“PERANAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK” (Studi Kasus Di Lingkungan Rt 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok)
Disusun Oleh : Syamsul Fuad 103011026657
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
PERANAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam S.Pd.I
Disusun oleh Syamsul Fuad 103011026657
Di bawah bimbingan
Yudhi Munadhi NIP. 19701203 199803 1 003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
ABSTRAK Syamsul Fuad Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar Dalam Penulisan skripsi ini penulis memilih judul “Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar”dikarenakan sikap keberagamaan seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan agama yang didapatkan dilingkungan keluarga yang dilakukan oleh orang tua. Hal yang sangat penting ini terkadang tidak dipahami oleh orang tua, dan terkadang orang tua merasa pemahaman agama diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan formal maupun non formal yang durasinya sangat terbatas. Penulis melakukan penelitian kepada keluarga khususnya orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam memberikan pendidikan dan pemahaman agama kepada anakanaknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan pada anak usia sekolah dasar dan Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan. Dalam pengolahan data, penulis mengambil pola perhitungan statistik dalam bentuk prosentase, artinya setiap data dipresentasikan setelah ditabulasikan dalam bentuk frekwensi jawaban dalam setiap jawaban. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok, melalui wawancara, observasi dan penyebaran angket, dapat disimpulkan bahwa peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar masih sangat rendah. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya menanamkan sikap keberagamaan sejak dini, serta kurangnya keteladanan atau contoh yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya terutama pada aspek ibadah.
iii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………...i LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………..ii ABSTRAK.....……………………………………………………………………iii KATA PENGANTAR …………………………………………………………..iv DAFTAR ISI ……………………………………………………………………vi DAFTAR TABEL…………………………………………………...…………viii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………......1 B. Identifikasi Masalah………….…………………………..………….8 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………………..8 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………..……………..............9
BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A.
P eranan Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar 1. Pengertian Peranan Orang Tua....................................................10 2. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua..................................... 12 3. Pengertian Sikap Keberagamaan................................................ 18 4. Tugas Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak............................................................................................21
B. Anak Usia Sekolah Dasar 1. Pengertian Anak Usia Sekolah Dasar.........................................27 2. Fase Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar..........................28 3. Perkembangan Keagamaan Anak Usia Sekolah Dasar...............31 C. Kerangka Berpikir.........................................................................33
vi
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian…………..…….……………….…35 B. Metode Penelitian ………..………...…………………………… 35 C. Populasi dan Sampel……………………………..………………36 D. Instrumen Penelitian.…..…………………………………………37
BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.…..………………………...43 B. Deskriftif Data..…………………….……………………………46 C. Interpretasi Data………………………………………………....60
BAB V : PENUTUP. A. Kesimpulan..…………………………………………………..…65 B. Saran………………………………………………………..……66
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
1. Tabel. 1 2. Tabel. 2. 3. Tabel. 3. 4. Tabel. 4. 5. Tabel. 5 6. Tabel 6. 7. Tabel 7. 8. Tabel. 8. 9. Tabel. 9. 10. Tabel.10. 11. Tabel.11. 12. Tabel.12. 13. Tabel.13. 14. Tabel.14. 15. Tabel.15. 16. Tabel.16. 17. Tabel.17. 18. Tabel.18. 19. Tabel.19. 20. Tabel.20. 21. Tabel.21. 22. Tabel.22. 23. Tabel.23. 24. Tabel.24. 25. Tabel.25. 26. Tabel.26. 27. Tabel 27.
Instrumen penelitian 37 Pengukuran instrumen 41 Penafsiran prosentase 42 Batas wilayah Rt 01/03 kelurahan Meruyung-Limo-Depok 43 Jenjang pendidikan penduduk 44 Pekerjaan penduduk Rt 01/03 45 Sarana dan prasarana pendidikan 45 Orang tua menanamkan ajaran agama dalam keluarga 46 Orang tua memberikan nasehat kepada anak 47 Orang tua mengajarkan anak tata cara shalat 47 Orang tua mengajarkan anak membaca al-qur’an 48 Orang tua memberikan pujian atau hadiah kepada anak yang rajin beribadah 49 Orang tua mengikutsertakan anak di TPA 50 Orang tua menegur bila anak lalai beribadah 50 Orang tua menegur anak bila tidak sopan kepada orang lain 51 Orang tua mengajak anak ikut serta dalam kegiatan hari besar Islam 52 Orang tua memberikan sauritauladan yang baik dalam pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT 52 Orang tua berdiskusi pentingnya melaksanakan ibadah 53 Orang tua bahwa Allah akan menberi ganjaran surga bagi manusia yang taat kepada-Nya. 54 Orang tua membiasakan anak shalat tepat waktu 54 Orang tua mengajak anak shalat berjama’ah 55 Orang tua membiasakan berdo’a setelah melaksankan shalat 56 Orang tua mengaji setelah mengerjakan shalat maghrib 56 Orang tua membiasakan mengerjakan puasa ramadhan 57 Orang tua membiasakan untuk membaca basmallah sebelum melaksanakan pekerjaan 58 Orang tua membiasakan untuk mengucapkan alhamdulillah sebelum melaksanakan pekerjaan 59 Orang tua membiasakan bertawaqal setelah melaksanakan pekerjaan 59
viii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang sebaikbaiknya, bahkan merupakan makhluk yang paling mulia jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lainnya, oleh karena ia dibekali akal pikiran.
manusia yang merasa dirinya memiliki akal, tentunya berusaha untuk melihat hakikat dirinya serta asal kejadiannya, sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan keyakinan dan melahirkan dorongan untuk mengabdikan diri sepenuhnya hanya untuk menyembah sang Kholiq, yaitu Allah SWT. Fitrah manusia untuk mengenal sang pencipta, Allah SWT. Sebenarnya
telah ada sejak manusia dalam kandungan yaitu ketika akan
ditiupkan ruh pada dirinya, sebagaimana firman Allah SWT. Surat Al-a’raf ayat 172
⌧ ☺ ⌧ ☺ ⌧
⌧
2
Artinya Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Rabb) 1 Dari ayat tersebut diatas dapat diketahui bahwa pada saat manusia akan dilahirkan ke alam dunia, telah terjadi persaksian atas ke-Esaan Allah SWT. dengan persaksian inilah manusia akan dimintai pertanggung jawabannya pada hari akhir nanti. sehingga setelah manusia lahir di dunia, hendaklah memegang teguh janji mereka dengan senantiasa mengerjakan perintah serta menjauhi larangan yang telah digariskan oleh Allah dan RasulNya. Peraturan berupa perintah dan larangan dalam agama bertujuan untuk membentuk pribadi yang cakap untuk hidup di masyarakat dikehidupan duniawi (dunia), sebagai jembatan emas untuk mencapai kehidupan ukhrawi (akhirat). 2 Pembentukan moral yang mulia adalah tujuan utama dalam pendidikan agama Islam. Selain itu pendidikan agama Islam juga bertujuan membentuk kepribadian muslim atau Insan Kamil dengan pola taqwa yaitu dengan terbentuknya pribadi yang senantiasa berupaya mewujudkan pribadi yang baik secara maksimal guna memperoleh kesempurnaan hidup. Pendidikan
merupakan
faktor
pembangunan manusia seutuhnya, karena
yang
sangat
penting
dalam
kemampuan, kecerdasan, dan
kepribadian suatu bangsa yang akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan yang sekarang ini. Bahkan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa banyak ditentukan oleh pendidikannya. Oleh karena itu pendidikan memegang peranan sentaral dalam pembangunan manusia seutuhnya. dan masyarakat 1
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemah, (Bandung: CV Jumanatul ‘ali-ART, 2005), h. 174. 2 Proyek Pembinaan Prasarana Dan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam, 1984), h.13.
3
seluruhnya, sebab manusia selain subyek pembangunan manusia juga sebagai objek pembangunan, serta manusia sendiri yang akan menikmatinya. Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga itu dapat keluarga inti (nucleus family: ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (di samping inti, ada orang lain kakek/nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain). Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak. Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama dimana ia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang paling penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra skolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tidak mudah hilang atau berubah sesudahnya. 3 Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak karena dalam keluarga inilah ia pertama kali mendapat pendidikan dan bimbingan. Keluarga juga adalah lembaga pendidikan utama, karena sebagaian besar dari kehidupannya berada dalam keluarga, dan materi pendidikan yang paling banyak diterimanya adalah dalam keluarga. Di dalam keluarga ada aturan norma yang tidak tertulis namun ditaati oleh semua anggotanya melalui contoh, tauladan dan kasih sayang. Kewajiban utama keluarga dalam pendidikan anak adalah meletakan dasar pendidikan akhlak dan pandangan hidup beragama. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.
3
Muhamad Yusuf Harun, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 1997), Cet. I, h. 11.
4
Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. 4 Orang tua adalah pertama dan utama dalam keluarga, dikatakan pendidik yang pertama di tempat inilah anak mendapatkan bimbingan dan kasih sayang yang pertama kalinya. Dikatakan pendidikan utama karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan anak kelak dikemudian hari, karena perannya sangat penting maka orang tua harus benar-benar
menyadarinya
sehingga
mereka
dapat
memperankannya
sebagaimana mestinya. Demikian besar dan sangat mendasar pengaruh keluarga terhadap perkembangan pribadi anak terutama dasar-dasar kelakuan seperti sikap, reaksi dan dasar-dasar kehidupan lainya seperti kebiasaan makan, berpakaian,, cara berbicara, sikap terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Termasuk sifatsifat kpribadian lainnya yang semuanya itu terbentuk pada diri anak melalui interaksinya melalui pola-pola kehidupan yang terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu pendidikan kehidupan dalam keluarga jangan sampai memberikan pengalaman-pengalaman atau meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang akan merugikan perkembangan hidup anak kelak dimasa depan. Anak usia sekolah dasar adalah anak yang masa perkembangan fisik dan mentalnya berjalan cukup cepat, pertumbuhan dan perkembangan ini sangat didukung oleh keberadaan orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengajaran sehingga apa yang diharapkan orang tua dari seseorang anak dapat dicapai. Pada masa ini anak-anak suka berkhayal, senang kepada cerita, ingin tahu dan mulai aktif dalam hubungan sosial, mulai senang dan kadang-kadang pergi dengan kawan-kawannya dan mulai berkurang terikat kepada keluarganya. 5 4
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara , 2006 ), Cet.VI , h.
5
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1996), Cet 23,
35. h. 101
5
Anak-anak masa ini disebut masa usia tidak rapih karena mereka cenderung tidak memperdulikan atau ceroboh dalam penampilan dan kamarnya juga sangat berantakan. Dan masa ini oleh orang tua disebut dengan masa menyulitkan karena anak-anak tidak mau lagi menuruti perintah, mereka lebih banyak dipengaruhi/menuruti teman-temannya dari pada orang tua dan anggota keluarga lainnya. 6 Sikap keagamaan adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap agamis tersebut terwujud oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi sikap agamis merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor yakni faktor intern dan faktor ekstern. a. Faktor Intern Manusia adalah makhluk beragama (homo religius) karena manusia sudah memiliki potensi beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan maupun kehendak dan sebagainya Pada prinsipnya manusia adalah makhluk theomorfis, karena di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat yang agaknya menyerupai sifat-sifat Tuhan. Bahkan menurut Hasan langulung bahwa Tuhan memberi manusia bebrapa potensi sesuai dengan sifat-sifat Tuhan (Asma’ul Husna) artinya–sebagai misal–jika Allah bersifat Al-Ilmu (Maha Mengetahui) maka manusia pun memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan sifat tersebut manusia senantiasa berupaya untuk mengetahui sesuatu, setelah manusia mendapat pengetahuan akan sesuatu, 7 6
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), Cet. III,
h. 154 7
Irsyad Djuwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, (Ciputat: Karsa Utama Mandiri dan PB Mathla’ul Anwar,1998), Cet I, h. 15
6
Potensi dasar ini terintegrasi dalam hidup manusia dan memberikan kekuatan moral padanya dalam rangka mewujudkan kemanusiaan sebagai bagian janjinya kepada Tuhan b. Faktor Ekstern Tugas hidup manusia, oleh Allah SWT ditentukan agar beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam arti yang luas yaitu semua perbuatan, ucapan dan tingkah laku manusia selama berdimensi kepada Allah SWT dan memperoleh keridhaan-Nya 8 Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh ekstern atau luar dirinya. Seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah. Manusia juga dilengkapi potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi manusia yang memiliki perilaku keagamaan. Pengaruh itu bisa didapatkan dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan RT 01/03 Meruyung Kecamatan Limo, Kota Depok merupakan wilayah yang berada di pinggiran kota Jakarta. Sehingga kebudayaan yang berasal dari luar sangat rentan terbentuk dengan sendirinya. Akibatnya adalah orang tua harus dapat mengarahkan anaknya untuk selalu konsisten terhadap sikap keberagamaannya. Oleh sebab itu, lingkungan keluarga terutama orang tua sangatlah besar pengaruhnya terhadap pembentukan sikap keberagamaan pada anak, karena sikap orang tua atau keluarga yang acuh tidak acuh atau negatif terhadap agama, tidak mungkin dapat menciptakan pembentukan jiwa agama dan kepribadian anak. Menurut pengamatan penulis, kebergamaan di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok tampak begitu religius pada masa-masa beberapa tahun silam. Hal tersebut bisa dilihat dari ramainya tempat ibadah atau musollah setiap melaksankan shalat berjama’ah terutama pada waktu shalat magrib dan isya, setelah
8
Sahilun A.Nasir, Perenan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Jakarta: Kalam Mullia,1999), h.28.
