Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada Industri Pupuk Hayati (Biofertilizer) 1
1
Tualar Simarmata, 1Benny Joy, dan 2Nana Danapriatna
1
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung M ahasiswa Program Pascasarjana Unpad dan Staf Fakultas Pertanian, Universitas Islam Bekasi
2
Abstrak. Penelitian dan pengembangan (litbang) merupakan fondasi dari industri pupuk hayati untuk menghasilkan produk (biofertilizers) yang efektif dan efisien dalam men ingkatkan ketersediaan hara, efisiensi pemupukan dan produktivitas tanaman. Secara garis besar pupuk hayati terdiri dari kelo mpok (1) penambat N (simbiotik dan nonsimb iotik), (2) pemobilisasi P (phosphate mobilizing biofertilizers) meliputi mikroba pelarut P dan mikoriza, (3) sellulolit ik atau organisme pengurai bahan organik (Organic matter decomposer), dan (4) kelo mpok PGPR (plant growth promotingrhizobacteria). Kontribusi pupuk hayati dalam mensubsitusi p upuk nitrogen pada tanaman legum dapat mencapai 70-90%, sedangkan pada tanaman non legum kontribusinya masih sekitar 25%. Ketersediaan P terfiksasi dalam mineral maupun yang terikat dalam senyawa organik berkaitan erat dengan aktivitas mikroba tanah (enzim tanah). Deko mposer berperan dalam mineralisasi bahan organik untuk menghasilkan hara makro, maupun hara mikro dan humus. Penelit ian saat ini masih terfo kus pada penerapan bioteknologi konvensional (tradisionil), yaitu dengan menjaring dan memperbanyak iso lat-isolat unggul alami dari berbagai ekosistem dan pemanfaatan inokulan ganda (inokulan majemuk ) yang mu ltifungsi. Pengomposan berbagai limbah memerlukan deko mposer mu ltifungsi untuk menghasilkan pupuk organik berkualitas prima (kandungan hara relatif t in ggi, C/N < 25, humus tinggi, kandungan mikroba menguntungkan tinggi dan KTK tinggi) sehingga mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan men ingkatkan kesuburan tanah (soil health and soil quality). Terobosan bioteknologi moderen diharapkan mampu men jad paranodule menambat N2 dari udara. Produksi pupuk hayati saat ini masih relatif sangat kecil dibandingkan dengan potensi permintaan (pasar). Pengembangan industri pupuk hayati yang didukung oleh tenaga ahli dari lembaga penelitian atau perguruan tinggi merupakan terobosan untuk menghasil pupuk hayati yang efektif dan efisien. Kunci sukses biofertilizers tergantung pada kemampuannya mensubsitusi pupuk anorganik, kualitas dan kestabilan produk, distribusi dan kemudahan mendapatkan produk dengan harga yang ekonomis. Kata k unci: Pupuk hayati, penambat N, deko mposer, pelarut P, PGPR, mikoriza PENDAHULUAN Pengembangan pertanian menjadi suatu keharusan, baik melalui program ektensifikasi maupun intensifikasi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan yang terus men ingkat sejalan dengan kenaikan ju mlah penduduk. Diperkirakan doubling time jumlah 1
Tualar Simarmata et al.
penduduk di Indonesia hanya sekitar 40 tahun sehingga pada tahun 2050 ju mlah penduduk di Indonesia akan mencapai sekitar 480 juta jiwa. A kibatnya, kebutuhan akan pangan dan produk pertanian, lahan pemukiman akan men ingkat. Di lain pihak konversi lahan ke non pertanian terus meningkat (Suryana, 2008; BPS, 2010, Simarmata, 2011; Anomim, 2012). Konsekuensinya, pertanian intensif yang bertumpu pada penggunaan pupuk anorganik dan berbagai bahan kimia lainnya terus dikembangkan untuk meningkatkan produksi pangan dan produk pertanian lainnya (Anonim, 2011). Akibatnya, kebutuhan input (pupuk buatan, pestisida, bahan kimia lainnya) dan penggunaan energi yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable energy) terus meningkat (Simarmata, 2011, BPS, 2010). Ketergantungan pada pupuk anorganik berkaitan langsung dengan terus men ingkatnya harga pupuk dan biaya produksi. Di lain pihak, penggunaan pupuk anorganik secara intensif ternyata memberikan dampak terhadap penurunan kualitas dan kesehatan tanah (soil quality and soil health). Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan terutama nitrogen akan memacu perombakan bahan organik tanah dan penurunan kandungan C-organik. Kondisi saat ini, mengindikasikan bahwa kandungan karbon lahan kering maupun lahan basah telah menurun drastis dan su dah termasuk ketagori rendah-sangat rendah (<1,5%). Kajian terkin i, menunjukkan bahwa 90% dari 70 juta ha lahan pertanian telah terdegradasi dengan signifikan, bahkan sudah dikategorikan sebagai lahan sakit dan kelelahan (sick and fatigue soils). Dari sekitar 7,8 juta ha lahan sawah (lahan sawah irigasi sekitar 6,9 juta ha dan 0,9 juta ha lahan sawah rawa/pasang surut), sekitar 5 juta hektar telah termasuk lahan sakit (Las, 2010; Anonim, 2011: Simarmata dan Joy, 2012). Revitalisasi pemulihan dan peningkatan produktivitas lahan secara berkelanjutan dapat dilaku kan dengan meningkatkan peranan pupuk hayati dalam (1) meningkatkan dan memfasilitasi ketersediaan hara, (2) menghasilkan pupuk organik beragen hayati, (3) mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan bahan energy berbahan fosil, (4) memperbaiki kesehatan tanah dan meningkatkan produktivitas tanah maupun tanaman. Dalam arti sempit (in strict sense) pupuk hayati bukanlah pupuk yang langsung memberikan hara bagi tanaman, tetapi secara tidak langsung meningka tkan ketersediaan hara bagi tanaman (Boraste et al. 2009; Panda, 2011). Pupuk hayati (biofertilizers) didefinisikan sebagai berikut :
containing live or latent cells ofefficient strains of nitrogen fixing, phosphatesolublising or cellulolytic microorganisms used forapplication to seeds, soil or composting areaswith the objective of increasing the number ofsuch microorganisms and accelerate thosemicrobial process which augment the availabilityof nutrients that (Boraste et al. 2009).
