Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
PERANAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA Tina Melinda Universitas Ciputra, email :
[email protected] Program Studi International Business Management
ABSTRAK Perekonomian dunia sedang mengalami perubahan yang mendasar pada kekuatan daya saingnya, dari yang berdasar pada kekayaan sumber daya alam serta upah buruh yang murah, menjadi daya saing yang ditopang oleh kemampuan bangsa tersebut untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni. Inovasi dan keunggulan kompetitif merupakan hal yang mutlak harus dicapai dan dilaksanakan perusahaan untuk merespon lingkungan bisnis yang makin kompetitif dan berkembang yang diindikasikan oleh perkembangan tehnologi komunikasi maupun tehnologi informasi. Manajemen Pengetahuan sebagai suatu subyek, dimana, informasi, pengetahuan, pengalaman, modal intelektual, menjadi sumber daya komersial yang utama. Pengetahuan harus dikelola melalui system manajemen pengetahuan dengan menggunakan lima fase yaitu Knowledge Creation, Knowledge Validation, Knowledge Presentation, Knowledge Distribution dan Knowledge Application. Manajemen Pengetahuan telah menjadi faktor penentu keberhasilan organisasi karena manusia di dalam organisasi makin produktif untuk menumbuhkembangkan dan berbagi pengetahuannya, hal ini merupakan modal yang unik dan sulit direplikasi oleh pesaing. Keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitasnya melalui restrukturisasi operasi, penurunan biaya, peningkatan kualitas barang dan jasa, inovasi, dan pengembangan produk baru akan sangat menentukan daya saing suatu bangsa. Kata kunci: Manajemen Pengetahuan, daya saing, inovasi, keunggulan kompetitif
PENDAHULUAN Globalisasi adalah sebuah era yang tidak dapat dihindarkan. Saat ini, semua bangsa sedang bersaing untuk menjadi yang terdepan dalam era persaingan. Daya saing menjadi sebuah senjata yang paling ampuh dalam memenangkan persaingan pasar. Berbicara tentang persaingan antar bangsa, tentu saja setiap bangsa dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi. Bangsa yang memiliki daya saing tinggi ditandai dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang andal, penguasaan pengetahuan yang tinggi, dan penguasaan perekonomian global. Dengan modal pengetahuan, perusahaan dapat menjadi yang terdepan dalam memberikan solusi dan melakukan inovasi. Semua ahli manajemen maupun pelaku usaha sepakat bahwa kunci untuk menjadi pemenang ada di inovasi. Baik itu inovasi dalam sebuah produk, inovasi dalam pelayanan dan pemasaran, maupun inovasi dalam memberikan reward yang terbaik kepada karyawan dan pelanggan. Prof. Leif Edvisson, pakar manajemen organisasi, mengungkapkan bahwa rasio nilai modal intelektual atau pengetahuan terhadap modal fisik adalah 5:1, sedangkan rasio nilai modal intelektual terhadap modal keuangan adalah 16:1, ini berarti pengetahuan menjadi aset terpenting bagi perusahaan dalam mewujudkan daya saing dan memenangkan persaingan.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 telah menyebabkan Indonesia terpuruk daya saingnya di dunia Internasional. Dari sektor ekonomi, disadari bahwa upaya untuk bangkit dari krisis ekonomi masih belum mencapai hasil yang memuaskan. Harian Kompas pada 22 September 2006 mengutip suatu laporan tentang survei persaingan global tahun 2006-2007 yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) yang menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat 50 dari 125 negara. Pada periode survei sebelumnya Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 107 negara. Singapura (urutan ke 5), Jepang (ke 7), Malaysia (ke 26), Thailand (ke 35), dan India (ke 43). Survei yang sama dilakukan oleh International Institute for Management (IMD) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei. Indonesia