7
melaksanakan shalat magrib anak-anak melanjutkan kegiatan mengaji baik yang dilaksanakan dimusollah maupun dirumahnya masing-masing. Akan tetapi pada saat ini, nuansa relegi itu sudah terkikis dengan kemajuan zaman yang begitu pesat, kegiatan keagamaan begitu drastis menurun, dahulunya musollah ramai dengan jama’ah baik orang tua maupun anak-anak, saat ini tampak sepi, anak-anak yang biasa mengaji setelah shalat magrib, sekarang sudah tidak lagi. Anak lebih sibuk menyaksikan tayangan televisi dan bermain dengan teman-temanya. Bahkan dewasa ini banyak kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar, seperti mencuri, berkelahi. Meskipun mereka bersekolah baik di sekolah yang berbasis agama seperti Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Dasar Muhamadiyah maupun Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), namun hal itu tidak cukup untuk membentuk sikap keberagamaan anak yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Dewasa ini, banyak orang tua yang tidak mengerti ajaran agama yang dianutnya, bahkan banyak pula yang memandang rendah ajaran agama itu, sehingga didikan agama itu praktis tidak pernah dilaksankan dalam banyak keluarga. Dengan tidak kenalnya anak akan jiwa agama yang benar, akan lemahlah hati nuraninya (super ego), karena tidak terbentuk dari nilai-nilai masyarakat atau agama yang diterimanya pada waktu kecil. Jika hati nuraninya lemah, atau unsur pengontrol dalam diri anak kosong dari nilai-nilai yang baik, maka sudah barang tentu akan mudah mereka terperosok ke dalam kelakuan- kelakuan yang tidak baik dan menurutkan hal yang menyenagkanya pada waktu itu saja, tanpa memikirkan akibat selanjutnya. Dari kenyataan diatas, penulis tertarik untuk meneliti permaslahan dengan
judul
“Peranan
Orang
Tua
Dalam
Menanamkan
Sikap
Keberagamaan Anak” (Studi Kasus di Lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok)
8
B. Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah dari alasan pemilihan judul ini, penulis mengidentifikasikan masalah-masalah yang akan muncul antara lain sebagai berikut: 1.
Peranan orang tua dalam menumbuhkan sikap keberagamaan anak
2.
Orang tua merupakan penanggung jawab pertama dan utama terhadap sikap keberagamaan anak-anaknya.
3.
Tidak semua orang tua memahami agama dengan baik.
4.
Faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan anak
5.
Masih banyak orang tua yang tidak peduli dengan sikap keberagamaan anak.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba memberikan batasan masalah supaya dalam pembahasan tidak terlalu melebar. Pembatasan tersebut adalah sebagai brikut: a. Orang tua adalah Ayah dan Ibu yang mendidik anaknya, mereka pemimpin bagi keluarganya dan juga panutan dan cerminan bagi anaknya yang pertama kali, sebelum anak mengenal lingkungan sekitarnya. b. Anak usia sekolah dasar yang dimaksud dalam tulisan ini adalah anak yang usianya 6 sampai 12 tahun yang berada di wilayah RT 01, Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok c. Sikap Keberagamaan anak yang dimaksud adalah kemamapuan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kadar pengetahuan tentang agama. yang meliputi segala kegiatan dalam rangka mengabdi kepada Allah, seperti sholat, puasa, mengaji, dan mengucapkan do’a dalam melakukan kegiatan.
9
2. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah yang diteliti yaitu, 1. Bagaimana
peranan
orang
tua
dalam menanamkan
sikap
keberagamaan pada anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok. 2. Faktor-Faktor yang menghambat dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok.
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan pada anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok. 2. Untuk mengetahui Faktor-faktor Penghambat dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
2. Kegunaan Penelitian a. Agar menjadi bahan evaluasi bagi orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anaknya agar menjadi muslim yang baik b. Supaya hasil dari penelitian yang dilakukan dapat memberikan kontribusi kepada orang tua, khususnya yang berkaitan dengan menanamkan sikap keberagamaan, agar nanti dapat
berperan
positif untuk menanamkan sikap keberagamaan anaknya dalam kehidupan sehari–hari.
10
10
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar 1. Pengertian Peranan Orang Tua “Peranan” berasal dari kata peran berarti sesutau yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang utama. 1 peranan menurut levinson sebagai mana dikutip oleh Soejono Soekanto sebagai berikut: “Peranan adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi normanorma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan serangkaian peraturanperaturan
yang
membimbing
seseorang
dalam
kehidupan
kemasyarakatan.” 2 Menurut Biddle dan Tomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-prilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. misalnya dalam keluarga, prilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi atau lain-lain. kalau peran ibu digabungkan dengan peran ayah maka menjadi peran orang tua dan
1
W.J.S Poerwadarmanita, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), h. 735 2 Soejono Sokanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 238
11
menjadi lebih luas sehingga prilaku-prilaku yang diharapakan juga menjadi lebih beraneka ragam. 3 Orang tua adalah pertama dan utama dalam keluarga, dikatakan pendidik yang pertama di tempat inilah anak mendapatkan bimbingan dan kasih sayang yang pertama kalinya. Dikatakan pendidikan utama karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan anak kelak dikemudian hari, karena perannya sangat penting maka orang tua harus benar–benar menyadarinya sehingga mereka dapat memperankannya sebagai mana mestinya. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak–anak mereka, karena dari merekalah anak mula–mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. 4 Sebelum membahas lebih meluas lagi terlebih dahulu penulis akan mengemukakan beberapa pendapat tentang pengertian orang tua, diantaranya: Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah orang tua diartikan : a. Ayah dan Ibu kandung, b. Orang–orang tua atau orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya) c. Orang–orang yang di hormati (disegani) dikampung. 5 Sedangkan dalam pengertian bahasa arab istilah orang tua dikenal dengan sebutan al– walid. 6 Adapun dalam penggunaan bahasa Inggris istilah orang tua dikenal dengan sebutan “ parent “ yang artinya “ orang tua laki – laki atau ayah, orang tua perempuan atau ibu “ 7 3
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. V, h. 224. 4 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. VI,h. 35. 5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. I, h. 627. 6 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al- Munawwir Ara Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka progressif, 1997), Cet. 14, h. 1580 7 Atabih Ali, Kamus Inggris Indonesia Arab, (Yogyakarta : Multi Karya Grafika, 2003), Cet. I, h. 593.
12
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu yang merawat dan mendidik anaknya, mereka pemimpin bagi anak dan keluarganya, juga orang tua adalah panutan dan cerminan bagi anaknya yang pertama kali ia kenal, ia lihat dan ia tiru, sebelum anak mengenal lingkungan sekitarnya. 2. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua Manusia ketika dilahirkan di dunia dalam keadaan lemah. Tanpa pertolongan orang lain, terutama orang tuanya, ia tidak bisa berbuat banyak dibalik keadaannya yang lemah itu ia memiliki potensi yang baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Fungsi keluarga adalah bertanggung jawab menjaga dan menumbuh kembangkan anggota-anggotanya, pemenuhan kebutuhan para anggota keluarga sangat penting, agar mereka dapat mempertahankan kehidupannya, yang berupa pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan untuk pengembangan fisik dan sosial, dan kebutuhan akan pendidikan formal, dan non formal dalam rangka mengembangkan intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual. Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak dan tanggung jawab kedua orang tuanya untuk memelihara dan mendidiknya dengan sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia dikawinkan atau dapat berdiri sendiri Salah satu tanggung jawab orang tua terhadap anak–anaknya adalah“ mendidik mereka dengan akhlak mulia yang jauh dari kejahatan dan keliruhan, seorang anak memerlukan pendalaman dan penanaman nilai–nilai norma dan akhlak kedalam jiwa mereka. Sebagaimana orang tua harus terdidik dan berjiwa suci, berakhlak mulia dan jauh dari sifat hina dan keji, maka mereka juga dituntut menanamkan nilai–nilai mulia ini kedalam jiwa anak-anak mereka menyucikan kalbu mereka dari kotoran “. 8
8
Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak ( Panduan Lengkap Bagi Orang Tua, Guru, dan masyarakat berdasarkan Ajaran Islam ), (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1999), Cet.II, h. 240.
13
Dalam pandangan Islam anak adalah amanat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada yang berhak menerima, karena manusia adalah milik Allah SWT. Mereka harus menghantarkan anaknya untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada- Nya. Dalam Undang–Undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 7 ayat (1) dan ( 2) menyatakan bahwa :“Orang tua berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya dan berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anak usia wajib belajar”. 9 Jadi orang tua juga mempunyai kewajiban untuk memberi pendidikan di luar rumah dengan cara mencari lembaga pendidikan yang lingkungannya mendukung dan sesuai dengan kemampuan anak. Dalam GBHN (Ketetapan MPR No. IV/ MPR/ 1978), yang berkenaan dengan pendidikan di kemukakan antara lain : “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat, karena itu pendidikan dan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.” 10 Menurut tim penyusun buku ilmu pendidikan Islam Dirbin Pertais Departemen Pendidkan Agama RI bahwa tanggung jawab pendidikan Islam yang harus dipikul oleh orang tua sekurang- kurangnya adalah sebagai berikut: 1. Memelihara dan membesarkan anak, inilah bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan manusia. 2. Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan, dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.
9
Undang –Undang RI No. 20, Sistem Pendidikian Nasional, (Jakarta: PT. Kloang Putra Timur, 2003). 10 Zakiah Darajat, Ilmu…, h. 34
14
3. Memberi pengajaran dalam arti yang luas, sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dicapainya. 4. Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim. 11 Dalam Al-Qur’an Allah berfirman sebagai berikut :
⌧
Artinya Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan 12 Menjaga diri artinya setiap orang yang beriman harus dapat melakukan self education, melakukan pendidikan terhadap anggota keluarganya untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. Suatu hal yang mustahil dalam pandangan Islam bila seorang yang tidah berhasil mendidik diri sendiri akan dapat melakukan pendidikan kepada orang lain, karena itu untuk menyelamatkan orang lain harus lebih dahulu menyelamatkan dirinya dari api neraka. Tidak seorang pun yang tenggelam mampu menyelamatkan orang lain yang samasama tenggelam.
11
Zakiah Daradjat, Ilmu…, h. 38. Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemah, (Bandung: CV Jumanatul ‘aliART, 2005), h. 951 12
15
Keharusan tanggung jawab keluarga untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya melalui pendidikan Islam juga telah ditegaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ ﺻﻠَﻰ ا ﻟﻠَﻪ َ ﻲ ُ ل ا ﻟ َﻨ ِﺒ َ ﻗَﺎ: ل َ ﻋﻨْ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻰ ا ﻟﻠَﻪ َﺿ ِ ﻋﻦْ َاﺑِﻰ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َر َ ْﺠﺴَﺎ ِﻧ ِﻪ َأو ِ ﻄ َﺮ ِة َﻓَﺄ َﺑﻮَا ُﻩ ُﻳ َﻬ ِﻮدَا ِﻧ ِﻪ َأوْ ُﻳ َﻤ ُ ﻋﻠَﻰ اﻟْ ِﻔ َ ﻞ َﻣ ُﻮ ﻟُﻮ ُد ٍ ُﻳﻮْ َﻟ ُﺪ ُ ُآ: ﺳَﻠ َﻢ َ ُﻳﻨَﺼِﺮَا ﻧِﻪ ) رَا وَا ُﻩ اﻟْ ُﺒﺨَﺎ رِى Artinya Dari Abu Hurairah ra, Ia berkata : Rasullullah SAW. Bersabda : Tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Dan orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, majusi, atau Nashrani 13 Pengertian fitrah dalam hadist ini adalah sikap tauhid kepada Allah SWT sejak manusia dalam kandungan mereka telah melakukan perjanjian dengan Allah untuk beriman dan bertauhid kepada-Nya. Orang tuanyalah yang bertanggung jawab saat kekuatan akal pikiran manusia belum sempurna dalam memiliki tanggung jawab untuk memelihara perjanjian ini sampai anak mampu menemukan dirinya sendiri. Ada beberapa aspek yang sangat diperhatikan orang tua sebagai realisasi tanggung jawab orang tua mendidik anak diantaranya: a. Pendidikan ibadah, b. Pokok-pokok ajaran Islam dan membaca Al-Qur’an, c. pendidikan akhlakul karimah, d. Pendidikan akidah Islamiah. Keempat aspek inilah yang menjadi tiang utama dalam pendidikan”. 14 Keluarga mempunyai tujuh fungsi, yaitu : a. Fungsi biologik,
13
Ahmad Sunarto, dkk., Tarjamah Shahih Bukhari, (Semarang : CV, Asy- Syifa, 1993), jilid II, Cet. I, h. 307. 14 Muhamaad Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996), Cet. I, h. 105.
