PERANAN MISYKAT DPU DAARUT TAUHID BANDUNG DALAM PEMBERDAYAAN MUSTAHIQ Studi Kasus Majelis Al-Amanah Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh Dede Ilyas NIM: 103054128823
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H./2008 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syyarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karyya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 16 Desember 2008
Dede Ilyas
PERANAN MISYKAT DPU DAARUT TAUHID BANDUNG DALAM PEMBERDAYAAN MUSTAHIQ
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh Dede Ilyas NIM: 1030541288123
Dibawah bimbingan
Drs. Helmi Rustandi, M.Ag
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H./2008 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PERANAN MISYKAT DPU DAARUT TAUHID BANDUNG DALAM PEMBERDAYAAN MUSTAHIQ: STUDI KASUS MAJELIS BANJARAN
AL-AMANAH
DESA
MARGAHURIP
KECAMATAN
KABUPATEN BANDUNG telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada jurusan Kesejahteraan Sosial. Jakarta, !6 Desember 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. H. Mahmud Djalal, M.Ag.
Dra. Sukmayeti
NIP : 150202342
NIP : 150234867
Anggota, Penguji I,
Penguji II,
Prof. Dr. Asep Usman Ismail
Ismeth Firdaus, M.Si
NIP : 150246393
NIP : Pembimbing,
Drs. Helmi Rustandi, M.Ag NIP : 150235946
ABSTRAK Dede Ilyas Peranan MisYkat DPU Daarut Tauhid Bandung dalam Pemberdayaan Mustahiq Pemberdayaan merupakan salah satu upaya transformasi terhadap individu dan masyarakat dalam rangka meningkatkan pemahaman, perilaku, dan harkat hidup sebagai individu dan kelompok menuju keberdayaan dan kemandirian. Pemberdayaan juga berarti upaya memberikan kuasa terhadap individu. Berdasarkan hal tersebut, maka sasaran pemberdayaan adalah mereka yang tidak berkuasa, mengalami keterbatasan akses terhadap sumber-sumber yang berpotensi mengangkat dan meningkatkan kualitas individu dan kelompok. Individu yang termasuk dalam kategori tersebut adalah mereka yang dilemahkan (mustadh’afin) oleh faktor internal maupun eksternal. Dalam terminologi zakat mereka diistilahkan dengan mustahiq. Penelitian ini ingin memetakan secara jelas mengenai peranan kegiatan pemberdyaan yang dilaksanakan oleh salah satu lembaga filantropi Islam yang bernama MiSykat di bawah naungan Dompet Peduli Umat (DPU) Daarut Tauhid. Fokus penelitiannya adalah kegiatan pendampingan pekanan yang menitikberatkan pada penyampaian materi-materi yang berbasiskan pengembangan pengetahuan, penanaman nilai dan pengembangan keterampilan anggota binaan yang terdiri dari para mustahiq dan mustadh’afin. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penulisan laporan analitis deskriptif. Subjek yang diteliti adalah anggota binaan MiSykat pada majelis Al-Amanah Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung. Studi dokumentasi dan wawancara adalah teknik yang digunakan untuk pengumpulan data yang kemudian di interpretasikan sesuai dengan fenomena masalah-masalah yang ditemukan di lapangan. Dokumentasi baik dari literatur tertulis dan bentuk lainnya digunakan untuk memperkuat analisis hasil penelitian. Melalui analisis data hasil penelitian diketahui bahwa pemberdayaan dengan strategi pendampingan yang dilaksanakan MiSykat cukup berperan dalam upaya mengembangkan pengetahuan, menanamkan nilai, dan mengembangkan keterampilan anggotanya. Walaupun begitu, tanpa menafikan keberhasilan tersebut, besarnya bantuan dana usaha belum cukup mampu mengangkat kegiatan usaha anggota secara signifikan.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, pemimpin di atas seluruh pemimpin, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peranan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung dalam Pemberdayaan Mustahiq: Studi Kasus Majelis Al-Amanah Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata-1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Meskipun saya sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil akhir dari skripsi ini, adalah mustahil karya ini bisa tuntas tanpa dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Olehnya, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Murodi, M.A. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Helmi Rustandi, M.Ag selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing yang terus bersabar dengan memberi saran-saran dan kritik kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Ismeth Firdaus, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Kesejahteraan Sosial atas segala ilmu pengetahuan, bimbingan dan dorongan, wacana, wawasan, dan intelektualitas yang telah “ditularkan” kepada penulis selama menempuh studi. 6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Setinggi-tingginya penghargaan bagi keluarga besar Alm. K.H. Ahmad Syuja’I, khususnya Ayahanda, K.H. Muniruddin Syuja’I dan Ibunda, Hj, Solihah tercinta, Kakanda Dudin Muhyiddin dan Teh Cucu Umi Kulsum, Zaki Habibullah dan istri, dan Adinda Abdul Aziz. Do’a, dorongan, dan kehadiran mereka yang senantiasa mengusir kepenatan dan kejenuhan serta meneguhkan semangat untuk melangkah dijalur pengetahuan. Mereka telah menanggung banyak demi tuntasnya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas pengorbanan mereka dengan ganjaran yang berlipat. 8. Siti Ida Mursyida, sang penakluk jiwa dan bintang yang terus memberikan sinar semangat untukku walaupun dengan banyak merasakan kegelisahan. 9. Sahabat-sahabat (dengan caranya sendiri-sendiri memberikan kontribusi penting dalam penyelesaian skripsi ini) di Forum Studi Manba’ul Afkar (MaKar), kosan Bapak Iwang, El-Fata sebagai wadah penyaluran hobi dan bakat. Abdurahman Sutara, Jarwo, Abi Setyo Nugroho, Muhammad Kahfi, Adi Prayitno S.Sos,I, Su’udi, Habib Anas, Markos Nasution, Erik Zaenal Muttaqien, dan lain-lain. Gugatan-gugatan mereka seringkali “memaksa” penulis untuk memikirkan kembali berbagai analisa yang telah penulis
kembangkan. Penulis berharap sahabat-sahabat kental ini menyadari sepenuhnya bahwa jaringan intelektual yang telah dibangun bersama kelak diperhitungkan oleh banyak pihak di masa mendatang. 10. Seluruh jajaran pimpinan, staf, dan kolega di DPU Daarut Tauhid Bandung dan Jakarta, Microfinance Syari’ah Berbasis Masyarakat (MiSykat), mitra sekaligus pendamping di majelis al-Amanah Margahurip Banjaran Kabupaten Bandung, yang telah memberikan dukungan, fasilitas dan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian. 11. Rekan-rekan di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Ikatan mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat dan pergerakan atau forum lainnya di Ciputat dan semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Skripsi ini tentu saja bukan suatu karya yang sempurna dan bebas dari kesalahan. Karena itu, masukan-masukan dari para pembaca untuk perbaikan di masa mendatang sangat penulis nantikan. Penulis memohon ampunan-Nya atas segala kesalahan. Akhirnya, skripsi ini penulis dedikasikan kepada siapapun yang mempunyai keberpihakan yang besar terhadap pemberdayaan ekonomi rakyat.
Ciputat, 16 Desember 2008
Dede Ilyas
DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Metodologi Penelitian E. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Teoritis tentang Peranan 1. Pengertian Peranan 2. Tinjauan Sosiologi tentang Peranan B. Tinjauan Teoritis tentang Pemberdayaan 1. Pengertian Pemberdayaan 2. Strategi Pemberdayaan 3. Pendekatan 4. Prinsip Pemberdayaan 5. Pendampingan Sosial 6. Tugas Pekerja Sosial
C. Tinjauan Teoritis tentang Zakat 1. Pengertian Zakat 2. Hukum Zakat 3. Tujuan Zakat 4. Hikmah Zakat 5. Macam-Macam Zakat 6. Muzakki (Orang yang Wajib Berzakat) D. Penjelasan tentang Mustahiq 1. Delapan Asnaf 2. Beberapa Ketentuan Khusus BAB III GAMBARAN UMUM PROGRAM MISYKAT DPU DARUT TAUHID JAKARTA A. Kelahiran Program Misykat B. Strategi Misykat dalam Pemberdayaan Masyarakat 1. Prinsip Dasar Program Misykat 2. Ciri Khas/Inovasi Pemberdayaan Misykat C. Proses Sosialisasi Program dan Rekrutmen Calon Anggota Misykat 1. Sosialisasi Program 2. Rekrutmen Calon Anggota D. Pendampingan Pekanan Program Misykat E. Pendidikan Anggota Program Misykat F. Strategi Menghadapi Kredit Macet Program Misykat
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA HASIL TEMUAN A. Temuan lapangan 1. Metode Pendampingan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung a. Metode Pendampingan Berbasis Pengembangan Pengetahuan b. Metode Pendampingan Berbasis Penanaman Nilai c. Metode Pendampingan Berbasis Pengembangan Keterampilan 2. Peluang dan Hambatan a. Peluang b. Hambatan 3. Relevansi Pemberdayaan Terhadap Kesejahteraan Anggota B. Analisa Hasil Temuan 1. Analisa Metode Pendampingan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung a. Analisa Pendampingan Berbasis Pengembangan Pengetahuan b. Analisa Pendampingan Berbasis Penanaman Nilai c. Analisa Pendampingan Berbasis Pengembangan Keterampilan 2. Analisa Peluang dan Hambatan 3. Analisa Relevansi Pemberdayaan Terhadap Kesejahteraan Anggota BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Data base anggota MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Majelis al-Amanah Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung tahun 2007-2008
Tabel 2
Kurikulum Pendampingan MiSykat
Tabel 3
Model Perencanaan Anggaran Keuangan Rumah Tangga Anggota MiSykat DPU DT
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Pedoman Wawancara Kepada Pengurus Misykat DPU Daarut Tauhid Bandung
Lampiran II
: Pedoman Wawancara Untuk Mitra Pendamping Misykat
Lampiran III : Surat Perjanjian Qordhul Hasan Lampiran IV : Formulir Pendaftaran Calon Peserta Anggota MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Lampiran V
: Data Profil Anggota Program Pemberdayaan MiSykat
Lampiran VI : Program Survey MiSykat Lampiran VII : Format Wawancara Dana Bergulir MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Lampiran VIII : Draf Monitoring Usaha Lampiran IX : Formulir Pengajuan Pinjaman MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Lampiran X
: Draf Kunjungan Penunggak
Lampiran XI : Berita Acara Survey MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Lampiran XII : Form Persetujuan Suami/Istri/Orang Tua Lampiran XIII : Struktur Organisasi MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Lampiran XIV : Dokumentasi Wawancara dan Survey
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan makin tingginya kesadaran masyarakat akan arti penting lingkungan hidup, nilai-nilai budaya, humanisme dan hak-hak asasi manusia, lembaga swadaya masyarakat (LSM) semakin memiliki arti tersendiri di masyarakat.
Sesuai dengan namanya (walaupun istilah LSM tidak tepat, karena kurang substansif dan merupakan "istilah akomodatif' terhadap keinginan penguasa dibanding Non-Government Organizations-NGOs), LSM umumnya bertujuan mensejahterakan masyarakat, dalam arti memberdayakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan bersama.1
Kebutuhan tersebut bisa berarti pendidikan, tempat tinggal yang layak, keadilan, lingkungan yang alami, dan dalam skala tertentu termasuk pula persoalan gender.2 Jenis LSM sendiri setidaknya dapat dibagi menjadi dua golongan. Pertama, LSM dikalangan aktivis sering dikatakan LSM pelat merah, yakni LSM yang dibentuk atas inisiatif pemerintah untuk mendukung pelaksanaan pembangunan pada level tertentu. Kedua, LSM yang dibentuk oleh
1
Tim Peneliti PSIK, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi : Pengembangan Kebijakan dan Perbandingan Pengalaman,Universitas Paramadina, Jakarta 2008, hal. 7 2 Firdaus Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial: Paulo Freire, Y.B. Mangunwijaya, Logung Pustaka, Jogjakarta 2005, hal. 13
kalangan yang umumnya berada pada kelas menengah seperti intelektual, mahasiswa ataupun
sejumlah orang yang concern pada kesejahteraan masyarakat yang tak terjangkau tangan-tangan negara (pembangunan) dan pada level paling rendah adalah kalangan kelas bawah. Selain kedua jenis itu, ada yang menambahkan jenis ketiga, yakni LSM yang dibentuk atas dasar ikatan tradisional.
Jenis LSM yang pertama perannya lebih banyak pada dukungan atas program yang dicanangkan pemerintah. Artinya, LSM ini memiliki keterikatan yang cukup dekat dengan pemerintah. Setidaknya dalam soal pendanaan atau dalam skala tertentu otoritas dalam pelaksanaan di lapangan. Dalam kelompok ini yang terlihat perannya antara lain PKK dan Dharma Wanita.
Pada jenis kedua, umumnya mengambil jarak dengan pemerintah (namun bukan berarti oposisi) dan memiliki independesi tinggi, sementara sektor pendanaan banyak disokong oleh organisasi atau yayasan tertentu di luar negeri. Umumnya LSM dalam kelompok ini melontarkan kritik pada penguasa (baca: pembangunan )
dengan
dasar
fakta
dan
analisis
kritis
yang
seringkali disertai solusi rasional dan banyak bertumpu pada kepentingan rakyat kebanyakan.
Sedangkan untuk kelompok ketiga, lebih banyak bersifat kekeluargaan dan mengambil jalan musyawarah bersama dalam menyelesaikan persoalan, seperti halnya rembuk desa di pedesaan Jawa.
Perkembangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), secara umum merebak di negara-negara berkembang seperti Indonesia dengan tujuan utama untuk menjadi agen sosial pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan demokratisasi. Namun begitu, banyak Lembaga Swadaya Masyarakat yang eksistensinya tidak bertahan lama, untuk kemudian mengalami kavakuman dalam proses pelayanan kemasyarakatannya. Hal ini memang muncul tidak secara kebetulan, menurut Edwards dan Hulme yang dikutip oleh DR. Suharko, banyak NGO dibentuk hanya untuk merespon meningkatnya bantuan asing yang disalurkan melalui komunitas NGO dan juga sebagai akibat dari besarnya bantuan resmi asing untuk NGO.3 Namun di sisi lain dapat kita lihat banyak terbentuknya LSM konvensional
yang
concern
dalam
upaya
keswadayaan
dan
pemberdayaan di Indonesia, telah mampu memfasilitasi kebutuhan sosial mendasar masyarakat dalam proses menuju kemandirian ekonomi. Walaupun ada beberapa LSM yang tingkat keberlanjutannya terhambat dikarenakan ketergantungannya terhadap sumber-sumber dana bantuan asing,
di
Indonesia
mempertahankan
terdapat
juga
konsistensinya
beberapa
memberikan
LSM
yang
mampu
konstribusi
dalam
membantu upaya pembangunan ekonomi dan sosial, misalnya LSM Islam yang mengelola dana-dana zakat, infaq, shadaqoh dan wakaf seperti DPU Daarut Tauhid dan Dompet Dhu’afa (DD). LSM semacam ini – yang menggunakan pola syariah dan berasaskan Islam- banyak lahir di Indonesia pada sekitar satu dasawarsa
3
Lihat DR. Suharko, Merajut DEMOKRASI – Hubungan NGO, Pemerintah dan Pengembangan Tata Pemerintahan Demokratis (Yogya: Tiara Wacana, 2005), h. 3.
terakhir ini. Ketika sederetan LSM dibentuk hanya untuk menjadikannya sebagai penerima bantuan dari lembaga donor dan agen-agen sosial luar negeri, maka DPU Daarut Tauhid dan beberapa lembaga swadaya lain yang serupa berdiri pada barisan yang berbeda. Lembaga-lembaga tersebut –dalam hal ini khususnya DPU Daarut Tauhid- mengelola dana zakat untuk kemudian disalurkan kepada para mustahiq dalam bentuk pinjaman dana produktif yang disertai dengan peningkatan keterampilan dan pengetahuan berusaha melalui berbagai jenis pelatihan. Pengelolaan dana zakat oleh lembaga swasta memang bukan tanpa polemik, karena pemerintah melalui Departemen Agama berusaha mengelola dana zakat oleh negara sebagai dana potensial bagi pengembangan
sumber
daya
umat
terutama
dalam
memerangi
kemiskinan. Dualitas ini muncul karena pemerintah di satu sisi merasa bahwa berdasarkan pengalaman, ketika pengelolaan zakat dipercayakan kepada pribadi umat islam atau badan amil zakat swasta, uang yang terkumpul sangat sedikit dan tidak signifikan untuk pemberdayaan ekonomi umat dan memerangi kemiskinan karena institusi swasta hanya melakukan himbauan atau menunggu kesadaran para umat Islam yang kaya4. Sedangkan di sisi lain, realitas yang muncul adalah pemerintah tidak mampu mengelola dana zakat secara efektif dan tepat guna. Selain itu, peraturan perundang-undangan juga tidak memberikan sangsi kepada para muzakki yang tidak membayar zakat. Hal ini dapat kita lihat pada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang
4
Lihat Drs. H. M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara untuk Memerangi Kemiskinan (Ciputat Jaksel, 2004), h 5.
Pengelolaan Zakat yang tidak menempatkan satu pasal pun tentang sangsi bagi para muzakki yang tidak mengeluarkan zakatnya. Sehingga sebatas yang penulis ketahui, metode yang berjalan selama ini adalah muzakki membayar zakatnya untuk kemudian tidak mengetahui secara jelas dana itu disalurkan kepada siapa dan dalam bentuk apa, dengan kata lain tidak ada transparansi pengelolaan dana zakat. Hal ini berbeda dengan LSM swasta yang mengelola dana zakat untuk kemudian menyalurkannya dalam bentuk pemberian dana usaha bergulir yang mekanismenya bisa diketahui oleh donor baik perseorangan maupun kolektif. Ketidakberhasilan konsep pembangunan ekonomi yang dikelola pemerintah atau yang bisa kita sebut dengan pendekatan institusional di Indonesia tercermin salah satunya dari ketidakefektifan pengelolaan dana zakat seperti yang telah dijelaskan di alinea sebelumnya. Masalah ini bisa terjadi dikarenakan ketidakpercayaan pemerintah terhadap peranan lembaga zakat sehingga tidak mendapatkan perhatian secara serius. Lebih jauh lagi, kita bisa melihat bahwa telah terjadi kesalahan penempatan
skala
prioritas
pertumbuhan
ekonomi
dengan
jalan
industrialisasi dan liberalisasi ekonomi yang secara nyata tidak mampu memberikan hasil yang signifikan terhadap pengembangan ekonomi rakyat. Pemerintah memandang bahwa pertumbuhan ekonomi yang berlangsung pada sekelompok kecil orang, akan dengan sendirinya menetes
pada
sebagaian
besar
rakyat
sehingga
meningkatkan
kesejahteraan mereka (trickle down effect). Terlepas dari keberhasilan yang dimiliki oleh lembaga pengelola dana zakat swasta, masyarakat merasakan manfaat dari keberadaan
lembaga
zakat
terhadapnya
swasta
yang
dan
telah
menaruh
memberikan
kepercayaan
yang
besar
konstribusi
positif
bagi
pengembangan ekonomi umat. Hal ini wajar karena mereka datang dengan perspektif pembangunan ekonomi yang berbeda. Dengan tanpa tergantung pada donor asing dan dana-dana dari pemerintah, Sirojuddin Abbas mengatakan bahwa mereka telah berhasil melakukan revisi produktif pendekatan pembangunan sosial dengan memasukkan nilai-nilai dan usaha kesejahteraan sosial Islam serta mengadaptasikannya ke dalam konteks lokal Indonesia. Adapun fokus pelayanan lembaga tersebut lebih bertendensi pada program pemberdayaan masyarakat yang direalisasikan dalam berbagai bentuk
kegiatan
peningkatan
usaha
menuju
kesejahteraan
dan
kemandirian ekonomi. Pemberdayaan menjadi program utama melalui pendayagunaan dana-dana keagamaan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dengan orientasi produktivis, pengembangan usaha kecil, investasi di bidang pendidikan melalui pendirian sekolah-sekolah gratis, serta pengembangan usaha kecil menengah yang melibatkan kelompok-kelompok miskin. Hal ini berarti, bahwa dana-dana keagamaan dikelola dan digunakan tidak secara konsumtif, sebagai
charity,
melainkan untuk misi pembangunan sosial yang berjangka panjang. Maksimalisasi
peran-peran
lembaga
pengelola
dana-dana
keagamaan menjadi hal yang urgen untuk meminimalisir kesenjangan ekonomi masyarakat. Di masa pertumbuhan ekonomi yang cukup memprihatinkan ini, sesungguhnya peranan dana-dana keagamaan dapat dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,
khususnya di bidang ekkonomi, apabila dana-dana tersebut dikelola sebagaimana mestinya. Pemahaman umat Islam tentang peruntukan dana-dana keagamaan mulai berkembang tidak hanya pada kepentingan kegiatan-kegiatan ibadah, melainkan bertendensi pada pemberdayaan ekonomi umat. Hal tersebut direalisasikan oleh lembaga-lembaga filantrofi Islam dalam hal ini DPU Daarut Tauhid Bandung sebagai lembaga yang memaksimalkan potensi dana-dana keagamaan sebagai sarana berbuat kebajikan bagi kepentingan masyarakat. Potensi-potensi tersebut dikelola dengan baik berdasarkan asas-asas profesionalisme, sehingga mampu memberi dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Tulisan ini akan membahas program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh sebuah lembaga filantrofi Islam yang bernama Dana Peduli Umat (DPU) Daarut Tauhid Bandung melalui salah satu lembaga ciptaannya yang dinamakan MiSykat (Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat). MiSykat adalah sebuah lembaga yang khusus diperuntukkan mengelola dana zakat yang masuk dari donor perseorangan atau kolektif ke DPU Daarut Tauhid. Misykat lahir dari keprihatinan terhadap masyarakat mustadh’afin (yang dilemahkan) oleh struktural sebagai faktor eksternal maupun faktor yang berasal dari dalam diri para mustadh’afin atau faktor internal. Salah satu contoh faktor internal adalah adanya kesadaran dan pemahaman yang keliru dalam memaknai hidup yang semestinya harus terus diperjuangkan. Kesalahan pemahaman ini misalnya didapat dari interpretasi yang salah terhadap ajaran agama tentang qada dan qadar Allah SWT.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa segala yang terjadi pada diri mereka adalah takdir Allah yang harus dihadapi dengan sabar, sehingga mereka menerima begitu saja terhadap semua hal yang menimpa pada diri mereka termasuk kondisi sosial ekonomi yang lemah. Padahal sabar merupakan hal yang tidak identik dengan sikap lemah, menerima apa adanya atau menyerah, tetapi merupakan usaha tanpa lelah atau gigih yang menggambarkan kekuatan jiwa sehingga mampu mengalahkan atau mengendalikan nafsu liarnya. Sabar bukan berarti mengendapkan seluruh keinginan sampai terlupakan di bawah sadar sehingga
dapat
menimbulkan
kompleks-kompleks
kejiwaan,
tetapi
pengendalian keinginan yang dapat menjadi hambatan bagi pencapaian sesuatu yang luhur dan mendorong jiwa sehingga mampu mencapai citacita yang didambakan.5 MiSykat mencoba untuk memberikan pertolongan bagi mereka yang berada pada golongan miskin baik itu di perkotaan maupun di pedesaan.
Bentuk
pemberian
pertolongan
itu
adalah
program
pemberdayaan masyarakat miskin melalui pemberian dana usaha bergulir sehingga mereka mampu untuk mandiri secara ekonomi. Mekanisme pembiayaan yang dilakukan senantiasa terkait dengan kelompok.
Metode seperti ini dapat kita
maknai
bahwa sebuah
permasalahan ataupun musibah bukanlah permasalahan individual melainkan kelompok, sekalipun misalnya musibah itu hanya menimpa pada satu individu tertentu. Selain menerapkan konsep berbagi resiko (risk sharing dalam bahasa asuransi), MiSykat juga bertujuan membantu
5
Waryono Abdul Ghafur, M.Ag. Tafsir Sosial : Mendialogkan Teks dengan Konteks (Yogya: eLSAQ Press, 2005), h. 37.
dan menyantuni anggota kelompok yang mendapatkan musibah seperti sakit melalui dana iuran kelompok yang dikumpulkan. Singkatnya, MiSykat bertujuan untuk saling memberikan rasa aman, tenteram, melindungi, bekerjasama, berbagi resiko dan sekaligus berbagi santunan dan keuntungan. Nilai-nilai kebersamaan, persaudaraan, gotong royong dan solidaritas sosial merupakan orientasi MiSykat, bukan semata-mata orientasi ekonomi bisnis. Tujuan MiSykat tersebut sesuai dengan perintah ayat Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya :
“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran “ (QS Al-Maidah [5] : 2). Semangat kebersamaan, persaudaraan dan solidaritas sosial tersebut juga sesuai dengan hadist Nabi SAW yang artinya sebagai berikut:
“Rasulullah SAW bersabda : siapa yang memberi kelonggaran kepada seorang muslim dari suatu kesulitan dunia, maka Allah pasti akan memberikan kelonggaran atas perbuatannya itu dari kesulitan-kesulitan hari kiamat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu mau memberi pertolongan kepada sesamanya.” (HR. Abu Dawud).