dinilai terendah bila dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Parameter penilaian yang digunakan mengandung aspek-aspek seperti kontribusi sains, tehnologi dan SDM terhadap dunia usaha atau perilaku inovatif perusahaan. Terkait dengan iklim usaha yang diukur dengan tingkat kemudahan berbisnis bagi calon investor di Indonesia (Tjakraatmadja, 2006), menunjukan bahwa pada tahun 2006 ini Indonesia menduduki urutan 135 dalam indeks kemudahan bisnis dari 177 negara yang disurvei Bank Dunia dan International Finance Corporation atau turun dari posisi 131 pada tahun 2005. Untuk mengukur tingkat kenyamanan berbisnis di suatu Negara, digunakan 10 indikator yaitu: tingkat kemudahan untuk memulai usaha, berurusan dengan lisensi, mempekerjakan pegawai, mendaftarkan property, mendapatkan kredit, melindungi investor, membayar pajak, perdagangan antar negara, menerapkan kontrak dan menutup usaha. Sebetulnya bangsa Indonesia juga sudah melakukan perbaikan di bidang-bidang tersebut, hanya hasilnya kalah cepat dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN yang lain. Seperti Singapura pada urutan pertama, Thailand urutan ke 18, Malaysia urutan 25, Vietnam urutan 104. Menurut Toffler (1980) dalam bukunya The Third Wave membagi sejarah peradaban manusia dalam tiga gelombang perubahan, yaitu era manual, era mesin industri dan era pengetahuan. Pada era manual yang menjadi faktor dominan dari manusia adalah energi atau otot karena produktivitas sangat ditentukan oleh enerji fisik yang dimiliki pekerja. Era mesin industri yang menjadi faktor dominant dari manusia adalah keterampilan bekerja dengan menggunakan mesin karena produktivitas sangat ditentukan oleh tingkat keterampilan para pekerja dalam mengatur serta mengoperasikan mesin-mesin industri. Era ketiga atau disebut dengan era pengetahuan adalah suatu zaman dimana faktor manusia yang dominan dibutuhkan untuk mengelola sistem kerja yaitu berupa kualitas pikiran (Knowledge content) yang digunakan dan diinternalisasikan pada setiap proses produksi yang diwujudkan. Kualitas pikiran yang dimaksudkan di sini bisa dalam bentuk kreativitas ataupun dalam bentuk keterampilan dalam mengeksploitasikan tacid knowledge dalam praktek. Pada era pengetahuan, pengetahuan telah menjadi modal virtual (human capital) yang sangat menetukan perkembangan serta sekaligus pertumbuhan organisasi. Pada era pengetahuan tehnologi semakin tumbuh dan berkembang serta telah melahirkan tatanan kehidupan baru, yang memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan era manual atau era mesin industri. Ada tiga ciri (Tjakraatmadja, 2006)yang dapat digunakan untuk menggambarkan karakteristik tatanan kehidupan di era pengetahuan, yaitu: (1) Informasi mudah diperoleh dan sekaligus dapat kadaluwarsa dengan cepat. (2) Permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari semakin kompleks. (3) Pola perubahan dalam bidangbidang politik, ekonomi, sosial dan budaya berpengaruh signifikan pada kelangsungan
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
organisasi karena semakin sulit diprediksi. Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci yang mempengaruhi daya saing bangsa. Masalah Sumber Daya Manusia yang rendah menyebabkan proses pembangunan yang selama ini berjalan kurang didukung oleh produktivitas dan kualitas tenaga kerja yang memadai. Kita memerlukan kader-kader terbaik bangsa yang memiliki kecerdasan tinggi, sikap mental prima, unggul dan berdaya saing tinggi, kemampuan handal dengan nasionalisme sejati Daya saing bangsa dapat kita capai dengan meningkatkan kualitas SDM, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesesuai, perbaikan kondisi ekonomi mikro dan makro serta perbaikan kualitas lembaga publik. Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat terkait erat dengan kemampuan bangsa tersebut dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai perangkat lunak aplikasi telah dikembangkan dan dimanfaatkan dalam sistem pelayanan yang inovatif serta memuaskan pelanggan dan pengguna, serta mampu menghasilkan sumber daya dan produk yang kompetitif dan berdaya saing tinggi. Salah satu peluang untuk meningkatkan daya saing bangsa adalah melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Data, Informasi dan Pengetahuan Menurut Pratomo (2004) data adalah kumpulan fakta obyektif mengenai sebuah kejadian. Sementara informasi adalah data yang sudah diolah, biasanya menggunakan aturan statistika, sehingga mengandung arti. Pengetahuan sebagai kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar. Menurut Teskey (1989) data merupakan entitas yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Informasi merupakan kumpulan data yang terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan antar entitas. Sedangkan pengetahuan merupakan model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat berubah sejalan dengan perkembangan informasi yang dimiliki dalam pikirannya. Menurut Powel (2003) data adalah koleksi terstruktur dari kumpulan fakta. Informasi adalah data atau fakta yang memiliki arti. Sedangkan pengetahuan merupakan hasil atau keluaran atau nilai dari informasi. Pandangan sedikit berbeda dinyatakan Davenport dan Prusak (1998) bahwa data bersifat diskrit: yaiitu fakta-fakta objektif mengenai kejadian atau objek-objek tertentu. Data akan menjadi informasi jika diolah (disortir, dianalisis dan ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik atau tabel). Tiwana (2000) secara menarik menggambarkan bahwa informasi adalah data yang telah memiliki nilai (value) karena telah mengalami kontekstualisasi (dikategorikan, dikalkulasi, diperbaiki dan diolah). Manajemen pengetahuan (Hendrik, 2003) terdiri dari kata manajemen dan pengetahuan. Untuk manajemen dapat diartikan sebagai suatu cara untuk merencanakan, mengumpulkan dan mengorganisi, memimpin dan mengendalikan sumber daya untuk suatu tujuan, sedangkan pengetahuan adalah data dan informasi yang digabung dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan, motivasi dari sumber yang kompeten. Sumber pengetahuan bisa berupa banyak bentuk, seperti koran, majalah, email dan lain-lain. Jadi untuk pengertian manajemen pengetahuan adalah merencanakan, mengumpulkan dan mengorganisir, memimpin dan mengendalikan data dan informasi yang telah digabung dengan berbagai bentuk pemikiran dan analisa dari macam-macam sumber yang kompeten.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Dalam hal ini, manajemen pengetahuan merupakan proses sistematik untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyarikan dan menyajikan informasi dengan cara tertentu, sehingga para pekerja mampu memanfaatkan dan meningkatkan penguasaan pengetahuan dalam suatu bidang kajian yang spesifik, untuk kemudian menginstitusionalkannya menjadi pengetahuan perusahaan. Pengetahuan Sebagai Dasar Kekuatan Yang Menentukan Daya Saing Untuk mewujudkan organisasi yang mampu tumbuh dan berkembang, dibutuhkan modal, yaitu segala bentuk kekayaan yang dapat digunakan untuk menghasilkan kekayaaan (market value) yang lebih besar. Di era ekonomi pengetahuan kini dikenal dua jenis modal organisasi, yaitu modal fisik dan modal virtual (human capital). Modal fisik merupakan kekayaan perusahaan yang tercatat dalam akuntansi, biasanya berupa mesin, peralatan, gedung, tanah dan kekayaan fisik lainnya. Sedangkan modal virtual organisasi merupakan modal yang tidak berwujud dan tidak terukur, sehingga sulit dicatat dalam akuntansi namun dapat dirasakan keberadaan dan kontribusinya pada perkembangan organisasi. Menurut pendapat Roos (1996) modal virtual organisasi