PERANAN ORANG TUA DALAM PEMBINAAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK PADA KELOMPOK BERMAIN SARTIKA KABUPATEN GORONTALO Hj. Isna Suleman Guru TK Sartika kabupaten Gorontalo A.
Pendahuluan Krisis moral yang menimpa Indonesia berawal dari lemahnya penanaman nilai terhadap anak pada usia dini. Pembentukan akhlak terkait erat dengan kecerdasan emosi, sementara itu kecerdasan itu tidak akan berarti tanpa ditopang oleh kecerdasan spiritual. Prasekolah atau usia balita adalah awal yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai kepada anak. Namun, yang terjadi sebaliknya. Anak lebih banyak dipaksa untuk mengekplorasi bentuk kecerdasan yang lain, khususnya kecerdasan intelektual, sehingga anak sejak awal sudah ditekankan untuk selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Sementara itu lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat kurang memberikan dukungan terhadap kecerdasan spiritual pada anak. Di lingkungan keluarga anak lebih banyak berinteraksi dengan sesuatu yang justru menyebabkan semakin jauhnya kepekaan anak, bahkan yang lebih parah lagi apabila proses dehumanisasi itu terjadi justru di tengah lingkungan keluarga. Keluarga sebagai tempat pendidikan yang utama malahan kering dari aspek pedagogis. Menurut Mansur (2009: 285), akhlak orang tua dan guru mempengaruhi akhlak anak. Karena menurut pandangan anak, orang tersebut adalah orang yang agung patut ditiru dan diteladani. Jadi anak itu ibarat air murni yang dapat diwarnai dengan warna apapun oleh orang tua dan gurunya. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan manusia untuk mengenali potensi fitrah dalam dirinya serta kemampuan seseorang mengenali Tuhannya yang telah menciptakannya, sehingga di manapun berada merasa dalam pengawasan Tuhannya. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang meyakini Tuhan sebagai Penguasa, Penentu, Pelindung, Pemaaf dan kita percaya atas Kehadiran-Nya. Selain itu harus ada pula kemampuan untuk bekerja keras, kemampuan untuk mencari ridho Allah, kemampuan untuk melakukan ibadah secara disiplin, kesabaran, tahan dengan ujian dan kemampuan untuk menerima segala keputusan yang telah ditetapkan Allah. Cerdas tidaknya anak pada sisi spiritual tergantung pendidik sebagai tempat belajar pertama, sekolah dan lingkungan sebagai tempat belajar kedua. Apabila lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah kurang memperhatikan aspek spiritual maka dengan sendirinya sulit ditemukan anak yang memiliki kecerdasan spirtual. Tingkatan spiritual pada diri seseorang dapat berbeda-beda tergantung bagaimana pendekatan yang digunakan kepada anak. Pertama tingkatan spiritual yang hidup. Untuk mendapatkan tingkatan kecerdasan spiritual ini anak harus diajarkan mengenal Tuhannya, mengenal penciptanya melalui ciptaan-Nya. Hal-hal yang membuat anak terpesona kita bingkai dengan koridor mengenal Allah sebagai pencipta. Apabila anak sejak dini dikenalkan kepada Sang Penciptannya, maka secara perlahan kematangan spiritual akan tertanam pada diri anak. Kedua, tingkatan spiritual yang sehat. Untuk mendapatakan tingkatan kecerdasan spiritual ini orangtua harus mengajarkan anak untuk melakukan komunikasi yang baik dengan pencipta, yaitu dengan melatih mengerjakan ibadah-ibadah wajib sejak usia dini, membiasakan diri untuk selalu mengingat nama-Nya dalam setiap kejadian yang ditemuinya. Misalnya kebiasaan mengucapkan bismillah ketiak akan beraktifitas, mengucapkan Insya Allah ketika sedang berjanji dengan orang lain. Ketiga, tingkatan bahagia secara spiritual. Untuk mendapatkan ini anak sejak dini dilatih untuk mengerjakan ibadah-ibadah sunnah sebagai tambahan, merutinkan membaca Al Qur’an, sholat malam dan lain sebagainya. Keempat, damai secara spiritual, bentuk kecerdasan tingkatan ini dapat dilatih dengan mengajarkan kepada anak bahwa bentuk kecintaan yang ada di dunia ini tidak melebihi terhadap bentuk kecintaannya terhadap Allah sebagai Penciptannya. Kelima, arif secara spiritual. Pada tingkatan ini seseorang