Berdasar ayat dan hadis di atas, tujuan MiSykat tidak hanya bersifat duniawi, melainkan juga beroientasi ukhrawi. Menyantuni dan meringankan kesulitan seorang muslim, tidak hanya merupakan tindakan kemanusiaan yang terpuji, melainkan juga merupakan ibadah sosial yang pasti akan diganjar oleh Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan kata lain, MiSykat juga bertujuan untuk menginvestasikan amal sosial untuk kepentingan duniawi dan ukhrawi. Dari latar belakang permasalahan di atas, disertai dengan berbagai pandangan khususnya Islam terkait dengan program pemberdayaan masyarakat, maka penulis berkeinginan untuk mengangkat model pemberdayaan tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul “ Peranan
MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Dalam Pemberdayaan Mustahiq: Mustahiq: Al--Amanah Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Studi Kasus Majleis Al Bandung”. Kabupaten Bandung ”. Adapun alasan yang menguatkan penulis untuk mengambil tema tentang program pemberdayaan ekonomi berbasis syariah tersebut adalah
guna
memantapkan
analisis tentang keberhasilan metode
pemberdayaan lembaga filantrofi Islam dalam mengantarkan masyarakat binaannya dari mustahiq menjadi muzakki. Selain itu, ini adalah upaya untuk menunjukan betapa pentingnya agen-agen otonom di luar birokrasi dalam proses pembangunan kesejahteraan rakyat. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah a. Pembatasan Masalah Agar penulisan ini menjadi terarah dan mempunyai titik fokus yang jelas, maka penulis membatasi pada peranan Misykat DPU Daarut Tauhid Bandung dalam pemberdayaan mustahiq disalah satu majelis binaan yaitu majelis al-Amanah yang terletak di Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung. Peranan tersebut dapat dilihat dari domain atau objek studi pemberdayaan yang meliputi pengembangan pengetahuan dan penanaman nilai serta pengembangan keterampilan melalui berbagai materi dan pelatihan yang dilakukan oleh MiSykat dalam pelaksanaan
program pendampingan menuju kesejahteraan dan kemandirian ekonomi golongan mustahiq di majelis tersebut. b. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah serta eksplorasi permasalah pada latar belakang di atas, maka pertanyaan mendasar dalam pemberdayaan mustahiq MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung yang ingin dijawab melalui penelitian dan dituangkan dalam skripsi ini adalah : 1. Apa metode yang digunakan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung dalam upaya pengembangan pengetahuan, penanaman nilai dan pengembangan keterampilan anggota binaan di majelis al-Amanah Bandung? 2. Apa
yang
pelaksanaan
menjadi
peluang
program
dan
hambatan
pendampingan
di
dalam
majelis
proses
al-Amanah
Kabupaten Bandung? 3. Bagaimana relevansi metode tersebut dengan kesejahteraan anggota binaan di majelis al-Amanah Kabupaten Bandung?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kegiatan pendampingan terhadap pengembangan pengetahuan, penanaman nilai dan pengembangan keterampilan anggota binaan MiSykat di majelis alAmanah. Selanjutnya, dapat dilihat relevansi kegiatan pendampingan terhadap kesejahteraan anggota. Selain dari itu, penulis ingin mengetahui ada tidaknya peluang dan hambatan dalam pelaksanaan program pemberdayaan yang terimplementasi dalam kegiatan pendampingan.
b. Manfaat Penelitian 1. Segi akademis Untuk
mengetahui
pemberdayaan
berbasis
seberapa syariah
jauh
terhadap
efektifitas
program
kesejahteraan
dan
pengembangan kemandirian usaha kelompok miskin. Sehingga mampu menambah pengetahuan dalam upaya memahami nilai-nilai sosial dan keagamaan. 2. Segi praktis Penelitian ini diharapkan mampu mengkorelasikan teori-teori pekerjaan sosial dengan praktik pekerjaan sosial di lapangan. Kemudian dapat menambah wawasan tentang praktik pekerjaan sosial yang tepat sesuai dengan konteks masyarakat. D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Bentuk penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field
research), dimana penulis melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian yang dilakukan merupakan proses pengkajian terhadap suatu fenomena pemberdayaan yang terjadi di salah satu majelis binaan Misykat DPU Daarut Tauhid Bandung yaitu majelis al-Amanah. Agar dapat memahami fenomena tersebut secara holistik, peneliti diharuskan untuk beinteraksi langsung dengan subjek penelitian, karena fenomena merupakan kondisi sosial yang cenderung berubah setiap saat. Kondisi tersebut harus diinterpretasikan kasus per
kasus sehingga proses generalisasi bergantung pada konteks yang berlaku pada saat itu. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Lexy Moleong dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”6 Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik. Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu/organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sedangkan menurut Anselm Strauss adalah penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari pengukuran.7 Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa model metode penulisan, dalam hal ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Withney mengemukakan definisi metode deskriptif, yang diikuti oleh Moh.
Nazir (1985), yaitu : Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat
serta
situasi-situasi
tertentu,
termasuk
tentang
hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruhpengaruh dari suatu fenomena.8
6
Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja ROSDA Karya, 2007), h. 4. 7 H. M. Djunaidy Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif : Prosedur, Teknik dan Teori Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1, h. 11. 8 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 83.
Definisi tersebut menunjukan bahwa metode penulisan deskriptif adalah mendeskripsikan, menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang sedang diselidiki. Berdasarkan tujuan metode penulisan ini dapat digambarkan peranan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Misykat DPU Daarut Tauhid Bandung terhadap kemandirian ekonomi anggota binaannya, untuk kemudian digambarkan pula peluang dan hambatan pelaksanaan kegiatan. 2. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan (field research) dilaksanakan di majelis alAmanah Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung yang merupakan majelis binaan Misykat DPU Daarut Tauhid Bandung. 3. Langkah-Langkah Penelitian Kualitatif Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu: a.Tahap pra lapangan Pada tahapan ini, peneliti mempersiapkan rancangan penelitian, menentukan lokasi penelitian dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari lembaga, mengurus perizinan baik dari kampus ataupun lembaga dan menjajaki serta menilai lapangan penelitian. b.Tahap lapangan Dalam tahap lapangan, peneliti harus memahami latar penelitian agar ketika memasuki lapangan ada penyesuaian dengan kondisi lapangan sehingga proses pengumpulan data akan berjalan secara
efektif dan efisien. Tahapan ini di awali dengan pertemuan dengan pihakpihak yang terkait,
diantaranya
koordinator wilayah IV MiSykat
Kabupaten Bandung, mitra sekaligus pendamping di majelis al-Amanah dan kemudian anggota binaan melalui pertemuan di pendampingan dan
home visit. c. Tahap analisis data Analisis data dilakukan sejak pengumpulan data dilaksanakan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian, karena
analisis
data
merupakan
pekerjaan
yang
membutuhkan
pemusatan perhatian, pergerakan tenaga, fisik dan pikiran. Sehingga jika analisis ini tidak dilakukan semenjak proses pencarian data akan terjadi penumpukan data yang akan menyulitkan penulisan analisisnya. Pada tahap ini, pengumpulan dan analisis data dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan-tahapan pertemuan dengan sumber data yang dilakukan selama satu bulan. 4. Macam dan Sumber Data Menurut Lofland an Lofland (1984:47) yang dikutip oleh Lexy Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, dan statistik. a. Kata-kata dan tindakan, merupakan proses mengamati kata-kata serta tindakan orang yang diwawancarai. Proses mengamati ini merupakan
hasil
usaha
gabungan
dari
kegiatan
melihat,
mendengar dan bertanya. Kemudian dijadikan sumber data utama yang dicatat melalui catatan tertulis dan pengambilan foto.
Responden adalah kepala bagian MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung, sebagaian dari anggota binaan MiSykat majelis alAmanah, mitra sekaligus pendamping di majelis al-Amanah. Dalam proses wawancara ini, diamati bagaimana responden menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kemudian menjadikannya sebagai sumber data. b. Sumber tertulis, adalah sumber data yang didapat dari dokumentasi tertulis lembaga Misykat serta literatur-literatur ilmiah yang terkait dengan
masalah penelitian.
penelitian
adalah
Beberapa
dokumen-dokumen
yang terkait dengan yang
didapatkan
dari
lembaga berupa buku profil, tata tertib MiSykat, data anggota dan penjelasan kurikulum pendidikan MiSykat pemula berupa materimateri pendampingan tiap pekan. Sedangkan untuk literatur ilmiah, terdiri dari referensi-referensi yang mendukung penulisan skripsi ini, berupa literatur tentang pemberdayaan, kesejahteraan sosial dan zakat. c. Foto atau dokumentasi gambar tentang proses pelaksanaan program Misykat yang digunakan untuk menghasilakan data-data deskriptif. Foto ini didapat dari dokumentasi lembaga dan yang dihasilkan oleh penulis sendiri. Selain dari dokumentasi lembaga, penulis juga mengambil dokumentasi
langsung dari proses
wawancara dan home visit. d. Data statistik, yang menjadi data tambahan sesuai dengan keperluan penelitian. Statistik digunakan untuk membantu memberi
gambaran
tentang
kecenderungan
subjek
terhadap
latar
penelitian.9 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari bahan-bahan tertulis, baik itu literatur, dokumendokumen tertulis, laporan-laporan dan bemtuk-bentuk lainnya yang berkaitan dengan penyusunan skripsi ini. b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada responden dengan lisan yang berpedoman pada instrumen penelitian yang berbentuk pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Wawancara ini dilakukan peneliti secara langsung terhadap oarang-orang yang dianggap perlu dan mewakili dalam penelitian. Wawancara ini juga dimaksudkan untuk menggali
keterangan-keterangan
yang
mendalam
sehingga
terkumpul informasi-informasi yang tidak didapatkan dari telaah dokumentasi atau kepustakaan. 6. Analisis Data Adapun metode analisis data yang akan digunakan adalah metode perbandingan tetap, yaitu upaya analisis data secara tetap yang membandingkan data umum dengan data yang lain, dan kemudian
9
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi ( Bandung: PT. Remaja ROSDA Karya, 2007), h. 157.
membandingkan kategori dengan kategori yang lainnya.10 Proses yang dilakukan dalam metode ini adalah11: a. Reduksi data, yaitu identifikasi satuan yang didapat dari data yang mempunyai makna jika dikaitkan dengan masalah penelitian. Selanjutnya membuat koding agar satuan tersebut dapat ditelusuri sumbernya. b. Kategorisasi, yaitu menyusun satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. c. Sintesisasi, yaitu mencari korelasi antara kategori-kategori. d. Menyusun hipotesis kerja dengan merumuskan suatu pernyataan proporsional
yang
terkait
sekaligus
menjawab
pertanyaan
penelitian. E. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini secara sistematis penulis membagi ke dalam lima bab. Adapun sistematika selengkapnya adalah sebagai berikut : BAB I
: Berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: Tinjauan Teoritis. Terdiri dari pengertian tentang peranan,
pemberdayaan serta pengetahuan literalis tentang zakat. BAB III
: Gambaran umum lembaga Misykat DPU Daarut Tauhid
Bandung. Gambaran umum ini meliputi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MiSykat terkait dengan anggota binaannya dari proses awal
10 11
ibid, h. 288. ibid, h. 288-300.
rekrutmen sampai pada permasalahan anggota dan tujuan akhir program pembinaan. BAB IV
: Gambaran riil aktifitas program pemberdayaan yang
didapat berdasarkan temuan dilapangan. Gambaran tersebut meliputi metode pengembangan pengetahuan, nilai dan keterampilan anggota binaan disertai pelaksanaan
dengan gambaran peluang dan hambatan dalam
program
untuk
kemudian
menjelaskan
relevansinya
terhadap kesejahteraan anggota. Setelah penjelasan tentang temuan di lapangan, selanjutnya dilakukan analisis kritis terhadap temuan lapangan tersebut. BAB V
: Penutup. Dalam penutup ini penulis akan berusaha
memberikan kesimpulan dari keseluruhan bahasan skripsi ini serta saran terhadap tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat diambil dari tulisan ini.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Teoritis Tentang Peranan 1. Pengertian Peranan Berbicara mengenai peranan tentu tidak bisa dilepaskan dengan status
(kedudukan).
Walaupun
keduanya
berbeda,
akan
tetapi
berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Kedudukan dan peranan diibaratkan dua sisi mata uang yang kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena orang
tersebut
mempunyai
status
dalam
masyarakat.
Walaupun
kedudukannya itu berbeda anatar satu orang dengan orang lain, akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, paranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.12 Sedang Grass Masson dan A. W. Mc Eachen sebagaimana dikutip oleh David Berry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapanharapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.13 Harapan tersebut masih menurut David Berry, merupakan imbangan dari norma-norma sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat. Artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan yang lainnya.
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 667 13 N. Grass W. S. Masson and A. W. Mc Eachen, Eksploration Role Analysis, dalam David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), cet ke-3, h. 99
2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peranan Peranan Di atas telah disinggung bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara peranan dan kedudukan, seseorang mempunyai peranan dalam lingkungan sosial dikarenakan ia mempunyai status atau kedudukan dalam lingkungan sosialnya (masyarakat). Tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan (dependent) pada makhluk atau manusia yang lainnya. Maka pada posisi semacam inilah, peranan sangat menentukan kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing individu dari masyarakat yang berkaitan agar menjalankan peranannya yaitu menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat atau lingkungan dimana ia bertempat tinggal. Di dalam peranannya, sebagaiman dikatakan oleh David Berry terdapat dua macam harapan, yaitu harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peranan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peranan terhadap masyarakat.14 Dari kutipan tersebut nyatalah bahwa ada satu harapan dari masyarakat terhadap individu akan suatu peran, agar dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan kedudukannya dalam lingkungan, individu dituntut memegang peranan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Dalam hal ini peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat,
misalnya peranan-peranan dalam pekerjaan,
keluarga, kekuasaan dan peranan-peranan lainnya yang diciptakan oleh
14
Ibid, h. 99
masyarakat. Demikian pula halnya dengan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung, di situ terdapat suatu harapan yang sangat besar baik dari para pengurus maupun masyarakat agar kiranya mampu menjadi wadah bagi sebuah pengembangan kesejahteraan masyarakat terlebih mampu menjadi wadah bagi transformasi mustahiq menjadi muzakki. B. Tinjauan Teoritis Tentang Pemberdayaan 1. Pengertian Pemberdayaan Secara
konseptual,
pemberdayaan
atau
pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata ‘ power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai
kekuasaan.
Kekuasaan
seringkali
dikaitkan
dengan
kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan tidak tervakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia. kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :
pertama, bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
Kedua, bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.15 Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki
kebebasan
(freedom),
dalam
arti
bukan
saja
bebas
mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif
yang
memungkinkan
mereka
dapat
meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Beberapa ahli di bawah ini mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan (Suharto, 1997:210-224) : a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife, 1995). b. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan ornag lain yang menjadi perhatiannya (Parson, et.al., 1994).
15
Edi Suharto, Ph.D. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial (Bandung: refika ADITAMA, 2005), h. 57.
c.
Pemberdayaan
menunjuk
pada
usaha
pengalokasian
kembali
kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987). d. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport, 1984).16 Menurut Ife (1995:61-64), pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas: kesatu, pilihan-pilihan personal dan
kesempatan-kesempatan
hidup:
kemampuan
dalam
membuat
keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan.
Kedua, Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya. Ketiga, Ide atau gagasan: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranatapranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan. Keempat, Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumbersumber formal, informal dan kemasyarakatan. Kelima, Aktivitas ekonomi: kemampuan
memanfaatkan
dan
mengelola
mekanisme
produksi,
distribusi, dan pertukaran barang serta jasa. Keenam, Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.17 Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
16 17
Ibid, h. 58. Ibid, h. 59.
masyarakat,
termasuk
individu-individu
yang
mengalami
masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat
yang
berdaya,
memiliki
kekuasan
atau
mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.18 Dalam orientasi yang lain, pemberdayaan masyarakat dimaknai bukan sekedar penyediaan kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, serta perawatan kesehatan. Tetapi prinsip ini lebih diarahkan kepada upaya peningkatan kemampuan masyarakat yang tidak berdaya untuk dapat bersama dengan yang lain mengakses sumbersumber ekonomi dan politik yang tersedia.19 Sedangkan dalam wacana pembangunan masyarakat, konsep pemberdayaan selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial.20 Mahmud Thoha mengatakan bahwa prioritas pembangunan dalam kegiatan
18
pemberdayaan
meliputi
pembangunan
modal
intelektual
Ibid, h. 60. Tim Penulis Center for the Study of Religian and Culture. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang Wakaf dalam Persfektif keadilan Sosial di Indonesia (CSRC UIN Jakarta, 2006), h. 10. 20 Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, ( Humaniora Utama Bandung, 2004), h. 3. 19
(intelectual capital building), pembangunan modal sosial (social capital
building) dan pembangunan modal kewirausahaan (entrepreneurial capital building). Yang pertama merupakan kegiatan olah pikir, yang keduan adalah olah rasa serta yang ketiga merupakan kegiatan olah karsa.21 Dalam konteks MiSykat, pemberdayaan tidak hanya dilakukan dengan memberikan modal usaha, tetapi juga meliputi pemberian pengetahuan dan pembentukan karakter wirausahawan sukses 2. Strategi Pemberdayaan Parson
et.
Al.
(1994:112-113)
menyatakan
bahwa
proses
pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas. Dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual; meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengaitkan klien dengan sistem atau sumber
lain
di
luar
dirinya.
Dalam
konteks
pekerjaan
sosial,
pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga ras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro.
21
Mahmud Thoha, APU. Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, Teraju, Jakarta, 2004, h. 170
a. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis
intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach). b. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya
digunakan
sebagai
strategi
dalam
meningkatkan
kesadaran pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan
memecahkan
permasalahan
yang
dihadapinya. c. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar
(large-system
strategy),
karena
sasaran
perubahan
diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian
masyarakat,
manajemen
konflik,
adalah
beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.22 3. Pendekatan
22
Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Ksejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, h. 66.
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan (Jim Ife oleh Suharto, 1997:218-219): a. Pemungkinan
:
menciptakan
suasana
atau
iklim
yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat. b. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Pemberdayaan
harus
mampu
menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka. c. Perlindungan:
melindungi
masyarakat
terutama
kelompok-
kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan ahrus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. d. Penyokongan: masyarakat
memberikan
mampu
kehidupannya.
bimbingan
menjalankan
Pemberdayaan
dan
peranan
harus
dukungan dan
mampu
agar
tugas-tugas menyokong
masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
e. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat.
Pemberdayaan
harus
mampu
menjamin
keselarasan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.23 Dubois dan Miley (1992:211) memberi beberapa cara atau teknik yang
lebih
spesifik
yang
dapat
dilakukan
dalam
pemberdayaan
masyarakat: a. Membangun relasi pertolongan yang: (a) merefleksikan respon empati; (b) menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self determination); (c) menghargai perbedaan dan keunikan
individu;
(d) menekankan kerjasama klien
(client
partnership). b. Membangun komunikasi yang: (a) menghormati martabat dan harga diri klien; (b) mempertimbangkan keragaman individu; (c) berfokus pada klien; (d) menjaga kerahasiaan klien. c. Terlibat
dalam pemecahan
masalah
yang:
(a) memperkuat
partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah;
(b) menghargai hak-hak klien; (c) merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan belajar; (d) melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi. d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui: (a) ketaatan terhadap kode etik profesi; (b) keterlibatan dalam pengembangan profesional, riset dan perumusan kebijakan; (c) penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik;
23
Ibid, h. 68.
(d) penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.24 4. Prinsip Pemberdayaan Pelaksanaan pendekatan di atas berpijak pada pedoman dan prinsip pekerjaan sosial. Menurut beberapa penulis, seperti Solomon (1976), Rappaport (1981, 1984), Pinderhughes (1983), Swift (1984), Swift dan Levin (1987), Weick, Rapp, Sulivan dan Kisthardt (1989), terdapat beberapa prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial (Suharto, 1997:216-217). a. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karenanya pekerja sosial dan masyarakat harus bekerjasama sebagai partner. b. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumbersumber dan kesempatan-kesempatan. c. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan. d. Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat. e. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut. f.
Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang.
24
Ibid, h. 68.
g. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri. h. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan. i.
Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
j.
Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif; permasalahan selalu memiliki beragam solusi.
k. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel.25 5. Pendampingan Sosial Pendampingan sosial merupakan satu strategi yang sangat menentukan
keberhasilan
program
pemberdayaan
masyarakat.
Pendampingan sosial berpusat pada empat bidang tugas atau fungsi yang dapat disingkat dalam akronim 4P, yakni: pemungkinan (enabling) atau fasilitasi,
penguatan
(empowering),
perlindungan
(protecting),
dan
pendukung (supporting).26 Pemungkinan merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas pekerja sosial yang berkaitan dengan fungsi ini antara lain menjadi contoh (model), melakukan mediasi dan negosiasi, membangun konsensus bersama, serta melakukan manajemen sumber.
25 26
Ibid, h. 69. Ibid, h. 95
Penguatan merupakan fungsi yang berkaitan dengan pendidikan dan
pelatihan
guna
memperkuat
kapasitas
masyarakat
(capacity
building).pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan
positif
dan
direktif
berdasarkan
pengetahuan
dan
pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat,
menyampaikan
informasi,
melakukan
konfrontasi,
menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan fungsi penguatan. Perlindungan merupakan fungsi yang berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja. Fungsi perlindungan juga menyangkut tugas pekerja sosial sebagai konsultan, orang yang bisa diajak berkonsultasi dalam proses pemecahan masalah. Fungsi pendukungan mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis yang dapat mendukung terjadinya perubahan positif pada masyarakat. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, dan mencari serta mengatur sumber dana. 6. Tugas Pekerja Sosial
Schwartz (1961:157-158), mengemukakan 5 (lima) tugas yang dapat dilaksanakan oleh pekerja sosial: a. Mencari
persamaan
mendasar
antara
persepsi
masyarakat
mengenai kebutuhan mereka sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yang dihadapi mereka. b. Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat banyak orang dan membuat frustasi usaha-usaha orang untuk mengidentifikasi kepentingan mereka dan kepentingan orangorang yang berpengaruh (significant others) terhadap mereka. c. Memberi kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsep yang tidak dimiliki masyarakat, tetapi bermanfaat bagi mereka dalam menghadapi realitas sosial dan masalah yang dihadapi mereka. d. Membagi visi kepada masyarakat; harapan dan aspirasi pekerja sosial merupakan investasi bagi interaksi antara orang dan masyarakat dan bagi kesejahteraan individu dan sosial. e. Mendefinisikan syarat-syarat dan batasan-batasan situasi dengan mana sistem relasi antara pekerja sosial dan masyarakat dibentuk. Aturan-aturan tersebut membentuk konteks bagi ‘kontrak kerja’ yang mengikat masyarakat dan lembaga. Batasan-batasan tersebut juga mampu menciptakan kondisi yang dapat membuat masyarakat dan pekerja sosial menjalankan fungsinya masing-masing.27 B. Tinjauan Teoritis Tentang Zakat 1. Pengertian Zakat Secara bahasa, zakat mempunyai arti pertumbuhan, pertambahan dan penyucian. Menurut syari’at, zakat merujuk kepada pengambilan
27
Ibid, h. 70.
sejumlah uang atau barang dari beberapa jenis kekayaan tertentu yang mencapai jumlah yang ditentukan pada suatu rentang masa, untuk kemudian dibagikan kepada beberapa golongan umat yang masuk ke dalam kriteria penerima zakat. Ibadah ini dinamakan zakat dikarenakan harta yang dimiliki orang yang membayar zakat disucikan dan derajatnya ditinggikan oleh Allah SWT sehingga kedudukannya di mata Allah pun terangkat.28 Zakat juga
bisa didefinisikan sebagai sebagian dari harta
benda/kekayaan (yang bernilai ekonomi baik tetap atau bergerak) seseorang atau badan usaha dikeluarkan
apabila
telah
yang
mencapai
beragama nisab
islam yang wajib
dan
haulnya
untuk
kemashlahatan masyarakat.29 Definisi lain tentang zakat yaitu menyisihkan sebagian harta (sesuai ketentuan syara’) untuk dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.30 Zakat adalah rukun islam yang ketiga. Dasar hukum wajibnya cukup banyak dan jelas diterangkan di dalam al-Quran dan al-Hadis. Salah satu ayat al-Quran yang menjelaskan tentang kewajiban zakat diantaranya adalah surah at-Taubah ayat 103 yang artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka”.