adalah modal intelektual, yaitu modal yang tidak terlihat secara nyata, namun memberikan nilai tambah yang sangat besar bagi stakeholders, sedangkan Brooking (1996) menyatakan modal intelektual sebagai aset yang tidak terlihat yang merupakan gabungan dari faktor manusia, proses dan pelanggan, yang memberikan keunggulan kompetitif bagi suatu perusahaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa modal virtual organisasi bersumber dari pengetahuan pekerja (human capital), yang menjadi sumber untuk menciptakan keunggulan dalam menjalankan usaha atau menggunakan tehnologi yang cenderung terus berkembang di masa depan. Modal virtual suatu organisasi dapat menjadi aset organisasi untuk menghasilkan kekayaan yang lebih besar, sehingga sangat berperan dalam meningkatkan nilai tambah (market value) perusahaan. Mengacu pendapat dari Chattel (1995) yang mengemukakan bahwa organisasi masa depan adalah organisasi yang inovatif, adaptif dan responsive terhadap perubahan yang terjadi, agar mampu bertahan dan menang dalam persaingan, maka tidaklah berlebihan bila diperlukan Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi lebih dan hal itu akan dapat terealisasi manakala sumber daya manusia yang dimiliki dapat berfungsi sebagai human capital Human capital merupakan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan professional atau human capital dapat dipahami sebagai capital yang berkait erat dengan keberadaan manusia dalam organisasi. Manusia dalam konteks manajemen pengetahuan (knowledge management) adalah sumber pengetahuan, inovasi dan pembaruan. Manusia merupakan intangible resources yang diyakini mampu mengembangkan pengetahuan atau knowledge, artinya semakin baik knowledge atau pengetahuan yang diterima manusia maka pengetahuan itu akan dapat menciptakan pengetahuan baru yang lebih baik lagi. Sumber daya manusia yang dipahami sebagai human capital, profil sumber daya manusia lebih kearah profil sebagai thinker atau pemikir. Berkaitan dengan proses pengembangan sumber daya manusia maka fokus utama terletak pada value creation sehingga dalam hal ini belum tentu proses pengembangan dilakukan melalui pelatihan atau sejenisnya namun dapat juga dilakukan melalui media lain untuk mencari knowledge baru sebagai dasar pengembangan knowledge yang sekarang dimiliki. Melalui knowledge baru tersebut sumber daya manusia akan berpikir untuk melakukan
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
pembaruan terutama berkait dengan tingkat kompetensi sumber daya manusia yang bersangkutan. Ada dua hal yang mendukung kontribusi investasi human capital di dalam organisasi, Pertama, karyawan dengan human capital tinggi lebih memungkinkan untuk memberikan lanyanan yang konsisten dan berkualitas tinggi, dengan demikian organisasi , tempat di mana mereka bekerja dapat mempertahankan pelanggan atau menarik pelanggan baru. Kedua pelanggan potensial dapat mempergunakan kualitas human capital dari karyawan suatu organisasi sebagai penyaring untuk memilih layanan yang disediakan. Jika karyawan dalam sebuah organisasi dipetakan, menurut (Stewart,1997) dapat dikategorikan dalam empat kuadran. (lihat tabel 1). Pada kuadran kiri bawah, berisi pekerja setengah terampil, organisasi memerlukan orang seperti ini, tetapi kesuksesan organisasi tidak tergantung pada karyawan sebagai individu. Pada kuadran kiri atas merupakan kumpulan karyawan yang memiliki keterampilan dan sulit digantikan serta melakukan pekerjaan yang penting tetapi memiliki nilai tambah yang rendah bagi pelanggan. Pada kuadran kanan bawah memiliki nilai tambah yang tinggi bagi pelanggan, namun sebagai individu mereka kurang berguna dan mudah untuk digantikan. Pada kuadran kanan atas, adalah orang-orang yang tidak tergantikan dalam organisasi dan hampir tidak tergantikan sebagai