16
Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, secara biologis anak berasal dari orang tuanya. 15 Fungsi
bilogis
keluarga
berhubungan
dengan
pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan biologis keluarga. Dianatara kebutuhan bilogis ini adalah kebutuhan akan keterlindungan fisik guna melangsungkan kehidupannya, keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan kepanasan, kelelahan, termasuk juga kebutuhan mendapatkan keturunan dengan melahirkan anak-anak sebagai generasi penerus b. Fungsi afeksi, Keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman). 16 Menghadapi
dan
bergaul
dengan
anak,
hendaknya
memahami dan menangkap apa yang anak rasakan serta bagaimana persepsi anak tentang iklim dimana anak hidup. Makna kasih sayang orang tua terhadap anak tidak tergantung dari banyaknya hadiah yang diberikan kepadanya, melainkan lebih dari itu yakni atas dasar seberapa jauh kasih sayang itu dipersepsi atau dihayati. c. Fungsi sosialisasi, Fungsi keluarga anak mempelajari pola- pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita- cita dan nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadian. 17 Tugas orang tua dalam mendidik anaknya tidak saja mencakup pembangunan individu anak agar menjadi pribadi yang mantap, akan tetapi meliputi pula upaya membantunya dan mempersiapkannya menjadi anggota masyarakat yang baik. Fungsi ini akan diperkenalkan pada kehidupan sosial dan memberikan bekal kepadanya untuk mampu hidup dalam lingkungan sosialnya. 15
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. I, h. 15 Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 15 17 Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 15 16
17
d. Fungsi pendidikan, Keluarga sejak dahulu merupakan pendidikan dahulu merupakan institusi pendidikan. 18 Fungsi pendidikan adalah fungsi yang memberikan peran kepada keluarga mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa yang akan datang. Dalam melaksankan fungsi pendidikan ini keluarga sebagai salah satu tri pusat pendidikan, dalam hal ini orang tua memegang peranan utama dalam proses pembelajaran anaknya terutama pada saat mereka belum dewasa. Kegiatan pembelajaran orang tua antara lain, melalui pola asuh, pembiasaan dan keteladanan. e. Fungsi rekreasi, Keluarga merupakan tempat atau medan rekreasi bagi anggotanya
untuk
memperoleh
afeksi,
ketenangan,
dan
kegembiraan. 19 Keluarga memerlukan suasana santai, akrab, ramah, hangat diantara diantara anggota keluarga. Rekreasi ini dapat menghindari atau mengurangi ketegangan-ketegangan yang timbul kesibukan tugas sehari-hari. Fungsi ini tidak harus dengan kemewahan, melainkan melalui penciptaan suasana kehidupan yang tenang dan damai. Fungsi rekresi ini juga dapat membawa anggota keluarga dalam merealisasikan dirinya dalam suasana yang bebas dan nyaman sebagai selingan dari kesibukan sehari-hari. f. Fungsi keagamaan Merupakan pusat pendidikan, upacara dan ibadah agama bagi para anggotanya. 20 Keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak serta anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Tujuannya bukan saja untuk mengetahui kaidah-kaidah agama, 18
Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 15 Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 16 20 Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 16 19
18
melainkan untuk menjadi insan yang beragama, sebagai hamba yang sadar akan kedudukannya sebagai makhluk yang diciptakan secara sempurna dan dilimpakan rahmat tanpa henti sehingga menggugahnya untuk mengisi dan mengarahkan hidupnya untuk mengabdi kepada AllahSWT dan menuju keridha-Nya. g. Fungsi perlindungan, Keluarga berfungsi memelihara, merawat dan melindungi si anak baik fisik maupun sosialnya. 21 Fungsi ini melindungi anak dari ketidakmampuannya bergaul dengan lingkungan pergaulannya, melindungi dari pengaruh yang tidak baik yang mungkin mengancam, artinya agar anak merasa terlindungi atau merasa aman. Fungsi ini juga untuk menangkal pengaruh kehidupan pada saat sekarang dan masa yang akan dating. Ketujuh fungsi keluarga tersebut sangat besar perannya bagi kehidupan dan perkembangan kepribadian si anak. Oleh karena itu harus diupayakan oleh para orang tua sebagai realisasi tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik primer. 3. Pengertian Sikap Keberagamaan Sebelum sampai pada pengertian sikap keberagamaan terlebih dahulu ada baiknya penulis akan menguraikan tentang pengertian sikap dan pengertian keberagamaan yang merupakan kata dasar dari agama. Menurut bahasa (etimologi), sikap adalah “Perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, pendapat atau keyakinan”. 22 sikap atau dalam bahasa Inggris disebut attitude menurut Ngalim Purwanto adalah “Perbuatan atau tingkah laku sebagai respon atau reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus”. 23
21
Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 16. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus…, h. 499. 23 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), Cet. Ke-103, h. 141. 22
19
Tiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap suatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan, dan juga situasi lingkungan. Sumber lain mengatakan bahwa sikap adalah “suatu kecenderungan yang menentukan atau suatu kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku yang ditujukan kearah suatu objek khusus dengan cara tertentu, baik objek itu berupa orang, kelembagaan ataupun masalah bahkan berupa dirinya sendiri. 24 Sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan 2 alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut atau melaksanakannya atau menjauhi/menghindari sesuatu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa objek. Hal ini sesuai dengan pengertian sikap yang dikemukakan oleh Sarlito Wirawan Sarwono bahwa sikap adalah kesiapan seseorang pada untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. 25 Jadi, sikap merupakan kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi secara konsisten. Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu. Dari uraian di atas jelaslah bahwa sikap merupakan kesediaan bertindak atau bertingkah laku seseorang individu yang berdasarkan pendirian dan pendapat terhadap suatu hal atau objek tertentu . tidak ada satu sikappun yang tanpa objek. Misalnya: sikap seseorang muslim terhadap daging babi yang dianggapnya sebagai makanan yang haram dan kotor. Dengan demikian sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami tingkah laku.
24
Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 104. Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. II, h 103. 25
20
Sejumlah perbedaan perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan atau manifestasi dari sikap yang sama. Yang dimaksud dengan keagamaan atau religi adalah kepercayaan terhadap suatu Zat yang mengatur dalam semesta ini 26 Agama sebagai bentuk keyakinan, karena agama menyangkut masalah yang berhubungan dengan batin manusia. memang sulit diukur secara tepat dan terperinci. Hal ini pula yang membuat para ahli kesulitan dalam memberikan definisi yang tepat tentang agama. definisi agama yang diberikan oleh bebrapa penulis tampaknya belum memuaskan. Bahkan sampai pada sebuah kesimpulan, bahwa usaha untuk mendefinisikan agama tidak ada gunanya. Berikut ini penulis mencoba untuk membeberkan definisi agama dari beberapa ahli Agama menurut Harun Nasution adalah ikatan. agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. ikatan itu berasal dari dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. satu kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indara. 27 Prof Muzayyin Arifin dalam bukunya “Pedoman pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Agama”, mengatakan: ”Dari aspek subjektif (pribadi manusia), agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwa oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingakah laku tersebut kepada pola hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya dan pola hubungan antara manusia dengan masyarakat serta alam sekitar”. 28 Dari beberapa definisi agama yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar agama adalah tuntunan Tuhan untuk diikuti, dipatuhi dan diamalkan oleh manusia untuk memperoleh kebahagian 26
Panut Panuju, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), Cet. I, h. 112 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 7, h, 10 28 Muzzayin Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1991), Cet. II, h. 1 27
21
di dunia dan akhirat. Sedangkan kata agamis itu sendiri maksudnya adalah “sifat-sifat yang terdapat dalam agama, dapat juga dikatakan segala sesuatu mengenai agama. Jadi yang dimaksud dengan menanamkan sikap keagamaan adalah memasukan sesuatu dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap agamis tersebut terwujud oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi sikap agamis merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. 4. Tugas Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar Menurut kamus bahasa Indonesia, menanamkan adalah menanam sesuatu atau menaburkan paham ajaran, memasukan, membangkitkan, atau memelihara (perasaan, cinta kasih, semagat dan sebagainya) 29 Keluarga adalah sesuatu lembaga atau unit terkecil dalam masyarakat yang menjunjung harkat kemanusiaan, terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak atau saudara kandung, berfungsi bertanggung jawab menjaga dan menumbuh kembangkan anggota-anggotanya mereka bertindak dan bertanggung jawab untuk mencapai kebahagiaan. Di dalam keluargalah pusat pendidikan awal anak pada tahun-tahun formatifnya, serta di dalam keluarga pula adanya ikatan lahir batin yang kuat. Maka keluarga berkewajiban untuk menanamkan sikap keberagamaan anak sejak dini. Pendidikan dimulai sejak anak dilahirkan. Bahkan pada tahun–tahun pertama sangat penting, dan sangat tepat apabila disebut sebagai tahun–tahun yang menentukan kehidupannya. Sayangnya, orang tua banyak mengabaikan pentingnya masa kanak–kanak meskipun masa ini sangat penting. Karena, pada umur ini anak–anak berada dalam keadaan bersih. Banyak orang tua 29
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. III, Edisi III, h. 1134.
22
berpendapat bahwa anak–anak tidaklah memahami atau belajar sesuatu sehingga mereka dengan sembarangan mengucapkan kata–kata yang kotor, bahasa yang kasar, dan mencaci maki di depan anak. Sesungguhnya, semua itu terukir di dalam hati dan pikiran anak. 30 Pada umunmya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya, seseorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam kehidupannya.
Lain
halnya
orang
yang
diwaktu
kecil
mempunyai
pengalaman-pengalaman agama, mislanya ibu bapaknya orang yang tahu agama, lingkungan social dan kawan-kawanya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama, secara sengaja dirumah, sekolah dan masyarakat. Maka orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan
kepada
hidup
dalam
aturan-aturan
agama,
terbiasa
menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama. Agama yang ditanamkan
sejak kecil kepada anak–anak sehingga
merupakan bagiaan dari unsur–unsur kepribadiannya, akan cepat bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan–keinginan dan dorongan–dorongan yang timbul karena keyakinan terhadap agama yang menjadi bagian dari kepribadian itu, akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam. Ia tidak mau mengambil hak orang atau menyelewengkan sesuatu, bukan ia takut karena ia takut akan kemungkinan ketahuan dan hukuman pemerintah atau masyarakat, akan tetapi ia takut akan kemarahan dan kehilangan ridho Allah. Jika ia menjadi seorang ibu atau bapak di rumah tangga, ia merasa terdorong untuk membesarkan anakanaknya dengan pendidikan dan asuhan yang diridhoi oleh Allah. Ia tidak
30
Maulana Musa Ahmad Olgar, Tips Mendidik Anak bagi Orag Tua Muslim, (Yogyakarta: Citra Media, 2006 ) Cet. I, h. 101
23
akan
membiarkan
anak–anak
melanggar hukum dan susila.
melakukan
perbuatan–perbuatan
yang
31
Orang tua yang mentaati agama, dapat memberikan bimbingan hidup yang sekecil–kecilnya sampai kepada yang sebasar–besarnya, mulai dari hidup pribadi sampai sukses dalam membina kehidupan awal dari rumah tangganya dan memiliki segala yang diinginkannya, oleh karena itu hendaknya benar– benar harus dijaga ketaatan beragama yang sudah dimiliki semasa hidupnya, tetapi akan sebaliknya jika orang tua yang tidak memiliki ketaatan beragama, akan bencana kepada pribadinya bahkan kepada rumah tanggahnya. Dapat disaksikan betapa besar perbedaan antara orang beriman yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak beragama atau acuh tak acuh kepada agamanya. Pada wajah orang yang hidup beragama terlihat ketentraman batin, sikapnya selalu tenang. Mereka tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan perbuatannya tidak ada yang akan menyengsarakan atau menyusahkan orang lain, lain halnya dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan agama. Mereka biasanya mudah terganggu oleh kegonjangan. Perhatiannya tertuju kepada diri dan golongannya tingkah laku dan sopan santun dalam hidup, biasanya diukur atau dikendalikan oleh kesenagan – kesenagan lahiriyah.dalam keadaan senang, dimana segala sesuatu berjalan lancar dan menguntungkannya, seorang yang tidak beragama akan terlihat gembira, senang dan bahkan mungkin lupa daratan. Tetapi apabila ada bahaya yang mengancam, kehidupan susah, banyak problem yang harus dihadapinya, maka kepanikan dan kebingungan akan menguasai jiwanya, bahwa akan memuncak sampai kepada terganggu kesehatan jiwa. 32 Dalam dunia modern, orang kelihatannya kurang mengindahkan agama. Anak–anak dibesarkan dan menjadi dewasa, tanpa mengenal pendidikan agama, terutama pendidikan agama dalam rumah tangga. Orang tua banyak yang menumpahkan perhatiannya kepada pengetahuan umum, tetapi sedikit sekali terhadap pengetahuan agama. Mereka tidak menyadari 31
Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 2001), Cet, III, h. 49. 32 Zakiah Daradjat, Peranan Agama…, h. 50.