28
Abdal Haqq Bewley, Amal Abdalhakim-Douglas. Restorasi Zakat: Menegakan Kembali Pilar Yang Runtuh (Depok: Pustaka Adina, 2005), h. 23. 29 Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf. Pedoman Zakat (Jakarta: PT. Ade Cahya, 1994/1995), h. 171. 30 Syamsul Rizal Hamid, Buku Pintar Tentang Islam (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 143.
Adapun al-Hadis yang menjelaskan tentang kewajiban zakat diantaranya adalah sabda Rasul SAW kepada Mu’adz ibn Jabal ketika Mu’adz diutus ke Yaman untuk menjadi wali negara dan hakim di negara tersebut, yang artinya:
“Rasulallah SAW sewaktu mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman (yang telah ditaklukkan oleh umat islam) bersabda: Engkau datang kepada kaum ahli kitab, ajaklah mereka kepada syahadat, bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Jika mereka telah taat untuk itu, beritakanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka melakukan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka telah taat untuk itu, beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka menzakati kekayaan mereka. Yang zakat itu diambil dari yang kaya dan dibagi-bagikan kepada yang fakir-fakir. Jika mereka telah taat untuk itu, maka hati-hatilah (janganlah) mengambil yang baik-baik saja (bila kekayaan itu bernilai tinggi, sedang dan rendah, maka zakatnya harus meliputi nilai-nilai itu) hindari do’anya orang madhlum (teraniaya) karena diantara
do’a
itu
dengan
Allah
tidak
berdinding
(pasti
dikabulkan).”31
2. Hukum Zakat
31
108.
Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf. Pedoman Zakat, h.
Dalam menentukan hukum sebuah permasalahan, Islam melalui fiqih mengajarkan kepada kita untuk melakukan ijtihad. Ijtihad itu berkisar pada tiga bidang, yaitu: Istimbath, Tarjih dan Tahqiqul manath.
Istimbath bertujuan untuk menggali hukum syar’i tentang sesuatu masalah sebagaimana halnya para imam mujtahidin. Ijtihad dibidang tarjih bertujuan untuk membanding dalil-dalil serta wajah istidlal yang dilakukan oleh masing-masing mujtahidin dalam rangka memilih pendapat yang terkuat. Ijtihad dibidang tahqiqul manath adalah semata-mata untuk menerapkan ‘ilat hukum asal baik ia manshushah atau mustambathath bagi sesuatu masalah (furu’) yang belum ada nash hukumnya. Ijtihad dibidang tahqiqul manath inilah yang kita lakukan untuk mencari sumbersumber untuk zakat. Menurut penelitian, harta-harta yang dizakati menurut ketentuan
nash yaitu dari binatang ternak yang meliputi sapi, kambing dan unta. Dari barang-barang berharga meliputi emas dan perak. Dari tumbuh-tumbuhan meliputi sya’ir (jelai), gandum, anggur kering (kismis) dan kurma.32 Hukum wajib zakat pada harta-harta tersebut yang menjadi ‘illatnya adalah sifat perkembangan pada harta atau sifat penerimaan untuk diperkembangkan pada harta tersebut. ‘Illat seperti itu terkenal dengan istilah ‘illat mustambathath (hasil ijtihad para mujtahidin). Hukum berputar pada ‘illat-nya, ada ‘illat ada hukum, hilang ‘illat hilang hukumnya. Tegasnya dimana ada ‘illat di sana ada hukum.33 Pelaksanaan kewajiban zakat ini ditentukan pula dan dibatasi oleh pembatasan-pembatasan (restriksi) sebagai berikut :
32
Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf. Pedoman Zakat, h.
33
Ibid, h. 180.
180.
a. Zakat itu diwajibkan setahun sekali atas barang-barang yang tetap dimiliki selama setahun penuh (haul). Haul tidak berlaku pada zakat tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Haul dan nisab pada ma’din (hasil tambang) diperselisihkan oleh para ulama. b. Nilai barang yang dizakati telah mencapai batas ukuran yang disebut
nisab.
Nisab
itu
berlain-lainan
tergantung
kepada
macamnya barang yang harus dizakati. c. Hukum wajib zakat pada harta-harta yang menjadi ‘illat-nya adalah sifat perkembangan pada harta atau sifat penerimaan untuk diperkembangkan pada harta tersebut. ‘Illat seperti ini terkenal dengan istilah ‘illat mustambathah. Hukum berputar pada ‘illat-nya. d. Zakat dibayarkan pada mustahiq. Tidak dibenarkan mambayarkan zakat kepada sembarangan orang yang disukai. e. Untuk memudahkan pengumpulan dan penyaluran zakat perlu mendapat perhatian sahnya mengeluarkan zakat dengan qimah (nilai pengganti) jika dikehendaki oleh hajat dan kemaslahatan. f.
‘Amil atau penyelenggara sangat diperlukan dalam masalah zakat bahkan seorang amil berhak mendapat bagian dari hasil zakat dan termasuk satu dari delapan asnaf yang menjadi mustahiq.
g. Wilayah zakat yaitu radius penyebaran hasil zakat. Agar tujuan dan sasaran zakat dapat dicapai secara maksimal maka perlu ditentukan wilayahnya, apakah kabupaten, provinsi atau seluruh Indonesia bagi pelaksanaan di negeri ini. h. Perdagangan suatu barang yang ada padanya zakat, seperti buahbuahan dan tumbuh-tumbuhan maka terdapat dua kewajiban zakat
yaitu: zakat perniagaan dan zakat dari barang yang kita perdagangkan, untuk ini hanya dibayar salah satunya saja.34 3. Tujuan Zakat Zakat adalah salah satu tiang pokok ajaran islam. Di dalam alQuran sangat banyak disebutkan perintah zakat bersamaan dalam satu susunan kalimat dengan salat. Dengan demikian setidak-tidaknya kewajiban zakat sama kuatnya dengan hukum salat. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Sebagai pokok ajaran agama atau ibadah, zakat mengandung hikmah dan tujuan tertentu. Hikmah zakat adalah sifat-sifat rohaniah dan filosofis yang terkandung dalam lembaga zakat . dimaksud dengan tujuan zakat di sini ialah sasaran praktisnya. Dari tujuan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Membantu, mengurangi dan mengangkat kaum fakir miskin dari kesulitan hidup dan penderitaan mereka. b. Membantu
memecahkan
permasalahan
yang
dihadapi
oleh
gharimin, ibnu sabil dan para mustahiq lainnya. c. Membina dan merentangkan tali solidaritas sesama umat manusia. d. Mengimbangi ideologi kapitalisme dan komunisme. e. Menghilangkan sifat bakhil dari pemilik kekuasaan dan penguasa modal.
34
Ibid, h. 181.
f.
Menghindarkan
penumpukan
kekayaan
perseorangan
yang
dikumpulkan diatas penderitaan orang lain. g. Mencegah jurang pemisah kaya miskin yang dapat menimbulkan malapetaka dan kejahatan sosial. Mengembangkan tanggung jawab
perseorangan terhadap kepentingan
masyarakat dan
kepentingan umum. h. Mendidik untuk melaksanakan disiplin dan loyalitas seorang untuk menjalankan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain.35 4. Hikmah Zakat Zakat sebagai bagian dari tradisi filantrofi Islam yang sudah dilembagakan, mengandung hikmah dan keutamaan-keutamaan. Hikmah dan keutamaan tersebut digambarkan di dalam ayat-ayat al-Quran dan hadis serta kenyataan yang hidup di masyarakat akan pentingnya zakat dalam mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Allah berfirman yang artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) oarang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa yang Dia
35
Ibid, h. 183.
kehendaki.
Dan
Allah
Maha
Luas (karunia-Nya).”
(QS
Al-
Baqarah:261)
Begitulah Allah menjelaskan tentang kewajiban zakat kepada setiap muslim yang telah memenuhi syarat dalam mengeluarkan zakat, sebagai bagian dari pamanuhan kewajiban dan juga praktek kesalehan sosial. Adapun hikmah yang dapat diambil dari zakat antara lain adalah: a. Mensyukuri nikmat Allah, meningkat suburkan harta dan pahal serta membersihkan diri dari kekotoran, kikir dan dosa. b. Melindungi masarakat dari bahaya kemiskinan dan kemelaratan dengan segala akibatnya. c. Memerangi dan mengatasi kefakiran yang menjadi sumber bencana dan kejahilan. d. Membina
dan
mengembangkan
stabilitas
kehidupan
sosial
ekonomi, pendidikan dan sebagainya. e. Mewujudkan rasa solidaritas dan belas kasih. f.
Merupakan manifestasi kegotong-royongan dan tolong menolong. Selain hikmah tersebut yang dapat diambil dari melaksanakan
praktek zakat. Zakat juga mempunyai keutamaan-keutamaan, antara lain: a. Menumbuh suburkan pahala. b. Memberi berkat kepada harta yang tinggal (setelah di zakati). c. Menjadi sebab bertambahnya rezeki, pertolongan dan ‘inayah Allah SWT. d. Menjauhkan diri dari bencana yang tidak dikehendaki. e. Menjauhkan diri dari api neraka dan melepaskannya dari kepicikan dunia dan akhirat.
f.
Mendatangkan keberkatan dan kemaslahatan kepada masyarakat.
g. Menumbuhkan kerukunan dan membuahkan kasih sayang.
h. Mengembangkan rasa tanggung jawab dan menghasilkan uswatun hasanah.36 Zakat dalam Islam, bukanlah sekedar kebaikan hati yang diulurkan orang kaya terhadap orang miskin, atau suatu kebajikan dari orang yang berdada kepada orang yang papa. Tetapi, zakat memiliki jangkauan yang jauh lebih dalam dan manfaat yang jauh lebih luas. Zakat merupakan salah satu aspek penting dalam sistem ekonomi Islam. Suatu sistem ang unik, tiada duanya, dalam menanggulangi problema kemiskinan khususnya, maupun problema harta kekayaan pada umumnya. Sebelumnya dunia tidak
mengenal
satu
pun
sistem
yang
memperhatikan
tentang
penanggulangan aspek yang amat rawan bagi kehidupan manusia.37 5. MacamMacam-macam Zakat Zakat dibedakan dari berbagai jenis kekayaan yang wajib di zakati. Adapun jenis kekayaan yang wajib di zakati adalah emas, perak, simpanan, hasil bumi, binatang ternak, dagangan, hasil usaha, hasil jasa (honorarium) yang berjumlah besar, harta rikaz, harta ma’din dan hasil laut. A. Emas. Perak dan Simpanan Dasar hukum wajib zakat emas, perak dan simpanan adalah alQuran surat at-Taubah ayat 34-35 yang artinya:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menfkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
36
Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf. Pedoman Zakat, h.
37
Dr. Yusuf Al Qardlawi, Ibadah Dalam Islam (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1998), h. 435.
186.
mereka, (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih) pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan pinggang mereka (lalu dikatakan kepada mereka), inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
Sabda Rasulullah Saw :
“Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun, maka zakatnya5 dirham. Apabila engkau memiliki emas 20 dinar dan telah cukup satu tahun, maka wajib zakatnya ½ dinar”.
B. Harta Perniagaan (perdagangan). Berdagang artinya memutar uang dengan tukar menukar atau jual beli dengan maksud mencari keuntungan. (Mahalli jilid II halaman 27). Mengingat kaidah tersebut di atas, maka setiap pemutaran uang atau modal dengan tujuan mencari keuntungan seperti mendirikan pabrik, mendirikan rumah untuk dijual belikan atau dikontrakkan dan lain-lain adalah termasuk tijarah atau dagang yang dikenakan zakat. Dasar hukum wajib zakat perniagaan diantaranya adalah firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 267 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”.
Sabda Rasulallah Saw :
“Kain-kain yang disediakan untuk dijual dikeluarkan zakatnya”. (HR. Al-Hakim)
Dari Samurah : “Rasulallah Saw memerintahkan kepada kami mengeluarkan zakat barang yang disediakan untuk dijual.” (HR. Daruquthni dan Abu Daud).
Syarat wajib zakat tijarah adalah jumlah nisabnya ada senisab emas (20 dinar) dan harus sudah berjalan setahun. Jadi zakat tijarah harus dilakukan setiap tahun sekali. Cara pelaksanaannya ialah setelah tijarah berjalan satu tahun, uang kontan yang ada dan segala macam, barang dagangan ditaksir, kemudian jumlah yang didapat dikeluarkan zakatnya 2 ½ % (dua setengah persen). C. Hasil bumi. Dasar hukum zakat hasil bumi ialah al-Quran surat al-Baqarah ayat 267 yang artinya:
“Dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Zakat hasil bumi tanpa syarat haul, sebab setiap kali panen harus dikeluarkan zakatnya. Sedangkan panen hasil bumi ada yang sekali setahun, ada yang dua kali, ada yang tiga kali bahkan ada yang empat kali. Setiap kali penen jika hasilnya ada senisab dikeluarkan zakatnya dan jika
tidak cukup senisab tidak usah hasil panen itu dikumpulkan dengan hasil panen yang lain untuk mengejar nisab. Nisab dari hasil bumi di bagi dua macam: 1. Apabila tanaman itu hidup dariair hujan atau sungai (tanpa biaya pengairan) zakatnya 10% dari hasil panen. 2. Jika hidupnya dari air yang dibeli, maka zakatnya 5% dari hasil panen. D. Binatang ternak Binatang ternak di Indonesia yang dikenakan zakat adalah sapi, kerbau dan kambing. Zakat ini harus dengan syarat haul. Perlu diketahui bahwa binatang ternak yang dipakai membajak sawah atau menarik gerobak tidak wajib zakat. Sabda Rasulallah Saw:
“Tidaklah ada zakat pada sapi yang dipakai untuk bekerja.’ Itulah diantara penejalasan tentang barang yang wajib dizakatkan. Dilihat dari jenis kekayaan di luar dari pada itu, beberapa harta yang harus dikeluarkan zakatnya adalah hasil tambang dan harta terpendam. 1. Hasil tambang Harta makdin berupa besi, baja, tembaga, kuningan, timah, minyak, batu bara dan lain-lain. Untuk konteks Indonesia semua barang-barang itu dikuasai oleh negara, oleh karen itu tidak usah kita bicarakan di sini. Adapun yang berupa batu-batuan, emas dan perak masyarakat masih
diperbolehkan
menambangnya.
Makdin
seperti
inilah
yang
dikenakan zakat yaitu 2 ½%. Adapun nisabnya seharga nisab emas yaitu 20 dinar atau 94 gram. Hasil tambang emas dan perak apabila sampai nisabnya wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu penambangan dilakukan tanpa harus dimiliki selama setahun.
Sabda Rasulallah Saw. “Bahwa Rasulallah Saw telah mengambil sedekah
(zakatnya) dari hasil tambang di negeri Qabaliyah”. (HR. Daud dan Hakim) 2. Zakat rikaz Rikaz ialah benda kuno yang ditemukan. Apabila kita menemukan harta terpendam seperti emas dan perak, maka wajib mengeluarkan zakatnya 1/5 (20%). Rikaz tidak disyaratkan dimiliki selama setahun. Disamping itu menurut Imam Maliki, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad serta pengikutnya bahwa nisab tidak menjadi syarat. Hanya Imam Syafi’I yang berpendapat harus sampai nisabnya. Dari Abu Hurairah, telah berkata rasulallah Saw : “Zakat rikaz
seperlima”. (HR. Bukhari dan Muslim).38 6. Muzakki (Orang yang wajib berzakat) Muzakki adalah orang Islam yang memiliki kekayaan yang cukup nisab. Semua kekayaan yang dikenakan zakat harus cukup nisab, yaitu jumlah minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Selain itu ada beberapa ketetuan tambahan tentang siapa yang wajib mengeluarkan zakat, yaitu: a. Kekayaan anak di bawah umur/orang gila Anak dibawah umur, yang belum akil baligh semestinya belum
mukallaf. Bagaimana hukumnya seandainya anak itu memiliki kekayaan yang telah mencukupi syarat-syarat wajib zakat. Menurut pendapat para ulama kekayaan itu harus dizakati dan walinya-lah yang melaksanakan pembayaran zakat itu. Orang yang sakit gila, dalam hal kekayaan dan zakatnya, sama dengan anak di bawah umur.
38
143-147.
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Tentang islam (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h.
Rasulallah Saw bersabda:
“ barang siapa mewlikan anak yatim yang mempunyai kekayaan, hendaklah kekayaan itu dipergunakan untuk berdagang dan janganlah kekayaan itu ditinggalkansehingga kekayaan itu terkena zakat.”
b. Kekayaan dizakati setelah dikurangi biaya pengolahan. Kekayaan apapun yang dimiliki oarang diwajibkan zakatnya setelah kekayaan itu dipergunakan untuk kebutuhan yang betul-betul primer, seperti makan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain. Jika untuk keperluan yang primer itu tidak cukup maka ia tidak berkewajiban zakat. c. Mempunyai kekayaan tetapi berhutang. Orang yang mempunyai kekayaan cukup nisab, akan tetapi ia mempunyai hutang, baik hutang itu kepada sesama manusia ataupun kepada Allah SWT maka hutang itu harus dilunasi dahulu, kemudian jika sisanya masih ada senisab maka harus dikeluarkan zakatnya. d. Meninggal sebelum membayar zakat Orang yang berkewajiban membayar zakat, tetapi ia meninggal dunia sebelum kewajiban itu dilaksanakan, maka kekayaan yang ditinggalkan tidak boleh dibagi sebagai warisan kepada ahli warisnya sebelum zakat itu dikeluarkan, karena zakat itu adalah hutang kepada Allah. e. Kompensasi hutang dengan zakat Seorang fakir atau miskin mempunyai pinjaman uang kepada seorang kaya kemudian pada suatu waktu orang kaya itu mengeluarkan zakat uangnya dan uang pinjaman yang ada pada orang fakir atau miskin itu dijadikan sebagai zakat yang diberikan kepadanya. Maka yang
demikian itu hukumnya khilaf, ada yang melarang an ada yang membolehkan.39 C. Penjelasan Tentang Mustahiq Dalam kamus besar bahasa arab, mustahiq adalah fa’il dari akar kata haq yang mempunyai makna patut; wajar40. Mustahiq merupakan intilah yang dikenal dalam terminologi zakat, yang berarti orang yang patut menerima zakat. Orang-orang atau golongan yang berhak menerima zakat telah diatur dalam ajaran agama Islam, yakni ada delapan golongan (asnaf). Ketentuan ini diatur dalam al-Quran surat at-Taubah : 60. Syariat
Islam
adalah
bersifat
universal,
artinya
ketentuan-
ketentuannya bersifat umum, dapat diterapkan dalam situasi dan kondisi yang
berbeda-beda.
Di
sini
tergantung
kemampuan
kita
untuk
menafsirkan ajaran itu sesuai dengan situasi yang ada. 1. Delapan Asnaf Delapan golongan yang berhak menerima zakat seperti diatur dalam surat at-Taubah :60 adalah sebagai berikut: kesatu, Fakir, yaitu orang yang tidak berharta dan tidak mempunyai pekerjaan atau usaha tetap guna mencukupi kebutuhan hidupnya (nafkah), sedang orang yang menjaminnya tidak ada. Kedua, Miskin, yaitu orang-orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, meskipun ia mempunyai pekerjaan atau uasaha tetap, tetapi usaha itu belum dapat mencukupi kebutuhannya dan orang yang menanggung (menjaminnya) tidak ada. Ketiga, Amil, yaitu orang atau panitia/organisasi yang mengurusi zakat baik mengumpulkan, membagi atau mengelolanya. Keempat, Muallaf, yaitu orang yang masih
39
Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf. Pedoman Zakat, h.
40
Achmad Sunarto, Kamus Lengkap Al-Fikr, Halim Jaya, Surabaya, 2002. h. 149
117-120.
lemah imannya, karena baru memeluk agama Islam atau orang yang mempunyai kemauan untuk masuk agama islam tetapi masih lemah (raguragu) kemauannya itu. Kelima, Riqab (hamba sahaya) yang mempunyai perjanjian akan di merdekakan oleh majikannya dengan jalan menebus dengan uang. Keenam, Gharim, yaitu orang yang punya hutang karena suatu kepentingan yang bukan maksiat dan ia tidak mampu utnuk melunasinya. Ketujuh, Sabilillah, yaitu usaha-usaha yang tujuannya untuk meninggikan syi’ar Islam seperti membela/mempertahankan agama, mendirikan tempat ibadah, pendidikan dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya. Kedelapan, Ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal dalam bepergian dengan maksud baik.41
2. Beberapa ketentuan ketentuan khusus a. Pengaturan bagi fakir miskin Bila
hasil
pengumpulan
zakat
cukup
banyak,
seharusnya
pembagian untuk para fakir miskin diatur demikian :
“fakir miskin yang biasa berdagang (ada pengalaman dan pengetahuan berdagang) diberi modal berdagang yang besarnya diperkirakan keuntungannya cukup guna biaya hidup, agar sekali diberi untuk selamanya. Atau mereka dapat bekerja sebagai tukang kayu, batu dan lain-lainnya, mereka diberi alat-alatnya agar dengan alat-alat itu mereka bekerja sehingga sekali diberi juga untuk selamanya. Jika
41
325.
Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf. Pedoman Zakat, h.
berdagang tidak dapat, bertukang pun tidak dapat, maka diberi bekal seumur ghalib (umur rata-rata 63 tahun). Imam Kurdi berpendapat bahwa bukanlah kepada orang yang tidak dapat berdagang maupun bertukang itu langsung diberi uang yang mencukupi hidupnya seumur ghalib, tetapi yang dimaksud orang itu diberi modal yang sekiranya hasil yang diperoleh dari modal itu dapat mencukupi hidupnya. Oleh karena itu maka modal itu harus dibelikan tanah pekarangan atau binatang ternak apabila ia mempunyai kemahiran mengolah/memeliharanya.”
b. Zakat kepada sanak kerabat Memberikan zakat kepada sanak kerabat itu demikian baiknya, karena selain memberi akan berarti juga merapatkan persaudaraan (silaturahmi). Adapun yang dimaksud sanak kerabat itu misalnya saudara lelaki atau perempuan, paman, bibi, uwak dan lain-lain asal mereka termasuk mustahiq. Sabda Rasulallah Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan Tirmidzi : “shadaqah kepada orang miskin (yang bukan kerabat) itu
mendapat pahala shadaqah, sedangkan shadaqah kepada si miskin yang kerabat itu mendapat dua pahal, pahala silaturahim dan pahala shadaqah.”
c. Zakat kepada pencari ilmu Pemberian zakat kepada para pelajar dan mahasiswa itu boleh, terutama jika yang dipelajari itu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh agama dan mereka, karena belajar itu tidak berkesempatan mencari nafkah.
“jika orang dapat berusaha mencari nafkah dengan cara yang sesuai dengan keadaannya akan tetapi ia masih sibuk menghasilkan ilmu syariat, dan sekiranya ia berusaha mencari nafkah maka akan terputus usaha mencari ilmu itu, maka kepadanya boleh diberikan zakat karena menghasilkan
ilmu
yang
serupa
itu
hukumnya
fardu
kifayah.”
(fikhussunnah jilid I hal 407)
d. Zakat kepada suami yang fakir Seorang isteri yang memiliki kekayaan berupa barang yang wajib dizakati dan barang itu telah cukup senisab, maka ia boleh memberikan zakatnya kepada suaminya asal suami itu termasuk golongan mustahiq dan zakat yang diterimanya tidak akan dijadikan nafkah kepada isterinya.
“ Abu Said Al Hudri mengatakan bahwa Zainab isteri Abu Mas’ud berkata: Wahai Rasulallah, Engkau hari ini memerintahkan bershadaqah/berzakat. Saya mempunyai perhiasan dan akan saya shadaqahkan/saya zakati. Sedangkan Ibnu Mas’ud (suamiku) berpendapat, bahwa ia dan ankanaknya adalah orang yang lebih berhak menerima shadaqah/zakatku. Maka Rasulallah bersabda, pendapat Ibnu Mas’ud itu betul, bahwa suami dan anakmu lebih berhak dari pada orang lain untuk menerima shadaqahmu.” (HR. Bukhari)
e. Zakat kepada orang shaleh Diseyogyakan zakat diberikan kepada ahli-ahli ilmu dan orangorang yang baik adab kesopanannya. Orang yang bila diberi zakat akan dipergunakan untuk maksiat, maka orang semacam itu jangan diberi zakat.