akan membingkai segala aktivitasnya adalah sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, sehingga segalanya memiliki makna. Berdasarkan penelitian, anak yang memiliki kecerdasan spiritualnya tinggi rasa ingin tahunya semakin besar, sehingga memiliki dorongan untuk selalu belajar serta memiliki kreativitas yang tinggi pula. Kecerdasan spiritual dapat ditumbuhkan pada anak dengan cara membersihkan hatinya lebih dahulu. Dengan hati yang bersih maka aktivitas yang lainnya akan menjadi lebih mudah. Sementara itu untuk mengotimalkan kecerdasan spiritual pada anak dapat dilakukan dengan cara: pertama, memberikan bantuan kepada anak untuk merumuskan tujuan hidupnya, baik tujuan hidup jangka pendek maupun tujuan hidup jangka panjang. Kedua, sesering mungkin orangtua menceritakan kisah-kisah yang agung, kisah yang menarik dan mengesankan, seperti kisah para
Rasul, atau pahlawan lainnya. Ketiga, mendiskusikan segala persoalan dengan perespektif ruhaniyah. Keempat, sering melibatkan anak dalam ritual kegaamaan, seperti dilatih sejak kecil untuk sholat berjamaah bagi anak laki- laki, selalu membaca doa dan yang terpenting adalah pemaknaan dari kegiatan tersebut. Kelima, membawa anak kepada orang yang menderita, kematian. Mengunjungi orang yang menderita akan membuat anak peka terhadap sesama sehingga mendorong anak untuk berbuat baik terhadap orang lain. Orang-orang yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi akan meninggalkan bekas di hati orang lain, sebab orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan menjaga amanah yang diberikan kepadanya. Anak merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang tiada bandingannya, kehadiran seorang anak pada sebuah keluarga merupakan kebahagiaan dan memberikan sinar terang untuk menggapai harapan masa depan yang lebih cerah dalam keluarga itu. Harapan-harapan orang tua tertumpu kepada anak-anaknya, setiap orang tua selalu mengharapkan agar kelak anaknya lebih cerdas dan dapat mencapai kehidupan yang lebih baik dari pada orang tuanya serta berguna bagi bangsa, Negara, dan Agama. Berbicara mengenai cara orang tua dalam mendidik anak, tentu saja tidak dapat terlepas dari pemahaman dan pandangan orang tua dalam mendidik. Cara-cara mereka dalam mendidik sangat menentukan corak kepribadian anak mereka. Anak sebagai amanah dari Tuhan, memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi pribadi yang mandiri serta bisa menjadi generasi muda yang berprestasi maka anak harus mendapat pendidikan yang baik. Dalam pendidikan itu pemenuhan terhadap hak-hak anak harus diberikan baik berupa bimbingan maupun perlindungan. Dalam kehidupan manusia, tingkah laku atau kepribadian merupakan hal yang sangat penting, sebab aspek ini akan menentukan sikap identitas diri seseorang. Baik dan buruknya seseorang itu akan terlihat dari tingkah laku atau kepribadian yang dimilikinya. Oleh karena itu, perkembangan tingkah laku atau kepribadian ini sangat tergantung kepada baik atau tidaknya proses pendidikan yang ditempuh. Pendidikan keluarga adalah unsur utama dalam pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi anakanaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah. Fenomena di lapangan, karena kesibukan sehari-hari banyak orang tua sekarang yang tidak sempat mengasuh anak-anaknya secara langsung. Mereka melalaikan tugasnya yang utama ini. Kemudian Karena tidak mengerti akan fungsinya sebagai orang tua mereka beranggapan bahwa tugas mereka yang utama adalah memberi makan, pakaian dan kebutuhan materi lainnya kepada keluarga. Mereka beranggapan bahwa pendidikan itu adalah tugas guru di kelompok bermain atau guru agama yang dipanggil ke rumah seminggu sekali. Ini adalah suatu kekeliruan yang sangat besar. Di bidang pengasuhan inilah peranan orang tua yang sangat penting. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa orang tua mempunyai peranan yang menentukan dalam mengembangkan potensi bakat anak. Bagi anak, keluarga tidak hanya sekedar lingkungan hidup yang dihidupinya, tetapi di dalam keluarga itu pula anak dipersiapkan untuk masa depan. Dalam keluarga anak mendapatkan bekal untuk kehidupannya, dan mendapatkan dasar-dasar pengetahuan, sikap dan perilaku yang kemudian dikembangkan. Ungkapan tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan bagi manusia merupakan proses kegiatan yang sengaja, terencana dan terorganisir dalam mengoptimalkan kemampuan dan potensi yang dimiliki setiap manusia sehingga memperoleh pengetahuan, kemampuan serta ketrampilan tertentu yang dapat mendukung kiprah dan kehidupannya, kini maupun masa depan. Sebuah kunci yang sering kali dilupakan dalam peta perkembangan seorang anak adalah perkembangan dan pertumbuhan spiritual. Seorang anak dilahirkan dengan kepekaan spiritual yang seharusnya dibina dan dikembangkan. Pengertian akan perkembangan spiritual sang anak membantu para pengasuh untuk bisa menghubungkan akibat-akibat trauma (ketidakadilan, hilangnya kepercayaan) kepada dampaknya terhadap perkembangan spiritual sang anak. Anak-anak yang telah diperlakukan secara tidak adil akan sulit untuk menentukan mana yang benar dan yang salah. Demikian pula citra Tuhan bagi sang anak biasanya dikaitkan dengan citra orang yang berkuasa atas dirinya. Kalau anak itu kebetulan memiliki ayah yang galak, maka citra ini sangatlah buruk dampaknya. Hal seperti ini bisa menghancurkan perkembangan spiritual anak tersebut, yang semestinya mengalami ketentraman dan kebahagian rohani, malah diganti dengan rasa malu, kebimbangan, ketakutan, dan kesetiaan ditempat yang salah.
B. Pembahasan 1. Pengertian PAUD Menurut Mansur (2009:88-89), Pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembangnya anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh yang mencakup aspek fisik dan non fisikdengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani dan rohani, motorik, akal pikir, emosional dan social agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara spiritual. PAUD merupakan jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini (Nugraha, 2008:90). Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD merupakan salah satu jenis Pendidikan luar Sekolah (PLS) termasuk pada satuan kelompok belajar tetapi bukan merupakan persyaratan masuk TK atau SD. PAUD merupakan salah satu bentuk usaha kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain yang menyelanggarakan pendidikan prasekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki Pendidikan Dasar (Penjelasan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah Pasal 6, ayat 1) Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal (Herawati, 2005:18). Pendidikan anak usia dini adalah sebuah jurusan yang mendidik anak-anak yang masih berusia dini atau masih berumur 5 sampai 10 tahun. PAUD adalah pendidikan luar sekolah seperti Kelompok Bermain dan Penitipan Anak, yang umumnya berjalan sendiri-sendiri dengan polanya masing-masing, sedangkan PADU adalah pendidikan sekolah seperti Taman Kanak-kanak (TK), yang sudah mulai dibina dan diasuh oleh Depdiknas. Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu: 1. Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa. 2. Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini 1) Infant (0-1 tahun) 2) Toddler (2-3 tahun) 3) Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun) 4) Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun) Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan yang pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Karena itulah maka anak usia dini diktakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Karakteristik yang sangat menonjol dalam cara belajar anak usia dini adalah rentang perhatian yang pendek dan orientasi perilakunya pada “sini dan kini”. Dua karakteristik dasar ini, dan berbagai turunannya menuntut desain pembelajaan yang unik. Secara umum karakteristik anak usia dini atau prasekolah adalah suka meniru, ingin mencoba, spontan, jujur, suka bermain, ingin tahu (suka bertanya), banya gerak, suka menunjukan akunya, unik, dan lain-lain.