24
bahwa apabila keyakinan beragama itu telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika terjadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan menggembirakan, maka keimanannya cepat bertindak meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. Andai kata termasuk hal–hal yang terlarang, betapapun tarikan luar itu, tidak akan diindahkan karena ia takut melaksanakan yang terlarang oleh agama. Orang tua merupakan pendidikan yang pertama kali bagi anak, oleh sebab itu orang tua yang harus bisa mendidik anaknya dengan sebenar– benarnya. Agama sangat pengaruh bagi orang tua tersebut, apabila orang tua tersebut tidak bisa memahami tentang agama tersebut yang dianutnya. Maka anaknya pun tidak bisa memahami ajaran agama tersebut, dikarenakan orang tuanyalah yang tidak bisa mendidik anaknya dengan selayaknya, bahwa agama sangat perlu dalam kehidupan manusia, baik bagi orang tua maupun bagi anak– anaknya. Sigmund Freud dengan konsep Father Image
(citra kebapaan)
menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan anak dipengaruhi oleh citra anak kepada bapaknya. Jika seorang bapak menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik, maka anak akan cenderung mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku sang bapak pada dirinya. Demikian pula sebaliknya, jika bapak menampilkan sikap buruk akan ikut berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. 33 Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu, sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua, yaitu mengazankan ketelinga bayi yang baru lahir, mengakikah, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca Alquran, 33
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), Edisi Revisi, h. 272.
25
membiasakan shalat serta bimbingan lainnya yang sejalan dengan perintah agama. Orang tua dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan 34 Dari uraian diatas telah jelas bahwasannya orang tua sebagai pendidik agama dalam memberikan contoh yang baik dan teladan dalam agama kepada anaknya. Sebagai yang dicontohkan
mereka harus menyediakan suasana
rumah tangga yang saleh, penuh dengan perangsang – perangsang budaya dan perasaan kemanusiaan yang mulia, bebas dari kerisauan, pertentangan dan pertarungan keluarga soal
pendidikan anak hendaknya orang tua
memperkenalkan anak dengan agamanya melalui pengajaran dan bimbingan, agar kelak dewasa anak selalu konsisten dengan apa yang didapatkan dari pendidikan yang dialakukan di dalam keluarga. Oleh karena itu, orang tua hendaknya selalu mengucapkan kata–kata yang baik dan membicarakan hal–hal yang baik di depan anak. Orang tua hendaknya selalu mencurahkan perhatiannya terutama kepada masalah– masalah keIslaman. Apabila aqidah Islam dibicarakan siang dan malam dan kapan saja ada kesempatan didepan anak, maka aqidah Islam akan terukir ke dalam jiwanya yang masih murni sehingga aqidah Islam tidak akan terhapus dari jiwanya bahkan hingga anak mencapai usia lanjut. 35 Orang tua harus bisa memahami fungsi kependidikan Islam yang menekankan pada pendidikan yang bersifat individual, yaitu dalam bentuk pengarahan, pembiasaan dan pelatihan agar anak-anak Mampu mewujudkan dalam dirinya prilaku atau akhlak mulia dan memelihara jalur komunikasi harmonis dengan masyarakat dan lingkunganya. 36 Menurut Zakiah Daradjat yang dikutif oleh tim dosen fakultas tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang,
Pendidikan agama Islam dalam lingkungan
keluarga, adalah pendidikan yang berjiwa agama , terutama bagi anak–anak yang masih dalam fase pendidikan pasif, ketika pertumbuhan kecerdasannya 34
Jalaluddin, Psikologi Agama…, h. 272 Maulana Musa Ahmad Olgar, Tips Mendidik …, h. 102. 36 Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Malang, Dasar – Dasar Kependidikan Islam, (Syrabaya: Karya Aditama, 1996), Cet. I, h. 65 35
26
masih kurang. Untuk itu penting diketahui bahwa orang tua : “ orang tua harus memberikan contoh didalam hidupnya, misalnya kebiasaan mengerjakan shalat, berdo’a membaca al–qur’an, disamping orang tua itu harus mengajak meneladani sikap–sikap yang baik dan terpuji. Demikian pula menanamkan sikap jujur, serta menghargai waktu, disiplin, senang membaca, cinta kerja, cinta ilmu pengetahuan, dan menghargai orang lain.”
Pendidikan dalam
lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap prilaku anak kelak dikemudian hari, sebab baik buruknya prilaku seseorang disekolah atau masyarakat sangat ditentukan oleh pendidikan yang diperolehnya pada waktu kecil di dalam lingkungan keluarga. Sebab itu tanggung jawab keluarga memiliki peranan yang sangat penting. 37 Jika dalam diri anak sejak usia sekolah dasar sudah tertanam sikap keberagamaan yang kuat, sangatlah berbahagia bagi orang tua karena mereka tidak perlu khawatir melepas anak-anaknya dizaman modern ini, walau banyak pergaulan yang dilakukan oleh anak, akan tetapi pelaksanaan ajaran agama tidak mereka tinggalkan. Semakin mereka tumbuh besar dan dewasa maka semakin kokoh dan kuat rasa keberagamaan mereka sebagai manesfestasi dari penghayatan mereka akan kebenaran menjalankan ajaran agamanya. Oleh karena itu, Keluarga terutama orang tua, sebaiknya tetap memberikan bimbingan dan menjadi contoh atau suritauladan bagi anakanaknya. Bagaimanapun juga suritauladan dan bimbingan keagamaan tersebut sangatlah
dibutuhkan
untuk
perkembangan
sikap
keagamaan
anak.
Keteladanan orang tua merupakan hal yang paling penting dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak. Hal ini dikarenakan keteladanan merupakan contoh yang terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya.
37
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Malang, Dasar – Dasar…., h 201
27
B. Anak Usia Sekolah Dasar 1. Pengertian Anak Sekolah Dasar Setelah masa prasekolah berakhir, maka tibalah masa sekolah yang disebut juga masa intelektual. Anak-anak itu matang atau siap bersekolah apabila ia sudah sampai pada tingkat ketangkasan dalam gerak-geriknya, yaitu sudah mempunyai pandangan hidup yang ringkas, yang tidak lagi dipengaruhi oleh perbuatan egosentris dalam alam fantasinya. Hal ini dapat dinyatakan dengan sikap mau menerima suatu kewajiban yang dibebankan oleh orang lain kepadanya, dan adanya kesanggupan menyelesaikan kewajiaban itu sebaik-baiknya sekalipun tugas itu tidak disukainya atau memberatkan kepadanya. Anak yang demikian itu biasanya anak yang berusia 6 atau 7 tahun. Anak-anak masa ini disebut juga usia tidak rapih, karena mereka cenderung tidak memperdulikan atau ceroboh dalam penampilan. Di masa ini juga anak sering kali tidak mengindahkan perkataan atau perintah dari orang tuanya. Mereka lebih memperdulikan kelompok bermainnya. Oleh karena itu masa ini sering disebut masa sulit oleh sebagian orang tua. 38 Pengalaman pertama yang sangat berat bagi si anak adalah ketika anak mulai belajar hidup berdisiplin di sekolah, mulai duduk tenang pada jam-jam tertentu, harus patuh kepada peraturan dan lain sebagainya. Bagi anak yang biasanya dapat perhatian yang cukup atau lebih di rumah, maka pengalaman sekolah baginya adalah pengalaman yang tidak menyenangkan. 39 Untuk itu sebagai orang tua dituntut untuk dapat menumbuhkan dan mendorong agar kepercayaan dirinya dapat terbangun. Sehingga dapat menentramkan keadaan meraka yang sedang kalut dengan pengalaman barunya.
38
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet. I, h. 155 39 Zakiah Dardjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001),Cet. 23, h. 96
28
Anak-anak pada usia ini, sering disebut “usia penyesuaian diri” kerena anak-anak pada masa ini ingin menyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara dan prilaku lainnya. Demikian pentingnya penyesuain ini dirasakan anak, sehingga apabila ia tidak mampu dalam penyesuaian ini ia akan menjadi anak yang terisolir, menyisihkan diri dan hidupnya tidak bahagia, merasa tidak berarti dibandingkan dengan teman anak-anak lainnya yang popular. 40 Pada umur kurang lebih 12 tahun, masa anak-anak sudah berakhir baginya. Tenaga, badannya sudah cukup berkembang, telah banyak pengetahuan dan sudah banyak berfikir secara logis dan telah bisa menguasai hawa nafsunya dalam beberapa hal. Ia tidak menghendaki dirinya lebih dari kemampuannya dan biasanya merasa senang dengan kehidupannya. Demikian anak yang berusia 12 tahun menjadi anak yang tenang dan berkeseimbangan tetapi itu tidak lama karena akan timbul kegelisahan sebagai tanda krisis baru dalam perkembangannya. 2. Fase Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Usia anak sekolah dasar, bukan lagi seperti anak-anak yang mau di timang-timang dan di perlakukn seperti anak balita. Karena sekarang mereka telah mengalami perkembangan di berbagai macam aspek, antara lain : 1. Perkembangan Intelektual. Pada umumnya anak-anak pada umur 6 tahun telah masuk sekolah Dasar. Anak-anak pada umur antara 6-12 tahun ini, berbeda dengan anak-anak dibawah umur enam tahun. Anak-anak pada umur 6-12 tahun, ditandai dengan dengan perkembanagn kecerdasan cepat. Kira –kira umur tujuh tahun pemikiran logis terus tumbuh dan berkembang dengan cepat ampai umur 12 tahu, dimana si anak telah mampu memahami hal yang abstrak. 41 Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelaktual atau kemampuan kognitif (seperti : membaca, menulis 40
Alisuf Sabri, Pengantar …, h. 156 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1993), Cet. I, h. 79 41
29
dan menghitung). Sebelum masa ini yaitu masa pra sekolah daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan (berhayal) sedangkan pada usia SD daya fikirnya sudah berkembang kepada cara berfikir konkrit dan rasional (dapat diterima akal) walau sifatnya masih sangat sederhana. Priode ini ditandai
dengan
tiga
kemampuan
atau
kecakapan
baru,
yaitu
mengklasifikasikan (mengelompokan), menyusun, atau mengasosiasikan (menghubung atau menghitung angka-angka atau bilangan). Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan (angka) seperti menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi. Disamping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhan. 2. Perkembangan Bahasa Bahasa adalah berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakum semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan. Dengan bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama. 3. Perkembangan Sosial Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral(agama). Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dimulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya. Teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperlihatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya. Dan bertambah kuat keinginannya untuk di terima menjadi anggota kelompok, dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
30
Karena pengaruh teman sangat besar, maka orang tua dan guru hendaknya membantu anak dalam memilih teman yang baik. Ukuran baik dan buruk supaya diambilkan dari nilai-nilai absolut yang tidak pernah berubah karena keadaan, zaman dan tempat. 42 Oleh karena itu dituntut kerja sama yang baik antara keluarga , sekolah dan masyarakat lingkungan dalam mendukung dalam menciptakan suasana yang baik agar tujun dari hidup ono bisa tercapai. 4. Perkembangan Emosi Menginjak usia sekolah dasar, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima dalam masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembnagn keluarga cenderung stabil. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil dan kurang control (seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah mengeluh kecewa atau pesimis dalam menghadapi masalah), maka perkembangn emosi anak cenderung kurang stabil. Untuk itu seyogyanya orang tua senantiasa menciptakan suasana yang tenang, tentram dengan kasih sayang. Walaupun masalah tidak dapat dielakkan dari kehidupan ini, namun penyelesaiannya haruslah dengan sikap yang tenang dan mencari solusinya dengan kepala dingin. 5. Perkembangan Moral Moral adalah realisasi dari kepribadian (mental) pada umumnya, bukanlah hasil pekerjaan pikiran semata. Berapa banyaknya orang, yang tahu bahwa yang dikatakan atau dilakukannya sebenarnya tidak dapat diterima oleh akalnya sendiri, tetapi ia masih tidak sanggup mengatasinya. 43 42 43
Zakiah Daradjat, Pendidikan…, h 87 Zakiah Daradjat , Membina…, h. 58
31
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar salah atau baikburuk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada umumnya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menenamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya dilakukan, karena informasi yang diterima anak mengenali benar-salah atau baik-buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya dikemudian hari. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua dan lingkungan sosilnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk prilaku dengan konsep benarsalah atau baik-buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan bersikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar/baik. 3. Perkembangan Keagamaan Anak Usia Sekolah Dasar Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sebenarnya potensi agama sudah ada di setiap manusia sejak dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta. Dalam terminology Islam dorongan ini dikenal dengan hidayat al-diniyat, berupa benih-benih keagamaan yang dianugrahkan Tuhan kepada manusia. Dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakekatnya adalah makhluk beragama. 44 Keberagamaan merupakan faktor bawaan manusia apakah nantinya setelah dewasa seseorang akan menjadi sosok penganut agama yang taat, sepenuhnya tergantung dari pembinaan nilai-nilai agama oleh kedua orang tuanya. Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi anak-anak, sedangkan lembaga pendidikan sebagai pelanjut dari pendidikan rumah tangga. Dalam kaitan dengan kepentingan ini pula terlihat peran strategis dan peran sentral keluarga dalam meletakan dasar-dasar keberagamaan
44
Jalaludin, Psikologi Agama…, h. 69
32
Keberagamaan anak pada masa sekolah adalah sungguh-sungguh, namun belum dengan pikirannya, ia menangkapnya dengan emosi, karena ia belum mampu berpikir logis. Kemampuan berpikir logisnya baru mulai tumbuh, namun tetap terkait kepada fakta yang dapat dijangkau dengan panca indranya. Anak menyangka bahwa penampilan rumah ibadah, menunjukan kuwalitas agama yang memiliki tempat ibadah tersebut. Anak akan sangat bangga dengan agama Islam apabila masjid atau mushala yang pernah dilihatnya bersih, indah dan mempesona. Yang paling menarik bagi anak dalam beragama adalah upacara keagamaan dengan pakaian seragam dan segala atributnya, terlebih apabila ia ikut serta dengan orang dewasa dalam kegiatan tersebut. Anak yang sering ikut ke masjid dengan bapaknya waktu shalat jum’at, dimana ia juga memakai peci merasa kagum, senang dan bahagia melihat dan ikut serta dengan seluruh jamah waktu berdiri bershafshaf melaksanakan shalat. Saat anak meninjak usia 7 tahun, secara fisik mereka dibiasakan mengerjakan sholat (pembiasaan), kemudian setelah mencapai 10 tahun, perintah
untuk
melaksankan
shalat
secara
rutin
dan
tepat
waktu
diperketat(disiplin). Pada jenjang usia ini anak-anak juga diperkenalkan kepada nilai-nilai ajarannya, diajarkan membaca al-qur’an, sunah rasul, maupun cerita-cerita yang bernilai pendidikan. 45 Menurut Zakiah Darajat memperkenalkan sifat-sifat Allah kepada anak-anak pada umur ini hendaknya memilih sifat-sifat Allah yang menyenangkan baginya, seperti Allah maha pengasih, penyayang, penolong, pelindung dan sebagainya. Sifat-sifat Allah yang menakutkan seperti menghukum, mengazab memasukan ke neraka dan sebagainya, janganlah diperkenalkan pada anak usia sekolah dasar. Karena sifat-sifat yang menimbulkan rasa takut kepada Allah dapat menyebabkan
45
Jalaludi, Psikologi Agama…, h. 70
anak-anak
33
menjauhi dan menakuti-Nya, selanjutnya anak tidak berani mendekatkan diri kepada Allah SWT. 46 Untuk itu pendidikan keagamaan pada masa ini dilakukan dengan penuh kesabaraan, dan jangan sekali kali memaksakan kehendak kepada anak. Cara yang paling tepat adalah pambinaan, latihan, serta suri teladan dari orang tua. Oleh karena itu sejak dini telah diupayakan terbentuknya kebiasaankebiasaan yang baik, sehingga fitrah untuk mengenal Allah serta pengabdian kepadanya akan senantiasa kokoh hingga anak tumbuh dewasa.
