PERANCANGAN ALAT BANTU PENGENALAN DAN PEMBUATAN BANGUN RUANG BAGI SISWA TUNANETRA DI SLBN A KOTA BANDUNG
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana dalam bidang ilmu Teknik Industri
Disusun oleh : Nama
: Brian Eric Chance
NPM
: 2012610110
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2017
ABSTRAK Penyandang tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan, yaitu totally blind, partially sighted dan low vision. Pada tingkat sekolah dasar, anak tunanetra cenderung tidak memahami konsep yang dasar terutama bentuk benda yang terdapat di lingkungan sekitar sehingga dibutuhkan alat peraga terhadap bentuk dasar untuk membantu proses pemahaman konsep dasar. Oleh karena itu, dilakukan perancangan sebuah alat peraga untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang. Tahap awal perancangan adalah mengidentifikasikan kebutuhan terhadap 6 guru sekolah dasar dan 4 anak sekolah dasar. Selanjutnya dilakukan perancangan konsep sesuai dengan kebutuhan yang didapatkan dan dihasilkan 1 konsep untuk alat peraga mengenal bentuk bangun ruang dan 4 konsep untuk alat peraga membuat bentuk bangun ruang. Kemudian dilakukan penilaian terhadap 4 konsep untuk alat peraga membuat bentuk bangun ruang dan didapatkan 1 konsep yang terpilih. Lalu pembuatan prototipe berdasarkan konsep terpilih dengan jenis prototipe High-Fidelity. Setelah itu, dilakukan evaluasi terhadap prototipe dengan melakukan pengujian dan penilaian prototipe tersebut kepada 8 anak sekolah dasar. Penilaian menggunakan System Usability Scale, perbandingan jumlah waktu pengujian dengan waktu rata-rata, dan jumlah error yang terjadi selama pengujian. Hasil penelitan ini adalah sebuah alat peraga yang digunakan untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang berbentuk kubus, balok, limas dan prisma. Hasil evaluasi berdasarkan penilaian SUS oleh 8 responden didapatkan nilai yang lebih besar dari nilai 68 yang menyatakan bahwa rancangan produk tersebut dapat digunakan dalam membantu pembelajaran dalam mengenal serta membuat bentuk bangun ruang bagi anak penyandang tunanetra.
i
ABSTRACT Blind people are individuals who have obstacles in sight. The blind can be classified into 3 groups, there are totally blind, partially sighted and low vision. At primary school level, blind children tend not to understand the basic concepts especially the shapes of objects found in the environment so that need to be a props about the basic concepts the shaped of objects to help them to know and understand that objects. Therefore, need to do the design a props to recognize and make the shape of geometry. Early design stage is to identify the needs of the six primary school teachers and four elementary school children. Futhermore, do the design concept from the needs and make one concept for props to recognize the shapes of geometry and four concept for props to create geometrical shapes. Then do an assessment of the four concepts for props to create geometrical shapes and obtained one concept that elected. Then make a prototype based on the concept selected by the type of prototype High-Fidelity. After that, the evaluation of the prototype with testing and assessment of the prototype to 8 primary school children. The assessment using system usability scale, comparing the amount of time testing with the average time, and the number of errors that occur during the test. Ther results of this study are a props that used to recognize and create shapes of geometry like cube, blocks, pyramid and prism.The evaluation results based on the testing of system usability scale by 8 respondents obtained a value greater that the value of 68 which states the design of the products is usable in helping learning in recognizing and creating the shape geometry for children with visual impairment
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya dan rahmat-Nya sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Penelitian tugas akhir ini berjudul “Perancangan Alat Bantu Pengenalan dan Pembuatan Bangun Ruang Bagi Siswa Tunanetra di SLBN A Kota Bandung” yang disusun sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana dalam bidang ilmu Teknik industri Universitas Katolik Parahyangan. Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama kepada kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendukung dan memberikan semangat selama menyusun tugas akhir. Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1.
Ibu Kristiana Asih Damayanti, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, perhatian, dan pikiran selama bimbingan penyusunan tugas akhir.
2.
Ibu Cynthia Prithadevi Juwono, Ir., M.S. dan Ibu Loren Pratiwi, S.T., M.T. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan mengenai tugas akhir.
3.
Bapak Dr. Carles Sitompul selaku ketua jurusan teknik industri Universitas Khatolik Parahyangan.
4.
Rekan-rekan guru di SLBN A Kota Bandung yang telah memberikan izin dan membimbing penulis untuk melakukan penelitian tugas akhir.
5.
Alvin Sentosa, Andrean Hartanto, Dhenny, Novia Violeta, dan Ricky Subagja yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir.
6.
Rekan-rekan Teknik Industri 2012 - Universitas Katolik Parahyangan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
7.
Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan tugas akhir. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna, baik dari segi
materi maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan tugas akhir ini. Terakhir penulis berharap,
iii
semoga tugas akhir ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.