2. Karakteristik Anak Usia Dini Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang ditujukan bagi anak usia dini yang dilakukan melalui pemberian berbagai rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan berikutnya. Melalui pendidikan anak usia dini diharapkan anak dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya yang meliputi pengembangan moral, dan nilai-nilai agama, fisik, sosial emosi, bahasa, seni, menguasai sejumlah pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan serta memiliki motivasi dan sikap belajar untuk berkreatif. Menurut Solehudin (2009:56) fungsi dari pendidikan usia dini pada prinsipnya ada lima fungsi yaitu : 1) Pengembangan potensi 2) Penanaman dasar-dasar aqidah dan keimanan 3) Pembentukan dan pembiasaaan perilaku-perilaku yang diharapkan 4) Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan 5) Pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif. Kelima fungsi tersebut saling terkait satu sama lain dan sulit dipisahkan. Dari rumusan tersebut nampak bahwa program pendidikan anak sejak dini sangat penting diperhatikan dan teramat besar manfaatnya. Kehilangan kesempatan tersebut pada masa yang sangat berharga berarti kehilangan waktu emas (golden age) bagi pengembangan potensi manusia seutuhnya. Pendidikan bagi anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan otak. Pendidikan anak usia dini hendaknya dapat di artikan secara luas yang mencakup seluruh proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan saja. Pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pengembangan kualitas sumber daya manusia pada saat dewasa. Selain itu, dalam penanaman aqidah dan keimanan sebagai umat beragama, orang tua emberikan andil yang cukup besar dalam mananmkan dasar-dasar aqidah kepada anak-anaknya sejak usia dini, sebab ajaran agama merupakan sumber rujukan nilai yang sangat fundamenatal untuk kepeninga hidup manusia. Apabila nilai-nilai aqidah tersebut sudah dikondisikan kepada anak sejak usia dini, maka menajdi landasan yang esensial untuk pengembangan pada tahap berikutnya. Pembentukan perilaku yang diharapkan bagi seorang anak, harus juaga sudah dibiasakan sejak usia dini, karena akan membangun pondasi yang kuat bagi pengembangan pola pribadi dan perilaku anak selanjutnya. Program pendidikan aak usia dini kini sangat bervariasi salah satunya melalui pusat pengembangan anak yang terintegrasi. Pusat ini memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan anak dengan cara mengkombinasikan sarana pendidikan anak dengan pemberian gizi dan kesehatan. Ketiga aspek ini sangat menentukan tingkat intelektual, kecerdasan, dan tumbuh kembang anak. Dan ternyata pelayanan pendidikan yang integratif dengan kesehatan dan gizi memilki keuntungan multi dimensional baik secara ilmiah, moral, ekonomi, pendidikan, sosial sekaligus peningkatan kualitas bangsa. Secara lebih rinci Mubin dan Cahyadi (2006:130) karakteristik anak usia dini adalah sebagai berikut. 1) Usia 0-1 tahun Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat di banding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan keterampilan dasar dipelajari anak pada usia dini. Beberapa karakteristik antara lain : a) Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan. b) Mempelajari ketermpilan menggunakan panca indera seperti melihat, atau mengamati, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukan setiap benda ke mulut. c) Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontak sosial dengan lingkunganya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verba dan non verbal bayi. 2) Usia 2-3 tahun Anak pada usia dini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2-3 tahun antara lain: a) Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginana belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sngat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungannya.
b) Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditentukan oleh bawaan, namun banyak pada lingkungan. 3) Usia 4-6 tahun Anak usia 4-6 tahun memiliki karaakteristik antara lain: a) Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal itu bermanfaat untuk pengembangan oto-oto kecil maupun besar. b) Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu. c) Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditujukan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungansekitar. Hal itu terlihat dari seringnya anak mananyakan segala esuatu yang dilihat. d) Bentuk permainan anak masih individu, bukan permainan sosial, walaupun aktivitas bermain dilakukan anak secara bersamaan. 4) Usia 7-8 tahun Karakteristik perkembangan anak usia 7-8 tahun antara lain : a) Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yag cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mapu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis, sintesis, dedukatif, dan induktif. b) Perkembangan sosial, anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orang tuanya. Hal itu ditujukan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain diluar umah bergaul dengan teman sebayanya. c) Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi. d) Perkembangan emosi. Emosi anak sudah mulai terbentuk dantampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentuksn, namun pengalaman anak sebenarnya telah manampakan hasil. 3. Kecerdasan Spritual bagi AUD Menurut Agustian (2005:46), kecerdasan spritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitukecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup lebih bermakna. SQ adalah cahaya murni kecerdasan (Bowell, 2004:22). Terdapat beberapa aspek fisik dan psikologis yang terjadi, misalnya pada masa bayi secara umum menunjukan bahwa anak sangat tergantung pada orang dewasa, saat anak memasuki awal masa kanak-kanak, ketergantungan mulai berkurang dan ada harapan serta perlakuan tertentu dari kelompok sosial serta mulai tumbuh kemandirian, yang akan berakhir saat anak mulai masuk sekolah dasar. Seluruh perkembangan ini akan dilampaui anak dan setiap aspek perkembangannya tidak berdiri sendiri melainkan saling terkait satu sama lain. Tumbuh kembang anak serta kemampuan mereka dapat diidentifikasi lebih awal, yang selanjutnya dapat dikembangkan. Berbekal pemahaman tentang perkembangan anak balita maka orang tua dapat mengetahui pengembangannya, dengan menitik beratkan pada masa belajar anak. Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan anak balita tersebut perlu diarahkan pada peletakan dasar-dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sosio-emosional, bahasa, komunikasi yang seimbang sebagai dasar pembentukan pribadi. Perkembangan kemampuan dasar anak-anak berkolerasi dengan pertumbuhan dan mempunyai pola yang tetap dan berlangsung secara berurutan. Dalam rangka merangsang tumbuh kembang anak secara optimal maka pengembangannya harus dilakukan secara menyeluruh terhadap semua aspek kemampuan yang sesuai dengan pembagian kelompok umur. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular. Berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagain atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisai dan kemandirian. Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Kemampuan anak balita dapat bekembang optimal apabila anak mampu mengembangkan kecerdasan jamak . Maksud kecerdasan disini tidak terbatas pada kemampuan anak yang terkait dengan kepandaian dengan prestasi akademik namun mencakup kemampuan lain yang terkait dengan semua bagian otak manusia. Hal ini dapat diwujudkan melalui kemampuan anak dalam berbicara, bermain dengan hitung-hitungan, berimajinasi dengan warna dan bentuk, mengekspresikan diri melalui gerakan, menangkap bunyi dan mengekspresikannya, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain,