C. Kerangka Berfikir Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak, karena dalam keluarga inilah ia pertama kali mendapat pendidikan dan bimbingan. Keluarga juga adalah lembaga pendidikan utama, karena sebagaian besar dari kehidupannya berada dalam keluarga, dan materi pendidikan yang paling banyak diterimanya adalah dalam keluarga. Di dalam keluarga ada aturan norma yang tidak tertulis namun ditaati oleh semua anggotanya melalui contoh, tauladan dan kasih sayang. Kewajiban utama keluarga dalam pendidikan anak adalah meletakan dasar pendidikan akhlak dan pandangan hidup beragama. Untuk itu orang tua dituntut agar dapat memberikan pendidikan agama. Sehingga dapat membentuk sikap keberagamaan yang kuat bagi anak-anaknya, sebagai bekal keberagamaan mereka di masa yang akan dating. Keberagamaan anak pada usia sekolah dasar adalah sungguh-sungguh, namun belum dengan pikirannya, ia menangkapnya dengan emosi, karena ia belum mampu berpikir logis. Kemampuan berpikir logisnya baru mulai tumbuh, namun tetap terkait kepada fakta yang dapat dijangkau dengan panca indranya. Anak menyangka bahwa penampilan rumah ibadah, menunjukan kuwalitas agama yang memiliki tempat ibadah tersebut. Anak akan sangat bangga dengan agama Islam apabila masjid atau mushala yang pernah 46
Ramayulius dkk., Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia,1987), h131
34
dilihatnya bersih, indah dan mempesona. Yang paling menarik bagi anak dalam beragama adalah upacara keagamaan dengan pakaian seragam dan segala atributnya, terlebih apabila ia ikut serta dengan orang dewasa dalam kegiatan tersebut. Anak yang sering ikut ke masjid dengan bapaknya waktu shalat jum’at, dimana ia juga memakai peci merasa kagum, senang dan bahagia melihat dan ikut serta dengan seluruh jamah waktu berdiri bershafshaf melaksanakan shalat. Oleh kerena itu, jika peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar dapat dilakukan dengan baik, maka sikap keberagamaan akan tertanam dengan baik pula pada diri anak tersebut. Sedangkan jika peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak tidak dilakukan dengan baik, maka hal tersebut berakibat pada sikap keberagamaan anak tidak akan terbentuk dan bahkan dapat menghilangkan keyakinan mereka kepada Allah SWT.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai masalah dan ha-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian yang meliputi tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data, instrument penelitian.
A. Tempat Penelitian Dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Tempat yang dijadikan obyek penelitian adalah wilayah RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok. 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Maret sampai 12 April 2010 B. Metode Penelitian Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai bagaimana peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak dan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar, penulis menggunakan metode “Deskriftif Analisis” melalui penelitian lapanngan (Field Reseach) dan penelitian kepustakaan (Library Reseach). 1. Jenis penelitian lapangan dimaksud agar dapat diperoleh fakta, data dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai peranan orang tua
35
dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar dan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok 2. Penelitian kepustakaan penulis lakukan dengan mempelajari atau menelaah dan mengkaji buku yang erat kaitannya dengan masalah yang akan dibahas yaitu : peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan
anak
usia
sekolah
dasar
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
C. Populasi dan Sampel 1.Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. 1 Populasi dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh keluarga yang bertempat tinggal di Rt01/03 kelurahan meruyung yang berjumlah 125 kepala keluarga, yang keseluruhannya berjumlah 502 orang. Dan dari sekian banyak populasi hanya terdapat 40 keluarga yang memiliki anak yang usia 7-12 tahun. 2. Sampel Sample adalah sebagian atau wakil yang diambil dari populasi. 2 Karena populasinya berjumlah berjumlah 125 kepala keluarga dan 40 kepala keluarga yang memiliki anak usia 7-12 tahun, maka penulis mengambil sample 40 kepala keluarga yang memilki anak usia 7-12 tahun dengan perincian 22 anak laki-laki dan 17 anak perempuan. Penulis memilih anak usia 7-12 tahun sebagai sampel adalah karena anak pada usia ini mempunyai kecenderungan meniru apa-apa yang dilihat dan dirasakan. Teknik yang penulis gunakan adalah teknik total sampling.
1
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rinike Cipta,1998), cet Ke 11, hal 55 2 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek..., h. 56
36
D. InstrumenPenelitian Instrument penelitian ini dalam bentuk non tes yaitu menggunakan angket. Angket ini dalam bentuk questioner yang diperuntukan orang tua, untuk mendapatkan informasi menegenai peranana orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok.
Tabel I Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Tentang Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan
No Variabel
Dimensi
Indikator
a. Upaya orang
1 Peranan Orang
•
tua
1
Menanamkan ajaran
Tua
Item soal
agama
kepada anak •
Memberikan nasehat yang baik
2
kepada anak •
Mengajarkan anak 3
tata cara shalat •
Mengajarkan anak membaca
al-
Quran •
4
Memberikan pujian atau hadiah bagi anak yang rajin melaksankan ibadah
37
5
•
6
Mengikut sertakan
anak
pada TPA •
Menegur
anak
yang
7
malas
mengerjakan ibadah •
Menegur
8
anak
yang tidak sopan terhadap
orang
lain •
Mengajak
9
anak
untuk ikut serta dalam
kegiatan
hari besar Islam b. Keteladanana
•
10
Memberikan suri tauladan
dalam
melaksankan ibadah
2
Sikap
•
Ibadah
Keberagamaan keseharian anak
11
Berdiskusi tentang
dalam
pentingnya
kehidupan
beribadah kepada
sehari-hari
Allah SWT
seperti
shalat,
•
12
Berdiskusi
mengaji, puasa
tentang
serta
surga
membiasakan
manusia yang taat
berdoa saat dan
beribadah
38
ganjaran bagi
•
setelah
13
Membiasakan
melakukan
anak shalat tepat
pekerjaan
waktu •
Mengajak
anak shalat 14
untuk berjamaah •
Membiasakan anak untuk berdoa 15 setelah shalat
•
Membiasakan untuk 16
anak mengaji
setelah
shalat magrib •
17
Membiasakan anak
puasa
di
bulan ramadhan •
Membiasakan 18
anak mengucapkan basmalah
saat
hendak melaksankan pekerjaan •
Membiaskan anak untuk mengucapkan alhamdulillah setelah melaksanakan pekerjaan
39
19
•
Membisakan
20
sikap bertawakal setelah melaksanakn pekerjaan
E. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang dibahas, penulis melakukan penelitan dengan cara sebagai berikut: 1. Observasi,
yaitu
pengumpulan
data
dengan
jalan
mengadakan
pengamatan di lapangan secara langsung kepada keluarga yang meiliki anak usia 7-12 tahun RT 01/03 kelurahan meruyung dan mencari data yang sebenarnya. 2. Wawancara, yaitu pengunpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan tokoh masyarakat di RT 01/03 kelurahan Meruyung mengenai masalah yang diteliti. 3. Angket, yaitu pengumpulan data dengan cara menggunakan pertanyaan tertulis kepada orang tua yang terpilih sebagai sampel penelitian di RT 01/03 kelurahan meruyung Depok yang berjumlah 40 keluarga.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data. 1 Teknik Pengolahahan data Untuk mengolah data-data yang terkumpul dalam penelitian ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a.
Editing Dalam pengolahan data, yang pertama kali dilakukan adalah melakukan edit data sehingga hanya data yang tepakai saja yang ada. Langkah editing ini bermaksud merapikan data agar bersih, rapi dan langsung melakukan langkah selanjutnya.
b.
Skoring
40
Untuk
menentukan
skorsing
semua
pertanyaan
angket
akan
ditabulasikan dengan skor nilai setiap itemnya, dengan cara jawaban yang berupa huruf akan dirubah menjadi nilai angka, yaitu sebagai berikut.
Tabel 2 Pengukuran Instrumen
Pilihan Jawaban
A
B
C
D
Pertanyaan +
4
3
2
1
-
1
2
3
4
c.
Tabulating Yaitu mentabulasi data jawaban yang telah diberikan kedalam bentuk tabel, untuk kemudian diketahui hasil perhitungannya.
2 Teknik Analisis Data Data yang berasal dari kepustakaan digunakan sebagai rumusan teori yang dijadikan pedoman penulis untuk penelitian lapangan. Adapun data yang berasal dari obsevasi, wawancara, angket dan skala sikap dianalisis dengan menggunakan
tekhnik
deskriptif
analisis.
Deskriptif
analisis
yakni
menggambarkan apa adanya, kemudian dianalisis. Untuk mempermudah menganalisis data, maka terlebih dahulu ditabulasikan dalam bentuk table distribusi frekuensi relative. Secara operasional teknik analisis data ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1) Memperoleh nilai frekuensi atas jawaban responden terhadap angket dengan menggunakan rumus:
P=F X 100% N
41
Keterengan: P : Angka prosentase F : Adalah Frekwensi yang dicari prosentasenya N : Adalah Jumlah seluruh sampel Dengan pengolahan data seperti ini penulis memperoleh table distribusi frekuwensi sebanyak 40 buah. Adapun ketentuan skala prosentasi dapat dilihat pada table berikut: Tabel 3 Penafsiran Prosentase No Prosentase
Penafsiran
1
100%
Seluruhnya
2
90-99%
Hampir Seluruhnya
3
60-89%
Sebagian Besar
4
51-59%
Lebih dari Setengah
5
50%
Setengahnya
6
40-49%
Hampir Setengahnya
7
10-39%
sebagaian Kecil
8
1-9%
Sedikit sekali
9
0%
Tidak Sama Sekali
42
43
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Lingkungan RT 01 Kelurahan Meruyung yang menjadi objek penelitian adalah bagian dari desa yang berada di kecamatan Limo kota Depok provinsi Jawa Barat, dan telah termasuk sebagai wilayah kelurahan. Lingkungan RT 01 adalah salah satu dari 3 RT yang ada di RW 03, kelurahan Meruyung. Mengenai batas wilayah RT 01 Kelurahan Meruyung dapat dilihat dari table berikut : Tabel 4 Batas Wilayah RT 01/03 Letak RT 01
Perbatasan RT 01
Sebelah Barat
RT 02/03 Kelurahan Meruyung
Sebelah Timur
RT 04/04 Kelurahan Meruyung
Sebelah Utara
RT 02/02 Kelurahan Meruyung
Sebelah Selatan
RT 05/07 Kelurahan Meruyung
2. Keadaan Penduduk Pengenai keadaan penduduk lingkungan RT 01 Kelurahan Meruyung yang terdiri dari 3 RT yaitu, RT 01,02,03 hingga tahun 2009 berdasarkan data yang diperoleh dari ketua Lingkungan RT yaitu Bapak Arin.berjumlah kurang
44
lebih 125 Kepala Keluarga dari 502 penduduk yang terdiri dari jumlah lakilaki sebanyak 260, dan jumlah perempun sebanyak 242 orang. 3. Keadaan Pendidikan Masyarakat RT 01 Secara umum keadaan Masyarakat Lingkungan RT 01 cukup baik. Dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka, menurut Ketua RT bapak Arin, masing-maing tidak didapati ada warga yang kelaparan. Mereka cukup antusias dalam hal pendidikan, terbukti dengan kesadaran dari orang tua untuk mendidik anak-anaknya, sejak masa TPA (Taman Pendidikan AlQur’an), TK, hingga tingkat Sekolah Dasar sampai dengan SMU maupun sekolah agama dari tingkat diniyah sampai Aliyah baik berupa pesantren maupun tidak. Menurut pengamatan penulis hanya sekitar 7 orang yang mau dan sanggup meneruskan pendidikannya hingga ke Perguruan Tinggi. Kesadaran untuk memberikan pendidikan cukup besar, karena mereka menyadari pentingnya pendidikan bagi masa depan putra-putrinya. Adapun jenjang pendidikan yang dialami penduduk RT 01 sebagian besar lulusan SMU dan sederajat, sebagaimana dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 5 Jenjang Pendidikan Penduduk lingkungan RT 01 No
Jenjang Pendidikan
Prosentasi
1
Tidak Sekolah
3,6
2
Sekolah Dasar
26,8
3
Sekolah Menengah Pertama
32,8
4
Sekolah Menengah Umum
34
5
D1, D2, D3, S1
2,8
Jumlah
100%
Dengan melihat latar belakang pendidikan RT 01 maka jenis pekerjaan sebagai salah satu mata pencaharian penduduk, sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta, dan karyawan swasta, buruh tani, ada juga yang bekerja pada
45
bidang jasa, dan sebagaiaan kecil Pegawai Negri sipil. seperti dalam tabel berikut
Tabel 6 Pekerjaan Penduduk Lingkungan RT 01 No
Jenjang Pendidikan
Prosentasi
1
Wiraswasta
42,4
2
Karyawan
24,8
3
Buruh
15,2
4
Jasa
10,4
5
Pegawai Negeri
7,2 Jumlah
100%
5. Sarana Penunjang pendidikan baik formal maupun nonformal Sarana penunjang pendidikan baik formal maupun nonformal yang berada di lingkungan RT 01/03 antara lain : TPA dan TK di bawah yaysan al-Amanah dan Az-Zahra), SMP dibawah yayasan Kesejahtraan Umat (YAPKUM) serta mushola Al-Hidayah. Sebagaimana dapat dilihat pada table berikut ini Tabel 7 Sarana Dan Prasarana Penunjang Pendidikan Baik Formal Dan Nonformal No
Sarana
Jumlah
1
TPA
1
2
TK
1
3
SMP
1
4
Musholla
1 Jumlah
6
46
B. Deskripsi Data Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya salah satu tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi, wawancara, dan penyebaran angket yang telah disebarkan kepada para orang tua.. Data yang diperoleh kemudian di analisa dengan menggunakan distribusi frekuensi dan menghitung prosentase sebagai alternatif jawaban dari instrument yang telah dijawab oleh responden. Adapun sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 40 orang tua.