Bandung, 10 Januari 2017
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTARK .......................................................................................................... i ABSTRACT ....................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ....................................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi BAB I
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. I-1 I.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah .............................................. I-8 I.3 Pembatasan Masalah dan Asumsi Penelitian .............................. I-14 I.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ I-14 I.5 Manfaat Penelitian ...................................................................... I-15 I.6 Metodologi Penelitian .................................................................. I-15 I.7 Sistematika Penulisan ................................................................. I-18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Tunanetra ................................................................. II-1 II.2 Klasifikasi Tunanetra .................................................................. II-1 II.3 Karakteristik Anak Tunanetra ..................................................... II-3 II.4 Keterbatasan Anak Tunanetra .................................................... II-6 II.5 Prinsip Pengajaran Anak Tunanetra ........................................... II-7 II.6 Proses Pengembangan Produk .................................................. II-7 II.7 System Usability Scale ............................................................. II-12 BAB III PENGUMPULAN DATA DAN PERANCANGAN III.1 Kondisi Belajar Anak Tunanetra di SLBN A Kota Bandung ........ III-1 III.2 Identifikasi Kebutuhan Pengguna .............................................. III-2 III.3 Spesifikasi Target ...................................................................... III-6 III.4 Pembuatan Beberapa Alternatif Konsep Produk ....................... III-8 III.4.1 Alat Peraga Mengenal Bentuk Bangun Ruang ................. III-8 III.4.2 Alat Peraga Membuat Bentuk Bangun Ruang ................. III-9
v
III.4.2.1 Konsep 1 Alat Bantu Pengajaran ........................ III-11 III.4.2.2 Konsep 2 Alat Bantu Pengajaran ........................ III-12 III.4.2.3 Konsep 3 Alat Bantu Pengajaran ........................ III-13 III.4.2.4 Konsep 4 Alat Bantu Pengajaran ........................ III-15 III.5 Penilaian Konsep Alat Peraga Membuat Bentuk ...................... III-16 III.6 Prototype.................................................................................. III-21 III.7 Pengujian dan Penilaian Prototype........................................... III-23 BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Identifikasi Kebutuhan dan Spesifikasi Produk ............. IV-1 IV.2 Analisis Pembuatan Rancangan Konsep .................................. IV-3 IV.3 Analisis Pemilihan Rancangan Konsep ..................................... IV-3 IV.4 Analisis Prototype ..................................................................... IV-4 IV.5 Analisis Pengujian dan Penilaian Prototype .............................. IV-5 IV.5.1 Analisis Hasil Error Selama Pengujian ............................ IV-6 IV.5.2 Analisis Hasil Waktu Selama Pengujian .......................... IV-6 IV.5.3 Analisis Evaluasi Rancangan .......................................... IV-7 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan .................................................................................. V-1 V.2 Saran ........................................................................................... V-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS
vi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Kesulitan Melihat di Indonesia Tahun 2010 .................................................................................. I-2 Tabel I.2 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Kesulitan Melihat di Kota Bandung tahun 2010..................................................................... I-3 Tabel III.1 Contoh Hasil Wawancara ............................................................. III-3 Tabel III.2 Interpretasi Kebutuhan Siswa Tunanetra SLBN A Kota Bandung. III-4 Tabel III.3 List Kebutuhan Pengguna ............................................................ III-6 Tabel III.4 Matriks Kebutuhan Pengguna....................................................... III-7 Tabel III.5 Kebutuhan Pengguna yang Terpenuhi ........................................ III-9 Tabe III.6 Kebutuhan Pengguna yang Terpenuhi dari Konsep Rancangan ke-1................................................................................................
III-
12 Tabe III.7 Kebutuhan Pengguna yang Terpenuhi dari Konsep Rancangan ke-2…............................................................................................
III-
13 Tabe III.8 Kebutuhan Pengguna yang Terpenuhi dari Konsep Rancangan ke-3…............................................................................................
III-
14 Tabe III.9 Kebutuhan Pengguna yang Terpenuhi dari Konsep Rancangan ke-4…............................................................................................
III-
16 Tabel III.10 Tabel Bobot Setiap Kriteria ........................................................ III-17 Tabel III.11 Penilaian Konsep Rancangan Responden 1 .............................. III-18 Tabel III.12 Penilaian Konsep Rancangan Responden 2 .............................. III-18 Tabel III.13 Penilaian Konsep Rancangan Responden 3 .............................. III-19 Tabel III.14 Penilaian Konsep Rancangan Responden 4 .............................. III-19 Tabel III.15 Gabungan Penilaian Konsep Rancangan................................... III-20 Tabel III.16 Profil Responden........................................................................ III-23 Tabel III.17 Hasil Pengujian Prototype Berdasarkan Task List ...................... III-26 Tabel III.18 Perbandingan Waktu antara Total Blind dengan Low Vision ...... III-27
vii
Tabel III.19 Jumlah Error yang Terjadi Selama Pengujian ............................ III-27 Tabel III.20 Hasil Rekapan Penilaian SUS .................................................... III-29
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Presentase Penduduk Penyandang Disabilitas Indonesia ......... I-4 Gambar I.2 Distribusi Penyandang Disabilitas di Indonesia ......................... I-4 Gambar I.3 Jumlah Siswa Tunanetra di Indonesia dan Jawa Barat ............. I-5 Gambar I.4 Peta Timbul ............................................................................... I-7 Gambar I.5 Proses Pengajaran Siswa Kelas 1 di SLBN A Kota Bandung .... I-10 Gambar I.6 Proses Pengajaran untuk Siswa Tunanetra................................ I-10 Gambar I.7 Alat dan Media Peraga 1 ............................................................ I-11 Gambar I.8 Alat dan Media Peraga 2 ............................................................ I-11 Gambar I.6 Metodologi Penelitian ................................................................ I-17 Gambar II.1 Fase Pengembangan Produk ................................................... II-9 Gambar II.2 Tahap Pengembangan Konsep ................................................ II-12 Gambar II.3 Pernyataan dalam System Usability Scale ................................ II-13 Gambar III.1 Alat Bantu Pengajaran Bentuk Bangun Datar .......................... III-1 Gambar III.2 Konsep Alat Peraga Mengenal Bentuk Bangun Ruang ........... III-9 Gambar III.3 Konsep Racangan Alat Peraga ke-1 ....................................... III-11 Gambar III.4 Konsep Racangan Alat Peraga ke-2 ........................................ III-12 Gambar III.5 Konsep Racangan Alat Peraga ke-3 ........................................ III-14 Gambar III.6 Konsep Racangan Alat Peraga ke-4 ........................................ III-15 Gambar III.7 Prototype Mengenal Bentuk Bangun Ruang............................. III-21 Gambar III.8 Prototype Membuat Bangun Ruang Tampak Depan ................ III-22 Gambar III.9 Prototype Membuat Bangun Ruang Tampak Belakang ............ III-22 Gambar III.10 Proses Pengujian Prototype ................................................... III-25