Dalam hal ini, Abu Said Al Hudri meriwayatkan bahwa Rasulallah Saw pernah bersabda :
“gambaran orang mukmin dengan imannya seperti kuda dengan tali ikatnya, sekali-sekali kuda itu lepas tapi kembali lagi kepada tali ikat itu. Demikian orang mukmin kadang-kadang lupa tetapi kembali lagi kepada imannya. Berikanlah makanan kepada orang-orang yang taqwa dan orang-orang mukmin yang baik-baik.”
BAB III GAMBARAN UMUM MISYKAT DPU DAARUT TAUHID BANDUNG A. Kelahiran MiSykat MiSykat merupakan akronim dari Microfinance Syariah Berbasis
Masyarakat, adalah sebuah lembaga yang lahir dari Dana Peduli Umat Daarut Tauhid (DPU DT). MiSykat merupakan lembaga yang concern terhadap pengembangan dan pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah, karena secara konsisten lembaga ini memberikan bantuan dana bergulir kepada mereka yang mau berusaha untuk memperbaiki nasibnya. Lembaga ini lahir atas keprihatinan terhadap masyarakat mustadh’afin (yang dilemahkan) oleh struktural maupun yang disebabkan oleh beberapa faktor baik itu eksternal maupun internal. Salah satu faktor eksternal yang menyebabkan timbulnya golongan
mustadh’afin adalah struktur yang hanya memihak kepada golongan tertentu saja, sehingga sadar atau tidak mereka menjadi korban dari kepentingan golongan yang ada di dalam struktur tersebut. Sedangkan faktor internal diantaranya adalah pola pikir yang masih rigid terhadap kenyataan hidup yang menimpa mereka baik itu dilihat dari sisi agama maupun sikap fatalisme dan skeptis terhadap dirinya sendiri.
MiSykat Dana Peduli Umat Daarut Tauhid (DPU DT) Bandung didirikan pada tanggal 22 April 2003 bertempat di gedung Darul 'Ilmi Pondok Pesantren Daarut Tauhid Bandung. Namun secara mekanisme kerja, lembaga ini mulai efektif melaksanakan program pada akhir Agustus tahun 2003 dengan membentuk dua majelis yang terdiri dari 10 orang anggota binaan. Majelis adalah sebutan atau istilah untuk tempat berkumpulnya para anggota binaan Misykat yang menerima
binaan dari pendamping yang berasal dari kepengurusan Misykat. Pendampingan sendiri dilakukan selama seminggu sekali atau tergantung dari kesediaan para anggota binaan untuk memberikan waktu luang. B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Majelis al-Amanah terletak di Desa Margahurip RT/RW 05/09 Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung. Dikarenakan lokasinya yang jauh dari kantor MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung yang berada di jalan Gegerkalong Girang Sukasari Kotamadya Bandung, maka dilibatkanlah peran dari mitra yang terkoordinasi secara langsung dengan MiSykat. Mitra sekaligus pendamping di majelis al-Amanah adalah Bapak Ahmad Juhri yang berprofesi sebagai karyawan swasta. Pemilihan Bapak Ahmad Juhri sebagai mitra dilatar belakangi oleh peranannya sebagai koordinator donatur dana zakat ditempatnya bekerja untuk disalurkan ke DPU Daarut Tauhid Bandung. Atas dasar itulah, DPU berinisiatif melibatkannya dalam lembaga pemberdayaan dana zakat (MiSykat) sebagai mitra yang bertugas mencari mustahiq dilingkungan tempat tinggalnya yaitu desa Margahurip. Melalui Bapak Ahmad Juhri kemudian tercatatlah 20 orang
mustahiq yang tersebar di wilayah RW 05 Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang anggota majelis al-Amanah, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Data base anggota MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Majelis alAmanah Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung tahun 2007-2008 no
nama
alamat
jk
tgl lahir
status
pnddk
Jenis
pekerjaan
usaha 1
Dede S
Margahurip
Rt
L
16/8/1975
nikah
SMP
Dagang
karyawan
Rt
L
17/5/1974
Nikah
MA
Dagang
guru
01/05 2
Apep D
Margahurip 02/05
3
Tedjiana M
Margahurip
susu Rt
L
10/8/1983
nikah
MA
Dagang
Buruh tani
Rt
L
21/2/1971
nikah
SMP
Dagang
Buruh tani
Rt
L
4/6/1977
nikah
SMP
Kue balok
Buruh tani
Rt
P
30/6/1973
nikah
SD
Warung
Buruh tani
Rt
P
1/1/1963
nikah
SD
Dagang
Buruh tani
Rt
P
30/3/1950
nikah
SD
Dagang
Buruh tani
Rt
P
19/7/1967
nikah
SD
Krupuk
Buruh tani
01/05 4
Dase
Margahurip 01/05
5
Suparman
Margahurip 01/05
6
Entin
Margahurip 01/05
7
Juaningsih
Margahurip 01/05
8
Rubiah
Margahurip 01/05
9
Engkom
Margahurip 01/05
10
Ii Khotijah
Margahurip
mie Rt
P
1965
nikah
SD
Dagang
Buruh tani
Rt
P
1/1/1948
janda
SD
Dagang
Buruh tani
Rt
P
1/7/1940
nikah
SD
Dagang
Buruh tani
Rt
P
15/6/1967
nikah
SD
Baso tahu
Buruh tani
Rt
P
25/11/1972
nikah
SD
Es krim
Buruh tani
Rt
P
1/7/1943
janda
SD
Krupuk
Buruh tani
01/05 11
Ulimah
Margahurip 01/05
12
Onih
Margahurip 01/05
13
Sumiati
Margahurip 01/05
14
E.Imas U
Margahurip 01/05
15
Diah
Margahurip
01/05 16
Kartini
Margahurip
mie Rt
P
4/3/1984
nikah
SD
Dagang
Buruh tani
Rt
P
1975
nikah
SD
-
Buruh tani
Rt
P
1/1/1943
nikah
SD
Krupuk
Buruh tani
01/05 17
Mi'ah
Margahurip 01/05
18
Sari
Margahurip 01/05
19
Euis R
Margahurip
mie Rt
P
12/5/1967
nikah
SD
01/05 20
Ine Z
Margahurip
Dagang
Buruh tani
gula Rt
P
21/10/1979
nikah
SD
Dagang
Buruh tani
01/05
Sumber : Data MiSykat Jika di klasifikasikan ke dalam kelompok, maka majelis al-Amanah dapat dibagi menjadi empat kelompok dengan rincian anggota per kelompok sebagai berikut.
Kelompok 1 no
nama
alamat
1
Dede S
Margahurip
Rt
jk
tgl lahir
status
pnddk
Jenis usaha
pekerjaan
L
16/8/1975
nikah
SMP
Dagang
karyawan
01/05 2
Apep D
Margahurip
buah Rt
L
17/5/1974
Nikah
MA
02/05 3
Tedjiana M
Margahurip
Dase
Margahurip
Rt
L
10/8/1983
nikah
MA
Rt
L
21/2/1971
nikah
SMP
01/05 5
Suparman
Margahurip 01/05
Kelompok 2
guru
susu
01/05 4
Dagang
Rt
L
4/6/1977
nikah
SMP
Dagang
Buruh
buah
tani
Dagang
Buruh
buah
tani
Kue balok
Buruh tani
no
nama
alamat
1
Entin
Margahurip
Rt
jk
tgl lahir
status
pnddk
Jenis usaha
pekerjaan
P
30/6/1973
nikah
SD
Warung
Buruh
01/05 2
Juaningsih
Margahurip
tani Rt
P
1/1/1963
nikah
SD
Dagang
01/05 3
Rubiah
Margahurip
tani Rt
P
30/3/1950
nikah
SD
Dagang
01/05 4
Engkom
Margahurip
Ii Khotijah
Margahurip
Buruh tani
Rt
P
19/7/1967
nikah
SD
Krupuk mie
01/05 5
Buruh
Buruh tani
Rt
P
1965
nikah
SD
Dagang
01/05
Buruh tani
Kelompok 3 n
nama
alamat
jk
tgl lahir
status
pnddk
Jenis usaha
o 1
an Ulimah
Margahurip
Rt
P
1/1/1948
janda
SD
Dagang
01/05 2
Onih
Margahurip
Sumiati
Margahurip
Rt
P
1/7/1940
nikah
SD
Dagang
E.Imas U
Margahurip
Rt
P
Diah
Margahurip
15/6/196
nikah
SD
Baso tahu
7 Rt
P
01/05 5
Buruh tani
01/05 4
Buruh tani
01/05 3
pekerja
25/11/19
tani nikah
SD
Es krim
72 Rt
P
1/7/1943
Buruh
Buruh tani
janda
SD
Krupuk mie
01/05
Buruh tani
Kelompok 4 no
nama
alamat
1
Kartini
Margahurip
Rt
jk
tgl lahir
status
pnddk
P
4/3/1984
nikah
SD
Jenis usaha
pekerjaan
Dagang
Buruh
01/05 2
Mi'ah
Margahurip
tani Rt
P
1975
nikah
SD
-
01/05 3
Sari
Margahurip 01/05
Buruh tani
Rt
P
1/1/1943
nikah
SD
Krupuk mie
Buruh tani
4
Euis R
Margahurip
Rt
P
12/5/1967
nikah
SD
Dagang gula
01/05 5
Ine Z
Margahurip
Buruh tani
Rt
P
21/10/1979
nikah
SD
Dagang
01/05
Buruh tani
Data base pada tabel 1 menunjukan bahwa sebagaian besar anggota binaan MiSykat di majleis al-Amanah berprofesi sebagai buruh tani. Dikarenakan profesi tersebut sangat tergantung dengan musim bercocok tanam dan musim panen, maka mayoritas dari mereka mempunyai usaha sampingan yaitu berdagang. Seluruh anggota masih berada pada usia produktif, sehingga di satu sisi majelis ini mempunyai sumberdaya manusia yang cukup besar dan potensial untuk pengembangan dan pemberdayaan dana-dana zakat, tetapi
di
sisi
lain,
produktifitas
usia
dibatasi
oleh
kemampuan
pengetahuan dan keterampilan yang terbatas, sehingga diperlukan pembinaan untuk pengembangan kemampuan. Harapannya, dengan peningkatan pengetahuan serta keterampilan, mereka akan selalu berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Anggota yang berhasil memperoleh kesempatan untuk menempuh pendidikan yang cukup masih sangat kecil, tetapi hal tersebut tidak menjadi halangan untuk pelaksanaan pemberdayaan bahkan merupakan potensi
yang
dapat membantu
pelaksanaan pemberdayaan yang
diberikan kepada mereka sehingga taraf kehidupan mereka dan keluarganya dapat meningkat. Lebih dari itu, diharapkan terjadi transformasi status mustahiq menjadi muzakki yang juga sebagai indikator keberhasilan program pendampingan dan pemberdayaan MiSykat.
C. Strategi MiSykat Dalam Pemberdayaan Masyarakat 1. Prinsip Dasar MiSykat Prinsip dasar MiSykat terdiri dari beberapa prinsip awal dan prinsip lanjutan. Prinsip-prinsip dasar itu terdiri dari beberapa poin, yaitu: a. Penguatan pendidikan dan pelatihan sebelum pinjaman 4-12 kali pertemuan. Hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa anggota binaan yang akan memdapatkan bantuan dana bergulir memang layak untuk menerimanya dan serius untuk mengelola usaha dan keuangannya. b. Program harus berkelompok bukan individu. Metode seperti ini ditujukan untuk memberikan rasa kebersamaan dan solidaritas (silaturahmi) antara sesama anggota. c. Satu kelompok minimal lima orang. Ketentuan ini dilakukan agar pemberian dana bantuan dapat mudah dikontrol dengan model 2-21 d. Jarak antar kelompok berdekatan. Hal ini dilakukan karena untuk mempermudah komunikasi sesama anggota dan pendamping serta untuk menghindari praktek penyimpangan yang dilakukan oleh anggota binaan. e. Usia anggota dan pendidikan homogen. f.
Model pemberian dana bergulir 2-2-1. Model ini diadopsi dari pola pemberian dana bergulir yang dilakukan di beberapa negara dan sudah mengalami pembuktian empiris tentang keefektifannya. Model pemberian dana bergulir 2-2-1 berarti dalam satu kelompok
binaan terdiri dari lima orang yang masing-masing saling bekerjasama, melindungi dan saling bertanggung jawab (cooperation, protection,
mutual responsibility). Praktiknya, satu orang dalam satu kelompok binaan menjadi ketua dan harus rela untuk memberikan kesempatan pertama mendapatkan bantuan kepada dua orang pertama. Dalam perjalanan usaha kedua orang tersebut, tiga orang dibelakangnya termasuk satu orang ketua harus terus memberikan dorongan semangat dan bantuan agar dua orang pertama mampu memenuhi syarat-syarat lancarnya usaha yang ditentukan oleh MiSykat. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah pemasukan keuangan berupa iuran-iuran tabungan cicilan yang diwajibkan untuk kemudian mengembalikan dana pinjaman. Setelah semua syarat itu dapat dipenuhi oleh dua orang pertama, maka kedua orang berikutnya akan mendapatkan bantuan selanjutnya. Begitu seterusnya hingga seorang ketua mendapat bantuan sehingga semua anggota binaan mampu menjalankan usahanya dengan lancar karena bantuan dan kerjasama kelompok. Setelah prinsip dasar diatas mampu dilaksanakan, ada prinsip dasar lanjutan yang meliputi: a. Setiap anggota wajib memiliki tabungan berencana. b. Wajib membayar iuran kelompok sepekan sekali (besar iuran tergantung wilayah program). c. Adanya tanggung renteng diantara kelompok. d. Pendampingan rutin pekanan yang dilaksanakan oleh pendamping dari MiSykat.
Pemberian dana bergulir untuk kepentingan produktif bukan konsumtif.
2. Ciri Khas/Inovasi Pemberdayaan MiSykat
Beberapa ciri khas MiSykat DPU Daarut Tauhid adalah sebagai berikut : a. Memiliki strategi menghadapi kredit macet. b. Pembinaan yang seimbang antara ma’rifatullah dan kebutuhan duniawi yang bermuara pada filosofi dzikir, fikir dan ikhtiar. c. Sumber dana pemberdayaan berbasis syariah. d. Memiliki jenjang pendidikan terstruktur, modul, materi pelatihan dan kurukilum pemberdayaan. e. Perubahan karakter baik dan kuat. f.
Program mudah dan murah direflikasi.
g. Program berkesinambungan dan bukan charity h. Memiliki asset produktifitas (tabungan berencana) dan asset pemodalan (pemberian dana bergulir) i.
MiSykat merupakan organisasi mustahiq. MiSykat bukan organisasi yang memelihara orang miskin, melinkan organisasi mustahiq yang mengantarkan mustahiq menjadi muzakki.
j.
Model akad bermuara pada syariah.
k. Memiliki tahapan aqad. Tahap I Qordul Hasan, tahap II dan seterusnya Bagi hasil. Jika yang bersangkutan pada tahap II manajemen usahanya belum bagus maka ia dianjurkan untuk infaq saja. Setelah itu, baru kemudian Bagi hasil. D. Proses Sosialisasi Program dan Rekrutmen Calon Anggota MiSykat 1. Sosialisasi program Sebelum melaksanakan sosialisasi, MiSykat bersama dengan pengurusnya
melakukan
persiapan tersebut meliputi:
beberapa
persiapan
sosialisasi.
Adapun
a. Memastikan data primer dan data skunder yang mendukung untuk perekrutan anggota dengan menghubungi pejabat setempat yakni pihak kelurahan, RT, RW dan tokoh kunci masyarakat setempat. b. Mengelompokan
data
yang
telah
didapat
dengan
mengklasifikasikan/memisahkan anggota yang sejahtera dan pra sejahtera serta usia calon anggota yang masih produktif menurut perspektif MiSykat (yakni pendapatan di bawah UMR, sedangkan untuk usia produktif yakni dengan usia sampai 45 tahun). c. Mempelajari dan memahami kelompok masyarakat setempat (sebagai dasar untuk memilih pola dan metode untuk proses sosialisasi) d. Mempersiapkan bahan-bahan untuk sosialisasi. e. Melakukan proses undangan kepada pihak pejabat setempat untuk menghadiri acara sosialisasi. f.
Mengundang ulang kembali secara tertulis ke calon anggota untuk kumpul di suatu tempat yang telah disepakati.
g. Sebelum terjun ke lapangan pastikan data yang dibutuhkan sudah terkumpul dengan rapi. Setelah melaui tahapan persiapan sosialisasi, kemudian acara sosialisasi yang dihadiri oleh para pejabat setempat dan calon anggota dilaksanakan. Pelaksanaan sosialiosasi dilaksanakan secara formal yang berisi dialog serta diakhiri dengan pendaftaran. Beberapa poin yang harus dicapai dalam sosialisasi adalah sebagai berikut: a. Melahirkan
kepercayaan
terhadap
MiSykat
sebagai
sebuah
kegiatan non politik, dilaksanakan bukan untuk kepentingan pribadi
melainkan kepentingan kelompok dan masyarakat serta bukan untuk mengeksploitasi masyarakat. b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kegiatan MiSykat, dimana keberhasilan program sangat tergantung kepada partisipasi masyarakat sebagai peserta program. Selain itu juga memberikan pengertian bahwa MiSykat bukan program chariy dan juga bukan program pemerintah. c. Memberikan motivasi tentang urgensi program yang meliputi pemberian pengarahan dan pemahaman nilai manfaat dari adanya MiSykat. d. Terakhir adalah informasi tentang persyaratan awal untuk ikut program
dengan
memahami
poin-poin
berikut
ini:
Prinsip
keikutsertaan adalah sukarela; harus adanya kesediaan untuk berperan aktif; bersedia ikut kegiatan rutin pekanan (minimal 1 jam); bersedia menabung dan membayar pembiayaan sesuai ketentuan; tergabung dalam kelompok yang jumlah anggotanya lima orang; antara anggota adalah yang saling percaya oleh karenanya saling menanggung; sesama anggota tidak boleh ada ikatan adarah satu tingkat; satu kelompok dipimpin oleh satu orang ketua; rumahnya saling berdekatan (kira-kira maksimal satu RW); homogen (status sosial, pendidikan dan lain-lain); mengisi formulir. Adapun maksud dan tujuan dari diadakannya proses sosialisasi adalah sebagai berikut: pertama, menginventarisir data mustadh’afin yang ada di suatu wilayah. Kedua, menguji nilai validitas data yang sudah didapatkan dari kelurahan, RT, RW setempat. Ketiga, memberikan penilaian objektif dalam proses perekrutan anggota baru. Keempat,
memberikan dana membangun citra positif lembaga dengan adanya aspek transparansi dalam pola perekrutan secara langsung. Kelima, mensosialisasikan secara langsung dari pengurus ke masyarakat tantang MiSykat sehingga dapat mengantisipasi terjadinya distorsi informasi. 2. Rekrutmen calon anggota Sosialisasi kembali dilakukan pada tahapan rekrutmen calon anggota MiSykat. Pada proses rekrutmen, ada tahapan-tahapan serta teknik yang harus dilalui. Tahapan-tahapan serta teknik tersebut meliputi:
pertama, mengutarakan maksud dari MiSykat. Kedua, menyebarkan formulir pendaftaran ke RT setempat. Ketiga, menindaklanjuti data yang telah terkumpul dengan survey langsung ke rumah-rumah masyarakat. Melakukan
/
mengajukan
beberapa
pertanyaan
mendalam
untuk
penelaahan anggota, yakni pribadi calon anggota meliputi: curriculum
vitae secara lengkap, pendapatan keluarga perbulan serta biaya hidup/pengeluaran keluarga perbulan. Setelah
tahapan-tahapan
dalam
proses
awal
rekrutmen
dilaksanakan, maka tugas selanjutnya adalah menyeleksi para calon anggota dengan mengikuti alur proses seleksi rekrutmen yaitu: a. Menginventarisir data hasil survey dengan mengklasifikasi data sesuai dengan alamat anggota. b. Menginventarisir data hasil survei sesuai dengan usia produktif. c. Petugas lapangan (surveyor) membuat laporan survey dengan tahapan sebagai berikut : nama surveyor, tempat/wilayah survey, seperti nama calon anggota, umur, penghasilan, biaya survey, usaha yang dijalani dan hal-hal yang berkaitan dengan usaha calon anggota,
tanda
tangan
petugas
lapangan,
tanda
tangan
koordinator pendamping, dan diketahui oleh ketua program, pembina program serta dilengkapi tambahan dari pihak pengurus diakhir tulisan laporan. d. Merapatkan hasil survey dalam rapat komite pengurus MiSykat yang dihadiri oleh ketua program, koordinator pendamping dan surveyor. e. Melakukan proses seleksi dengan tolok ukur sebagai berikut : calon anggota
termasuk
pra
sejahtera
dengan
penghasilan
indikasi
antara
pendapatan
dan
pengeluaran
tidak
seimbang, terjerat utang rentenir atau utang lainnya, memiliki jiwa berwirausaha,
memiliki
komitmen
untuk
mengikuti
proses
pembinaan atau tata tertib Misykat, masyarakat asli suatu tempat. E. Pendampingan Pekanan MiSykat 1. Pola Pola dan bentuk pendampingan program Pendampingan merupakan strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri”, pemberdayaan masyarakat sangat memperhatikan pentingnya partisipasi publik yang kuat.42 Merujuk pada Payne yang dikutip oleh Edi Suharto, prinsip utama pendampingan sosial adalah “making the best of the client’s resources”. Sejalan dengan persfektif kekuatan (strength persfective),43 pendamping
42
Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, h. 93 43 Strength Perspective seperti ditulis oleh Edi Suharto adalah cara pandang yang menekankan pada kekuatan yang dimiliki klien. Fokus model ini lebih ditekankan pada bagaimana
atau
dalam
hal
ini
pekerja
sosial
tidak
memandang
klien
dan
lingkungannya sebagai sistem yang pasif dan tidak memiliki potensi apaapa.44 MiSykat
sebagai
program
pemberdayaan
masyarakat
juga
melakukan program pendampingan dengan pola dan bentuk yang khusus. Pola pendampingan program MiSykat yaitu : a. Pembinaan secara rutin pada kelompok sepekan sekali. b. Pembinaan dilakukan sekitar satu jam/pertemuan. c. Tempat pembinaan di rumah anggota berdasarkan musyawarah anggota. Bisa tetap dan bisa giliran. d. Aspek pembinaan mencakup perubahan karakter dalam satu kelompok dengan entry point simpan pinjam. Sedangkan bentuk pembinaan program yang dilakukan tiap pekan yaitu: a. Pembinaan wajib dilakukan sepekan sekali. b. Setiap anggota wajib dilaksankan sepekan sekali. c. Setiap anggota wajib memiliki rekening “Tabungan Berencana” sebelum
pembiayaan
dan
bergulir
diberikan
kepada
yang
bersangkutan. d. Pelayanan pembiayaan dana bergulir untuk anggota. e. Adanya pengembangan jaringan pemasaran. f.
Pelatihan berbentuk usaha atau keterampilan.
g. Belajar keorganisasian seperti rapat anggota, adkeu dan lain-lain.
menggali dan memobilisasi sumber-sumber yang terkait dengan klien, baik sumber internal maupun eksternal. 44 Ibid, h. 94.
Adapun standarisasi susunan acara pembinaan/pendampingan pekanan adalah sebagai berikut: Acara
Durasi
PJ
Tilawah
10 menit
Anggota
Saritilawah
05 menit
Anggota
Materi
30 memit
Pendamping
Administrasi
15 menit
Anggota
Bentuk pembinaan yang lain adalah memberikan pelayanan keuangan yang bentuknya bermacam-macam, dari iuran kelompok, tabungan berencana, tabungan cadangan yang besarnya 25% dari jumlah pinjaman, cicilan pokok pinjaman sampai bagi hasil (mudharabah) pembiayaan. Iuran kelompok artinya setiap anggota wajib membayar iuran kelompok setiap pekan. Meskipun yang bersangkutan tidak bisa hadir pada pertemuan pekanan, tetapi ia wajib membayar iuran tersebut. Iuran kelompok adalah merupakan asset anggota yang dikelola oleh MiSykat dan tidak bisa dikembalikan apabila mereka secara musyawarah membubarkan diri. Iuran kelompok ini pun sekaligus sebagai asset tanggung renteng kelompok. Tabungan berencana dalam program pemberdayaan MiSykat merupakan esensi. Karenanya setiap anggota MiSykat wajib memiliki tabungan berencana. Tabungan berencana dibebankan kepada anggota yang sudah memiliki penghasilan. Bagi anggota yang belum memiliki penghasilan tabungan, berencana bukan merupakan kewajiban sampai yang bersangkutan memiliki penghasilan.