Tabel 8 Menanamkan Ajaran Agama Di Dalam Keluarga No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
A. Selalu (SL)
5
12,5%
2
B. Sering (SR)
15
37,5%
3
C. Kadang-Kadang (KK)
17
42,5%
4
D. Tidak Pernah (TP)
3
7,5%
40
100 %
Jawaban
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat orang tua (12,5%) yang menyatakan bahwa mereka selalu menanamkan ajaran agama di dalam keluaraga. Kemudian (37,5%) orang tua menyatakan sering menanamkan ajaran agama di dalam keluarga. Sedangkan (42,5%) menyatakan orang tua kadang-kadang menanamkan ajaran agama di dalam kelauarga dan (7,5%) menyatakan bahwa orang tua tidak pernah menanamkan ajaran agama di dalam keluarga Berdasarkan atas jawaban responden tersebut, dapat dikatahui bahwa orang tua kadang-kadang menanamkan ajaran agama di dalam keluarga. hal tersebut bisa dilihat dari jawaban responden yang menjawab kadang-kadang sebanyak 42,5 %.
47
Tabel 9 Memberikan Nasehat Kepada Anak No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
A. Selalu (SL)
2
5%
2
B. Sering (SR)
3
7,5%
3
C. Kadang-Kadang (KK)
27
67,5%
4
D. Tidak Pernah (TP)
8
20%
40
100 %
Jawaban
Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa (5%) menyatakan bahwa orang tua selalu memberikan nasehat kepada anak, kemudian (7,5%) menyatakan bahwa orang tua sering memberikan nasehat kepada anak. Kemudian (67,5%) menyatakan bahwa orang tua kadang-kadang memberikan nasehat kepada anak dan (20 %) menyatakan tidak pernah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatahui bahwa orang tua dalam memberikan nasehat kepada anak lebih banyak yang menjawab kadangkadang. Hal ini dapat dilihat pada pernyataan orang tua yang menyatakan kadang-kadang yaitu 67,5 %.
Tabel 10 Senantiasa Mengajarkan Anak Tata Cara Shalat No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
A. Selalu (SL)
5
12,5%
2
B. Sering (SR)
7
17,5%
3
C. Kadang-Kadang (KK)
20
50%
4
D. Tidak Pernah (TP)
8
20%
40
100 %
Jawaban
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa (12,5%) orang tua selalu mengajarkan anak tata cara shalat. Kemudian (17,5%) menyatakan
48
sering. Sedangkan (50%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (20%) orang tua menyatakan tidak pernah. Dari jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua kadang-kadang senantiasa mengajarkan anak tata cara shalat, hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan orang tua yang menjawab sebagian besar kadangkadang.sebanyak 50%.
Tabel 11 Senantiasa Mengajarkan Anak Membaca Al-Qur’an No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
0
0%
2
Sering (SR)
5
12,5%
3
Kadang-Kadang (KK)
10
25%
4
Tidak Pernah (TP)
25
62,5%
40
100 %
Jawaban
Pada tabel di atas dapat di ketahui bahwa (0%) menyatakan bahwa orang tua selalu senantiasa mengajarkan anak membaca Al-Qur’an, (12,5%) menyatakan sering, kemudian (25%) menyatakan kadang-kadang dan (62,5%) menyatakan tidak pernah senantiasa mengajarkan anak membaca al-qur’an Dari jawaban responden di atas dapat penulis ketahui bahwa orang tua tidak pernah senantiasa mengajarkan anak membaca al-qur’an. Hal ini dapat terlihat dari jawaban responden yang lebih banyak menjawab tidak pernah yaitu sebanyak 62,5 %.
49
Tabel 12 Senantiasa Memberikan Pujian/Hadiah Kepada Anak Yang Rajin Meksanakan Ibadah Kepada Allah SWT ? No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
0
0%
2
Sering (SR)
2
5%
3
Kadang-Kadang (KK)
10
25%
4
Tidak Pernah (TP)
28
70%
Jawaban
40
100 %
Berdasarkan tabel diatas dapat di ketahui bahwa (0%) orang tua menyatakan selalu memberikan pujian dan hadiah kepada anak yang rajin melaksanakan ibadah, selanjutnya (5%) orang tua
menjawab sering,
kemudian (25%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (70%) menyatakan tidak pernah memberiakan pujian kepada anak yang rajin melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Dari data responden diatas dapat diketahui bahwa orang tua yang memberiakan pujian dan hadiah kepada anak yang rajin menjalankan ibadah kepada Allah SWT, masih sangat lemah. hal tersebut berdasarkan jawaban responden yang lebih banyak menjawab tidak pernah. yaitu sebanyak 70%. Bahwa orang tua tidak perduli terhadap sikap keberagamaan anak mereka. Terlebih untuk memberikan hadiah kepada anak yang taat menjalankan ibadah, padahal hal ini penting untuk meberikan dorongan atau motivasi kepada anak agar lebih giat lagi menjalankan ibadah.
50
Tabel 13 Mengikut Sertakan Anak Di TPA No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
A. Selalu (SL)
22
55%
2
B. Sering (SR)
12
30%
3
C. Kadang-Kadang (KK)
6
15%
4
D. Tidak Pernah (TP)
0
0%
40
100 %
Jawaban
Berdasarkan data di atas dapat di ketahui bahwa (55%) orang tua menyatakan selalu mengikut sertakan anak di TPA. Kemudian (30%) orang tua menyatakan sering sedangkan (15%) orang tua menyatakan kadangkadang mengikut sertakan anak di TPA. dan (0%) orang tua menyatakan tidak pernah. Dari jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua selalu mengikut sertakan anak di TPA, dibuktikan dengan pernyataan responden yang menjawab (55 %).
Tabel 14 Menegur Bila Anak Lalai Dalam Menjalankan Ibadah No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
7
17,5%
2
Sering (SR)
5
12,5%
3
Kadang-Kadang (KK)
24
60%
4
Tidak Pernah (TP)
4
10%
Jawaban
40
100 %
Dari data responden di atas dapat di ketahui bahwa (17,5%) orang tua menyatakan selalu menegur bila anak lalai menjalankan ibadah, kemudian
51
(12,5%) orang tua menyatakan sering, sedangkan (60%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (10%) orang tua menyatakan tidak pernah Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa orang tua menyatakan bahwa mereka kadang-kadang menegur anak yang lalai menjalankan ibadah. Hal ini dapat di lihat dengan banyaknya orang tua yang menjawab kadangkadang yaitu 60%.
Tabel 15 Senantiasa Menegur Anak Bila Tidak Sopan Terhadap Seseorang No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
15
37,5%
2
Sering (SR)
3
7,5%
3
Kadang-Kadang (KK)
22
55%
4
Tidak Pernah (TP)
0
0%
Jawaban
40
100%
Tabel di atas menunjukan bahwa
(37,5%) orang tua menyatakan
bahwa mereka selalu ibu senantiasa menegur anak bila tidak sopan terhadap seseorang, (7,5%) orang tua menyatakan sering, kemudian (5,5%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (0%) orang tua menyatakan tidak pernah. Berdasarkan jawaban responden di atas dapat saya ketahui bahwa orang tua tersebut kadang-kadang menegur anak bila tidak sopan terhadap seseorang sebanyak 55%
52
Tabel 16 Senantiasa Mengajak Anak Untuk Ikut Serta Dalam Kegiatan-Kegiatan Hari Besar Islam No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
5
12,5 %
2
Sering (SR)
3
7,5 %
3
Kadang-Kadang (KK)
27
67,5%
4
Tidak Pernah (TP)
5
12,5%
Jawaban
40
100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa (12,5%) orang tua menjawab selalu senantiasa mengajak anak untuk ikut serta dalam kegiatankegiatan hari besar agama Islam selanjutnya (7,5%) menjawab sering, kemudian (67,5%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (12,5%) menyatakan tidak pernah. Dari data di atas dapat diketahui bahwa orang tua kadang-kadang senantiasa mengajak anak untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan hari besar agama Islam sebanyak 67,5%. Tabel 17 Memberikan Suritauladan Yang Baik Kepada Anak Dalam Pelaksanaan Ibadah No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
A. Selalu (SL)
5
12,5 %
2
B. Sering (SR)
9
22,5 %
3
C. Kadang-Kadang (KK)
25
62,5 %
4
D. Tidak Pernah (TP)
1
2,5 %
40
100 %
Jawaban
Dari data di atas dapat di ketahui (12,5%) menyatakan bahwa orang tua selalu memberikan suritauladan yang baik kepada anak dalam pelaksanaan
53
ibadah. (22,5%) menyatakan sering orang tua memberikan sauritauladan yang baik kepada anak dalam pelaksanaan ibadah, Akan tetapi (62,5%) menyatakan kadang-kadang dan (2,5%) menyatakan tidak pernah. Berdasarkan fakta di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar menjawab orang tua kadang-kadang memberikan sauritauladan yang baik kepada anak dalam pelaksanaan ibadah, sebanyak 62,5%.
Table 18 Berdiskusi Tentang Pentingnya Melaksanakan Ibadah Kepada Allah SWT No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
1
2,5%
2
Sering (SR)
8
20%
3
Kadang-Kadang (KK)
31
77,5%
4
Tidak Pernah (TP)
0
0%
Jawaban
40
100 %
Dari tabel di atas menunjukan bahwa (2,5%) menyatakan selalu melakukan dsikusi pentingnya melaksankan ibadah kepada Allah SWT, selanjutnya (20%) orang tua menyatakan sering melakukan diskusi tentang pentingnya melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, kemudian (77,5%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan selanjutnya (0%) orang tua menjawab tidak pernah. Berdasarkan jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua jarang-jarang melakukan diskusi tentang pentingnya melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. pada hal ini adalah tugas utama orang tua yang harus mengarahkan kepada anaknya agar minat ibadah anak senantiasa terjaga bahkan meningkat.
54
Tabel 19 Berdiskusi Bahwa Allah Akan Memberikan Ganjaran Surga Bagi Manusia Yang Taat Kepada-Nya No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
0
0%
2
Sering (SR)
0
0%
3
Kadang-Kadang (KK)
10
25%
4
Tidak Pernah (TP)
30
75%
Jawaban
40
100%
Berdasarkan data di atas dapat di ketahui bahwa (0%) orang tua menjawab selalu, selanjutnya (0%) orang tua menjawab sering kemudian (25%) orang tua menjawab kadang-kadang sedangkan sebagian besar (75%) orang tua menjawab tidak pernah. Melihat jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua tidak perduli terhadap pengetahuan anak tentang nikmatnya ganjaran Allah bagi manusia yang taat menjalankan ibadah kepada-Nya. Hal ini dapat di ketahui dengan jawaban responden yaitu kebanyakan menjawab tidak pernah. Padahal hal tersebut dapat memberikan motivasi kepada anak untuk lebih giat menjalankan ibadah kepada Allah SWT..