ix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A HASIL WAWANCARA LAMPIRAN B HASIL KUESIONER SUS
xi
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab I ini akan dijelaskan mengenai beberapa hal terkait penelitian, seperti latar belakang masalah; identifikasi dan rumusan masalah; pembatasan dan asumsi masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian; metodologi penelitian; dan sistematika penulisan. Berikut dibawah ini merupakan isi dari subbab-subbab pendahuluan diatas. I.1 Latar Belakang Masalah Tunanetra dapat didefinisikan sebagai individu yang mengalami suatu kecacatan
pada
indera
penglihatan
atau
tidak
berfungsinya
indera
penglihatannya seperti umumnya. Dampak dari kecacatan pada indera penglihatan bagi tunanetra mengakibatkan dalam menjalani aktivitas sehari-hari menggunakan indera-indera lain yang masih berfungsi dengan baik pada dirinya. Klasifikasi tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatannya terbagi menjadi 3 yaitu tunanetra ringan (defective vision/low vision) dimana individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi masih dapat mengikuti kegiatan pendidikan dan mampu melakukan kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan, tunanetra setengah berat (partially sighted) dimana individu yang kehilangan sebagian daya penglihatan, dan tunanetra berat (totally blind) dimana individu yang sama sekali tidak dapat melihat. . Indonesia menempati posisi ke-4 dalam jumlah penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah penduduk 258.316.051 jiwa atau sekitar 3,5%
dari
keseluruhan jumlah penduduk dunia. Berdasarkan badan pusat statistik (2010), sensus penduduk pada tahun 2010 diantara jumlah penduduk Indonesia yang banyak terdapat beberapa penduduk yang mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari atau disabilitas, yaitu kesulitan melihat, kesulitan mendengar, kesulitan berjalan, kesulitan mengingat, berkonsentrasi, atau berkomunikasi, dan kesulitan mengurus diri sendiri. Sensus penduduk dilaksanakan setiap 10 tahun. Data mengenai jumlah penduduk yang mengalami disabilitas terbanyak terdapat pada penduduk yang mengalami kesulitan dalam melihat dibandingkan dengan
I-1
BAB I PENDAHULUAN
kesulitan lainnya. Berikut Tabel I.1 merupakan jumlah penduduk menurut tingkat kesulitan melihat di Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Tabel I.1 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Kesulitan Melihat di Indonesia Tahun 2010 Kesulitan Melihat Satuan : jiwa Kelompok Umur
Tidak Sulit
Sedikit
Parah
Sulit
Tidak Ditanyakan
Jumlah
10 sampai 14
22.503.546
31.048
7.212
129.275
22.671.081
15 sampai 19
20.565.659
48.367
7.789
258.919
20.880.734
20 sampai 24
19.656.674
58.936
8.434
167.589
19.891.633
25 sampai 29
21.121.122
74.914
10.416
101.991
21.308.443
30 sampai 34
19.657.145
98.914
12.124
62.502
19.830.685
35 sampai 39
18.299.066
144.061
14.539
47.465
18.505.131
40 sampai 44
16.146.571
323.812
18.769
35.700
16.524.852
45 sampai 49
13.515.530
478.509
22.783
24.160
14.040.982
50 sampai 54
10.896.959
617.749
29.436
17.177
11.561.321
55 sampai 59
7.796.602
609.727
32.485
9.756
8.448.570
60 sampai 64
5.380.335
629.104
42.829
6.493
6.058.761
65 sampai 69
4.021.875
615.585
52.965
3.606
4.694.031
70 sampai 74
2.751.651
631.405
70.823
2.452
3.456.331
75 sampai 79
1.495.027
422.285
56.464
1.129
1.974.905
80 sampai 84
781.876
304.986
55.526
782
1.143.170
85 sampai 89
279.852
128.575
29.118
416
437.961
90 sampai 94
95.688
57.615
17.325
271
170.899
95 +
54.167
35.354
14.841
292
104.654
185.019.345
5.312.946
506.878
869.975
191.709.144
Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010
Berdasarkan tabel I.1, jumlah penduduk penyandang tunanetra sebanyak 5.312.946 (tingkat kesulitan sedikit) dan 506.878 (tingkat kesulitan parah) dengan total 5.819.824 jiwa. Seseorang dikatakan mengalami kesulitan atau gangguan melihat apabila dalam jarak minimal 30 cm dan dengan penerangan yang cukup tidak dapat melihat dengan jelas baik bentuk, ukuran, dan warna. Andaikan orang itu menggunakan alat bantu kacamata sekalipun, ia tetap kesulitan melihat maka orang tersebut dikategorikan mengalami kesulitan. Akan tetapi, kalau dengan menggunakan alat bantu kacamata ia dapat melihat
I-2
BAB I PENDAHULUAN
normal, maka orang itu dikategorikan tidak mengalami gangguan. Yang termasuk kesulitan atau gangguan penglihatan adalah total blind merupakan tingkat kesulitan parah sedangkan low vision dan buta warna merupakan tingkat sedikit sulit. Berikut Tabel I.2 merupakan jumlah penduduk menurut kesulitan melihat di Kota Bandung tahun 2010. Tabel I.2 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Kesulitan Melihat di Kota Bandung tahun 2010 Satuan : Kesulitan Melihat jiwa Kelompok Umur Sedikit Tidak Tidak Sulit Parah Jumlah Sulit Ditanyakan 10 sampai 14
186.312
565
90
44
187.011
15 sampai 19
218.373
1.162
151
223
219.909
20 sampai 24
244.687
1.617
177
890
247.371
25 sampai 29
245.076
1.478
227
1.006
247.787
30 sampai 34
217.962
1.670
191
705
220.528
35 sampai 39
190.675
1.910
266
502
193.353
40 sampai 44
163.663
3.324
221
393
167.601
45 sampai 49
133.830
5.003
258
295
139.386
50 sampai 54
109.790
6.414
304
155
116.663
55 sampai 59
80.246
6.351
375
89
87.061
60 sampai 64
48.309
5.564
264
49
54.186
65 sampai 69
37.199
5.744
358
21
43.322
70 sampai 74
22.913
5.172
382
23
28.490
75 sampai 79
12.169
3.637
370
11
16.187
80 sampai 84
5.676
2.246
290
3
8.215
85 sampai 89
2.024
1.016
223
2
3.265
90 sampai 94
592
317
83
1
993
95 +
231
153
56
2
442
1.919.727
53.343
4.286
4.414
1.981.770
Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010
Berdasarkan tabel I.2, jumlah penduduk penyandang tunanetra di Kota Bandung sebanyak 53.343 (tingkat kesulitan sedikit) dan 4.286 (tingkat kesulitan parah) dengan total 57.629 jiwa. Berikut Gambar I.1 pada halaman I-4
I-3
BAB I PENDAHULUAN
merupakan presentase penduduk penyandang disabilitas di Indonesia dari tahun
%
2003 sampai 2012. 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2003
2006
2009
2012
Tahun Gambar I.1 Presentase Penduduk Penyandang Disabilitas Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Gambar I.1, penduduk penyandang disabilitas di Indonesia terjadi peningkatan prevalansi setiap tahunnya terutama pada tahun 2012 peningkatan terjadi secara drastis. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2012), penyandang disabilitas terbanyak adalah penyandang yang mengalami lebih dari satu jenis keterbatasan, yaitu sebesar 39,97% diikuti dengan keterbatasan melihat, dan berjalan atau naik tangga dan lain-lain. Berikut Gambar I.2 merupakan distribusi penyandang disabilitas di Indonesia menurut jenis disabilitas.