2
Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Biofertilizer are natural and organic fertilizer that helps to keep in the soil with all the nutrients and live microorganisms required for the benefits of the plants (Panda, 2011). Biofertilizer is a material containing microorganism(s) added to a soil to directly or indirectly make certain essential elements available to plants for their nutrition. Biofertilizers are defined as preparations containing living cells or latent cells of interactions in the rhizosphere when applied through seed or soil (http://agritech.tnau. ac.in/org_farm/ orgfarm_biofert ilizers.html). Biofertilizers (microbial nutrients) are the product containing living cell of different types of microorganism which have an ability to mobilise nutritionally important element from non useable to usable form through biological process (Board, 2012). Biofertilizer is a product that containsliving microorganisms, which exert direct or indirect beneficial effects onplant growth and crop yield through different mechanisms (Fuentes-Ramirez and Caballero-Mellado, 2005:). Biofertilizer is a product containing carrier based (solid or liquid) living microorganisms which are agriculturally useful in terms of nitrogen fixation, phosphorus solubilization or nutrient mobilization, so as to increase the productivity of the soil and/or the crop (The gazette of India, 2006 in Adholeya and Pant, 2007). Pupuk hayati adalah inokulan berbahan aktif organisme hidup atau laten dalam bentuk cair atau padat yang memiliki kemampuan untuk memobilisasi, memfasilitasi dan men ingkatkan ketersediaan hara tidak tersedia (N 2 hara terikat dalam mineral atau terikat dalam bentuk senyawa organik) men jadi bentuk tersedia melalui p roses biologis. Deko mposer atau mikroba perombak dikategorikan sebagai pupuk hayati karena berperan aktif dalam mengubah hara tidak tersedia atau terikat dalam bentuk senyawa organik men jadi hara tersedia melalui proses mineralisasi atau dekomposisi. Kelo mpo k pupuk hayati (biofertilizers) yang sangat potensial untuk pertanian terpadu berbasis organik (environmentally friendly agiculture), antara lain meliputi: penambat N (simbiotik dan nonsimb iotik), mikroba pelarut P, mikroba pelarut K, mikroba penghasil fitohormon pemacu tumbuh tanaman (plant growth promoting rhizobacteria), mikroba perombak bahan organik (decomposer) dan mikroba yang berperan sebagai agen hayati (Board, 2012, Singh dan Purohit 2011). Dibandingkan dengan pupuk anorganik (chemical fertilizers), pupuk hayati dapat berfungsi ganda (multipurpose) yaitu meningkatkan ketersediaan hara, menghasilkan pemacu tumbuh (PGPR), dan agen hayati yang dapat menekan pertumbuhan mikroba pathogen (Kloepper, 1993, Sharma et al. 2004, Sunita, 2010; Simarmata, 2011; Panda, 2011). 3
Tualar Simarmata et al.