Tabel 20 Membiasakan Anak untuk Melaksanakan Shalat Tepat Waktu No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
3
7,5%
2
Sering (SR)
9
22,5%
3
Kadang-Kadang (KK)
21
52,5%
4
Tidak Pernah (TP)
7
17,5%
Jawaban
40
100%
55
Dari table diatas dapat diketahui bahwa (7,5%) orang tua menyatakan selalu membiasakan anak untuk melaksanakan shalat tepat waktu, lalu (22,5%) orang tua menyatakan sering membiasakan anak untuk melaksanakan shalat tepat waktu, kemudian (52,5%) menyatakan kadang-kadang sedangkan (17,5%) menyatakan tidak pernah memberikan sauri tauladan yang baik.. Hal ini membuktikan bahwa orang tua akan pentingnya pembiasaan mengerjakan shalat bagi seorang anak masih sangat rendah. terbukti jawaban responden yang masih banyak menjawab kadang-kadang. sebanyak 52,5%.
Tabel 21 Mengajak Sholat Berjama'ah No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
0
0%
2
Sering (SR)
6
15%
3
Kadang-Kadang (KK)
25
62,5%
4
Tidak Pernah (TP)
9
22,5%
Jawaban
40
100 %
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa (0%) orang tua menyatakan selalu mengajak anak untuk mengerjakan sholat berjama'ah, selanjutnya (15%) yang menyatakan sering, kemudian (62,5%) orang tua menjawab kadang-kadang dan (22,5%) orang tua menjawab tidak pernah. Dari data responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua kurang mengajak anak untuk sholat berjama'ah. Hal ini dapat kita ketahui dari jawaban responden yang menjawab kadang-kadang yaitu (62,5%).
56
Tabel 22 Membiasakan Berdo'a Setelah Mengerjakan Shalat No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
0
0%
2
Sering (SR)
5
12,5%
3
Kadang-Kadang (KK)
25
62,5%
4
Tidak Pernah (TP)
10
25%
Jawaban
40
100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa (0%) orang tua menyatakan selalu membiasakan berdo'a setelah mengerjakan shalat,selanjutnya (12,5%) orang tua menjawab sering membiasakan berdo'a steleah mengerjakan shalat, kemudian (62,5%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (25%) orang tua menyatakan tidak pernah. Berdasarkan jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua kadang-kadang
membiasakan berdo'a setelah mengerjakan shalat. hal ini
dilihat dari jawaban responden yang lebih besar menjawab kadang-kadang sebanyak 62,5%.
Tabel 23 Membiasakan Mengaji Setelah Mengerjakan Shalat Maghrib No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
0
0%
2
Sering (SR)
1
2,5%
3
Kadang-Kadang (KK)
12
30%
4
Tidak Pernah (TP)
27
67,5%
Jawaban
40
100 %
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa (0%) menjawab selalu membiasakan mengaji setelah melaksanakan shalat magrib, selanjutnya (2,5%)menyatakan sering membiasakan mengaji setelah mengerjakan shalat
57
magrib, kemudian (30%) menyatakan kadang-kadang sedangkan sebagian besar (67,5%) menyatakan tidak pernah melakukan pembiasaan mengaji setelah shalat.. Dari data responden diatas dapat saya ketahui bahwa orang tua kurang perduli untuk membiasakan anak mengaji setelah mengerjakan shalat magrib, hal ini ditunjukan dengan pernyataan responden yang menjawab tidak pernah mencapai (67,5%).
Tabel 24 Membiasakan Mengerjakan Puasa Ramadhan No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
7
17,5%
2
Sering (SR)
21
52,5%
3
Kadang-Kadang (KK)
11
27,5%
4
Tidak Pernah (TP)
1
2,5%
Jawaban
40
100%
Tabel
diatas
menunjukan
bahwa
(17,5%)
menyatakan
selalu
membiasakan mengerjakan puasa ramadhan, kemudian (52,5%) menyatakan sering, sedangkan (27,5%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (2,5 %) orang menyatakan tidak pernah membiasakan mengerjakan puasa ramadhan Dari data responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua sering membiasakan anak untuk mengerjakan puasa ramadhan. Sebanyak 52,5% hal ini sangat perlu dilakuakan oleh orang tua, Agar kelak besar anak sudah terbiasa mengerjakan puasa
58
Tabel 25 Membiasakan Anak Untuk Mengucapkan Basmalah Sebelum Melaksankan Pekerjaan No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
7
17,5%
2
Sering (SR)
8
20%
3
Kadang-Kadang (KK)
4
10%
4
Tidak Pernah (TP)
21
52,5%
Jawaban
40
100%
Dari tebel di atas menunjukan bahwa (17,5%) orang tua menyatakan bahwa selalu membiasakan anak untuk mengucapkan basmallah sebelum melaksanakan pekerjaan, (20%) menyatakan orang tua sering membiasakan anak untuk mengucapkan basmallah sebelum melaksanakan pekerjaan, kemudian (10%) menyatakan bahwa orang tua kadang-kadang membiasakan anak untuk mengucapkan basmallah sebelum melaksanakan pekerjaan dan (52,5%) orang tua menyatakan tidak pernah membiasakan anak untuk mengucapkan basmallah sebelum melaksanakan pekerjaan Berdasarkan jawaban responden di atas dapat saya ketahui bahwa orang tua tidak pernah membiasakan anak untuk mengucapkan basmallah sebelum melaksanakan pekerjaan sebanyak 52,5%
59
Tabel 26 Membiasakan Untuk Mengucapkan Al Hamdulillah Setelah Melaksanakan Pekerjaan No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
2
5%
2
Sering (SR)
4
10%
3
Kadang-Kadang (KK)
14
35%
4
Tidak Pernah (TP)
20
50%
Jawaban
40
100%
Dari data di atas menunjukan bahwa (5%) menyatakan selalu membiasakan berdo'a setiap melaksanakan pekerjaan, (10%) orang tua menyatakan sering, kemudian (35%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (50%) orang tua menyatakan tidak pernah membiasakan untuk mengucap Alhamdulillah setelah mengerjakan pekerjaan. Setelah mengetahui jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa ketidak pedulian oleh orang tua terhadap anak yang tidak membiasakan mengucap Alhamdulillah setelah mengerjakan pekrjaan hal ini dibuktikannya dengan jawaban responden yang menjawab tidak pernah yaitu 50%.
Tabel 27 Membiasakan Bertawakal Setelah Melaksanakan Pekerjaan No
Kategori jawaban
Frekuensi
Porsentase %
1
Selalu (SL)
0
0%
2
Sering (SR)
3
7,5%
3
Kadang-Kadang (KK)
7
17,5%
4
Tidak Pernah (TP)
30
75%
40
100%
Jawaban
Tabel di atas menunjukan bahwa (0%) orang tua menyatakan selalu bertawakal setelah melaksanakan pekerjaan, (7,5%), orang tua menyatakan
60
sering, kemudian (17,5%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan sebagian (75%) orang tua menyatakan tidak pernah bertawakal setelah melaksanakan pekerjaan Dari jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua tidak pernah membiasakan anak untuk bertawakal setelah melaksanakan pekerjaan, sebanyak 75%.
C. Interpretasi Data Sebagaimana penjelasan di atas, maka penulis dapat menjabarkan peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar dalam lingkungan keluarga secara rinci yaitu : 1. Peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar Keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama sebelum sekolah dan memegang peranan penting dalam membentuk sikap keberagamaan anak. Sikap keberagamaan anak banyak ditentukan oleh lingkungan keluarga bila pada masa anak orang tua mengabaikan tanggung jawabnya dalam pendidikan yang bernuansa Islam maka dikemudian hari tampak kegagalannya dalam sikap keberagamaan pada anaknya Dalam penelitian yang penulis lakukan di lingkungan RT 01/03 Meruyung, bersumber dari jawaban angket , wawancara serta pengamatan langsung diketahui bahwa kesadaran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama
dalam menanamkan
sikap
keberagamaan
pada
anak
seperti
menanamkan ajaran agama, memberikan nasehat yang baik kepada anak, mengajarkan anak tata cara shalat, mengajarkan anak membaca al-qur’an, menberikan hadiah kepada anak yang rajin menjalankan ibadah, menegur anak yang lalai menjalankan ibadah, menegur anak bila tidak sopan terhadap seseorang dan mengajak anak mengikuti kegiatan hari besar Islam, masih sangat rendah. Hal tersebut terbukti dari jawaban responden tentang menanamkan ajaran agama di dalam keluarga, yang mayoritas menjawab kadang-kadang yaitu 42,5%. Begitu pula orang tua dalam memberikan nasehat
61
kepada anaknya, kebanyakan responden menjawab kadang-kadang sebanyak 67,5 %, begitu juga dengan memberikan pengajaran kepada anak tentang tata cara shalat. Kebanyakan responden menjawab kadang-kadang sebanyak 50%. terlebih mengajarkan anak membaca al-qur’an, dari jawaban responden 62,5% menjawab tidak pernah. Serta 70% responden tidak pernah memberikan pujian kepada anak yang selalu rajin beribadah kepada Allah SWT. Begitu pula dengan orang tua yang menegur anak yang lalai beribadah, sebagaian besar jawaban responden kadang-kadang sebanyak 60%, serta mengur anak yang tidak sopan terhadap seseorang, kebanyakan responden menjawab kadangkadang sebanyak 55 % dan mengajak anak mengikuti kegiatan hari besar Islam, kebanyak responden menjawab kadang-kadang 67,5%. Hanya pada mengikut sertakan anak pada lembaga pendidikan TPA saja yang terlihat baik, kebanyakan responden menjawab selalu 55%. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan kepada salah satu tokoh, menyatakan bahwa kesadaran orang tua tentang peran dan tanggung jawab mereka sangat rendah. Orang tua lebih sibuk dengan urusan mereka, baik dalam hal mencarai nafkah ataupun yang lainnya. Mayoritas orang tua disana sebagai wiraswasta yang memilki jam kerja yang tidak menentu serta pegawai yang pergi pada pagi hari, dan pulang malam hari. Disamping kesibukan tersebut, pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Karena kebanyakan para ibu yang memiliki waktu lebih banyak di rumah tidak mampu menjadi seorang ibu yang sesungguhnya, yang mampu membimbing, mengarahkan serta menjadi suritauladan bagi anak-anaknya. 2. Keteladanan orang tua Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik buruknya anak, jika pendidikan jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, maka anak akan tumbuh menjadi seorang yang jujur, berakhlak mulia, berani bersikap, menjauhkan dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama
62
Keteladanan orang tua merupakan hal yang paling penting dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak. Hal ini dikarenakan keteladanan merupakan contoh yang terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di lingkungan RT 01/03 Meruyung
diketahui
bahwa
upaya
orang
tua
menanamkan
sikap
keberagamaan terutama pada aspek keteladanan ibadah orang tua masih sangat rendah. Hal tersebut tergambar dari hasil jawaban responden dalam memberikan keteladanan kepada anak terutama pada aspek ibadah, sebagaian besar menjawab kadang-kadang sebanyak, 62,5%. Padahal memberikan keteladanan terutama pada aspek ibadah seperti membiasakan mengerjakan shalat, membaca al-quran merupakan faktor yang terpenting yang harus dilakukan oleh orang tua, jika itu terabaikan maka sikap keberagamaan seorang anak tidak akan tebentuk. 3. Ibadah keseharian anak dalam kehidupan sehari-hari seperti shalat, mengaji, puasa serta membiasakan berdo’a setiap hendak dan selesai melaksanakan kegiatan. Mengerjakan ibadah merupakan kewajiban setiap individu muslim. Bahkan Allah SWT telah menegaskan tempat bagi manusia yang taat adalah surga dengan segala kenikmatan di dalamnya, sedangkan bagi orang yang lalai dan tidak mengerjakan apa yang telah diperintahkan maka bagi mereka siksa yang sangat pedih yaitu neraka. Bagi anak usia sekolah dasar untuk memahami hal-hal tersebut sangatlah riskan kerena mereka masih dalam keadaan yang belum matang dalam berpikir. Sehingga
harus senantiasa
dibimbing dan diarahkan agar dapat melekat pada jati diri mereka sikap dan pemahaman agama yang sebenarnya. Dengan derasnya kemajuan zaman dewasa ini banyaknya acara hiburan yang terkadang tanpa disadari dapat menghilangkan nilai-nilai keagamaan bagi anak, tentu akan membuat sikap keberagamaan anak semakin jauh. Terlebih dengan keadaan lingkungan yang tidak mendukung untuk terciptanya nuansa islami akibat pengaruh wasternisasi yang merebak hingga ke pelosok
63
desa. Untuk itu dituntut peran aktif orang tua untuk selalu menanamkan sikap keberagamaan kepada anak Lingkungan RT 01/03 Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok merupakan wilayah yang berada dipinggir kota Jakarta. Sehingga kebudayaan yang berasal dari luar sangat cepat terserap oleh masyarakat. Akibatnya adalah norma-norma masyarakat yang dahulu dikenal sangat religi, kini mengalami penurunan. Hal tersebut terbukti dari hasil jawaban responden tentang melakukan diskusi tentang pentingnya beribadah kepada Allah kebanyakan responden menjawab kadang-kadang sebanyak 77,5%, selanjutnya berdiskusi mengenai Allah SWT akan memberikan ganjaran surga bagi orang yang taat beribadah, kebanyakan responden menjawab tidak pernah sebanyak 70%. Begitu juga dengan membiasakan anak melaksanakan shalat tepat waktu, kebanyakan
responden
menjawab
kadang-kadang
sebanyak
52,5%.