I-4
BAB I PENDAHULUAN
Gambar I.2 Distribusi Penyandang Disabilitas di Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI (2014), pada tahun 2012 di Indonesia tercatat sebanyak 1,5% dari penduduk Indonesia adalah penyandang tunanetra. Indonesia menempati posisi kedua kebutaan di dunia setelah Ethiopia yaitu sebanyak 3,5 juta dari total penyandang kebutaan dunia sebanyak 45 juta jiwa, dengan 90.000 diantaranya merupakan anak-anak dan remaja. Di Jawa Barat jumlah penduduk yang mengalami kebutaan sebanyak 473.000 atau 1,1% dari total penduduknya. Jumlah tersebut didominasi oleh katarak yang mencapai 240.000 orang pada tahun 2012. Jika tidak ada tindakan yang dilakukan maka angka kebutaan akan terus meningkat, bahkan diperkirakan menjadi dua kali lipat hingga 90 juta jiwa pada tahun 2020. Adapun usaha penanganan yang dilakukan pemerintah untuk pemenuhan akan adanya fasilitas khusus untuk penyandang tunanetra dalam bentuk mendirikan sekolah luar biasa, panti sosial untuk tunanetra dan fasilitas pendidikan terpadu lainnya baik formal maupun informal. Namun pada kenyataannya tidak semua penyandang tunanetra dapat belajar pada pendidikan terpadu dan SLB, hal ini dikarenakan kurangnya jumlah fasilitas yang tersedia bagi penyandang tunanetra di Indonesia untuk mendapatkan pendidikan formal maupun informal. Padahal pendidikan ini diperlukan untuk kelak mereka dapat berkontribusi dalam masyarakat demi kesejahteraan hidup mereka. Berikut Gambar I.3 merupakan jumlah siswa tunanetra di Indonesia dan Jawa Barat.
Jumlah Siswa Tunanetra 5446
Siswa Tunanetra
6000 5000
4007 3507
4000 3000
Jawa Barat
2000 1000
1055
660
617
Indonesia
0 2012/2013
2014/2015
2015/2016
Periode Pendidikan Gambar I.3 Jumlah Siswa Tunanetra di Indonesia dan Jawa Barat
I-5
BAB I PENDAHULUAN
Sumber : http://publikasi.data.kemdikbud.go.id
Berdasarkan gambar I.3, jumlah siswa tunanetra yang belajar pada pendidikan terpadu
di Indonesia dan Jawa Barat mengalami kenaikan pada
periode 2012/2013 ke periode 2014/2015 akan tetapa terjadi penurunan pada periode selanjutnya, hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti kurangnya
fasilitas
yang
disediakan
pemerintah,
faktor
ekonomi
yang
menyebabkan beberapa anak tunanetra tidak dapat menempuh pendidikan dan sebagainya. Setiap individu wajib menerima pendidikan dan dalam kegiatan belajar setiap individu diperlakukan secara sama begitu pula dengan individu yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra. Tunanetra juga layak mendapatkan pendidikan seperti umumnya individu-individu lainnya untuk membantu mereka dalam menambah pengetahuan-pengetahuan mengenai halhal yang tidak dapat mereka ketahui dengan indera penglihatan. Tunanetra memiliki beberapa kendala atau gangguan dalam proses penglihatannya sehingga membutuhkan beberapa alat kompensasi berupa media pembelajaran dan teknik pengajaran yang lebih menarik dan variatif untuk memudahkan kegiatan belajarnya. Sekolah merupakan salah satu sarana pendidikan bagi semua orang terutama bagi orang-orang yang berkebutuhan khusus seperti tunanetra. Sekolah ini dapat memberikan persepsi bagi anak tunanetra sebagai lingkungan yang baru dimana mereka harus dapat beradaptasi dengan lingkunganlingkungan yang ada di sekolah tersebut. Pada umumnya lingkungan baru memberikan rasa tidak nyaman bagi anak tunanetra, terkadang juga disertai rasa takut yang berlebihan. Hal tersebut dikarenakan mereka memiliki kebutuhan khusus sehingga rasa kewaspadaan mereka sangatlah tinggi terhadap lingkungan yang masih baru bagi mereka seperti teman yang menghampiri dapat juga menjadi seseorang yang sangat asing untuk dikenalnya. Interaksi sosial yang dapat dilakukan oleh anak tunanetra sangatlah kurang dan terbatas, mereka biasanya membutuhkan waktu untuk terbiasa dengan hal-hal yang masih baru ataupun asing baginya. Pada umumnya, usia anak tunanetra untuk masuk sekolah berbeda dengan anak lainnya karena kebutuhan khusus tersebut yang dapat menjadi faktor terlambatnya memperoleh pendidikan. Namun, mereka tetap diberikan pelajaran yang sama seperti anak-anak lainnya dimana mereka tetap mengenal
I-6
BAB I PENDAHULUAN
pelajaran seperti matematika, sejarah, agama, IPA, dan lainnya. Usia perkembangan kognitif, siswa SD khususnya anak tunatera masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam mata pelajaran yang bersifat abstrak seperti matematika ataupun sejarah, siswa membutuhkan alat bantu berupa media atau alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih mudah dipahami dan dimengerti konsep dari pelajaran tersebut. Sebagai contoh untuk pelajaran sejarah, guru harus memiliki media peta timbul untuk siswa agar mereka mengenal konsep ruang pada pelajaran tersebut. Dengan adanya media khususnya ini dapat membantu siswa untuk mengingat seperti apa peta itu dan meningkatkan ketertarikan siswa terhadap pelajaran tersebut juga. Berikut Gambar I.4 adalah contoh peta timbul untuk pelajaran sejarah bagi anak tunanetra.