individu. Human capital yang berada pada kuadran kanan atas merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan pengalaman dalam menciptakan produk dan jasa yang menjadi sumber berpindahnya pelanggan ke pesaing. Semakin besar intensitas human capital sebuah organisasi, yaitu semakin besar persentase individu yang sulit digantikan dan menghasilkan nilai tambah yang tinggi bagi pelanggan maka semakin kuat organisasi dalam menghadapi pesaingnya, karena akan lebih sulit bagi para pesaingnya untuk menyamai ketrampilan yang dimiliki organisasi tersebut. Tabel 1. Peran Dan Nilai Tambah Sumber Daya Manusia
Peran Sulit digantikan, nilai tambah rendah Sulit digantikan, nilai tambah tinggi Mudah digantikan, nilai tambah rendah
Mudah digantikan, nilai tambah tinggi
Nilai tambah
Sumber : Stewart, 1997
Agar intensitas human capital meningkat ada beberapa hal yang dapat dilakukan, untuk karyawan yang terletak pada kuadran kiri bawah dapat dilakukan otomatisasi, pada kuadran kiri atas dapat diubah dengan menambah nilai informasi sehingga menciptakan manfaat bagi pelanggan. Pada kuadran kanan bawah dapat dilakukan outsourcing karena nilai tambahnya tinggi bagi pelanggan namun mudah untuk digantikan. Sedangkan untuk kuadran kanan atas maka organisasi harus melakukan investasi karena karyawan tersebut sulit digantikan secara individu dan memiliki nilai tambah yang tinggi bagi organisasi.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008 Tabel 2 Peran, Nilai Tambah Dan Tranformasi Sumber Daya Manusia
Peran Sulit digantikan, nilai tambah rendah Sulit digantikan, nilai tambah tinggi Informasi Invesatasi Mudah digantikan, nilai tambah Mudah digantikan, nilai tambah tinggi rendah Otomatisasi Outsources Nilai tambah
Sumber : Stewart, 1997
Menurut Nonaka dan Hiratoka (1995), konsep tentang pengetahuan yang perlu dimiliki oleh suatu organisasi sebagai dasar kekuatan yang menentukan daya saing suatu entitas bisnis di masa kini. Untuk menunjang era revolusi informasi, suatu organisasi perlu memiliki pengetahuan eksplicit (know How) dan pengetahuan Tacit (know why) secara seimbang dan berkelanjutan. Organisasi dapat dinyatakan telah memiliki pengetahuan eksplicit jika setiap anggota organisasi tersebut telah mampu merealisasikan pengetahuan tasitnya menjadi sistem dan prosedur operasional organisasi yang baik, dan pada akhirnya para anggota akan memiliki potensi untuk memahami dan menguasai teori-teori maupun prisnsip-prinsip yang lebih universal (know why). Selanjutnya, pengetahuan tacit yang dimiliki suatu organisasi sebenarnya merupakan cerminan dari penguasaan pengetahuan tacit yang dimiliki para anggotanya. Pengetahuan tasit setiap individu bersifat virtual, yang lebih sulit diwujudkan dalam organisasi, namun sebenarnya merupakan sumber enerji potensial suatu organisasi. Pengetahuan merupakan sumber daya utama dan memiliki peran penting untuk pencapaian keunggulan kompetitif berkelanjutan. Selain itu melalui aplikasi pengetahuan, diharapkan profitabilitas akan meningkat melalui penciptaan nilai pelanggan sebagai fokus utama. Melalui aplikasi pengetahuan dikaitkan dengan keterampilan SDM yang terlibat dalam setiap proses, organisasi dapat menyusun strategi bisnis yang secara otomatis mempengaruhi strategi kompetitifnya. Dengan perkataan lain, strategi manajemen pengetahuan harus merefleksikan strategi kompetitif. Sebaliknya strategi kompetitif harus bisa mengarahkan strategi manajemen pengetahuan. Menurut Hamel (dalam Civi, 2000) efisiensi organisasi dan akumulasi pengetahuan menentukan keunggulan kompetitif organisasi. Sebagai salah satu aset kompetitif, pengetahuan harus dimiliki setiap individu untuk dapat mengembangkan keterampilan, sehingga melalui penguasaan pengetahuan dan keterampilan individu dapat mengelola karir mereka sendiri. Oleh karenanya pengetahuan harus dikelola melalui sistem manajemen pengetahuan. Pengembangan sistem tersebut mencakup lima fase yang memungkinkan organisasi untuk mempelajari dan merefleksikan pengetahuan yang akan dikembangkan. Kelima fase (Anatan,2007) tersebut adalah penciptaan pengetahuan (knowledge creation), pengesahan pengetahuan (knowledge validation), pengenalan atau penyajian pengetahun (knowledge presentation), pendistribusian pengetahuan (knowledge distribution) dan penerapan pengetahuan (knowledge application) seperti dijelaskan melalui Gambar 1.