Selanjutnya mengajak shalat berjama’ah, sebagaian responden menjawab kadang-kadang sebanyak 62,5%. Selanjutnya membiasakan anak berdo’a setelah mengerjakan shalat, kebanyakan responden menjawab kadang-kadang sebanyak 62,5%. Selanjutnya orang tua membiasakan anak mengaji setelah mengerjakan shalat magrib, kebanyakan responden menjawab tidak pernah sebanyak 67,5%. Selanjutnya membiasakan anak berpuasa pada bulan ramadhan, kebanyakan responden menjawab sering sebanyak 52.5%. selanjutnya membiasakan ank membaca basmallah ketika hendak memulai pekerjaan sebagian besar responden menjawab tidak pernah sebanyak 52,5%. Selanjutnya membiasakan anak mengucapkan Alhamdulillah setelah selesai mengerjakan pekerjaan kebanyakan responden menjawab tidak pernah sebanyak 50%. Dan membiasakan bertawaqal setelah mengerjakan pekerjaan, sebagian besar responden menjawab tidak pernah sebanyak 75%. Berdasarkan analisi dan interpretasi yang penulis ungkapkan tersebut dimuka, lemahnya peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar. adapun faktor-faktor yang mempengaruhi menurunya sikap keberagamaan anak antara lain:
64
a. Kuarangnya kesadaran dari orang tua akan pentingnya menanamkan sikap keberagamaan anak sejak dini Alasan penulis, setelah memperhatikan data-data yang ada, bahwa peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak sangat lemah. Hal tersebut terbukti dari tabel 8 sampai tabel 16. Seperti, peranan orang tua untuk menanamkan ajran agama di dalam keluarga, memberikan nasehat yang baik kepada anak, mengajarkan anak tata cara shalat, mengajarkan anak membaca al-qur’an, menberikan hadiah kepada anak yang rajin menjalankan ibadah, menegur anak yang lalai menjalankan ibadah, menegur anak bila tidak sopan terhadap seseorang dan mengajak anak mengikuti kegiatan hari besar Islam. Padahal menanamkan sikap keberagamaan merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, agar anak dewasa telah terbiasa menjalankan aktifitas agamanya. b.
Kurangnya keteladanan yang diberikan oleh orang tua kepada anakanaknya, terutama pada aspek ibadah kepada Allah SWT. Berdasarkan data yang telah diperoleh, penulis mengambil kesimpulan
dari uraian diatas telah jelas bahwasannya orang tua sebagai pendidik agama dalam memberikan contoh yang baik dan teladan dalam agama pada anaknya masih lemah, ini bisa dilihat dari tabel 17 yaitu orang tua kadang-kadang mencontohkan anaknya dalam beribadah kepada Allah SWT, dengan nominal terbesar prosentasenya 62,5 %. Hal tersebut terbukti dari kurangnya orang tua memberikan contoh kepada anaknya untuk melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya. Padahal keteladanan merupakan faktor yang sangat penting dalam hal baik buruknya anak, jika anak diberikan contoh yang baik seperti selalu melaksankan printah Allah SWT seperti shalat, mengaji, berkata jujur, maka anak akan mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari seluruh rangkaian proses penelitian yang penulis lakukan, peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok. penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar, masih sangat rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil jawaban responden berupa angket yang sebagian besar orang tua menjawab kadang-kadang. ini mengindikasikan bahwa kurangnya kesadaran dari orang tua di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok sebagai pendidik pertama dan yang paling utama dalam menanamkan sikap keberagamaan anak. Dikatakan pendidikan utama karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan anak kelak dikemudian hari, karena perannya sangat penting maka orang tua harus benar–benar menyadarinya sehingga mereka dapat memerankannya sebagaimana mestinya. 2. Setidaknya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. menurut dari beberapa pendapat hasil dari wawancara penulis dengan beberapa tokoh masyarakat antara lain: a. Kurangnya kesadaran dari orang tua akan pentingnya menanamkan sikap keberagamaan anak seperti menanamkan ajaran agama dalam keluarga, mengajarkan anak untuk sholat, mengaji, hal ini terbukti dengan rendahnya peranan orang tua untuk menanamkan ajaran agama di dalam keluarga, memberikan nasehat yang baik kepada anak, 65
mengajarkan anak tata cara shalat, mengajarkan anak membaca alqur’an, menberikan hadiah kepada anak yang rajin menjalankan ibadah, menegur anak yang lalai menjalankan ibadah, menegur anak bila tidak sopan terhadap seseorang dan mengajak anak mengikuti kegiatan hari besar Islam,meluangkan waktu duduk bersama dengan orang tua mereka saat menonton tayang hiburan di televisi b. Kurangnya keteladanan yang dberikan oleh orang tua kepada anakanaknya, terutama pada aspek ibadah kepada Allah SWT. Hal tersebut terbukti dari kurangnya orang tua memberikan contoh kepada anaknya untuk
melaksanakan
ibadah
dengan
sebaik-baiknya.
Padahal
keteladanan merupakan faktor yang sangat penting dalam hal baik buruknya anak, jika anak diberikan contoh yang baik seperti selalu melaksankan printah Allah SWT seperti shalat, mengaji, berkata jujur, maka anak akan mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya.
B Saran Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, ada beberapa hal yang perlu disarankan untuk lebih meningkatkan perhatian orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak sebagai berikut:
1. Bagi orang tua agar lebih meningkatkan dalam menanamkan sikap keberagamaan anak agar anaknya menjadi baik menurut ajaran agama Islam, karena anak adalah infestasi yang sangat berharga kelak dikemudian hari, kalau semenjak kecil anak sudah ditanamkan sikap keberagamaan yang baik seperti dengan melakukan pengajaran agama dengan melalui pembiasaan dan contoh yang baik kepada anak, maka dewasa anak akan terbiasa untuk melakukan kewajiban sebagai manusia yang beragama. 2. Tokoh masyarakat, ketua lingkungan dan pengurusnya, harus lebih giat lagi memperhatikan kondisi masyarakat, terutama tentang peran orang tua
66
dalam menanamkan sikap keberagamaan anak, hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan warga melalui pengajian atau penyuluhan-penyuluhan. Agar bisa tercipta lingkungan yang religius, yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang diyakininya.
67
DAFTAR PUSTAKA Ali, Atabih Kamus Inggris Indonesia Arab, Yogyakarta : Multi Karya Grafika, 2003 Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rinike Cipta,1998 Arifin, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bumi Aksara, 1994 Arifin, Muzzayin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1991 Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemah, Bandung: CV Jumanatul ‘aliART, 2005 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988 Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara , 2006 --------------------- Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta : PT Toko Gunung Agung, 2001 --------------------- Kesehatan Mental, Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001 ---------------------- Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, Jakarta: CV Ruhama, 1993 Djuwaeli, Irsyad Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Ciputat: Karsa Utama Mandiri dan PB Mathla’ul Anwar,1998 Harun, Yusuf, Muhamad, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jakarta: Yayasan AlSofwa, 1997 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 Munawwir, Warson, Ahmad, Kamus Al- Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap, Surabaya : Pustaka progressif, 1997 Mazhahiri, Husain Pintar Mendidik Anak ( Panduan Lengkap Bagi Orang Tua, Guru, dan masyarakat berdasarkan Ajaran Islam ), Jakarta : PT Lentera Basritama, 1999 Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Nasir, A, Sahilun, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, Jakarta: Kalam Mullia,1999 Olgar, Ahmad, Musa, Maulana, Tips Mendidik Anak bagi Orag Tua Muslim, Yogyakarta : Citra Media, 2006 Ramayulius dkk., Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, Jakarta: Kalam Mulia,1987 Sabri, Alisuf, Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993 ----------------- Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001 ----------------- Ilmu Pendidikan, Jakarta : CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999, Sunarto, Ahmad, dkk., Tarjamah Shahih Bukhari, Semarang : CV, Asy- Syifa, 1993 Sokanto, Soejono Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982 Sarwono, Wirawan, Sarlito Teori-Teori Psikologi Sosial,
Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000 Thoha, Chabib, Muhamad, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Belajar, 1996 Undang–undang RI No. 20, Sistem Pendidikian Nasional, Jakarta : PT. Kloang Putra Timur, 2003 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995 Panuju, Panut, Psikologi Remaja, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999 Proyek Pembinaan Prasarana Dan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam, 1984 Poerwadarmanita, W.J.S Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985
ANGKET Nama :…………………… Kelas : ………………….
Hari Tanggal
:…………… :……………
Petunjuk 1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan sungguhsungguh. 2. Berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang di anggap menurut anda betul. 1. Apakah bapak/ibu senantiasa menanamkan ajaran agama di dalam keluarga? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 2. Apakah bapak/ibu senantiasa memberikan nasehat kepada anak? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 3. Apakah bapak/ ibu menegur bila anak lalai dalam menjalankan ibadah? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 4. Apakah Bapak/Ibu senantiasa memberikan perhatian terhadap perilaku anak? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 5. Apakah Bapak/Ibu senantiasa memberikan sauritauladan kepada anak ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 6. Apakah Bapak/Ibu sentiasa memberikan hadiah kepada anak yang taat dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT? a. Selalu b. Sering
c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
7. Apakah Bapak/Ibu senantiasa mengarahkan bila anak melakukan perbutan yang tidak baik? a. Selalu b. Sering
c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
8. Apakah Bapak/Ibu senantiasa mengemukakan bahwa umat islam harus mencontoh suritauladan Nabi Muhammad SAW ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 9. Apakah Bapak/Ibu senantiasa membatasi waktu anak untuk bermain di luar rumah? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 10. Apakah bapak/Ibu senantiasa mematikan televisi pada waktuwaktu shalat ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 11. Apakah Bapak/Ibu senantiasa menghukum anak yang menonton televisi pada waktu shalat ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 12. Apakah bapak/Ibu senantiasa berdiskusi tentang pentingnya melaksanakan ibadah kepada Allah SWT ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 13. Apakah Bapak/Ibu senantiada berdiskusi bahwa Allah akan memberikan ganjaran syurga bagi manusia yang taat kepadaNya ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 14. Apakah Bapak/Ibu senantiasa mengajak anak untuk shalat berjamaah seperti waktu shalat maghrib atau isya ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 15. Apakah Bapak/Ibu senantiasa membiasakan anak untuk berdo’a setelah shalat ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 16. Apakah Bapk/Ibu senantiasa membiasakan anak untuk mengaji setelah shalat maghrib ? a. Selalu b. Sering
c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
17. Apakah Bapak/Ibu senantiasa memerintahkan anak untuk ikut pengajian TPA ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 18. Apakah Bapak/Ibu senasntiasa membiasakan anak untuk mengerjakan puasa pada bulan ramadhan ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 19. Apakah Bapak/Ibu senantiasa membiasakan anak untuk berdoa setiap melakukan pekerjaan ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 20. Apakah Bapk/Ibu senantiasa memberikan suritauladan yang baik kepada anak ? a. Selalu b. Sering
c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
PEDOMAN WAWANCARA
Masalah
: Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar
Responden
: Ahmad Fauzi
Tempat Wawancara
: Di Kediaman Ahmad Fauzi RT 01/03 Meruyung, Limo, Depok
Pertanyaan :
1. Menurut bapak bagaimana situasi keberagamaan anak dewasa ini? 2. Upaya apa saja yang bapak lakukan dalam menanamkan sikap keberagamaan anak? 3. Apakah bapak senantiasa mengajak anak untuk melaksanakan shalat berjama’ah? 4. Apakah bapak senantiasa membiasakan anggota keluarga mengaji setelah melaksanakan shalat magrib? 5. Apakah bapak senantiasa memberikan contoh yang baik kepada anak?
HASIL WAWANCARA
Hari
: Minggu
Tanggal
: 7 April 2010
Responden
: Bapak Ahmad Fauzi
Tempat
: Di Rumah Ahmad Fauzi RT 01/03 Kelurahan Meruyung, Kecamatan
Limo Kota Depok. 1. Sejauh ini bisa dibilang baik-baik saja, mengingat ada lembaga-lembaga Islam seperti TPA dan Madrasah yang ada lingkungan ini, hal tersebut sangat membantu dalam membentuk sikap keberagamaan anak. Setidaknya bagi orang tua yang memiliki pengathuan agama yang kurang. 2. Upaya yang saya lakukan dalam, menanamkan sikap keberagamaan anak hanya
sebatas
menyekolahkannya
dilembaga
Islam
seperti
mensekolahkannya pada Madrsasah yang ada 3. Hal tersebut jarang saya laksanakan mengingat terlalu sibuknya kegiatan saya lakukan, pergi pagi pulang malam untuk mencari nafkah bagi keluarga. 4. Hal tersebut tidak pernah saya lakukan, mengenai pendidikan agama anak saya serahkan kepada TPA, yang ada dilingkugan ini. 5. saya selalu memberikan contoh yang baik kepada anak-anak saya, dengan selalu menberikan contoh yang baik kepada anak-anak saya seperti kejujuran.
Narasumber
Ahmad Fauzi