Gambar I.4 Peta Timbul (Sumber : http://www.tokoedukasi.com/alat-peraga-tuna-netra-peta-timbul-dunia/)
Salah satu sekolah khusus penyandang disabilitas yang terdapat di Kota Bandung yaitu sekolah luar biasa negeri A kota Bandung dengan jumlah murid pada saat ini sebanyak 96 orang, bertugas memberikan pelayanan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan dan sosialisasi serta pembinaan lanjut bagi para penyandang tunanetra agar mampu berperan aktif dalam kehidupan sosial. Anak tunanetra memiliki sifat yang lebih sensitif dibandingkan anak-anak pada umumnya sehingga dalam proses mengajarkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini harus secara pelan-
I-7
BAB I PENDAHULUAN
pelan dan spesifik tanpa menyinggung kekurangan mereka. Anak tunanetra khususnya pada tingkat dasar cenderung tidak memahami konsep bentuk benda yang tergolong asing bagi mereka tanpa dijelaskan maupun diberikan media peraga terhadap bentuk tersebut sehingga merupakan tantangan bagi guru-guru yang mengajarkan mereka. Oleh karena itu, diperlukan suatu media atau alat peraga untuk membantu penyampaian konsep bentuk benda dasar kepada siswa tunanetra. I.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Teknik dan metode pembelajaran yang diterapkan pada sekolah bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra tentu saja harus berbeda dengan sekolah yang pada umumnya. Pengetahuan tentang sifat-sifat dari benda yang biasa dilakukan melalui penglihatan dapat dilakukan dengan rabaan bagi anak tunanetra. Dengan rabaan pada suatu benda, anak tunanetra dapat mengetahui tentang bentuk benda, besar kecilnya benda, bahkan memiliki kelebihan yaitu bisa mengerti halus kasarnya dan elastisitas serta berat ringannya suatu benda hanya dengan meraba benda tersebut. Namun tetap saja terdapat kekurangan bagi anak tunanetra dimana batas rabaan dibatasi dengan jarak jangkauan tangan sehingga mereka tidak dapat mengenal benda-benda yang terlalu besar bentuknya, kemudian mereka tidak dapat mengenal benda yang tidak mungkin diraba karena sifat benda tersebut seperti api. Teknik dan metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru untuk mengajarkan anak tunanetra lebih menfokuskan kepada indera mereka yang masih berfungsi dengan baik seperti indera peraba maupun indera pendengaran dalam menyampaikan materi pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri dan Ibu Idah yang merupakan guru dari siswa SD di SLBN A Kota Bandung, mereka mengatakan bahwa perilaku dan kemampuan baik dalam hal membaca, menulis, mengenal bentuk dan sebagainya bagi beberapa siswa tunanetra masih kurang sehingga perlu
dibina
misal
dalam
pembelajaran
tulisan
maupun
huruf
harus
menggunakan tulisan braille dimana pada tingkat dasar anak tunanetra masih belum paham mengenai tulisan braille sehingga perlu diajarkan maupun dibina oleh guru, selain itu juga dalam hal mengenal suatu bentuk benda tidak dapat hanya dijelaskan dengan menggunakan kata-kata terhadap anak tunanetranya
I-8
BAB I PENDAHULUAN
sehingga diperlukan suatu alat yang dapat merepresentasikan bentuk benda tersebut agar anak tunanetra dapat meraba secara langsung dan mengetahui bentuk benda tersebut. Kemudian media dan alat peraga untuk pembelajaran bagi siswa masih tergolong sedikit dalam jumlah dan variasi alat sehingga bagi siswa penyandang tunanetra masih sulit untuk mengetahui konsep-konsep benda yang terdapat di lingkungan sekitar mereka seperti bentuk binatang, bentuk persegi, bentuk lingkaran dan lain-lain. Dengan memahami konsep bentuk benda yang terdapat di lingkungan sekitar pada tingkatan pendidikan dasar dapat mempermudah mereka untuk melakukan kegiatan belajar pada tingkatan pendidikan selanjutnya. Konsep dasar mengenai bentuk dasar inilah yang akan selalu diingat oleh anak tunanetra, apabila terjadi kesalahan dalam memahami konsep bentuk tersebut maka anak tunanetra seterusnya akan berpikir bahwa konsep bentuk yang salah tersebut. Oleh karena itu, dalam mengenalkan suatu bentuk benda apapun harus diberikan “instruksi” dan “penjelasan” yang benar sehingga anak tunanetra dapat memahami dengan benar tanpa terdapat kesalahpahaman mengenai bentuk benda yang akan dikenalkan kepada anak tunanetra tersebut. Dijelaskan bahwa setiap anak tunanetra dapat membuat bentuk benda apapun apabila mereka sudah mengenali konsep awalnya terlebih dahulu. Jadi anak tunanetra harus memahami dulu bentuk benda yang akan dibentuk misalkan bentuk bangun ruang kubus, anak tunanetra harus mengetahui penjelasan mengenai kubus tersebut dimana kubus memiliki 6 sisi persegi dan memiliki 12 rusuk dengan informasi kubus yang jelas maka anak tunanetra dapat membuatnya sendiri. Akan tetapi, dalam proses membuat bentuk kubus harus disediakan
beberapa
persegi
terlebih
dahulu
untuk
anak
tunanetra
membentuknya sendiri menjadi kubus karena sulit bagi mereka untuk membuat bentuk kubus sendiri dengan membuat bentuk persegi terlebih dahulu. Kemudian contoh lainnya dalam pelajaran matematika, siswa harus memahami dengan benar bentuk bangun datar dan bangun ruang kemudian menerapkan rumus untuk mencari baik luas maupun keliling bangun tersebut. Apabila mereka hanya mendengarkan penjelasan dari guru mengenai rumusrumus tersebut tanpa memahami bentuk bangun datar dan bangun ruang tentu saja mereka kelak akan bingung untuk menghitungnya ketika terdapat kombinasi bangun ruang dimana mereka tidak dapat membayangkan bentuk kombinasi
I-9
BAB I PENDAHULUAN
tersebut yang hanya didengarkan melalui penjelasan dari gurunya. Berikut Gambar I.5 dan Gambar I.6 pada halaman I-10 merupakan proses pengajaran siswa tunanetra kelas I di SLBN A Kota Bandung.
