiliki nilai minimum temperature 500 oC, sedangkan nilai maksimum temperature adalah 520 oC. Setelah input dan batasan-batasan diberikan pada input, maka rule base dapat dibuat dengan memasangkan nilai input dengan output sehingga dapat membentuk suatu rule base.
Tabel 3.1 Rule Base Pada Fuzzy Logic 3.4.1 Sistem Control Logika Fuzzy Berdasarkan input dan output plant maka pada fuzzy yang dibuat dengan metode mamdani dibuat dengan 1 input berupa temperature, sedangkan output yang ingin di dapatkan adalah reaksi pengendalian aktuator untuk memberikan injeksi spray pendingin pada steam di superheater, setiap temperature yang melebihi setpoint maka aktuator akan bekerja. Nilai data temperature yang diberikan pada kolom input berdasarkan dari rulerule yang telah dibuat, kemudian nilai dari rule – rule tersebut diplot kan pada membership function. 9
metode fuzzy logic. Setelah desain plant pengendalian dibuat maka desain plant tersebut akan diuji dengan menggunakan mathlab 2009 untuk dapat mengetahui respons dari sistem pengendalian yang telah dibuat, desain plant pengendalian dapat dilihat pada gambar 3.12
Gambar 3.10 Membership Function Pada temperature Gambar 3.12 Simulink Sistem Pengendalian Pada Superheater
3.4.3 Output Membership Function Output membership function dari kontrol fuzzy ini adalah respon dari aktuator yang berupa kontrol valve, dimana kontrol valve akan membuka dan menutup sesuai dengan kebutuhan agar temperature superheater yang mengalami overshoot kembali pada keadaan steady state sebesar 510oC. Output pada membeship function ini diberi 3 rule yaitu cepat, sedang, dan lama. Dimana ketika temperature sedikit diatas setpoint maka control valve akan membuka dalam waktu yang singkat, begitu juga sebaliknya ketika temperature superheater berada jauh diatas setpoint maka control valve akan membuka dalam waktu yang lama agar injeksi spray pendingin yang diberikan pada plant superheater menjadi lebih banyak.
4. Simulasi dan Analisa Data 4.1 Simulasi Open Loop
Simulasi pada open loop ini dilakukan untuk menguji sejauh mana performansi sistem tanpa pengendali. Uji open loop dilakukan dengan memberikan inputan berupa step. Adapun grafik open loop pada simulink yang digunakan dalam tugas akhir ini ditunjukkan gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Respon Open Loop Gambar grafik respon diatas menunjukkan bahwa uji open loop tanpa adanya pengendali, temperature pada output superheater berada pada 440 oC. Padahal setpoint yang diinginkan adalah 510 oC, oleh sebab itu diperlukan sebuah sistem pengendali untuk menjaga temperature output superheater steam sesuai dengan temperature yang diharapkan.
Gambar 3.11 Membership Function Pada Flow 3.4.4 Simulasi Sistem Pengendalian Superheater Dengan Fuzzy Logic Setelah dilakukan pengujian model matematik dari sensor, control valve, dan transmitter maka dapat dibuat suatu desain plant pengendalian temperature pada superheater dengan
4.2 Uji Tracking Setpoint Pada proses pengujian setpoint akan dilakukan beberapa hal, yaitu uji tracking akan dimulai ketika proses superheater dan desuperheater baru diaktifkan. Hal ini dilakukan agar mengetahui 10
Respons uji tracking setpoint dengan stop time 300 Waktu Perubahan Setpoint 100 Setpoint Temperature 300 Perubahan Setpoint Temperature 500
seberapa cepat respon dari kontroler untuk mencapai setpoint, maka pada pengujian akan dimulai pada suhu temperature 0oC dimana saat itu superheater dan desuperheater belum diaktifkan atau dalam keadaan tidak aktif. Proses pengujian dilakukan dengan memberi nilai setpoint yang nantinya akan diubah-ubah agar dapat terlihat respon dari kontrol temperature superheater, selain itu akan ditentukan juga waktu dimana nilai setpoint akan diubah agar tampak perbedaan proses pencapaian setpoint dan didapatkan suatu perbandingan hasil kontrol. Respons uji tracking setpoint dengan stop time 300 Waktu Perubahan Setpoint 80 Setpoint Temperature 300 Perubahan Setpoint Temperature 500
Grafik 4.4 Hasil Uji Setpoint controller PI pada plant
Grafik 4.2 Hasil Uji Setpoint control PI pada plant Grafik 4.5 Hasil uji setpoint dengan Fuzzy Logic Terlihat pada gambar 4.4 dan 4.5 grafik uji setpoint dengan nilai setpoint temperature 300, waktu perubahan setpoint 500 serta perubahan waktu setpoint sebesar 100. Hasil perbandingan kontrol PI pada PLTU dan control fuzzy terlihat overshoot dan undershoot control PI lebih besar dari grafik kontrol fuzzy, kontrol dengan menggunakan fuzzy logic grafik lebih cepat dalam mencapai setpoint, selain itu undershoot dan overshootnya relatif lebih kecil. Grafik 4.3 Hasil Uji Setpoint Dengan Fuzzy Logic
Respons uji tracking setpoint dengan stop time 300 Waktu Perubahan Setpoint 120 Setpoint Temperature 400 Perubahan Setpoint Temperature 550
Pada grafik uji setpoint dengan nilai setpoint temperature 300, waktu perubahan setpoint 500 serta perubahan waktu setpoint sebesar 80. Hasil perbandingan kontrol PI pada PLTU dan control fuzzy terlihat bahwa proses pencapaian setpoint kontrol PI lebih lama dari pada ketika menggunakan control fuzzy, terlebih lagi overshoot dan undershoot control PI lebih besar dibandingkan dengan hasil kontrol fuzzy. 11
Grafik 4.9 Hasil Uji Setpoint PJB Gersik Grafik 4.6 Hasil Uji Setpoint control PI pada plant Pada gambar grafik 4.8 dan 4.9 terlihat hasil dari uji setpoint dengan nilai setpoint temperature 450, waktu perubahan setpoint 550 serta perubahan waktu setpoint sebesar 150. Terlihat bahwa grafik control fuzzy hanya sedikit mengalami sedikit overshoot dan undershoot, dan walaupun setpoint temperature diubah fuzzy logic dapat mengikuti kenaikan tanpa ada overshoot. Sedangkan pada kontrol PI overshoot dan undershootnya masih lebih besar dari kontrol fuzzy, selain itu ketika setpoint temperature diubah kontrol PI tampak tidak stabil dalam pencapaian setpoint.