Tabungan cadangan diwajibkan kepada anggota MiSykat setiap mengajukan pembiayaan dana bergulir yang besar bebannya 25% dari jumlah pinjaman. Tabungan cadangan tidak dipotong langsung oleh lembaga MiSykat pada saat anggota menerima pembiayaan, tetapi dicicil oleh anggota secara rutin pada pertemuan pekanan sesuai dengan lama pinjaman. Adapun jika yang bersangkutan mengalami kemacetan maka tabungan cadangan bisa dipergunakan sebagai dana talangan. Cicilan pokok pinjaman adalah tindak lanjut dari setiap anggota yang melakukan ajuan pinjaman. Besarnya cicilan pokok disesuaikan dengan lamanya pinjaman dan kesanggupan anggota yang bersangkutan. Bagi hasil pembiayaan dana bergulir merupakan proses yang harus dilakukan oleh anggota MiSykat setelah melalui tahap akad Qordul Hasan yang dananya menjadi asset program pemberdayaan MiSykat. Dana tersebut bisa digunakan untuk kepentingan dan keberlangsungan operasional program/kemandirian. F. Pendidikan Anggota MiSykat. 1. Tujuan Pendidikan Program Pemberdayaan MiSykat a. Memberikan pendidikan secara integral tentang pemberdayaan kepada masyarakat. b. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap fenomena yang muncul. c. Tidak memiliki ketergantungan terhadap program dan bisa meningkatkan kemandirian. 2. Model Pendidikan Program Pemberdayaan MiSykat
a. Model pendidikan program pemberdayaan MiSykat tidak semata pendidikan yang dilakukan ‘di dalam kelas”. Tetapi dilaksanakan terus menerus dan berlangsung “dimana dan kapan saja”. b. Pola pendekatan pendidikan pada program pemberdayaan MiSykat yaitu menggunakan teknik dengan proses pendampingan secara intensif dan integral. 3. Kurikulum Pendidikan MiSykat Pendidikan program pemberdayaan MiSykat secara berjenjang, yaitu: pemula, mandiri dan kader dengan definisi masing-masing jenjang sebagai berikut. a. Definisi pendidikan anggota MiSykat pemula Anggota
MiSykat
pemula
adalah
anggota
yang
terdaftar
(dinyatakan lulus) sejak yang bersangkutan diterima hingga satu tahun lamanya. Selama satu tahun pendidikan di bagi dalam dua semester. Masingmasing pada akhir semester dilakukan evaluasi dan monitoring sebagai tolak ukur atau parameter untuk mengetahui tingkat keberhasilan program yang dilaksankan. Evaluasi dan monitoring mencakup asset anggota, peningkatan pendapatan, item dan perkembangan usaha, sertaperubahan paradigma dan peningkatan penngetahuan. b. Definisi pendidikan anggota MiSykat mandiri Anggota Misykat mandiri adalah anggota yang sudah terdaftar sekitar dua tahun lamanya.
Pada jenjang pendidikan tahun kedua ini, mereka lebih difokuskan pada
peningkatan
pengetahuan
dan
menejemen
usaha
menuju
kemandirian. c. Definisi anggota MiSykat kader Anggota MiSykat kader adalah anggota yang sudah terdaftar sekitar tiga tahun lamanya. Pada jenjang pendidikan tahun ketiga ini, mereka lebih difokuskan pada peningkatan pengetahuan dan pemahaman menjalankan organisasi kelompok dan mejelisnya sekaligus sebagai kandidat pengelola program MiSykat, sehingga diharapkan apabila mereka sudah bisa menjalankan organisasi kelompok dan majelis selanjutnya dapat mengelola lembaga MiSykat. Dalam program pemberdayaan MiSykat dikenal istilah pengurus dan pengelola program. Pengelola program adalah anggota yang menjalankan roda organisasi program MiSykat pusat dan cabang. Sedangkan pengurus MiSykat adalah mereka yang diangkat oleh pengelola
MiSykat
sebagai
manajer
dalam
menggerakan
keberlangsungan program MiSykat. G. Strategi Menghadapi Kredit Macet Program Pemberdayaan MiSykat Dalam program pemberdayaan MiSykat dikenal empat istilah operasional pembiayaan dana bergulir, yaitu: pertama, pembiayaan dana bergulir lancar. Kedua, pembiayaan dana bergulir kurang lancar. Ketiga, pembiayaan dana bergulir tidak lancar. Keempat, pembiayaan dana bergulir macet. Yang dimaksud dengan pembiayaan dana bergulir lancar dalam program MiSykat adalah pengembalian dana bergulir yang diterima
anggota sesuai dengan MoU (akad) yang disepakati atau pengembalian dana bergulir tepat waktu pada saat pertemuan pekanan secara rutin. Sedangkan yang dimaksud dengan pembiayaan dana bergulir kurang
lancar
dalam
program
pemberdayaan
MiSykat
adalah
pengembalian dana bergulir dari anggota pada setiap pekannya, kadang membayar dan kadang tidak. Kondisi itu ditentukan selama empat kali pertemuan. Pembiayaan
dana
bergulir
tidak
lancar
dalam
program
pemberdayaan MiSykat adalah pengembalian dana bergulir dari anggota pada setiap pekannya, kadang membayar kadang tidak. Kondisi itu ditentukan selama 4-12 kali pertemuan. Pembiayaan dana bergulir macet dalam program pemberdayaan MiSykat adalah tidak ada pengembalian dana bergulir dari anggota pada setiap pekannya, terhitung setelah 12 kali pertemuan. Dengan catatan, yang bersangkutan sudah dibantu dengan pola tanggung renteng dana bergulir dari anggota majelisnya, tetapi yang bersangkutan tetap tidak mau mengembalikan pembiayaan dana bergulir yang diterimanya. Dalam menghadapi pembiayaan dana bergulir macet, program pemberdayaan MiSykat memiliki dua pendekatan preventif, yaitu: pertama secara khusus dan kedua secara umum. Strategi menghadapi pembiayaan dana bergulir macet pada anggota MiSykat secara khusus dilakukan ketika anggota MiSykat mengalami stagnasi dalam pembayaran dana bergulir, maka langkah yang harus dilakukan secara bertahap yaitu: pertama, melakukan home visit dan musyawarah anggota. Kedua, gerakan akumulasi iuran kelompok seluruhnya
(iuran
tanggung
renteng).
Ketiga,
gunakan
tabungan
cadangan. Keempat, membuat MoU baru. Kelima, gunakan tabungan berencana milik anggota. Strategi menghadapi pembiayaan dana bergulir macet pada anggota MiSykat secara umum adalah dengan melakukan pelatihan dan pendidikan sebelum pinjaman 4-12 kali pertemuan, pemberian dana bergulir menggunakan pola 2-2-1, adanya tanggung renteng (tanggung jawab) iuran anggota kelompok, adanya pertemuan pekanan dan pendampingan secara rutin dan home visit kepada anggota secara rutin.
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA HASIL TEMUAN A. Temuan Lapangan 1. Metode Pemberdayaan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung MiSykat
melakukan
redefinisi
tentang
kemiskinan
untuk
memberikan stimulus semangat independensi kreatif masyarakat dalam mengelola sebuah bantuan dana sehingga tidak dianggap sebagai ”rezeki yang tidak terduga”. Allah berfirman dalam Al-Quran surat at-Thalaq ayat 2-3 yang artinya ”barang siapa yang bertaqwa kepada Allah pasti Kami
akan berikan jalan keluar dari setiap masalahnya. Dan Kami memberi rezeki dari hal yang tidak terduga.” Upaya pembekuan pemahaman tentang ”rezeki yang tidak terduga” dilakukan oleh DPU Daarut Tauhid Bandung melalui MiSykat sebagai sebuah program pemberian dana usaha bergulir bagi kalangan miskin dan mustadh’afin yang dibarengi dengan pemberian pendidikan secara sistematis dan berkesinambungan. Pola pemberdayaan seperti ini dirumuskan dalam kurikulum pendidikan MiSykat yang memberikan gambaran upaya pengembangan pengetahuan dan penanaman nilai serta pengembangan keterampilan. Program pendampingan
pemberdayaan pekanan.
Oha
direalisasikan Khoer
selaku
dalam
bentuk
Kasubag
MiSykat
mengatakan: ”pola pendampingan yang dilakukan adalah pembinaan secara
rutin kepada kelompok sepekan sekali. Pembinaan berdurasi selama 1jam dan bertempat di rumah anggota berdasar musyawarah anggota, bisa
tetap bisa bergiliran. Adapun aspek pembinaan mencakup perubahan karakter dalam satu kelompok dengan entry point simpan pinjam45”. Pendampingan di isi dengan kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan
pengetahuan
dan
keterampilan.
Usaha
tersebut
dirumuskan dalam bentuk kurukulum penididkan yang jadi pedoman pendamping dalam setiap proses pendampingan setiap pekannya. Untuk mengetahui kurukulum pendidikan MiSykat dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 Kurikulum Pendampingan MiSykat SEMESTER 1 Tabungan
Tabungan dalam pandangan islam Pentingnya menabung Hambatan dan kiat menabung Aplikasi membuka tabungan berencana Evaluasi I
Pinjaman dan Pembiayaan
Jenis-jenis pembiayaan dalam islam Qordhul hasan Mudhorobah Musyarokah Murobahah Wakalah Utang piutang dalam pandangan islam Bersegera membayar utang Trik untuk menghindari jeratan utang Evaluasi II
Ekonomi Rumah Tangga Robbaniyyah I
Pengantar ekonomi rumah tangga robbaniyyah Ikhlas dalam berekonomi rumah tangga
45
2008.
Wawancara pribadi dengan Kasubag MiSykat Oha Khoer, Bandung, Rabu, 6 Agustus
Ekonomi sebagai penguat iman Zuhud Istikhlaf Evaluasi III SEMESTER II Ekonomi rumah tangga robbaniyyah II
Bekerja dalam pandangan islam Ihsan dalam bekerja Tawakkal Tidak kikir dan tidak boros pendapatan dan pengeluaran yang halal Evaluasi IV
pengelolaan keuangan rumah tanga
Pentingnya
perencanaan
keuangan
rumah
tangga Pengedalian keuangan rumah tangga Mengatur keuangan rumah tangga Hak dan kewajiban suami istri dalam mengelola anggaran Menyusun anggaran keuangan Evaluasi V kewirausahaan muslim
Landasan moral wirausahawan muslim Jalan menuju wirausaha sukses Membangun mental wirausahawan muslim Karakteristik wirausahawan muslim Bisnis
yang menguntungkan
dalam perpektif
islam Menegakkan citra perusahaan islami Kiat sukses membangun jaringan wirausaha Evaluasi VI
Materi-materi yang disampaikan dibagi dalam dua semester, yang jika kita gambarkan sesuai dengan domain pemberdayaan dapat kita klasifikasikan sebagai berikut: Pengembangan pengetahuan meliputi : a. Tabungan dalam pandangan Islam
b. Pengetahuan tentang pembiayaan syari’ah dan utang piutang Penanaman nilai meliputi : a. Ekonomi rumah tangga rabbaniyyah b. Pemahaman tentang zuhud dan istikhlaf c. Bekerja dalam pandangan Islam d. Tawakkal e. Tidak kikir dan tidak boros Pengembangan keterampilan meliputi : a. Pengelolaan keuangan rumah tangga b. Menyusun anggaran rumah tangga c. Keterampilan berwirausaha Metode
pendampingan
seperti
ini
sesuai
dengan
strategi
pemberdayaan yang dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu termasuk dalam kategori strategi aras mezzo. Dalam kategori ini pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, adalah metode yangdigunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Berdasarkan penelitian, survei dan wawancara terhadap sebagian anggota,
dapat
diketahui
tentang
gambaran
umum
pelaksanaan
pendampingan di majelis al-Amanah Desa Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung. Pendampingan dilakukan sepekan sekali setiap hari minggu pukul 15.30 WIB. Hari minggu dipilih berdasarkan kesepakatan bersama para anggota dan mitra sekaligus pendamping.
Latar belakang dipilihnya hari minggu adalah karena sebagian besar anggota adalah pedagang keliling ataupun berjualan di luar wilayah Kabupaten Bandung46. Pelaksanaan
program
pemberdayaan
melalui
kegiatan
pendampingan di majelis al-Amanah secara efektif dimulai sejak Agustus 200647. Sehingga ketika penulis melakukan penelitian dan wawancara, anggota
dengan mudah menjelaskan dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan serta memberikan gambaran yang cukup memuaskan untuk menggali informasi peranan pendampingan terhadap anggota dilihat dari tiga
objek
studi
pemberdayaan,
serta
relevansinya
terhadap
kesejahteraan anggota. Latar
belakang
program
pemberdayaan
MiSykat
di
Desa
Margahurip adalah berawal dari lahirnya mitra di desa tersebut yang bernama Bapak Ahmad Juhri. Dijadikannya beliau sebagai mitra adalah karena peran awalnya yang menjadi koordinator donatur zakat PT. Panasia tempat beliau bekerja untuk kemudian disalurkan ke DPU Daarut Tauhid. Dikarenakan intensitasnya yang sering berhadapan dengan pengurus DPU, maka dipilihlah beliau untuk menjadi mitra lembaga pengelola dana zakat DPU DaarutTauhid yaitu MiSykat48. Tugas awal mitra adalah mencari anggota untuk mendapatkan dana zakat dengan metode pemberdayaan berbasis syari’ah dari MiSykat. Bapak Ahmad Juhri melihat bahwa sekeliling tempatnya tinggal banyak
46
Wawancara pribadi dengan istri Bapak Ahmad Juhri, Bandung, Sabtu, 16 Agustus
2008. 47
Wawancara pribadi dengan Bapak Ahmad Juhri selaku mitra MiSykat, Bandung, Sabtu, 16 Agustus 2008. 48 Wawancara pribadi dengan bapak Ahmad Juhri, Bandung, Sabtu, 16 Agustus 2008
terdapat mustadh’afin yang memenuhi kriteria MiSykat untuk mendapat bantuan dana usaha bergulir dengan metode pemberdayaan 49. Beberapa hal yang dapat dilihat dari kondisi lingkungan dan masyarakat Desa Margahurip yang mendukung keputusan mitra adalah sebagai berikut: a. Sebagian besar penduduk termasuk kategori miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan, pakaian, pendidikan yang cukup dan kesehatan. b. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai buruh tani yang tidak memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anak-anaknya secara wajar, mayoritas sampai tingkat SLTP. c. Adanya arus remaja Desa Margahurip ke kota-kota besar seperti Jakarta, Cirebon, dan Kotamadya Bandung. d. Kondisi perumahan, sarana rumah tangga dan sanitasi lingkungan yang kurang layak. e. Usulan dari mitra Bapak Ahmad Juhri agar di Desa Margahurip dilahirkan majelis binaan MiSykat karena tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih tertinggal dibandingkan desa-desa lainnya di Kecamatan Banjaran. Berdasarkan kondisi tersebut, tujuan umum pemberdayaan intinya adalah peningkatan produktifitas dan taraf kesejahteraan anggota melalui bantuan dana usaha bergulir serta pendampingan pekanan dengan materi-materi yang bertujuan mengembangkan pegetahuan, keterampilan serta penanaman nilai-nilai moral spiritual anggota.
49
Wawancara pribadi dengan bapak Ahmad Juhri, Bandung, Sabtu, 16 Agustus 2008
Persepsi mitra dan anggota di Desa Margahurip tentang program pemberdayaan berbasis syari’ah adalah bahwa program merupakan kegiatan bantuan sosial kemanusiaan dari MiSykat dalam bentuk bantuan dana usaha bergulir disertai pendampingan pekanan yang berguna untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan50. Sementara itu, rincian sasaran program pemberdayaan berbasis syari’ah diuraikan sebagai berikut: a. Warga negara Republik Indonesia b. Mustadh’afin (orang yang terlemahkan) c. Sudah menikah d. Usia produktif e. Memiliki keinginan kuat untuk usaha f.
Fokus usaha yang dibiayai oleh MiSykat mengutamakan usaha mikro
g. Bersedia untuk dikelompokkan dalam satu majelis h. Bersedia mengikuti kegiatan pendampingan i.
Menyetujui segala peraturan yang berlaku di lembaga MiSykat DPU Daarut Tauhid baik secara tertulis maupun tidak tertulis
j.
Bersedia untuk di survey dan di wawancara untuk mengikuti keabsahan menjadi anggota MiSykat. Pengelola program di Desa Margahurip yaitu mitra, berada di
bawah tanggung jawab seorang pengurus MiSykat sebagai koordinator program di wilayah IV Kabupaten Bandung. Dalam pelaksanaan kegiatan, koordinator bekerjasama dengan mitra dengan diawali pemberitahuan
50
Wawancara pribadi dengan Bapak Ahmad Juhri dan sebagian anggota majelis pada pendampingan, Senin, 18 Agustus 2008.
kepada pihak berwenang di kelurahan setempat. Bentuk kerjasama antara koordinator dengan mitra adalah kegiatan koordinasi dalam perencanaan kegiatan, pelaksanaan dan pelaporan 51. Sistem administrasi keuangan program dikelola terpusat di DPU Daarut Tauhid Bandung sebagai lembaga pusat penerima dana-dana zakat, infaq dan shadaqoh dari para donor dan muzakki khususnya dan kaum muslimin pada umumnya. Bantuan dana awal dianggarkan secara langsung oleh MiSykat, bantuan selanjutnya berdasakan permintaan anggota sesuai dengan plafon anggaran lembaga dengan pertimbangan evaluasi pendampingan pada pemberian dana awal52. a. Metode Pendampingan Berbasis Pengembangan Pengetahuan Materi-materi yang terkait dengan pengembangan pengetahuan diberikan pada awal-awal pelaksanaan pendampingan. Hal ini dilakukan agar
anggota
dipraktekkan
mampu oleh
memahami
mereka
langkah-langkah
dikemudian
hari
yang
selama
akan
kegiatan
pendampingan53. Penilaian situasi awal anggota menunjukan kualitas pengetahuan yang rendah, antara lain berdasarkan data-data berikut; a. Banyak anggota yang mendapatkan pendidikan formal Cuma sampai tingkat Sekolah Dasar. Data menunjukan, anggota yang pendidikan formalnya di atas SD adalah 5 orang dari 20 orang anggota majelis al-Amanah
2008.
51
Wawancara pribadi dengan Kasubag MiSykat Oha Khoer, Bandung, Rabu, 6 Agustus
52
Wawancara pribadi dengan Kasubag MiSykat Oha Khoer, Bandung, Rabu, 6 Agustus
2008. 53
Wawancara pribadi dengan koordinator MiSykat wilayah IV Iwan Firmansyah S.Sos.i, Bandung, Kamis, 14 Agustus 2008.
b. Banyak anggota yang terjerat hutang kepada rentenir. Mereka umumnya berpikiran pendek untuk segera mendapatkan uang tanpa memikirkan tindak lanjut uang tersebut digunakan untuk halhal yang bersifat ekonomis produktifis. Yang terjadi uang tersebut habis lalu kemudian terjerat hutang. c. Banyak anggota dengan pengetahuannya yang rendah, tidak mampu memahami arti pentingnya menabung, terlebih menabung di lembaga-lembaga keuangan yaitu bank. Materi awal pendampingan berisi pengetahuan tentang ekonomi syari'ah
dan
kewirausahaan.
Dimulai
dengan
memperkenalkan
pengetahuan tentang tabungan dalam pandangan islam. Materi tentang tabungan ini dilaksanakan pada awal pendampingan antara pekan ke 1 sampai dengan pekan ke 5. Dari materi ini, diharapkan anggota mempunyai cara pandang yang berbeda tentang tabungan, yang mungkin selama ini mereka anggap tidak penting. Materi ini juga disampaikan karena pada kesempatan selanjutnya anggota akan mempraktekkan secara langsung proses menabung selama pendampingan terutama tabungan berencana. Tujuan lain dari pemberian materi ini adalah : a. Anggota mempunyai pengetahuan tentang tabungan berencana dan tinjuannya dalam perspektif islam b. Anggota merasakan manfaat dari menabung c. Anggota
mampu
mempelajari
hambatan-hambatan
dalam
menabung d. Mempunyai pengetahuan tentang kiat-kiat menabung yang efektif
e. Mempunyai pengetahuan tentang cara-cara membuka tabungan berencana. Ibu Tini, salah satu ketua kelompok di majelis al-Amanah mengatakan bahwa
"dulu gimana ya, saya sulit pisan menabung, maklum pendapatan juga pas-pasan. Tetapi setelah ikut MiSykat, saya mengerti tentang menabung, mengerti tentang tabungan berencana dan saya pun merasakan manfaat setelah mempraktekannya”54.
Senada dengan Ibu Tini, Ibu Entin yang membuka warung kecilkecilan di rumahnya mengatakan "setelah ikut MiSykat, saya mengerti tentang tabungan berencana
dan bagaimana menabung di Bank. Dan saya akan selalu membiasakan menabung”55.
Pada kesempatan selanjutnya, materi dilanjutkan pada tema pembiayaan syariah. Pembiayaan syari'ah banyak dipraktekkan oleh BMT atau lembaga keuangan mikro denga memberikan pelayanan keuangan pada masyarakat lapisan bawah. Pengetahuan tentang pembiayaan kemudian dilanjutkan pada jenisjenis pembiayaan dalam islam. Terutama dan yang paling utama disampaikan pada pendampingan adalah pola-pola pembiayaan yang kemudian akan dipraktekkan oleh anggota dari mulai pembiayaan dengan akad qordhul hasan, mudhorobah, musyarokah, murobahah dan wakalah. 54
Wawancara pribadi dengan Ibu Tini, ketua kelompok 2 majelis al-Amanah, Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2008. 55 Wawancara pribadi dengan Ibu Entin, anggota majelis al-Amanah, Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2008.
Materi ini sangat berguna untuk anggota sebelum mereka mendapat bantuan usaha, sehingga mereka mengerti dan memahami pola-pola pembiayaan yang nantinya akan mereka praktekkan secara langsung. Proses pembiayaan berjenjang ini – yang dimulai dari qordhul
hasan- memberikan manfaat bagi kedua belah pihak antara MiSykat dan anggota. Kang Iwan Firmansyah S.Sos sebagai koordinator wilayah MiSykat Kabupaten Bandung mengatakan bahwa ”di satu sisi, MiSykat sebagai pemberi dana mampu melakukan
monitoring dan menilai kelayakan anggota mendapatkan bantuan yang bersifat ekonomis dari pembiayaan qordhul hasan dan pendampingan pekanan selama akad tersebut berlangsung. Dan di sisi lain, anggota sebagai penerima dana mampu memahami pola-pola pembiyaan yang diajarkan oleh islam”56.
Setelah materi pembiayaan, maka selanjutnya disampaikan materi tentang utang piutang dalam islam. Materi ini selain berisi definisi serta penjelasan menyeluruh tentang utang piutang, juga mengajarkan tentang bagaimana kita harus bersegera untuk membayar utang dan berbagai cara untuk menghindari jeratan utang. Ibu Ulimah, ketua kelompok 3 majelis al-Amanah mengatakan "sebelum ikut MiSykat, saya punya hutang pada koperasi -bank
keliling, pen-. Setelah ikut pendampingan saya jadi mengerti tentang
56
Wawancara pribadi dengan Iwan Firmansyah, Bandung, Kamis, 14 Agustus 2008
utang dan segera melunasinya, supaya bebas, pan jadi di MiSykat wungkul –saja, pen-57.
Pada fase ini biasanya dilakukan pencairan dana bantuan usaha bergulir, khususnya ketika materi tentang pembiayaan dalam islam telah selesai disampaikan. Besarnya dana bantuan adalah sama besarnya yaitu Rp. 500.000,- untuk setiap anggota dengan pola 2-2-1 serta dengan akad
qordhul hasan. b. Metode Pendampingan Berbasis Penanaman Nilai Pengembangan pengetahuan dan penanaman nilai pada dasarnya dapat dikategorikan pada sebuah kesatuan yang terintegrasi satu sama lain. Namun dalam konteks materi pendampingan MiSykat, kita dapat memisahkannya dengan melihat penanaman nilai adalah sesuatu usaha yang terdapat muatan religius dan spiritual di dalamnya. Secara umum nilai adalah keyakinan relatif kepada yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah, kepada apa yang seharusnya ada dan seharusnya tidak ada. Nilai memainkan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan
sosial.