Gambar I.5 Proses Pengajaran Siswa Kelas 1 di SLBN A Kota Bandung
Gambar I.6 Proses Pengajaran untuk Siswa Tunanetra
Berdasarkan Gambar I.5 dan Gambar I.6, dapat dilihat bahwa Guru sedang membantu siswa tunanetra dalam hal belajar dengan menggunakan alat atau media peraga yang seadanya di sekolah seperti menggunakan tulisan braille untuk mengajarkan bentuk huruf dan beberapa bentuk balok yang digunakan untuk menyusun balok tersebut menjadi beberapa tingkatan balok. Kesulitan dalam menyusun balok menjadi beberapa tingkatan balok ini dikarenakan anak tunanetra yang tidak mengetahui pola penyusunan yang benar sehingga harus dibimbing terlebih dahulu. Pada proses pembelajaran siswa tunanetra di kelas 1 ini masih tergantung pada guru mereka karena siswa tunanetra masih belum begitu memahami kegiata belajar pada kelas dasar yaitu kelas 1 sehingga diperlukan bimbingan dari guru mereka dalam menjelaskan hal-
I-10
BAB I PENDAHULUAN
hal dasar. Berikut Gambar I.7 dan I.8 adalah beberapa contoh alat dan media peraga bagi siswa SLBN A Kota Bandung.
Gambar I.7 Alat dan Media Peraga 1
Gambar I.8 Alat dan Media Peraga 2
Berdasarkan Gambar I.7 dan I.8, alat dan media peraga yang terdapat di SLBN A Kota Bandung masih tergolong sedikit dalam jumlah dan variasi alat terutama dalam hal mengenal bentuk maupun membuat bentuk sehingga menimbulkan kesulitan bagi para guru untuk menyampaikan materi-materi pendidikan yang memerlukan alat peraga khusus. Alat dan media peraga yang terdapat pada Gambar I.7 adalah alat peraga untuk mengenal bentuk bangun datar dan mengenal tulisan braille yang biasa digunakan pada semua tingakatan kelas, sedangkan pada Gambar I.8 terdapat beberapa alat peraga untuk memasukan benda dengan ukuran yang sesuai yang biasa digunakan pada kelas 1 dan 2 untuk membantu siswa tunanetra mengenal bentuk. Selain alat
I-11
BAB I PENDAHULUAN
peraga tersebut, masih terdapat beberapa alat peraga lainnya seperti peta timbul, riglet untuk menulis tulisan braille, alat peraga untuk mengetahui waktu, dan sebagainya. Akan tetapi, beberapa alat peraga ini sudah tidak dapat dipakai atau rusak yang mengakibatkan kekurangan alat peraga. Kemudian alat peraga yang khusus untuk anak tunanetranya sendiri seperti peta timbul, braille, dan sebagainya masih tergolong sedikit dalam jumlah dan variasi alat, lebih banyak alat peraga untuk anak umum dimana tidak semua alat peraga untuk anak umum dapat digunakan oleh anak tunanetra sehingga diperlukan modifikasi terhadap alat peraga tersebut. Misalnya alat peraga Globe untuk mengenalkan benuabenua yang terdapat di bumi diperlukan benua-benua yang timbul agar dapat diraba oleh anak tunanetra sehingga mereka mengetahui bentuk benua eropa seperti apa dan sebagainya. Pada kondisi pembelajaran di SLBN A Kota Bandung saat ini menggunakan alat peraga yang hanya terdapat di sekolah tersebut. Pada kelas 1 sampai 3, pembelajaran untuk bentuk bangun dasar hanya sekedar untuk dikenalkan bagi siswa tunanetra kelak untuk kelas berikutnya mereka sudah memahami bentuk bangun dasar tersebut dan kemudian mereka dapat mulai menghitung luas, volume, keliling dan sebagainya mengenai bentuk bangun dasar tersebut. Pada kelas 4 sampai 6, siswa tunanetra diajarkan mengenai perhitungan seperti volume, luas, keliling dan sebagainya pada bentuk-bentuk bangun dasar. Dalam proses perhitungan bangun dasar tersebut, guru hanya dengan menjelaskan rumus-rumus yang dibutuhkan dalam suatu bentuk bangun dasar, misal untuk bentuk balok rumus yang digunakan untuk mencari volume adalah panjang x lebar x tinggi. Penggunaan alat peraga bentuk bangun dasar untuk setiap tingakatan sama, namun penyampaian materi pelajarannya saja yang berbeda. Sedangkan untuk mengenalkan bentuk bangun dasar seperti kubus, balok dan sebagainya, guru SLBN A Kota Bandung ini menggunakan karton kemudian dilipat menjadi sebuah bangun dasar, kemudian terdapat alat peraga yang sudah dalam bentuk jadi dalam mengenal bentuk dasar seperti kubus, balok, limas dan lain-lain. Selain itu juga guru menggunakan braille untuk mengenalkan bentuk bangun dasar tersebut kepada siswa tunanetra. Misal menggunakan braille dalam hal mengenal bentuk persegi, terdapat sebuat buku braille yang berisikan bentuk-bentuk bangun dasar jadi siswa tunanetra hanya
I-12
BAB I PENDAHULUAN
meraba bentuk bangun dasar yang timbul pada buku tersebut sehingga siswa tunanetra dapat mengetahui bentuk tersebut. Kekurangan dari alat peraga sekarang adalah variasi alat tidak beragam dan siswa tunanetra selalu membutuhkan bimbingan dalam mengenal suatu bentuk. Dalam membuat suatu bentuk bangun ruang seperti balok dengan menggunakan karton dimana karton tersebut terdapat lipatan-lipatan yang perlu dilipat oleh siswa tunanetra dalam proses melipat menjadi balok tersebut siswa tunanetra perlu dibantu oleh guru. Dari hasil wawancara terhadap guru SLBN A Kota Bandung dapat disimpulkan bahwa hal utama yang diperlukan dalam proses pendidikan bagi siswa tunanetra adalah alat dan media peraga agar mempermudah proses penyampaian materi pendidikan terutama dalam pelajaran matematika. Oleh karena