Grafik 4.7 Hasil Uji Setpoint PJB Gersik Pada grafik uji setpoint dengan nilai setpoint temperature 400, waktu perubahan setpoint 550 serta perubahan waktu setpoint sebesar 120. Hasil perbandingan kontrol PI pada PLTU yang tampak pada grafik 4.6 dan 4.7 terlihat bahwa grafik control fuzzy lebih cepat dalam mencapai setpoint dibandingkan dengan kontrol PI yang terlihat lebih lama dari pada ketika menggunakan control fuzzy, dan walaupun nilai setpoint temperature diubah grafik kontrol fuzzy tetap lebih cepat mencapai setpoint tanpa ada overshoot.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan
Dari hasil simulasi dan analisa data pada penelitian Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dari hasil uji coba open loop didapatkan hasil dimana sistem tidak mampu memenuhi nilai dari setpoint tersebut yang nilainya sebesar 510 oC, sehinga dibutuhkan pengendali yang mampu menjaga proses variable agar cepat mencapai setpoint yang diinginkan.
Respons uji tracking setpoint dengan stop time 300 Waktu Perubahan Setpoint 150 Setpoint Temperature 450 Perubahan Setpoint Temperature 550
2. Hasil dari desain plant dengan menggunakan control fuzzy logic, didapatkan performansi kontrol temperatur yang lebih baik dari pada kontrol PI yang saat ini masih digunakan di PT. PJB UP Gresik dalam hal kecepatan respon proses pencapaian setpoint. 3. Dari hasil uji tracking setpoint dengan menggunakan sistem control fuzzy yang telah dibuat, dengan memberikan nilai Settling time 150, Initial Value 400, Final value 550, dan stop time 300. Didapatkan suatu hasil respon yang lebih baik ketika menggunakan control fuzzy logic dari pada control PID yang sampai sekarang masih digunakan di PT.PJB UP Gersik.
Grafik 4.8 Hasil Uji Setpoint control PI pada plant 12
5.2 Saran Beberapa saran yang perlu disampaikan dalam laporan ini dalam rangka pengembangan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Jika menginginkan hasil respon desuperheater yang responsif, maka control fuzzy logic sebagai pengendali temperature pada superheater di lakukan secara real time untuk melihat performansi sesungguhnya. 2. Mengubah jenis control valve linear yang saat ini digunakan di lapangan dengan control valve quick yang dapat menunjang kecepatan respon aktuator sehingga setpoint yang diinginkan dapat dicapai lebih cepat lagi DAFTAR PUSTAKA [1] Ardiansyah, Bagus, “Integrasi Fieldbus Pada Distributed Control System Centum CS3000 Yokogawa”, Surabaya, 2007. [2] Gunterus, Frans,”Falsafah Dasar Sistem Pengendalian Proses”, Elex Media Komputindo, Jakarta.,1994 [3] Incropera, Frank,”Fundamental of Heat and Mass Transfer 3nd Edition”, John Wiley & Son.Inc,1990 [4] Joko Indarto, “Rancang Bangun Local Control Unit (LCU) Level pada Distributed Control System (DCS)”, Surabaya 2007. [5] Kurnia, Dedi Nazara, “Penentuan Safety Integrity Level dengan Fault Tree Analysis untuk mengetahui Waktu keamanan proses pada Boiler Steam Drum PT. Indonesia Power UBP Suralaya”, Surabaya, 2008. [6] Ogata, Katshuiko, “Teknik Kontrol Automatik I’’, Prentice Hall Inc, 1996. [7] Ogata, Katshuiko, “Teknik Kontrol Automatik II’’, Prentice Hall Inc, 1996.
13