Kontribusi pupuk hayati di Indonesia tersebut masih relat if rendah dibandingkan potensinya. Potensi bakteri penambat N (simbiotik dan nonsimb iotik) dapat dimanfaatkan untuk mensuplai kebutuhan N tanaman hingga 75%, mikroba pelarut P (bakteri dan jamur) berperan penting dalam men ingkatkan ketersediaan P hingga 50%. Kendala utama dalam pemanfaatan pupuk hayati berkaitan erat dengan: (1) keefektifan pupuk hayati tidak langsung terlihat, (2) ketersediaan pupuk hayati masih terbatas, (3) pengetahuan maupun pemahaman masih rendah. Pupuk hayati penambat nitrogen (simbiotik maupun nonsimbiotik ) perlu mendapat perhatian khusus agar dapat meningkatkan ketersediaan nitrogen bagi tanaman. Bakteri pembentuk bintil akar (nodula) pada tanaman legum telah mampu mensuplai kebutuhan tanaman sekitar 75-90%, sedang yang nonsimbiotik umu mnya sekitar 25% (Simanungkalit et al. 2006, Simarmata, 2011). Hingga saat ini teknologi yang dikembangkan masih terfo kus pada teknologi tradisonil (traditionally biotechnology) untuk men jaring isolat unggul. Pemanfaatan bioteknologi moderen pada tanaman non legu paranodule sehingga dapat meningkatkan kemampuan fiksasi N (Kennedy et al. 1992, 1997; Bruulsema, 2007). Peranan penelitian dan pengembangan sangat menentukan dalam membangun industri pupuk hayati. Industri pupuk hayati memerlukan tenaga ahliyang spesifik (highly qualified) karena berkaitan dengan karakteristik pupuk hayati yang dinamis dan spesifik. Konsekuensinya perkembangan industri pupuk hayati di Indonesia sangat tergantung pada dukungan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan pupuk hayati, baik sebagai inokulan tunggal maupun pupuk hayati majemu k yang efektif dan efisien dalam men ingkatkan ketersediaan hara, produktivitas tanah maupun tanaman. Aplikasi pupuk hayati penambat N simb iotik (Bradyrhizobium japonicum) pada tanaman kedelai sangat efektif untuk mening katkan ketersediaan hara dan dapat mensubstitusi penggunaan pupuk anorganik hingga 75% (Saraswati et al. 1998; Simanungkalit et al. 2006). Oleh karena itu, industri pupuk hayati penghasil inoku lan bakteri penambat N tersebut telah berkembang dengan baik dan penggunaan inokulan penambat N pada pertanaman legum men jadi sangat diperlukan untuk menekan biaya produksi (efisiensi usaha tani). Hasil penelitian terbaru memperlihatkan bahwa penggunaan pupuk hayati majemuk (konsorsium penambat N, pelarut P dan penghasil fitohormon) dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan meningkatkan pertu mbuhan dan hasil tanaman padi, jagung dan tanaman sayuran dengan signifikan (Simarmata et al. 2010; Singh and Purohit, 2011). Pupuk hayati cendawan mikoriza ternyata mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Cendawan mikoriza arbusklar (endomiko riza) dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman semusim maupun tanaman tahunan, sedangkan ektomikoriza u mu mnya hanya terdapat pada tanaman tahunan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bibit bermikoriza pada program penghijauan atau revegetasi areal tambang tumbuh lebih baik dibandingkan dengan bibit tanpa mikoriza (Setiadi, 2004; Sieverding, 19 91; Brudrett, 1998 & 2008). 4
Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Terobosan teknologi untuk meningkat kan efektiv itas maupun teknik produksi pupuk hayati dengan kualitas baik dan stabil sangat diperlukan dalam menunjang pengembangan pupuk hayati. Sebaliknya pengembangan industi pupuk hayati diperlukan untuk menunjang penelitian dan pengembangan. Percepatan pengembangan teknologi pupuk hayati memerlukan dukungan dari berbagai pihak atau pemangku kepentingan (swasta, pemerintah, dan sumber dana lainnya) untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik dan mendukung pertanian terpadu berkelanjutan (integrated sustainable agriculture). INDUSTRI PUPUK HAYATI DAN PROSPEKNYA Pupuk hayati diperkirakan sudah dipergunakan sejak 5.000 tahun yang lalu untuk men ingkatkan kesuburan dan pertumbuhan tanaman. Pada abad ke-19 Hellriegal dan Wilfarth membukt ikan bahwa tanaman legum mampu menambat N dari udara. Selanjutnya, Beijerinck, pada tahun 1888 mengisolasi bakteri nodula (Rhizobium) dari akar tanaman legum. Pupuk hayati pertama yang diko mersialkan adalah rh izobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan (Simanungkalit et al. 2006). Secara ko mersial dipasarkan di A merika Serikat dengan nama dagang. Pupuk hayati berbahan aktif Azotobakter, dikenal dengan nama Azotobakterin pada tahun 1930 -an dan 1940-an banyak digunakan di Uni Sovyet untuk meningkat kan produksi berbagai tanaman. Pupuk bakteri berbahan aktif pelarut P yang dikenal dengan nama fosfobakterin (bahan aktif Bacillus megaterium)digunakan secara luas di Eropa Timur. Penggunaan pupuk hayati secara komersial di Indonesia diawali dengan adanya program peningkatan produksi tanaman kedelai. Pembuatan inokulan rhizobia dimu lai di Laboratoriu m Mikrobio logi, Fakultas Pertanian Universitas Gad jah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmig ran (Jutono, 1982). Inoku lan diberikan kepada petani dalam bentuk paket dalam proyek intensifikasi kedelai (Simanungkalit et al. 2006). Penggunaan inokulan ini dengan nama Legin sangat efektif dan mampu mensubstitusi pupuk urea hingga 75% (Saraswati et al. 1998). Sayangnya hingga saat ini produksi inokulan ini masih tergantung pada pesanan pemerintah (tergantung proyek) sehingga ketersediannya di pasar bebas relative terbatas. Diperkirakan dengan semakin men ingkatnya harga pupuk urea, pengurangan subsidi dan meningkatnya kesadaran pertanian ramah lingkungan dapat mendorong pengembangan industri pupuk hayati (Simanungkalit, 2006, Husen et al. 2006; Ginting et al. 2006). Produsen pupuk hayati di Indonesia sangat bervariasi dengan berbagai produk. Produk tersebut mengacu pada Permentan No. 70 tahun 2011. Perkembangannya sangat menggembirakan dan sudah diproduksi dalam bentuk pupuk hay ati majemu k. Hanya saja data produksi maupun pasar masih belu m tersedia. Data penggunaan pupuk hayati masih 5
Tualar Simarmata et al.