itu, diperlukan alat dan media peraga mengetahui konsep awal bentuk bangun ruang yang merupakan kelanjutan dari pelajaran matematika bentuk bangun datar dimana siswa tunanetra sudah mengetahui bentuk bangun datar seperti persegi, lingkaran, segitiga dan sebagainya. Dengan adanya alat peraga untuk mengetahui bentuk bangun ruang, siswa tunanetra dapat mengetahui dan membayangkan bentuk tersebut ketika mereka sedang mengerjakan soal-soal yang berhubungan bentuk tersebut dan siswa tunanetra juga dapat membuat bentuk bangun ruang tersebut secara mandiri dari bangun datar yang telah mereka pelajari, serta siswa tunanetra juga dapat memahami bentuk bangun ruang secara keseluruhan seperti jumlah bangun datar yang diperlukan untuk membentuk bangun ruang tersebut. Selain siswa tunanetra dapat membuat bentuk bangun ruang tanpa perlu adanya bantuan dari orang lain, juga dapat menimbulkan interaksi antara siswa dengan alat peraga tersebut sehingga siswa tidak cepat bosan dalam kegiatan belajar. Pendidikan yang semakin tinggi tingkatannya maka semakin sulit juga pelajarannya, pelajaran matematika tentang bentuk bangun ruang juga dapat menjadi sulit seperti terdapat kombinasi-kombinasi bangun ruang yang dapat menyulitkan bagi anak berkebutuhan khusus apabila tidak mengenal konsep dengan benar mengenai bentuk awal bangun ruang pada pendidikan dasar. Dengan dilakukannya identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang dialami oleh siswa tingkat dasar di SLBN A kota Bandung sebagai berikut.
I-13
BAB I PENDAHULUAN
1. Apa saja kebutuhan yang perlu diakomodasikan dalam rancangan alat bantu pengajaran untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang? 2. Bagaimana rancangan alat bantu pengajaran yang dapat diterapkan untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang untuk siswa tingkat dasar di SLBN A kota Bandung? 3. Bagaimana evaluasi rancangan alat bantu pengajaran untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang terhadap siswa tingkat dasar di SLBN A kota Bandung? I.3 Pembatasan Masalah dan Asumsi Penelitian Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, perlu dilakukan penetapan batasan dan asumsi. Penetapan tersebut diperlukan dengan tujuan agar luang lingkup pembahasan tidak terlalu luas dan pembahasan dapat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Berikut batasan-batasan yang diperlukan, antara lain: 1.
Studi penelitian dilakukan pada siswa penyandang tunanetra total blind dan low vision tingkat dasar di SLBN A kota Bandung.
2.
Bentuk bangun ruang yang diterapkan berdasarkan kombinasi dari 4 bentuk bangun datar yaitu persegi, persegi panjang dan segitiga sama sisi sebagai bentuk dasar yang sering ditemui dalam kehidupan seharihari. Bangun ruang yang dibuat yang lebih banyak diperlukan seharihari.
3.
Jenis prototipe yang akan dibuat yaitu high-fidelity prototype. Selain batasan-batasan, terdapat asumsi yang perlu diterapkan yaitu
sebagai berikut : 1.
Cara dan alat pengajaran di SLBN A kota Bandung tidak berubah selama kegiatan pengamatan dilakukan.
2.
Kemampuan tunanetra pada saat dilakukan testing prototipe rancangan dianggap sama.
I.4 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan di sekolah luar biasa negeri A kota Bandung ini memiliki beberapa tujuan untuk dicapai. Tujuan penelitian tersebut antara lain:
I-14
BAB I PENDAHULUAN
1. Mengidentifikasi
kebutuhan
yang
perlu
diakomodasikan
dalam
perancangan alat bantu pengajaran untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang. 2. Merancang alat bantu pengajaran yang akan diterapkan untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang. 3. Mengevaluasi rancangan alat bantu pengajaran yang akan diterapkan untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang bagi siswa tingkat dasar di SLBN A kota Bandung. I.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan karena memiliki beberapa manfaat. Manfaat dari penelitian tersebut antara lain: 1. Mengetahui masalah-masalah yang dialami oleh siswa tunanetra SLBN A kota Bandung khususnya tingkat dasar. 2. Membantu dan menerapkan solusi untuk memecahkan masalah yang dialami siswa penyandang tunanetra tingkat dasar di SLBN A kota Bandung. 3. Membantu proses pembelajaran bagi siswa tunanetra tingkat dasar di SLBN A Kota Bandung dalam bidang pendidikan. 4. Membantu siswa penyandang tunanetra tingkat dasar di SLBN A Kota Bandung untuk mengenal dan membuat bentuk bangun ruang. I.6 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah penelitian dilakukan. Hal tersebut perlu adanya dengan tujuan agar pembaca dapat mengetahui langkah-langkah yang diambil peneliti dalam melakukan penelitiannya. Berikut dibawah ini penjelasan mengenai langkah-langkah metodologi penelitian yang dilakukan, antara lain: 1. Penentuan Topik Penelitian. Awal penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi masalah-masalah yang dialami siswa tingkat dasar pada sekolah luar biasa negeri A kota Bandung tersebut secara keseluruhan. Setelah pengumpulan masalahmasalah tersebut, dilakukan proses bimbingan penelitian untuk menentukan topik masalah.