Kebanyakan
hubungan-hubungan
sosial
didasarkan bukan saja pada fakta-fakta positif, akan tetapi juga pada pertimbangan-pertimbangan nilai.58 Materi yang terkait dengan penanaman nilai lebih bertendensi pada materi yang bermuatan agama. Anggota pada umumnya menanggapi materi ini dengan antusias, seperti juga pada materi-materi yang lain. Kecenderungan sikap mereka mungkin dikarenakan keterbatasan 57
Wawancara pribadi dengan Ibu Ulimah, ketua kelompok 3 majelis al-Amanah, Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2008. 58 Maurice Duverger, Sosiologi Politik. Diterjemahkan dari buku The Study of Politics oleh Daniel Dhakidae, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Hal 12
pengetahuannya tentang ajaran-ajaran agama yang bersifat praktis yang pada awalnya tidak mereka pahami. Selain materi yang bermuatan agama, terdapat juga materi penanaman nilai yang terkait dengan unsur realita sosial, seperti pengetahuan tentang ekonomi rumah tangga robbaniyyah. Materi
pendampingan
MiSykat
yang
dikategorikan
pada
penanaman nilai diawali dengan pengenalan ekonomi rumah tangga robbaniyyah. Dijelaskan bahwa rumah tangga muslim adalah keluarga yang hidup bersama dalam suasana islami dan diikat oleh norma-norma keluarga muslim yang selalu mendasarkan berbagai perkara hidupnya pada syari'at. Rumah tangga muslim didirikan berdasarkan nilai-nilai keimanan, keutamaan yang mulia, akhlak yang baik, perilaku yang luhur dan kebaikan unsur-unsur sosial yang lain. Setelah memahami perekonomian rumah tangga muslim, diajarkan pula bagaimana ikhlas dalam berekonomi rumah tangga. Ikhlasnya kita ketika menghadapi kesulitan adalah dengan tetap bersyukur terhadap apa yang telah diberinya dengan terus berusaha memperbaiki dan menjemput rezeki kita. Untuk hal ini, saya mendapatkan informasi dari mitra sekaligus pendamping MiSykat majelis al-Amanah yaitu Bapak Ahmad Juhri, bahwa terdapat anggota binaan yang mengalami masalah ekonomi dan sempat ingin keluar dari anggota MiSykat. Bapak Ahmad Juhri bercerita Ibu tersebut konsultasi kepadanya bahwa beberapa bulan belakangan ini kehidupan
ekonominya
selalu
dihadapkan
pada
keadaan
serba
kekurangan. Untuk ongkos anak-anaknya yang SMP saja harus pinjam sana-sini, padahal biasanya untuk pergi sekolah anaknya tinggal pergi,
tapi kali ini mesti nunggu dulu ibunya pinjem pada tetangga59. Pada satu kesempatan pendampingan, ibu tersebut mengatakan "bapak, lebih baik
saya keluar saja dari anggota MiSykat soalnya kehidupan sehari-hari saya tidak seperti dulu lagi. Saya sudah cape menjalaninya dan malas untuk ikut-ikutan kegiatan apapun......." Adapun tanggapan dari anggota MiSykat majelis al-Amanah terhadap materi terkait dengan penanaman nilai-nilai Islam, dapat kita lihat pada sikap antusiasme salah seorang anggota ketika ditanya tentang bagaimana pendapatnya mengenai materi-materi tersebut. Antusiasme terlihat pada ungkapan rasa senang Ibu Engkom dengan mengatakan bahwa "sebelumnya
boro-boro
mengerti
tentang
nilai-nilai
Islam,
membaca al-Quran saja saya tidak bisa. Tapi setelah ikut MiSykat, jadi tahu apa itu tawakkal, sabar terus bagaimana ekonomi rumah tangga bisa secara islami gitu”60.
Apresiasi tersebut menjadi salah satu tanda yang mewujudkan harapan MiSykat agar mampu menciptakan pondasi yang kuat bagi setiap anggota untuk menjalani kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat dengan berbagai kegiatan-kegiatan produktif yang dilandasi oleh nilainilai keislaman. c. Metode Pendampingan Berbasis Pengembangan Keterampilan Materi pengembangan keterampilan lebih menekankan pada keterampilan pengorganisasian rumah tangga. Mungkin dari beberapa 59
60
Wawancara pribadi dengan bapak Ahmad Juhri, Bandung, Sabtu, 16 Agustus 2008
Wawancara pribadi dengan Ibu Engkom, anggota majelis al-Amanah, Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2008.
materi yang disampaikan, materi pengorganisasian rumah tangga telah mampu memfasilitasi anggota dalam upaya menambah keterampilan dalam mengatur keuangan rumah tangga61. Dari materi pengembangan keterampilan diharapkan anggota mampu mempunyai keterampilan mengatur dan memenej anggaran keuangan rumah tangga. Seorang kepala keluarga harus dapat membuat jadwal prioritas pembelanjaan kebutuhan pokok secara tertib sesuai dengan kemampuan usahanya62. Di bawah ini digambarkan model perencanaan anggaran keuangan rumah tangga anggota MiSykat DPU DT Perencanaan Anggaran Keuangan Rumah Tangga Anggota MiSykat DPU DT Nama Nama
:
Majelis
:
Alamat
:
Pemasukan No
Uraian
Tetap
Tambahan
Keseluruhan
1
Gaji suami
Rp.
Rp.
2
Gaji istri
Rp.
Rp.
3
Pendapatan tambahan
Rp.
Rp.
Rp.
Rp
a. Warung/toko b. Jasa c. ......... Rp.
61 62
2008.
Wawancara pribadi dengan bapak Ahmad Juhri, Bandung, Sabtu, 16 Agustus 2008 Wawancara pribadi dengan Kasubag MiSykat Oha Khoer, Bandung, Rabu, 6 Agustus
Pengeluaran No
Penjelasan
1
Kewajiban
Kalkulasi
Jumlah
Prioritas
a
Cicilan rumah
1
Bln
Rp.
Rp
Rp
b
Telepon,
1
Bln
Rp
Rp
Rp
listrik,
Tambahan
PAM
2
c
Zakat/infaq
1
Bln
d
Iuran warga
1
Bln
Rp
Rp
Rp
Tabungan dan Asuransi a
Tabungan
1
Bln
Rp
Rp
Rp
b
Asuransi
1
Bln
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
3
Pos untuk AnakAnak -anak
4
Pos untuk Ayah a
Transportasi
dan
Org
Rp
1
Bln
Rp
Rp
1
Bln
Rp
Rp
1
Bln
Rp
Rp
1
Bln
Rp
Rp
31
Hr
Rp
Rp
Hr
Rp
Rp
1
Pkt
Rp
Rp
konsumsi b 5
Voucher HP
Rp
Pos untuk Ibu a
Transportasi
dan
Rp
konsumsi b 6
Voucher Hp
Rp
Konsumsi dan MCK a
Makan menu 1
b
Makan menu 2
c
MCK
7
Kesehatan
1
Pkt
Rp
Rp
8
Pos LainLain -lain
1
Bln
Rp
Rp
Rp Rp Rp Rp Rp
Total
Rp
Rp
Saldo
Rp
Rp
Rp
Khusus untuk pengembangan keterampilan, lembaga memberikan keterampilan tambahan yang dipraktekkan secara langsung oleh anggota. Jenis keterampilan yang diberikan adalah berupa membuat payet pada kerudung, jepit pita rambut serta membuat sabun colek 63. Menurut mitra, ketiga jenis keterampilan yang diberikan pada gilirannya juga mengalami stagnasi. Hal ini dikarenakan banyak dari anggota
yang
bedagang
diluar
daerah,
sehingga
tidak
mampu
melanjutkan kegiatan tersebut. Sampai saat ini, hanya keterampilan membuat payet kerudung yang tetap bertahan, itupun karena difasilitasi oleh mitra melalui istrinya yang memang terampil membuat payet kerudung. Anggota yang tetap terlibat dalam jenis keterampilan ini adalah anggota yang bedomisili dekat dengan mitra 64. 2. Peluang dan Hambatan a. Peluang Pemberdayaan yang merupakan usaha transformatif menuju keberdayaan bertendensi
diri
(self
kepada
empowerment),
seyogianya
keberdayaan potensi
bukan
hanya
pribadi. Karena
dalam
prakteknya, proses pemberdayaan merupakan upaya mensinergikan antara potensialitas dengan dukungan sumber-sumber internal maupun eksternal menuju aktualisasi diri dalam lingkungannya. Strategi pemberdayaan pada aras mezzo seperti yang tergambar dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan, harus mampu memberikan 63
Wawancara pribadi dengan istri Bapak Ahmad Juhri, Bandung, Sabtu, 16 Agustus
2008. 64
Wawancara pribadi dengan bapak Ahmad Juhri, Bandung, Sabtu, 16 Agustus 2008
konstribusi kepada lingkungan secara keseluruhan. Kemungkinan ini dapat terwujud ketika anggota mempunyai awarness (kepedulian, kesadaran)
terhadap
sumber-sumber
internal
maupun
ekternal
(manajemen sumber) yang potensial dalam proses pemberdayaan menuju kesejahteraan masyarakat. Beberapa sumber yang mampu dimanfaatkan dan belum tersentuh dalam pelaksanaan pemberdayaan oleh MiSykat terhadap anggota
binaan di Desa
Margahurip adalah:
pertama,
mengembangkan potensi lain yang ada dalam diri anggota maupun di luar diri anggota itu sendiri65. Dalam bahasa penulis, mungkin bisa diistilahkan dengan human resources. Artinya, menggali dan mengembangkan potensi diri yang tidak hanya seputar persoalan ekonomi, tetapi juga persoalan sosial dan politik. Hal ini akan terkait dengan pengembangan materi pemberdayaan MiSykat yang bermuatan nilai-nilai sosial dan budaya, serta pergeseran paradigma pembangunan yang tidak tidak hanya bertumpu pada kekuatan ekonomi tetapi juga kekuatan politik dan legitimasi kekuatan rakyat66.
Kedua, pembangunan jaringan (building networking) baik dari pihak pemerintah maupun swasta sehingga terjadi sinergi dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Pada gilirannya, proyek dan gerakan lokal mampu dihubungkan secara lebih strategis di tingkat lokal maupun nasional.
Ketiga, untuk dapat memilih pendekatan pemberdayaan yang lebih tepat, lembaga harus menganalisa kekuatan yang ada dan berkembang
65
Wawancara pribadi dengan Kasubag MiSykat Oha Khoer, Bandung, Rabu, 6 Agustus 2008. Beliau juga mengatakan tentang harapannya kepada penulis untuk menganalisa peluangpeluang lain yang mungkin bisa dikembangkan oleh MiSykat pada mejelis binaan di Desa Margahurip sehubungan belum adanya penelitian karya ilmiah yang dilaksanakan di wilayah tersebut. 66 Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Jakarta 2004, h. 14
pada anggota dan masyarakat. Dengan ketajaman analisis dan kritisisme terhadap jenis-jenis kekuatan yang ada, hal tersebut akan membantu efektivitas kerja di masyarakat. Salah satu contoh yang bisa kita angkat diantaranya adalah ketika anggota merasa tidak puas dengan situasi dan kondisi ekonomi yang telah dirasakan dan diikuti oleh perasaan adanya sesuatu yang belum terpenuhi. Dalam kasus ini, fenomena tersebut bisa dijadikan faktor pendorong agar anggota selalu diarahkan pada perubahan-perubahan situasi yang lebih baik daripada yang telah ada. b. Hambatan Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan di majelis al-Amanah Desa Margahurip tidak selalu berjalan mulus. Banyak hambatan yang ditemui baik itu yang berasal dari internal anggota maupun dari faktor di luar anggota. Menurut Oha Khoer “kendala internal yang lahir biasanya adalah kredit macet dana
bergulir. Seandainya hal ini terjadi maka MiSykat melakukan langkahlangkah secara bertahap meliputi home visit dan musyawarah anggota; menggunakan akumulasi iuran anggota seluruhnya; menggunakan tabungan cadangan; membuat MoU baru ataupun menggunakan tabungan berencana milik anggota masing-masing”67.
Hambatan lain yang dialami MiSykat adalah keberadaan rentenir yang sudah masuk pada sebagian besar keluarga, misalnya Ibu Entin yang sebelum ikut program pemberdayaan MiSykat, sudah terlebih dahulu terlilit utang pinjaman modal usaha dengan bunga tinggi. Ibu Entin
67
2008.
Wawancara pribadi dengan Kasubag MiSykat Oha Khoer, Bandung, Rabu, 6 Agustus
mengatakan bahwa pinjaman sebesar Rp.100.000,- harus mampu dikembalikan dalam jangka waktu satu bulan dengan bunga 20%68. Hal ini tentu memberatkan pihak peminjam yang notabene masyarakat usaha kecil. Di satu sisi, untuk anggota, mendapatkan bantuan dana usaha dari MiSykat dengan 0% bunga telah sangat membantu kegiatan usaha tanpa terbebani dengan hutang karena pembayarannya dilakukan secara berkala dengan rentang waktu yang agak lama yaitu seminggu. Tapi di sisi lain, bagi lembaga, keluarga yang sebelumnya pernah mendapatkan bantuan usaha dari rentenir, biasanya tidak memberdayakan bantuan yang telah diberikan selain untuk membayar hutang pada pihak peminjam sebelumnya69. Selain itu ada juga program bantuan swasta lain walaupun dengan menggunaan metode yang berbeda. Untuk jenis yang di sebut terakhir, ada program bantuan usaha dengan mewajibkan anggotanya melakukan perjanjian yang diucapkan secara lisan pada setiap acara kumpulan rutin setiap hari kamis sore70. Memang, hambatan itu dirasakan oleh mitra dan anggota pada tahap-tahap awal, karena menghambat komunikasi antar warga akibat egoisme dan sentimen kepercayaan terhadap program yang diikuti. Untuk kondisi masyarakat yang demikian, model pendekatan social action yang dimodifikasi dan disesuaikan dengan nilai budaya masyarakat dapat menjadi alternatif. Dengan cara proporsional dan menafikan konfrontasi, misalnya dilibatkannya unsurunsur kekuatan masyarakat seperti tokoh agama, pendidik, tokoh formalinformal
68
yang dapat mempengaruhi
pola pikir masyarakat yang
Wawancara pribadi dengan Ibu Entin, anggota majelis al-Amanah, Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2008. 69 Wawancara pribadi dengan istri Bapak Ahmad Juhri, Bandung, Sabtu, 16 Agustus 2008 70 Wawancara pribadi dengan anggota majelis al-Amanah pada pendampingan, Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2008
konfrontatif. Pada gilirannya kemudian, masyarakat dengan berbagai program pemberdayaan yang ada mampu bersinergi mewujudkan perubahan. 3. Relevansi Pendampingan Terhadap Kesejahteraan Anggota Kegiatan meningkatkan
pemberdayan kesejahteraan
yang
dilaksanakan
anggota
dilihat
MiSykat
dari
adalah
peningkatan
penghasilan ekonomi rumah tangga. Secara umum, indikator keberhasilan program meliputi : adanya peningkatan penghasilan ekonomi rumah tangga; adanya peningkatan asset majelis; adanya kesinambungan asset program; adanya produktifitas ekonomi anggota; adanya peningkatan akumulasi tabungan anggota; perubahan karakter dan paradigma71 berfikir anggota; terbentuknya kelompok usaha mikro di majelisnya dan lahirnya muzakki72. Strategi pemberdayaan yang dilakukan MiSykat berada pada tataran aras Mezzo. Hal ini berarti pemberdayaan dalam bentuk pendampingan dilakukan terhadap suatu kelompok orang yang terhimpun dalam suatu lembaga. Pemberdayan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Anggota binaan majelis al-Amanah mendapatkan pendidikan dan pelatihan selama proses pendampingan. Hal ini berdampak pada
71
Paradigma menurut George Rizer yang dikutip oleh Zainuddin Maliki dalam Narasi Agung adalah gambaran fundamental mengenai subjek ilmu pengetahuan. Paradigma juga merupakan unit consensus yang amat luas dalam ilmu pengetahuan dan dipakai untuk melakukan pemilahan masyarakat ilmu pengetahuan yang satu dengan masyarakat pengetahuan yang lain. 72 Wawancara pribadi dengan Kasubag MiSykat Oha Khoer, Bandung, Rabu, 6 Agustus 2008.
peningkatan kualitas individu pada beberapa segi. Misalnya dalam hal pengetahuan agama, Ibu Entin mengatakan bahwa dulu dia hanya tahu mengucapkan kalimat bismillahirrahmanirrahim tanpa tahu bagaimana menuliskan
kalimat
pendampingan,
tersebut,
dia
tahu
tetapi dan
setelah
mampu
mengikuti
menuliskan
materi kalimat
bismillahirrahmanirrahim dengan menggunakan hurup arab.73 Dalam hal pengembangan kegiatan usaha, walaupun belum banyak membantu meningkatkan pendapatan, tetapi paling tidak anggota mampu mengelola dana yang diberikan untuk terus digulirkan tanpa mengalami hambatan dalam pengembalian cicilan. Seperti yang dikatakan mitra, bahwa majelis al-Amanah adalah salah satu majelis yang tidak mengalami hambatan
dalam
tabungan
cicilan.
Kenyataan
ini
paling
tidak
membuktikan bahwa anggota secara sadar menggunakan dana bantuan pada yang semestinya digunakan yaitu untuk usaha. B. Analisa Hasil Temuan Skripsi ini ditulis untuk menjawab tiga pertanyaan terkait dengan objek studi pemberdayaan yang meliputi pengembangan pengetahuan, penanaman nilai dan pengembangan keterampilan. Selain itu, penulis ingin
mengetahui
bagaimana
relevansi
pemberdayaan
yang
diimplementasikan dalam kegiatan pendampingan setiap pekan terhadap kesejahteraan
anggota
dan
mengetahui
peluang
dan
hambatan
pelaksanaan pendampingan. Fokus analisisnya terletak pada kegiatan pendampingan pekanan yang berisi materi-materi berdasarkan kurikulum yang telah MiSykat buat sebagai acuan.
73
Wawancara pribadi dengan Ibu Entin, anggota majelis al-Amanah, Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2008
Selanjutnya, akan dijelaskan secara deskriptif analitis terkait dengan hasil temuan dilapangan. Analisa tersebut menggunakan kecenderungan subjektif yang tidak melepaskan diri secara terbuka dari nilai-nilai
objektifitas.
pengamatan
dan
Perangkat
penelitian,
juga
analisa
yang
digunakan
selain
referensi
untuk
menggunakan
memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tinjauan. 1. Analisa Metode Pemberdayaan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung Dalam
pemberdayaan,
terdapat
salah
satu
teknik
yang
mengedepankan masyarakat dalam hal ini anggota secara partisipatif dalam proses pelaksanaannya. Artinya lembaga harus memandang bahwasanya masyarakat dalam hal ini anggota binaan memiliki banyak potensi, baik dilihat dari sumber-sumber daya alam yang ada maupun dari sumber-sumber sosial budaya. Kekuatan ini tidak sepenuhnya digali dan disalurkan sehingga secara signifikan belum menjadi energi untuk mengatasi masalah yang mereka alami. Di dalam pemberdayaan, faktor yang paling penting adalah bagaimana mendudukkan anggota pada posisi pelaku (subjek) pembangunan yang aktif, bukan hanya penerima yang pasif.
Konsep
gerakan
pemberdayaan
dalam
pembangunan
mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat (anggota) dengan strategi pokok adalah memberi kekuatan (power) kepada mereka. Masyarakat yang lebih memahami kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi harus diberdayakan agar mereka lebih mampu mengenali kebutuhan-kebutuhannya. Mereka juga dilatih untuk dapat merumuskan rencana-rencananya serta melaksanakan pembangunan secara mandiri dan swadaya.
Partisipasi
masyarakat
dalam
melaksanakan
gerakan
pembangunan tersebut harus selalu didorong dan ditumbuhkembangkan secara bertahap dan berkelanjutan. Jiwa partisipasi masyarakat adalah semangat solidaritas sosial, yaitu hubungan sosial yang selalu didasarkan pada perasaan moral, kepercayaan dan cita-cita bersama.74 Dalam hal pendampingan, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pendampingan merupakan strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu
dirinya
sendiri”,
pemberdayaan
masyarakat
sangat
memperhatikan pentingnya partisipasi publik yang kuat.75Merujuk pada Payne yang dikutip oleh Edi Suharto, prinsip utama pendampingan sosial adalah “making the best of the client’s resources”. Sejalan dengan persfektif kekuatan (strength persfective ),76 pendamping atau dalam hal ini pekerja sosial tidak memandang klien dan lingkungannya sebagai sistem yang pasif dan tidak memiliki potensi apa-apa.77 Dalam menitikberatkan
konteks pada
pemberdayaan pemberian
MiSykat,
materi-materi
pendampingan
yang
berorientasi
pengembangan pengetahuan, keterampilan dan penanaman nilai. Dengan memperhatikan
materi-materi
pendampingan,
ini
berarti
bahwa
keberhasilan program pemberdayaan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung dalam meningkatkan kesejahteraan mustahiq tidak dapat diukur
74
Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Jakarta 2004, h. 218 Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, h. 93 76 Strength Perspective seperti ditulis oleh Edi Suharto adalah cara pandang yang menekankan pada kekuatan yang dimiliki klien. Fokus model ini lebih ditekankan pada bagaimana menggali dan memobilisasi sumber-sumber yang terkait dengan klien, baik sumber internal maupun eksternal. 77 Ibid, h. 94. 75
dari sudut kelancaran pengembalian modal yang diberikan saja, namun juga pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik anggota binaan. Dalam hal pemberian modal, apa yang dilakukan MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung saat ini hanya sebatas bantuan insidentil saja, dalam arti hanya meringankan beban hidup mustadh’afin yang bersifat sementara, dan dapat dikatakan belum sampai pada tingkat pengentasan kemiskinan. Bahkan materi mempunyai porsi yang dominan dalam setiap proses pendampingan, yakni selama 30 menit dari 1 jam kegiatan pendampingan. Namun, pendampingan yang bertendensi penyampaian materi, telah menafikan faktor-faktor sumber daya alam dan sosial budaya di masyarakat sebagai sebuah kekuatan yang dapat digali untuk mengatasi masalah yang mereka alami. Pada bab sebelumnya, dijelaskan bahwa dalam pendampingan, pekerja sosial dalam hal ini pendamping mempunyai empat bidang tugas yang mesti dilaksanakan, yakni : pemungkinan (enabling) atau fasilitasi, penguatan (empowering), perlindungan (protecting) dan pendukungan (supporting). Pendamping harus mampu menjadi fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu anggotanya menjadi mampu menangani tekanan situasional ataupun transisional. Dalam konteks majelis al-Amanah, Bapak Ahmad Juhri sebagai pendamping, selain mempunyai status sosial yang lebih tinggi dengan aktifitasnya sebagai staf di salah satu perusahaan swasta, beliau juga mempunyai latar belakang pendidikan yang baik. Kondisi ini kemudian berimbas pada ruang tugas tugas potensial sebagai fasilitator dan penguat kapasitas masyarakat (capacity building).
Dalam hal peranannya sebagai fasilitator, Bapak Ahmad Juhri harus mampu menjembatani anggota dalam mengakses sumber-sumber yang ada, baik sumber personal, sumber interpersonal maupun sumber sosial. sumber personal dan sumber interpersonal yang tergambar dalam kegiatan penyampaian materi yang diselingi dengan ajang ”curhat” sesama anggota dengan pendamping, adalah sebagian dari upaya mengakses sumber potensial dan strategis dalam proses pemecahan masalah.
Anggota
dan
pendamping
secara
partisipatif
berbagi
pengetahuan, pengalaman hidup sebagai pribadi dan bagian dari masyarakat desa Margahurip, menganalisa masalah yang ada untuk kemudian mencari solusi yang tepat dalam menyikapinya. Adapun untuk akses terhadap sumber sosial yang berupa interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya, belum dilaksankan secara maksimal. Akibatnya, banyak anggota yang kemudian tidak mengalami peningkatan
usaha.