kemampuan mengolah perasaan atau bnerkesenian, kemampuan mencintai alam dan lingkungan lebih luas lagi, seperti pada pemahaman alam semesta. Mungkin banyak orangtua yang tidak menyadari bahwa pendidikan spiritual bagi anak merupakan hal yang penting. Faktanya, pendidikan spiritual merupakan hal yang perlu ditanamkan pada anak sejak bayi, bahkan sejak anak Anda masih berada di dalam kandungan. Berikut akan dijelaskan manfaat pendidikan spiritual bagi anak Anda dan juga bagaimana cara mendidik anak Anda secara spiritual. Beberapa alasan pentingnya pendidikan spiritual bagi anak Anda: Menurut tulisan Steven Downshen, MD mengenai hubungan spiritual dan kesehatan fisik, maka berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan selama 7 tahun kepada warga yang lanjut usia, didapatkan hasil bahwa hal keagamaan dapat mempengaruhi kesehatan, seperti memperkecil rasa depresi dan bahkan memperkecil kemungkinan adanya cacat fisik. Pendidikan spiritual atau keagamaan sangat penting dalam membentuk kepribadian sang anak. Anak yang sejak bayi atau bahkan sejak dalam kandungan telah dibiasakan oleh ayah dan ibunya untuk akrab dengan hal-hal kerohanian, seperti dinyanyikan lagu-lagu yang bernuansa keagamaan, diceritakan cerita-cerita yang berbau keagamaan, dan diperkenalkan pada kebiasaan berdoa atau bersembahyang sejak dini, biasanya akan berperilaku lebih baik dari anak-anak kebanyakan, karena anak kecil biasanya akan menyerap apa yang sering diajarkan oleh kedua orangtuanya. Menurut suatu sumber, penelitian telah membuktikan bahwa orang yang sering mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat dibandingkan dengan orang-orang yang tidak pernah berkecimpung dalam kegiatan keagamaan. Pendidikan spiritual atau keagamaan secara tidak langsung mendidik anak Anda untuk menjadi disiplin. Mungkin yang Anda ajarkan padanya adalah hal-hal sederhana, seperti ikut mengajaknya beribadah atau mengajarkan menyanyi lagu-lagu yang bernuansa keagamaan. Namun ia akan menjadi terbiasa untuk berdisiplin dalam hal-hal spiritual, seperti ia akan terbiasa berdoa sebelum menyantap makanan, dan sebagainya. Disiplin yang dimulai dari hal rohani kelak akan mempengaruhi kepribadiannya untuk menjadi anak yang disiplin juga di dalam hal jasmani. Pendidikan spiritual atau keagamaan memang penting ditanamkan sejak kecil. Bahkan dalam menjalankan hari-hari yang bisa dikatakan sulit, pegangan agama sangat penting untuk menolong seseorang dalam hidupnya. Hal tersebut seperti yang dikatakan dalam suatu sumber, bahwa penelitian yang dilakukan terhadap pasien yang akan menjalani operasi, biasanya pasien yang memiliki pegangan agama akan lebih merasa menerima kekuatan dan kedamaian dari keagamaan mereka, dimana tiga kali lebih banyak dari mereka yang sanggup bertahan hidup adalah orang yang memiliki pegangan agama daripada yang tidak. Beberapa Cara Untuk Menanamkan Pendidikan Spiritual Pada Anak Anda : Biasakan anak Anda untuk mendengarkan lagu-lagu yang berbau keagamaan sejak dalam kandungan dan ketika ia berusia balita. Mendengarkan lagu klasik memang bagus untuk perkembangan otaknya, namun mendengarkan lagu yang bernuansa keagamaan sangat baik untuk perkembangan spiritualnya. Dan bagaimanapun, kebutuhan rohani dan jasmani harus diberikan secara seimbang. Biasakan anak Anda untuk mendengarkan cerita-cerita yang berbau keagamaan sebelum tidur. Anda harus mulai menceritakan hal tersebut kepadanya sejak dari kandungan Anda. Ketika ia lahir dan menjadi seorang bayi, Anda jangan berpikir bahwa Anda hanya cukup memberinya kasih sayang berupa ASI, tetapi jika Anda mau untuk menyediakan waktu Anda menceritakan kepadanya ceritacerita bernuansa rohani atau keagamaan sebelum ia tidur, tanpa Anda sadari, hal tersebut akan mempengaruhi kepribadiannya kelak. Anak biasanya mencontoh apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Jika ia melihat bahwa orangtuanya rajin terlibat di dalam kegiatan yang berbau kegamaan, ia akan berusaha untuk mencontoh apa yang Anda lakukan. Karena itu, sikap Anda di hadapannya akan sangat berpengaruh terhadap minatnya terhadap kegiatan yang berbau keagamaan. Biasakan untuk mendoakan anak Anda sebelum tidur sejak ia masih dalam kandungan dan juga ketika ia masih bayi. Dan ketika ia mulai besar, ajarkan ia untuk tahu yang namanya beribadah, dimulai dari hal yang sederhana, seperti doa sebelum makan. Lambat laun, hal tersebut akan membantu anak Anda dalam perkembangan spiritualnya dan akan membantunya menjadi pribadi yang lebih baik. Pertanyaan tentang Tuhan sebenarnya bukan hanya milik anak-anak, tetapi kita semua, yang mengaku diri sebagai orang percaya paling tidak pernah sampai pada satu pertanyaan siapakah Tuhan menurut saya? Karena memang berdasarkan Perkembangan Iman menurut James Fowler ada satu masa dalam kehidupan yang mulai mencari pemhaman tentang Tuhan. Namun ada orang yang terus menelusuri pencarian tersebut sampai akhirnya memiliki ‘pengalaman spiritual’, ada juga yang kemudian berhenti mencari dan tidak mengalami ‘pengalaman spiritual’ dalam kehidupan imannya.