terfokus pada program pemerintah melalui p royek intensifikasi, khusus tanaman kedelai. Data memperlihatkan bahwa penggunaan pupuk hayati legin terus menurun, jika pada tahun 1990-an sudah digunakan sekitar 20 ton, saat ini hanya sekitar 2-5 ton. Perkembangan penggunaan inokulan Legin tiap tahun sejak tahun1981 -1995 (Tabel 1) (Saraswati et al. 1998). Tabel 1.
Penggunaan inokulan Legin berbahan aktif penambat N symb iotik (Bradyrhizobium japonicum) diperkaya dengan bakteri pelarut fosfat Tahun 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988
Jumlah (ton) 7,5 6,1 10,1 20,1 17,1 24,7 13,0 < 1,0
Tahun 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995
Jumlah (ton) <1,0 < 1,0 15,0 15,0 1,0 <1,0 >2,0*
* perkiraan
Industri pupuk hayati di Indonesia umu mnya masih t ermasuk kategori industri kecil-menengah berbasis teknologi bioteknologi trad isional. Dibandingkan dengan negara negara di Asia (India, China, Jepang, Thailand), penggunaan pupuk hayati termasuk sangat rendah. India termasuk Negara yang memiliki perkembangan pesat dan menggunakan pupuk hayati dalam ju mlah besar, yakni sekitar 20.000 25.000 t.th -1 (Sunita, 2010) (Gambar 1), tetapi bila dibandingkan potensi kebutuh an penggunaan pupuk hayati tersebut masih termasuk sangat rendah (Tabel 2).
Gambar 1. Perkembangan dan pertumbuhan pupuk hayati di India (Bio-fertilizer Statisics, Fertilizers Association of India, 1992-2008).
6
Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Tabel 2. No. 1 2 3 4 5
Produksi dan perkiraan potensi pasar pupuk hayati di India (Sing dan Purohit, 2011)
Pupuk Hayati Azotobacter Azospirillum Rhizobium Pelarut Fosfat Lainnnya (PGPR, Dekomposer, BGA, dll) BGA Azolla Total
Produksi (ton)* 3.360,8 2.944,5 2.825,9 10.675,9 18.821,
38.932,7
Potensi Pasar (ton) 162.610 482.000 35.730 275.500 267.720 20.380 1.243.940
Sumber : NCOF Annual Report 2008-2009
Kementerian Pertanian pada tahun 2010 meluncurkan program pemulihan kesuburan lahan sawah berkelanjutan (PKLSB) dengan memberi paket bantuan pupuk hayati berupa konsorsium pupuk hayati penambat N dan pelarut P dan mikroba perombak jerami (dekomposer) yang dikenal dengan program Biodeko mposer di Provinsi (Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawah Timur, DI Yogyakarta, Su lawesi Selatan, Su matera Selatan dan Su matera Barat ). Program in i secara langsung dapat mendorong baik pengembangan industri pupuk hayati maupun penelitian tentang teknologi pupuk hayati di Indonesia. Bila pupuk hayati digunakan dengan dosis 400-2.000 g ha-1 , maka potensi pasar pupuk hayati di Indonesia sangat besar, baik untuk lahan kering maupun lahan sawah. Inokulan dapat diproduksi dalam bentuk padat maupun cair (solid or liquid biofertlizers). Pupuk hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan secara ko mersial di Indonesia antara lain adalah kelo mpok: 1.
Penambat N simb iotik: (a) bakteri pembentuk nodula dengan tanaman legum: Rizhobium, Sinorhizobium (Ensifer), Bradyrhizobium rhizobium, (b) bakteri yang besimbiosis dengan tanaman Azolla, (c) bakteri pembentuk nodula pada batang (stem nodulation bacteria), (d) blue green algae, (d) bakteri penambat N nonsimbiotik (Azotobacter dan Azospirillum).