Bantuan
yang
diberikan
pun hanya mampu
menghindarkan anggota dari jerat hutang dan ketergantungan mereka kepada rentenir. Aspek yang termasuk dalam kategori penguatan ini, terbatas pada fungsi pendamping sebagai konsultan. Konsultasi yang sering muncul dalam ajang ”curhat” ini pun, belum sampai pada fungsi pendamping dalam memberikan pilihan-pilihan solusi dan membantu anggota mengidentifikasi prosedur-prosedur bagi tindakan-tindakan yang diperlukan. Fungsi terakhir pendamping sebagai pendukung, menitikberatkan pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis yang dapat mendukung terjadinya perubahan bagi anggota. Fungsi ini memerlukan pendamping-
pendamping yang menguasai strategi pemberdayaan dari aspek teoritis dan juga praktis. Pendamping dituntut untuk mampu melaksanakan tugastugas teknis sesuai dengan keterampilan dasar, seperti melakukan analisis
sosial,
mengelola
dinamika
kelompok,
menjalin
relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi dan mencari serta mengatur dana. Fungsi inilah yang belum bisa dicapai secara penuh oleh pendamping di majelis al-Amanah khususnya dan pendamping-pendamping dibeberapa majelis binaan MiSykat yang lain pada umumnya. Kemudian dalam hal perencanaan program pemberdayaan, tidak ada upaya nyata agar perencanaan itu berawal dari bawah ke atas (bottom up planning), terutama dalam perencanaan jangka panjang (setelah anggota menjajaki jenjang keanggotaan di atas pemula). Walaupun mekanisme perencanaan dan kurikulum pendampingan selalu ditinjau ulang dengan mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat di lapangan, namun keterlibatan mereka sangat terbatas. Pelaksanaan kegiatannya tidak mementingkan bentuk swadaya masyarakat dalam hal partisipasi sumbang pemikiran terhadap setiap tahap pelaksanaan program sebagaimana terlihat pada pendampingan pekanan. Padahal, kondisi masyarakat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, pola pendampingan harus pula memperhatikan heterogenitas anggota binaan terkait dengan peranan dalam ruang lingkup
sosial
yang
berbeda.
Perhatian
terhadap
hal
ini,
jika
diejawantahkan dalam penyampaian materi, maka materi akan bersifat flksibel. Fleksibilitas ini pada gilirannya mampu menjadi wadah untuk seorang pendamping khususnya dan MiSykat pada intinya, memahami
masalah yang dialami anggota dalam konteks yang berbeda-beda, untuk kemudian membuat formulasi solusi yang sesuai dengan realitas. a . Analisa Pendampingan Berbasis Pengembangan Pengetahuan Rendahnya tingkat pendidikan yang disandang oleh anggota binaan berpengaruh terhadap kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga program pemberdayaan yang dilaksanakan sangat tepat sasaran. Dalam arti, program diberikan kepada masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan (powerless) untuk mampu memberdayakan dirinya (self empowerment) sehingga dapat hidup mapan secara ekonomi dengan disertai pengetahuan dan keterampilan dalam bingkai nilai-nilai religiusitas. Berjalannya arus pengetahuan secara lancar adalah sangat penting, karena sebenarnya pengetahuan dapat memerangi kehidupan orang miskin di manapun.78Namun sayangnya hal ini tidak disertai dengan kemampuan menyalurkan pengetahuan itu kepada anggota dengan cara yang efektif. Suatu sistem pengetahuan pemberdayaan dalam kegiatan pendampingan hanya merupakan rangkaian upacara rutin. Walaupun secara kasat mata terlihat berhasil jika di analisa dari sedikit wawancara, namun dari penelitian yang terbatas, terlihat materi yang disampaikan seolah untuk memenuhi formalitas pendampingan, sehingga hasilnya tidak maksimal. Padahal jika dilihat dari kurikulum yang telah mengalami beberapa kali revisi, materi harusnya mampu mengapresiasikan idealnya sebuah pemberdayaan.
78
Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan : Pengenalan Teori dan Penerapannya. Rajawali Pers, Edisi Revisi, Jakarta 2002. Hal 181
Dalam konteks kesejahteraan, terpenuhinya kebutuhan dasar menjadi
unsur
yang
paling
pokok
dalam
menilai
standarisasi
kesejahteraan. Namun dalam prosesnya, terdapat unsur lain seperti peranan seseorang dalam lingkungan sosial. Dengan pengetahuan yang memadai, walaupun tanpa legalitas formal pendidikan, seseorang mampu untuk berperan dalam lingkungan sosialnya. Misalnya dalam konteks anggota MiSykat di Desa Margahurip yang kebanyakan adalah ibu-ibu, pengetahuan tentang mengelola keuangan rumah tangga dengan cara menabung, secara langsung telah mampu memfasilitasi dirinya secara maksimal dalam peranannya sebagai ibu rumah tangga. b. Analisa Pendampingan Berbasis Penanaman Pena naman Nilai Penanaman nilai seyogianya tidak terbatas pada pengetahuan yang bermuatan agama, karena nilai juga terkait dengan pendekatan sosial dan budaya.
Sehingga,
jika
pendampingan
menitikberatkan
pada
penyampaian materi-materi yang sudah terkonsep, maka di dalamnya juga harus terdapat materi-materi yang terkait dengan nilai sosial budaya masyarakat. Nilai-nilai memainkan peranan yang sangat penting di dalam kehidupan
sosial,
karena
kebanyakan
hubungan-hubungan
sosial
didasarkan juga pada pertimbangan nilai. Jika
dianalisa
dari
materi-materi
yang
disampaikan,
keseluruhannya mempunyai muatan agama, dan tidak terdapat materi yang mengangkat fenomena sosial berdasarkan pertimbangan nilai. Peranan mempelajari pertimbangan nilai yang diperkembangkan dalam suatu masyarakat akan mampu mendefinisikan realita sosial. Misalnya terdapat fenomena tradisonal dalam memandang hubungan antar individu dalam suatu masyarakat, maka diperlukan materi yang mengangkat isu-
isu
terkait dengan pandangan sosial
mereka
terhadap
realitas.
Penyampaian materi ini –dengan melihat respon anggota- pada gilirannya memungkinkan kita mengukur pengaruh nilai-nilai terhadap tingkah laku dan bertindak sesuai dengan itu. Artinya, nilai sosial yang diberikan pada gilirannya mampu membentuk sikap mental yang positif dalam proses sosialisasi anggota dengan lingkungannya. Sikap mental menunjukkan kualitas moral sesorang dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat menuntut bahwa para anggotanya memiliki standar-standar moral tertentu. Mereka yang tidak bisa memenuhi persyaratan ini dikategorikan menyimpang, dan orang-orang yang bertingkah laku sesuai dengan standar-atandar moral dihormati. Pada tataran budaya, materi penanaman nilai harus mampu merefleksikan transformasi budaya (istilah Sri-Edi Swasono, 2005) dimana materi mampu membentuk sikap mental bermartabat, maju dan positif. Hal ini diwujudkan dengan mendesain strategi perubahan budaya melalui
enterpreneurial dengan menitikberatkan pada pengembangan budaya hemat, tidak konsumtif, beretoskerja produktif, berorientasi teknologi, berorientasi efisiensi, menghargai waktu, melepas dependendi, disiplin dan mandiri. c . Analisa Pendampingan Berbasis Pengembangan Keterampilan
term
pemberdayaan,
pengembangan
dengan
pengembangan
aspek
Dalam
equivalen
keterampilan
psikomotorik.
Tujuan
pengasahan dan penumbuhkembangan aspek psikomotorik ini adalah untuk menanamkan behin-benih entrepreneurship atau kewirausahaan
atau
kemampuan
bisnis setiap
anggota 79.
Materi-materi berbasis
keterampilan -seperti yang telah dijelaskan di atas- disertai dengan materi ekstra kurikuler seperti keterampilan membuat payet kerudung, membuat sabun colek dan jepi pita rambut pada anggota majelis al-Amanah Desa Margahurip diharapkan
membantu
merangsang pertumbuhan dan
perkembangan psikomotorik. Realitas pengembangan aspek psikomotorik yang dilakukan MiSykat pada gilirannya mengalami banyak hambatan sampai pada tahap satgnan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena keterampilan yang diberikan tidak mempertimbangkan kecenderungan minat, bakat, dan kekuatan
internal
keterampilan
yang
para
anggota.
Selain
diberikan seharusnya
berorientasi
produktifis,
berdasarkan minat dan
pemanfaatan potensi-potensi individu. Kemampuan mengelola keuangan rumah tangga menjadi contoh jenis keterampilan yang berhasil menciptakan kesadaran anggota untuk membuat
skala
prioritas
sendiri
yang
berdasarkan
kepentingan-
kepentingan pribadi dalam memenej rumah tangga secara baik. Terakhir, keterampilan anggota dalam jangka panjang diarahkan bukan hanya supaya anggota mampu masuk ke sumber-sumber dimana mereka mendapatkan penghasilan, melainkan juga bagaimana anggota mempunyai skill untuk pengembangan wiraswasta. 2. Analisa Peluang dan Hambatan Pengembangan sumber-sumber yang ada dilingkungan dengan disertai pembangunan jaringan yang baik, belum dilakukan secara
79
Mahmud Thoha, APU. Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, Teraju, Jakarta, 2004. Hal. 111
maksimal oleh MiSykat terhadap sebagian besar wilayah binaan termasuk Desa Margahurip. Pemanfaatan peluang yang ada untuk mewujudkan perubahan sosial di masyarakat, adalah hal penting supaya kegiatan pemberdayaan MiSykat tidak hanya ideal pada tataran konsep, tetapi disertai dengan kinerja maksimal menuju tercapainya tujuan ideal yaitu mengantarkan dhu’afa, mustahiq menjadi mapan secara ekonomi dan tergolong pada kelompok muzakki untuk kemudian mampu memberikan kontribusi kemajuan ekonomi bagi golongan mustahiq lainnya. Namun dapat kita sadari, bahwa mewujudkan idealisme tidak semudah yang dibayangkan, dalam prosesnya selalu terdapat kendala. Salah satu yang patut mendapat perhatian lebih ialah terjeratnya anggota pada rentenir yang tergambar pada wawancara dengan salah satu anggota yang mengatakan bahwa sebelum ikut MiSykat sudah ada bantuan dari rentenir dengan mengatasnamakan koperasi.
Jika ada pertanyaan, benarkah selama ini sudah berhasil mencapai tujuan mengantarkan mustahiq menjadi muzakki dan menjauhkan mereka dari jerat rentenir, maka jawabannya adalah belum pada tahap seperti itu. Banyak dari anggota yang belum dapat melepaskan diri dari jerat rentenir. Untuk mengatasinya diperlukan komitmen yang kuat untuk bergerak dan melepaskannya dari hisapan lintah darat tersebut. Untuk mencapainya membutuhkan sistem, MiSykat harus memperbaiki diri dengan pengurus dan organisasi yang rapih, yang punya kemauan untuk mengurus pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat dhu’afa.
Masyarakat yang bentuk usahanya beragam, perlu dianalisa potensi yang ada untuk mewujudkan model pemberdayaan yang tepat dengan kondisi internal dan eksternal anggota. Hal ini tentu tidak gampang, untuk mewujudkannya harus dilakukan secara periodik sehingga kita akan tahu akan diarahkan ke usaha apa masyarakat miskin yang ingin diberdayakan ini
Satu hal yang patut disayangkan adalah bahwa tidak terdapat kelanjutan dari proses pemberdayaan dalam hal yang lebih konkrit. Yang terjadi adalah pemberian bantuan an sich tanpa memperimbangkan secara matang bagaimana kemudian anggota mampu meningkatkan taraf hidupnya untuk mencapai level muzakki. Kelemahan ini bisa jadi diakibatkan dari tidak adanya orang yang ahli dan professional dalam hal pemberdayaan dan kesejateraan sosial pada umumnya.
Untuk program pemberdayaan ekonomi mikro seperti Misykat harus ada orang profesional yang khusus dan ahli di bidangnya. Yang terjadi, SDM atau orang di DT itu sering dipindah-pindah. Jadi, dari nol lagi. Kalau hanya mengandalkan pendamping, Misykat tidak akan berjalan dengan baik. Harus ada orang ahli yang memberikan masukan dan pengembangkan
para
anggota
Misykat.
Orang-orang
yang
berpengalaman dalam pemberdayaanlah yang mestinya berkiprah dalam wilayah kerja lembaga bantuan usaha kecil seperti MiSykat. 3. Analisa Relevansi Pemberdayaan Terhadap Kesejahteraan Anggota Adapun kaitannya dengan kesejahteraan dalam hal pemenuhan
sosial basic need, sebelum masuknya MiSykat pun anggota tidak mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, artinya
MiSykat belum mampu secara signifikan mengangkat kesejahteraan anggota pada level yang lebih tinggi. Kecenderungan tersebut salah satunya dari tidak terdapatnya pelayanan tindak lanjut yang lebih riil terhadap anggota yang mampu mengembalikan pinjaman dana tanpa ”cacat”. Apresiasi lembaga terhadap mereka terbatas pada pemberian bantuan lanjutan dengan nominal yang lebih besar, itu pun belum mampu mengangkat kegiatan usaha anggota. Hal ini disebabkan karena MiSykat tidak memonitor untuk apa bantuan tersebut dijalankan. Proses monitoring mungkin dilakukan seandainya MiSykat memberikan akses pengembangan jaringan usaha, sedangkan bentuk pembinaan program seperti ini tidak dilakukan. Kemajuan dapat diukur, salah satunya, lewat kemajuan secara material dan spiritual. Ukuran material didasarkan pada ukuran konsumsi yang semakin tinggi, sedangkan ukuran spiritual mengacu pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin tinggi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan dapat mempermudah kehidupan bersama. Pembangunan masyarakat merupakan perubahan sosial yang direncanakan (planned social change) yang terwujud dalam berbagai program dan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk masyarakat. 80 Indikator
keberhasilan
yang
relevan
dengan
karakter
kesejahteraan, meliputi aspek perubahan karakter, produktifitas ekonomi baik secara individual ataupun kelompok seperti yang dikonsepkan MiSykat belum sepenuhnya teraelisasi. Anggota binaan di majelis alAmanah Desa Margahurip masih berkutat dengan usaha-usaha kecil rumahan yang tidak mengalami perkembangan secara signifikan. Anggota
80
Harry Hikmat, hal. 61
yang mempunyai usaha diluar daerah pun, tetap dengan usahanya yang lama tanpa peningkatan berarti. Usaha rumahan seperti membuat kerupuk, berdagang kecil-kecilan, maupun juga usaha luar daerah seperti berjualan buah mangga di kota Bandung, tetap betahan dengan jenis usaha tersebut. Adapun tidak terdapatnya masalah pengembalian pinjaman, hal tersebut lebih bertendensi pada keberhasilan MiSykat mempertahankan karakter-karakter individu yang sederhana, tidak konsumtif, dan bertanggung jawab, yang memang dimiliki oleh sebagian besar anggota Walapun begitu, keberhasilan program terhadap kesejahteraan anggota bisa dilihat pada kemampuan anggota mempertahankan usahanya untuk keberlangsungan hidup rumah tangga mereka. Hal ini paling tidak menunjukan indikasi bahwa suatu saat nanti, dengan manajemen pemberdayaan yang lebih baik, kegiatan usaha dan pemberdayaan ekonomi anggota dapat ditingkatkan dengan didukung oleh karakter-karakter positif anggota yang sudah terbina dan akses terhadap sumber-sumber termasuk jaringan usaha yang diciptakan secara berkala dan serius.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
telah
penulis
lakukan,
sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis mencoba untuk menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. MiSykat DPU Daarut Tauhid Bandung adalah lembaga yang lahir atas dasar keprihatinan terhadap masyarakat mustadh’afin melalui pemberian dana usaha bergulir yang di dapat dari dana zakat, infaq dan
shadaqoh.
diwajibkannya
Kelebihan para
yang
anggota
dimiliki binaan
MiSykat untuk
adalah
mengikuti
pemberdayaan dengan kegiatan pendampingan pekanan secara rutin. 2. Pemberdayaan MiSykat dengan strategi pendampingan melalui penyampaian
materi-materi,
telah
berperan
dalam
mengambangkan pengetahuan, nilai dan keterampilan anggota binaannya.
Pada
aspek
pengembangan
pengetahuan,
pemberdayaan berperan dalam mengubah karakter anggota yang sebelumnya boros menjadi hemat dan tidak tergantung pada rentenir. Perubahan karakter, juga mewakili keberhasilan peran pemberdayaan pada kategori penanaman nilai. Sedangkan peran pemberdayaan
MiSykat
pada
pengembangan
keterampilan
anggota, hanya terbatas pada keterampilan dalam hal mengatur anggaran keuangan rumah tangga yang selalu jadi acuan bagi seluruh anggota dalam memenej keuangan mereka.
3. Proses pemberdayaan dengan kegiatan pendampingan di majelis al-Amanah Margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung secara lebih jauh sejalan dengan prioritas pembangunan bangsa yang meliputi tiga hal yaitu intellectual capital building, social
capital building dan entrepreneurial capital building. 4. Proses pemberdayaan diwujudkan dalam bentuk pendampingan pekanan yang berisi penyampaian materi-materi yang sudah terkonsep dalam kurikulum pendidikan program MiSykat. Materi tersebut berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan penanaman nilai
serta keterampilan anggota, dalam upaya
mendukung kemandirian usaha yang ditunjang dengan pendidikan yang berkesinambungan. 5. Sebagaimana
hal
nya
sebuah
program
pemberdayaan,
mekanismenya harus didukung dengan sumber-sumber yang ada pada internal anggota maupun lingkungannya. Penggalian secara mendalam terhadap potensi-potensi diri dan lingkungan dengan analisa kekuatan yang didukung dengan pembangunan jaringan oleh lembaga, pada gilirannya mampu mempercepat perubahan struktural dalam pembangunan masyarakat. 6. Hambatan yang dihadapi adalah kurang terciptanya komunikasi yang baik antar warga terkait dengan program pemberdayaan MiSykat, sehingga pada satu waktu dapat menciptakan konfrontasi yang bisa berujung pada tidak berjalannya program. 7. Sejauh ini, pemberdayaan MiSykat di Desa margahurip Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung telah mampu memfasilitasi anggota dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pemberian
modal usaha tanpa bunga dan cicilan rendah, anggota tidak merasa terbebani dan secara sukarela mengikuti kegiatan rutin pendampingan. Hal ini terwujud juga dengan dukungan materimateri
pemberdayaan
yang
disampaikan
sehingga
mampu
melahirkan kesadaran dan kepedulian yang cukup tinggi dalam diri anggota. B. SaranSaran-Saran Tanpa mengurangi rasa hormat atas kerja keras yang dilakukan lembaga dan dengan disertai keterbatasan seorang penulis sebagai manusia awam yang baru belajar tentang pengetahuan pengembangan masyarakat, dibawah ini akan dicatat beberapa rekomendasi yang barangkali mampu memberikan masukan bagi lembaga untuk kinerja dan efektifitas kegiatan pemberdayaan dikemudian hari. 1. Membangun kembali mitra kerja di beberapa wilayah yang belum tersentuh, sehingga penyebaran dana zakat lebih merata dalam upaya
menanggulangi
masalah
kesejahteraan
sosial
serta
menumbuhkembangkan masyarakat dengan berjiwa usaha yang gigih dan profesional. Tentunya hal ini dengan mempertimbangkan kondisi finansial lembaga serta pertimbangan mobilisasi efektifitas program. 2. Melakukan koordinasi yang lebih intens dengan mitra dari sejak awal pengangkatannya untuk mencegah dana zakat jatuh ke tangan yang tidak tepat. Keterlibatan mitra sepenuhnya untuk mencari anggota yang seharusnya dari kalangan mustadh’afin, terkadang berubah menjadi pragmatisme mitra untuk cuma memenuhi target yang ditetapkan oleh lembaga.
3. Perlunya
staf-staf
pemberdayaan umumnya,
MiSykat
khususnya
sehingga
yang
dan
lembaga
paham
pengetahuan
kesejahteraan
mampu dikelola
sosial
pada
secara
lebih
profesional. 4. Building networking (pengembangan jaringan) untuk memberi fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk pengembangan lingkungan sekitar tempat diadakannya program. Pengemabangan jaringan juga mampu melahirkan pendekatan pemberdayaan yang lebih strategis. 5. Perlunya pengembangan awarness (kepedulian, kesadaran) agar anggota secara sepenuhnya sadar berperan serta aktif dalam mendukung program. 6. Perlunya kemampuan berkomunikasi dari lembaga dan anggota supaya awarness terjalin bukan hanya bersifat top down namun juga bottom up sebagai salah satu bagian inti dari pemberdayaan, sehingga masyarakat berperan aktif dalam proses pemberdayaan. 7. Untuk dapat memilih pendekatan pemberdayaan yang lebih tepat, lembaga harus menganalisa kekuatan yang ada dan berkembang pada anggota dan masyarakat. Dengan ketajaman analisis dan kritisisme terhadap jenis-jenis kekuatan yang ada, hal tersebut akan membantu efektivitas kerja di masyarakat (lihat hal 79). 8. Memobilisasi
sumber
daya
setempat.
Supaya
kegiatan
pendampingan tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh anggota, maka
perlu
mendukung
melibatkan kegiatan
sumber
lain
pemberdayaan.
diluar
anggota
Partisipasi
untuk
masyarakat
secara umum walaupun dalam skala keterlibatan yang kecil, di lain pihak mampu menjadi ajang sosialisasi MiSykat. 9. Menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan. 10. Melakukan pelatihan lanjutan bagi mitra dan pendamping yang telah
ada.
Pelaihan
pemberdayaan
tersebut
masyarakat,
pendamping lebih maksimal.
berisi
sehingga
materi-materi peran
dan
tentang fungsi
DAFTAR PUSTAKA
Abdal Haqq Bewley, Amal Abdalhakim-Douglas. Restorasi Zakat: Menegakan Kembali Pilar Yang Runtuh (Depok: Pustaka Adina, 2005). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991). Dr. Yusuf Al Qardlawi, Ibadah Dalam Islam (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1998). Edi Suharto, Ph.D. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial (Bandung: refika ADITAMA, 2005). Firdaus Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial: Paulo Freire, Y.B. Mangunwijaya, Logung Pustaka, Jogjakarta 2005. Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Jakarta 2004. H. M. Djunaidy Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif : Prosedur, Teknik dan Teori Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997). Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja ROSDA Karya, 2007). Lihat DR. Suharko, Merajut DEMOKRASI – Hubungan NGO, Pemerintah dan Pengembangan Tata Pemerintahan Demokratis (Yogya: Tiara Wacana, 2005). Lihat Drs. H. M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara untuk Memerangi Kemiskinan (Ciputat Jaksel, 2004). Mahmud Thoha, APU. Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, Teraju, Jakarta, 2004. Maurice Duverger, Sosiologi Politik. Diterjemahkan dari buku The Study of Politics oleh Daniel Dhakidae, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985). N. Grass W. S. Masson and A. W. Mc Eachen, Eksploration Role Analysis, dalam David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995). Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf. Pedoman Zakat (Jakarta: PT. Ade Cahya, 1994/1995). Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf. Pedoman Zakat. Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Tentang islam (Jakarta: Pustaka Amani, 1995). Tim Peneliti PSIK, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi : Pengembangan Kebijakan dan Perbandingan Pengalaman,Universitas Paramadina, Jakarta 2008. Tim Penulis Center for the Study of Religian and Culture. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang Wakaf dalam Persfektif keadilan Sosial di Indonesia (CSRC UIN Jakarta, 2006).
Waryono Abdul Ghafur, M.Ag. Tafsir Sosial : Mendialogkan Teks dengan Konteks (Yogya: eLSAQ Press, 2005). Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan : Pengenalan Teori dan Penerapannya. Rajawali Pers, Edisi Revisi, Jakarta 2002.
PEDOMAN WAWANCARA KEPADA PENGURUS MISYKAT DPU DARUT TAUHID BANDUNG Nama
: Oha Hoer, S.Pd
Jabatan
: Kasubag MiSykat
Hari/Tanggal : Rabu/06 Agustus 2008 Tempat
: Kantor MiSykat DPU DT Bandung
1) Apa yang di maksud dengan MiSykat?
MiSykat itu akronim dari Microfinance Syari'ah Berbasis Masyarakat yang
bisa
di
definisikan
secara
sederhana
dengan
institusi
pemberdayaan mustadh'afin melalui pendampingan yang intensif dan integral dengan entry point simpan pinjam. 2) Apa latar belakang berdirinya MiSykat?
Berdirinya MiSykat dilatar belakangi oleh keprihatinan terhadap masyarakat mustadh'afin atau yang dilemahkan oleh struktural maupun faktor eksternal dan internal. 3) Bagaimana visi, misi dan tujuan MiSykat?