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan ’pengalaman spiritual’? Pengalaman spiritual adalah satu bagian dari kehidupan manusia di mana terjadi suatu pergumulan iman, pencarian bahkan perjumpaan dengan Tuhan, sebuah pengalaman yang membuat manusia merasakan damai sejahtera, sukacita dan kebahagiaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Pada umumnya pengalaman spiritual seperti yang disebutkan di atas terjadi ketika manusia sudah mencapai satu tahap perkembangan iman yang disebut synthentic conventional. Tahap perkembangan ini umumnya terjadi ketika manusia mencapai usia dewasa. Tetapi itu pun bukan sesuatu yang otomatis terjadi, karena untuk sampai ke tahap tersebut manusia harus melalui tahaptahap perkembangan yang lain yang dimulai sejak anak-anak atau bahkan bayi. Apakah pengalaman spiritual dapat dimiliki oleh anak-anak? Seharusnya ya, tapi bentuknya berbeda dengan orang dewasa. Pengalaman spirituil mereka muncul dalam bentuk rasa takjub/kagum terhadap kemegahan alam. Mereka dapat melihat keindahan bunga/pelangi dan sebagainya, di sanalah pengalaman spiritual mulai mengambil bagian dalam kehidupan mereka. Sementara pertanyaan tentang Tuhan itu baru akan muncul ketika anak-anak mulai dapat berkomunikasi dengan baik. Tentunya diawali dengan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan kepada sianak misalnya berdoa dan ke masjid. Biasanya mereka tidak bertanya kenapa harus berdoa atau kenapa harus ke masjid, melainkan mereka terima saja kebiasaan itu sebagai suatu bagian dari kehidupan dan kegiatan sehari-hari mereka. Ketika mereka mulai dapat berbicara/berkomunikasi: maka pertanyaan yang muncul biasanya tidak langsung tentang siapa itu Tuhan, tetapi mempertanyakan terlebih dahulu kebiasaan-kebiasaan yang ada itu: seperti mengapa sih kita harus berdoa? Mengapa kita harus ke masjid? baru kemudian pertanyaan dilanjutkan: Tuhan itu ada di mana sih? Tuhan sedang apa? Persoalannya adalah apa jawaban kita ketika mereka bertanya tentang Tuhan? Sebelum kita mendalam pertanyaan mereka, pikirkan dulu jawaban kita karena kemampuan abstraksi anak masih rendah. Dalam teori perkembangan kognitif, Piaget menyebutkan bahwa anak usia 2-7 tahun sedang berada dalam tahap pra-operasional. Pada tahap ini, anak sudah bisa membayangkan wujud benda sekalipun benda tersebut tidak ada di hadapannya. Anak sudah mulai mengerti, bahwa benda yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Contohnya, ketika boneka disembunyikan, si kecil tahu bahwa boneka itu ada, tapi tidak bisa dilihatnya. Persoalannya, hal itu hanya berlaku pada benda-benda yang pernah dia lihat. Jadi bagaimana dengan Tuhan. Maka yang paling enak adalah menjelaskan konsep Tuhan dengan memberi contoh dengan menggunakan perwakilan dari hal nyata yang diketahui anak. Misalnya: “Tuhan itu tidak bisa dilihat, tapi bisa dirasakan. Sama seperti angin. Adik bisa merasakan angin tapi tidak bisa melihatnya kan?” lalu tiup tangannya sehingga ia bisa merasakannya. Ada kalanya pertanyaan yang diajukan sangat sulit bagi mereka untuk mengerti maka kita bisa juga mengatakan dengan jujur akan keterbatasan kita dan meminta mereka untuk bersabar sampai mereka menjadi lebih besar untuk bisa memahaminya. Hal ini malah akan mendidik anak mengenai pentingnya mencari jawaban sendiri sehingga mereka bisa belajar lebih banyak tentang imannya. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan mencari orang yang kita anggap cukup kompeten untuk menjawab pertanyaan si kecil. Bagaimana mengajarkan/memperkenalkan tentang Tuhan kepada anak-anak kita? 1. Kenalkan lewat alam sekitar. Kemampuan untuk merasakan dan mengalami keindahan alam itu sangat menolong anak untuk melihat kebesaran Tuhan. 2. Kenalkan lewat cinta. Melalui sentuhan, ucapan, sikap, perhatian, semua itu memperkenalkan sifatsifat Tuhan kepada anak-anak. 3. Kenalkan lewat cerita. Bisa melalui film-film rohani tapi lebih efektif melalui cerita yang disampaikan oleh orangtua. 4. Kenalkan lewat bakat yang dimiliki. Hargai mereka dan katakan bahwa Tuhan menciptakan mereka dengan kemampuan tersebut. Melalui penghargaan ini anak juga dibangun untuk memiliki rasa percaya diri, karena anak merasa Tuhan telah memberinya suatu keistimewaan. 5. Kenalkan lewat kebiasaan-kebiasaan dan tanggungjawab sehari-hari. Misalnya: doa, ibadah, ucapan syukur.Tentunya ini dilakukan melalui contoh dari orang dewasa yang ada di sekitarnya.