2.
Mikroba pelarut fosfat dan pelarut kaliu m.
3.
Mikroba penghasil fitohormon (PGPR) dan mikroba penghasil siderofor.
4.
Cendawan miko riza (endomikoriza dan ektomikoriza).
5.
Mikroba perombak bahan organik (deko mposer).
6.
Mikroba yang berperan ganda (mu ltifungsi) yaitu sebagai penyedia hara, pemacu tumbuh, dan agen hayati.
7
Tualar Simarmata et al.
Potensi pangsa pasar pupuk hayati di Indonesia relatif besar, baik untuk inokulan dalam bentuk tunggal maupun ganda. Estimasi potensi permintaan pupuk hayati disajikan pada Tabel 2, sedangkan potensi penggunaan mikroba pengurai (decomposer) disajikan pada Tabel 3. Perkiraan ini didasarkan potensi lahan pertanian atau luas areal untuk berbagai kelo mpo k tanaman (Mulyani dan Agus, 2006; Anonim, 2011) dan potensi limbah pertanian. Bila d ibandingkan dengan potensi permintaan pupuk hayati dengan kondisi eksis saat ini penggunaan pupuk hayati maupun dekomposer, peluang untuk mengembangkan industri pupuk hayati masih terbuka lebar. Belu m berkembangnya pemanfaatan pupuk hayati di Indonesia berkaitan dengan (a) efektivitas pupuk hayati, (2) kurangnya informasi dan peranan pupuk hayati dalam men ingkatkan produktivitas tanah maupun tanaman, (3) kemudahan dalam memperoleh produk dengan harga yang terjangkau. Bila pupuk hayati mampu mensubstitusi pupuk anorganik dan meningkatkan produksi dan keuntungan usaha tani dengan signifikan, dapat diharapkan bahwa penggunaannya secara massal akan terwujud. Tabel 2. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Estimasi potensi penggunaan pupuk hayati di Indonesia
Tanaman Padi sawah Padi gogo Kacang kedelai Kacang lainnya Jagung Tanaman sayuran Tanaman perkebunan Tanaman HTI & reboisasi Tanaman hias Total
Kebutuhan (t th-1) 10.000 15.000 400 500 200 - 300 100 - 200 3.000 5.000 4.000 5.000 10.000 15.000 5.000
10.000
1.000
2.000
Formulasi konsorsium BNF + M PF konsorsium BNF + M PF Bradyrhizobium japonicum + M PF Sinorhizoium + BPF Konsorsoium BNF + MPF Konsorsoium BNF + MPF + agen hayati Konsorsoium BNF + M PF + M ikoriza + Agen Hayati Konsorsoium BNF + M PF + M ikoriza + agen hayati Konsorsoium BNF + M PF + M ikoriza + agen hayati
33.700-52.900
Catatan: (1) BNF = penambat nitrogen, M PF = mikroba pelarut fosfat, (2) perkiraan didasarkan pada luas areal dan menggunakan inokulan murni dengan dosis rendah
Tabel 3.
Estimasi kebutuhan inokulan mikroba pengurai bahan organik (decomposer) di Indonesia
No Kelompok limbah 1 Limbah pertanian (jerami, Jagung, dan lainnya) 2 Industri pertanian (kelapa sawit dan HTI) 3 Limbah organik perkotaan Total
8
Kebutuhan (t th-1) Formulasi 50.000 100.000 Konsorsium dekomposer 30.000 50.000 Konsorsium dekomposer 50.000 100.000 Konsorsium dekomposer 130.000 250.000
Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
PENELITIAN MAS A KINI DAN MASA DEPAN Pengembangan industri pupuk hayati secara komersial sangat tergantung pada efektivitas dan kemampuan meningkat kan ketersediaan hara, dan mensubstitusi penggunaan pupuk anorganik. Pupuk hayati yang efektif dan mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik secara signifikan akan mempunyai peluang pasar yang baik. Pupuk hayati baik sebagai pupuk Bio maupun sebagai dekomposer berkaitan dengan akt ivitas mikroba (organisme) yang dinamis dan berbasis bioteknologi. Selain itu, pupuk hayati banyak yang mampu berperan ganda atau multifungsi. Misalnya satu spesies mikroba tertentu dapat menambat N, menghasilkan fitohormon (PGPR), menghasilkan senyawa yan g bersifat agen hayati (bio control agent), menghasilkan siderofore dan mampu menguraikan bahan organik (decomposer). M ikroba yang mult ifungsi tersebut diharapkan mampu meningkat kan manfaat dan efisiensi penggunaan pupuk hayati. Konsekuensinya, penelitian dan pengembangan merupakan kunci pokok untuk men ingkatkan keefektifan dan keefisienan (Simanungkalit et al. 2006; Sing dan Purohit, 2011). Fokus penelitian dan pengembangan pupuk hayati saat ini, masih pada bioteknologi konvensional (tradisional) yaitu dengan menjaring dan memperbanyak isolat-isolat unggul alami dan diproses menjadi inokulan, baik sebagai inokulan