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Pengesahan pengetahuan
Penciptaan Pengetahuan
Pengenalan Pengetahuan
Aplikasi Pengetahuan
Distribusi Pengetahuan
Gambar 1. Aktivitas proses manajemen Pengetahuan Sumber : Bhatt, 2001
Fase pertama, penciptaan pengetahuan, merupakan kemampuan organisasi untuk mengembangkan dan memanfaatkan ide dan solusi dengan mengkombinasikan dan membentuk pengetahuan melalui interaksi yang berbeda-beda. Fase Kedua, pengesahan pengetahuan, menunjukan luasnya cakupan suatu organisasi dapat merefleksikan dan mengevaluasi keefektifan lingkungan organisasi yang ada. Pada fase ini proses kontrol, pengujian, dan pemilihan atau penyaringan pengetahuan dilakukan untuk menyesuaikan dengan realita yang ada. Fase ketiga, pengenalan pengetahuan, menunjukan bagaimana pengetahuan diperlihatkan pada anggota organisasi karena masing-masing organisasi memiliki gaya yang berbeda-beda, seringkali individu memiliki kesulitan untuk membentuk, mengkombinasikan dan mengintegrasikan pengetahuan dari sumber yang berbeda-beda, dan terpisah. Oleh karena itu organisasi dapat memiliki dan menggunakasn kodifikasi, standar, dan skema program untuk mempresentasikan informasi dan pengetahuan. Fase keempat, distribusi pengetahuan yang pada fase ini pengetahuan harus didistribusikan dan disebarkan melalui organisasi. Distribusi bisa dilaksanakan melalui email, intranet, buletin organisasi yang memungkinkan anggota organisasi untuk melakukan debat, diskusi dan menginteprestasikan informasi melalui perspektif yang berbeda-beda. Fase kelima, penerapan pengetahuan, yang menekankan pengetahuan harus diterapkan dalam produk, proses dan jasa. Hal ini dikarenakan jika organisasi tidak menemukan tempat yang tepat untuk menempatkan pengetahuan, perusahaan akan kesulitan untuk menciptakan keunggulan kompetitif, artinya perusahaan mengembangkan pengetahuan lebih aktif dan relevan untuk meningkatkan nilai. Untuk meningkatkan daya saing perusahaan harus berupaya untuk meningkatkan kinerja SDM dengan meningkatkan keahlian dan keterampilan untuk mempersiapkan SDM dalam promosi jabatan maupun pemecahan masalah yang dihadapi perusahaan. Peningkatan kinerja ini dapat dilakukan melalui proses pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM. Pendidikan dan pelatihan menitikberatkan pada beberapa jenis keterampilan dan keahlian yang relatif sejenis serta dilakukan dalam jangka pendek, sedangkan proses pengembangan SDM lebih berorientasi pada peningkatan keterampilan dan keahlian yang lebih luas dan beragam serta dapat dilakukan dalam jangka panjang. (Carrel, Elbert, dan Hatfield, 1995). Keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan daya saing sangat bergantung pada efektifitas dan efisiensi operasional dan strategi bisnis yang diterapkan oleh perusahaan. Menurut Flaherty (1996) menyebutkan lima tingkat efisiensi dan efektifitas perusahaan, meliputi restrukturisasi operasi, penurunan biaya operasi, peningkatan kualitas barang dan jasa, inovasi secara terus menerus, dan pengembangan produk baru
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