C. Penutup Berdasarkan uraian diatas bahwa dengan adanya peran itu orang tua akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari pendidik dalam mendidik anak-anaknya. Karena sekolah atau pendidik bukan hanya mengajar saja akan tetapi juga berusaha membentuk kepribadian anak menjadi manusia yang berwatak baik. Untuk mewujudkan kepribadian anak yang islami tentu harus melalui pendidikan. Karena pendidikan itulah satu-satunya sarana yang paling mungkin. Baik orang tua maupun pendidik keduanya merupakan pendidik pokok. Keduanya menyadari bahwa keduanya mempunyai aspek dan tujuan yang sama yakni mendidik anak-anak. Agar tujuan pendidikan tercapai dengan efektif dan efisien, maka kerjasama antara keduanya mutlak diperlukan. Karena orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya di rumah. Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik atau mengasuh anakanaknya agar menjadi dewasa, berkelakuan baik, memahami nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat dan memiliki wawasan yang luas. Disamping itu orangtua, memilki tanggung jawab untuk mendidik anak agar mereka mampu menjalani kehidupan. Sedangkan sekolah memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan membimbing anak-anak mereka disekolah, Memberi pengajaran dan pendidikan kepada anak sesuai dengan kurikulum. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud bentuk kerjasama orang tua dengan pendidik terhadap pembentukan kepribadian anak yang islami adalah pentingnya adanya hubungan yang erat antara orang tua selaku pendidik non formal dan pendidik selaku pendidik formal. Sehingga keduanya dapat bekerjasama secara harmonis dalam melatih dan membiasakan anak berbuat baik sesuai dengan ajaran islam. Sehingga anak semenjak dini sudah berbuat, berkata, dan bersikap islam,sesuai dengan taraf perkembangannya sebagai bekal kehidupan anak dimasa depan. Hal-Hal Yang Dilakukan oleh Orang Tua 1) Mengontrol perkembangan belajar anak. Orang tua perlu menyediakan waktu untuk mengontrol kegiatan anak. 2) Mengungkap harapan-harapan yang realistis terhadap anak 3) Menanamkan pemahaman agama yang baik khususnya yang terkait dengan motivasi 4) Melatih anak untuk memecahkan masalahnya sendiri, orang tua melakukan pembimbingan seperlunya 5) Tanyakanlah keinginan dan cita-cita mereka. Berikan dukungan terhadap keingginan dan citacita mereka. Arahkan mereka untuk meraih cita-cita itu dengan benar. 6) Menggunakan hasil evaluasi yang diberikan oleh pendidik untuk menumbuhkan motivasi belajar selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Ali Nugraha (2008). Pembelajaran Sain PAUD. Bandung: Jilsi Publishing Ari Gynanjar Agustian. 2010. ESQ. Ciputat: Arga Publishing Arikunto, Suharsini. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Bowel, 2004. Psikologi Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks. Depdiknas 2005, Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: Depdiknas. Depdiknas 2006, Model Pengembangan Kawasan Satuan PAUD Sejenis, Lembang Herawati (2005). Buku Pendidik PAUD. Jakarta: Quantum Press http:www/djohar1962.blogspot.com. diakses Juli 2011 M. Nadzir (1988). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta. Mansur (2009). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Moleong. Lexy. J. (1998). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Kerta Karya. Mubin dan Ani Cahyadi (2008). Psikologi Perkembangan. Ciputat: Quantum Teaching. Solehuddin, 2009. Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: PT Rineka Cipta.