tunggal maupun inokulan ganda (majemuk). Penelit ian formu lasi dan bahan pembawa memegang peranan penting dalam meningkatkan v iabilitas inokulan. Inokulan dalam bentuk dorman (latent cell), umumnya memiliki viabilitas yang relatif lama dibandingkan dengan inokulan akt if (sel hidup). Viab ilitas inokulan berkaitan erat dengan komposisi media pembawa atau carrier, nutrisi, ju mlah dan jenis bahan aktif, pengemasan dan penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan viabilitas dan masa efektif sangat bervariasi dari beberapa minggu hingga dua tahun. Dengan komposisi media dan teknologi yang efektif, v iabilitas bahan aktif dalam pupuk hayati dapat bertahan hingga 2 tahun. Hasil kajian menunjukkan bahwa bakteri pembentuk bintil (nodula akar) memiliki kemampuan dalam meningkat kan ketersediaan N dan mensubstitusi pupuk anorganik yang relatif besar. Aplikasi pupuk hayati Rhizobiu m (legin) mampu meningkatkan produksi tanaman kedelai dan mensubstitusi penggunaan pupuk nitrogen anorganik (urea) hingga 90%. Pupuk N hanya diperlukan s ebagai starter pertumbuhan tanaman kedelai (Simanungkalit, 2000). Penggunaan inokulan pupuk hayati pada tanaman legume (pembentuk nodula akar), baik tanaman semusim (kacang kedelai, hijau, panjang, tunggak dan lainnya) maupun tanaman tahunan (Sengon, Akasia, dan lainnya) telah mampu mensubstitusi pupuk anorganik hingga 75-90%. Sejak tahun 1990 an, penelit ian rekayasa genetika telah dilakukan agar tanaman non legum, khususnya kelompok graminea (padi dan jagung) agar mampu membentuk bintil akar (paranodule) yang efektif dalam menambat N dari udara (Kennedy et al. 1992; Kennedy et al. 1997; Bruulsema, 2007). Potensi pupuk hayati penambat N untuk memanfaatkan N 2 (78% N2 di udara) dengan 9
Tualar Simarmata et al.
teknologi ramah lingkungan sangat besar. Kontribusi penambat N nonsimbiot ik masih relatif kecil yakni sekitar 25- 50 kg N ha-1 sehingga kemampuannya untuk mensubstitusi pupuk anorganik masih relat if kecil, yakn i sekitar 25%. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih intensif untuk meningkatkan kemampuannya sehingga mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik N 50% hingga 75%. Penambat N nonsimbiotik umu mnya bersifat heterotrof (memerlukan bahan organik sebagai sumber energi) sehingga efektiv itasnya sangat tergantung pada ketersediaan atau pasokan bahan organik dalam tanah. Konsekuensinya, aplikasi pupuk organik yang miskin bahan organik umu mnya tidak efektif. Cadangan hara makro maupun hara mikro sebagian besar terdapat dalam bentuk mineral dan bahan organik. Pasokan hara yang bersifat dapat diperbaharui adalah yang berada dalam bentuk senyawa organik (bahan organik). Fo kus penelitian untuk men ingkatkan kelarutan hara yang terikat dalam mineral maupun dalam bahan organ ik memiliki prospek yang baik. Pemanfaatan konsorsium mikroba pengurai (deko mposer) yang berperan ganda (mult ifungsi) sangat potensial untuk dikembangkan. Inokulan yang dapat mempercepat dekomposisi, meningkat kan ketersediaan hara dan menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat menekan pertumbuhan pathogen (biocontrol agent substances) diperlukan untuk meningkatkan kesehatan tanah dan produktivitas tanaman. Oleh karena itu, inoku lan deko mposer yang baik setidak-t idaknya mampu (1) mempercepat proses pengkomposan, (2) meningkatkan kualitas pupuk organik (kandungan hara, KTK, organis me menguntungkan, kandungan humu s) dan menekan pertumbuhan dan perkembangan pathogen. Pada dasarnya, pupuk organik atau ko mpos yang mengandung dekomposer dan mikroba menguntungkan (beneficial microbe) di dalam tanah dapat berperan ganda (multifungsi) yaitu menguraikan bahan organik, membentuk hu mus (humus formation) dan menekan pathogen tanah (soil born diseases). Aplikasi pupuk organik merupakan kunci sukses pemulihan lahan terdegradasi atau lahan suboptimal (Simarmata dan Joy, 2012). Fokus penelitian dan upaya untuk men ingkatkan efekt iv itas dan peranan penggunaan pupuk hayati untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman secara berkelan jutan, antara lain adalah sebagai berikut: 1.