KESIMPULAN Pada era pengetahuan ini maka semua bangsa berlomba-lomba untuk meningkatkan daya saingnya, karena hal tersebut merupakan senjata yang paling ampuh untuk dapat memenangkan pasar yang sangat kompetitif ini. Modal virtual yang bersumber dari pengetahuan pekerja (human capital) merupakan salah satu modal yang dibutuhkan untuk dapat mewujudkan organisasi yang dapat berkembang dengan baik karena manusia dalam konteks manajemen pengetahuan adalah sumber pengetahuan, inovasi dan pembaruan. Organisasi yang memiliki human capital yang baik akan dapat memberikan lanyanan berkualitas tinggi sehingga dapat mempertahankan pelanggan atau menarik pelanggan baru, dan di sisi lain pelanggan potensial dapat mempergunakan kualitas human capital dari karyawan suatu organisasi sebagai penyaring untuk memilih layanan yang disediakan. Untuk itu organisasi dituntut untuk dapat melakukan invesatasi pada human capital yang berada pada kuadran sulit digantikan dan memiliki nilai tambah yang tinggi, sebab pengetahuan tacid yang dimiliki oleh individu akan menjadi enerji yang potensial untuk mencapai keunggulan kompetitif berkelanjutan. Untu itu organisasi dituntut untuk mengelola pengetahuan melalui lima fase yaitu: knowledge creation, knowledge validation, knowledge presentation, knowledge distribution dan knowledge application. Untuk meningkatkan daya saing perusahaan harus berupaya untuk meningaktkan kinerja human capital melaui proses pendidikan, pelatihan dan pengembangan DAFTAR PUSTAKA Anatan, Lina dan Lena Ellitan, (2007), Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Bisnis Modern, Penerbit Alfabeta, Bandung. Bhatt, (2001), Knowledge Management in Organization Interaction between Technologies, Techniques, and People, Journal of Knowledge Management, Vol.5 N0.1., pp71. Brooking, A., (1996), Intellectual Capital, Core Assets for the Third Millenium Enterprise, International Thomson Business Press, London Carrell, M.R., N.F. Elbert and R.D. Hatfield., (1995) Human Resources Management, Fifth Edition, Englewood Cliffs, NJ., Prentice Hall. Chattel, A., 1995, Managing for The Future, London: Mc. Millan, Press,Ltd Civi. M., (2000), Knowledge Management as A competitive Advantage: A Review, Marketing Intelligence and Planning, Vol.18 No.4, pp.166-174. Daveport,T.H. dan Prusak, L., (1998), Working Knowledge: How Organizations Manage What They Know,Cambridge,MA, Harvard Business School Press. Flaherty, M.T., (1996), Global Operation Management, New York: McGraw Hill, Inc. Hendrik, (2003), Sekilas Tentang Knowledge Management, Artikel Populer IlmuKomputer.Com,
[email protected]
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Moran,R.T dan Riesenberger, J.R., (1994). The Global Challenge Building the New Worldwide Enterprise, London etc, McGraw Hill. Nonaka, I., Takeuchi,H., (1995), The Knowledge Creating Company, Oxford University Press. Pratomo B.S., (2004), Manajemen Pengetahuan, Majalah Yudhagama, Nomor 6 Tahun XXIV Maret 2004, Jakarta. Powell, Mike. (2003), Information Management for Development Organization. (2nd edition), Oxford: Oxfam. Roos, J. dan Von Krogh, G., (1996), The Epistemological Challenge: Managing Knowledge and Intelectual Capital, European Management Journa,l Vol. 14, Issue 4, August, 1996, p.333 Stewart, Thomas A., 1997, Intellectual Capital the New Wealth of organizations, Doubleday Teskey, F.N., (1989), User models and world models for data information and knowledge. Information Processing and Management, Volume 25. Tiwana, A., (2000), The Knowledge Management Toolkit: Practical Techniques for Building a Knowledge Management System, Prantice-Hall PTR, New Jersey. Tjakraatmadja, Jann Hidajat dan Donald Crestofel Lantu, (2006), Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar, PT. Mizan Grafika Sarana, Bandung Toffler, Alvin., (1980), The Third Wave, Pan Books, London, 1981 edition
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-24-11