I-15
BAB I PENDAHULUAN
2. Studi Pendahuluan. Terdapat dua studi pendahuluan yang dilakukan, yaitu studi lapangan dan studi literatur. Studi lapangan yang dimaksud adalah dengan meninjau langsung ke sekolah luar biasa dan dibimbing oleh guru dari sekolah luar biasa tersebut. Kemudian diskusi bersama dilakukan untuk membahas mengenai hasil yang didapat dari pengamatan hari tersebut. Sedangkan studi literatur dilakukan dengan dosen pembimbing untuk membahas cara penyelesaian masalah menggunakan teori-teori terkait. 3. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah. Identifikasi dengan topik yang dibahas. Identifikasi masalah menjelaskan mengapa hal tersebut merupakan suatu masalah bagi siswa SLBN A kota Bandung. Setelah diketahui masalah-masalah yang terdapat pada sekolah, maka akan ditentukan topik masalah yang akan diambil. Perumusan masalah akan berhubungan erat dengan identifikasi masalah yang sudah ditentukan sebelumnya. Perumusan masalah adalah membentuk identifikasi masalah tersebut menjadi sekumpulan pertanyaan yang perlu dijawab atau diberikan solusinya. 4. Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kebutuhan siswa tunanetra. Data kebutuhan didapatkan dengan melakukan wawancara terhadap guru dan observasi terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. 5. Pengolahan Data Dalam pengolahan data dilakukan pembuatan spesifikasi produk yang diinginkan berdasarkan data kebutuhan kemudian dilakukan pembuatan beberapa ide konsep produk berdasarkan data kebutuhan pengguna. Data pengolahan tersebut akan digunakan kembali dalam merancang produk akhir. 6. Perancangan dan Evaluasi Hasil Rancangan Dalam perancangan dan evaluasi hasil rancangan dilakukan pemilihan konsep produk, menetapkan spesifikasi akhir produk, pembuatan prototipe produk, dan melakukan pengujian dan penilaian produk. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah produk yang telah dibuat dapat berjalan dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan pengguna.
I-16
BAB I PENDAHULUAN
7. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan penelitian yang telah ditentukan, sedangkan saran yang diberikan adalah untuk sekolah luar biasa dilakukannya penelitian dalam mengajarkan siswanya. Rangkuman metodologi penelitian ini akan dibuat ke dalam diagram alir agar dapat lebih terlihat jelas alur penelitian yang dilakukan. Berikut ini Gambar I.7 merupakan diagram alir metodologi penelitiannya.
I-17
BAB I PENDAHULUAN
Gambar I.6 Metodologi Penelitian
I.7 Sistematika Penulisan
I-18
BAB I PENDAHULUAN
Sistematika penulisan pada laporan penelitian ini dituliskan guna menjelaskan secara singkat isi dari setiap bab yang ada. Berikut penjelasan sistematika penulisan laporan penelitian. BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah pada penelitian,
, identifikasi dan perumusan masalah penelitian, pembatasan masalah dan asumsi yang diberlakukan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang dilakukan, dan terakhir sistematika penulisan laporan. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan
topik penelitian yang diambil dan berguna sebagai acuan peneliti untuk memperhatikan faktor-faktor penting dalam perancangan produk untuk tunanetra.
BAB III PENGUMPULAN DATA DAN PERANCANGAN Bab
ini
menjelaskan
mengenai
cara
pengumpulan
data
dan
peracangan. Dalam perancangan sudah termasuk pengolahan data yang didapatkan sampai merancang produk sesuai data tersebu. Cara pengumpulan data tersebut dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap guru siswa tunanetra dan observasi kegiatan belajar di SLBN A Kota Bandung. Setelah didapatkan data-data tersebut, selanjutnya mengolah data tersebut dengan mengelompokan beberapa kebutuhan yang sama untuk menjadi spesifikasi produk. Kemudian dari list spesifikasi produk tersebut dibuatlah beberapa konsep rancangan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Langkah selanjutnya adalah melakukan pemilihan terhadap rancangan produk yang terbaik dan membuat prototipe dari produk yang terpilih tersebut. Setelah prototipe telah selesai dibuat, tahap selanjutnya adalah melakukan pengujian dan penilaian prototipe tersebut kepada siswa tunanetra SLBN A Kota Bandung. Pengujian dilakukan dengan memberikan beberapa task list mengenai produk terpilih yang harus dikerjakan oleh siswa tunanetra. Setelah melakukan pengujian prototipe, maka siswa tunanetra akan memberikan penilaian terhadap produk tersebut melalui SUS dan memberikan beberapa komentar positif dan negatif mengenai produk yang telah dibuat tersebut.
I-19
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV ANALISIS Bab ini menjelaskan analisis yang dilakukan terhadap data yang telah didapatkan dan diolah yaitu data kebutuhan dan spesifikasi produk; analisis mengenai beberapa alternatif konsep rancangan produk; analisis mengenai kriteria pemilihan konsep produk; analisis pembuatan prototype; analisis mengenai pengujian dan penilaian prototype; dan analisis mengenai evaluasi terhadap rancangan produk yang telah dipilih. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan-kesimpulan yang didapat peneliti selama penelitian dengan memberikan solusi atas masalah yang terjadi dan juga memberikan saran-saran baik kepada pihak sekolah maupun kepada pembaca.
I-20