Seleksi mikroba yang efektif meningkatkan ketersediaan hara dan produktivitas tanaman, baik yang bersifat spesifik maupun non spesifik sehingga mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik secara signifikan.
2.
Formulasi inokulan majemu k yang efekt if untuk men ingkatkan ketersediaan hara, kesehatan tanah maupun kesehatan tanaman .
3.
Kajian untuk meningkat kan daya adaptasi dan persistensi inokulan pupuk hayati sehingga mampu tumbuh maupun berkembang dan mampu mendominasi rhizosfir
10
Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
tanaman dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (stressful conditions). 4.
Penelit ian rekayasa genetika sehingga tanaman non legum mampu membentuk nodula yang efektif menambat nitrogen dari udara.
5.
Mengembangkan sistem produksi yang baik untuk menjamin kualitas dan efektivitas bahan aktif (mikroba) di lapangan.
6.
Sosialisasi untuk men ingkatkan pengetahuan para penyuluh, petani dan berbag ai pihak dalam pemanfaatan pupuk hayati.
7.
Pengaturan dan regulasi untuk menjamim pengendalian kualitas dan peredaran pupuk hayati (establishment of "Bio-fertilizer Act" andstrict regulation for quality control in markets and application).
DAFTAR PUS TAKA Adholeya, A. and D. Pant. 2007. Biofert ilizers: Are they here to stay. Biotech News, Vo l. II. 2007. http://biotechnews.gov.in/allpdf/5th_edition_eng.pdf. Anonim. 2011. Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2010-2014. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2011. Anonim. 2012. Laporan Kinerja Kementerian PertanianTahun 2011. Kementerian Pertaniantahun 2012. Anonim. 2012. Pedo man Umu m Pelaksanaan Pengembangan hort ikultura Tahun 2012. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Ho rtikultura 2011 Board, N. 2012. The co mplete Technology Book on: Biofertilizers and Organic Farming. Niir Pro ject Consultansy Services. 2010-2014 106-E, Kamla Nagar, Delh i-110007 (India). ISBN: 978-93-81039-07-6. Boraste, A., K.K. Vams i, A. Jhadav, Y. Khairnar, N. Gupta, S. Trivedi, P. Patil, G. Gupta, M. Gupta, A.K. Mujapara, and B. Joshi. 2009. Biofert ilizers: A novel tool for agriculture. International Journal of Microbiology Research, ISSN: 0975-5276, Vo lu me 1, Issue 2, 2009, pp. 23-31. BPS. 2010. P ro du ction of F ood Cro ps. http://w w w .b ps.go.id/6 5tahu n/Boklet_ Ag ustus_20 10. pdf. Bruulsema, T.W. Will Biotechology Replace Nitrogen Fertilizer? 2007. IPNI. http://www. ipni.net/publication/bettercrops.nsf/0/AD840CC77765C732852579800081D5C7/$ FILE/ Better%20Crops%202007-2%20p 32.pdf. Fuentes-Ramirez and Caballero-Mellado. 2005. Bacterial Biofertilizers: in Z.A. Siddiqui (ed.), PGPR: Biocontrol and Bio fertilization, 143-172.©2005 Springer, Do rdrecht,
11
Tualar Simarmata et al.
The Netherlands. http://www.bashanfoundation.org/caballero/caballerobiofertili. pdf. Ginting, R.C.B., R. Saraswati, dan E. Husen. 2006. Mikroorganis me pelarut fosfat. Dalam Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorin i, dan W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Hal. 141-158. BBSDLP. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/juknis/pupuk%20organik.pdf. Husen, E., R. Saraswati, dan R.D. Hastuti. 2006. Rizobakteri pemacu tu mbuh tanaman. Dalam Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswat i, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Hal. 191-201. BBSDLP. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/juknis/pupuk%20organik.pd f Jutono. 1982. The application of Rh izobiu m-inoculant on soybean in Indonesia. Ilmu Pert. (Agric. Sci.) 3(5): 215-222. Kennedy, I.R., Lily L. Pereg-Gerk, C.Wood, R. Deaker, K.Gilchrist, and S. Katupitiya. 1997. Biolog ical nitrogen fixat ion in non -legu minous field crops: Facilitating theevolution of an effective association between Azospirillu m and wheat. Plant and Soil 194: 65-79, 1997. 65. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands. Kennedy, I.R. and Y.S. Tchan. 1992. Bio logical nit rogen fixation in non -leguminous field crops: Recent advances. Plant and So il 141: 93 -118, 1992.© 1992 Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands. Kloepper, J.W. 1993. Plant growth-pro moting rhizobacteria as biologicalcontrol agents. p. 255-274. In F. Blaine Metting, Jr. (Ed.). So il M icrobio logy Eco logy, Applications in Agricultural and Environ mentalManagement. Marcel Dekker, Inc., New Yo rk. Las, I. 2010. Program Pemulihan Kesuburan Tanah pada Lahan Sawah Berkelan jutan. Balai Penelitian Tanah. Kementerian Pertanian. Mulyani, A and F. Agus. 2006. Potensi Lahan Mendukung Revitalisasi Pertanian. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding/mflp 2006/ani.pdf. Panda, H. 2011. Manufacture of Bio fertilizer and Organic Farming. Asia Pacific Business Press Inc. ISBN: 9788178331461. Saraswati, R., D.H. Goenadi, D.S. Damardjat i, N. Sunarlim, R.D.M. Simanungkalit, dan D. Suparyani. 1998. Pengembangan Rhizo-p lus untuk Meningkatkan Produksi, Efisiensi Pemupukan Menunjang Keberlanjutan Sistem Produksi Kedelai. Laporan Akhir Penelitian Riset Unggulan Kemitraan I Tahun (1995/ 1996-1997-1998). Balai Penelit ian Bioteknologi Tanaman Pangan. Setiadi, Y. 2004. Ar busc ular myc orr hizal inoc ulum prod u ction. D ala m P rosiding: Te knolo gi P rodu ksi dan P em anf a atan Inokul an Endo -E ktomiko riza untuk P ertania n, P er ke bun an dan K ehuta na n (Sima rm ata, T., Arief D. H ., S urm ani Y. Hin ders ah R ., A zirin A ., dan A. M . K alay. E ds.). As osiasi Mik oriz a Ja w a Bar at. IS B N 9 79-9 825 5-0 -4.