Visinya adalah untuk menghantarkan mustahiq menjadi muzakki. Misinya meliputi peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga; mengoptimalkan potensi anggota menuju kemandirian; meningkatkan produktifitas,
perubahan
pola
pikir
dan
kinerja
anggota;
membudayakan pola hidup hemat dan menabung; serta meningkatkan akses jaringan, keterampilan dan usaha nggota. Tujuannya terwujudnya peningkatan produktifitas dan penghasilan ekonomi
rumah
tangga
anggota;
lahirnya
majelis-majelis
di
masyarakat; adanya peningkatan tabungan berencana anggota: adanya kesinambungan asset program berupa distribusi dana bergulir untuk anggota; adanya peningkatan akumulasi asset majelis; adanya perubahan karakter dan paradigma berfikir anggota; menjadi muzakki. 4) Program apa saja yang dilaksanakan dan dari mana dana didapatkan untuk proses berjalannya program tersebut?
Program yang dijalankan yaitu pemberian modal usaha dalam bentuk dana bergulir kepada mustahiq di beberapa daerah. Adapun dananya
berasal dari dana zakat DPU Darut Tauhid yang diberikan kepada MiSykat untuk disalurkan kepada mustadh'afin dengan akad Qurdhul Hasan. Artinya akad yang dilakukan untuk meringankan para mustadh'afin dalam memulai usahanya karena para mustadh'afin hanya mengembalikan dana pokoknya saja. 5) Siapa saja yang dapat menjadi anggota binaan MiSykat?
Para mustahiq/mustadh'afin dibeberapa daerah yang terpilih, dalam arti memnuhi kriteria atau persyaratan yang telah ditentukan. 6) Bagaimana proses sosialisasi program MiSykat?
Proses sosialisasi dimulai dengan menginventarisir data mustadh'afin di suatu wilayah untuk kemudian menguji validitas data tersebut berdasar informasi dari kelurahan serta RT/RW setempat. Kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi secara langsung tentang MiSykat kepada masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya distorsi informasi. 7) Bagaimana proses rekrutmen anggota MiSykat?
Proses rekrutmen sendiri dibagi dalam tiga tahap. Pertama, mengutarakan maksud dari program MiSykat melalui kegiatan sosialisasi program. Kedua, menyebarkan formulir pendaftaran kepada calon anggota atau masyarakat yang hadir pada kegiatan sosialisasi.
Setelah
pengambilan
formulir,
data
diolah
dan
mengklasifikasikan keluarga sejahtera dan pra sejahtera. Ketiga, menindaklanjuti data yang telah terkumpul dengan survey dan wawancara langsung ke rumah/tempat tinggalnya masing-masing oleh petugas atau pengurus MiSykat. Setelah itu selesai, maka dilakukan rapat komite penentuan calon anggota yang dihadiri oleh surveyor, koordinator pendamping dan kasubag MiSykat. 8) Bagaimana prosedur yang harus ditempuh oleh calon anggota agar mendapat bantuan dari MiSykat?
Prosedur yang harus ditempuh adalah dengan mengisi formulir proposal pengajuan dana bergulir MiSykat, selanjutnya dilakukan wawancara atas proposal ajuan dananya (analisis usaha). Setelah ditentukan, kemudian bagi mereka yang diterima sebagai anggota MiSykat, diundang untuk hadir ditampat yang telah ditentukan (mesjid), untuk pengesahan menjadi anggota MiSykat, pembentukan majelis dan peresmian majelis. Adapun bagi mereka yang ditolak maka
diberikan surat pemberitahuan bahwa mereka tidak diterima menjadi anggota MiSykat. Bagi anggota yang baru, dana bergulir dapat diajukan ke MiSykat setelah mengikuti pendampingan 8 kali pertemuan dengan pola 2-2-1. 9) Bagaimana pola pendampingan MiSykat?
Pola pendampingan yang dilakukan adalah pembinaan secara rutin kepada kelompok sepekan sekali. Pembinaan berdurasi selama 1jam dan bertempat di rumah anggota berdasar musyawarah anggota, bisa tetap bisa bergiliran. Adapun aspek pembinaan mencakup perubahan karakter dalam satu kelompok dengan entry point simpan pinjam. 10) Apa saja indikator keberhasilan program MiSykat?
Indikator keberhasilan program meliputi : adanya peningkatan penghasilan ekonomi rumah tangga; adanya peningkatan asset majelis; adanya kesinambungan asset program; adanya produktifitas ekonomi anggota; adanya peningkatan akumulasi tabungan anggota; perubahan karakter dan paradigma berfikir anggota; terbentuknya kelompok usaha mikro di majelisnya dan lahirnya muzakki. 11) Apa ekspektasi dari program pendampingan terkait dengan kurikulum pendidikan yang sepertinya mempertimbangkan tiga aspek pengembangan pengetahuan, keterampilan dan penanaman nilai?
Benar sekali, ada tiga aspek yang kita sentuh dalam kurikulum seperti yang anda katakan tadi. Dari aspek pengetahuan, paling tidak anggota tahu tentang definisi, tata cara, dan keuntungan menabung. Dari materi pengembangan keterampilan diharapkan anggota mampu mempunyai keterampilan mengatur dan memenej anggaran keuangan rumah tangga. Seorang kepala keluarga harus dapat membuat jadwal prioritas pembelanjaan kebutuhan pokok secara tertib sesuai dengan kemampuan usahanya. Kalua aspek nilai, mungkin lebih kepada penanaman pengetahuan keislaman yang semoga berimbas dengan karakter pribadi anggota. 12) Bagaimana pengelolaan majelis binaan yang lokasinya jauh?
Yang akan anda teliti misalnya, yaitu majelis al-Amanah di daerah Kabupaten Bandung. Sistem pengelolaan di sana diawasi oleh mitra, berada di bawah tanggung jawab seorang pengurus MiSykat sebagai
koordinator program di wilayah IV Kabupaten Bandung. Dalam pelaksanaan kegiatan, koordinator bekerjasama dengan mitra dengan diawali pemberitahuan kepada pihak berwenang di kelurahan setempat. Bentuk kerjasama antara koordinator dengan mitra adalah kegiatan koordinasi dalam perencanaan kegiatan, pelaksanaan dan pelaporan. 13) Kendala apa yang menghambat pelaksanaan program MiSykat. Jika ada, upaya apa yang dilakukan?
Kendala yang lahir biasanya adalah kredit macet dana bergulir. Seandainya hal ini terjadi maka MiSykat melakukan langkah-langkah secara bertahap meliputi home visit dan musyawarah anggota; menggunakan akumulasi iuran anggota seluruhnya; menggunakan tabungan cadangan; membuat MoU baru ataupun menggunakan tabungan berencana milik anggota masing-masing. 14) Kalau peluangnya seperti apa?
Mungkin banyak potensi lain yang bisa dikembangkan baik dari individu anggota ataupun potensi di lingkungannya. Karena secara akademis belum ada yang meneliti majelis al-Amanah, maka saya harap anda mampu menganalisa potensi-potensi yang bisa jadi peluang untuk pelaksanaan program yang lebih baik di masa yang akan datang. 15) Bagaimana administrasi keuangan dan pola pemberian dana bantuan?
Sistem administrasi keuangan program dikelola terpusat di DPU Daarut Tauhid Bandung sebagai lembaga pusat penerima dana-dana zakat, infaq dan shadaqoh dari para donor dan muzakki khususnya dan kaum muslimin pada umumnya. Bantuan dana awal dianggarkan secara langsung oleh MiSykat, bantuan selanjutnya berdasakan permintaan anggota sesuai dengan plafon anggaran lembaga dengan pertimbangan evaluasi pendampingan pada pemberian dana awal. 16) Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan program?
Yang terlibat dalam pelaksanaan program adalah para pengurus MiSykat, mitra, pendamping serta anggota binaan di beberapa majelis. 17) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan program?
Program ini idealnya 3 tahun, dalam artian anggota majelisnya mandiri. Tahun pertama level pemula, tahun kedua level mandiri dan tahun ketiga level kader.
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK MITRA PENDAMPING MISYKAT Nama
: Ahmad Juhri
Umur
: 42 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan Terakhir
: SLTA
Pekerjaan
: Karyawan swasta
Alamat Rumah
: Desa Margahurip Rt/Rw 05/09 Banjaran
Hari/Tanggal
: Sabtu/16 Agustus 2008
1. Bagaimana gambaran hubungan antara MiSykat dengan mitra?
Mitra itu adalah orang yang dipilih oleh MiSykat untuk mengelola anggota di salah satu majelis binaan. 2. Bagaimana pola rekrutmen mitra dan apa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi mitra?
Maksudnya kenapa saya terpilih gitu? Jadi dulu saya adalah orang yang mengkoordinir dana zakat dari tempat saya bekerja yaitu PT. Panasia. Mungkin karena seringnya saya bulak-balik DPU,
kemudian mereka berinisiatif untuk mengangkat saya menjadi mitra kerja. Adapun syaratnya....Mungkin kita diberi pelatihan dulu dari DPU. 3. Jenis pelatihan seperti apa yang anda dapatkan?
Waktu itu saya di beri training selama 1 minggu di DPU. Materi training meliputi pengenalan tentang program-program DPU serta cara pengumpulan dana dari muzakki. 4. Apa tugas pertama Bapak setelah terpilih menjadi mitra?
Ya mencari anggota untuk mendapatkan dana zakat. Saya lihat banyak anggota masyarakat yang layak mendapatkan bantuan, tapi berhubung DPU membutuhkan 20 orang anggota, maka saya pilih anggota yang terdaftar sekarang ini yang mendapatkan bantuan. 5. Sejak kapan program bantuan dana MiSykat dilaksanakan di daerah ini?
Pelaksanaan
program
pemberdayaan
melalui
kegiatan
pendampingan di majelis al-Amanah secara efektif dimulai sejak Agustus 2006 6. Bagaimana persepsi Bapak dan masyarakat tentang MiSykat?
Kami memandang bahwa program pemberdayaan berbasis syari’ah adalah program yang merupakan kegiatan bantuan sosial kemanusiaan dari DPU Daarut Tauhid dalam bentuk bantuan dana usaha bergulir disertai pendampingan pekanan yang berguna untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan. 7. Berapa banyak jumlah penyandang masalah kesejahteraan yang Bapak ketahui di Desa margahurip khususnya wilayah Rt 05?
Tepatnya mungkin saya tidak tahu, tapi sebagian besar warga Rt 05 di sini bisa dikategorikan sebagai mustahiq. Anda bisa lihat dari kondisi rumah dan lingkungan di sini, sebagaian besar para bapak bekerja berdagang di kota dan ibunya bekerja rumahan. Ada yang usaha berdagang ataupun usaha rumahan lainnya seperti membuat kerupuk. Saya disuruh untuk mengkoordinir warga sebanyak 20 orang untuk membuat majelis binaan untuk kemudian mendapatkan bantuan dana usaha dari DPU.
8. Apakah mayoritas mustahiq di wilayah binaan saudara, telah mendapatkan bantuan dari MiSykat?
Yang termasuk anggota sejauh ini cuma 20 orang saja. 9. Apakah sudah ada program yang dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan mustahiq di wilayah binaan saudara dari lembaga swasta?
Sebatas yang saya ketahui tidak ada. 10. Apakah sudah ada program yang dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan mustahiq di wilayah binaan saudara dari lembaga pemerintah?
Belum ada juga tuh (sambil melirik ke arah istrinya yang mungkin mengetahui informasi terkait dengan pertanyaan saya). 11. Terkait dengan pola pendampingan, kan ada tiga hal yang menjadi objek studi pendampingan yaitu pengembangan pengetahuan, keterampilan dan nilai. Menurut Bapak bagaimana?
Betul. Hal itu tergambar dari materi-materi yang disampaikan. Pengetahuan tentang tabungan misalnya, semenjak mereka mengetahui itu, mereka lebih peka terhadap manfaat menabung. Selain itu, pengetahuan-pengetahuan keagamaan telah mampu memberikan dampak positif bagi anggota dalam menjalani kegiatan sehari-hari.
Yang
menarik
mungkin
pada
pengembangan
keterampilan anggota yang lebih menekankan pada keterampilan pengorganisasian rumah tangga. Mungkin dari beberapa materi yang disampaikan, materi pengorganisasian rumah tangga telah mampu
memfasilitasi
anggota
dalam
upaya
menambah
keterampilan dalam mengatur keuangan rumah tangga. 12. Keterampilan lain yang pernah diberikan misalnya?
-dengan dibantu oleh istrinya-, beliau mengatakan bahwa dulu pernah diberikan pelatihan membuat sabun colek, jepit pita rambut dan membuat payet kerudung. Walaupun pada perkembangannya, ketiga jenis keterampilan yang diberikan juga tidak bertahan lama. Hal ini dikarenakan banyak dari anggota yang bedagang diluar daerah, sehingga tidak mampu melanjutkan kegiatan tersebut. Sampai saat ini, hanya keterampilan membuat payet kerudung
yang tetap bertahan, itupun anggota yang terlibat yang rumahnya dekat-dekat rumah saya. 13. Adakah pengalaman menarik dari anggota yang pernah Bapak alami?
Emmmmm….mungkin dulu pada awal-awal pendampingan pernah ada seorang Ibu yang datang ke rumah untuk ngadu tentang masalah pribadinya. Dia berniat untuk keluar dari keanggotaan, karena kehidupan ekonominya agak bermasalah beberapa bulan terakhir katanya. Ibu itu bilang untuk ongkos anak-anaknya yang SMP saja harus pinjam sana-sini, padahal biasanya untuk pergi sekolah anaknya tinggal pergi, tapi kali ini mesti nunggu dulu pinjem
pada
tetangga.
Kemudian
ibu
itu
bilang
–sambil
membayangkan keadaan pada waktu itu- lebih baik saya keluar saja dari anggota MiSykat soalnya kehidupan sehari-hari saya tidak seperti dulu lagi. Saya sudah cape menjalaninya dan malas untuk ikut-ikutan kegiatan apapun.......". tapi dengan pendekatan oleh Pak Iwan dari MiSykat, ibu tersebut akhirnya mengurungkan niatnya itu.
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK ANGGOTA BINAAN MISYKAT Nama
: Tini
Umur
: 24 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan Terakhir
: SMP
Jumlah Tanggungan Keluarga Pekerjaan Pendapatan Perbulan
: 3 Orang
: :
Alamat Rumah
: Ds. Margahurip RT 01/05
Nama Majelis
: al-Amanah
Hari/Tanggal
: Sabtu, 23 Agustus 2008
1. Darimana saudara/I mengetahui keberadaan program MiSykat?
Dari Pak Ahmad Juhri 2. Persyaratan apa saja yang saudara/I berikan untuk mengikuti program MiSykat?
Maksudnya…..?Oh, paling ngisi formulir aja. 3. Kegiatan apa saja yang saudara/I ketahui dari MiSykat?
Yaa…ada pengajian. Ya pendampingan aja lah… 4. Apa saja yang saudara/I pelajari dan dapatkan dari program pendampingan?Jelaskan!
Ya banyak….ada tentang menabung (sambil termenung sebentar), kemudian
juga
tentang
pengetahuan
agama,
banyak
lah
pokoknya.hehe….. 5. Bagaimana pengaruh pendampingan MiSykat terhadap pengetahuan saudara/I?Jelaskan!
Pengaruhnya….misalkan dulu gimana ya, saya sulit pisan menabung, maklum pendapatan juga pas-pasan. Tetapi setelah ikut MiSykat, saya mengerti tentang menabung, mengerti tentang tabungan berencana dan saya pun merasakan manfaat setelah mempraktekannya. 6. Jenis pelatihan keterampilan seperti apa yang saudara/I dapatkan dari pendampingan?Jelaskan!
Yang terakhir membuat payet kerudung. Dulu kan sempat ada keterampilan membuat sabun colek, tapi tidak berjalan lama ya Pak (sambil menoleh ke arah Pak Juhri) 7.
Apakah
pola
pembiayaan
efektif
dan
mampu
diterima
oleh
saudara/I?Apa alasannya? –dilihat dari pola pembiayaan yang harus melewati beberapa pertemuan dan pola 2-2-1-
Ya nggak apa-apa sih saya mah, kan sudah peraturannya seperti itu. 8. Bagaimana pengaruh besarnya bantuan terhadap penghasilan ekonomi rumah tangga saudara/I?
Lumayan lah untuk menambah modal. 9. Bagaimana proses pengembalian dana usaha apakah mengalami hambatan atau tidak?Jelaskan!
Tidak ada. (argumennya kemudian diperkuat oleh keterangan Pak Ahmad Juhri bahwa majelis al-Amanah adalah majelis yang paling tidak bermasalah dalam hal pengembalian dana usaha. 10. Adakah saran atau masukan dari saudara/I untuk kelanjutan program?
Yaa….udah cukup lah.
Nama
: Entin
Umur
:
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan Terakhir
: SD
Jumlah Tanggungan Keluarga Pekerjaan
:2
: Dagang
Pendapatan Perbulan
:-
Alamat Rumah
: Ds. Margahurip RT 01/05
Nama Majelis
: al-Amanah
Hari/Tanggal
: Sabtu, 23 Agustus 2008
1. Darimana saudara/I mengetahui keberadaan program MiSykat?
Dari Pak Ahmad Juhri 2. Persyaratan apa saja yang saudara/I berikan untuk mengikuti program MiSykat?
Persyaratannya, dulu itu paling mengisi formulir. Lalu ada dari DPU datang (Survey, pen.), terus langsung ikut pendampingan. 3. Kegiatan apa saja yang saudara/I ketahui dari MiSykat?
Kegiatannya pendampingan aja. 4. Apa saja yang saudara/I pelajari dan dapatkan dari program pendampingan?Jelaskan!
Banyak Pak ya (sambil meminta konfirmasi dari Pak Ahmad Juhri), belajarbelajar tentang agama, belajar menabung ke Bank, banyak lah. 5. Bagaimana pengaruh pendampingan MiSykat terhadap pengetahuan saudara/I?Jelaskan!
Pengaruhnya, setelah ikut MiSykat, saya mengerti tentang tabungan berencana dan bagaimana menabung di Bank. Dan mungkin saya akan terus membiasakan menabung. 6. Bagaimana pengaruh kurikulum MiSykat terhadap pengetahuan keagamaan saudara/I?Jelaskan!
Apa
ya...(sambil
tersenyum
dia
mengatakan)
dulu
saya
hanya
mengucapkan kalimat bismillahirrahmanirrahim tanpa tahu bagaimana menuliskannya. Tapi setelah mengikuti materi pendampingan, saya diajari bagaimana cara menuliskan kalimat bismillahirrahmanirrahim dengan menggunakan hurup arab. 7. Jenis pelatihan keterampilan seperti apa yang saudara/I dapatkan dari pendampingan?Jelaskan!
Dulu sempat ada membuat sabun colek, tapi tidak lama. Saya nya pun malas, karena warung sering di tinggal-tinggal. 8.
Apakah
pola
pembiayaan
efektif
dan
mampu
diterima
oleh
saudara/I?Apa alasannya? –dilihat dari pola pembiayaan yang harus melewati beberapa pertemuan dan pola 2-2-1-
Ya nggak apa-apa, itu kan aturan dari sana nya. 9. Bagaimana pengaruh besarnya bantuan terhadap penghasilan ekonomi rumah tangga saudara/I?
Untuk nambah-nambah modal Pak (dalam perbincangan itu, suami Ibu Entin mengomentari tentang dulu yang pernah pinjam modal ke rentenir, Ibu Entin pun menjelaskan), iya, karena dulu sebelum ada MiSykat, sudah pinjam modal ke rentenir, bunganya 20% satu bulan, waktu itu saya pinjam 100.000, sebulan kemudian di bayar 120.000. 10. Bagaimana proses pengembalian dana usaha apakah mengalami hambatan atau tidak?Jelaskan!
Nggak ada lah ya, lancar-lancar aja. 11. Adakah saran atau masukan dari saudara/I untuk kelanjutan program?
Nggak ada lah, udah cukup.
Nama
: Engkom
Umur
:
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan Terakhir
: SMA
Jumlah Tanggungan Keluarga Pekerjaan
:2
: Dagang/Usaha rumahan
Pendapatan Perbulan
:-
Alamat Rumah
: Ds. Margahurip RT 03/05
Nama Majelis
: al-Amanah
Hari/Tanggal
: Sabtu, 23 Agustus 2008
1. Darimana saudara/I mengetahui keberadaan program MiSykat?
Dari Pak Ahmad Juhri 2. Persyaratan apa saja yang saudara/I berikan untuk mengikuti program MiSykat?
Persyaratannya apa ya…lupa lagi.hehe…(saya perjelas dengan mengisi formulir mungkin), ya itu lah. 3. Kegiatan apa saja yang saudara/I ketahui dari MiSykat?
Sekitar pendampingan aja paling juga. 4. Apa saja yang saudara/I pelajari dan dapatkan dari program pendampingan?Jelaskan!
Ada belajar agama, menabung, ngatur uang rumah tangga, banyak. 5. Bagaimana pengaruh pendampingan MiSykat terhadap pengetahuan saudara/I?Jelaskan!
Bagaimana ya...mungkin duli itu saya sebelumnya boro-boro mengerti tentang Islam, membaca al-Quran saja saya tidak bisa. Tapi setelah ikut MiSykat, jadi tahu apa itu tawakkal, sabar terus bagaimana ekonomi rumah tangga bisa secara islami gitu. Pengetahuan saya bertambah Pak. 6. Jenis pelatihan keterampilan seperti apa yang saudara/I dapatkan dari pendampingan?Jelaskan!
Dulu ada keterampilan membuat sabun colek, tapi saya tidak ikut, maklum rumah saya agak jauh dari Pak Ahmad (Ahmad Juhri, pen.). 7.
Apakah
pola
pembiayaan
efektif
dan
mampu
diterima
oleh
saudara/I?Apa alasannya? –dilihat dari pola pembiayaan yang harus melewati beberapa pertemuan dan pola 2-2-1-
Efektif-efektif saja lah..nggak apa-apa, kan supaya sesama anggota lebih akrab, saling bertanggung jawab. 8. Bagaimana pengaruh besarnya bantuan terhadap penghasilan ekonomi rumah tangga saudara/I?
Lumayan untuk nambah modal usaha. 9. Bagaimana proses pengembalian dana usaha apakah mengalami hambatan atau tidak?Jelaskan!
Nggak ada, lancar aja. 10. Adakah saran atau masukan dari saudara/I untuk kelanjutan program?
Sarannya, ditambah lagi dana bantuannya.hehe…..
SURAT PERJANJIAN QORDHUL HASAN
Dengan senantiasa mengharap Ridho Allah SWT, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: M.Oha Khoer M.Pd
Jabatan
: Koordinator Program Ekonomi
Bertindak untuk dan atas nama Misykat Dompet Peduli Ummat Daarut Tahuiid Bandung selanjutnya disebut sebagai pihak kesatu. Nama
:
Alamat
:
Bertindak untuk dan atas nama diri sendiri selanjutnya disebut sebagai pihak kedua
Pihak kesatu dan pihak kedua bersepakat untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian Qordhul Hasan sebagai berikut : 1.
Pihak kesatu meminjamkan uang sebesar Rp. ………………..... (……………….. …………………)
2.
Pihak kedua dengan ini menyatakan mengaku berhutang kepada pihak kesatu senilai sebagaimana tercantum pada butir satu perjanjian ini.
3.
Jangka
waktu
pembayaran
ialah
…..
Pekan
yakni
mulai
tanggal
…...................……..200... sampai dengan tanggal …...................……..200.. 4.
Cicilan dilakukan setiap pekan pada pertemuan kelompok atau majelis.
5.
Besarnya
pembayaran
cicilan
adalah
sebesar
Rp.
……….....
(……………………. ………........................…) 6.
Sesuai dengan ketentuan Misykat maka pihak kedua selain membayar cicilan pinjaman, wajib membayar tabungan cadangan yang untuk akad ini adalah sebesar Rp. ………… (…………………………………..) .
7.
Pihak kedua menyatakan bahwa pinjaman tersebut hanya akan digunakan untuk kepentingan pengembangan usaha yang halal dan tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang di Indonesia.
8.
Bila ternyata pada butir 7 (tujuh) perjanjian ini terbukti tidak dilakukan, maka perjanjian dinyatakan batal dan pihak kedua diwajibkan membayar lunas sebesar nilai yang tercantum pada butir perjanjian ini.
9.
Segala perselisihan berkenaan dengan perjanjian ini akan diselesaikan dengan cara musyawarah .
10. Bila cara butir 9 (sembilan) perjanjian ini tidak menyelesaikan masalah, maka akan diselesaikan di Badan Arbitrase Muamalah Indonesia.
Perjanjian ini dibuat pada Bandung,…………………. 200....
Pihak Kesatu
M.Oha Khoer
Saksi I
……………….
Pihak Kedua
……………….
Saksi II
……………….
FORMULIR PENDAFTARAN CALON PESERTA ANGGOTA MISYKAT DPU DAARUT TAHUIID BANDUNG