12
Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
S har m a, R.A ., K. L. Tota w at, S.R. M aloo , and L. L. S oma ni. 200 4. Biofertilize r T ec hnolo gy. Ud aipur Agr otec h P u blishing A c ad em y. IS B N 8 1 -8 568 0- 90 -6. S iever ding, E. 1991. V esicular - Arb uscul ar My cor rhiz a Ma na ge m ent in Tro pical Agr osyste ms. S chriften reih er d er G T Z N o. 2 24. Es chb orn, G er m an y. S iman ung kalit, R. D. M. 200 6. Cen da w an Mikoriz a Ar buskul er . 2006. Dala m S iman ung kalit, R. D. M., D. A. Suri adika rta, R. S ar as wati, D. S ety orini, dan W. H artatik (Eds .). P u puk Or ga nik da n P upu k Ha yati. H al. 159-19 0. BBS D LP . http://balittana h.litbang. de ptan. go.id/dok um entasi/juknis/pupu k %2 0or ga nik.pdf . Simanungkalit, R.D.M., R. Saraswati, R.D. Hastuti, dan E. Husen. 2006 . Bakteri Penambat Nitrogen. Dalam Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorin i, dan W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Hal. 113-140. BBSDLP. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/juknis/ pupuk%20organik.pdf. Simanungkalit, R.D.M. 2006. Prospek pupuk organik dan pupuk hayati di Indonesia. Dalam Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswat i, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Eds). Pupuk Organik danPupuk Hayati. Hal 265-272. BBSDLP. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/juknis/pupuk%20organik.pdf. Simarmata, T. 2011. Biofertilizers for Sustainable Agriculture Practices In Indonesia. Paper and Handout for Visiting Lecturer fro m 17 th to 21st of October 2011 at Depart ment for Crop Science-Crop Production Systems in the Tropics -GeorgAugust University Göttingen, Germany. Simarmata, T. 2011. Restoring and Management of Soil Health for A Sustainable Agriculture and Food Security in the Tropics (Indonesia). Paper and Handout for Visit ing Lecturer fro m 17th to 21st of October 2011 at Depart ment for Crop Science-Crop Production Systems in the Tropics -Georg-August University Göttingen, Germany. Simarmata, T. dan B. Joy, 2012. Teknologi Pemu lihan Kesehatan dan Peningkatan Produktivitas Lahan Suboptimal untuk Mempercepat Pencapaian Kedaulatan Pangan di Indonesia. Makalah pada Workshop Konsorsium Lahan Suboptimal tanggal 23-24 Feb ruari 2012 di Palembang. Singh, T and S.S. Purohit. 2011. Biofertilizers Technology. Agrobios (India). ISBN. 13:978-81-7754-382-7. S unita S . 201 0. S and T on bio-f ertilizers. http://w w w .nistads.r es.in/indiasnt201 0 -11/ T5_ Rur al/ S & T %2 0on % 2 0bio-f ertilize rs.pd f. Suryana, A. 2008. Sustainable Food Security Development in Indonesia:Policies and Its Policies Implementation. Presented at High-level Regional Po licy Dialogue. Organized by UN-ESCAP and Govern ment of Indonesia. Bali, 9-10 December 2008. http://www.unescap.org/LDCCU/Meetings/HighLevel-RPD-food-fuel-crisis/ Paper-Presentations/C2-FoodSecurity/ASuryana-DOA-Indonesia-Food Security. pdf. 13
Tualar Simarmata et al.
14